Laporan ini membahas tinjauan desain struktur bangunan kolam renang pada Hotel Whiz Makassar yang terletak di lantai 3. Struktur kolam renang terdiri atas pelat lantai, dinding, dan balok yang akan dirancang menggunakan metode kekuatan batas sesuai standar nasional Indonesia.
Cara Menghitung Kebutuhan Besi pada Pekerjaan Bore Pile dan Strauss PileAngga Nugraha
ditulis oleh Angga Nugraha, Lulusan Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.
Sebuah tulisan mengenai cara menghitung pembesian pada bore pile atau strauss pile terutama untuk bentuk sengkang / begel yang berbentuk spiral
Praktikum tentang pembuatan aspal dengan baik berdasarkan spesifikasi AC. Praktikum yang dilakukan sebagai berikut, Abrasi/keausan, Berat Jenis Agregat, Analisa Saringan, Comb. Agregat dan JMF ( Joint Mix Formula), Berat Jenis Aspal, Daktilitas, Ekstraksi, Titik Nyala, Titik Leleh, Penetrasi, Uji Marshall, Kehilangan Berat.
Cara Menghitung Kebutuhan Besi pada Pekerjaan Bore Pile dan Strauss PileAngga Nugraha
ditulis oleh Angga Nugraha, Lulusan Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.
Sebuah tulisan mengenai cara menghitung pembesian pada bore pile atau strauss pile terutama untuk bentuk sengkang / begel yang berbentuk spiral
Praktikum tentang pembuatan aspal dengan baik berdasarkan spesifikasi AC. Praktikum yang dilakukan sebagai berikut, Abrasi/keausan, Berat Jenis Agregat, Analisa Saringan, Comb. Agregat dan JMF ( Joint Mix Formula), Berat Jenis Aspal, Daktilitas, Ekstraksi, Titik Nyala, Titik Leleh, Penetrasi, Uji Marshall, Kehilangan Berat.
Perkerasan Jalan Raya Lentur dan Kaku, metode Analisis dan Manual
ANGGOTA KELOMPOK :
DHANES PRABASWARA ( I 0112029)
AYU ISMOYO SOFIANA ( I 0113021)
MUHAMMAD BUDI SANTOSO( I 0113080)
RAKE ADIUTO ( I 0113105)
SITI DWI RAHAYU ( I 0113124)
Perkerasan Jalan Raya Lentur dan Kaku, metode Analisis dan Manual
ANGGOTA KELOMPOK :
DHANES PRABASWARA ( I 0112029)
AYU ISMOYO SOFIANA ( I 0113021)
MUHAMMAD BUDI SANTOSO( I 0113080)
RAKE ADIUTO ( I 0113105)
SITI DWI RAHAYU ( I 0113124)
Sistem kendali suhu ruangan dengan metode pid berbasis arduino uno, triac, da...Saarah Nur F
Tugas Akhir mata Kuliah Sistem kendali
"Sistem kendali suhu ruangan dengan metode pid berbasis arduino uno, triac, dan lm35"
D3 Teknik Elektronika
Politeknik negeri Bandung
TUGAS AKHIR TINJAUAN DESAIN BANGUNAN KOLAM RENANG PADA HOTEL WHIZ MAKASSAR
1. i
TINJAUAN DESAIN BANGUNAN KOLAM RENANG
PADA HOTEL WHIZ MAKASSAR
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Ujung Pandang
Oleh :
FERIYAL SUMARNO A. TAUHID HAMZAH PUTRA
311 11 001 311 11 012
PROGRAM STUDI TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2014
2. ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan tugas akhir dengan judul “Tinjauan Desain Bangunan Kolam Renang
pada Hotel Whiz Makassar” oleh Feriyal Sumarno (311 11 001), Andi Tauhid
Hamzah Putra (311 11 012), telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar diploma III pada Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Ujung Pandang.
Makassar, November 2014
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Yohanis Sarungallo T, M.T. Irka Tangke Datu, S.ST., M.T.
NIP: 19580425 198803 1 002 NIP: 19730905 200312 2 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Ujung Pandang
Ir. Andi Erdiansa, M.T.
NIP: 19620926 199803 1 001
3. iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir yang berjudul
“Tinjauan Desain bangunan Kolam Renang pada Hotel Whiz Makassar” dapat
terselesaikan dengan baik.
Terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu perkenankan kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua orang tua kami yang tercinta dan seluruh keluarga yang telah
memberikan bantuan dan dorongan secara moril dan materil.
2. Bapak Dr. Ir. Hamzah Yusuf, M.S., selaku Direktur Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
3. Bapak Ir. Andi Erdiansa, M.T., selaku ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Ujung Pandang.
4. Bapak Ir. Yohanis Sarungallo T, M.T., selaku pembimbing I yang telah
banyak membantu dan memberikan arahan dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Irka Tangke Datu, S.ST., M.T., selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu dan memberikan arahan dalam penyusunan tugas akhir ini.
6. Seluruh dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang yang
telah banyak member ilmu pengetahuan dalam bidang ketekniksipilan.
7. Seluruh staf dan teknisi Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung
Pandang yang telah memberikan pelayanan selama proses perkuliahan.
4. iv
8. Rekan-rekan angkatan 2011 dan terkhusus teman-teman Statis XI, serta semua
pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi serta masukan
yang berarti selama penyusunan tugas akhir ini.
Kami menyadari bahwa laporan tugas akhir ini mungkin masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan laporan dimasa
yang mendatang.
Akhirnya, Semoga laporan tugas akhir ini dapat menjadi bahan bacaan dan
referensi yang bermanfaat khususnya dalam bidang ketekniksipilan.
Makassar, November 2014
Penulis
5. v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul..................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ..........................................................................................ii
Kata Pengantar ....................................................................................................iii
Daftar Isi .............................................................................................................v
Daftar Gambar....................................................................................................viii
Daftar Tabel ........................................................................................................x
Daftar Lampiran................................................................................................. xi
Abstrak...............................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................3
C. Tujuan Penulisan............................................................................3
D. Manfaat Penulisan..........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................4
A. Metode Perencanaan......................................................................4
B. Dasar Perencanaan.........................................................................5
1. Jenis pembebanan ....................................................................5
2. Faktor keamanan......................................................................6
3. Provisi daktilitas.......................................................................8
4. Keadaan regangan berimbang..................................................9
6. vi
5. Rasio tulangan maksimum dan tulangan minimum................10
6. Lendutan..................................................................................12
7. Detail penulangan ...................................................................13
C. Perencanaan Balok........................................................................14
1. Analisis penampang bertulangan tunggal ...............................14
2. Analisis penampang bertulangan rangkap ..............................15
3. Geser .......................................................................................18
4. Torsi ........................................................................................21
D. Perencanaan Pelat .........................................................................26
1. Syarat-syarat tumpuan.............................................................26
2. Klasifikasi pelat.......................................................................27
3. Retak .......................................................................................31
E. Perencanaan Dinding Persegi Empat ............................................32
F. Analisis Struktur Dengan SAP2000..............................................36
BAB III METODE PERENCANAAN ..............................................................39
A. Waktu dan Tempat .......................................................................39
B. Teknik Pengumpulan Data............................................................39
C. Tahap Perencanaan .......................................................................40
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..........................................41
BAB IV PERENCANAAN DESAIN STRUKTUR..........................................42
A. Perhitungan Pelat Lantai...............................................................43
1. Perhitungan beban-beban yang bekerja ..................................44
7. vii
2. Perhitungan momen lentur pelat .............................................46
3. Perhitungan tulangan...............................................................53
4. Kontrol lebar retak ..................................................................59
B. Perhitungan Dinding .....................................................................60
C. Perhitungan Balok.........................................................................70
1. Balok memanjang lantai kolam renang (balok B) ..................70
2. Balok memanjang lantai kolam renang (balok C) ..................79
3. Balok melintang lantai kolam renang (balok 4)......................90
BAB V PENUTUP .........................................................................................100
A. Kesimpulan ..................................................................................100
B. Saran.............................................................................................101
Daftar Pustaka...................................................................................................102
Lampiran...........................................................................................................104
8. viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lokasi Hotel Whiz Makassar.......................................................2
Gambar 2 Keadaan regangan berimbang......................................................9
Gambar 3 Penampang persegi bertulanga tunggal.......................................14
Gambar 4 Penampang persegi bertulangan rangkap....................................16
Gambar 5 Jenis-jenis tulangan geser............................................................18
Gambar 6 Balok katrol dengan beban torsi..................................................21
Gambar 7 Jenis perletakan pada pelat..........................................................26
Gambar 8 Koefisien momen dikalikan (Wu x 𝑙2).........................................28
Gambar 9 Pelat dua arah..............................................................................29
Gambar 10 Menentukan lebar retak...............................................................31
Gambar 11 Distribusi beban untuk L/B < 2...................................................34
Gambar 12 Distribusi beban untuk L/B > 2...................................................34
Gambar 13 Diagram alir pengolahan data .....................................................40
Gambar 14 Denah kolam renang ...................................................................42
Gambar 15 Potongan memanjang..................................................................43
Gambar 16 Potongan melintang.....................................................................43
Gambar 17 Panel lantai..................................................................................46
Gambar 18 Tinggi efektif pelat lantai............................................................54
Gambar 19 Lebar retak pada pelat lantai.......................................................59
Gambar 20 Denah kolam renang ...................................................................60
Gambar 21 Distribusi beban pada dinding panjang.......................................61
Gambar 22 Beban-beban pada dinding panjang............................................61
9. ix
Gambar 23 Distribusi beban pada dinding pendek ........................................65
Gambar 24 Beban mati pada balok B ............................................................70
Gambar 25 Distribusi beban mati pada balok B ............................................70
Gambar 26 Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D......................................72
Gambar 27 Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D.......................................72
Gambar 28 Beban-beban pada balok C .........................................................79
Gambar 29 Beban hidup yang bekerja pada balok C.....................................79
Gambar 30 Beban mati yang bekerja pada balok C.......................................80
Gambar 31 Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D......................................82
Gambar 32 Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D.......................................83
Gambar 33 Beban-beban pada balok 4 ..........................................................90
Gambar 34 Distribusi beban pada balok 4.....................................................90
Gambar 35 Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D......................................92
Gambar 36 Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D.......................................92
10. x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tulangan minimum ρmin yang disyaratkan......................................11
Tabel 2 Tebal minimum h ............................................................................12
Tabel 3 Tebal minimum penutup beton pada tulangan terluar.....................13
Tabel 4 Daftar nilai ∅Vc...............................................................................20
Tabel 5 Nilai Ø VS maks..................................................................................20
Tabel 6 Nilai Ø TC ........................................................................................23
Tabel 7 Nilai Ø TS maks dalam b2h.................................................................24
Tabel 8 Momen yang menentukan per meter lebar dalam jalur tengah
pada pelat dua arah akibat beban terbagi rata..................................30
Tabel 9 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000....................71
Tabel 10 Reaksi perletakan pada balok B ......................................................72
Tabel 11 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000....................82
Tabel 12 Reaksi perletakan pada balok C ......................................................83
Tabel 13 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000....................91
Tabel 14 Reaksi perletakan pada balok 4 .......................................................92
Tabel 15 Perbandingan penulangan pelat lantai.............................................98
Tabel 16 Perbandingan penulangan dinding ..................................................98
Tabel 17 Perbandingan penulangan balok lantai............................................99
11. xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan balok melintang (balok 1)...................................105
Lampiran 2 Perhitungan balok melintang (balok 5)...................................107
Lampiran 3 Perhitungan balok lantai 3.......................................................109
Lampiran 4 Perhitungan balok memanjang (balok A) ...............................117
Lampiran 5 Perhitungan manual reaksi perletakan balok 4 .......................119
Lampiran 6 Perhitungan dimensi balok minimum .....................................123
Lampiran 7 Tabel momen yang menentukan per meter lebar dalam
jalur tengah pada pelat dua arah akibat beban terbagi rata .....125
Lampiran 8 Tabel ρ untuk mutu beton 30 MPa..........................................126
Lampiran 9 Tabel luas penampang tulangan..............................................127
Lampiran 10 Lembar asistensi tugas akhir...................................................128
Lampiran 11 Lembar revisi tugas akhir........................................................134
12. xii
ABSTRAK
Feriyal Sumarno dan Andi Tauhid Hamzah Putra, “Tinjauan Desain
Bangunan Kolam Renang pada Hotel Whiz Makassar”, Makassar, Ir. Yohanis
Sarungallo T., M.T., dan Irka Tangke Datu., S.ST., M.T.
Struktur kolam renang banyak dijumpai di lapangan berada pada
permukaan atau pun tertanam di dalam tanah. Hal ini sangat berbeda dengan
yang ada pada proyek Pembangunan Hotel Whiz Makassar, dimana letak struktur
kolam renang tersebut berada di lantai 3. Hal ini menarik perhatian kami untuk
mengetahui bagaimana desain struktur kolam renang tersebut. Oleh karena itu
dilakukan tinjauan desain untuk menentukan desain struktur bangunan kolam
renang yang terdiri dari pelat, dinding dan balok beton bertulang.
Dalam tugas akhir ini dibahas perencanaan struktur bangunan beton
bertulang dengan menggunakan metode kekuatan batas. Sedangkan untuk
menganalisis perhitungan struktur digunakan persamaan yang telah ditentukan
sesuai dengan perencanaan struktur beton bertulang yang mengacu pada SK SNI
T-15-1991-03.
Dari hasil desain diperoleh desain tulangan berbeda dengan yang ada
dilapangan, dengan hasil desain yang kuat, dan aman yang memenuhi
persyaratan keamanan struktur berdasarkan SK SNI T-15-1991-03.
Kata kunci : struktur kolam renang, beton bertulang, metode kekuatan batas
13. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan gedung merupakan salah satu sektor yang sangat penting
dalam pembangunan nasional. Konstruksi bangunan merupakan tempat
manusia melakukan berbagai kegiatan baik untuk tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan lainya. Dengan kata
lain konstruksi bangunan merupakan penunjang aktifitas manusia. Konstruksi
bangunan terus berkembang mengikuti fenomena baru yang timbul akibat
penggalian sumber daya seperti penemuan teknologi baru, perkembangan
struktur masyarakat, dan peningkatan produksi.
Berkembang pesatnya suatu konstruksi bangunan merupakan bukti
bahwa suatu negara atau daerah mengalami proses kemajuan. Hal ini dapat
dilihat di Indonesia termasuk kota Makassar yang saat ini semakin banyaknya
gedung-gedung yang dibangun.
