Dokumen tersebut membahas tentang etika politik dalam Islam, meliputi landasan etik politik Islam, konsep dasar politik Sunni, institusi politik Islam seperti khalifah dan imarah, Islam dan wawasan politik, fondasi sistem politik Islam seperti prinsip syura dan keadilan, syarat kepemimpinan dan hak politik perempuan, serta hak politik non-Muslim dalam Islam.
1. Etika Islam dalam Aspek Politik
Oleh kelompok 3
• Umi Leni
•Firda Heru
•Chandra
2. A. Landasan Etik Politik Islam
• Islam sebagai agama samawi yang komponen
dasarnya Aqidah, Syariah dan akhlaq
mempunyai korelasi yang erat dengan politik
dalam arti luas.
• Maksudnya adalah sebagai sumber motivasi
masyarakat, Islam berperan penting
menumbuhkan sikap dan Prilaku sosial politik.
• Pemikiran Islam sebagai hasil sistematisasi
ajaran2 Islam dan Tradisi2 kaum muslimin di
bidang politik itu muncul sejalan dengan
kepesatan ekspansi Islam keluar jazirah arab.
3. • Perhatian utama Al-Qur’an adalah memberikan
landasan etik bagi terbangunya sistem politik
yang didasarkan pada prinsip tegaknya
masyarakat yang berkeadilan dan bermoral.
• Selain itu dalam mengkaji pemikiran politik dan
sistem ketatanegaraan, dalam Islam harus
berorientsi pada upaya menerjemahkan cita-cita
politik Islam dengan cara membuat format dan
sistem politik yang sesuai dengan etika Islam.
• Pertanyaanya kemudian mengapa Al-Qur’an
ataupun Al-Sunnah tidak memberikan suatu teori
atau sistem politik yang baku sebagai pedoman?
4. B. Konsep dasar Politik Sunni
• Paradigma pemikiran Sunni secara umum
didasarkan pada 4 prinsip:
1. Kualifikasi dari seorang khalifah haruslah berasal
dari suku quraisy. Dengan demikian rekruitmen
pemimpin politik menurut sunni masih
mendasarkan pada pertimbangan2 etnis.
2. seorang khalifah dianggap sah apabila telah
mendapat persetujuan umum melalui bai’at
(kontrak sosial), yang dipilih sebelumnya oleh
sebuah dewan pemilih, yaitu Ahlu al-Hal wa al-
’aqd.
5. • Ketiga, kepala negara (Khalifah) dipilih melalui
permusyawaratan dan konsultasi yaitu prinsip
syura.
• Keempat, prinsip keadilan dan ini merupakan
esensi yang menyinari semua persyaratan
yang ada.
6. C. khalifah, Imammah dan Imarah
sebagai Institusi Politik islam
• Pada masa awal Islam baik periode Nabi
ataupun sahabat, Islam belum mengenal
institusi politik yg bernama Daulah dalam
pengertian negara.
• Kaum Muslimin saat itu, tidak memandang
Islam sebagai daulah yaitu sebagai kekuasaan
yang berpindah-pindah dari satu tangan ke
tangan lain.
• Namun, kaum muslimin lebih memandang
bahwa Islam itu sebagai agama pamungkas
yang mengakhiri semua agama.
7. • Istilah daulah sebagai institusi politik kemudian
dimulai ketika orang2 Abbasiyah dan para
pendukungnya meraih tampuk kekuasaan pada
pertengahan abad ke-8 dari tangan dinasti
Ummayah.
• Istilah lain dari Daulah inilah yang kemudian
memunculkan kata Khalifah, Imamah dan Imarah
dalam bahasa Arab.
• Ketiga istilah ini dalam prakteknya kemudian
mempunyai karakteristik dan aksentuasi makna
yang berbeda-beda sesuai dg kepentingan org yg
menggunakan istilah tersebut dalam praktek
pemerintahan.
