SlideShare a Scribd company logo
1 of 3
Tidak hanya Kecerdasan, Dunia Membutuhkan Kebijaksanaan
Oleh: Ega Jalaludin
Jika kita bertanya kepada semua mahasiswa tentang apa tujuan
universitas tempat ia belajar, kemungkinan jawaban yang sering kita
temukan adalah “universitas didirikan untuk menciptakan dan menyebarkan
ilmu pengetahuan”. Semua cendekiawan tahu bahwa hal tersebut adalah
aspek inti normatif dari kebanyakan didirikannya universitas: kapasitas
penelitian yang merupakan inti bagi kemajuan pengetahuan manusia, dan
mentransmisikan informasi itu kepada dunia, baik melalui penerbitan jurnal
atau dalam pengajaran di ruang kelas. Meski diakui, yang terakhir,
“menyebarkan di ruang kelas melalui kuliah”, terbukti terlalu tidak banyak
yang efektif dan terkesan normatif.
Jika kita ajukan pertanyaan lain, “Apa yang dipelajari oleh seorang
sarjana setelah selesai kuliah?”, saya yakin, setiap sarjana akan menjawab
dengan memberikan jawaban seperti fisika, manajemen, sosiologi, politik dan
literatur komparatif lainnya. Padahal, alih-alih menawarkan konten mata
kuliah yang telah ada di mana-mana, mengapa universitas tidak
mendengarkan kebutuhan dunia dan melalui riset-riset yang dilakukan
akademisinya mengajarkan kemampuan dan keterampilan yang dianggap
benar-benar penting di ruang kelas pada mahasiswanya?
Peran universitas sebagai penyebar informasi tentu sangat berharga di
hadapan penerbit jurnal internasional atau pada tingkat yang lebih rendah
lagi. Meski tak jarang, informasi ini seringkali dipertanyakan kredibilitasnya,
mengingat jurnal-jurnal yang dianggap kredibel pun mudah diakses penulis
hanya dengan menggunakan kompensasi (meski) yang tidak murah dan
koneksi (tidak sulit jika ada yang pertama). Akhirnya, hasil penelitian
terkesan tidak penting, yang penting adalah kemampuan komersil dan
koneksi setiap peneliti.
Universitas sebenarnya tahu apa yang harus dilakukan —dengan
mendengarkan apa yang sebetulnya diikrarkan: “berpikir kritis, komunikasi
yang efektif, pemecahan masalah, dan pemahaman lintas budaya” adalah
hasil yang dihargai secara universal. Kita semua setuju, dan tentu saja
semua ingin melihat setiap mahasiswa (setelah empat tahun studi) muncul
dengan keterampilan ini. Singkatnya, kemampuan-kemampuan ini lah yang
kita sebut dengan satu kata: kebijaksanaan. Namun, konsepsi
kebijaksanaan secara populer selalu terikat dengan visiualisasi mistis dan
manusia tua yang tabah, kuno dengan kemampuan pemahaman yang diam
dan lembut. Sehingga, asosiasi ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan tidak
dapat diakses oleh anak-anak muda atau milenial dan, mengerikannya,
seolah-olah ia harus didapat melalui keheningan meditasi yang panjang dan
pengalaman seumur hidup.
Padahal, tidak selalu begitu. Kebijaksanaan sejati adalah kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan seseorang secara tepat ketika dihadapkan
dengan situasi terbaru, dan universitas dapat mengajarkan kepada
mahasiswanya bahwa dengan memperkenalkan konsep kebijaksanaan dan
memberi mahasiswa banyak kesempatan sepanjang pendidikan mereka
untuk menerapkannya dalam konteks yang berbeda. Semua terasa mungkin
dilakukan. Sesederhana itu.
Dalam perspektif psikologi, Menurut Takahashi dan Overton (2002)
kebijaksanaan (wisdom) dipahami sebagai “Ekspresi” dari fungsi yang
terpadu dari beberapa proses psikologis dalam konteks tertentu.
Sedangkan Labouvie-Vief (Sternberg, 2002) mendefinisikan wisdom sebagai
landasan operasi intelektual dan biasanya dikaitkan dengan “logos” (alasan)
dalam “mitos” (inti dari proses inter dan intrapersonal).
Sementara Kramer (Sternberg,2002) berpendapat
bahwa wisdom didasarkan pada relativistik dan dialektis penalaran,
pengembangan yang terkait dengan pengembangan yang dapat
mempengaruhi regulasi, dan Ardelt (2003) menjelaskan wisdom sebagai
kombinasi pada cognitive, reflective, dan affective yang ada pada kepribadian
seseorang. Wisdom merupakan perspektif kognitif-perkembangan yang telah
terkait dengan proses pemikiran yang memungkinkan seorang mahasiswa
untuk beradaptasi terhadap situasi kehidupan terutama menghadapi kondisi
yang tak terduga (pasti) dan berbagai kondisi alam.
Setiap universitas dapat menerapkan dimensi “Wisdom” berdasarkan
temuan Aldert seperti menekankan aspek Cognitive, pemahaman tentang
pemaknaan hidup dan keinginan untuk mengetahui kebenaran, yaitu untuk
memahami arti dan makna. Terkati dengan fenomena dan peristiwa,
terutama dengan yang berhubungan dengan intra dan interpersonal.
Meliputi akan kemampuan pengetahun dan proses penerimaan;
aspek Reflective, yakni persepsi terhadap suatu fenomena dan kejadian-
kejadian dari berbagai perspektif, serta menghindari penilaian subjektif.
Membutuhkan self-examination, self-awareness, dan self-insight; terakhir
aspek Affective yakni kemampuan yang meliputi empati dan rasa saling
menyayangi disertai dengan motivasi untuk menjaga perasaan orang lain,
dan hal ini tentu saja membutuhkan transendensi self-centeredness.
Sebagaimana kita tahu, konsep paling sering ditemukan dalam
metodologi belajar di universitas manapun adalah “menghafal”. Akan tetapi,
bagaimanapun, membedakan antara fakta dan klaim dalam sebuah subjek
asing, negosiasi bisnis yang efektif dalam kesepakatan bisnis, serta
menoleransi budaya-budaya yang baru adalah bentuk kebijaksanaan.
Karena itu semua, kebijaksanaan, diterima atau tidak, memang harus
diajarkan. Tentu saja itu tidak dapat diberikan secara accidentally atau
sebagai kurikulum sampingan dari pengajaran materi kuliah. Hal itu
membutuhkan pengidentifikasian asas-asas yang menopangnya dan dengan
disiplin mengkontekstualisasikan ulang, sehingga mahasiswa dapat
mengembangkan kedalaman penguasaan dan keluasan penerapannya
setelah gelar sarjana diraihnya.
Jika universitas ingin berhasil dalam misi yang dinyatakan
bersama “menciptakan dan menyebarkan pengetahuan”, maka setiap
lembaga harus fokus mendesain ulang kurikulumnya. Kurikulum yang
memiliki dimensi cognitive, reflective, dan affective. (sumber: bigthink)
Selamat membijak. ^_^

