Makalah ini membahas tentang mashlahah mursalah. Ia menjelaskan pengertian mashlahah mursalah, macam-macamnya, syarat-syarat mashlahah, pendapat ulama, dan dasar kehujjahannya. Makalah ini bertujuan untuk memahami konsep mashlahah mursalah secara mendalam.
salah satu metode yang digunakan dalam menentukan suatu hukum berdasarkan kesungguhan atau kemampuan akal seseorang. Ijtihad juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
salah satu metode yang digunakan dalam menentukan suatu hukum berdasarkan kesungguhan atau kemampuan akal seseorang. Ijtihad juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
USHUL FIQIH NIA RAMADHANI edit word (1).docx
1. TUGAS MAKALAH
MASHLAHAH MURSALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ushul fiqih
Dosen Pengampu: Dr Ahmad Irvani SE. M. Ag.
Disusun oleh:
1.. Nia Ramadhani (2231028)
2. Muhammad Ridwan (2231013)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI`AH
FAKULTAS SYARI`AH EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG 2022/2023
2. i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun Langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah USHUL FIQIH yang
berjudul:“MASHLAHAH MURSALAH”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Petaling, 03 Oktober 2022
Penulis
3. i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Pengertian mashlahah mursalah...........................................................................2
B. Macam-Macam mashlahah mursalah...................................................................4
C. Syarat-Syarat Mashlahah .....................................................................................7
D. Pendapat ulama tentang mashlahah mursalah......................................................9
E. Kehujjahan mashlahah mursalah .........................................................................11
BAB III PENUTUP.......................................................................................................15
A. Kesimpulan ..........................................................................................................15
B. Saran ....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan kita sehari-hari tidak bisa luput dari kebiasaan. Kebiasaan adalah
yang dilakukan sehari-hari yang bersangkutan dengan norma dan etika. Banyak
perdebatan dalam menyikapi sebuah kebiasaan.
Disisi lain, dalam kehidupan sehari-hari kita juga terdapat berbagai
maslahat/kebaikan yang terjadi. Namun, tidak semua kebaikan didukung oleh
hukum syara`. Hal ini disebabkan perbedaan pendapat yang terjadi. Ada kebaikan
yang didukung serta yang tidak didukung.
Dalam makalah ini akan dijelaskan perbedaan-perbedaan pendapat yang
terjadi akan kebiasaan dan kebaikan tersebut. Bagaimana keduanya bisa dijadikan
hukum syara` atau tidak. Banyak hal yang perlu dikaji dari keduanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mashlahah mursalah?
2. Apa saja macam-macam Mashlah mursalah?
3. Apa syarat-syarat Mashlahah mursalah?
4. Bagaimana pendapat para ulama tentang Mashlahah mursalah?
5. Bagaimana dasar hukum tentang Mashlahah mursalah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian Mashlahah mursilah?
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Mashlahah mursilah?
3. Untuk mengetahui apa syarat-syarat Mashlahah mursilah?
4. Untuk mengetahui bagaimana pendapat para ulama tentang Mashlaha
mursilah?
5. Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum tentang Mashlahah mursilah?
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mashlahah mursilah
Sebelum menjelaskan arti Mashlahah mursalah, terlebih dahulu perlu dibahas
tentang Mashlahah, karena Mashlahah mursalah itu merupakan salah satu bentuk
dari mashlahah.
Mashlahah ( م
ل
ص
ل
ح
ة )berasal dari kata shalaha( ص
ل
ح ) dengan penambahan “alif”
diawalnya yang secara arti kata berarti “baik” lawan dari kata “buruk” atau
“rusak”. Ia adalah mashdar dengan arti kata shalah, yaitu “manfaat” atau “terlepas
dari padanya kerusakan”.
Pengertian Mashlahah dalam Bahasa Arab berarti “perbuatan-perbuatan yang
mendorong kepada kebaikan manusia”. Dalam artinya yang umum adalah setiap
segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau
menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan dan kesenangan, atau dalam arti
menolak kemudharatan atau kerusakan. Jadi setiap yang mengandung manfaat
patut disebut mashlahah. Dengan begitu Mashlahah itu mengandung dua sisi,
yaitu menarik atau mendatangkan kemashlahatan dan menolak atau menghidarkan
kemudharatan.1
Dalam mengartikan Mashlahah secara definitive terdapat perbedaan rumusan
di kalangan ulama yang kalau di analisis ternyata hakikatnya adalah sama.