Proyek Pembangunan Hotel Whiz merupakan hotel berbintang tiga yang
akan hadir di kota Makassar dengan fasilitas–fasilitas yang sesuai dengan
kelasnya yang terletak di Jalan Sultan Hasanuddin (gambar 1). Proyek Hotel
Whiz merupakan bangunan yang menggunakan konstruksi beton bertulang
yang terdiri dari 12 lantai, ditambah lantai basement, dan kolam renang yang
berada pada lantai 3.
14. 2
Gambar 1. Lokasi Hotel Whiz Makassar
Kolam renang merupakan bangunan yang menggunakan konstruksi
beton bertulang yang direncanakan kedap air untuk menahan beban-beban
yang bekerja pada struktur tersebut. Pada umumnya, struktur kolam renang
banyak dijumpai di lapangan berada pada permukaan ataupun tertanam di
dalam tanah. Hal ini sangat berbeda dengan struktur kolam renang pada
proyek Pembangunan Hotel Whiz Makassar, dimana letak struktur kolam
renang berada di lantai 3, sehingga kolam renang tersebut memiliki struktur-
struktur utama antara lain kolom, balok, dinding, dan pelat lantai.
Hal tersebut diatas menarik perhatian kami untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana desain struktur bangunan kolam renang tersebut. Oleh
karena itu, untuk menerapkan dan mengaplikasikan ilmu yang selama ini
dipelajari, maka kami mencoba untuk melakukan tinjauan desain terhadap
struktur bangunan kolam renang pada Hotel Whiz Makassar.
Jl. Pattimura
Taman Macan
Hotel Whiz
Makassar
15. 3
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka kami tertarik untuk
membuat tugas akhir dengan judul ”Tinjauan Desain Bangunan Kolam
Renang pada Hotel Whiz Makassar”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat ditarik berdasarkan uraian yang telah di
kemukakan diatas adalah bagaimana desain struktur bangunan kolam renang
yang terdiri dari pelat, dinding, dan balok beton bertulang pada Hotel Whiz
Makassar ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menentukan desain
struktur bangunan kolam renang yang terdiri dari pelat, dinding, dan balok
beton bertulang pada Hotel Whiz Makassar.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan bahan perbandingan desain struktur bangunan kolam
renang pada Hotel Whiz Makassar.
2. Sebagai bacaan atau literatur bagi penelitian selanjutnya.
3. Dapat dijadikan referensi dalam disiplin ilmu perencanaan konstruksi
teknik sipil.
16. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Metode Perencanaan
Metode perencanaan struktur bangunan beton bertulang pada umumnya
digunakan 2 metode, yaitu metode tegangan kerja (working stress) dan metode
rencana kekuatan (strength design).
1. Metode Tegangan Kerja (Working Stress Method)
Metode ini menetapkan bahwa perencanaan penampang beton
bertulang yang menganggap hubungan tegangan-regangan secara linier
akan menjamin pada saat beban layan, tegangan pada baja maupun beton
tidak melampaui tegangan izinnya. Dengan kata lain semua unsur
struktur direncanakan berdasarkan keadaan yang masih elastis dan
tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan izin, sehingga :
dimana : f = tegangan yang terjadi
f = tegangan yang diizinkan
2. Metode Rencana Kekuatan (Strength Design Method)
Di dalam metode rencana kekuatan ini yang dahulu dinamakan
Ultimate Strength Method (Metode Kekuatan Batas), penampang elemen
struktur direncanakan berdasarkan hubungan tegangan-regangan yang
non-linier, sehingga dicapai kekuatan penuh. Sistem pembebanan yang
dipakai menjadi realistis karena beban dikalikan dengan suatu faktor
f f
17. 5
sedemikian rupa sehingga elemen struktur tersebut mencapai ambang
keruntuhannya. Sistem demikian disebut beban terfaktor (load factored).
Secara umum, metode rencana kekuatan dinyatakan sebagai berikut :
Kekuatan yang ada (tersedia) ditetapkan berdasarkan peraturan yang ada,
sedangkan kuat perlu ditetapkan berdasarkan analisis struktur terhadap
beban berfaktor.
B. Dasar Perencanaan
1. Jenis pembebanan
Dalam merencanakan struktur gedung, digunakan struktur yang
mampu mendukung berat sendiri, beban angin, beban hidup maupun
beban khusus yang bekerja pada bangunan tersebut. Beban-beban yang
bekerja tersebut sesuai dengan peraturan pembebanan untuk gedung 1989.
Pengertian beban-beban yang bekerja pada struktur sebuah gedung adalah
sebagai berikut:
a. Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-
penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut.
b. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghuni atau
penggunaan suatu gedung, dan di dalamnya termasuk beban-beban
pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat dipindahkan,
Kekuatan yang ada ≥ Kekuatan perlu
18. 6
mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari
gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai atau atap gedung tersebut.
c. Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
2. Faktor keamanan
Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncanakan mampu
menahan beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan
faktor keamanan tertentu. Faktor keamanan ini terdiri dari faktor
keamanan yang berkaitan dengan beban luar yang bekerja pada struktur,
disebut faktor beban (U) dan faktor keamanan yang berkaitan dengan
kekuatan struktur (gaya dalam), disebut faktor reduksi kekuatan (Ø).
a. Faktor beban
Agar supaya struktur dan komponen struktur memenuhi syarat
kekuatan dan laik pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban,
maka harus dipenuhi ketentuan dari faktor beban. Dalam SK SNI T-
15-1991-03 dan SK SNI 03-xxxx-2002, faktor beban dicakup dalam
persyaratan kuat perlu untuk beberapa kombinasi beban sebagai
berikut:
1) Kuat perlu U dari komponen struktur yang menahan beban mati D,
paling tidak harus sama dengan persamaan (1).
U = 1,4 D ........................................................................ (1)
19. 7
2) Kuat perlu U dari komponen struktur yang menahan beban mati D
dan beban hidup L paling tidak harus sama dengan persamaan (2).
U = 1,2 D + 1,6 L ............................................................ (2)
3) Bila beban angin W diperhitungkan menurut persamaan (3).
U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W), atau
U = 0,9 D + 1,3 W .......................................................... (3)
Keterangan:
U = kombinasi beban terfaktor
D = beban mati
L = beban hidup
W = beban angin
b. Faktor reduksi kekuatan (Ø)
Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada
komponen struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan Ø, yang
nilainya ditentukan menurut SK SNI T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.2.3
butir 2 sebagai berikut:
1) Lentur, tanpa beban aksial ................................................. 0,8
2) Aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur......................... 0,8
3) Aksial tekan, dan aksial tekan dengan lentur :
Komponen struktur dengan tulangan spiral
Maupun sengkang ikat……………………………….. 0,7
Komponen dengan tulangan sengkang biasa…………
0,65
4) Geser dan torsi …………………………………………… 0,6
5) Tumpuan pada beton …………………………………….. 0,7
20. 8
SK SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.2 butir 7(3) menetapkan nilai
reduksi harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton f’c hingga
atau sama dengan 30 MPa, dan nilai reduksi sebesar 0,008 untuk setiap
kenaikan 1 MPa dari fc = 30 MPa atau dapat dirumuskan sebagai
berikut :
𝛽1 = 0,85 untuk 0 < f’c ≤ 30 MPa
𝛽1 = 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk 30 < f’c ˂ 55 MPa
𝛽1 = 0,65 untuk f’c ≥ 55 MPa
3. Provisi daktilitas
Perilaku daktail pada suatu elemen lentur merupakan hal yang sangat
penting. Perilaku ini untuk menjamin terjadinya peringatan dari struktur di
saat awal keruntuhan pada beban ekstrim. Peringatan ini berupa terjadinya
deformasi yang cukup besar pada saat mendekati beban maksimum.
Dengan demikian seluruh penghuni bangunan tersebut dapat diselamatkan.
Untuk dapat mencapai perilaku daktail ini SK SNI T-15-1991-03
memberikan rekomendasi batasan maksimum luas penampang baja
tulangan terhadap luas penampang beton yang dinyatakan dengan 𝜌.
Lambang 𝜌, yang dikenal sebagai perbandingan tulangan atau rasio
tulangan, digunakan untuk menyatakan jumlah luas relatif tulangan tarik di
dalam suatu balok pada persamaan (4).
ρ =
As
b . d
............................................................................... (4)
21. 9
dimana,
As = luas tulangan tarik (mm2)
b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif (mm)
4. Keadaan regangan berimbang
Suatu defenisi yang sangat berguna di dalam metode kekuatan adalah
keadaan berimbang (Balanced Strain Condition). Yang dimaksud dengan
keadaan regangan berimbang adalah keadaan dimana serat tekan ekstrim
dan tulangan tarik secara bersamaan mencapai masing-masing regangan
𝜀cu (regangan beton maksimum pada saat hancur), dan 𝜀y (regangan pada
saat baja mencapai tegangan leleh). Keadaan ini seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2 (Sarungallo dan Datu, 2008).
Gambar 2. Keadaan regangan berimbang (Sarungallo dan Datu, 2008)
Rasio tulangan 𝜌 𝑏 untuk keadaan regangan berimbang, dapat
diperoleh dengan mengunakan syarat-syarat keseimbangan dan
kompatibilitas. Dari diagram regangan pada gambar 2.b, dengan
mengunakan perbandingan segitiga diperoleh:
3
h
Xb
b cu
0,85 f'c
Penampang Melintang
(a)
Diagram Regangan
(b)
Gaya - Gaya dalam
(c)
ASb
Cb
T =b ASb . fy
ab
3
s
3
y =
f y
E s
22. 10
𝑋 𝑏
𝑑
=
𝜀 𝑐𝑢
𝜀 𝑐𝑢+ 𝜀 𝑦
,
dimana : Es = 2.105 MPa , 𝜀 𝑐𝑢 = 0.003
𝑋 𝑏
𝑑
=
0.003
0.003 +
𝑓 𝑦
𝐸 𝑠
=
600
600 + 𝑓𝑦
Keterangan :
Xb = tinggi garis netral, dihitung dari permukaan tekan atas (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
εcu = regangan tekan beton pada permukaan tekan atas
εy = regangan leleh baja
Gaya-gaya dalam gambar 2.c diperoleh persamaan (5) dan (6).
𝐶 𝑏 = 0.85 .f’c .b .ab= 0.85 . f.c .𝛽1 . xb……………………. (5)
Tb = Asb .fy = 𝜌 𝑏 . b .d .fy ………………………………….. (6)
dimana : Asb = 𝜌 𝑏 . b .d
Dengan menyatakan Cb = Tb, didapat 0,85 .f.c .𝛽1 . xb = 𝜌 𝑏 . b .d .fy, sampai
diperoleh persamaan (7).
𝜌 𝑏 =
0.85 . 𝑓′ 𝑐
𝑓𝑦
.(
600
600 + 𝑓𝑦
)……………….…………………. (7)
dimana tegangan fy dan f’c dalam satuan MPa.
5. Rasio tulangan maksimum dan tulangan minimum
Oleh karena itu besarnya tulangan yang diberikan oleh persamaan (7)
relatif tinggi, maka untuk menjamin pola keruntuhan yang daktail, jumlah
tulangan tarik dibatasi. SK SNI T-15-1991-03 membatasi jumlah tulangan
tarik tidak melebihi 75% dari tulangan keadaan berimbang seperti pada
persamaan (8).
Jadi : 𝜌maks = 0,75 . 𝜌 𝑏 ……………………………………….. (8)
23. 11
Bila balok mengalami momen lentur Mn kecil, maka jumlah tulangan
kecil juga. Balok kemungkinan akan berfungsi dalam keadaan tak retak.
Akan tetapi metode yang akan dipakai untuk menghitung kekuatan lentur,
menganggap beton pada daerah tarik sudah retak. Demikian kemungkinan
bahwa kekuatan nominal Mn yang dihitung dengan penampang yang retak
dan tulangan sedikit mempunyai harga yang lebih kecil daripada Mn yang
dihitung berdasarkan beton polos. Jadi persyaratan daktail mengharuskan
digunakan tulangan minimum yang menghasilkan kekuatan yang sama
dengan balok tanpa tulangan (persamaan (9)).
𝜌 𝑚𝑖𝑛 ≥
0.15 √𝑓′ 𝑐
𝑓𝑦
…………………………………………. (9)
Sedangkan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan 𝜌 𝑚𝑖𝑛 menurut
persamaan (10).
𝜌 𝑚𝑖𝑛 ≥
1.4
𝑓𝑦
………………………………………………… (10)
Menurut Vis dan Kusuma, nilai tulangan minimum ρmin pada
persamaan (9) dan (10) terlalu besar untuk komponen struktur pelat,
sehingga menyarankan besarnya nilai tulangan minimum untuk komponen
struktur pelat yang disyaratkan harus sesuai dengan tabel 1.
Tabel 1 Tulangan minimum ρmin yang disyaratkan (Vis dan Kusuma,
1993)
Komponen Struktur fy = 250 MPa fy = 400 MPa
Balok dan umumnya 0,0058 0,0035
Pelat 0,0025 0,0018
Alternatif 4/3 ρan 4/3 ρan
24. 12
6. Lendutan
Kekuatan dan kemampuan kelayanan struktur terhadap lendutan yang
terjadi akibat beban kerja harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus
direncanakan agar mempunyai kekakuan cukup untuk membatasi
lendutan atau deformasi apapun yang mungkin memperlemah
kekuatan ataupun kemampuan kelayanan struktur pada beban kerja.
b. Pada konstruksi satu arah yang tidak menahan atau bersatu dengan
partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak akibat lendutan
yang besar, kecuali bila perhitungan lendutan mcnunjukkan bahwa
ketebalan yang lebih kecil dapat digunakan tanpa menimbulkan
pengaruh yang merugikan sehingga tebal minimumnya diatur sesuai
SK SNI T-15-1991-03 yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2 Tebal minimum h (SK SNI T-15-1991-03, 1991)
Komponen
Dua
tumpuan
Satu ujung
menerus
Dua ujung
menerus
Kantilever
400 240 400 240 400 240 400 240
Pelat mendukung satu arah
𝑙
20
𝑙
27
𝑙
24
𝑙
32
𝑙
28
𝑙
37
𝑙
10
𝑙
13
Balok mendukung satu arah
𝑙
16
𝑙
21
𝑙
18.5
𝑙
24.5
𝑙
21
𝑙
28
𝑙
8
𝑙
11
Nilai kelangsingan yang diberikan itu berlaku untuk beton normal dan
tulangan dengan fy = 400 MPa. Untuk fy yang lain dapat digunakan faktor
pengali (0,4 +
fy
700
) yang akan menghasilkan nilai apapun.