More Related Content

Similar to Universitas Perlu Ajar Kebijaksanaan

Historis filsafat
Historis filsafatHistoris filsafat
Historis filsafatAndi Uli
 
Pembelajaran menurut konstrukstivisme
Pembelajaran menurut konstrukstivismePembelajaran menurut konstrukstivisme
Pembelajaran menurut konstrukstivismeMusa Hutauruk
 
Rangkuman bab filsafat
Rangkuman bab filsafatRangkuman bab filsafat
Rangkuman bab filsafatAnggiChaca
 
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).doc
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).docCP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).doc
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).docSukatmaSukatma
 
Kelompok filsafat
Kelompok filsafatKelompok filsafat
Kelompok filsafatfarik aziz
 
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)Hadi Pramana
 
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...Dadang DjokoKaryanto
 
Pedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahPedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahBadrus Siroj
 
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikanFilsafat pendidikan
Filsafat pendidikanhennyrahmadi
 
Unit 9 Modul 1 Konstruktivisme V2
Unit 9  Modul 1  Konstruktivisme V2Unit 9  Modul 1  Konstruktivisme V2
Unit 9 Modul 1 Konstruktivisme V2一世 一生
 
05 IPAS 190-202.pdf
05 IPAS 190-202.pdf05 IPAS 190-202.pdf
05 IPAS 190-202.pdfdewiyani41
 
makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu fadhalamany
 
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnya
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnyaMakalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnya
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnyaSeptian Muna Barakati
 
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingRevisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingNailal Annisa
 

Similar to Universitas Perlu Ajar Kebijaksanaan (20)