1. Al-GHAZALI menjelaskan bahwa menurut asalnya Mashlahah itu berarti
semua yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan
mudharat (kerusakan), namun hakikat dari mashlahah adalah memelihara
tujuan syara` (dalam menetapkan hukum).
2. Al-khawarizmi memberikan definisi yang hampir sama dengan diatas yaitu
memelihara tujuan syara` (dalam menetapkan hukum) dengan cara
menghindarkan kerusakan dari manusia.
3. Al-syaitibi mengartikan mashlahah itu dari dua pandangan:
Dari segi terjadinya mashlahah dalam kenyataan, berarti sesuatu yang
Kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna hidupnya, tercapai
apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya secara mutlak.
1
Sucipto, M. H. (2020). Perdebatan Maslahah Mursalah dalam Kitab-Kitab Al-Imam Al-Ghazali. El-
Faqih: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam, 6(1), 1-17.
6. 3
Dari segi tergantungnya tuntutan syara` kepada kemashlahatan yang
merupakan tujuan dari penetapan hukum syara`. Untuk menghasilkannya
Allah menuntut manusia untuk berbuat.
Dari beberapa definisi tentang Mashlahah dengan rumusan yang
berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa Mashlahah itu adalah sesuatu yang
dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan
menghindarkan keburukan (kerusakan) bagi manusia, sejalan dengan tujuan
syara` dalam menetapkan hukum.
Mashlahah mursalah terdiri dari dua kata yang hubungan keduanya dalam
bentuk sifat mausuf, atau dalam bentuk khusus yang menunjukkan bahwa ia
merupakan bagian dari mashlahah telah dijelaskan diatas secara etimologis
dan terminologis.
Al-murshalah adalah isim maf`ul (objek) dari fi`il madhi (kata dasar)
dalam bentuk tsulasi (kata dasar yang tiga huruf), yaitu rasala, dengan
penambahan huruf “alif” di pangkalnya, sehingga menjadi arsala. Secara
etimologis (Bahasa) artinya “terlepas”, atau dalam arti muthlaqah (bebas).
Kata “terlepas” dan “bebas” disini bila dihubungkan dengan kata mashlahah
maksudnya adalah “terlepas atau bebas dari keterangan yang menunjukkan
boleh atau tidak bolehnya dilakukan. Ada beberapa rumusan dari definisi
yang berbeda tentang mashlahah mursalah ini, namun masing-masing
memiliki kesamaan dan berdekatan pengertiannya.
Diantara definisi tersebut adalah:
1. Al-Ghazali dalam kitab al-mustasyfa merumuskan mashlahah mursalah sebagai
berikut: apa-apa (mashlahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara` dalam
bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang
memerhatikannya.2
2. Al-syaukani dalam kitab irsyad Al-fuhul memberikan definisi: Mashlahah
yang tidak diketahui apakah syari` menolaknya atau memerhatikannya.
3. Ibnu Qudamah dari ulama hanbali memberi rumusan: Mashlahah yang tidak
ada bukti petunjuk tertentu yang membetalkannya dan tidak pula yang
memerhatikannya.3
2
Hidayatullah, S. (2018). Maslahah Mursalah menurut Al-Ghazali. Al-Mizan: Jurnal Hukum dan
Ekonomi Islam, 2(1), 115-163.
3
Hakim, I. N. (2016). Pemikiran Ushul Fiqih Ibnu Qudamah: Kajian Atas Beberapa Masalah Fiqih
Dalam Kitab Al-Kafi Fi Fiqh Al-Imam Ahmad Bin Hanbal. Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam, 1(1), 83-102.
7. 4
4. Yusuf Hamid Al-Alim memberikan rumusan: apa-apa (mashlahah) yang tidak
ada petunjuk syara` tidak untuk membatalkannya, juga tidak untuk
memerhatikannya.
5. Muhammad Abu Zahrah memberi definisi, Mashlahah yang selaras dengan
tujuan syari`at islam dan tidak ada petunjuk tertentu yang membuktikan
tentang pengakuannya atau penolakannya.4
Selain definisi diatas, masih banyak definisi lainnya tentang Mashlahah
Mursalah, namun karena pengertiannya hampir bersamaan, tidak perlu
dikemukakan semuanya. Memang terdapat rumusan yang berbeda, namun
perbedaannya tidak sampai pada perbedaan hakikatnya.
Dari beberapa rumusan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan tentang
hakikat dari Mashlahah Mursalah tersebut sebagai berikut:
1. Ia adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat
mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi manusia.
