Pengaruh kelembapan terhadap perkecambahan kacang hijauannisaulia
Merumuskan Masalah
Objeknya : Kacang Hijau
Variabel :- Variable Bebas :Kelembapan Udara- Variable Terikat :Tinggi Perkecambahan- Variable Kontrol :Media kapas
Bagaimana kelembapan udara mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kecambah?
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan kelembapan udara dapat mempengaruhi cepat lambatnya pertumbuhan kecambah?
Hipotesis :
Jika ditaruh didalam ruang yang kelembapan udara tinggi, maka perkecambahan kacang hijau akan lebih cepat tumbuh dibanding perkecambahan di ruang terbuka
Melakukan Eksperimen:
Alat :
kacang hijau
gunting
label nama
4 buah bekas gelas air mineral
plastik
Bahan :
kacang hijau
kapas
air
Cara Kerja :
Sediakan 4 model sampel, dimana 2 sampel akan dibiarkan di tempat terbuka & sampel lainnya akan ditutup dengan plastik. Keempat model sampel ini akan diberikan perlakuan yang sama, model sampel akan diberi air dengan mangkok yang ada dibawahnya setiap 1 hari sekali dan pengukuran di laksanakan setiap 2 hari dari waktu penanaman
Kesimpulan :
Kelembapan udara dapat mempengaruhi pertumbuhan perkecambahan karena pada
pengukuran terdapat biji kecambah.
Pengaruh kelembapan terhadap perkecambahan kacang hijauannisaulia
Merumuskan Masalah
Objeknya : Kacang Hijau
Variabel :- Variable Bebas :Kelembapan Udara- Variable Terikat :Tinggi Perkecambahan- Variable Kontrol :Media kapas
Bagaimana kelembapan udara mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kecambah?
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan kelembapan udara dapat mempengaruhi cepat lambatnya pertumbuhan kecambah?
Hipotesis :
Jika ditaruh didalam ruang yang kelembapan udara tinggi, maka perkecambahan kacang hijau akan lebih cepat tumbuh dibanding perkecambahan di ruang terbuka
Melakukan Eksperimen:
Alat :
kacang hijau
gunting
label nama
4 buah bekas gelas air mineral
plastik
Bahan :
kacang hijau
kapas
air
Cara Kerja :
Sediakan 4 model sampel, dimana 2 sampel akan dibiarkan di tempat terbuka & sampel lainnya akan ditutup dengan plastik. Keempat model sampel ini akan diberikan perlakuan yang sama, model sampel akan diberi air dengan mangkok yang ada dibawahnya setiap 1 hari sekali dan pengukuran di laksanakan setiap 2 hari dari waktu penanaman
Kesimpulan :
Kelembapan udara dapat mempengaruhi pertumbuhan perkecambahan karena pada
pengukuran terdapat biji kecambah.
[db tech showcase Tokyo 2014] D21: Postgres Plus Advanced Serverはここが使える&9.4新機...Insight Technology, Inc.
日本でも徐々に浸透してきたPostgres Plus Advanced Server (PPAS)。PPASが備えている実用的な機能を2014年末にリリース予定の最新版9.4の新機能を交えて、コミュニティ版PostgreSQLと比較しながら解説します。
特に性能面で大きな向上をうたっているパーティショニング機能については実際に検証した結果を紹介します。
Produksi benih merupakan suatu proses kegiatan memperbanyak benih
dengan jumlah dan mutu tertentu. Produksi benih secara komersial memiliki 3
komponen yaitu: benih, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan
pengelolaan atau tektik budidaya. Komponen lapangan produksi mencakup
substrat, iklim, dan biologis. Komponen teknik budidaya mencakup prinsip
genetis dan agronomis. Prinsip genetis, teknik budidaya diarahkan untuk
menghasilkan benih bermutu genetik tinggi, yakni benih yang sesuai dengan
2
deskripsi varietasnya. Prinsip agronomis, teknik budidaya tanaman diarahkan
untuk menghasilkan benih yang bermutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi,
selain hasilnya juga tinggi (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).
Berdasarkan argumentasi diatas maka perlu dilakukan praktikum simulasi
budidaya untuk tujuan produksi benih, agar produksi kacang panjang ke depan
dapat ditingkatkan.
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
1. Ada 145 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan media MS (Murashige & Skoog), yaitu media A sejumlah 47 botol, media B sejumlah 50 botol, dan media C sejumlah 48 botol, dan tidak ada yang mengalami kontaminasi.
