1. Nn. Santi datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah dan pucat. Pemeriksaan menunjukkan anemia dengan Hb rendah dan eritrosit kecil.
2. Dokter mendiagnosis Santi mungkin mengalami anemia defisiensi besi karena gejala klinis dan hasil laboratorium.
3. Dokter menyarankan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi diagnosis.
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
sken 1 hemato naily.docx
1. 1
BLOK HEMATOLOGI
WRAP UP
SANTI PUCAT DAN LEMAH
Kelompok B 10
Ketua : Mohammad Syarif Mas’ud (1102011167)
Sekretaris : Nely Holidiyah (1102011192)
Anggota : Muhammad Rizdimas Ridho Putra (1102011181)
Nuraini Sidik (1102011200)
Prathita Amanda Aryani (1102011208)
Rifani Meishela (1102011233)
Safitri Ambar (1102011251)
Shabrina Ghassani Roza (1102011257)
Shahcoga Luthfi Yuvhendmindo (1102011258)
2. 2
Santi Pucat dan Lemah
Nn. Santi, umur 25 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nafsu makan
menurun, cepat lemah, dada berdebar-debar, dan sesak nafas. Santi bekerja sebagai
buruh pabrik. Pola makan tidak teratur. Empat bulan terakhir Santi mengalami
menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama daripada biasanya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit dan konjunctiva pucat, serta kelainan
pada kuku berupa koilonichia. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
hemoglobin (Hb) 8,9, g/dL, hematokrit 28 vol%, jumlah eritrosit 3,88 x 106/µl, Mean
Corpuscular Volume (MCV) 65 fL (normal 82-92 fl), Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH) 23 pg (normal 27-31 pg), Mean Copuscular Hemoglobin Consentration
(MCHC) 28% (normal 32-36 %), jumlah leukosit 5.200/µl. Pada sediaan hapus darah
tepi dijumpai kelainan morfologi eritrosit berupa mikrositik hipokrom dan sel pensil.
Dokter menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan kadar besi serum, kadar
feritin serum, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity (TIBC)), dan
saturasi transferin.
3. 3
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Mengapa Terjadi Eritropoesis
LO 1.1 Definisi Eritropoesis
LO 1.2 Morfologi Eritropoesis
LO 1.3 Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 2.1 Definisi dan Fungsi Hemoglobin
LO 2.2 Struktur Hemoglobin
LO 2.3 Biosintesis Hemoglobin
LO 2.4 Mekanisme Hemoglobin
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
LO 3.2 Klasifikasi Anemia
LO 3.3Gejala Anemia
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi besi
LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi besi
LO 4.2 Etiologi Anemia Defisiensi besi
LO 4.3 Patofisiologi Anemia Defisiensi besi
LO 4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi besi
LO 4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi besi
LO 4.6 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi besi
LO 4.7 Komplikasi Anemia Defisiensi besi
LO 4.8 Prognosis Anemia Defisiensi besi
LO 4.9 Pencegahan Anemia Defisiensi besi
4. 4
1 Memahami dan Menjelaskan Mengapa Terjadi Eritropoesis
1.1 Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi ada orang dewasa terbatas hanya pada
sumsum tulang. (Dorland edisi 31). eritropoesis pada manusia berpindah-pindah
sesuai umur:
a. Yolk sac : umur 0-3 bulan intrauterin
b. Hati dan lien : umur 3-6 bulan intrauterin
c. Sumsum tulang : umur 4 bulan intrauterin-dewasa
1.2 Morfologi Eritropoesis
HEMATOPOEISIS
ERITROPOI
SIS
PROERITRO
BLAST
Ø14-
19m,nukl
tgh, inti halus,
sito basofil
BASOFILIK
ERITROBL
AS
Ø 13-16m,
nukl tdk
tmpk, krom
padat, >> mt
POLIKRO
MAFILIK
ERITR
Ø10-
12m,
nukl bsr,
asidofil,
<<mt
NORMOBL
AST
Ø8-10m,
nukl kcl,
konden, sito
asido, org
kcl
RETIKUL
OSIT
≠ nukl,
imatur
eritr, msk
sirkls, mjd
erith dlm
48 j.