2. Apa yang baik menurut akal itu juga selaras dengan tujuan syara` dalam
menetapkan hukum.
3. Apa yang baik menurut akal dan selaras dengan tujuan syara` tersebut tidak
ada petunjuk syara` secara khusus yang menolaknya juga tidak ada
petunjuk syara` yang mengakuinya.
Mashlah Mursalah tersebut dalam beberapa literature disebut dengan
Mashlahah Muthlsaqah, ada pula yang menyebutnya dengan manasib
mursalah, juga ada yang menamainya dengan Al-istishlah. Perbedaan
penamaan ini tidak membawa perbedaan pada hakikat pengertiannya.
B. Macam-macam Mashlahah
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa Mashlahah dalam artian syara` bukan
hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam menilai baik buruknya sesuatu,
bukan pula karena dapat mendatangkan kenikmatan dan menghindarkan
kerusakan, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu bahwa apa yang dianggap baik oleh akal
juga harus sejalan dengan tujuan syara` dalam menetapkan hukum yaitu
memelihara lima hukum yaitu, memlihara lima prinsip pokok kehidupan.
Umpamanya larangan meminum-minuman keras. Adanya larangan ini menurut
akal sehat mengandung kebaikan atau mashlahah karena dapat menghindarkan
diri dari kerusakan akal dan mental. Hal ini telah sejalan dengan tujuan syara`
4
Junaidy, A. B. (2017). Menimbang maslahah sebagai dasar penetapan hukum: kajian terhadap
pemikiran Muhammad Abu Zahrah. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam,, 18(2), 324-357.
8. 5
dalam menetapkan haramnya minum minuman keras, yaitu memelihara akal
manusia sebagai salah satu dari lima prinsip pokok kehidupan manusia yang harus
dipelihara.
Kekuatan Mashlahah dapat dilihat dari segi tujuan syara` dalam menetapkan
hukum, yang berkaitan secara langsung atau tidak angsung dengan lima prinsip
pokok bagi kehidupan manusia. Yaitu agama, jiwa,akal,keturunan, dan harta.
Juga dapat dilihat dari segi tingkat kebutuhan dan tuntunan kehidupan manusia
kepada lima hal tersebut.[5]
1. Dari segi kekuatannya sebagai Hujjah dalam menetapkan hukum, Mashlahah
ada tiga macam, yaitu Mashlahah Dharuriyah, Mashlahah Hajjiyah,
Mashlahah tahsiniyah.5
a. Mashlahah Dharuriyah adalah kemashlahatan yang keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh kehidupan manusia, artinya kehidupan manusia tidak
punya arti apa-apa bila satu saja dari prinsip yang lima itu tidak ada.
Segala usaha yang secara langsung menjamin atau menuju pada
keberadaan lima prinsip tersebut adalah baik atau Mashlahah dalam
tingkat dharuri. Karena itu Allah memerintahkan manusia melakukan
usaha bagi pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. Segala usaha atau
tindakan yang secara langsung menuju pada atau menyebabkan lenyap
atau rusaknya satu diantara lima unsur pokok tersebut adalah buruk,
karena itu Allah melarangnya. Meninggalkan dan menjauhi larangan
Allah tersebut adalah baik atau Mashlahah dalam tingkat Dharuri.
b. Mashlahah hajiyah adalah kemashlahatan yang tingkat kebutuhan hidup
manusia kepada tidak berada pada tingkat dharuri. Bentuk
kemashlahatannya tidak secara langsug bagi pemenuhan kebutuhan pokok
yang lima (dharuri), tetapi secara tidak langsung menuju ke arah sana
seperti dalam hal memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup
manusia. Mashlahah hajiyah juga tidak terpenuhi dalam kehidupan
manusia , tidak sampai secara langsung menyebabkan rusaknya lima unsur
pokok tersebut, tetapi secara tidak langsung memang bisa mengakibatkan
perusakan.
Contoh Mashlahah hajiyah adalah menuntut ilmu agama untuk tegaknya
agama, makan atau kelangsungan hidup, mengasah otak untuk
5
Rosyadi, I. (2012). Maslahah Mursalah sebagai Dalil Hukum.
9. 6
kelangsungan akal, mengadakan jual beli untuk mendapatkan harta.
c. Mashlahah tahsiniyah adalah mashlahah yang membutuhkan hidup
manusia kepadanya tidak sampai tingkat dharuri, juga tidak sampai pada
tingkat hajiyah, namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka
memberi kesempurnaan dan keindahan hidup manusia.