25. 13
7. Detail penulangan
a. Spasi tulangan
Spasi tulangan dibatasi sesuai yang disyaratkan dalam SK SNI T 1991-
03 pasal 3.16.6 dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jarak bersih antara tulangan sejajar yang selapis tidal boleh kurang
dari db ataupun 25 mm.
2) Jarak bersih antar tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1,5
dtul atau 40 mm.
b. Penutup beton bertulang
Tebal minimum penutup beton yang disyaratkan dalam SK SNI
1991-03 ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3 Tebal minimum penutup beton pada tulangan terluar (Vis dan
Kusuma, 1993)
Komponen struktur Di dalam ruangan Di luar ruangan
Lantai/dinding
Dtul ≤ D36 = 20 mm
Dtul > D36 = 40 mm
D19~D56 = 50 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm
Balok Semua Dtul = 40 mm
Dtul > D16 = 50 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm
Kolom Semua Dtul = 40 mm
Dtul > D16 = 50 mm
Dtul ≤ D16 = 40 mm
Indian Standard dalam Sudarmanto (1996) menyatakan bahwa
untuk permukaan beton bagian dalam (berhubungan dengan air) seperti
permukaan pelat atap bagian dalam, selimut beton harus lebih besar
dari 25 mm atau diameter besi utama. Jika terdapat tanah atau air laut
yang bersifat korosif, maka tebal selimut beton harus ditingkatkan 12
26. 14
mm sehingga menjadi 37 mm, tetapi peningkatan tambahan ini tidak
diperhitungkan dalam perencanaan. Untuk permukaan bagian luar
(tidak berhubungan dengan air), maka tebal selimut beton diambil
seperti beton pada umumnya, yaitu lebih besar dari 13 mm atau
diameter tulangan utama.
C. Perencanaan Balok
1. Analisis penampang persegi bertulangan tunggal akibat lentur
Di dalam perencanaan penampang persegi dengan penulangan tarik
dinamakan juga penampang yang bertulangan tunggal. Permasalahan
adalah menentukan b, d, dan As untuk harga Mn = Mu/∅ yang disyaratkan,
dan sifat bahan f’c dan fy yang diberikan pada gambar 3 (Sarungallo dan
Datu, 2008).
Gambar 3. Penampang persegi bertulang tunggal (Sarungallo dan Datu, 2008)
Kekuatan batas : beton hancur dan baja leleh sehingga pada saat itu
regangan beton pada serat tertekan mencapai regangan maksimum sebesar
𝜀c = 0,003 dan tegangan tarik baja mencapai tegangan lelehnya (fs = fy).
3
h
b c
0,85 f'c
Penampang Melintang
(a)
Diagram Regangan
(b)
Gaya - Gaya dalam
(c)
ASb
C
T = A S . fy
3
s
d
Mn a
(d - a/2)
x
27. 15
a. Jumlah gaya-gaya horizontal = 0
∑ 𝐻 = 0 → C = T
0,85 f’c .a . b = As .fy
a =
As . fy
0.85 .f′c.b
b. Jumlah momen pada suatu titik = 0 (persamaan (11) dan (12))
∑ 𝐻 = 0 → Mn = C (d-a/2)
= T (d-a/2)
Mn = (0,85 . f’c . b) (d-a/2)
Mn = 𝜌 .b.d2. fy (1- 0,59 ρ
fy
f′c
) …………………………… (11)
Momen rancang : ∅ Mn ≥ Mu eksternal, jadi:
Mu = ∅ . 𝜌 .b.d2. fy (1- 0,59 ρ
fy
f′c
)…………………………. (12)
2. Analisis penampang persegi bertulangan rangkap
Penampang persegi dengan penulangan tarik dan tekan dinamakan
juga penampang yang bertulangan rangkap atau rangkap. Ada beberapa
pertimbangan yang mendorong penggunaan tulangan rangkap, yaitu:
a. Aspek deformasi jangka panjang yang merupakan fungsi dari waktu,
seperti rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Adapun kehadiran
tulangan tekan disini berfungsi untuk membebaskan beton dari tekanan
yang terus menerus (persistent).
b. Kemungkinan dari momen luar yang arahnya bolak-balik.
c. Terbatasnya tinggi balok (alasan arsitekturil), maka dibutuhkan
tulangan tekan di dalam menambah kapasitas momen.
28. 16
Penampang bertulang rangkap, analisisnya diuraikan di atas 2
bagian, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4 (Sarungallo dan Datu,
2008) sebagai berikut:
a. Bagian tulangan tunggal (berikut blok tegangan tekan ekivalen).
b. Luas baja tulangan AS2 dan AS’ pada sisi tertarik dan tertekan yang
membentuk koppel T2 dan CS.
Gambar 4. Penampang persegi bertulangan rangkap (Sarungallo dan Datu, 2008)
dimana :
Mn1 = momen nominal bagian I (gambar 4.c)
Mn2 = momen nominal bagian II (gambar 4.d)
Keseimbangan gaya-gaya dalam (persamaan (13) sampai (17)).
a. Bagian I
T1 = Cc ; T1 = As1 . fy
Cc = As1 . fy ; As2 = As’
As1 = As – As2 = As – As’
Jadi :
Mn1 = As1 . fy (d-a/2), atau
0,003
h
b 0,85 f'c
(a) (b) (d)
A S
Cc
T1
3
s
d-d'
a
(d - d')
d'
X
GN
E's Csd'
As1 As2
(c)
= +
As'
T
29. 17
Mn1 = (As – As’). fy (d – a/2)…………………………… (13)
dimana :
a =
As1 .fy
0,85 . f′c . b
=
(As −As′). fy
0,85 . f′c . b
…………………………….. (14)
b. Bagian II
Luas tulangan tekan : As’ = As2
As’ = As2 = (As – As’)
Cs = T2 ; T2 = As2 . fy
Cs = As2 . fy
∑ 𝑀 = 0 (terhaap posisi tulangan tarik)
Mn2 = As2 . fy (d – d’) ……………………………….. (15)
Jumlahkan bagian I dan II :
Mn = (As – As’) fy (d – a/2) + As’ . fy (d – d’)………. (16)
Momen rancang : ∅ Mn ≥ Mu eksternal, jadi :
Mu = ∅ ((As – As’)fy (d – a/2) + As’ . fy (d – d’))…… (17)
Persamaan (17) hanya berlaku apabila tulangan tekan (As’) leleh.
Bila tidak leleh, balok boleh dipandang sebagai penampang bertulangan
tunggal (tulangan tekan diabaikan) atau tulangan tekan diperhitungkan
dengan mencari tegangan aktual fs’, dan menggunakan gaya As’.
30. 18
3. Geser
Gaya geser yang terjadi pada elemen struktur pada umumnya
berkombinasi dengan lentur, torsi atau gaya normal. Sifatnya keruntuhan
akibat gaya geser pada suatu elemen struktur adalah getas (brittle), tidak
daktail, dan keruntuhannya terjadi secara tiba-tiba tanpa ada peringatan.
Jenis tulangan geser pada umumnya dapat dibuat tiga tipe (bentuk)
seperti pada gambar 5 yaitu:
a. sengkang vertikal (gambar 5.a)
b. sengkang miring (gambar 5.b)
c. sengkang kombinasi (gambar 5.c)
Gambar 5. Jenis-jenis tulangan geser (Vis dan Kusuma, 1993)
Tulangan geser berfungsi untuk:
a. menahan sebagian gaya geser pada bagian yang retak.
b. mengurangi pertambahan retak
c. mengikat tulangan utama.
Perencanaan penampang komponen struktur akibat gaya lintang yang
bekerja harus direncanakan (SK SNI-T15-1991-03 pasal 3.4.1)
ditunjukkan pada persamaan (18) sampai (22).
∅Vn ≥ Vu ………………………………………………… (18)
a. sengkang vertikal b. sengkang miring c. sengkang kombinasi
31. 19
Dimana :
Vu = Gaya lintang pada penampang yang terjadi (N)
Vn = kekuatan geser nominal
Vn = Vc + Vs……………………………………………………… (19)
Vc = kekuatan gaya geser akibat beton (N)
Vs = kekuatan geser akibat tulangan (N)
Sebagai pendekatan yang aman nilai Vc dapat diambil berdasarkan
pedoman sebagai berikut :(SK SNI-T15-1991-03 pasal 3.4.3)
Vc =
1
6
. √fy . bw .d………………………………………. (20)
Vc
bw .d √f′c
=
1
6
, dimana
Vc
bw .d
= Vc
Sehingga diperoleh :
Vc
√f′c
=
1
6
Vc =
1
6
√f′c ……………………………………………. (21)
Keterangan :
bw = lebar balok untuk T, untuk penampang persegi bw = b (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
Vc = batas tegangan geser dari penampang (MPa)
f’c = mutu beton (MPa)
Vc =
Av fy d
s
…………………………………………. (22)
=
fy d
s
.
b . s
3 . fy
=
d . b
3
Keterangan :
Av = luas tulangan berpenampang ganda dalam mm2
Av =
b s
3 fy
s = lebar sengkang (mm)
b = lebar balok (mm)
fy = mutu baja (MPa)
32. 20
sehingga diperoleh :
Vu ≤ ∅Vc + ∅Vs …………………………………………. (23)
Dengan menggunakan persamaan (23), nilai-nilai ∅Vc yang
ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4 Daftar nilai ∅Vc (Rahmadi dan Anhar, 2013)
Mutu beton f’c (MPa) 15 20 25 30 35
∅ Vc = 0,1 √f′c
0,39 0,45 0,5 0,55 0,59
Apabila Vu ≥ ∅ Vc maka harus dipasang tulangan geser menurut
persamaan (24).
As =
(Vu − ∅ Vc )rata rata by
∅fy
………………………………… (24)
Bila ditetapkan (Vu – Ø Vc) rata-rata = ØVS, maka ØVS dapat ditulis
kembali dalam bentuk:
Ø VS =
As sengk ∅ fy
by
………………………………………. (25)
VS maks =
2
3
√f′s b . d ……………………………………… (26)
Dengan nilai Ø VS maks untuk berbagai mutu beton diberikan pada
tabel 5.
Tabel 5 Nilai Ø VS maks (Vis dan Kusuma, 1993)
Mutu beton f’c (MPa) 15 20 25 30 35
Ø VS maks 1,55 1,79 2,00 2,19 2,37
Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.4.5 (4), jarak tulangan
geser harus mengikuti ketentuan berikut:
33. 21
Jarak tulangan geser yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu
aksial komponen struktur tidak boleh melebihi ½ d atau 600 mm.
Smaks = ½ d atau S maks = 600 mm
4. Torsi
Secara umum Torsi (puntir) terjadi akibat perputaran balok gelagar
atau kolom terhadap sumbunya. Perputaran ini dapat diakibatkan oleh
beban-beban yang titik kerjanya tidak terletak pada sumbu simetri vertikal
seperti pada gambar 6.
Gambar 6. Balok katrol dengan beban torsi (Vis dan Kusuma, 1993)
a. Torsi Murni
Torsi murni adalah torsi yang hanya diakibatkan oleh adanya lentur
saja. Tegangan yang ditimbulkan oleh momen torsi dapat dihitung
dengan persamaan (27).
vt =
T
Wt
……………………………………………… (27)
34. 22
dimana:
T = momen torsi pada penampang
Wt = momen lawan penampang terhadap torsi
Penampang yang dibebani torsi harus direncanakan sehingga
memenuhi persyaratan pada persamaan (28) sampai (30).
𝑇𝑢 ≤ ∅ 𝑇𝑛 …………………………………………... (28)
dimana:
Tu = momen torsi berfaktor
Tu = 1,2 Td + 1,6 TL…………………………………. (29)
Td = momen torsi akibat beban mati
TL = momen torsi akibat beban hidup
Tn = kuat momen torsi nominal
Tn = Tc + Ts…………………………………………. (30)
Tc = kuat momen torsi nominal yang disumbangkan oleh beton
Ts = kuat momen torsi nominal yang disumbangkan oleh tulangan
torsi
∅ = faktor reduksi kekuatan ( ∅ = 0,6 → torsi)
b. Kuat momen torsi yang disumbangkan oleh beton
Kuat momen torsi yang disumbangkan oleh beton harus dihitung
menggunakan persamaan (31) sampai (33).
Tc =
(
√f′c
15
) ∑ x2
y
√1+ (
0,4 Vu
ct . Tu
)
2
………………………………………… (31)
Untuk torsi murni Vu = 0, maka rumus (31) berubah menjadi:
Tc = (
√f′c
15
) ∑ x2
y ……………………………………… (32)
35. 23
Untuk balok berpenampang persegi rumus Tc berbentuk:
Tc = (
√f′c
15
) b²h…………………………………………. (33)
Nilai ∅ TC untuk berbagai mutu beton diberikan pada tabel 6.
Tabel 6 Nilai Ø TC (Vis dan Kusuma, 1993)
Mutu beton f’c (MPa) 15 20 25 30 35
Ø TC 0,15 0,18 0,20 0,22 0,24
Bila Tu > ∅ Tc, maka diperlukan tulangan torsi.
c. Tulangan torsi
SKSNI T15-1991-03, menetapkan bahwa kuat momen torsi nominal
yang disumbangkan oleh tulangan torsi, ditentukan dengan rumus
persamaan (34).
Ts =
At .αt.X1.y1.fy
s
…………………………………………. (34)
dimana:
At = luas satu kaki sengkang penahan torsi sejarak S
S = jarak dari pusat ke pusat sengkang.
αt = koefisien sebagai fungsi dari X1 dan Y1 , dengan:
αt =
(2 +
𝑌1
𝑋1
)
3
atau untuk balok persegi :
αt =
(2 +
ℎ1
𝑏1
)
3
≤ 1,5
Nilai maksimum dari kuat momen torsi nominal yang disumbangkan
oleh tulangan seperti persamaan (35).
Ts < 4 Tc ………………………………………………….. (35)
36. 24
Nilai maksimum ØTs maks untuk bebagai mutu beton diberikan pada
tabel 7.
Tabel 7 Nilai Ø Ts maks dalam b2h (Vis dan Kusuma, 1993)
Mutu beton f’c (MPa) 15 20 25 30 35
Ø TS (b2h) 0,62 0,72 0,80 0,88 0,95
Dengan tulangan torsi minimum (persamaan (36)) sebesar:
As sengk. min =
b .y
3 fy
………………………………………….. (36)
Jarak maksimum sengkang ditetapkan sebesar S ≤
( 𝑋1+ 𝑌1 )
4
dengan
sengkang maksimum 300 mm.
d. Torsi dan gaya lintang
Dalam prakteknya, torsi murni hampir tidak akan terjadi. Umumnya
penampang yang harus menyalurkan torsi maupun gaya lintang.
