Tauhid dibagi menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat. Pembagian ini bukan merupakan konsep baru melainkan cara penjelasan ulama untuk memperjelas makna tauhid yang satu dan utuh. Beberapa ulama salaf sebelum Ibnu Taimiyah telah membagi tauhid menjadi tiga, menunjukkan bahwa pembagian ini bukan merupakan ide Ibnu Taimiyah.
1. PERTAMA : Maksud dari pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu mentauhidkan Allah dalam (1)
Rububiyahnya, dalam (2) Uluhiyahnya, dan dalam (3) Asmaa dan SifaatNya.
Tauhid ar-Rubuubiyah artinya Mengesakan Allah dalam hal penciptaan, pemilikan dan
pengaturan. Yaitu meyakini bahwa Allah Maha Esa dan tidak ada dzat lain yang ikut nimbrung
membantu Allah dalam hal penciptaan, penguasaan, dan pengaturan.
Tauhid al-Uluhiyah : Mengesakan Allah dalam peribadatan hamba kepadaNya. Artinya Allah
Maha Esa dalam penyembahan, maka tidak ada dzat lain yang boleh untuk ikut serta disembah
disamping penyembahan terhadap Allah
Tauhid al-Asmaa wa as-Sifaat : Mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifatnya.
Artinya tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna.
Jika kita bertanya kepada kaum muslimin secara umum tentang tiga makna tauhid di atas, maka
secara umum tidak ada yang menolak, karena Allah memang Maha Esa dalam ketiga hal di atas.
Lantas kenapa harus ada pengingkaran jika maknanya disetujui dan disepakati..??
KEDUA : Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang
berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna
sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya
maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima
pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada
pembagian??!!
Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya
mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid.
Allah berfirman :
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)" (QS Yusuf : 106)
Para salaf dan para ahli tafsir telah sepakat bahwa makna ayat ini adalah kaum musyrikin arab
mengakui dan mengimani bahwasanya Allah Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, akan
tetapi mereka berbuat kesyirikan dengan beribadah juga kepada selain Allah. (Silahkan baca kembali
penjelasan panjang lebar disertai nukilan-nukilan dari salaf dan para mufassir di artikel ini
"Persangkaan Abu Salafy Al-Majhuul Bahwasanya Kaum Musyrikin Arab Tidak Mengakui Rububiyyah
Allah"
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum musyrikin Arablah yang membagi tauhid kepada Allah, sehingga
2. hanya mengimani sebagian tauhid (yaitu tauhid rububiyah) dan berbuat syirik dalam tauhid aluluhiyah.
Allah juga berfirman
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka
(kembali) mempersekutukan (Allah) (QS Al-'Ankabuut : 65)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya dalam kondisi gawat kaum musyrikin mengesakan (tidak
membagi) tauhid mereka sehingga ikhlas berdoa kepada Allah, akan tetapi tatkala mereka
diselamatkan di daratan mereka kembali lagi melakukan pembagian tauhid dan menyimpang dalam
tauhid al-uluhiyah.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan akan keimanan kaum musyrikin terhadap tauhid ar-rububiyah
sangatlah banyak, sebagaimana telah saya sampaikan pada link diatas.
Perhatikan : Syari'at tidak ingin tauhid dipisah-pisahkan, bahkan ingin agar tauhid merupakan
seusatu yang satu kesatuan. Hanya saja timbul penyimpangan dari kaum musyrikin yang memecah
dan membagi tauhid, dimana mereka beriman kepada sebagian makna tauhid dan mengingkari
sebagian yang lain. Maka datanglah syari'at untuk meluruskan mereka sehingga menjelaskan dengan
cara membagi antara keimanan mereka yang benar (tauhid ar-rububiyah) dan keimanan mereka
yang salah dalam tauhid (yaitu tauhid al-uluhiyah). Sehingga sering kita dapati bahwasanya Al-Qur'an
berhujjah dengan keimanan mereka terhadap tauhid ar-rububiyah agar mereka meluruskan tauhid
mereka yang salah dalam tauhid al-uluhiyah. Seperti firman Allah
(٢١)
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu,
agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai
atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqoroh : 21-22)
Dalam ayat ini Allah berhujjah dengan pengakuan kaum musyrikin dan keimanan mereka terhadap
Rububiyah Allah agar mereka juga mentauhidkan Allah dalam uluhiyah/peribadatan.