Tiga bentuk mashlahah tersebut, secara berurutan menggambarkan
tingkatan peringkat kekuatannya. Yang kuat adalah Mashlahah
dharuriyah, kemudian Mashlahah hajiyah dan berikutnya Mashlahah
tahsiniyah.
2. Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal itu dengan
tujuan syara` dalam menetapkan hukum, ditinjau dari maksud usaha mencari
dan menetapkan hukum, Mashlahah itu disebut juga dengan manasib atau
keserasian mashlahah dengan tujuan hukum. Ditinjau dari pembuat hukum
(syari`) memerhatikannya atau tidak, Mashlahah terbagi kepada tiga macam:
a. Al- Mushslahah mu`tabarah, yaitu mashlahah yang secara tegas diakui syari`at
dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan hukum untuk merealisasikannya.
Misalnya diperintahkan berjihad untuk memelihara agama dari rongrongan
musuhnya, diwajibkan hukum qishas untuk menjaga kelestarian jiwa, ancaman
hukuman mencuri untuk menjaga harta.6
b. Al-mashlahah al-mughah, yaitu sesuatu yang dianggap palsu karena
kenyataannya bertentangan dengan ketentuan syari`at . misalnya ada anggapan
bahwa menyamakan pembagian warisan antara laki-laki dan warisan antara
anak laki-laki dan warisana anatara anak laki-laki dan anak Wanita adalah
Mashlahah. Akan tetapi kesimpulan seperti itu bertentangan dengan
ketentuan syari`at yaitu ayat 11 surat an-nisa` yang menegaskan bahwa
pembagian anak laki-laki dua kali pembagian anak perempuan. Adanya
pertentangan itu menunjukkan bahwa apa yang dianggap mashlahat itu bukan
Mashlahah disisi Allah.
c. Al-Mashlahah al -mursalah, dan mashlahah macam inilah yang dimaksud
dalam pembahasan ini, yang pengertiannya adalah seperti dalam definisi yang
disebutkan diatas. Mashlahah macam ini terdapat dalam masalah-masalah
mu`amalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dan tidak pula ada
bandingannya dalam Al-qur`an dan sunnah untuk dapat dilakukan analogi.
6
Salma, S. (2016). Maslahah Dalam Perspektif Hukiim Islam. Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 10(2).
10. 7
contohnya peraturan lalu lintas dengan segala rambu-rambunya. Peraturan
seperti itu tidak ada dalil khusus yang mengaturnya,baik dalam Al-qur`an
maupun sunnah Rasulullah. Namun, peraturan seperti itu sejalan dengan
tujuan syari`at yaitu dalam hal ini adalah untuk memelihara jiwa dan harta.
Menurut Dr.H.Abd. Rahman Dahlan M.A dalam bukunya menyebutkan
Mashlahah mursalah terbagi menjadi tiga macam yaitu7
:
1. Al-Mashlahah yang terdapat kesaksian syara` dalam mengakui
keberadaannya (ma syahid asy-syar`I lii tibariha).
2. Al-mashlahah yang terdapat kesaksian syara` yang
membatalkannya/menolaknya (ma syahid asy-syar`I lii buthlaniha).
3. Al-Mashlahah yang tidak terdapat kesaksian syara`, baik yang
mengakuinya maupun yang menolaknya dalam bentuk nash tertentu (
ma lam yasyhad asy-syar`i la libuthlaniha nash mu`ayyan ). Al-
mashlahah bentuk ketiga ini kemudian dibagi lagi kepada dua macam,
yaitu sebagai berikut:
Al-mashlahah al gharibah, yaitu mashlahah yang sama sekali
tidak terdapat kesaksian syara` terhadapnya, baik yang mengakui
maupun yang menolaknya dalam bentuk ataupun jenis tindakan syara`.
Al-mashlahah al-mula`imah, yaitu mashlahah yang meskipun
tidaj terdapat nash tertentu yang mengakuinya, tetapi ia sesuai dengan
tujuan syara` dalam lingkup yang umum.
C. Syarat-Syarat Mashlahah
Mashlahah mursalah atau istishlah ialah mashlahah mashlahah yang
bersesuaian dengan tujuan-tujuan syari`at islam, dan tidak ditopang oleh sumber
dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkan mashlahah
tersebut. Jika Mashlahah didukung oleh sumber dalil yang khusus, maka termasuk
kedalam qiyas dalam arti umum. Dan jika terdapat ashl khas (sumber dalil yang
khusus) yang bersifat membatalkan, maka mashlahah tersebut batal. Mengambil
mashlahah dalam pengertian yang terakhir ini bertentangan dengan tujuan-tujuan
syar`i.