LEUKOPOEI
SIS
GRANULOP
OEISIS
MIELOBLAS
T
Ф 12-18 μm,
nukl bsr,
krom hlus,
sitop basofil
PROMIELO
SIT
Ф 15-25 μm,
> dr mielo,
nukl bsr,
krom kasr,
sito basofil,
ada gran--
mielo
MIELOSI
T
Bervariasi,
nukl
ovoid,
krom
kasar, cirri
khas, gran
spesifik,
METAMIE
LOSIT
Peralihan ke
leuko dws,
Ф 15-25
μm,
>>>gran
spe, nukl
oval, sel inti
yg plg byk
dl mss tlg, ≠
BAND
CELL
Granulosit
muda, dpt
kluar dr ss
tlg 1-2%,
jk > mk—
leukimia
granulositi
k
GRANULO
SIT
MATANG
Dibedakan
dr
pwarnaan:
Eosin, eosin
asam
Basofil, met
5. 5
mito biru basa
Neutrofil,
afinitas
AGRANULO
POEISIS
MONOBLAS
T
Ф 9-12
μm,spt mielo,
nukl blat,
mito kcl, ss
tlg
PROMONO
SIT
Ф 8-15 μm,
aktif mitosis,
sito jernih,
heterokrom,
jk matang
inti kcl, gran
azurofil byk
MONOSI
T
Ф 9-12
μm, nukl
oval, tapal
kuda,
krom jrg,
sito
basofil,
azurofil
halus
LIMPHOPOE
ISIS
LIMFOBLAS
T
Spt mielo, plg
bsr, nukl
sferis, krom
kelmpk,
mitosis dlm ss
tlg, timus
PROLIMFO
SIT
Tdpt tanda
maturitas,
inti krom
padat, sito:
gran azuro,
dlm sirk mjd
limfosit bsr
LIMFOSI
T
Matur Ф
7-9 μm
(kcl),
sferis, nukl
bsr dg
sitop
sedikit
(biru),
6. 6
gran azuro
TROMBOPO
EISIS
MEGAKARI
OBLAST
Bsr, 25-50
μm, nukl
oval, >>anak
inti, sito
basofil,
>>mito, gran
azurofil
MEGAKAR
IOSIT
Trans tdk
sempurna,
Nukl –
polipoid –
multilobul,
sito basofil,
tercabik—
platelets, tak
inti, btk
cakram 2-5
μm
TROMBO
SIT
Zona
perifer,tran
sp—
hialomer
Zona
central,
padat,--
granulome
r
Dalam eritopoesis di bagi menjadi tahap-tahap :
a. Proeritroblast (Rubriblast)
- Aktif membelah,diameter 14-19 mikrometer
- Nukleus (80% dari sel),ditengah,sferis,kromatin halus
- Nukleolus 1-2
- Sitoplasma basofilik untuk sintesa Hb
- Fungsi : sintesa protein dan Hb
b. Basofilik Eritroblast (Prorubriblast)
- Menentukan mitosis,diameter 13-16 mikrometer
- Nukleus serupa proeritroblast,kromatin padat
- Nukleolus tak tampak
- Poliribosom (peranan basofilik)
- Aparatus golgi berkembang,mitokondria banyak mikrotubulus
dan mirofilamen
- Hb trus dibentuk dan baru dibentuk
c. Polikromatofilik eritroblast (rubrisit)
- Lbih kecil,diameter 10-12 mikrometer
7. 7
- Nukleus kromatin > (50% dari sel)
- Hb cukup asidofilia (merah muda)
- Sisa organel berkurang,Pinositosis sepanjang membran plasma
tetap ada
- Hb terus dibentuk
d. Normoblast (ortokromatofilik)
- Diameter 8-10 mikrometer
- Nukleus heterokromatik (25% dari sel), kondensasi, piknotik,
letak eksentrik
- Sitoplasma asidofilik (banyak Hb)
- Sedikit basofilia (polisom tetap ada)
- Organel menjadi lebih kecil dan mengalami degenerasi
- Kelanjutan pematangan (nukleus di makan makrofag)
e. Retikulosit
- Normoblast (kehilangan nukleus)
- Immature eritrocyte,Hb 80% SDM matang
- Tetap mempunyai 2 centriol,beberapa mitokondria,feritin,sisa
aparatus golgi dan poliribosom
- Poliribosom (mensintesa Hb melengkapi 20% sampai 80%
selama 48 jam
- Mampu berkontraksi membentuk lipatan pada tempat tertentu
(pseudopodia)
- Retikulosit komplit menjadi eritrosis selama 24-48 jam, masa
hidup 72 jam mengandung sedikit RNA
1.3 Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Proses pembentukan eritrosit memerlukan:
a. sel induk: CFU-E, BFU-e, normoblast (eritroblast)
b. bahan pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, protein, dan lain-lain
c. mekanisme regulasi: factor pertumbuhan hemopoetik dan hormon eritropoetin.