Intinya : Pembagian tauhid nampak dan muncul pada makhluk lalu datanglah syari'at berusaha
memperbaiki dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru tentang tauhid. Jadilah timbul
pembagian tauhid dalam syari'at yang memiliki 2 fungsi, (1) dalam rangka penjelasan dan (2)
3. dalam rangka menjaga tauhid dari kesalahpahaman
KETIGA : Karenanya pembagian tauhid ini bukanlah penimbulan/pemunculan suatu makna baru
yang tidak ada di zaman salaf, akan tetapi hanyalah pembaharuan dalam istilah atau metode
penjelasan dan pemahaman. Karena kalau pembagian ini dikatakan bid'ah maka terlalu banyak
penamaan dan pembagian yang kita hukumi sebagai bid'ah juga. Sebagai contoh misalnya
pembagian para ulama bahwasanya hukum taklifi terbagi menjadi 5 (wajib, mustahab, mubah,
makruh, dan haram). Tentunya pembagian ini tidak terdapat dalam pembicaraan sahabat. Akan
tetapi setelah diteliti dalil-dalil yang ada jelas bahwa kesimpulan hukum-hukum taklifi tidaklah keluar
dari 5 hukum tersebut.
KEEMPAT : Pembagian tauhid adalah perkara ijtihadiah, tergantung cara seorang mujtahid dalam
meng "istiqroo' dalil-dalil, sehingga berkesimpulan bahwa tauhid terbagi menjadi berapa?.
Karenanya kita dapati :
-
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja, yaitu :
.
-
Ada juga yang membagi dua dengan ibarat yang lain, yaitu :
-
Ada juga yang mengungkapkan dengan ibarat yang lain, yaitu :
dan
dan
dan
Kita dapati juga ada sebagian orang yang membagi tauhid menjadi 4, seperti Ibnu Mandah
yang membagi tauhid menjadi : (1) Tauhid Al-Uluhiyah, (2) Tauhid Ar-Tububiyah, (3) Tauhid alAsmaa', dan (4) Tauhid As-Sifaat.
Demikian juga ada yang membagi tauhid menjadi empat dengan menambahkan tauhid yang
ke (4) Tauhid Al-Haakimiyah.
Yang menjadi permasalahan bukanlah pembagian, akan tetapi content/isi dan kandungan dari
pembagian tersebut, apakah benar menurut syari'at atau tidak??!! Inilah yang menjadi
permasalahan, bukan masalah pembagian tauhid menjadi dua atau tiga atau empat, atau lebih dari
itu.
KELIMA : Ternyata kita dapati para ulama terdahulu –jauh sebelum Ibnu Taimiyyah- telah membagi
tauhid menjadi tiga. Hal ini jelas membantah pernyataan mereka bahwa pembagian tauhid menjadi
tiga adalah kreasi Ibnu Taimiyyah rahimahullah di abad ke 8 hijriyah. Syaikh Abdurrozzaq
4. hafizohulloh telah menukil perkataan para ulama salaf jauh sebelum Ibnu Taimiyyah yang membagi
tauhid menjadi tiga. Diantara para ulama tersebut adalah :
(1) Al-Imam Abu Abdillah 'Ubaidullahi bin Muhammad bin Batthoh al-'Akburi yang wafat pada tahun
387 H, dalam kitabnya Al-Ibaanah.
(2) Al-Imam Ibnu Mandah yang wafat pada tahun 395 Hijriyah dalam kitabnya "At-Tauhid".
(3) Al-Imam Abu Yusuf yang wafat pada tahun 182 H (silahkan merujuk kembali kitab al-qoul assadiid)
KEENAM : Ternyata kita juga dapati ahlul bid'ah juga telah membagi tauhid
Pertama : Kaum Asyaa'roh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah
(keesaan) Allah mencakup tiga perkara, ungkapan mereka adalah:
ٌنّ شري ك ال أف عان ّ ف ي ٔٔاحذ نّ، َ ظ ير ال ص فات ّ ف ي ٔٔاحذ نّ ل س يى ال رات ّ ف ي ٔاحذ ا هلل إ
"Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2)
Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada
perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.
Salah seorang ulama terkemukan dari Asyaa'iroh yang bernama Ibrahim Al-Laqqooni berkata :
5. "Keesaan (ketauhidan) Allah meliputi tiga perkara yang dinafikan :
… "Keesaan" dalam istilah kaum (Asyaa'iroh) adalah ungkapan dari tiga perkara yang dinafikan :
"(1) Dinafikannya berbilang dari Dzat Allah, artinya Dzat Allah tidak menerima pembagian….