7
Sudiben, Y., & Putra, E. (2020). TEORI-TEORI HUKUM ISLAM ISTIHSAN, MASLAHAH
MURSALAH DAN ISTISHAB. Istishab: Journal of Islamic Law, 1(02), 135-151.
11. 8
Imam Malik adalah imam mazhab yang menggunakan dalil mashlahah
mursalah. Untuk menetapkan dalil ini, ia menganjurkan syarat yang dapat
dipahami melalui definisi diatas, yaitu:
1. Adanya persesuaian antara mashlahah yang di pandang sebagai sumber
dalil yang berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syari`at (maqasid
syari`ah). Dengan adanya persyaratan ini, berarti mashlahah tidak
boleh menegasikan sumber dalil yang lain, atau bertentangan dengan
dalil yang qath`i. akan tetapi harus sesuai dengan mashlahah -
mashlahah yang memang ingin diwujudkan oleh syar`i. Misalnya jenis
itu tidak asing, meskipun tidak diperkuat dengan adanya dalil khas.
2. Mashlahah itu harus masuk akal (rationable), mempunyai sifat-sifat
yang sesuai dengan pemikiran yang rasional, dimana seandainya
diajukan kepada kelompok rasionalis akan dapat diterima.
3. Penggunaan dalil Mashlahah ini adalah dalam rangka menghilangkan
kesulitan yang mesti terjadi (raf`u haraj lazim). Dalam pengertian
seandainya mashlahah yang dapat diterima akal itu tidak diambil,
niscaya manusia akan mengalami kesulitan Allah SWT berfirman;
Syarat-syarat diatas adalah syarat-syarat yang masuk akal yang
dapat mencegah penggunaan sumber dalil ini (Mashlahah mursalah)
tercerabut dari akarnya (menyimpang dari esensinya) serta mencegah
dari menjadikan nash tunduk kepada hukum-hukum yang di pengaruhi
hawa nafsu dan syahwat dengan Mashlahah mursalah.
Sumber hukum ini ( Mashlahah mursalah) termasuk sumber
hukum yang masih dipertentangan diantara ulama ahli fiqh. Golongan
mazhab Hanafi dan mazhab syafi`i tidak menganggap mashlahah
mursalah sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri dan
memasukkannya kedalam bab (kategori) qiyas, jika didalam suatu
mashlahah tidak ditemukan nash yang bisa dijadikan acuan qiyas,
maka mashlahah tersebut dianggap batal, tidak diterima. Imam Malik
dan golongan hanbali berpendapat bahwa Mashlahah dapat diterima
dan dijadikan sumber hukum selama memenuhi syarat-syarat diatas.
Sebab pada hakikatnya, keberadaan Mashlahah adalah dalam rangka
12. 9
merealisasikan maqasid syar`I (tujuan-tujuan syar`i) meskipun secara
langsung tidak terdapat nash yang menguatkannya.[10]
Abdul Wahhab khallaf menjelaskan beberapa persyaratan dan
memfungsikan Mashlahah mursalah, yaitu8
:
1. Sesuatu yang dianggap mashlahah itu haruslah berupa mashlahah
hakiki yaitu benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau
menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya
mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada
akibat negative yang ditimbulkannya. Misalnya yang disebut
terakhir ini adalah anggapan bahwa hak untuk menjatuhkan thalak
itu berada ditangan Wanita bukan lagi di tangan pria adalah
mashlahah palsu, karena bertentangan dengan ketentuan syari`at
yang menegaskan bahwa hak untuk menjatuhkan thalak berada di
tangan suami sebagaimana tangan suami sebagaimana disebut
dalam hadist: Dari ibnu Umar sesungguhnya dia pernah menalak
istrinya padahal dia sedang dalam keadaan haid, hal itu diceritakan
kepada Nabi SAW. Maka beliau bersabda: Suruh ibnu Umar untuk
merajuknya lagi, kemudian menalaknya dalam keadaan suci atau
hamil. (HR. Ibnu Majah).
Secara tidak langsung hadist tersebut memberikan informasi
bahwa pihak yang paling berhak untuk menalak istri adalah suami,
yang dalam kasus ini adalah ibnu Umar.
2. Sesuatu yang dianggap Mshlahah itu hendaklah berupa
kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.
