Dokumen tersebut membahas tentang tunalaras (gangguan emosi tingkat lanjut) dan layanan pendidikan bagi anak tunalaras. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi dan klasifikasi tunalaras, penyebab, karakteristik, alat pendidikan, hambatan, dampak, model layanan, dan kondisi penyelenggaraan pendidikan untuk anak tunalaras di Indonesia dan Banten.
belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang relatif menetap diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan ligkungannya yang melibatkan proses kognitif.
dalam proses pebelajaran sudah tentu kita akan menemui masalah. masalah-masalah dalam kelas dan solusinya dapat kalian baca dalam file upload kali ini. jangan lupa dikomentari dan diberikan masukkan yang membangun.
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaRoHim MohaMad
Untuk mengetahui secara langsung kondisi, keadaan dan bentuk layanan yang diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus, kita perlu turun langsung pada kondisi nyata di Sekolah Luar Biasa
belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang relatif menetap diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan ligkungannya yang melibatkan proses kognitif.
dalam proses pebelajaran sudah tentu kita akan menemui masalah. masalah-masalah dalam kelas dan solusinya dapat kalian baca dalam file upload kali ini. jangan lupa dikomentari dan diberikan masukkan yang membangun.
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaRoHim MohaMad
Untuk mengetahui secara langsung kondisi, keadaan dan bentuk layanan yang diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus, kita perlu turun langsung pada kondisi nyata di Sekolah Luar Biasa
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Materi ini merupakan salah satu materi di dalam diklat Penanganan Masalah Perilaku Siswa Berkebutuhan Khusus, yang diselenggarakan oleh PPPPTK TK dan PLB.
Psikologi Perkembangan II (kenakalan remaja)PuputPamela
1. Pengertian Kenakalan Remaja
2. Contoh-contoh dari Kenakalan Remaja
3. Faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang pada remaja
4. Tugas dan tanggung jawab orangtua dan guru dalam mengatasi kenakalan remaja (preventif dan kuratif)
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
Tunalaras
1. TUNA LA R A S
GETL ( G A NG G UA N EMOSI TINGKA H
LA K U )
I K A D I A NA P U T R I ( 2 2 2 7 1 6 0 0 1 4 )
I R NA RU K M A NA ( 2 2 2 7 1 6 0 0 4 9 )
R E F I DA M A YA N T I ( 2 2 2 7 1 6 0 0 5 9 )
D E S T I A N A R I YA N TO ( 2 2 2 7 1 6 0 0 6 8 )
2. A. Pengertian Tunalaras/ GETL
Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang
dan “laras” berarti sesuai. Jadi anak tunalaras berarti anak yang bertingkah
laku yang kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering
bertentangan dengan norma yang terdapat didalam masyarakat.tempat ia
berada.
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukan perilaku yang menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku disekitarnya.
3. B. Klasifikasi Tunalaras
Secara garis besar anak tunalaras diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dana anak yang mengalami gangguan emosi. William M.C
(1975) mengemukakan kedua klasifikasi itu:
1. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
a. The semi-socialize child , anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial
tetapi terbatas pada lingkungan tertentu.
b. Children arrested at a primitive level of socialization , anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya
berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat
bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja
yang dikehendakinya.
c. Children with minimum socialation capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali
untuk belajar sikap sosial.
4. 2. Anak yang mengalami gangguan emosi terdiri dari :
a. Neurotic behavior, anak kelompok ini masih bisa bergaul dengan
orang lain tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak
mampu diselesaikannya.
b. Children with psycotic proceses, anak pada kelompok ini
mengalami gangguan yang paling berat sehingga melakukan
penenangan yang ebih khusus.
5. C. Penyebab Tunalaras
a. Adanya kondisi fisik yang berbeda dengan orang lain
b. Mengalami masalah atau gangguan perkembangan
a. Kurangnya dukungan sosial
b. Lingkungan sekolah yang salah
c. Lingkungan masyarakat yang tidak mendukung
6. D. Karakteristik Tunalaras
1. Intelegensi dan prestasi belajar, anak dengan gangguan ini
memeiliki intelegnsi yang dibawah normal.
2. Karakteristik emosi, sosial, agresif, acting-out behavior
(externalizing), permasalahan yang paling sering ditunjukan oleh anak
dengan gangguan emosi atau perilaku.
3. immature, withdrawl behavior (internalizing), anak dengan
gangguan ini menunjukan perilaku immature (tidak matang dan
kekanak-kanakan) dan menarik diri.
7. E. Alat / media pendidikan bagi anak tunalaras
Klasifikasi media pembelajaran:
1. Media audio: menghasilkan bunyi suara, misalnya radio, kaset.
2. Media visual: dapat memperlihatkan rupa dan bentuk.
Dua dimensi: non transparansi, gambar transparansi slide, film
Tiga dimensi: model benda sebenarnya.