Menurut SKSNI T15-1991-03, bila terdapat kombinasi gaya lintang
dan beban torsi, maka torsi yang terjadi dapat diabaikan apabila
(persamaan (37) dan (38)).
Tu < ∅ [(
√f′c
20
) . ∑ x2
.y]………………………………… (37)
Untuk balok persegi syarat tersebut berbentuk:
Tu < ∅ [(
√f′c
20
) . b2
. h]………………………………….. (38)
Besarnya kuat geser dan kuat momen torsi nominal yang
disumbangkan oleh beton menggunakan persamaan (39) sampai (41).
37. 25
Vc =
(
√f′c
6
)bw . d
√[1+ (2,5 Ct
Tu
Vu
)
2
]
…………………………………….. (39)
Tc =
(
√f′c
6
) ∑ x2
y
√[1+ (
0,4 Vu
ct Tu
)
2
]
……………………………………….. (40)
Ct =
bw .d
∑x2 y
………………………………………………. (41)
Untuk penampang persegi dan mengganggap d = 0.85 h, maka
dihitung menggunakan persamaan (42) sampai (44).
Ct =
b .d
b2 .h
=
d
bh
……………………………………………. (42)
Vc =
(
√f′c
6
) bd
√[1 + (
2,1 Tu
b Vu
)
2
]
…………………………………….. (43)
Tc =
(
√f′c
15
) b2
h
√[1 + (
b Vu
2,1 Tu
)
2
]
…………………………………….. (44)
Prosedur perencanaan tulangan terhadap kombinasi gaya lintang dan
Torsi tidak lain adalah perhitungan nilai ∅Vc dan ∅Tc yang direduksi,
kemudian tulangan ditentukan terhadap sisa gaya lintang ∅Vs = Vu -
∅Vc dan sisa momen torsi ∅Ts = Tu - ∅Tc.
38. 26
D. Perencanaan Pelat
1. Syarat-syarat tumpuan
Dalam perencanaan pelat beton bertulang yang perlu
dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat–
syarat tumpuan pada tepi. Syarat–syarat tumpuan menentukan jenis
perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Terdapat tiga jenis
perletakan tepi pelat, yaitu :
a. Tepi tertumpu bebas
Pelat dikatakan tertumpu bebas bila pelat dapat berotasi bebas pada
tumpuan (gambar 7.a).
b. Tepi terjepit sebagian.
Pelat dikatakan terjepit elastis jika balok tepi tidak cukup kuat untuk
mencegah rotasi sama sekali (gambar 7.b).
c. Tepi terjepit penuh
Pelat dikatakan terjepit penuh jika tumpuan mencegah pelat berotasi
dan relatife sangat kaku terhadap momen puntir (gambar 7.c).
Gambar 7. Jenis perletakan pada pelat (Asroni, 2010)
39. 27
2. Klasifikasi pelat
Pelat diklasifikasikan berdasarkan cara pelat tersebut “didukung”.
Dengan sistem pendukung tersebut, pelat akan melendut dalam satu arah
atau dua arah. Oleh karena itu pelat diklasifikasikan atas pelat satu arah,
dan pelat dua arah.
a. Pelat satu arah (One way slab)
Pelat satu arah adalah pelat yang biasanya hanya ditumpu pada
ke dua sisinya yang saling berhadapan atau pelat yang ditumpu pada
ke empat sisinya, tetapi perbandingan antara sisi panjang (ly ) dan sisi
pendek (lx) lebih besar dari 2, dimana beban pelat hanya dipikul dalam
arah bentang pendek.
Distribusi gaya dalam pada pelat satu arah di atas 2 atau lebih
tumpuan dapat dianggap sebagai balok di atas dua atau lebih tumpuan.
Untuk struktur statis tertentu, besar reaksi perletakan dan gaya–gaya
dalamnya dapat ditentukan dengan 3 persamaan keseimbangan statika.
∑ M = 0 ; ∑ V = 0 ; ∑ H = 0
Untuk struktur statis tak tentu, besar reaksi perletakannya dapat
ditentukan dengan cara Takabeya, cara Cross, cara-cara Dalil 3
momen, cara Matriks dan lain-lain. Selain cara tersebut, besarnya
gaya-gaya dalam dapat juga dihitung dengan cara Koefisien Momen,
asalkan batasan-batasan berikut dipenuhi, yaitu:
1. Jumlah bentang ≥ 2
40. 28
2. Panjang bentang lebih kurang sama dengan ketentuan bahwa
bentang terpanjang dari dua bentang yang bersebelahan tidak
berbeda 20% dari bentang yang pendek.
3. Beban yang bekerja adalah beban yang terbagi rata
4. Beban hidup ≤ 3 x beban mati
5. Penggunaan koefisien momen dapat berdasarkan:
- Untuk momen lapangan : bentang teoritis (l) di antara dua
tumpuan.
- Untuk momen tumpuan : bentang teoritis (l) rata-rata di kiri
dan kanan tumpuan.
6. Koefisien momen-momen yang ditetapkan dalam SKSNI T-15-
1991-03 yang ditunjukkan pada gambar 8.
Gambar 8. Koefisien Momen dikalikan (Wu x 𝑙2) ((Vis dan Kusuma, 1993)
41. 29
b. Pelat dua arah (Two way slab)
Pelat dua arah adalah pelat yang ditumpu pada ke empat sisinya,
dimana perbandingan antara sisi panjang (ly ) dan sisi pendek (lx) lebih
kecil atau sama dengan 2.
Gambar 9. Pelat dua arah (Sudarmanto, 1996)
Pelat dua arah dikhususkan pada panel pelat yang berbentuk
empat persegi panjang dengan tebal pelat tetap momen lenturnya
dihitung dengan metode koefisien momen.
Perhitungan gaya–gaya dalam (Mtp dan Mlap) dapat menggunakan
tabel–tabel koefisien momenyang ada, diantaranya PBI 1971 dan SK
SNI T15-1991-03.
Momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1 meter, masing-
masing pada arah bentang pendek dan panjang, ditentukan menurut
persamaan (45).
M = ± 0,001 q 𝑙 𝑥
2 C …………………………………. (45)
Keterangan :
Q = beban terdistribusi merata
𝑙 𝑥 = bentang pendek
C = koefisien yang tergantung dari perbandingan
𝑙 𝑦
𝑙 𝑥
dan
kondisi tumpuannya.
𝑙 𝑦
𝑙 𝑥
≤ 2
42. 30
Untuk menghitung momen-momen lapangan dan tumpuan di
dalam panel pelat persegi yang menumpu pada ke empat sisinya akibat
beban terbagi rata untuk berbagai kondisi tumpuan, yang ditunjukkan
pada tabel 8.
Tabel 8 Momen yang menentukan per meter lebar dalam jalur tengah
pada pelat dua arah akibat beban terbagi rata (Sudarmanto, 1996)
Keterangan: bebas
terjepit elastis/sebagian
43. 31
3. Retak
Retak pada komponen struktur dengan penulangan dapat
mengakibatkan korosi terhadap baja tulangan. Karena volume karat lebih
besar dari volume baja semula, maka pembentukan karat memungkinkan
beton di sekitar tulangan akan pecah dan lepas. Karena itu sangat wajar
bila meninjau lebar retak dan harus memperhitungkan kemungkinan
korosi.
Dalam SK SNI T 15-1991-03 pasal 3.3.3-6 agar persyaratan untuk
batas lebar retak memadai maka ditetapkan nila Z menggunakan
persamaan (46).
Z = fs √dc
3
.A …………………………………………….. (46)
Keterangan:
Z = Lebar retak (mm)
fs = Tegangan pada tulangan (0,6 x fy)
dc = Jarak antara titik berat tulangan tarik ke serat terluar
A = Luas (2 x dc x s )
Gambar 10. Menentukan lebar retak (Vis dan Kusuma, 1993)
44. 32
dimana:
Z ≤ 30 MN/m untuk struktur di dalam ruangan
Z ≤ 25 MN/m untuk struktur yang dipengaruhi cuaca
Rumus ini hanya berlaku untuk harga-harga fy yang lebih besar dari
300 MPa, sedangkan untuk mutu baja fy ≤ 300 MPa, lebar retak tidak perlu
diperiksa kembali.
E. Perencanaan Dinding Persegi Empat
Dalam merencanakan dinding bangunan kolam renang dengan
perletakan jepit pada bagian bawah dinding dan bebas pada bagian atas
(kantilever), dinding harus dapat menahan tekanan air dari dalam maupun
tekanan tanah dari luar. Prinsip perencanaan dinding kolam renang seperti ini
adalah sama dengan prinsip perencanaan dinding tangki persegi empat.
Dalam merancang dinding tangki persegi empat atau polygonal harus
dipertimbangkan terhadap hal-hal berikut (Sudarmanto, 1996):
1. Pada ujung tepi dinding vertikal harus dipasang tulangan horizontal,
walaupun dinding dirancang untuk menahan seluruh beban seperti balok
vertikal atau kantilever tanpa penopang samping.
2. Dalam hal tangki persegi empat atau polygonal, dinding berperilaku
sebagai pelat dua arah, apabila dindingnya ditahan pada arah horizontal,
dan dijepit atau diengsel pada dasarnya, atau bebas pada puncaknya.
Dengan demikian dinding berfungsi sebagai pelat tipis yang menerima
muatan segitiga dan dengan kondisi batas variasi antara pengekangan
penuh dan ujung yang bebas.
45. 33
Pada dinding tangki persegi momen lentur terjadi dalam dua arah, yaitu
arah vertikal dan arah horizontal. Oleh sebab itu, dipergunakan metode
pendekatan untuk merencanakan dinding tangki seperti ini.
Perilaku dinding dipengaruhi oleh besarnya perbandingan atau rasio sisi
panjang terhadap sisi pendek (L/B). Oleh sebab itu, perencanaan dinding
tangki persegi empat diklasifikasikan menjadi dua kondisi yaitu untuk rasio
L/B < 2 dan untuk rasio L/B > 2.
a. Untuk rasio L/B < 2
Untuk tangki persegi yang perbandingan panjang terhadap lebar kurang
dari dua, dinding tangki direncanakan sebagai frame menerus yang bekerja
tekanan yang bervariasi dari nol pada bagian atas sampai maksimum pada
H/4 atau 1 meter dari atas. Bagian bawah segitiga H/4 atau 1 meter dari
dasar direncanakan sebagai kantilever (gambar 11). Penampang dinding
direncanakan untuk memikul kombinasi gaya tarik langsung dan momen
lentur.
Gaya tarik langsung pada dinding panjang dihitung menggunakan
persamaan (47).
T =
ɣw (H - h) B
2
………………………………………………. (47)
Gaya tarik langsung pada dinding pendek dihitung menggunakan
persamaan (48).
T =
ɣw (H - h) L
2
………………………………………………. (48)
46. 34
Gambar 11. Distribusi beban untuk L/B < 2 (Sudarmanto, 1996)
a. Untuk rasio L/B > 2
Untuk dinding tangki persegi yang mempunyai perbandingan sisi panjang
dan sisi lebar lebih besar dua, dinding panjang direncanakan sebagai
kantilever dan dinding pendek sebagai pelat yang ditumpu pada dinding
panjang. Bagian bawah dinding sejauh H/4 atau 1 meter dari dasar,
direncanakan sebagai kantilever (gambar 12).
Gambar 12. Distribusi beban untuk L/B > 2 (Sudarmanto, 1996)
47. 35
Momen lentur maksimum pada dinding panjang terjadi pada bagian dasar
yang besarnya sesuai persamaan (49).
M = ½ ɣw H x H x
H
3
=
ɣw H³
6
………………………………… (49)
Pada dinding pendek, momen maksimum terjadi pada kedalaman (H- h).
Besarnya momen tumpuan (persamaan (50) adalah:
Mt =
ɣw (H − h) B²
12
……………………………………………… (50)
Besarnya momen lapangan (persamaan (51) adalah:
Ml =
ɣw (H − h) B²
16
……………………………………………… (51)
Bagian bawah dinding pendek direncanakan sebagai kantilever dan
besarnya momen maksimum terhadap dasar dinding dihitung
menggunakan persamaan (52).
M =
ɣw H h²
6
atau
ɣw H x 1²
6
……………………………………. (52)
Dari kedua nilai ini diambil yang lebih besar. Pada dinding panjang dan
pendek bekerja gaya tarik langsung. Gaya tarik langsung pada dinding
panjang diberikan dengan persamaan (53).
T =
ɣw (H − h) B
2
……………………………………………… (53)
Untuk dinding-dinding pendek diasumsikan bahwa 1 meter lebar pada
ujung dari masing-masing dinding panjang menyokong gaya tarik
langsung pada dinding pendek. Gaya tarik langsung pada dinding pendek
dihitung menggunakan persamaan (54).
T = ɣw (H – h) ………………………………………………. (54)
48. 36
Pada dinding bekerja momen lentur netto Mn dan gaya tarik cincin T,
maka luas tulangan yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan (55).
As =
Mnet
jd fs
+
T
fs
…………………………………………........... (55)
dengan Mnet = M – T x
F. Analisis Struktur dengan SAP2000
Berbeda dari program komputer umum (AutoCAD, Word, Excel),
program computer khusus rekayasa struktur seperti SAP2000 tidak mau
bertanggung jawab jika programnya dipakai dan hasilnya menimbulkan
masalah. Itu menjadi tanggung jawab dari pemakai sendiri, seperti tercantum
pada disclaimer yang disertakan pada manual book saat softaware tersebut di-
install pada komputer. Pada disclaimer tersebut tertulis bahwa program hanya
untuk engineer yang berkompoten dan dapat menentukan hasilnya sudah
benar atau tidak. Ini berarti pemakainya dituntut untuk memiliki kompetensi
yang lebih dalam bidang rekayasa.
Rekayasa struktur dari istilah structural engineering, ilmu utama pada
bidang rekayasa teknik sipil yang mempelajari respon struktur terhadap
pemberian beban. Umumnya dimulai dari pembuatan model struktur,
kemudian dianalisis untuk menghitung gaya-gaya internal batang, reaksi
tumpuan dan deformasi yang terjadi, lalu desain penampang dan detail
sambungan. Memeriksa kelayakan elemen struktur dan sistem sambungan
untuk menjamin bahwa sistem dan elemen struktur dapat bekerja dengan baik
49. 37
sesuai persyaratan dan peraturan yang berlaku, yang umumnya bisa ada
perbedaan di setiap negara (Dewobroto, 2013).