(2) Dinafikannya sesuatu yang serupa dengan Allah, maksudnya tidak ada perbilangan dalam dzat
atau salah satu sifat dari sifat-sifatNya…
(3) Dinafikannya penyamaan Allah dengan makhluk-makhluk yang baru…"
(Hidaayatul Muriid Li Jauharot At-Tauhiid, Ibraahim Al-Laqqooni. 1/336-338)
Ulama besar Asya'iroh yang lain yaitu Al-Baajuuri rahimahullah berkata :
"Kesimpulannya bawhasanya wahdaniah/keesaan/ketauhidan Allah yang mencakup (1) Keesaan
pada Dzat, (2) Keesaan pada sifat-sifat Allah, dan (3) Keesaan pada perbuatan-perbuatanNya…"
(Hasyiat Al-Imam Al-Baijuuri 'alaa Jauharot At-Tauhiid, hal 114)
6. Kedua : Abu Hamid Al-Gozali menyatakan bahwa tauhid yang berkaitan dengan kaum muslimin ada
3 tingakatan, karena beliau membagi tauhid menjadi 4 tingkatan, dan tingkatan pertama adalah
tingkatan tauhidnya orang-orang munafik.
Adapun tingkatan-tingakatan yang berikutnya :
(1) Tauhidul 'awaam
(2) Tauhidul Khoosoh
(3) Tauhid Khoosotil Khooshoh
(Tauhidnya orang-orang awam)
(Tauhidnya orang-orang khusus,
) dan
(Tauhidnya orang-orang super khusus
)
Beliau rahimahullah berkata :
... يرات ة أرت ع ن ه تٕح يذ
نّ ي ُ كر أٔ ع ُّ غاف م ٔل ه ثّ ا هلل إ ال إن ّ ال ت ه ساَ ّ اإلَ ساٌ ي مٕل أٌ ْي ان تٕح يذ يٍ األٔن ٗ ف ان رت ثح
ان ً ُاف م يٍ ك تٕح يذ
"Tauhid memiliki 4 tingkatan…tingkatan pertama dari tauhid adalah seseorang mengucapkan dengan
lisannya laa ilaah illallah akan tetapi hatinya lalai darinya atau mengingkarinya, sebagaimana
tauhidnya orang-orang munafiq"
Lalu Al-Gozali menyebutkan 3 tingkatan tauhidnya kaum muslimin, ia berkata :
ان عٕاو اع ت ماد ْٕٔ ان ً س هً يٍ عًٕو ت ّ صذق ك ًا ل ه ثّ ان ه فظ ت ً ع ُٗ ي صذق أٌ ٔان ثاَ يح
(1) Yang kedua : Yaitu ia membenarkan makna lafal laa ilaaha illallahu dalam hatinya sebagaimana
pembenaran orang-orang awam kaum muslimin, dan ini adalah aqidahnya orang-orang awam
ك ث يرج أ ش ياء ي رٖ ت أٌ ٔرن ك ان ً مرت يٍ ي ماو ْٕٔ ان حك َ ٕر ت ٕا سطح ان ك شف ت طري ك رن ك ي شاْذ أٌ ٔان ثان ثح
ٍان مٓار ان ٕاحذ عٍ صادرج ك ثرت ٓا ع هٗ ي راْا ٔن ك
(2) Yang Ketiga : Yaitu dengan metode Kasyf (pengungkapan) dengan perantara cahaya Allah, dan ini
adalah orang-orang muqorrobin (yang didekatkan), yaitu jika ia melihat sesuatu yang banyak akan
tetapi ia melihatnya –meskipun banyak- timbul dari dzat Yang Maha Satu Yang Maha Kuasa
ان تٕح يذ ف ي ان ف ُاء ان صٕف يح ٔت سً يّ ان صذي م يٍ ي شاْذج ْٔي ٔاحذا إ ال ان ٕجٕد ف ي ي رٖ ال أٌ ٔان رات عح
ّ َف اَ يا ك اٌ ت ان تٕح يذ ي س ت غرل ا ن كَٕ ّ َ ف سّ ي ر ن ى ٔإرا أي ضا َ ف سّ ي رٖ ف ال ٔاحذا إ ال ي رٖ ال ح يث يٍ أل
ٍٔان خ هك َ ف سّ رؤي ح عٍ ف ُٗ أَ ّ ت ً ع ُٗ ت ٕح يذِ ف ي َ ف سّ ع
(3) Yang Keempat : yaitu ia tidak melihat di alam wujud ini (alam nyata) ini kecuali hanya satu, dan
ini adalah pengamatan orang-orang as-siddiqin. Dan kaum sufiah menamakannya al-fanaa dalam
7. tauhid, karena ia tidaklah melihat kecuali satu, maka iapun bahkan tidak melihat dirinya sendiri. Dan
jika ia tidak melihat dirinya dikarenakan tenggelam dalam tauhid maka ia telah sirna dari dirinya
dalam mentauhidkan Allah, yaitu maknanya ia telah sirna tidak melihat dirinya dan tidak melihat
makhluk" (Ihyaa 'Ulumiddiin 4/245)
KETUJUH :Ternyata sebagian ulama Ahlul Kalaam juga mengenal istilah tauhid ar-rububiyah dan
tauhid al-uluhiyah,
Abu Mansuur Al-Maturidi (pendiri madzhab Al-Maturidiyah, wafat 333 H) dalam kitabnya At-Tauhid
beliau berkata :
(Kitaab At-Tauhid, Abu Manshuur Al-Maturidi, tahqiq : DR Muhammad Aruusi, Terbitan Daar
Shoodir, Beirut, hal 86)
KEDELAPAN : Kenapa harus pengingkaran besar-besaran terhadap pembagian tauhid menjadi tiga?.