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat
penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi
kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada
orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan
yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi
EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan
8. 8
mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan
EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada
defisiensi besi )
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan
penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah
normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia
tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal
yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum
tulang.
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.
Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya
jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
Eritropoeitin
Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
9. 9
↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke
dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah
mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus
awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun
Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
Bekerja pada sel-sel tingkat G1
Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
2.1 Definisi dan Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung)
terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel
darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru- paru ke
jaringan-jaringan (Evelyn, 2009).
Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks
tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin
memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin
(Brooker, 2001).
hemoglobin adalah suatu protein majemuk yang mengandung unsure non-protein
yaitu heme. Pada mahluk hidup, secara fisiologiskompleks protein-heme berfungsi
mengikat oksigen, mengangkut oksigen, mengangkut electron dan fotosintesis. Nilai
normal hemoglobin adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1.1 Nilai rujukan kadar hemoglobin sesuai umur dan jenis kelamin
Umur Hemoglobin (g/dL)
neonatus 13,5-19,5
1-3 hari 14,5-22,5
0,5-2 tahun 10,5-13,5
6-12 tahun 11,5-15,5
12-18 tahun (pria) 13,0-16,0
12-18 tahun (wanita) 12,0-14,0
18-49 tahun (pria) 14,0-16,0
18-49 tahun (wanita) 12,0-14,0
Batas normal kadar terendah Hb orang dewasa :
Laki-laki = 14 g/dL Wanita = 12 g/dL
10. 10
Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya
kelebihan akan mengakibatkan polinemis.
2.2 Struktur Hemoglobin
11. 11
Struktur 3-dimensi hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekulorganik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul
protein (globulin chain) yangterhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang
dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chainsdan 2 beta-globulin chains,
sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahirterdiri dari
beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2
rantaigama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa
tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua
subunit alfa dan beta yang terikat secaranonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir samaPada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik
yang dikenal dengan porfirin yang menahan satuatom besi; atom besi ini merupakan
situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebutheme Tiap subunit
hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan
hemoglobinmemiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat
besi melekat danmenghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini
pula yang menjadikan darah kitaberwarna merah.
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein),
yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara
nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama.
Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat
molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas
empat molekul oksigen.
2.3 Biosintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan dilanjutkan sedikit dalam
retikulosit. Hemoglobin terdiri dari suksinil koA yang berikatan dengan glisin untuk
12. 12
membentuk pirol. Kemudian 4 pirol akan bergabung membentuk protoporfirin IX
yang kemudian bergabung dengan besi membentuk Heme. Setiap molekul Heme ini
akan berikatan dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin. Globin
disintesis oleh ribosom. Sifat rantai hemoglobin menentukan afinitas ikatan
hemoglobin terhadap oksigen. Heme disintesis dari glisin dan suksinil KoA yang
berkondensasi dalam reaksi awal membentuk asam alfa-aminolevulinat
13. 13
2.4 Mekanisme Hemoglobin
Interaksi antara Hemoglobin dengan Oksigen
Hb + O2 <----------> HbO2
hemoglobin + oxygen----------oxyhemoglobin
(dark red) (red)
Kurva disosiasi oksigen dari hemoglobin berbentuk sigmoid karena adanya interaksi
subunit. Pada awalnya oksigen terikat pada hemoglobin , peningkatan pengikatan
oksigen pada molekul yang sama ditingkatkan. Pola pengikatan ini disebut ikatan
kooperatif (cooperative binding). Pada paru-paru, ketika tekanan oksigen tinggi
hemoglobin menjadi jenuh dan bentuknya menjadi R. Hemoglobin akan melepaskan
setengahn oksigennya pda daerah yang kekurangan. Pengikatan O2 disertai dengan
putusnya ikatan garam antara residu terminal karboksil pada keseluruhan empat sub
unit. Pengikatan O2 berikutnya dipermudah karena jumlah ikatan garam yang putus
menjadi lebih sedikit. Perubahan ini juga sangat mempengaruhi struktur sekunder,
tersier, dan kwartener hemoglobin. Satu pasang subunit α/β mengadakan rotasi
terhadap pasangan α/β yang lain sehingga memampatkan tetramer tersebut dan
meningkatkan afinitas heme terhadap O2.