8. 1. khalifah
kata ini mengandung makna ganda, yaitu
khalifah dipandang sebagai kepala negara dan
khalifah dimaknai sebagai wakil Tuhan dimuka
bumi.
• Yang dimaksud wakil tuhan dimuka bumi yaitu
pengertian khalifah yang diwujudkan dalam
jabatan kepala negara dan fungsi manusia
sebagai ciptaan tuhan yang paling sempurna.
• Didasarkan pada Surat Al-Baqoroh ayat 30 dan
surat Shad ayat 56.
9. 2. Imamah
• Imamah berarti kekuasaan atau kekuatan yang
ditaati atau diikuti.
• Sedangkan kata Imam berarti pemimpin, atau
setiap orang yang diikuti dan dijadikan teladan
dalam urusan Agama.
• Dasarnya adalah Surat Al-Baqoroh ayat 124,
Al-Anbiya 73, At-taubah ayat 12, dan Al-
Qashas ayat 41.
10. 3. Imarah
• Istilah Amir berarti yang memerintah, bisa
seorang komandan militer dan seorang gubernur
propinsi.
• Biasanya sebutan Amir ini digunakan oleh
beberapa penguasa yang lebih rendah
tingkatanya, yang tampil sebagai gubernur
propinsi dan bahkan walikota yang menguasai
wilayah tertentu di suatu kota sambil
memberikan pengakuan simbolik kedaulatan
khalifah sebagai penguasa tertinggi.
• Kekuasaan yang dimiliki Amir inilah yang disebut
Imarah
11. D. Islam dan wawasan Politik
• Salah satu karakteristik syariah Islam adalah
cakupanya tidak ada satupun dalam kehidupan
yang tidak ada hukumnya dalam Al-Qur’an.
• Dalam Al-Qur’an dapat ditemukan hukum2
ibadah, aqidah (teologi), akhlaq, dan mu’amalah
yang mengatur hubungan timbal balik antar
manusia.
• Dari kajian tentang Al-Qur’an dan karier Nabi
Muhammad selama kerasulanya inilah dapat
disimpulkan bahwa Islam dan wawasan politik
(kekuasaan) harus disinari oleh wawasan moral
sebagai salah satu indikator imam/pemimpin
(konteks sosial dan realitas sejarah).
12. • Dalam Islam, mendirikan institusi politik
(imamah) adalah bagian tugas keagamaan.
Yakni Dalam rangka membumikan ajaran islam
dalam kerangka kehidupan sosial.
• Sebab, negara dipandang sebagai instrumen
bagi tegaknya syariah dan ia bukan ekstansi
dari agama.
• Teori Islam tentang tatanan sosial politik
kemudian menyebut bahwa Tuhanlah
penguasa tertinggi dan pemberi hukum
13. E. Fondasi Sistem Politik Islam
• menurut Munawwir Sadzali, prinsip
ketatanegaraan Islam dalam Al-Qur’an
meliputi.
1. Prinsip Syura (Musyawarah)
• Prinsip musyawarah dalam islam tidak hanya
dinilai sebagai prosedur pengambilan
keputusan yang direkomendasikan, tetapi
juga merupakan tugas keagamaan.
14. • Praktek ini sudah dilakukan pada masa nabi
yang kemudian diteruskan oleh para pengganti
Rasulullah yaitu Khulafah Al-Rasyidin.
• Musyawarah termasuk perkara yang sistem dan
batasanya tidak dibuat, sebagai rahmat manusia
bukan karena lupa. Tetapi memberikan
keleluasaan kpd mereka dan memberikan hak
penuh kepada mereka untuk memilih apa yg
bisa diterima oleh akal dan dipahami oleh
manusia.
• Dasarnya adalah Q.S Ali Imran ayat 58 dan 159.
15. 2. prinsip persamaan (musawah)
• Islam tidak mengenal adanya perlakuan
diskriminatif atas dasar perbedaan suku
bangsa, harta kekayaan, status sosial dan
atribut2 keduniaan lainya.