Historis filsafat
Historis filsafatHistoris filsafat
Historis filsafat
 
Pembelajaran menurut konstrukstivisme
Pembelajaran menurut konstrukstivismePembelajaran menurut konstrukstivisme
Pembelajaran menurut konstrukstivisme
 
Rangkuman bab filsafat
Rangkuman bab filsafatRangkuman bab filsafat
Rangkuman bab filsafat
 
Teori konstruktive
Teori konstruktiveTeori konstruktive
Teori konstruktive
 
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).doc
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).docCP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).doc
CP IPAS FASE C (datadikdasmen.com).doc
 
Kelompok filsafat
Kelompok filsafatKelompok filsafat
Kelompok filsafat
 
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)
Pendidikan karakter (iseng jangan dibaca)
 
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
 
Landasan teori
Landasan teoriLandasan teori
Landasan teori
 
Pedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiahPedoman penulisan karya ilmiah
Pedoman penulisan karya ilmiah
 
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikanFilsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
 
Filsafat pendidikan
Filsafat pendidikanFilsafat pendidikan
Filsafat pendidikan
 
Filsafat Komunikasi
Filsafat KomunikasiFilsafat Komunikasi
Filsafat Komunikasi
 
Unit 9 Modul 1 Konstruktivisme V2
Unit 9  Modul 1  Konstruktivisme V2Unit 9  Modul 1  Konstruktivisme V2
Unit 9 Modul 1 Konstruktivisme V2
 
05 IPAS 190-202.pdf
05 IPAS 190-202.pdf05 IPAS 190-202.pdf
05 IPAS 190-202.pdf
 
makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu
 
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnya
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnyaMakalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnya
Makalah teori konstruktivisme dan landasan filosofisnya
 
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingRevisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
 
Pengetahuan dan Kurikulum
Pengetahuan dan KurikulumPengetahuan dan Kurikulum
Pengetahuan dan Kurikulum
 
Mengungkap Landasan Filosofis Keilmuan Bimbingan Konseling Islam
Mengungkap Landasan Filosofis Keilmuan Bimbingan Konseling IslamMengungkap Landasan Filosofis Keilmuan Bimbingan Konseling Islam
Mengungkap Landasan Filosofis Keilmuan Bimbingan Konseling Islam
 

More from Ega Jalaludin

Mengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaMengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaEga Jalaludin
 
Contoh kasus kasus perdata
Contoh kasus kasus perdataContoh kasus kasus perdata
Contoh kasus kasus perdataEga Jalaludin
 
Presentasi kelompok 4
Presentasi kelompok 4Presentasi kelompok 4
Presentasi kelompok 4Ega Jalaludin
 
Presentasi kelompok 3
Presentasi kelompok 3Presentasi kelompok 3
Presentasi kelompok 3Ega Jalaludin
 
Presentasi kelompok 1
Presentasi kelompok 1Presentasi kelompok 1
Presentasi kelompok 1Ega Jalaludin
 
Pipc dll [autosaved]2
Pipc dll [autosaved]2Pipc dll [autosaved]2
Pipc dll [autosaved]2Ega Jalaludin
 
Dispatching [autosaved]
Dispatching [autosaved]Dispatching [autosaved]
Dispatching [autosaved]Ega Jalaludin
 
Presentasi kelompok 2
Presentasi kelompok 2Presentasi kelompok 2
Presentasi kelompok 2Ega Jalaludin
 
Haki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektualHaki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektualEga Jalaludin
 
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomi
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomiTugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomi
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomiEga Jalaludin
 
Organisasi dan manajemen
Organisasi dan manajemenOrganisasi dan manajemen
Organisasi dan manajemenEga Jalaludin
 
Mengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaMengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaEga Jalaludin
 
Sejarah ilmu manajemen
Sejarah ilmu manajemenSejarah ilmu manajemen
Sejarah ilmu manajemenEga Jalaludin
 
Wewenang dan delegasi
Wewenang dan delegasiWewenang dan delegasi
Wewenang dan delegasiEga Jalaludin
 
Analisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternalAnalisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternalEga Jalaludin
 
Sap manajemen strategik
Sap manajemen strategikSap manajemen strategik
Sap manajemen strategikEga Jalaludin
 

More from Ega Jalaludin (20)

Mengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaMengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etika
 
Contoh kasus kasus perdata
Contoh kasus kasus perdataContoh kasus kasus perdata
Contoh kasus kasus perdata
 
Presentasi kelompok 4
Presentasi kelompok 4Presentasi kelompok 4
Presentasi kelompok 4
 
