Faham-faham ajaran islam banyak tersebar di berbagai negara, terutama di Indonesia. Kita sebagai muslim pun harus mengerti dan tahu seperti apa faham-faham ajaran islam agar kita sebagai umat islam tidak keliru antara faham yang satu dengan faham yang lain.
Karena hal ini sangat berkaitan dengan Aqidah, berarti cara pandang kita pun harus sangat selektif. Apalagi pada dewasa ini, banyak sekali bermunculan faham atau aliran lain yang melenceng dari ajaran islam yang sesungguhnya.
Dari uraian di atas bahwa banyak paham-paham dalam Islam namun semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu orang yang berpegang teguh pada i’tiqad Rasul dan i’tiqad para sahabat Rasul yaitu Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Faham-faham ajaran islam banyak tersebar di berbagai negara, terutama di Indonesia. Kita sebagai muslim pun harus mengerti dan tahu seperti apa faham-faham ajaran islam agar kita sebagai umat islam tidak keliru antara faham yang satu dengan faham yang lain.
Karena hal ini sangat berkaitan dengan Aqidah, berarti cara pandang kita pun harus sangat selektif. Apalagi pada dewasa ini, banyak sekali bermunculan faham atau aliran lain yang melenceng dari ajaran islam yang sesungguhnya.
Dari uraian di atas bahwa banyak paham-paham dalam Islam namun semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu orang yang berpegang teguh pada i’tiqad Rasul dan i’tiqad para sahabat Rasul yaitu Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik
mu’tazilah adalah aliran teologi yang muncul pada masa Bani Umayyah berkisar antara 115-110 H, dipimpin oleh Washil bin Atho. Yang menganut lima ajaran dasar.
Berikut adalah sebagian besar dari prinsip-prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama`ah yang pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Dinul Islam yang murni seperti yang disampaikan Rosululloh tanpa tercampur unsur-unsur dari luar wahyu Ilahi.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
Kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik
mu’tazilah adalah aliran teologi yang muncul pada masa Bani Umayyah berkisar antara 115-110 H, dipimpin oleh Washil bin Atho. Yang menganut lima ajaran dasar.
Berikut adalah sebagian besar dari prinsip-prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama`ah yang pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Dinul Islam yang murni seperti yang disampaikan Rosululloh tanpa tercampur unsur-unsur dari luar wahyu Ilahi.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
Sebahagian dari Usul 20 Imam Al Banna yang menjadi petunjuk bagi daie dlam mengharungi medan dakwah. Islam mudah di fahami dan mengelakkan perpecahan yang menjadi lumrah ummah zaman ini.
1. 1
USHUL FIQHI
AL-MASLAHAH AL-MURSALAH
Disusun Oleh
Kelompok 7
SUHARNI 1012100012
HARDIANA UTARI 1012100040
SALMAWATI 1022100009
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2012-2013
2. 2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga makalah kami yang berjudul “Maslahah Mursalah” dapat
terselesaikan tepat waktu.
Makalah ini kami buat untuk diajukan sebagai tugas kelompok yang
nantinya digunakan sebagai bahan presentasi dalam mata kuliah Ushul FIQH.
Kami mengetahui kalau dalam pembuatan makalah kami terdapat
kesalahan dari segi penulisan maupun penulisan karena maka kami sadar
bahwa kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Olehnya itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kelengkapan atau sempurnya makalah kami.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah kami
dapat bermanfaat bagi kita semua
Makassar, 26 Desember 2012
Kelompok 7
3. 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………….. 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Maslahah Al-Mursalah ………………………………………………….. 2
B. Macam-Macam Maslahah Mursalah…............…………………………………………. 3
C. Syarat-Syarat Maslahah Mursalah ...........…………………………………………………. 6
D. Kehujjahan Maslahah Mursalah ...........……………..……………………….………... 7
BAB III. PENUTUP ………………………………………………………………………………...... 9
DAFTAR PUSTAKA
4. 4
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan umat Islam di dunia ini setiap hari makin berkembang
dan kompleks. Keberadaan nash al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai referensi
utama semua 4iter hanya mencakup permasalahan-permasalahan yang sangat
global, sedangkan permasalahan manusia sangat beragam bentuknya. Para
ulama menggunakan berbagai metode ijtihad yang digunakan untuk menggali
4iter-hukum yang ada dalam 4iterature nash.
Metode ijtihad yang beragam itu ada yang disepakati oleh semua ulama
tentang kehujjahannya, namun ada pula yang masih diperselisihkan para
ulama dalam hal kehujjahannya. Salah satu metode ijtihad yang masih
diperselisihkan adalah al-Mashlahah al-Mursalah. Berikut ini beberapa
rumusan masalah sekaligus pembahasannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Maslahah Mursalah ?