Struktur kuartener hemoglobin yang teroksigenasi-sebagian dinyatakan sebagai
status-T (taut, tegang) dan struktur kuartener hemoglobin yang teroksigenasi (HbO2)
sebagai status R (rileks). R dan T juga digunakan untuk mencirikan struktur kuartener
enzim alosterik, dengan status T memiliki afinitas substrat yang lebih rendah. Saat
oksigenasi, atom besi deoksihemoglobin bergerak ke dalam bidang cincin heme.
Gerakan ini diteruskan pada histidin proksimal (F8), yang bergerak menuju bidang
14. 14
cincin, dan pada residu asam amino yan melekat pada His F8. Ketika molekul
hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul
hemoglobin mendorong satusamalainKetikaO2dilepas, rantai-pisah(pulled apart),
memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan
merendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap
bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 haemoglobin. P 50 (yakni, tekanan parsial O2 pada
mana hemoglobin setengah jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg.
Dengan peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (yakni, P 50 turun)
sementara, dengan penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (yakni P 50
naik).Normal di dalam tubuh, pertukaran O2 bekerja di antara kejenuhan 95% (darah
arteri) dengan tekanan O2 arteri rata rata 95 mmHg dan kejenuhan 70%(darah vena)
dengan tekanan O2 vena rata- rata 40 mmHg.Posisi kurve normal tergantung pada
konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur
molekul hemoglobin. Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya
hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan
sedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan
hemoglobin abnormal tertentu yang langka yang berhubungan dengan polisitemia
menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada
normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh
dan konsentrasi 2,3-DPG
3 Memahami dan Menjelaskan Anemia
3.1 Definisi Anemia
Anemia ialah keadaan dimana eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh,dan
terdapat menurunnya kadar Hb,dikatakan anemia bila Hb<14 g/dL dan Ht , 41% pada
pria atau Hb <12 g/dL dan Ht , 37% pada wanita.
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah
sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman,
2008). Anemia sebagai keadaan dimana level hemoglobin rendah karena kondisi
patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-
satunya penyebab anemia (Fatmah dalam FKM UI, 2007).
Menurut Nursalam, Anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel darah merah)
dan kadar hemoglobin (Hb) dalam setiap milimeter kubik darah dalam tubuh manusia.
Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah disertai dengan anemia yang
ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh, penurunan kerja fisik, penurunan daya
tahan tubuh. Penyebab anemia bermacam-macam diantaranya adalah anemia
defisiensi zat besi (Murgiyanta, 2006).
Menurut Wirakusumah, anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah normal. Pada pendertita anemia
lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah atau hemoglobin dibawah
normal. Penyebabnya bisa karena kekurangan zat besi, asam folat dan vitamin B12.
Tetapi yang sering terjadi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh, sehingga kebutuhan zat besi untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai
15. 15
dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum dan jenuh
transferin menurun, kapasitas ikat besi total meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali
(Oppusungu, 2009).
3.2 Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi
morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
1. Gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi)
2. Gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia
hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif
(contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
16. 16
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat Keadaan ini terjadi pada
gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi(misalnya:
interleukin1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan
hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat
pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi
besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat
dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”,
gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang
abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab
dari Gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12,
obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating
agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan
inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan
hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi
yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan
sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat
terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan
retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan
eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis
gambarannya akan Menyerupai anemia defisiensi besi.
Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis.
Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan
karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan
oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali,
krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun,
hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).
17. 17
3.3 Gejala Anemia
Tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti pucat,
mudah lelah, berdebar dan sesak napas. Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan,
kuku dan konjungtiva palbera. Tanda yang khas meliputi anemia, angular stomatitis,
glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia dan pafofagia. Tanda yang kurang khas
berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku
tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menurun (Arisman, 2008).