Dalam rangka pemodelan struktur, SAP2000 memiliki sejumlah elemen
yang dapat dimanfaatkan. Dari sisi geometri, pemodelan struktur dapat
dikategorikan menjadi struktur garis (balok, kolom), struktur permukaan (pelat
lantai, dinding) dan struktur pejal/solid. Penyelesaian analisa struktur dengan
pemodelan struktur garis relatif sederhana, sehingga banyak menjadi pilihan
dibandingkan pemodelan struktur yang lain. Oleh karena itu metode
penyelesaian pemodelan “struktur garis” mendominasi pembelajaran di
tingkat perguruan tinggi seperti cremona, cross, takabeya, slope-deflection
dan sebagainya.
Struktur garis dapat dibuat dalam SAP2000 menggunakan elemen frame
melalui menu Draw – Draw Frame dengan terlebih dahulu mendefinisikan
jenis material yang digunakan serta jenis penampang apa yang digunakan
sehingga nantinya hasil analisis dapat benar memberikan hasil yang sesuai.
Sebagai produk akhir dari analisis struktur adalah reaksi perletakan dan
gaya-gaya internal. Keduanya dapat diperoleh dengan melakukan analisis
dalam SAP2000. Untuk menampilkan hasil analisis berupa reaksi perletakan
dalam SAP2000, dapat diakses melalui menu display – show forces/stresses –
joints yang tentunya setelah struktur melalui tahap run analysis. Reaksi
perletakan yang diberikan berupa reaksi akibat berbagai jenis beban yang
50. 38
diberikan atau reaksi akibat kombinasi beban yang telah didefinisikan sebelum
run analysis dilakukan.
Sebagai engineer yang baik, hasil analisis yang diperoleh berupa reaksi
perletakan harusnya dicek/dibandingkan dengan menggunakan analisis
struktur klasik secara manual sehingga hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat diyakini kebenarannya.
51. 39
BAB III
METODE PERENCANAAN
A. Waktu dan Tempat
Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Februari 2014 pada
proyek Pembangunan Hotel Whiz yang terletak di Jalan Sultan Hasanuddin,
Kota Makassar.
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat
mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Beberapa cara yang dilaukan antara lain:
1. Metode observasi
Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis kolam
renang diperoleh dari hasil survey langsung ke lokasi proyek
Pembangunan Hotel Whiz Makassar.
2. Pengambilan data
Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari PT.
Sagita Utama Lestari selaku kontraktor pelaksana berupa gambar struktur.
3. Melakukan studi kepustakaan
Membaca buku-buku dan referensi yang berhubungan langsung dengan
judul yang dibahas sehingga dapat membantu dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
52. 40
C. Tahap Perencanaan
Adapun tahap-tahap perencanaan ini secara garis besar dapat dilihat pada
diagram alir pada gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir pengolahan data
Survey dan pengumpulan data proyek :
Gambar struktur
Spesifikasi material, dll
Metode Observasi
Metode Wawancara
Studi Pustaka
Data Proyek
Perhitungan beban-beban yang bekerja
Analisa struktur
Tidak
Gambar detail penulangan
hasil desain struktur
Ya
Desain struktur :
pelat, dinding dan balok
Komentar / Simpulan
Kontrol desain
Data eksisting
Selesai
Mulai
53. 41
D. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Metode yang ditempuh penulis dalam menganalisa dan membahas
perhitungan-perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan
yang diambil dari referensi sesuai dengan perencanaan struktur beton
bertulang yang mengacu pada SK SNI T-15-1991-03.
54. 42
BAB IV
PERENCANAAN DESAIN STRUKTUR
Diketahui denah pelat lantai kolam renang Hotel Whiz Makassar seperti pada
gambar (14), dengan data perencanaan sebagai berikut:
Data material
Mutu beton f’c = 30 MPa
Mutu baja fy = 400 MPa
Berat isi beton ɣb = 2400 kg/m3
Berat isi air ɣw = 1000 kg/m3
Data gambar
Gambar 14. Denah kolam renang
1400 3125 6000 2180
21003400
L = 12705
B=5500
55. 43
Gambar 15. Potongan memanjang
Gambar 16. Potongan melintang
A. Perhitungan Pelat Lantai
Mutu beton = 30 MPa
Mutu baja = 400 MPa
Berat isi beton = 2400 kg/m3
Berat isi air = 1000 kg/m3
Tebal pelat lantai = 25 cm
56. 44
1. Perhitungan beban-beban yang bekerja
Perhitungan beban-beban yang bekerja pada pelat ditinjau dalam kondisi
kolam renang terisi penuh air, kondisi kolam renang kosong serta kondisi
kolam renang terisi penuh dan ada orang berenang.
Kondisi kolam renang terisi penuh air
Beban Mati
Berat sendiri pelat = 0,25 x 24 = 6 kN/m2
Berat air = 1,12 x 10 = 11,2 kN/m2
Berat plafond + penggantung = (0,11 + 0,07) = 0,18 kN/m2
Berat tegel = 0,24 = 0,24 kN/m2
Berat spesi tebal 3 cm = 3 x 0,21 = 0,63 kN/m2 +
∑ WD total = 18,25 kN/m2
Beban terfaktor (WU)
WU = 1,4 WD
= 1,4 x 18,25 = 25,55 kN/m2
Kondisi kolam renang kosong
Beban Mati
Berat sendiri pelat = 0,25 x 24 = 6 kN/m2
Berat plafond + penggantung = (0,11 + 0,07) = 0,18 kN/m2
Berat tegel = 0,24 = 0,24 kN/m2
Berat spesi tebal 3 cm = 3 x 0,21 = 0,63 kN/m2 +
∑ WD total = 7,05 kN/m2
57. 45
Beban Hidup
Beban hidup lantai (WL) = 100 Kg/m2 = 1,0 kN/m2
Beban terfaktor (WU)
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
= 1,2 x 7,05 + 1,6 x 1,0
= 10,06 kN/m2
Kondisi kolam renang terisi penuh air dan ada orang berenang
Beban Mati
Berat sendiri pelat = 0,25 x 24 = 6 kN/m2
Berat air = 1,12 x 10 = 11,2 kN/m2
Berat plafond + penggantung = (0,11 + 0,07) = 0,18 kN/m2
Berat tegel = 0,24 = 0,24 kN/m2
Berat spesi tebal 3 cm = 3 x 0,21 = 0,63 kN/m2 +
∑ WD total = 18,25 kN/m2
Beban Hidup
Beban hidup lantai (WL) = 100 Kg/m2 = 1,0 kN/m2
Beban terfaktor (WU)
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
= 1,2 x 18,25 + 1,6 x 1,0
= 23,5 kN/m2
Dari ke tiga kondisi di atas diambil beban terfaktor terbesar yaitu kondisi
kolam renang terisi penuh air dengan beban terfaktor sebesar 25,55 kN/m2.
58. 46
Ly = 3,4
Lx=1,4
2. Perhitungan momen lentur pelat
Gambar 17. Panel lantai
a. Panel A
Momen lentur pelat:
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
3,4
1,4
= 2,4 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993)
diperoleh:
Clx = [
(80-72)
(2,5-2,0)
x (2,4 - 2,0)] + 72 = 78,4
Cly = 19
Ctx = [
(122-117)
(2,5-2,0)
x (2,4 - 2,0)] + 117 = 121
Cty = [
(73-76)
(2,5-2,0)
x (2,4 - 2,0)] + 76 = 73,6
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 78,4
= 3,926 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 19 = 0,951 kN.m
59. 47
Ly = 3,4
Lx=3,125
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 121
= - 6,060 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 73,6
= - 3,686 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 3,926 = 1,963 kN.m
Mtiy = ½ x Mly = ½ x 0,951 = 0,476 kN.m
b. Panel B
Momen lentur pelat:
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
3,4
3,125
= 1,09 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993)
diperoleh:
Clx = 32,05 Ctx = 64,5
Cly = 23,2 Cty = 54,45
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,1252 x 32,05
= 7,997 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,1252 x 23,2
= 5,789 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,1252 x 64,5
= - 16,094 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,1252 x 54,45
= - 13,586 kN.m
60. 48
Ly = 6,0
Lx=3,4
Mtiy = ½ x Mlx = ½ x 7,997 = 3,999 kN.m
c. Panel C
Momen lentur pelat:
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
6,0
3,4
= 1,76 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma,
1993) diperoleh:
Clx = 62,6
Cly = 18,4
Ctx = 106,4
Cty = 76
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,42 x 62,6
= 18,489 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,42 x 18,4
= 5,435 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,42 x 106,4
= - 31,426 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 3,42 x 76
= - 22,447 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 18,489 = 9,245 kN.m
61. 49
Ly = 3,4
Lx=2,18
d. Panel D
Momen lentur pelat:
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
3,4
2,18
= 1,6
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993)
diperoleh:
Clx = 61
Cly = 22
Ctx = 106
Cty = 77
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,182 x 61
= 7,407 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,182 x 22
= 2,671 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,182 x 106
= - 12,871 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,182 x 77
= - 9,350 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 7,407 = 3,704 kN.m
Mtiy = ½ x Mly = ½ x 2,671 = 1,336 kN.m
62. 50
Ly = 2,1
Lx=1,4
e. Panel E
Momen lentur pelat:
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
2,1
1,4
= 1,5 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993)
diperoleh:
Clx = 56,5
Cly = 22,5
Ctx = 101,5
Cty = 77
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 56,5
= 2,829 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 22,5
= 1,127 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 101,5
= - 5,083 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 1,42 x 77
= - 3,856 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 2,829 = 1,415 kN.m
Mtiy = ½ x Mly = ½ x 1,127 = 0,564 kN.m
63. 51
Ly = 3,125
Lx=2,1
Ly = 6,0
Lx=2,1
f. Panel F
Momen lentur pelat :
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
3,125
2,1
= 1,48 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma,
1993) diperoleh :
Clx = 51 Ctx = 92,8
Cly = 21,8 Cty = 74,8
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 51 = 5,746 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 21,8 = 2,456 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 92,8
= - 10,456 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 74,8
= - 8,428 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 5,746 = 2,873 kN.m
g. Panel G
Momen lentur pelat :
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
6,0
2,1
= 2,85 → Diinterpolasi
64. 52
Ly = 2,18
Lx=2,1
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh :
Clx = 67,8 Ctx = 123,1
Cly = 16 Cty = 71,6
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 67,8
= 7,639 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 16
= 1,803 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 123,1
= - 13,870 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 71,6
= - 8,068 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 7,639 = 3,819 kN.m
h. Panel H
Momen lentur pelat :
M = 0,001 x Wu x lx
2 x C
ly
lx
=
2,18
2,1
= 1,04 → Diinterpolasi
Dari tabel 14 (Vis dan Kusuma, 1993)
diperoleh :
Clx = 32,2 Ctx = 67,2
Cly = 29,4 Cty = 69,2
65. 53
Mlx = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 32,2
= 3,628 kN.m
Mly = 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 29,4
= 3,313 kN.m
Mtx = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 67,2
= - 7,518 kN.m
Mty = - 0,001 x Wu x lx
2 x C = 0,001 x 25,55 x 2,12 x 69,2
= - 7,797 kN.m
Mtix = ½ x Mlx = ½ x 3,628 = 1,814 kN.m
Mtiy = ½ x Mly = ½ x 3,313 = 1,656 kN.m
Untuk perhitungan tulangan diambil Mmaks dari semua panel:
Mlx = 18,489 kN.m → Panel C
Mly = 5,789 kN.m → Panel B
Mtx = 31,426 kN.m → Panel C
Mty = 22,497 kN.m → Panel C
Mtix = 9,245 kN.m → Panel C
Mtiy = 3,999 kN.m → Panel B
3. Perhitungan tulangan
Tebal pelat, h = 250 mm
Penutup beton diambil, Sb = 40 mm
Diperkirakan diameter tulangan D = 10 mm.
66. 54
Gambar 18. Tinggi efektif pelat lantai
Tinggi efektif d dalam arah x adalah:
dx = h – Sb – ½ Dx = 250 – 40 – ½.10 = 205 mm
Tinggi efektif d dalam arah y adalah:
dy = h – Sb – Dx – ½ Dy = 250 – 40 – 10 – ½.10 = 195 mm.
Momen lapangan arah x
Mu = Mlx = 18,489 kN.m
Mu
b.d²
=
18,489
1,0 x 0,205²
= 439,95 kN/m2 ≈ 440 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
400 0,0013
500 0,0016
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0016−0,0013)
(500−400)
x (440 - 400)] + 0,0013 = 0,00142
ρmin =
1,4
fy
=
1,4
400
= 0,0035
ρmaks = 0,75 x ρb
67. 55
ρb = 0,85 x β1 x
f′c
fy
x (
600
600 + fy
) → β1 = 0,85 (30 ≤ 30 MPa)
= 0,85 x 0,85 x
30
400
x (
600
600 + 400
)
= 0,0325
ρmaks = 0,75 x 0,0325
= 0,0244
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,00142
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As tul = ρmin x b x dx
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Momen lapangan arah y
Mu = Mly = 5,789 kN.m
Mu
b.d²
=
5,789
1,0 x 0,195²
= 152,2 kN/m2 ≈ 153 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
100 0,0003
200 0,0006
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0006−0,0003)
(200−100)
x (153 - 100)] + 0,0003 = 0,00045
68. 56
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,00045
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As tul = ρmin x b x dy
= 0,0035 x 1000 x 195 = 682,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Momen tumpuan arah x
Mu = Mtx = 31,426 kN.m
Mu
b.d²
=
31,426
1,0 x 0,205²
= 747,8 kN/m2 ≈ 748 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
700 0,0022
800 0,0026
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0026−0,0022)
(800−700)
x (748 - 700)] + 0,0022 = 0,0024
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,0024
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As tul = ρmin x b x dx
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
69. 57
Tulangan bagi:
As = 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Momen tumpuan arah y
Mu = Mty = 22,497 kN.m
Mu
b.d²
=
22,497
1,0 x 0,195²
= 592 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
500 0,0016
600 0,0019
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0019−0,0016)
(600−500)
x (592 - 500)] + 0,0016 = 0,00188
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,00188
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As tul = ρmin x b x dy
= 0,0035 x 1000 x 195 = 682,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Tulangan bagi:
As = 0,0035 x 1000 x 195 = 682,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
70. 58
Momen jepit tak terduga arah x
Mu = Mtix = 9,245 kN.m
Mu
b.d²
=
9,245
1,0 x 0,205²
= 219,99 kN/m2 ≈ 220 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
200 0,0006
300 0,0009
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0009−0,0006)
(300−200)
x (220 - 200)] + 0,0006 = 0,00066
As tul = ρ x b x dx
= 0,00066 x 1000 x 205 = 136 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Tulangan bagi:
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Momen jepit tak terduga arah y
Mu = Mtiy = 3,999 kN.m
Mu
b.d²
=
3,999
1,0 x 0,195²
= 105,2 kN/m2 ≈ 106 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
100 0,0003
200 0,0006
71. 59
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0006−0,0003)
(200−100)
x (106 - 100)] + 0,0003 = 0,00032
As tul = ρ x b x dy
= 0,00032 x 1000 x 195 = 63 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Tulangan bagi:
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
4. Kontrol lebar retak
Untuk menghindari kemungkinan korosi, maka lebar retak harus dikontrol
dengan lebar retak yang disyaratkan untuk konstruksi yang dipengaruhi
cuaca sebesar 0,30 mm.