3. Sesuatu yang dianggap Mashlahah itu tidak bertentangan dengan
ketentuan yang ada ketegasan dalam Al-qur`an atau sunnah, atau
bertentangan dengan ijma`.
D. Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Mashlahah
Para ulama fiqh sepakat bahwa mashlahah mursalah tidak sah menjadi
landasan hukum dalam bidang ibadah, karena bidang ibadah harus diamalkan
8
Syakroni, M. (2017). Metode mashlahah mursalah dan istishlah (studi tentang penetapan hukum
ekonomi Islam). Al-Intaj: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 3(2).
13. 10
sebagaimana adanya diwariskan oleh Rasulullah, dan oleh karena itu bisang
ibadah tidak berkembang.
Mereka berbeda pendapat dalam bidang muamalah. Kalangan zahiriyah,
Sebagian dari kalangan syafi`iyah dan hanafiyah tidak mengakui mashlahah
mursalah sebagai landasan pembentukan hukum, dengan alasan seperti
dikemukakan Abdul karim zaidan, antara lain9
:
1. Allah dan rasulnya telah merumuskan ketentuan-ketentuan hukum yang
menjamin segala bentuk kemashlahatan umat manusia. Menetapkan
hukum berlandaskan Mashlahah mursalah berarti menganggap syariat
islam tidak lengkap karena menganggap masih ada masalah yang belum
tertampung oleh hukum-hukumnya. Hal seperti itu bertentangan dengan
ayat 36 surah Aal-qiyamah:
س
دى ك ي
ث
ر ن ا ن وس
ا ال ا ي
ح
س
ب
و ا
Artinya : Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggung jawaban)?. (QS. AL-Qiyamah:36)
2. Membenarkan mashlahah muursalah sebagai landasan hukum berarti
membuka pintu bagi berbagai pihak seperti hakim di pengadilan atau pihak
penguasa untuk menetapkan hukum menurut seleranya dengan alasan
untuk meraih kemashlahatan. Praktik seperti itu akan merusak citra
agama. Dengan alasan-alasan tersebut mereka menolak mashlahah
mursalah sebagai landasan penetapan hukum. Berbeda dengan itu,
kalangan malikiyah dan hanabilah, serta Sebagian dari Kalangan syafi`iah
berpendapat bahwa mashlahah mursalah secara sah dapat dijadikan
landasan penetapan hukum.
Diantara alas an-alasan yang mereka ajukan adalah:
a. syariat islam diturunkan seperti disimpulkan para ulama
berdasarkan petunjuk-petunjuk Al-qur`an dan sunnah, bertujuan
untuk merealisasikan kemashlahatan dan kebutuhan manusia.
Kebutuhan umat manusia itu selalu berkembang, yang tidak
mungkin semuanya dirinci dalam Al-qur`an dan sunnah Rasulullah.
Namun secara umum syariat islam telah memberi petunjuk bahwa
9
Rohman, M. (2018). URGENSI IKHTILAT MENURUT ABDUL KARIM ZAIDAN. MIYAH: Jurnal
Studi Islam, 14(01), 82-102.
14. 11
tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Oleh
sebab itu, apa-apa yang dianggap mashlahah, selama tidak
bertentangan dengan Al-quran daan sunnah Rasulullah, sah
dijadikan landasan hukum.
b. Para sahabat dalam berijtihad menganggap sah mashlahah
mursalah sebagai landasan hukum tanpa ada seorang pun yang
membantahnya.
Contohnya, umar bin khattab pernah menyita Sebagian harta para
pejabat di masanya yang diperoleh dengan cara menyalahgunakan
jabatannya. Praktik seperti ini tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah, akan tetapi hal itu perlu dilakukan demi menjaga harta
negara dari rongrongan para pejabatnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut dapat bebrapa alas an lain
yang tidak dapat disebut semua dalam tulisan ii, kalangan
malikiyah, hanabilah, dan Sebagian kalangan syafi`iyah
menganggap sah mashlahah mursalah sebagai landasan hukum.
Adapun alasan-alasan yang dikemukakan oleh pihak yang menolak
mashlahah mursalah sebagai dalil hukum, menurut pihak kedua ini
adalah lemah. Karena kenyataannya berlawanan dengan dalil
tersebut, dimana tidak semua kebutuhan manusia ada rinciannya
dalam Al-qur`an dan sunnah. Di samping itu, untuk menetapkan
bahwa suatu mashlahah mursalah itu secara sah dapat difungsikan,
membutuhkan persyaratan yang extra ketat. Dengan persyaratan-
persyaratan itu, adanya kemungkinan bahwa mashlahah mursalah
akan di salahgunakan oleh berbagai pihak, dapat dihindarkan.