Rahasianya karena pembagian ini menjelaskan akan bedanya antara tauhid Ar-Rububiyah dengan
tauhid Al-Uluhiyah. Dan barangsiapa yang mengakui tauhid Ar-rububiyah akan tetapi beribadah
kepada selain Allah maka ia adalah seorang musyrik. Inilah pembagian yang mereka ingkari, mereka
hanya ingin pembicaraan tauhid hanya pada dua model tauhid saja, yaitu tauhid ar-rububiyah dan
tauhid al-asmaa wa as-sifaat.
Karena dengan dibedakannya antara tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah semakin
memperjelas bahwa aqidah mereka tentang bolehnya berdoa kepada mayat-mayat penghuni kubur
dan beristighotsah kepada para wali yang telah meninggal adalah kesyirikan yang nyata !!!
Mereka tidak mempermasalahkan jika seandainya tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid rububiyah
dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat, karena dalam buku-buku aqidah mereka ternyata memfokuskan
pembicaraan pada dua model tauhid ini. Jika kita setuju pembagian tauhid hanya dua saja, maka bisa
saja dikatakan ini adalah dualisme ketuhanan, sebagaimana penyembah dua dewa atau dua tuhan,
dan ini juga kesyirikan. Sebagaimana trinitas adalah kesyirikan demikian juga dualisme ketuhanan
juga terlarang
8. KESEMBILAN : Pembicaraan kaum Asya'iroh hanya terfokus dalam masalah tauhid Ar-Rububiyah,
bahwasanya Allahlah satu-satunya pencipta.
Hal ini sangat nampak dari sikap mereka berikut ini
-
Sebagian ulama mereka menafsirkan laa ilaah illallah pada makna rububiyah
(Tidak ada yang mampu untuk menciptakan kecuali Allah).
Padahal yang benar dalam hal ism ahsan ا هللadalah bukanlah ism jamid (yaitu kata benda yang tidak
berasal dari kata masdar yang bermakna), akan tetapi pendapat yang benar bawhasanya lafal ا هلل
adalah ism musytaq berasal dari kata ّ اإلنyang artinya ِٕ ( ان ًأنsebagaimana ك تابyang bermakna
,)ي ك تٕبdan ِٕ ان ًأنmaknanya adalah " ان ً ع ثٕدyang di sembah". Sehingga makna yang benar dari laa
ilaah illallah adalah "Tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah"
-
Kita dapati kaum asyairoh dalam buku-buku aqidah mereka menyatakan bahwa
(Yang pertama wajib bagi seorang mukallaf adalah pengamatan untuk meyakini adanya
pencipta). Sehingga konsentrasi mereka adalah tentang penetapan akan adanya Tuhan Pencipta
Yang Maha Esa dalam Penciptaan
Akibat dari salah penafsiran tentang laa ilaaha illahllahu ini akhirnya seseorang yang
beristighotsah dan berdoa kepada selain Allah tidaklah terjerumus dalam kemusyrikan selama
meyakini bahwa pencipta satu-satunya adalah Allah.
Karenanya kita dapati sebagian orang alim mereka (sebagian kiyai) terjerumus dalam kesyirikan atau
membolehkan kesyirikan. Menurut mereka hal-hal berikut bukanlah kesyirikan :
Berdoa kepada mayat, meminta pertolongan dan beristighotsah kepada mayat bukanlah
kesyirikan, selama meyakini bahwa mayat-mayat tersebut hanyalah sebab dan Allahlah satu-satunya
yang menolong
Jimat-jimat bukanlah kesyirikan selama meyakini itu hanyalah sebab, dan yang menentukan
hanyalah Allah. Karenanya kita dapati sebagian kiyai menjual jimat-jimat
Bahkan kita dapati sebagian kiyai mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan atau ilmu-ilmu sihir.
Karena selama meyakini itu hanyalah sebab dan Allah yang merupakan sumber kekuatan maka hal
ini bukanlah kesyirikan.
Sebagian mereka juga membolehkan memberikan sesajen atau tumbal kepada lumpur lapindo
atau kepada gunung yang akan meletus, karena menurut mereka hal itu bukanlah bentuk kesyirikan
kepada Allah.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 03-04-1434 H / 15 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com