Pada gejala dapat berupa pucat,lemah,lesu,organomegali (terutama
hati,limpa,KGB),terdapat kuning/ikterus (anemia hemolitik),ulkus kaki (anemia
HbS),Koilonnikia,angular cheilosis (di lidah tidak terlihat papila,lidahnya licin) (pada
penderita anemia defisiensi besi),kelainan neurologis (anemia defiensi vit B12)
Dapat juga dibagi menjadi:
1. Gejala umum anemia
Timbul karena iskemia organ atau sebgai kompensasi tubuh terhadap penurunan
kadar hemoglobin dalam tubuh (Hb < 7 g/dL ).Dapat berupa rasa lemah,lesu,cepat
lelah,telinga mendenging,mata berkunang-kunang,kaki terasa dingin,sesak
nafas,dispepsia,pasien tampak pucat (konjunctiva,mukosa mulut,telapak tangan
dan jaringan dibawah kuku)
2. Gejala khas masing-masing anemia
- Anemia def.besi : disfagia,atrofi papil lidah,stomatitis angularis dan kuku
sendok
- Anemia megaloblastik : glositis,gangguan neurologik pada defisiensi vitamin
B12
- Anemia hemolitik : ikterus,splenomegali dan hepatomegali
- Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar
Misalnya disebabkan oleh infeksi cacing tambang dapat berupa sakit
perut,pembengkakkan parotis dan warna kuning pada telapak tangan
4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi besi
4.1 Definisi Anemia Defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
didalam tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk erotropoesis
berkurang, pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai
oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC (totaliron binding
capacity) meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan
besi sumsum tulang negative dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat
besi.
Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di Negara-
negara tropik atau Negara dunia ketiga karna sangat berkaitan dengan taraf social
ekonomi. Anemia ini mngenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan
dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social yang cukup serius.
18. 18
4.2 Etiologi Anemia Defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
Saluran cerna: Tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid,
dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita: Menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: Hematuria
Saluran napas: Hemoptoe
2. Faktor nutrisi: Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah
vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat: Prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan
4. Gangguan absorpsi besi: Gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
4.3 Patofisiologi Anemia Defisiensi besi
METABOLISME BESI
Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan diolah oleh lambung (asam lambung menyebabkan heme
terlepas dari apoproteinnya) hingga siap untuk diserap.
b. Fase Mukosal
Proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus yang berperan penting pada
absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum proksimal. Namun sebagian kecil juga
terjadi di gaster, ileum dan kolon. Penyerapan besi dilakukan oleh sel absorptive yang
terdapat pada puncak vili usus. Besi heme yang telah dicerna oleh asam lambung
langsung diserap oleh sel absorptive, sedangkan untuk besi nonheme mekanisme yang
terjadi sangat kompleks. etidaknya terdapat 3 protein yang terlibat dalam transport
besi non heme dari lumen usus ke sitoplasma sel absorptif. Luminal mucin berperan
untuk mengikat besi nonheme agar tetap larut dan dapat diserap meskipun dalam
suasana alkalis duodenum. Agar dapat memasuki sel, pada brush border sel terjadi
perubahan besi feri menjadi fero oleh enzim feri reduktase yang diperantarai oleh
protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor 10 melalui membrane
difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya di
sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri. sebagian besar
besi akan disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus, sebagian kecil
diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter (ferroportin atau
19. 19
IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami reduksi dari molekul fero menjadi
feri oleh enzim ferooksidase, kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler
usus.
c. Fase corporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel yang
membutuhkan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh. Dalam sirkulasi, besi tidak
pernah berada dalam bentuk logam bebas, melainkan berikatan dengan suatu
glikoprotein (β-globulin) pengikat besi yang diproduksi oleh hepar (transferin). Besi
bebas memiliki sifat seperti radikal bebas dan dapat merusak jaringan. Transferin
berperan mengangkut besi kepada sel yang membutuhkan terutama sel progenitor
eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang. Permukaan normoblas memiliki reseptor
transferin yang afinitasnya sangat tinggi terhadap besi pada transferin. Kemudian besi
akan masuk ke dalam sel melalui proses endositosis menuju mitokondria. Disini besi
digunakan sebagai bahan baku pembentukan hemoglobin. Kelebihan besi di dalam
darah disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besiapoferitin) dan hemosiderin pada
semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum tulang, dan otot skelet. Pada hepar
feritin terutama berasal dari transferin dan tersimpan pada sel parenkimnya,
sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama terdapat pada sel fagosit
mononuclear (makrofag monosit) dan berasal dari 11 pembongkaran eritrosit. Bila
jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin untuk menampungnya maka besi
disimpan dalam bentuk yang tidak larut (hemosiderin). Bila jumlah besi plasma
sangat rendah, besi sangat mudah dilepaskan dari feritin, tidak demikian pada
hemosiderin. Feritin dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam plasma, bila
kadar ini dapat terdeteksi menunjukkan cukupnya cadangan besi dalam tubuh.