• Yang menjadikanya beda di mata Allah adalah
kualitas ketaqwaan seseorang kepada-Nya.
• Dasar prinsip ini adalah Q.S Al-Hujurat ayat:
13.
16. 3. Prinsip Keadilan (‘adalah)
• Menegakan merupakan suatu keharusan dalam
Islam, terutama bagi para penguasa dan para
pemimpin pemerintahan.
• Hal ini didasarkan Q.S An-Nisa ayat : 58.
• Selain itu, Islam juga memerintahkan kita untuk
menjadi manusia yang lurus, bertanggung jawab,
dan berlaku ataupun bertindak sesuai dg kontrak
sosialnya, sehingga terwujud keharmonisan dan
keadilan hidup.
• Dasarnya adalah Q.S Al-Maidah ayat :8.
17. 4. prinsip kebebasan (al-Hurriyah)
• Dalam islam, prinsip kebebasan pada dasarnya
berarti sebagai tanggung jawab terakhir
manusia.
• Konsep kebebasan dalam Islam harus
dipandang sebagai tahapan pertama tindakan
kearah prilaku sikap yang diatur secara
rasional berdasarkan kebutuhan nyata umat
manusia, baik secara material maupun secara
spiritual.
• Gagasan kebebasan berpikir ini dinyatakan
dalam Q.S Al-An’am ayat 164.
18. F. Syarat Laki-laki dan Hak Politik
perempuan
• mayoritas ulama mensyaratkan ‘laki-laki”
dalam kepemimpinan besar berdasarkan nash
hadist yang berbunyi : tidak akan beruntung
suatu kaum, jika yang mengurusi perkara
mereka itu perempuan (HR. Al-Bukhari dari
Abi bakrah).
• Sebab, Ketika pembahasan kita tentang
“majelis permusyawarahan” secara khusus,
maka ruang lingkup pembahasanya berkisar
pada problem persamaan hak politik.
19. • Ada dua masalah mengenai problem Hak
perempuan dalam pemilu dan Hak perempuan
dalam mencalonkan diri untuk menjadi dewan
legislatif.
• Pendapat 1 yang menyatakan Islam tidak
mengakui prinsip persamaan antara perempuan
dan laki-laki dalam hak-hak politik. Dasarnya
adalah: Q.S An-Nisa ayat 34, Sabda Nabi dalam
sebuah Hadits Shahih : tidak akan beruntung
suatu kaum, jika yang mengatur urusan mereka
adalah perempuan. (H.R Al-Bukhari Ahmad bin
hanbal, An-Nasa’I, dan At-Tirmidzi, dari Abi
Bakrah) dan Ijma yg menyebutkan bahwa di
Zaman Rasul tidak ada Wanita yang masuk ke
dalam anggota Dewan perwakilan Rakyat.
20. • Pendapat ke 2 yang mnyebutkan Islam tidak
mengahalangi perempuan untuk
mendapatkan hak-hak politiknya. Karena
banyak yang berpendapat bahwa masyarakat
kita belum memiliki kesiapan jika perempuan
di masa sekarang menggunakan hak-hak
politik itu.
• Oleh karena itu, masalah ini hanya menjadi
masalah sosial yang ditentukan oleh tuntutan-
tuntutan situasi dan kondisi lingkungan
sosial, ekonomi, dan politik serta pandangan-
pandangan etika dan politik
21. G. hak-hak politik non Muslim dalam
Islam
• seorang non muslim mempunyai hak politik yang
sama dengan muslim.
• Berhak mengeluarkan pendapat, berhak untuk
dipilih maupun memilih, dan juga berhak
memikirkan masa depan Negara yang lebih baik.
• Sedangkan hak partisipasi politik nonmuslim
didalam daulah Islamiyah, tersimbol dalam dua
hak, yaitu hak memilih-prsiden atau anggota
parlemen dan dipilih menjadi anggota dewan
parlementer juga menjadi Ahlul Hilli wal aqdi
(dewan perwakilan rakyat),