Lantai kolam renang dengan :
Dtul = 10 mm, selimut beton = 40 mm dan fy = 400 MPa.
Gambar 19. Lebar retak pada pelat lantai
dc = 40 + ½ x 10 = 45 mm
A = 2 x 45 x 100 = 9000 mm2
100 100
dc
2dc
100
72. 60
w = 11 x ß x fs x √dc .A3
x 10-6
= 11 x 1,2 x 0,6 x 400 x √45 x 9000
3
x 10-6
= 0,23 mm < 0,30 mm → Ok.
B. Perhitungan Dinding
Gambar 20. Denah kolam renang
Nilai perbandingan,
L
B
=
12,705
5,500
= 2,31
Karena perbandingan L/B lebih besar 2, maka dinding panjang direncanakan
sebagai kantilever dan dinding pendek sebagai pelat yang ditumpu pada
dinding panjang. Satu meter bagian bawah dinding pendek direncanakan
sebagai pelat kantilever.
1400 3125 6000 2180
21003400
L = 12705
B=5500
73. 61
Perencanaan dinding panjang
Distribusi beban pada dinding panjang ditunjukkan pada gambar 21. Beban
pada dinding panjang ditinjau dalam kondisi kolam renang penuh.
Gambar 21. Distribusi beban pada dinding panjang
Gambar 22. Beban-beban pada dinding panjang
74. 62
Perhitungan beban-beban yang bekerja pada dinding
Beban titik (p)
Berat listplank = 0,15 x 0,45 x 1 x 24 = 1,62 kN
Berat partisi kaca = 1,5 x 1 x 0,1 = 0,15 kN
Beban terfaktor (p) :
= 1,4 x (1,62 + 0,15) = 2,478 kN
Beban merata (q)
Beban mati
Berat sendiri pelat = 0,15 x 0,30 x 24 = 1,08 kN/m
Berat air = 0,3 x 0,3 x 10 = 0,9 kN/m
Berat tegel = 0,24 x 0,3 = 0,072 kN/m
Berat spesi = 3 x 0,3 x 0,21 = 0,19 kN/m +
= 2,242 kN/m
Beban terfaktor (q) :
= 1,4 x 2,242 = 3,139 kN/m
Momen lentur maksimum pada dasar dinding:
M =
γω x h³
6
+ ½ x q.l2 + p.l
=
10 x 1,12³
6
+ (½ x 3,139 x 0,32) + (2,478 x 0,3)
= 3,226 kN.m
75. 63
Perhitungan luas tulangan yang diperlukan:
Dengan tebal dinding = 250 mm, selimut beton sb = 40 mm dan diperkirakan
diameter tulangan yang digunakan D = 10 mm, maka tinggi efektif:
d = tebal dinding – sb – ½ D
= 250 - 40 – 5 = 205 mm
Luas tulangan yang diperlukan:
Untuk perhitungan tulangan diambil momen lentur maksimum.
=
M
b x d²
=
3,226
1 x 0,205²
= 76,76 kN/m2 ≈ 77 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
0 0
100 0,0003
Diinterpolasi:
ρ =
0,0003
100
x 77 = 0,000231
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,000231
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As tul = ρmin x b x d
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
76. 64
Tarikan langsung pada dinding-dinding panjang
Tarikan pada dinding-dinding panjang disebabkan tekanan air pada dinding-
dinding pendek yang mana bekerja seperti pelat yang didukung pada dinding-
dinding panjang.
Gaya tarik pada ketinggian 1 m dari dasar:
T =
γω (H − h) B
2
=
10 x (1,12 – 1,0) x 5,5
2
= 3,3 kN = 3300 N
Gaya ini diambil oleh dinding panjang dan diperuntukkan tulangan baja.
Luas tulangan yang diperlukan:
As =
T
fy
=
3300
400
= 8,25 mm2
Dipakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
77. 65
Perencanaan dinding pendek
Distribusi beban pada dinding pendek ditunjukkan pada gambar 23.
Perencanaan dinding ini dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian satu meter
dari bawah bekerja sebagai kantilever dan sisanya bekerja sebagai pelat yang
ditumpu jepit pada dinding-dinding panjang.
Gambar 23. Distribusi beban pada dinding pendek
Pada dinding pendek, momen maksimum terjadi pada kedalam (H-h), sebesar.
Momen Tumpuan =
γω .(H−h).B2
12
=
10 .(1,12−1).5,52
12
= 3,025 kN.m
Momen lapangan =
γω .(H−h).B2
16
=
10 .(1,12−1).5,52
16
= 2,27 kN.m
Gaya tarik langsung pada dinding pendek:
T = ɣw . (H - h)
= 10 x (1,12 - 1,0) x 1 = 1,2 kN
78. 66
Momen lentur netto = M – T.X
X = ½ (250) – sb – ½ Dtul
= ½ (250) – 40 – ½ (10)
= 80 mm = 0,08 m
Mtumpuan netto = 3,025 – 1,2 (0,08)
= 2,929 kN.m
Mlapangan netto = 2,27 – 1,2 (0,08)
= 2,174 kN.m
Perhitungan tulangan
Tulangan tumpuan = 2,929 kN.m
=
M
b x d²
=
2,929
1 x 0,205²
= 69,7 kN/m2 ≈ 70 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
0 0
100 0,0003
Diinterpolasi:
ρ =
0,0003
100
x 70 = 0,00021
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,00021
79. 67
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As = ρmin x b x d
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Luas tulangan untuk memikul momen dan gaya tarik:
As total = 717,5 +
T
fy
= 717,5 +
1200
400
= 720,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Tulangan lapangan = 2,174 kN.m
=
M
b x d²
=
2,174
1 x 0,205²
= 51,73 kN/m2 ≈ 52 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
0 0
100 0,0003
Diinterpolasi:
ρ =
0,0003
100
x 52 = 0,000156
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,000156
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As = ρmin x b x d
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
80. 68
Luas tulangan untuk memikul momen dan gaya tarik:
As total = 717,5 +
T
fy
= 717,5 +
1200
400
= 720,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Perencanaan 1 m tinggi dinding bagian bawah.
Bagian bawah dinding pendek direncanakan sebagai kantilever dan besarnya
momen maksimum pada dasar dinding sebesar:
M =
γω x H x h²
6
+ ½ x q.l2 + p.l
=
10 x 1,12 x 1²
6
+ (½ x 3,139 x 0,32) + (2,478 x 0,3)
= 2,751 kN.m
Luas tulangan yang diperlukan:
=
M
b x d²
=
2,751
1 x 0,205²
= 65,46 kN/m2 ≈ 66 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
0 0
100 0,0003
Diinterpolasi:
ρ =
0,0003
100
x 66 = 0,000198
81. 69
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,000198
Maka digunakan ρmin = 0,0035
As = ρmin x b x d
= 0,0035 x 1000 x 205 = 717,5 mm2
Pakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2
Untuk tulangan bagi dipakai tulangan D10 – 100 = 785 mm2.
Kontrol Lebar Retak
Untuk menghindari kemungkinan korosi, maka lebar retak harus dikontrol
dengan lebar retak yang disyaratkan untuk konstruksi yang dipengaruhi cuaca
sebesar 0,30 mm.
Dinding dengan tulangan diameter = 10 mm, selimut beton = 40 mm dan fy =
400 MPa.
dc = 40 + ½ x 10 = 45 mm
A = 2 x 45 x 100 = 9000 mm2
w = 11 x ß x fs x √dc .A3
x 10-6
= 11 x 1,2 x 0,6 x 400 x √45 x 9000
3
x 10-6
= 0,23 mm < 0,30 mm → Ok.
82. 70
C. Perhitungan Balok
1. Balok memanjang lantai kolam renang (balok B)
a. Beban-beban yang bekerja
Gambar 24. Beban mati pada balok B
Gambar 25. Distribusi beban mati pada balok B
Ukuran balok = 40 x 70 cm
PD1 = 72,502 kN (Lampiran 1, reaksi perletakan titik B)
PD2 = 82,687 kN (Lampiran 2, reaksi perletakan titik B)
qD2
qD3
qD4
qD5
qD6
qD7
qD8 qD9
1400 3125 6000 2180
21003400
PD1 PD2
qD1
qD2
qD3
qD4
qD5
1 2 3 4
5
1400 3125 6000 2180
qD6
qD7 qD8
qD9
1050 1025 1050 1050 10501050 1050
80
3900
1700 17002600
83. 71
Berat sendiri balok (qD1) = 0,4 x 0,7 x 24 = 6,72 kN/m
Berat pelat lantai kolam:
WD = 18,25 kN/m2 (Beban mati lantai kolam)
qD2 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 1,4 = 12,775 kN/m
qD3 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 3,125 = 28,516 kN/m
qD4 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 3,4 = 31,025 kN/m
qD5 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,18 = 19,893 kN/m
qD6 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 1,4 = 12,775 kN/m
qD7 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,1 = 19,163 kN/m
qD8 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,1 = 19,163 kN/m
qD9 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,1 = 19,163 kN/m
b. Analisis struktur pada SAP 2000
Dengan menggunakan beban yang ada, dilakukan analisis pada SAP
2000. Di peroleh momen dan gaya lintang pada setiap bentang seperti
pada tabel 9 dan penggambarannya pada gambar 26 dan 27.
Tabel 9 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000
Frame Station OutputCase CaseType V2 M3
Text m Text Text kN kN-m
1 0 1 4 D Combination 101.503 0.00
1 1.4 1 4 D Combination 139.458 -168.6728
2 0 1 4 D Combination -96.028 -168.6728
2 1.78571 1 4 D Combination -6.266 -58.6111
2 3.125 1 4 D Combination 50.851 -98.0843
3 0 1 4 D Combination -147.075 -98.0843
3 2.5 1 4 D Combination 0.644 122.8586
3 6 1 4 D Combination 227.852 -340.4169
4 0 1 4 D Combination -196.547 -340.4169
4 2.18 1 4 D Combination -115.762 0.00
84. 72
Gambar 26. Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D
Gambar 27. Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D
Adapun reaksi untuk setiap perletakan seperti pada tabel 10.
Tabel 10 Reaksi perletakan pada balok B
Joint OutputCase CaseType F1 F2 F3
Text Text Text kN kN kN
2 1 4 D Combination 0 0 235.486
3 1 4 D Combination 0 0 197.926
4 1 4 D Combination 0 0 424.399
c. Perhitungan tulangan utama
Hitung tinggi efektif balok
Dimensi balok = 40 x 70 cm
Selimut beton (sb) = 40 mm
Diameter tulangan utama (D) = 16 mm
Diameter sengkang = 10 mm
Tinggi efektif (d)
d = 700 – 40 – 10 – (½ x 16)
= 642 mm
85. 73
Tulangan lapangan
Mu = 122,8586 kN.m
Mu
b.d²
=
122,8586
0,4 x 0,642²
= 745 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
700 0,0022
800 0,0026
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0026−0,0022)
(800−700)
x (745 - 700)] + 0,0022 = 0,0024
ρmin =
1,4
fy
=
1,4
400
= 0,0035
ρmaks = 0,75 x ρb
ρb = 0,85 x β1 x
f′c
fy
x (
600
600 + fy
) → β1 = 0,85 (30 ≤ 30 MPa)
= 0,85 x 0,85 x
30
400
x (
600
600 + 400
)
= 0,0325
ρmaks = 0,75 x 0,0325
= 0,0244
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 > 0,0024
Maka digunakan ρmin = 0,0035
86. 74
As tul = ρmin x b x d
= 0,0035 x 400 x 642 = 898 mm2
Pakai tulangan 5 D16 = 1005 mm2
Tulangan tumpuan
Mu = 340,4169 kN.m
Mu
b.d²
=
340,4169
0,4 x 0,642²
= 2065 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
2000 0,0066
2200 0,0073
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0073−0,0066)
(2200−2000)
x (2065 - 2000)] + 0,0066 = 0,0068
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 < 0,0068
Maka digunakan ρ = 0,0068
As tul = ρ x b x d
= 0,0068 x 400 x 642 = 1746 mm2
Pakai tulangan 9 D16 = 1810 mm2
87. 75
d. Perhitungan tulangan geser dan torsi
Tentukan Vu dan Tu
Vu = 227.852 kN
Tu = MT
Ms = Mtx G – Mtx C
= 13,870 – 10,456 = 3,414 kN.m
MT =
1
2
x Ms x L
=
1
2
x 3,414 x 6 = 10,242 kN.m
Tentukan ØVc dan ØTc
Vc =
(
√f′c
6
) b d
√[1+(2,5 Ct
Tu
Vu
)
2
]
dengan Ct =
b d
b2h
√f′c
6
=
√30
6
= 0,913 MPa
b2
h = 4002 x 700 = 112 . 106 mm3
Ct =
400 𝑥 642
112 𝑥 106
= 0,0029
Vc =
0,913 x 400 x 642
√[1+(2,5 .0,0029 .
10,242 x 106
227,852 x 103)
2
]
= 222919N = 222,919 kN
ØVc = 0,6 x 222,919 = 133,75 kN
88. 76
ØVc < Vu
133,75 < 227.852 kN (tulangan geser harus digunakan)
Tc =
(
√f′c
15
) b2h
√[1+(
0,4 Vu
Ct .Tu
)
2
]
√f′c
15
=
√30
15
= 0,365 Mpa
Tc =
0,365 x 112 x 106
√[1+(
0,4 x 227,852 x 103
0,0029 x 10,242 x 106)
2
]
= 12,6 x 106 Nmm = 12,6 kNm
ØTc = 0,6 x 12,6 = 7,56 kNm
ØTc < Tu
7,56 < 10,242 kN.m (tulangan torsi harus digunakan)
Tentukan ØVs dan ØTs
ØVs = Vu – ØVc
= 227.852 – 133,75 kN = 94,102 kN
ØVsmaks = Ø
2
3
√f′c b . d
= 0,6 .