2. Apa macam-macam Al-Maslahah Al-Mursalah ?
3. Apa syarat-syarat maslahah Mursalah ?
4. Bagaimana pendapat para ulama tentang Marsalah Mursalah ?
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Maslahah Al-Mursalah
Secara etimologi, maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal
maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang
mengandung manfaat. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi
maslahah yang dikemukakan ulama ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut
mangandung esensi yang sama. Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa
pada prinsipnya maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak
kemudaratan dalam rangkamemelihara tujuan-tujuan syara’.”
Tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut, menurut al-Ghazali, ada
lima bentuk yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang pada intinya untuk
memelihara kelima aspek tujuan syara’ di atas, maka dinamakan maslahah. Di
samping itu, upaya untuk menolak segala bentuk kemudaratan yang berkaitan
dengan kelima aspek tujuan syara’ tersebut, juga dinamakan maslahah.
Dengan demikian, al-Maslahah al-Mursalah adalah suatu kemaslahatan
yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya.
Sedangkan alasan dikatakan al-mursalah, karena syara’ memutlakannya
bahwa di dalamnya tidak terdapat kaidah syara’ menjadi penguatnya ataupun
pembatalnya.
B. Macam-Macam Maslahah Mursalah
Al-Mashlahat ditinjau dari kesesuaianya dengan kesaksian syariat Islam,
dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri, terbagi menjadi 3, yaitu1
1
Muhammad al-Jayzani, Ma’alim, 242-3
6. 6
1. Al-Mashlahah al-Mu’tabarah ( ), yaitu mashlahat yang
diperhitungkan oleh syara’. Maksudnya adalah mashlahat yang didukung
oleh dalil syara’ untuk memeliharanya. Dalil syara’ tersebut bisa langsung
maupun tidak langsung dalam memberikan petunjuk. Dalam hal
tersebut,mashlahat terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
a) Al-Munaasib al-mu’atstsir ( ), yaitu mashlahat yang ada
petunjuk langsung dari Syaari’, baik berupa nash, ijma’ maupun qiyas.
Contohnya seperti mashlahat yang terdapat dalam larangan mendekati
perempuan yang sedang dalam keadaan menstruasi dengan alasan
menstruasi itu adalah penyakit. Kemaslahatan dari larangan tersebut
adalah menjauhkan diri dari kerusakan atau penyakit. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu
adalah penyakit; oleh karenanya jauhilah perempuan yang sedang
haid.”
b) Al-Munaasib al-mulaaim ( ), yaitu mashlahat yang tidak ada
dalil syara’ secara langsung yang menunjukkannya, baik berupa nash,
ijma’ atau qiyas. Namun ada dalil yang secara tidak langsung
menunjukkan kepadanya. Contohnya seperti
diperbolehkannya jama’shalat bagi orang yang muqim (penduduk
setempat) karena hujan. Keadaan hujan ini memang tidak pernah
dijadikan alasan untuk hukumjama’ shalat, namun syara’
melalui ijma’ menetapkan keadaan yang sejenis dengan hujan, yaitu
“dalam perjalanan” menjadi alasan untuk bolehnya jama’ shalat.
7. 7
2. Al-Mashlahah al-Mulghah ( ), yaitu mashlahat yang diabaikan.
Maksudnya adalah mashlahat yang dianggap baik oleh akal namun tidak
ada dalil syara’ yang memperhatikannya bahkan ada dalil yang
menolaknya. Contohnya pada masa kini masyarakat telah mengakui
adanya emansipasi wanita untuk menyamakan kedudukan derajatnya
dengan laki-laki. Akal menganggap adanya mashlahat dengan
menyamakan hak wanita dengan hak laki-laki dalam hal warisan. Hal
inipun dianggap sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum waris oleh
Allah SWT. Padahal hukum Allah telah jelas yaitu hak waris anak laki-laki
itu sama dengan dua kali lipatnya hak waris anak perempuan, dan hal ini
ternyata berbeda dengan apa yang dianggap oleh akal tersebut.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an:
“Allah mensyariatkan pada kalian semua (tentang bagian warisan) untuk
anak-anak kalian, yaitu untuk laki-laki dua kali bagian perempuan.”
3. Al-Mashlahah al-Maskuut ‘anha ( ), yaitumashlahat yang
dianggap baik oleh akal serta tidak didukung maupun tidak ditentang oleh
dalil syara’ yang khusus, akan tetapi kemaslahan tersebut sejalan dengan
dalil ‘aam kulliy. Sehingga mashlahat tersebut tidak didasarkan pada
dalil khash tertentu tapi didasarkan padamaqaashid asy-
syarii’ah. Mashlahat ini disebut dengan al-Mashlahah al-Mursalah.