Terdapat tiga fase dalam kejadian anemia defisiensi besi:
fase pre laten atau iron depleted state
yaitu keadaan dimana kadar Hb dan transferin masih normal, tetapi terjadi penurunan
kadar feritin serum, penurunan absorbsi besi dalam usus, juga pewarnaan besi dalam
sumsum tulang negatif.
fase laten atau iron deficient erythropoiesis
kemudian jika cadangan besi terus turun hingga kosong sama sekali sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi. Didapatkan peningkatan kadar free protophorphyrin, peningkatan kadar zinc
protophorphyrin, saturasi transferin menurun dan TIBC meningkat.
anemia hipokromik mikrositer atau iron deficiency anemia
fase ini terjadi apabila julah besi menurun terus maka eritropoiesis makin terganggu
sehingga kadar Hb menurun dan terjadi anemia.
Skema patofisiologi ADB
Cadangan besi
Feritin serum
20. 20
Absorbsi di usus
Pengecatan besi diSSTL
Cadangan besi kosong
Penyediaan besi untuk eritripoeisis
Gangguan bentuk eritrosit Besi terus menurun
(anemia belum terjadi)
Eritropoeisis terganggu
Free ohortophorpyrin
Saturasi transferin Kadar Hb
TIBC Anemia hipokromik mikrositer
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut:
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi besi
Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu
makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina
tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang – terutama bila bangkit dari
duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita
tampak pucat. Kalau anemia sangat berat, dapat berakibat penderita sesak napas
bahkan lemah jantung (Zarianis, 2006).
21. 21
4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi besi
Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis
b. Masa pertumbuhan yang cepat
c. Menstruasi
d. Infeksi kronis
e. Kurangnya besi yang diserap
f. Asupan besi dari makanan tidak adekuat
g. Malabsorpsi besi
h. Perdarahan
i. Perdarahan saluran cerna ( tukak lambung,penyakit chron,colitis ulserativa)
2. Pucat,lemah,lesu
Pemeriksaan fisik
1. Anemis,tidak disertai ikterus,organomegali dan limfadenopati
2. Stomatitis angularis dan atrofi papil lidah
3. Ditemukan takikardi,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
a. Hb,Ht,MCV,MCH dan MCHC
b. Kadar besi tubuh (serum iron,TIBC,Saturasi transferin),kadar feritin
serum,sTfR (soluble Transferin Reseptor)
Jenis Nilai normal
Serum iron 70-180 mg/dl
TIBC 250-400 mg/dl
Saturasi transferin 25-40%
Feritin serum Wanita 14-148,pria 40-340
2. Evaluasi sediaan hapus darah tepi
a. Eritrosit
- Mikrositik hipokrom,anisopoikilositosis (sel pensil,sel target dan
ovalosit/eliptosit
- Mikrositik ringan : Ht < 34% atau Hb < 10 g/dL
- Mikrositik hipokrom : Ht < 27% atau Hb < 9 g/dL
b. Lekosit
- Jumlah biasanya normal
c. Trombosit
- Normal atau meningkat
- Jumlah trombosit yang meningkat pada anemia defisiensi besi karena
perdarahan
d. Pemeriksaan dan evaluasi sumsum tulang
- Hiperseluler dengan eritropoesis yang hiperaktif
- Hemosiderin sumsum tulang berkuang
22. 22
e. Pemeriksaan khusus untuk mencari etiologi
Misalnya pada analisa makanan,tumor marker,pemeriksaan tinja untuk mencari
darah samar dan parasit,serta pemeriksaan terhadap adanya hemoglobinuria dan
hemosiderinuria
Kesimpulan Diagnosis Laboratorium Anemia Defisiensi Besi
Kadar hemoglobin < 12 gr/dL (tergantung derajat anemia)
MCV & MCH Menurun sebanding dengan berat anemia
SADT Mikrositik hipokrom,tergantung,tergantung stadium
Besi serum Menurun
TIBC Meningkat
sTfR Menurun
Feritin serum Menurun
Cadangan Fe sumsum tulang Tidak ada
Besi eritroblas Tidak ada
Elektroforesis Hb Normal
Diagnosis banding :
1. Thalassemia
2. Anemia karena infeksi menahun
3. Keracunan timah hitam
4. Anemia sideroblastik
LO 4.6 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati.Sebagai tambahan,diberikan besi
untuk mengoreksi anemia dan memulihkan cadangan besi
Besi Oral
Preparat yang terbaik adalah ferro sulfat yang harganya murah,mengandung 67 mg