E. Kehujjahan Mashlah Mursalah
Golongan maliky sebagai pembawa bendera mashlahah mursalah sebagaimana
telah disebutkan, mengemukakan tiga alas an sebagai berikut:10
1. Praktek para sahabat yang telah menggunakan mashlahah mursalah,
diantarnya:
a. sahabat mengumpulkan al-qur`an kedalam beberapa mushaf, padahal
10
Musthafa, U. (2017). Maslahah Mursalah Sebagai Metodologi Pengembangan Hukum Islam.
MUAMALATUNA, 9(2), 1-20.
15. 12
hal ini tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Alasan yang
mendorong mereka melakukan pengumpulan itu tidak lain kecuali
semata-mata karena mashlahat, yaitu menjaga al-qur`an dari
kepunahan atau kehilangan kemutawatirnya karena meninggalkannya
sejumlah besar hafidh dari generasi sahabat. Selain itu, merupakan
bukti nyata dari firman Allah SWT:
ا
و
ا
و
ح
ه
و
ز
ل
ى
ا
ا
ل
د
ك
ر
و
ا
و
ا
ل
ه
ل
ح
ف
ظو
ن
artinya: sesungguhnya Kami-lah yang menuntunkan al-qur`an dan
sesugguhnya kami benar-benar memliharanya. (QS. Al-Hijr:9)
b. Khulafaur rasyidin mentapkan keharusan menanggung ganti rugi
kepada tukang. padahal menurut hukum asal, bahwasanya kekuasaan
mereka didasarkan atas kepercayaan (amanah). Akan tetapi ternyata
seandainya mereka tidak dibebani tanggung jawab mengganti rugi,
mereka akan berbuat, ceroboh dan tidak memenuhi kewajibannya
untuk menjaga harta benda orang lain yang berada diibawah tanggung
jawabnya. Sahabat Ali RA menjelaskan bahwa asas diberlakukannya
ganti rugi (memberi jaminan) disini adalah mashlahah. Ia berkata:
masyarakat tidak akan menjadi baik kecuali dengan jalan
diterapkannya ketentuan tentang ganti rugi (jaminan).
c. Umar bin khattab RA memerintahkan para penguasa (pegawai negeri)
agar memisahkan antara harta kekayaan pribadi dengan harta yang
diperoleh dari kekuasaannya. Karena umar melihat bahwa dengan car
aitu pegawai/penguasa dapat menunaikan tugasnya dengan baik,
tercegah dari melakukan manipulasi dan mengambil harta ghanimah
(rampasan) dengan cara tidak halal. Jadi kemashlahatan umumlah
yang mendorong khalifah umar mengeluarkan kebijaksanaan itu.
d. Umar bin khattab RA sengaja menumpahkan susu yang dicampur air
guna memberi pelajaran kepada mereka yang berbuat mencampur susu
dengan air. sikap umar tergolong dalam kategori mashlahah, agar
mereka tidak mengulangi perbuantannya lagi yaitu mencampur susu.
16. 13
e. Para sahabat menetapkan hukuman mati kepada semua anggota
kelompok (jama`ah) lantaran membunuh satu orang jika mereka secara
Bersama-sama melakukan pembunuhan tersebut, karena memang
kemashlahatan menghendakinya. Alasannya, orang yang dibunuh
adalah maa`sum (terpelihara) darahnya, sementara ia telah dibunuh
dengan sengaja. Seandainya kita berpendapat bahwa sekelompok orang
(jama`ah) tidak dikenakan hukuman mati dengan mmebunuh satu
orang, maka dalam kasus semacam itu menumpahkan darah seseorang
oleh orang banyak sama artinya dengan menghindarkan dari hukuman
qiyas. Sebab untuk melakukan pembunuhan terhadap satu orang.