Sedangkan mashlahat dipandang dari segi kekuatannya untuk dijaga itu terbagi
menjadi tiga, yaitu:
1. , yang disebut dengan Dar’ al-mafaasid (mencegah
kerusakan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan primer yang menempati
8. 8
posisi darurat, sekiranya kemaslahatan ini tidak ada maka salah satu atau
keseluruhan lima prinsip dasar di atas juga rusak. Mashlahat ini menempati
posisi teratas untuk dijaga. Sehingga segala usaha yang secara langsung
menjamin atau menuju pada keberadaan lima prinsip dasar tersebut
adalah mashlahat pada tingkat dlaruuri. Contohnya Allah melarang murtad
untuk memelihara agama; melarang membunuh untuk memelihara jiwa;
melarang minum minuman keras untuk memelihara akal; melarang berzina
untuk memelihara keturunan; melarang mencuri untuk memelihara harta.
2. , yang disebut dengan Jalb al-mashaalih (menarik
kemanfaatan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan sekunder yang
menempati posisi kebutuhan (hajat), dan tidak sampai pada posisi darurat.
Apabila kemaslahatan ini terpenuhi maka akan menghasilkan kemudahan
dan kemanfaatan. Bentuk kemaslahatannya tidak langsung bagi
pemenuhan kelima prinsip dasar agama, tetapi hanya secara tidak langsung
menuju ke sana seperti dalam hal-hal yang memberi kemudahan bagi
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Seperti menuntut ilmu agama
untuk tegaknya agama, melakukan akad jual beli untuk mendapatkan harta,
dan lain sebagainya.
3. , yang disebut dengan penyempurna. Mashlahat ini tidak
barada pada posisi darurat maupun hajat, hanya sebatas kemaslahatan
tertier yang perlu untuk dipenuhi guna menyempurnakan akhlak dan
mengikuti jalan terbaik. Hal ini untuk menyempurnakan dan memperindah
hidup manusia.Contohnya seperti larangan memakan makanan yang najis.
C. Syarat-Syarat Maslahah Mursalah
Uama’-ulama’ yang mengambil “maslahah mursalah” sebagai sumber
hukum terutamanya ulamak Mazhab Maliki tidaklah sewenang-wenang
menganggap setiap sesuatu itu sebagai “maslahah mursalah”. Bahkan mereka
9. 9
telah meletakkan beberapa syarat dalam mengambil “maslahah mursalah”
sebagai sumber hukum agar tidak terjadi penetapan hukum yang berdasarkan
nafsu. Syarat- syarat tersebut adalah:
1. Bentuk mashlahah tersebut harus selaras dengan tujuan-tujuan syari’at,
yakni bahwa kemaslahatan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasarnya, dan juga tidak menabrak garis ketentuan nash atau dalil-
dalil yang qath’i. dengan kata lain bahwa kemashlahatan tersebut sesuai
dengan tujuan-tujuan syari’at, merupakan bagian keumumannya, bukan
termasuk
kemashlahatan yang gharib, kendati tidak terdapat dalil yang secara spesifik
mengukuhkannya.
2. Kemashlahatan tersebut adalah kemashlatan yang rasional, maksudnya
secara rasional terdapat peruntutan wujud kemashlahatan terhadap
penerapan hukum. Misalnya pencatatan administrasi dalam berbagai
transaksi akan menetralisir persengketaan atau persaksiaan palsu. Dalam
kaitannya dengan konteks syariat hal semacam ini selayaknya diterima.
Beda halnya dengan pencabutan hak talak dari suami dan menyerahkan
kewenangan pada qadli (hakim), keputusan kontropersialsemacam ini
tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan garis ketentuan syariat.
3. Mashlahah yang menjadi acuan penetapan hukum haruslah bersukup
universal, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Karena
hukum-hukum syariat diberlakukan untuk semua manusia. Karenanya
penetapan hukum tidak selayaknya mengacu secara khusus pada
kepentingan-kepentingab pejabat, penguasa atau bermotif nepotisme
misalnya.
D. Kehujjahan Maslahah Mursalah
10. 10
Mencegah kerusakan dan menarik kemanfaatan merupakan dasar dari
tujuan syariat Islam yang disepakati oleh para ulama. Tetapi para ulama
berbeda pendapat dalam penggunaan al-Mashlahah al-Mursalah sebagai
hujjah. Para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-
Mursalahmerupakan bagian dari pencegahan kerusakan dan penarikan
kemanfaatan maka menganggapnya sebagai dalil dan bisa dijadikan hujjah.
Sedangkan para ulama yang tidak berpendapat demikian bahkan berpendapat
bahwa al-Mashlahah al-Mursalah termasuk membuat syariat berdasarkan
pada nalar dan pembuatan hukum berdasarkan akal dan hawa nafsu
menganggapnya bukan termasuk dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai
hujjah.