besi dalam tiap tablet 200 mg dan paling baik diberikan pada keadaan perut kosong
dalam dosis yang berjarak sedikitnya 6 jam.Jika timbul efek samping (mual,nyeri
perut,konstipasi atau diare) dapat dikurangi dengan memberikan besi bersama
makanan atau menggunakan preparat yang kandungan besinya lebih rendah misalnya
ferro glukonat 37 mg besi per tablet 300 mg.Eliksir tersedia untuk anak-anak.
Terapi besi oral harus diberikan cukup lama untuk mengoreksi anemia dan untuk
memulihkan cadangan besi tubuh,yang biasanya memberikan hasil setelah
penggunaan selama setidaknya 6 bulan.
Kadar hemoglobin harus meningkat dengan kecepatan sekitar 2 g/dL tiap 3
minggu.Respons retikulositnya tinggi sebanding dengan derajat anemia.Kegagalan
respons terhadap pemberian besi oral mungkin dapat disebabkan oleh beberapa hal
(perdarahan berkelanjutan,tidak makan tablet,salah diagnosis,defisiensi
campuran,malabsorbsi),yang semuanya harus dipertimbangkan sebelum menggunkan
besi parenteral
Besi Parenteral
Besi sorbitol sitrat diberikan sebagai injeksi intramuskular dalam yang
berulang,sedangkan ferri hidroksida sukrosa diberikan melalui injeksi intravena
lambat atau infus.Mungkin terjadi reaksi hipersensitivitas atau anafilaktoid dan oleh
23. 23
karena besi parenteral hanya diberikan jika dianggap perlu untuk memulihkan besi
tubuh secara cepat,contohnya pada kehamilan tua atau pasien yang menjalani
hemodialisis dan terapi EPO atau jika pemberian besi oral tidak efektis atau tidak
praktis.Respon hematologik terhadap pemberian besi parenteral tidak lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian besi oral
4.6 Penatalaksanaan Anemia Defisiensi besi
1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak
dapat menyebabkan kekambuhan.
2. Pemberian preparat besi:
· Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas
ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis hingga 2-
3 kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering
menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek
samping Gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi) pemberian dilakukan setelah
makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk meningkatkan penyerapan dapat
diberikan bersama vitamin C 3x100 mg/hari.
· Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM).
Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan.
Indikasi pemberian parenteral:
a. Intoleransi terhadap preparat oral
b. Kepatuhan berobat rendah
c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh
dengan pemberian besi)
d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi
e. Kehilangan darah banyak
f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek,
misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.
Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:
Kebutuhan besi (mg) = {(15 – Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000)
3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C.
4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu:
· Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
· Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok
· Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya kehamilan
trimester akhir atau pre operasi
24. 24
Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik apabila
retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10, dan kembali
normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti dengan kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2
gr/dl setelah 3-4 minggu pengobatan
4.7 Komplikasi Anemia Defisiensi besi
• Kegagalan jantung dimana fungsi jantung menjadi lemah dan tidak mencukupi.
Masalah semasa mengandung seperti melahirkan anak premature dan pertumbuhan
janin yang terencat semasa berada didalam kandungan.
4.8 Prognosis Anemia Defisiensi besi
Kemungkinan penderita untuk sembuh dari penyakit ini sangat besar jika penderita
melakukan terapi secara rutin dan menjaga asupan gizi makanannya secara benar.