2. Pada eksplan embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam pada botol media MS (Murashige & Skoog) ada 3 eksplan dan semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Aklimatisasi anggrek dari in vitro ke in vivo dilakukan secara bertahap menggunakan community pot dengan media arang dan sabut kelapa, kemudian ditutup dengan plastik. Sebelum diaklimatisasi, planlet anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci hingga bersih sampai tidak ada media agar yang masih menempel pada akar.
2. Pada penyilangan (Anggrek Dendrobium melintir >< Anggrek Dendrobium sp.) anggrek disilangkan dengan sesamanya dengan menempelkan serbuk sari pada putik bunga anggrek dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diberi label yang berisi nama spesies jantan dan betina anggrek yang disilangkan dengan tanggal saat melakukan penyilangan.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
Tugas kultur in vitro tumbuhan
1. TUGAS KULTUR IN VITRO TUMBUHAN
PENGARUH SUHU INKUBASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
EMBRIO SOMATIK JAHE (Zingiber officinale Rosc)
OLEH :
Ariyo Ade Saputra. W (B1J008122)
Swastho Widyatomo (B1J009104)
Tochirun (B1J009180)
Marlina Syarah Dilah ( B1J010111)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
2. ABSTRAK
Jahe merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Jahe tumbuh subur di ketinggian 0
hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500 hingga 950
meter. Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan 2500 hingga 3000 mm per tahun,
kelembapan 80% dan tanah lembap dengan PH 5,5 hingga 7,0 dan unsur hara tinggi. Salah satu
upaya yang dapat ditempuh untuk memperluas areal pengembangan tanaman ini adalah melalui
perakitan varietas toleran dataran tinggi atau menengah, yang antara lain diperoleh melalui
pendekatan seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi yang dapat dilakukan secara in vitro. Jahe
cekaman suhu rendah terhadap pertumbuhan dan perkembangan jahe secara in vitro sejauh ini
belum diketahui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik jahe secara in vitro. Penelitian akan
dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Fakultas Bioligi. Embrio somatik jahe diinduksi
dari eksplan daun aseptik. Embrio somatik fase globuler yang terbentuk dipergunakan sebagai
eksplan kemudian diinkubasi pada tiga taraf suhu ruang yaitu 17,3 ± 0,5ºC (kontrol), 23,3 ±
2,1ºC, dan 32,8 ± 1,7ºC selama 3 bulan dengan sub kultur setiap bulan sampai terbentuk
planlet/tunas. Pengamatan dilakukan terhadap peubah pertumbuhan dan perkembangan eksplan
embrio somatik yang meliputi penambahan bobot segar eksplan, persentase eksplan yang
membentuk tunas, jumlah tunas yang terbentuk per eksplan serta persentase eksplan hidup.
3. I. JUDUL PENELITIAN
PENGARUH SUHU INKUBASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK JAHE (Zingiber officinale Rosc)
II. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Masalah
Saat ini kendala dalam pengembangan jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia
adalah terbatasnya bibit bermutu. Secara konvensional bibit jahe diambil dari potongan rimpang.
Dengan cara ini diperlukan bibit dalam jumlah yang banyak, (JANUWATI dan ROSITA, 1997).
Rimpang jahe, terutama yang dipanen pada umur yang masih muda tidak bertahan lama
disimpan di gudang. Untuk itu diperlukan pengolahan secepatnya agar tetap layak dikonsumsi.
Untuk mendapatkan rimpang jahe yang berkualitas, jahe dipanen pada umur tidak terlalu muda
juga tidak terlalu tua. Kendala utama lain adalah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan
oleh Ralstonia solanacearum. Penyakit ini merupakan OPT utama yang dapat menggagalkan
hasil dan sulit ditanggulangi karena di samping menyerang jahe, juga dapat menyerang tanaman
temu-temuan lainnya seperti kunyit dan kencur, sayuran (tomat dan cabe), serta beberapa macam
gulma (SUPRIADI et al., 1995). Jahe merupakan tanaman yang biasa dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai minuman penghangat tubuh dan penghilang masuk angin. Dengan khasiat
yang dimilikinya, jahe berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman obat masuk angin yang
lebih alami pada tahun 2005 mencapai 22.515 kg dengan nilai 1.801.599 US $ (BPS, 2006)
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mendapatkan sumber bibit bebas penyakit,
seperti penggunaan bibit yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan adalah dengan
memperluas areal pengembangan jahe melalui perakitan varietas toleran dataran rendah atau
menengah. Menurut BHOJWANI dan RAZDAN (1996) kultur jaringan memiliki potensi yang
besar sebagai suatu cara propagasi vegetatif bagi tanaman ditinjau dari segi ekonomi. Varietas ini
antara lain dapat diperoleh melalui pendekatan seleksi ketahanan terhadap suhu rendah yang
dapat dilakukan secara in vitro. Metode seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap suhu rendah
pada tanaman jahe sejauh ini belum dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan suhu
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik secara in vitro maupun in vivo.