Cukup bisa dilakukan oleh dua orang. Maka setiap orang yang ingin
selamat dari sanksi hykuman qiyas, ia bisa melakukan pembunuhan
Bersama orang lain (cukup berdua), dan keduanya terbatas dari sanksi
hukuman tersebut, sementara lawannya mati terbunuh. Oleh karena itu
kemashlahatan mendorong untuk diterapkannya hukuman mati
terhadap seluruh anggota kelompok (jama`ah) hanya karena
membunuh satu orang di daerah shan`a, kemudian umar membunuh
mereka semuanya, dan berkata: “seandainya seluruh penduduk shan`a
Bersama-sama membunuhnya, niscaya aku bunuh semuanya”. 11
2. Adanya mashlahah sesuai dengan maqasid syari` (tujuan-tujuan syari`),
artinya dengan mengambil mashlahah berarti sama dengan merealisasikan
maqasid syari`. Sebaliknya mengesampingkan mashlahah berarti
mengesampingkan maqasid syari`, sedang mengesampingkan syari`
adalah batal. Oleh karena itu, adalah wajib menggunakan dalil mashlahah
atas dasar bahwa ia adalah sumber hukum pokok (ashl) yang berdiri
sendiri. Sumber hukum ini tidak keluar dari ushul (sumber-sumber
pokok), bahkan terjadi sinkronisasi antara mashlahah dengan maqasid
syari`.
3. Seandainya mashlahah tidak diambil pada setiap kasus yang jelas
mengandung mashlahah selama berada dalam konteks mashlahah-
mashlahah syar`iyyah, maka orang-orang mukallaf akan mengalami
kesulitan dan kesempitan Allah SWT Berfirman:
11
Lihat al-itisham,juz2, hal287-302
17. 14
ي
ر
ي
د
ا
ل
ل
ل
ه
ب
ك
م
ا
ل
ي
س
ر
ؤ
ال
ي
ر
ي
د
ب
ك
م
ا
ل
ع
س
ر
Artinya : “allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu”. ( QS. Al-baqarah : 185)
Ummul mu`minin, sayyidah Aisyah, meriwayatkan hadist dari Nabi
Muhammad SAW sebagai berikut :
ا
و
ه
م
ا
خ
ي
ر
ب
ي
ه
ا
م
ر
ي
ه
ا
ا
ل
ا
خ
ت
ا
ر
ا
ي
س
ر
ه
م
ا
م
ا
ل
م
ي
ك
ه
ا
ث
م
ا
Artinya : “ bahwasanya tidak sekali-kali nabi dihadapkan pada
dua pilihan, kecuali beliaumemilih yang lebih mudah/ringan selama bukan
merupakan perbuatan dosa".
18. 15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mashlahah mursalah adalah apa-apa (mashlahah) yang tidak ada bukti baginya
dari syara` dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang
memerhatikannya, atau mashlahah yang tidak diketahui apakah syari` menolaknya
atau memerhatikannya.
Macam-macam mashlahah adalah:
1. Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum,
Mashlahah ada tiga macam, yaitu mashlahah dharuriyah ,
mashlahah hajiyah, mashlahah tahsiniyah.
2. Dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan baik oleh akal
itu dengan tujuan syara` dalam menetapkan hukum, ditinjau dari
maksud usaha mencari dan menetapkan hukum mashlahah itu
disebut juga mashlahah dengan tujuan hukum. Ditinjau dari
pembuat hukum (syari`) memerhatikannya atau tidak, mashlahah
terbagi kepada tiga macam:
a. Al-mashlahah mu`tabarah
b. Al-mashlahah al-mulghah
c. Al-mashlahah al-mursalah
Imam Malik adalah imam mazhab yang menggunakan
dalil mashlahah mursalah. untuk mmenerapkandalil ini, ia
menganjurkan syarat adanya persesuaian antara mashlahah
yang dipandang sebagai sumber dali yang berdiri sendiri
dengan tujuan-tujuan syari`at ( maqasid syari`ah).
B. Saran
Demkian makalah kami yang berjudul Mashlahah Mursalah ini agar dapat
bermanfaat bagi kita semua. Saran dan kritik dari teman-teman semua untuk makalah
ini agar kedepannya lebih baik lagi. Agar kita semua bisa menambah wawasan dan
pengetahuan yang lebih baik lagi.
19. 16
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahra Muhammad, 2010, Ushul fiqh, (Jakarta : Cipta karya Ilmu)
Abu Zahrah Muhammad, 2010, Ushul fiqh, (Jakarta : Bina Ilmu)
Amir Syarifuddin, 2010, Ushul fiqh jilid 2, (Jakarta: Bina ilmu)
Dahlan Abd. Rahman, 2010, ushul fiqh, (Jakarta : Bulan Bintang.)
Dahlan Abd. Rahman, 2010, Ushul Fiqh, (Jakarta: Bulan Bintang)
Mulky Rafsan 2009, Ushul fiqh, (Bandung: Pusaka Setia)
Rafsan Mulky, 2009, Ushul fiqh, (Bandung: Pustaka Setia)