Pengelompokan media oleh Leshin, Pollock& Reigeluth dalam arsyad ( 2006:36):
Media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor)
Media berbasis cetak (buku,penuntun, alat bantu kerja)
Media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta,gambar)
Media berbasis audio-visual ( vidio,film, televisi)
Media berbasis komputer( pengajaran dengan bantuan komputer)
8. F. Hambatan dan dampak tunalaras
1. Hambatan
a. Hambatan emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang, sedih, lambat cepat marah, dan releks tertekan. Secara umum emosinya
menunjukan sedih , cepat tersinggung atau marah. Hambatan tertuju pada keadaan dlam dirinya.
b. Hambatan sosial
Anak ini mengalami gangguan atau kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat
menyesuaikan diri tuntutan hidup bergaul. Gejala perbuatan itu seperti sikap bermusuhan,
agresip, kasar.
2. Dampak tunalaras
Kelainan tingkkah laku yang dialami anak tunalaras mempunyai dampak negatif bagi dirinya
maupun lingkungan sosialnya. Salah satu dampak serius yang mereka alami adalah tekanan batin
berkepanjangan sehingga dapat merusak diri. Kita dapat mempengaruhi lingkungan mereka,
mengajar dan menguatkan ketakberdayaan.
9. H. Model dan layanan pendidikan bagi anak tunalaras
1. jenis-jenis layanan
a. Mengurangi kondisi yang tidak menguntungkan yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku.
b. Menentukan model dan teknik pendekatan
1) Model pendekatan
a. Model biogenetic
b. Model bihavioral
c. Model psikodinamika
d. Model ekologis
2. Teknik pendekatan
a. Perawatan dengan obat
b. Modifikasi perilaku
c. Strategi psikodinamika
d. Strategi ekologi
2. Tenpat layanan
Tempat layanan pendidkan bagi anak yang mengalami gangguan peilaku adalah ditempatkan disekoalh khsuus dan ada pula
yang dimasukan dalam kelas biasa yaitu belajar bersama dengan anak normal.
10. 3. Macam-macam layanan
Didalam pelaksanaan pendidikan kita mengenal macam-macam
bentuk penyelenggaraan pendidikan anak runalaras sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan disekolah regular
b. Penyelenggaraan bimbingan dikelas khsusus
c. Sekolah luar biasa bagian tuanalaras tanpa asrama
d. Sekoalh dengan asrama
11. Penyelenggaraan Sekolah Bagi Anak Tunalaras
Bentuk pelayanan pendidikan dapat diselenggarakan di SLB khsuus bagi anak
tunalaras (SLB-E). Berdasarkan data statistik 2003 yang dikeluarkan direktorat
pendidikan luar biasa menyebutkan bhawa jumlah anak tunalaras sebanyak 351 orang,
dengan jumlah 12 sekolah luar biasa tunalaras.
Didalam pelaksanaan penyelenggaraan kita mengenal macam-macam bentuk
penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan disekolah regular
2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpish dari teman pada satu
kelas.
3. Sekolah luar biasa bagia tunalaras tanpa asrama bagi anak tunalaras
4. Sekolah dengan asrama
12. Kondisi Penyelenggaraan Bagi Anak GETL di Indonesia dan di Banten
Romliatmasasmita (1989) menjelaskan bahwa sejarah perkembangan
penanggulangan tunalaras dinegara kita dapt dibagi menjadi dua masa, yaitu :
1. Sebelum proklamasi
Pada waktu negara kita dalam penjajahan bangsa belanda, raja didaerah dan para
remaja melakukan perlawanan untuk membebaskan daerah masing-masing dari
dari penjajahan. Belanda dengan menggunakan politik adu domba yang
mengakibatkan para raja dan pemuda tidak memiliki panutan norma, sehingga
timbul konflik dan frustasi yang mengakibatkan penyimpangan dalam perilaku.
Pada 1917 didirikanlah prayuwana yang disetujui pemerintahan belanda yang
berfuungsi untuk memberikan nasihat dan bimbingan kepada orang tua yang
sudah tak sanggup mendidik putra-putrinya.
13. 2. Masa kemerdekaan
Proklamasi ekmerdekaan telah membawa rakyat dan banga kita
kemasa”kebebasan” dan memasuki masa transisi. Masyarakat pada waktu itu
kurang menyadari perubahan norma dan nilai. Dampaknya banyak orang tua yang
tergelincir dan memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan anak,
sehingga tingkat kenakalan remaja meningkat. Dengan pertimbangan sosial-
psikologis anak remaja, dan ketertiban serta keamanan masyarakat maka kepolisian
RI membentuk “Dinas Polisi Urusan Anak Dan Pemuda”.
Untuk menjamin kelancaran jalannya usaha tersebut diadakan persetujuan bersama
antara biro anak kepolisian ,kejaksaan, dan kehakiman tentang penetapan batasan
usia anak. Setelah tahun 1965 selama masa peralihan orde baru,perhatian
pemerintah terhadap kenakalan remaja semakin meningkat.