Presentasi kelompok 3
Presentasi kelompok 3Presentasi kelompok 3
Presentasi kelompok 3
 
Presentasi kelompok 1
Presentasi kelompok 1Presentasi kelompok 1
Presentasi kelompok 1
 
Pipc dll [autosaved]2
Pipc dll [autosaved]2Pipc dll [autosaved]2
Pipc dll [autosaved]2
 
Dispatching [autosaved]
Dispatching [autosaved]Dispatching [autosaved]
Dispatching [autosaved]
 
Presentasi kelompok 2
Presentasi kelompok 2Presentasi kelompok 2
Presentasi kelompok 2
 
Manager stratejik
Manager stratejikManager stratejik
Manager stratejik
 
Haki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektualHaki hak atas kekayaan intelektual
Haki hak atas kekayaan intelektual
 
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomi
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomiTugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomi
Tugas individu pra uts aspek hukum dlm ekonomi
 
Organisasi dan manajemen
Organisasi dan manajemenOrganisasi dan manajemen
Organisasi dan manajemen
 
Mengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etikaMengelola budaya dan etika
Mengelola budaya dan etika
 
Manajemen strategik
Manajemen strategikManajemen strategik
Manajemen strategik
 
Pertemuan kedua
Pertemuan keduaPertemuan kedua
Pertemuan kedua
 
Pertemuan pertama
Pertemuan pertamaPertemuan pertama
Pertemuan pertama
 
Sejarah ilmu manajemen
Sejarah ilmu manajemenSejarah ilmu manajemen
Sejarah ilmu manajemen
 
Wewenang dan delegasi
Wewenang dan delegasiWewenang dan delegasi
Wewenang dan delegasi
 
Analisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternalAnalisis lingkungan eksternal
Analisis lingkungan eksternal
 
Sap manajemen strategik
Sap manajemen strategikSap manajemen strategik
Sap manajemen strategik
 