2
3
√30 . 400 . 642 = 562621 N = 562,621 kN
ØVs < ØVsmaks
94,102 kN < 562,621 kN (Ok)
89. 77
ØTs = Tu – ØTc
= 10,242 – 7,56 = 2,652 kNm
ØTs maks = 0,88 b2. h
= 0,88 x 4002 x 700 = 98,6 x 106 Nmm = 98,6 kNm
ØTs < ØTsmaks (Ok)
Hitung tulangan geser dan tulangan torsi
Tulangan geser untuk balok sepanjang 1,0 m sebagai berikut:
As sengk =
Øvsrata−rata by
Ø fy
Øvs =
Ø𝑉s
bd
=
94,102 x 103
400 x 642
= 0,366 Mpa
As sengk =
0,366 x 400 x 1000
0,6 x 400
= 610 mm2 (penampang kaki ganda)
As sengk min =
b . y
3 . fy
=
400 x 1000
3 x 400
= 333 mm2 (penampang kaki ganda)
Jarak antara sengkang:
s =
αt At x1 y1 Ø fy
Ø Ts
Harga αt didapat dari grafik = 1,25.
Diameter batang dianggap Ø10; At = 78,5 mm2
90. 78
s =
1,25 x 78,5 x 310 x 610 x 0,6 x 400
2,652 x 106
= 1679 mm
Didapat D10 – 1679 = 46,8 mm2/m (penampang kaki tunggal)
Jumlah penampang sengkang yang diperlukan:
- Penampang kaki tunggal = 46,8 mm2/m
- Penampang kaki ganda 610 mm2 diubah
Menjadi penampang kaki tunggal = 305 mm2/m +
Jumlah dari penampang kaki tunggal 352 mm2/m
Tulangan sengkang yang dipasang D10 - 200 = 785 mm2
Tulangan torsi dipasang pada penampang persegi (400 x 700 mm2).
Jarak pusat ke pusat sengkang.
X1 = 400 – 2 x 45 = 310 mm
Y1 = 700 – 2 x 45 = 610 mm
Tulangan memanjang torsi didapatkan sebagai berikut
A1 =
X1 + Y1
X1 . Y1
.
2 . Ts
αt . Ø . fy
=
310 + 610
310 . 610
.
2 (2,652 x 106 )
1,25 . 0,6 . 400
= 86 mm2
Pakai tulangan torsi 2 D12 = 226 mm2
91. 79
2. Balok memanjang lantai kolam renang (balok C)
a. Beban-beban yang bekerja
Gambar 28. Beban-beban pada balok C
Beban hidup yang bekerja pada balok
Gambar 29. Beban hidup yang bekerja pada balok C
POOL
LANTAI 3
5150
qD6 qD7
qD8
qD9 qD10
qD11
qL3
qL4 qL5 qL6 qL7
1400 3125 6000 2180
21003400
qD3 qD4 qD5
1 2 3 4
5
1400 3125 6000 2180
qL3
qL4
qL7
qL5 qL6
PL1
PL2
PL3 PL4 PL5
92. 80
PL1 = 3,894 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 25 x 50 cm)
PL2 = 10,9 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
PL3 = 13,85 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
PL4 = 13,688 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 25 x 50 cm)
PL5 = 12,376 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
Berat pelat lantai hotel:
WL = 2,5 kN/m2 (Lampiran 3, beban hidup lantai hotel)
qL3 = ½ x WL x Lx = ½ x 2,5 x 1,4 = 1,75 kN/m
qL4 = ½ x WL x Lx = ½ x 2,5 x 3,125 = 3,906 kN/m
qL5 = ½ x WL x Lx = ½ x 2,5 x 3 = 3,75 kN/m
qL6 = ½ x WL x Lx = ½ x 2,5 x 3 = 3,75 kN/m
qL7 = ½ x WL x Lx = ½ x 2,5 x 2,18 = 2,735 kN/m
Beban mati yang bekerja pada balok
Gambar 30. Beban mati yang bekerja pada balok C
Ukuran balok = 25 x 60 cm
qD2
qD3
qD4
qD7
qD5 qD6
qD8
qD9
qD10
qD11
1700 17002600
PD6 PD7
PD1
PD2
PD3 PD4 PD5
qD1
1 2 3 4
5
1400 3125 6000 2180
93. 81
Berat sendiri balok (qD1) = 0,25 x 0,6 x 24 = 3,6 kN/m
Ukuran dinding = 25 x 112 cm
Berat dinding (qD2) = 0,25 x 1,12 x 24 = 6,72 kN/m
Berat pelat lantai hotel:
WD = 3,72 kN/m2 (Lampiran 3, beban mati lantai hotel)
qD3 = ½ x WD x Lx = ½ x 3,72 x 1,4 = 2,604 kN/m
qD4 = ½ x WD x Lx = ½ x 3,72 x 3,125 = 5,813 kN/m
qD5 = ½ x WD x Lx = ½ x 3,72 x 3,0 = 5,58 kN/m
qD6 = ½ x WD x Lx = ½ x 3,72 x 3,0 = 5,58 kN/m
qD7 = ½ x WD x Lx = ½ x 3,72 x 2,18 = 4,055 kN/m
Berat pelat lantai kolam:
WD = 18,25 kN/m2 (Beban mati lantai kolam)
qD8 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 1,4 = 12,775 kN/m
qD9 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 3,125 = 28,516 kN/m
qD10 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 3,4 = 31,025 kN/m
qD11 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,18 = 19,893 kN/m
PD1 = 13,519 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 25 x 50 cm)
PD2 = 25,491 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
PD3 = 29,881 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
PD4 = 28,092 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 25 x 50 cm)
PD5 = 27,685 kN (Lampiran 3, reaksi perletakan balok 30 x 50 cm)
PD6 = 27,943 kN (Lampiran 1, reaksi perletakan titik C)
PD7 = 32,399 kN (Lampiran 2, reaksi perletakan titik C)
94. 82
b. Analisis struktur pada SAP 2000
Dengan menggunakan beban yang ada, dilakukan analisis pada SAP
2000. Di peroleh momen dan gaya lintang pada setiap bentang seperti
pada tabel 11 dan gambar 31 serta 32.
Tabel 11 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000
Frame Station OutputCase CaseType V2 M3
Text m Text Text kN kN.m
1 0 1 4 D Combination 58.047 0.00
1 1.4 1 4 D Combination 93.345 -105.9746
1 0 1,2D + 1,6L Combination 55.985 0.00
1 1.4 1,2D + 1,6L Combination 88.201 -100.9299
2 0 1 4 D Combination -49.759 -105.9746
2 1.33929 1 4 D Combination -2.823 -64.6057
2 3.125 1 4 D Combination 70.486 -138.3599
2 0 1,2D + 1,6L Combination -43.206 -100.9299
2 1.33929 1,2D + 1,6L Combination 0.612 -66.3286
2 3.125 1,2D + 1,6L Combination 69.626 -142.2113
3 0 1 4 D Combination -162.331 -138.3599
3 3 1 4 D Combination -13.883 160.4192
3 3 1 4 D Combination 25.446 160.4192
3 6 1 4 D Combination 173.893 -173.0468
3 0 1,2D + 1,6L Combination -162.16 -142.2113
3 3 1,2D + 1,6L Combination -25.92 169.4452
3 3 1,2D + 1,6L Combination 29.691 169.4452
3 6 1,2D + 1,6L Combination 165.932 -153.5249
4 0 1 4 D Combination -113.4 -173.0468
4 2.18 1 4 D Combination -45.359 0.00
4 0 1,2D + 1,6L Combination -101.97 -153.5249
4 2.18 1,2D + 1,6L Combination -38.879 0.00
Gambar 31. Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D
95. 83
Gambar 32. Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D
Adapun reaksi untuk setiap perletakan ditunjukkan pada tabel 12.
Tabel 12 Reaksi perletakan pada balok C
Joint OutputCase CaseType F1 F2 F3
Text Text Text kN kN kN
2 1 4 D Combination 0 0 178.792
2 1,2D + 1,6L Combination 0 0 179.436
2 DEAD Linstatic 0 0 127.71
2 HIDUP Linstatic 0 0 16.37
3 1 4 D Combination 0 0 274.65
3 1,2D + 1,6L Combination 0 0 289.804
3 DEAD Linstatic 0 0 196.18
3 HIDUP Linstatic 0 0 33.99
4 1 4 D Combination 0 0 326.052
4 1,2D + 1,6L Combination 0 0 320.925
4 DEAD Linstatic 0 0 232.89
4 HIDUP Linstatic 0 0 25.91
c. Perhitungan tulangan utama
Hitung tinggi efektif balok
Dimensi balok = 25 x 60 cm
Selimut beton (sb) = 40 mm
Diamaeter tulangan utama (D) = 16 mm
Diameter sengkang = 10 mm
Tinggi efektif (d)
d = 600 – 40 – 10 – (½ x 16) = 542 mm
96. 84
Tulangan lapangan
Mu = 169,4452 kN.m
Mu
b.d²
=
169,4452
0,25 x 0,542²
= 2307 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
2200 0,0073
2400 0,0080
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0080−0,0073)
(2400−2200)
x (2307 - 2200)] + 0,0073 = 0,0077
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 < 0,0077
Maka digunakan ρ = 0,0077
As tul = ρ x b x d
= 0,0077 x 250 x 542 = 1043 mm2
Pakai tulangan 6 D16 = 1206 mm2
Tulangan tumpuan
Mu = 173,0468 kN.m
Mu
b.d²
=
173,0468
0,25 x 0,542²
= 2356 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh :
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
2200 0,0073
2400 0,0080
97. 85
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0080−0,0073)
(2400−2200)
x (2356 - 2200)] + 0,0073 = 0,0078
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 < 0,0078
Maka digunakan ρ = 0,0078
As tul = ρ x b x d
= 0,0078 x 250 x 542 = 1057 mm2
Pakai tulangan 6 D16 = 1206 mm2
d. Perhitungan tulangan geser dan torsi
Tentukan Vu dan Tu
Vu = 173,893 kN
Tu = MT
Ms = Mtix C
= 9,245 kN.m
MT =
1
2
x Ms x L
=
1
2
x 9,245 x 6 = 27,735 kN.m
Tentukan ØVc dan ØTc
Vc =
(
√f′c
6
) b d
√[1+(2,5 Ct
Tu
Vu
)
2
]
dengan Ct =
b d
b2h
98. 86
√f′c
6
=
√30
6
= 0,913 Mpa
b2
h = 2502 x 600 = 37,5 . 106 mm3
Ct =
250 x 542
37,5 x 106
= 0,0036
Vc =
0,913 x 400 x 642
√[1+(2,5 .0,0036 .
27,735 x 106
173,893 x 103)
2
]
= 70715 N = 70,715 kN
ØVc = 0,6 x 70,715 = 42,429 kN
ØVc < Vu
42,429 < 173,893 kN (tulangan geser harus digunakan)
Tc =
(
√f′c
15
) b2h
√[1+(
0,4 Vu
Ct .Tu
)
2
]
√f′c
15
=
√30
15
= 0,365 MPa
Tc =
0,365 x 112 x 106
√[1+(
0,4 x 173,893 x 103
0,0036 x 27,735 x 106)
2
]
= 11,2 x 106 Nmm = 11,2 kNm
ØTc = 0,6 x 11,2 = 6,72 kNm
ØTc < Tu
6,72 < 27,735 kNm (tulangan torsi harus digunakan)
99. 87
Tentukan ØVs dan ØTs
ØVs = Vu – ØVc
= 173,893 – 42,429 kN = 131,464 kN
ØVsmaks = Ø
2
3
√f′c b . d
= 0,6 .
2
3
√30 . 250 . 542
= 296866 N = 296,866 kN
ØVs < ØVsmaks
131,464 kN < 296,866 kN (Ok)
ØTs = Tu – ØTc
= 27,735 – 6,72 = 21,015 kNm
ØTs maks = 0,88 b2 . h
= 0,88 x 2502 x 600 = 33 x 106 Nmm = 33 kNm
ØTs < ØTsmaks (Ok)
Hitung tulangan geser dan tulangan torsi
Tulangan geser untuk balok sepanjang 1,0 m sebagai berikut
As sengk =
Øvsrata−rata by
Ø fy
Ø𝑣s =
Ø𝑉s
bd
=
131,464 x 103
250 x 542
= 0,970 MPa
As sengk =
0,970 x 250 x 1000
0,6 x 400
= 1010 mm2 (penampang kaki ganda)
100. 88
As sengk min =
b . y
3 . fy
=
250 x 1000
3 x 400
= 208 mm2 (penampang kaki ganda)
Jarak antara sengkang:
s =
αt At x1 y1 Ø fy
Ø Ts
Harga αt didapat dari grafik = 1,48.
Diameter batang dianggap Ø10 ; At = 78,5 mm2
s =
1,48 x 78,5 x 160 x 510 x 0,6 x 400
21,015 x 106
= 108 mm
Didapat D10 – 108 = 727 mm2/m (penampang kaki tunggal)
Jumlah penampang sengkang yang diperlukan:
- Penampang kaki tunggal = 727 mm2/m
- Penampang kaki ganda 1010 mm2 diubah
Menjadi penampang kaki tunggal = 505 mm2/m +
Jumlah dari penampang kaki tunggal 1232 mm2/m
Tulangan sengkang yang dipasang D10 - 125 = 1256 mm2
Tulangan torsi dipasang pada penampang persegi (250 x 600 mm2).
Jarak pusat ke pusat sengkang.
X1 = 250 – 2 x 45 = 160 mm
Y1 = 600 – 2 x 45 = 510 mm
102. 90
3. Balok melintang lantai kolam renang (balok 4)
a. Beban-beban yang bekerja
Gambar 33. Beban-beban pada balok 4
Gambar 34. Distribusi beban pada balok 4
POOL
qD3 qD4
5424
qD2 qD2
8824
1400 3125 6000 2180
21003400
B DA
1090
2100 3400
qD1
qD2
qD3
qD4
PD1 PD2
PL
1090 1220
5424
103. 91
PD1 = 129,749 kN (Lampiran 4, reaksi perletakan balok A)
PD2 = 232,89 kN (Tabel 12 reaksi perletakan balok C)
PL = 25,91 kN (Tabel 12 reaksi perletakan balok C)
Ukuran balok 40 x 90 cm
Berat sendiri balok (qD1) = 0,4 x 0,9 x 24 = 8,64 kN/m
Berat pelat lantai kolam:
WD = 18,25 kN/m2 (Beban mati lantai kolam)
qD2 = ½ x WD x Lx x 2 = ½ x 18,25 x 2,1 x 2 = 38,325 kN/m
qD3 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 3,4 = 31,025 kN/m
qD4 = ½ x WD x Lx = ½ x 18,25 x 2,18 = 19,893 kN/m
b. Analisis struktur pada SAP 2000
Dengan menggunakan beban yang ada, dilakukan analisis pada SAP
2000, dan diperoleh nilai-nilai momen dan gaya lintang pada setiap
bentang seperti pada tabel 13 dan gambar 35 serta 36.