4.9 Pencegahan Anemia Defisiensi besi
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi besi, yaitu
(Arisman, 2008) :
1. Pemberian tablet atau suntikan zat besi
Pemberian tablet tambah darah pada pekerja atau lama suplementasi selama 3-4 bulan
untuk meningkatkan kadar hemoglobin, karena kehidupan sel darah merah hanya
sekitar 3 bulan atau kehidupan eritrosit hanya berlangsung selama 120 hari, maka
1/20 sel eritrosit harus diganti setiap hari atau tubuh memerlukan 20 mg zat besi
perhari. Tubuh tidak dapat menyerap zat besi (Fe) dari makanan sebanyak itu setiap
hari, maka suplementasi zat besi tablet tambah darah sangat penting dilakukan.
Suplementasi dijalankan dengan memberikan zat gizi yang dapat menolong untuk
mengoreksi keadaan anemia gizi. Karena menurut hasil penelitian anemia gizi di
Indonesia sebagian besar disebabkan karena kekurangan zat besi.
2. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang
mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Agar
mengerti, harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang
mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab
anemia adalah defisiensi zat besi.
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara :
a. Pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang
semestinyadikonsumsi.
25. 25
b. Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan
mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang
bisa mereduksi penyerapan zat besi.
3. Pengawasan penyakit infeksi
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak
diingini. Meskipun, jumlah episode penyakit tidak berhasil dikurangi, pelayanan
pengobatan yang tepat telah terbukti dapat menyusutkan lama serta beratnya infeksi.
Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah
mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah
sakit. Pengawasan penyakit infeksi memerlukan upaya kesehatan seperti penyediaan
air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan. Jika terjadi
infeksi parasit, tidak bisa disangkal lagi, bahwa cacing tambang (Ancylostoma dan
Necator) serta Schistosoma yang menjadi penyebabnya. Sementara peran parasit usus
yang lain terbukti sangat kecil. Ada banyak bukti tertulis, bahwa parasit parasit dalam
jumlah besar dapat menggaggu penyerapan berbagai zat gizi. Karena itu, parasit harus
dimusnahkan secara rutin. Bagaimanapun juga, jika pemusnahan parasit usus tidak
dibarengi dengan langkah pelenyapan sumber infeksi, reinfeksi dapat terjadi sehingga
memerlukan obat lebih banyak. Pemusnahan cacing itu sendiri dapat efektif dalam hal
menurunkan parasit, tetapi manfaatnya di tingkat hemoglobin sangat sedikit. Jika
asupan zat besi bertambah, baik melalui pemberian suplementasi maupun fortifikasi
makanan, kadar hemoglobin akan bertambah meskipun parasitnya sendiri belum
tereliminasi.
4. Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat
merupakan inti pengawasan anemia di berbagai negara. Fortifikasi makanan
merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi.
Di negara industri, produk makana fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta
roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung. Di negara sedang
berkembang lain telah dipertimbangkan untuk memfortifikasi garam, gula, beras dan
saus ikan.
26. 26
DAFTAR PUSTAKA
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A
Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi
ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis
CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice.
Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta
Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders,
2000 : 1469-71.
Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta
http://www.pediatrik.com
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/81345175/ERITROPOESIS
http://www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/4-2-7.pdf
http://gejalaanemia.com/tanda-dan-gejala-anemia/
http://www.scribd.com/doc/29879419/ANEMIA
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003645.htm
http://books.google.co.id/books?id=KdJfk2qazVIC&pg=PA76&lpg=PA76&dq=eritro
poiesis&source=bl&ots=swpgEIhCvS&sig=Q1NxRGI0OyuGp0uKb2iSaPDt9tY&hl
=en&sa=X&ei=_i-
RUIDUGIOMrgfYrIDgDQ&redir_esc=y#v=onepage&q=eritropoiesis&f=false
http://books.google.co.id/books?id=KdJfk2qazVIC&pg=PA76&lpg=PA76&dq=eritro
poiesis&source=bl&ots=swpgEIhCvS&sig=Q1NxRGI0OyuGp0uKb2iSaPDt9tY&hl
=en&sa=X&ei=_iRUIDUGIOMrgfYrIDgDQ&redir_esc=y#v=onepage&q=eritropoie
sis&f=false