Imam Malik beserta para pengikutnya adalah kelompok yang secara jelas
menggunakan al-Mashlahah al-Mursalah sebagai metode ijtihad. Sedangkan
pandangan ulama Hanafiyyah terhadap al-Mashlahah al-Mursalah ini terdapat
penukilan yang berbeda. Menurut al-Amidi, banyak ulama yang beranggapan
bahwa ulama Hanafiyyah tidak mengamalkannya. Namun menurut Ibnu
Quddamah, sebagian ulama Hanafiyyah menggunakan al-Mashlahah al-
Mursalah. Tampaknya ulama yang berpendapat bahwa sebagian ulama
Hanafiyyah menggunakan metode ini lebih tepat, karena kedekatan metode
ini dengan al-Istihsanyang populer di kalangan ulama Hanafiyyah.
Ulama Syafi’iyyah tampaknya tidak menggunakan al-Mashlahah al-
Mursalah dalam berijtihad. Pendapat ini didukung oleh al-Amidi dan Ibn al-
Haajib. Imam Syafi’i sendiri tidak menyinggung metode ini dalam kitab
standarnya, ar-Risaalah. Namun Imam al-Ghazali sebagai pengikut Imam
Syafi’i dalam dua kitabnya (al-Madkhul dan al-Musytasfa) secara tegas
menyatakan bahwa beliau menerima penggunaan al-Mashlahah al-
Mursalah dengan syarat al-Mashlahah al-Mursalah itu
bersifat dlaruuri(menyangkut kebutuhan pokok dalam
11. 11
kehidupan), qath’i (pasti), dan kulli(menyeluruh). Sedangkan ulama Hanabilah
menurut pendapat yang shahih mengatakan bahwasanya al-Mashlahah al-
Mursalah tidak memiliki kekuatan hujjah dan tidak boleh melakukan ijtihad
dengan menggunakan metode ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12. 12
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Al-Mashlahah al-Mursalah adalah maslahat atau manfa’at yang tidak
disyariatkan oleh Syaari’ dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan
kemaslahatan, bersamaan dengan tidak adanya dalil khusus yang
membenarkan ataupun menyalahkannya.
2. Al-Mashlahat ditinjau dari kesesuaianya dengan kesaksian syariat
Islam, dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri, terbagi menjadi 3, yaitu:
Ø Al-Mashlahah al-Mu’tabarah ( ).
Ø Al-Mashlahah al-Mulghah ( ).
Ø Al-Mashlahah al-Maskuut ‘anha ( ), yang disebut
dengan al-Mashlahah al-Mursalah.
Sedangkan mashlahat dipandang dari segi kekuatannya untuk dijaga itu
terbagi menjagi tiga, yaitu:
Ø , yang disebut dengan Dar’ al-mafaasid (mencegah
kerusakan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan primer.
Ø , yang disebut dengan Jalb al-mashaalih (menarik
kemanfaatan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan sekunder.
Ø , yang disebut dengan penyempurna. Mashlahat ini
adalah kemaslahatan tertier.
3. Para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-
Mursalahmerupakan bagian dari pencegahan kerusakan dan penarikan
kemanfaatan maka menganggapnya sebagai dalil dan bisa dijadikan
hujjah. Sedangkan para ulama yang tidak berpendapat demikian bahkan
13. 13
berpendapat bahwa al-Mashlahah al-Mursalah termasuk membuat
syariat berdasarkan pada nalar dan pembuatan hukum berdasarkan akal
dan hawa nafsu menganggapnya bukan termasuk dalil syara’ dan bisa
digunakan sebagai hujjah.
4. Argumentasi para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-
Mursalah merupakan hujjah dan bisa dijadikan sebagai metode ijtihad
adalah adanya pengakuan Rasulullah SAW. atas penjelasan sahabat
Mu’adz ibn Jabal, adanya praktek al-Mashlahah al-Mursalah yang meluas
dikalangan para sahabat Nabi pada kejadian-kejadian yang masyhur, dan
lain sebagainya.
5. Syarat- syara penggunaanal-Mashlahah al-
Mursalahadalahmashlahatnya hakiki dan bersifat
umum, mashlahat tersebut tidak berbenturan dengan dalil nash,
ijmaa’ maupun qiyas, mashlahat tersebut sejalan dengan tujuan syariat
Islam dalam menetapkan setiap hukum, al-Mashlahah al-Mursalah itu
diamalkan dalam kondisi yang memerlukan,
bersifat dlaruri, mashlahat tersebut tidak bertentangan
denganmashlahat lain yang lebih unggul atau setidaknya sama
dengan mashlahattersebut.
B. Kritik dan saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat membutuhkan kirik dan saran
14. 14
dari para pembaca yang bersifat membangun untuk melengkapi materi
dalam makalah ini. Semoga materi dalam makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
http://ruhmannisamufarrahah.blog.com/2010/12/17/al-mashlahah_al-mursalah/