Regenerasi tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat dilakukan melalui jalur
organogenesis dan embriogenesis somatik. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik
kultur jaringan melalui jalur embrio-genesis somatik lebih menguntungkan dibandingkan melalui
organogenesis karena dapat menghasilkan tanaman baru dengan jumlah yang lebih banyak.
Selain itu, karena embriosomatik berasal dari sel tunggal maka akan lebih mudah untuk
memonitor proses pertumbuhan setiap individu tanaman. Embriogenesis somatik juga
merupakan jalur yang lebih efisien untuk penelitian yang melibatkan produksi tanaman yang
ditransformasikan secara genetik (JIMENEZ, 2001).
2.2. Perumusan Masalah
Apakah perlakuan inkubasi dengan suhu rendah berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan embrio somatic jahe ?
4. 2.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap
pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan hidup embrio somatik jahe. Informasi ini
penting diketahui berkaitan dengan rencana pengembangan metode seleksi in vitro jahe untuk
ketahanan terhadap suhu rendah dalam rangka perakitan varietas jahe toleran dataran menengah
atau tinggi.
III. TELAAH PUSTAKA
Proses embriogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah genotipe
tanaman, sumber eksplan, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan keadaan fisiologi sel
(TERZI dan LOSCHIAVO, 1990; EHSANPOUR, 2002). Pada kultur jaringan, sumber dan umur
eksplan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kemampuan kalus
menghasilkan embrio somatik (STONE et al., 2002). Beberapa penelitian terdahulu telah
berhasil menginduksi dan meregenerasikan tanaman dari berbagai sumber umur ekspan melalui
embriogenesis somatik. Penggunaan sumber eksplan daun aseptik, antera dan meristem (inner
shoot bud) dari jahe putih besar var. Cimanggu-1, menunjukkan bahwa eksplan asal meristem
memberikan potensi regenerasi lebih baik dari daun aseptik dan antera pada media tumbuh yang
diaplikasikan untuk menginduksi embriogenesis somatik (SYAHID dan ROSTIANA, 2007;
SITINJAK, 2005; ROSTIANA et al., 2002).
Seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi secara in vitro antara lain telah dilakukan pada
tanaman kentang dan bawang putih dan telah berhasil diperoleh variean toleran suhu tinggi
(DAS et al., 2000; GOSAL et al., 2001; ZHEN, 2001). Menurut KOTAK et al.(2007),
respon tanaman terhadap cekaman suhu tinggi merupakan fenomena yang sangat kompleks.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh suhu lebih dari faktor lingkungan
lainnya pada saat air bukan merupakan faktor pembatas (THUZAR et al., 2010). Hasil
penelitian AMUTHA et al. (2007) menunjukkan perlakuan cekaman suhu tinggi pada 22
genotipe tanaman bunga matahari menghasilkan perubahan yang signifikan pada karakter
fisiologis tanaman secara in vivo. Sementara hasil penelitian VAZ et al. (2004) menunjukkan
cekaman suhu tinggi (32°C) menekan pertumbuhan bunga matahari secara in vitro. Demikian
juga hasil penelitian LI dan WOLYN (1996) menunjukkan suhu inkubasi berpengaruh secara
nyata terhadap embriogenesis somatik tanaman asparagus yaitu terhadap jumlah embrio
somatik yang dihasilkan dan keberhasilan konversi embrio somatik menjadi planlet. Bagaimana
pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan embrio
somatik jahe secara in vitro sejauh ini belum diketahui.