Universitas Perlu Ajar Kebijaksanaan

  • 1. Tidak hanya Kecerdasan, Dunia Membutuhkan Kebijaksanaan Oleh: Ega Jalaludin Jika kita bertanya kepada semua mahasiswa tentang apa tujuan universitas tempat ia belajar, kemungkinan jawaban yang sering kita temukan adalah “universitas didirikan untuk menciptakan dan menyebarkan ilmu pengetahuan”. Semua cendekiawan tahu bahwa hal tersebut adalah aspek inti normatif dari kebanyakan didirikannya universitas: kapasitas penelitian yang merupakan inti bagi kemajuan pengetahuan manusia, dan mentransmisikan informasi itu kepada dunia, baik melalui penerbitan jurnal atau dalam pengajaran di ruang kelas. Meski diakui, yang terakhir, “menyebarkan di ruang kelas melalui kuliah”, terbukti terlalu tidak banyak yang efektif dan terkesan normatif. Jika kita ajukan pertanyaan lain, “Apa yang dipelajari oleh seorang sarjana setelah selesai kuliah?”, saya yakin, setiap sarjana akan menjawab dengan memberikan jawaban seperti fisika, manajemen, sosiologi, politik dan literatur komparatif lainnya. Padahal, alih-alih menawarkan konten mata kuliah yang telah ada di mana-mana, mengapa universitas tidak mendengarkan kebutuhan dunia dan melalui riset-riset yang dilakukan akademisinya mengajarkan kemampuan dan keterampilan yang dianggap benar-benar penting di ruang kelas pada mahasiswanya? Peran universitas sebagai penyebar informasi tentu sangat berharga di hadapan penerbit jurnal internasional atau pada tingkat yang lebih rendah lagi. Meski tak jarang, informasi ini seringkali dipertanyakan kredibilitasnya, mengingat jurnal-jurnal yang dianggap kredibel pun mudah diakses penulis hanya dengan menggunakan kompensasi (meski) yang tidak murah dan koneksi (tidak sulit jika ada yang pertama). Akhirnya, hasil penelitian terkesan tidak penting, yang penting adalah kemampuan komersil dan koneksi setiap peneliti. Universitas sebenarnya tahu apa yang harus dilakukan —dengan mendengarkan apa yang sebetulnya diikrarkan: “berpikir kritis, komunikasi yang efektif, pemecahan masalah, dan pemahaman lintas budaya” adalah hasil yang dihargai secara universal. Kita semua setuju, dan tentu saja semua ingin melihat setiap mahasiswa (setelah empat tahun studi) muncul dengan keterampilan ini. Singkatnya, kemampuan-kemampuan ini lah yang kita sebut dengan satu kata: kebijaksanaan. Namun, konsepsi kebijaksanaan secara populer selalu terikat dengan visiualisasi mistis dan manusia tua yang tabah, kuno dengan kemampuan pemahaman yang diam dan lembut. Sehingga, asosiasi ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan tidak dapat diakses oleh anak-anak muda atau milenial dan, mengerikannya, seolah-olah ia harus didapat melalui keheningan meditasi yang panjang dan pengalaman seumur hidup.
  • 2. Padahal, tidak selalu begitu. Kebijaksanaan sejati adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan seseorang secara tepat ketika dihadapkan dengan situasi terbaru, dan universitas dapat mengajarkan kepada mahasiswanya bahwa dengan memperkenalkan konsep kebijaksanaan dan memberi mahasiswa banyak kesempatan sepanjang pendidikan mereka untuk menerapkannya dalam konteks yang berbeda. Semua terasa mungkin dilakukan. Sesederhana itu. Dalam perspektif psikologi, Menurut Takahashi dan Overton (2002) kebijaksanaan (wisdom) dipahami sebagai “Ekspresi” dari fungsi yang terpadu dari beberapa proses psikologis dalam konteks tertentu. Sedangkan Labouvie-Vief (Sternberg, 2002) mendefinisikan wisdom sebagai landasan operasi intelektual dan biasanya dikaitkan dengan “logos” (alasan) dalam “mitos” (inti dari proses inter dan intrapersonal). Sementara Kramer (Sternberg,2002) berpendapat bahwa wisdom didasarkan pada relativistik dan dialektis penalaran, pengembangan yang terkait dengan pengembangan yang dapat mempengaruhi regulasi, dan Ardelt (2003) menjelaskan wisdom sebagai kombinasi pada cognitive, reflective, dan affective yang ada pada kepribadian seseorang. Wisdom merupakan perspektif kognitif-perkembangan yang telah terkait dengan proses pemikiran yang memungkinkan seorang mahasiswa untuk beradaptasi terhadap situasi kehidupan terutama menghadapi kondisi yang tak terduga (pasti) dan berbagai kondisi alam. Setiap universitas dapat menerapkan dimensi “Wisdom” berdasarkan temuan Aldert seperti menekankan aspek Cognitive, pemahaman tentang pemaknaan hidup dan keinginan untuk mengetahui kebenaran, yaitu untuk memahami arti dan makna. Terkati dengan fenomena dan peristiwa, terutama dengan yang berhubungan dengan intra dan interpersonal. Meliputi akan kemampuan pengetahun dan proses penerimaan; aspek Reflective, yakni persepsi terhadap suatu fenomena dan kejadian- kejadian dari berbagai perspektif, serta menghindari penilaian subjektif. Membutuhkan self-examination, self-awareness, dan self-insight; terakhir aspek Affective yakni kemampuan yang meliputi empati dan rasa saling menyayangi disertai dengan motivasi untuk menjaga perasaan orang lain, dan hal ini tentu saja membutuhkan transendensi self-centeredness. Sebagaimana kita tahu, konsep paling sering ditemukan dalam metodologi belajar di universitas manapun adalah “menghafal”. Akan tetapi, bagaimanapun, membedakan antara fakta dan klaim dalam sebuah subjek asing, negosiasi bisnis yang efektif dalam kesepakatan bisnis, serta menoleransi budaya-budaya yang baru adalah bentuk kebijaksanaan. Karena itu semua, kebijaksanaan, diterima atau tidak, memang harus diajarkan. Tentu saja itu tidak dapat diberikan secara accidentally atau sebagai kurikulum sampingan dari pengajaran materi kuliah. Hal itu membutuhkan pengidentifikasian asas-asas yang menopangnya dan dengan
  • 3. disiplin mengkontekstualisasikan ulang, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan kedalaman penguasaan dan keluasan penerapannya setelah gelar sarjana diraihnya. Jika universitas ingin berhasil dalam misi yang dinyatakan bersama “menciptakan dan menyebarkan pengetahuan”, maka setiap lembaga harus fokus mendesain ulang kurikulumnya. Kurikulum yang memiliki dimensi cognitive, reflective, dan affective. (sumber: bigthink) Selamat membijak. ^_^