Tabel 13 Hasil perhitungan momen dan lintang pada SAP2000
Frame Station OutputCase CaseType V2 M3
Text m Text Text kN kN.m
1 0 1,4 D Combination 181.649 0.00
1 2.1 1,4 D Combination 263.389 -467.2899
1 0 1,2D + 1,6L Combination 155.699 0.00
1 2.1 1,2D + 1,6L Combination 225.762 -400.5342
2 0 1,4 D Combination -418.294 -467.2899
2 3.4 1,4 D Combination -238.994 650.1
2 3.4 1,4 D Combination 87.052 650.1
2 8.824 1,4 D Combination 152.661 0.00
2 0 1,2D + 1,6L Combination -384.02 -400.5342
2 3.4 1,2D + 1,6L Combination -230.335 643.869
2 3.4 1,2D + 1,6L Combination 90.589 643.869
2 8.824 1,2D + 1,6L Combination 146.825 0.00
104. 92
Gambar 35. Bidang momen akibat kombinasi 1,4 D
Gambar 36. Bidang lintang akibat kombinasi 1,4 D
Adapun reaksi untuk setiap perletakan ditunjukkan pada tabel 14.
Tabel 14 Reaksi perletakan pada balok 4
Joint OutputCase CaseType F3
Text Text Text kN
B 1,4 D Combination 681.683
B 1,2D + 1,6L Combination 609.783
D 1,4 D Combination 152.661
D 1,2D + 1,6L Combination 146.825
c. Perhitungan tulangan utama
Hitung tinggi efektif balok
Dimensi balok = 40 x 90 cm
Selimut beton (sb) = 40 mm
Diamaeter tulangan utama (D) = 16 mm
Diameter sengkang = 10 mm
Tinggi efektif (d)
d = 900 – 40 – 10 – (½ x 16)
= 842 mm
105. 93
Tulangan lapangan
Mu = 650.1 kN.m
Mu
b.d²
=
650,1
0,4 x 0,842²
= 2292 kN/m2
Dari tabel 5.1.b (Vis dan Kusuma, 1993) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
2200 0,0073
2400 0,0080
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0080−0,0073)
(2400−2200)
x (2292 - 2200)] + 0,0073 = 0,0076
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 < 0,0076
Maka digunakan ρ = 0,0076
As tul = ρ x b x d
= 0,0076 x 400 x 842 = 2560 mm2
Pakai tulangan 13 D16 = 2614 mm2
Tulangan tumpuan
Mu = 467.2899 kN.m
Mu
b.d²
=
467,2899
0,4 x 0,842²
= 1648 KN/m2
Dari tabel 5.1.b (W.C.Vis dan Gideon) diperoleh:
Mu/b.d2 fy = 400 MPa
1600 0,0052
1700 0,0056
106. 94
Diinterpolasi:
ρan = [
(0,0056−0,0052)
(1700−1600)
x (1648 - 1600)] + 0,0052 = 0,0054
Syarat : ρmin < ρ < ρmaks
0,0035 < 0,0054
Maka digunakan ρ = 0,0054
As tul = ρ x b x d
= 0,0054 x 400 x 842 = 1819 mm2
Pakai tulangan 10 D16 = 2010 mm2
d. Perhitungan tulangan geser dan torsi
Tentukan Vu dan Tu
Vu = 418.294 kN
Tu = MT
Ms = Mty C – Mtx D
= 22,447 – 12,871 = 9,576 kN.m
MT =
1
2
x Ms x L
=
1
2
x 9,576 x 3,4 = 16,279 kN.m
Tentukan ØVc dan ØTc
Vc =
(
√f′c
6
) b d
√[1+(2,5 Ct
Tu
Vu
)
2
]
dengan Ct =
b d
b2h
107. 95
√f′c
6
=
√30
6
= 0,913 Mpa
b2
h = 4002 x 900 = 144. 106 mm3
Ct =
400 x 842
144 x 106
= 0,0023
Vc =
0,913 x 400 x 842
√[1+(2,5 .0,0023 .
16,279 x 106
418,294 x 103)
2
]
= 300077 N = 300,077 kN
ØVc = 0,6 x 300,077 = 180,046 kN
ØVc < Vu
180,046 < 418.294 kN (tulangan geser harus digunakan)
Tc =
(
√f′c
15
) b2h
√[1+(
0,4 Vu
Ct .Tu
)
2
]
√f′c
15
=
√30
15
= 0,365 MPa
Tc =
0,365 x 144 x 106
√[1+(
0,4 x 418,294 x 103
0,0023 x 16,279 x 106)
2
]
= 11,5 x 106 Nmm = 11,5 kNm
ØTc = 0,6 x 11,5 = 6,9 kNm
108. 96
ØTc < Tu
6,9 < 16,279 kNm (tulangan torsi harus digunakan)
Tentukan ØVs dan ØTs
ØVs = Vu – ØVc
= 418.294 – 180,046 kN = 238,248 kN
ØVsmaks = Ø
2
3
√f′c b . d
= 0,6 .
2
3
√30 . 400 . 842
= 737892 N = 737,892 kN
ØVs < ØVsmaks
238,248 kN < 737,892 kN (Ok)
ØTs = Tu – ØTc
= 16,279 – 6,9 = 9,379 kNm
ØTs maks = 0,88 b2h
= 0,88 x 4002 x 900
= 126,7 x 106 Nmm = 126,7 kNm
ØTs < ØTsmaks (Ok)
Hitung tulangan geser dan tulangan torsi
Tulangan geser untuk balok sepanjang 1,0 m sebagai berikut
As sengk =
Øvsrata−rata by
Ø fy
109. 97
Øvs =
ØVs
b.d
=
238,248 x 103
400 x 842
= 0,707 MPa
As sengk =
0,707 x 400 x 1000
0,6 x 400
= 1178 mm2 (penampang kaki ganda)
As sengk min =
b . y
3 . fy
=
400 x 1000
3 x 400
= 333 mm2 (penampang kaki ganda)
Jarak antara sengkang:
s =
αt At x1 y1 Ø fy
Ø Ts
Harga αt didapat dari grafik = 1,48.
Diameter batang dianggap Ø10; At = 78,5 mm2
s =
1,42 x 78,5 x 310 x 810 x 0,6 x 400
9,379 x 106
= 716 mm
Didapat D10 – 716 = 281 mm2/m (penampang kaki tunggal)
Jumlah penampang sengkang yang diperlukan:
- Penampang kaki tunggal = 281 mm2/m
- Penampang kaki ganda 1178 mm2 diubah
Menjadi penampang kaki tunggal = 589 mm2/m +
Jumlah dari penampang kaki tunggal 870 mm2/m
Tulangan sengkang yang dipasang D10 - 175 = 897 mm2
110. 98
Tulangan torsi dipasang pada penampang persegi (400 x 900 mm2).
Jarak pusat ke pusat sengkang.
X1 = 400 – 2 x 45 = 310 mm
Y1 = 900 – 2 x 45 = 810 mm
Tulangan memanjang torsi didapatkan sebagai berikut:
A1 =
X1 + Y1
X1 . Y1
.
2 . Ts
αt . Ø . fy
=
310 + 810
310 . 810
x
2 (9,379 x 106 )
1,42 . 0,6 . 400
= 245 mm2
Pakai tulangan torsi 2 D14 = 308 mm2
Perbandingan data eksisting dan hasil desain dapat ditunjukkan pada tabel 15, 16,
dan 17.
Tabel 15 Perbandingan penulangan pelat lantai
Tebal
Pelat
Mutu
Beton
(f'c)
Mutu
Baja (fy)
Data Eksisting Hasil Desain
25 cm 30 MPa 400 MPa
Tul. Tumpuan D13 - 100 Tul. Tumpuan D10 - 100
Tul. Lapangan D13 - 100 Tul. Lapangan D10 - 100
Tul. Bagi D13 - 100 Tul. Bagi D10 - 100
Tabel 16 Perbandingan penulangan dinding
Tebal
Dinding
Mutu
Beton
(f'c)
Mutu
Baja (fy)
Data Eksisting Hasil Desain
Tulangan
Vertikal
Tulangan
Horisontal
Tulangan
Vertikal
Tulangan
Horisontal
25 cm 30 MPa 400 MPa D13 - 100 D13 - 100 D10 - 100 D10 - 100
111. 99
Tabel 17 Perbandingan penulangan balok lantai
Dimensi
Balok
(cm)
Mutu
Beton
(f'c)
Mutu
Baja (fy)
Data Eksisting Hasil Desain
40 x 70 30 MPa 400 MPa
Tul. Tumpuan 10 D 19 Tul. Tumpuan 9 D 16
Tul. Lapangan 8 D 19 Tul. Lapangan 5 D 16
Tul. Geser D10 – 100 Tul. Geser D10 – 200
Tul. Torsi - Tul. Torsi 2 D 12
25 x 60 30 MPa 400 MPa
Tul. Tumpuan 6 D 19 Tul. Tumpuan 6 D 16
Tul. Lapangan 6 D 19 Tul. Lapangan 6 D 16
Tul. Geser D10 – 100 Tul. Geser D10 – 125
Tul. Torsi - Tul. Torsi 6 D 16
40 x 90 30 MPa 400 MPa
Tul. Tumpuan 12 D 19 Tul. Tumpuan 10 D 16
Tul. Lapangan 10 D 19 Tul. Lapangan 13 D 16
Tul. Geser D10 – 100 Tul. Geser D10 - 175
Tul. Torsi - Tul. Torsi 2 D 14
Dari tabel perbandingan penulangan data eksisting dan hasil desain diperoleh hasil
desain tulangan lebih sedikit dibandingkan penulangan struktur data eksisting, ini
dikarenakan pada pembebanan yang digunakan dalam perencanaan hanya berupa
beban-beban gravitasi yang meliputi beban mati, beban hidup dan beban air serta
tidak diperhitungkan beban gempa, beban angin dan tekanan dinamis air pada
dinding kolam renang.
112. 100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis desain struktur kolam renang ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pelat lantai tebal 25 cm menggunakan tulangan tumpuan D10–100
tulangan, lapangan D10-100 dan tulangan bagi D10-100, sedangkan
tulangan eksisting berturut-turut sebesar D13-100, D13-100, dan D13-100.
2. Dinding tebal 25 cm menggunakan tulangan arah vertikal D10-100 dan
arah horizontal D10-100, sedangkan tulangan eksisting berturut-turut
sebesar D13-100 dan D13-100.
3. Balok ukuran 40 x 70 cm menggunakan tulangan tumpuan 9 D16,
tulangan lapangan 5 D16, tulangan sengkang D10-200, dan tulangan torsi 2
D12, sedangkan tulangan eksisting berturut-turut sebesar 10 D19, 8 D19 dan
D10-100.
4. Balok ukuran 25 x 60 cm menggunakan tulangan tumpuan 6 D16,
tulangan lapangan 6 D16, tulangan torsi 6 D12 dan tulangan sengkang D10-
125, sedangkan tulangan eksisting berturut-turut sebesar 6 D19, 6 D19 dan
D10-100.
5. Balok ukuran 40 x 90 cm menggunakan tulangan tumpuan 10 D16,
tulangan lapangan 13 D16, tulangan torsi 2 D14 dan tulangan sengkang
D10–175 sedangkan tulangan eksisting berturut-turut sebesar 12 D19, 10
D19 dan D10-100.
113. 101
B. Saran
1. Dalam merencanakan dinding kolam renang, sebaiknya diperhitungkan
tekanan dinamis air pada dinding.
2. Dalam merencanakan struktur bangunan gedung terutama struktur kolam
renang sebaiknya diperhitungkan pembebanan khusus seperti beban
gempa dan beban angin.
3. Dalam pelaksanaan pembangunan struktur kolam renang, sebaiknya
digunakan diameter tulangan yang seragam untuk memudahkan dalam
pelaksanaan dan harus dilakukan dengan pengawasan yang ketat sebab
pada struktur kolam renang keakuratan pemasangan tulangan dan
sambungan pada bangunan air sangat penting, agar dapat diperoleh hasil
sesuai dengan yang direncanakan.
114. 102
DAFTAR PUSTAKA
Aboe, A. Kadir. 1982. Soal dan Penyelesaian Konstruksi Beton Bertulang.
Yogyakarta: Study Group Deru Patlikur.
Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung Berdasarkan SK SNI 03-xxxx-2002. Bandung:
Departemen Pekerjaan Umum.
Cahya, Indra. 1999. Beton Bertulang. Malang: Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Malang.
Dipohusodo, Istimawan. 1993. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia.
Dewobroto, W. 2013. Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000. Jakarta:
Lumina Press.
Kh, V. Sunggono. 1984. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova.
Politeknik Negeri Ujung Pandang. 2011. Pedoman Penulisan Tugas Akhir.
Makassar.
Rahmadi, Eko dan Anhar. 2013. Tinjauan Perencanaan Pondasi Peralatan
Disconector pada Pembangunan Gardu Induk 150 kV Makale. Laporan
Tugas Akhir. Makassar: Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung
Pandang.
Sarungallo T, Yohanis dan Irka Tangke Datu. 2008. Struktur Beton Dasar.
Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar.
Salemba Infotek. 2003. Analisis dan Perhitungan Struktur dengan SAP2000.
Jakarta.
Sudarmanto. 1995. Konstruksi Beton 2. Bandung: Pusat Pengembagan Pendidikan
Politeknik.
Syarifuddin H, Ahmad dan Andi Alamsyah Latif. 2011. Perencanaan Reservoir
Beton Bertulang Berbentuk Silinder. Laporan Tugas Akhir. Makassar:
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang.
T, Gunawan dan Margaret Saleh. 2003. Teori Soal dan Penyelesaian Konstruksi
Beton I Jilid 2. Jakarta: Delta Teknik Group.
Toly, Karmapatra, Aan dan Riswal Rifky Dwi K. 2013. Perencanaan Box Culvert
Beton Bertulang. Tugas Akhir. Makassar: Jurusan Teknik Sipil
Politenik Negeri Ujung Pandang.