IV. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Penelitian dilaksanakan akan dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Fakultas
Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
4.1. Metode
4.1.1. Induksi Embriogenesis Somatik
5. Embrio somatik diinduksi dari eksplan daun purwo-ceng aseptik menggunakan metode
yang dikembangkan oleh ROOSTIKA et al., (2005). Inisiasi kalus dilakukan pada media
Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D 2 mg/l dan
pikloram 0,5 mg/l, gula 30 g/l dan pemadat phytagel 2 g/l dengan pH media 5,8. Setiap botol
kultur diisi 25 ml media dengan 4 – 5 potong eksplan per botol. Kultur diinkubasi pada suhu
16-18ºC dalam kondisi gelap sampai terbentuk kalus. Kalus yang terbentuk kemudian
disubkultur pada media induksi embriogenesis somatik yaitu media Driver, Kuniyuki dan
Walnut (DKW) dengan penambahan zat pengatur tumbuh IBA 5 mg/l, gula 30 g/l dan pemadat
phytagel 2 g/l dengan pH media 5,8. Setiap botol diisi 4 potong kalus berukuran
panjang dan lebar sekitar 1 cm x 1 cm. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 16 - 18ºC dengan
pencahayaan 2 buah lampu TL masing-masing 40 watt selama 16 jam sampai terbentuk embrio
somatik fase globuler. Embrio somatik fase globular yang terbentuk dipergunakan sebagai
bahan penelitian.
4.1.2. Perlakuan Suhu Inkubasi
Embrio somatik fase globuler dipotong-potong ber-ukuran sekitar 0,5 cm x 0, 5 cm x 0,5
cm kemudian ditanam pada media pematangan embrio somatik yaitu media DKW dengan
penambahan zat pengatur tumbuh IBA 5 mg/l, gula 30 g/l dan pemadat phytagel 2 g/l dengan
pH media 5,8 sebanyak 3 eksplan per botol. Setelah itu kultur diinkubasi pada tiga taraf suhu
ruang, yaitu rata-rata suhu siang 17, 3 ± 0,5ºC (kontrol), 23,3 ± 2,1ºC, dan 32,8 ± 1,7ºC selama
3 bulan dengan subkultur setiap bulan. Masing-masing perlakuan suhu inkubasi dilakukan di
dalam ruang terpisah.
4.2. Rancangan Percobaan
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah acak lengkap dengan 3 ulangan,
masing-masing ulangan terdiri dari 12 botol. Pencahayaan dilakukan dengan menggunakan dua
buah lampu TL masing-masing 40 watt selama 16 jam. Perlakuan suhu kontrol dan suhu 23,3 ±
2,1ºC dikontrol menggunakan AC sedangkan perlakuan suhu 32,8 ± 1,7ºC dicapai dengan
penggunaan lampu pijar yang ditutup cat hitam sebagai sumber panas.
4.3. Analisis
Peubah yang diamati adalah pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang meliputi
penambahan bobot segar eksplan, persentase eksplan membentuk tunas, jumlah tunas yang
terbentuk per eksplan, serta persentase eksplan hidup. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama
3 bulan. Data yang diperoleh diuji kehomogenan ragamnya di antara ketiga ruang inkubasi
menggunakan Uji Bartlett. Apabila ragam di antara ruang inkubasi homogen dilan-jutkan
dengan analisis ragam gabungan dan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α 0,05. Analisis
data dilakukan menggunakan program SAS 9,1
6. DAFTAR PUSTAKA
ALSADON, A.A., M. A. WAHBALLAH, and S. O. KHALIL. 2006. In vitro evaluation of
heat stress tolerance in some tomato cultivars. J. King Saud Univ. Agric. Sci. 19(1): 13-
24.
AMUTHA, R., S. MUTHULAKSMI, W. BABY RANI, K. INDIRA, and P. MAREESWARI.
2007. Physiological studies on evaluation of sunflower (Helianthus annus L.) genotypes
for high temperature stress. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences.
3(4): 245-251.
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS). 2006. Statistik Perdagangan Indonesia : Impor. Jilid
ke-1. Jakarta : Biro Pusat Statistik.
BHOJWAN, S. and M.K. RAZDAN. 1996. Plant tissue culture: Theory and practice. Elsevier
Amsterdam, Oxford, New York, Tokyo. 767p.
DAS A, S. S. GOSAL, J. S. SIDHU, and H. S. DHALIWAL. 2000. Induction of mutations
for heat tolerance in potato by using in vitro culture and radiation.
Euphytica.114(3):205 - 209.
EHSANPOUR, A. A. 2002. Induction of somatic embryo-genesis from endosperm of oak
(Quercus castanifolia). In A. TAJI and R. WILLIAMS (ed.). The importance of plant
tissue culture and biotechnology in plant science. Univ. of New England Unit, Australia.
p.273-277.
GOSAL, S. S., A. DAS, J. GOPAL, J. L. MINOCHA, H.R. CHOPRA, and H.S.
DHALIWAL 2001. In vitro induction of variability through radiation for late blight
resistance and heat tolerance in potato. In : In vitro techniques for selection of radiation
induced mutation adapted to adverse environmental conditions. Proceeding of a final
Research Co-ordination Meeting; Shanghai, 17-21 August 1998. Vienna : FAO/IAEA
Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture.p.7-13.
JANUWATI, M. and S.M.D. ROSITA. 1997. Perbanyakan benih jahe. In N. AJIJAH et al.
(Ed). Monograf Jahe. No.3. Balittro. Bogor. p.40-50
JIMENEZ, V.M. 2001. Regulation of in vitro somatic embryogenesis with emphasis on the role
of endogenous hormones. R. Bras. Fisiol. Veg. 13(2): 196-223.
KOTAK, S., J. LARKINDALE, U. LEE, P.VON KOSKULL-DO, E. VIERLING, and K.D.
SCHARF. 2007. Complexity of the heat stress response in plants. Current Opinion in
Plant Biology. 10:310-316.
LEVITT, J. 1980. Responses of Plants to Environmental Stress. Volume ke-1, Chilling,
Freezing, and High Temperature Stress. New York: Academic Press.
LI, B. and D.J. WOLYN. 1996. Temperature and genotype affect asparagus somatic
embryogenesis. In VitroCellular and Developmental Biology - Plant. 32 (3) 136-139.
7. ROOSTIKA I, I. DARWATI dan I. MARISKA. 2005. Micripropagation of purwoceng
(Pimpinella alpinaKDS) through organogenesis and somatic embryo-genesis. Presented in
Seminar on Asean Science and Technology Week; Jakarta, 5-7 August 2005.
SITINJAK, R.R. 2005. Potensi regenerasi kultur meristem jahe (Zingiber officinale Rosc.)
melalui embriogenesis somatik. Disertasi Program Pasca Sarjana. Univer-sitas Pajajaran
Bandung (Unpublished).
STONE, L.J., M.C. COMB, and K. SEATON. 2002. Propagation of blue flowered conospermum
species. In A. TAJI and R. WILLIAMS (Eds.). The importance of plant tissue culture and
biotechnology in plant sciences. Univ. of New England Unit, Australia. p.351-353.
SUPRIADI, J. G. ELPHINSTONE, S. J. EDEN-GREEN, and S.Y. HARTATI. 1995.
Physiological, serological and pathological variation amongst isolates of Pseudomonas
solanacearum from ginger and other hosts in Indonesia. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri. 1(2): 88-98.
SYAHID, S.F. and O. ROSTIANA. 2007. Pengaruh Sumber Eksplan Terhadap Induksi Kalus
Embriogenik Pada Kultur In vitro. Seminar PERSADA 2007. IPB. Bogor.p.304.
TERZI, M. and F. LOSCHIAVO. 1990. Somatic embrygenesis. In S.S. Bhojwani (ed.) Plant
tissue culture: Applications and Limitations. Elsevier, Amsterdam, Oxford, New York,
Tokyo. p.55-66.
THUZAR, M., A. B. PUTEH., N. A. P. ABDULLAH, M. B. MOHD. LASSIM and K.
JUSOFF. 2010. The effects of temperature stress on the quality and yield of soya bean
(Glycine max L. Merrill). Journal of Agricultural Science. 2(1): 172-179
VAZ, A.P.A., R.C.F. RIBEIRO and G.B. KERBAUY. 2004. Photoperiod and temperature
effects on in vitrogrowth and flowering of P. pusilla, an epiphytic orchid. Plant
Physiology and Biochemistry. 42: 411-415
ZHEN, H.R. 2001. In vitro technique for selection of radiation induced mutants of garlic. In: In
vitro techniques for selection of radiation induced mutation adapted to adverse
environmental conditions. Proceeding of a final Research Co-ordination Meeting;
Shanghai, 17-21 Agustus 1998. Vienna : FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in
Food and Agriculture. p.75- 78.