SlideShare a Scribd company logo
1
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI
SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
2
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
TERMINOLOGI DAN SEMANTIK
Kelompok Kerja Antar Lembaga tentang
Eksploitasi Seksual Anak
3
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan
Kekerasan Seksual
Diadopsi oleh Kelompok Kerja Antar Lembaga di Luxembourg, 28 Januari
2016
Teks ditulis oleh Susanna Greijer dan Jaap Doek dan disetujui oleh Kelompok
Kerja Antar Lembaga
ISBN:	978-92-61-21491-3 (versi cetak)
	 978-92-61-21501-9 (versi elektronik)
Asli bahasa Inggris, cetakan pertama, Juni 2016
Alih Bahasa Indonesia, cetakan Pertama, Januari 2019
Diterjemahkan oleh	: Ramlan
Editor 	 : Ahmad Sofian
Hak Cipta ECPAT International, bersama dengan ECPAT Luxembourg
Karya ini berada dibawah izin Creative Commons Attribution-NonCommercial-
NoDerivatives 4.0 Izin Internasional. Untuk melihat salinan izin ini, kunjungi
http://creativecommons.org/licenses/bync-nd/4.0/.
Izin untuk menterjemahkan karya ini harus diperoleh melalui
ECPAT International
328/1 Phayathai Road
Rachathewi, Bangkok 10400
Thailand
Tel: +66 2 215 3388
Fax: +66 2 215 8272
Email: info@ecpat.net
Website: www.ecpat.net
4
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Ucapan Terima Kasih
Isi terbitan ini dibentuk dari serangkaian diskusi dengan Kelompok Kerja Antar
Lembaga (Interagency Working Group – IWG) dan masukan dari organisasi-organisasi
yang berpartisipasi dalam rangkaian diskusi tersebut, dan ucapan terima kasih khusus
diberikan kepada orang-orang berikut ini: Maud de Boer-Buquicchio (Pelapor Khusus
PBB tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak) dan anggota
staf terkait dari Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Benyam
Mezmur (Komite Afrika untuk Hak dan Kesejahteraan Anak), Beatrice Schulter dan
Anita Goh (Child Rights Connect), Gioia Scappucci (Dewan Sekretariat Eropa), Anete
Paavilainen (Europol), Sarah Jane Mellor (Asosiasi Internasional Hotline Internet –
INHOPE), Victor Giorgi (Instituto Interamericano del niño, la niña y adolescentes (OEA),
Sandra Marchenko (Pusat Internasional untuk Anak-Anak Hilang dan Dieksploitasi),
Yoshie Noguchi (Kantor Buruh Internasional), Carla Licciardello (Uni Telekomunikasi
Internasional), Michael Moran (INTERPOL), Nancy Zuniga (Plan International),
Karen Flanagan (Save the Children Australia dan International), Elda Moreno (Kantor
Perwakilan Khusus Sekretaris Jendral PBB untuk Kekerasan padaAnak), Olga Khazova
dan Kirsten Sandberg (Komite PBB untuk Hak Anak), Clara Sommarin (UNICEF).
Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada para pengamat ahli proyek ini yang telah
berkontribusi melalui penyusunan draft saran dan kata sambutan ahli, dan secara
khusus kepada: Rebecca Meiksin dan Ana Maria Buller (London School of Hygiene &
Tropical Medicine), Lucie Shuker (Universitas Bedfordshire, The International Centre:
Researching child sexual exploitation, violence and traficking), Anastasia Anthopoulos
and Florence Bruce (Oak Foundation), John Carr (penasehat ahli), Milena Grillo
(Fundación Paniamor), Ariane Couvreur (ECPAT Belgia).
Dukungan finansial dari ECPAT Luksemburg dan koordinasi, penelitian dan penyusunan
draft Panduan Bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol oleh koordinator proyek, Dr.
Susanna Greijer, membuat proyek ini mungkin untuk dilakukan dan layak untuk
disebutkan di sini. Professor Jaap Doek telah memberikan bimbingan dan dukungan
yang sangat berarti selama proses ini. Peserta pelatihan ECPAT Teresa Cruz Olano,
Déborah Diallo, dan Emilie Saey juga layak untuk mendapatkan ucapan terima kasih
atas bantuan mereka dalam penelitian tersebut dan dalam menyusun draftterbitan ini
dalam versi bahasa Spanyol dan Prancis.
Dewan Eropa juga telah berkontribusi pada draft awal bahasa Prancis melalui
layanan penerjemahannya dan ECPAT Internasional telah membuat terjemahan awal
bahasa Spanyol serta pengeditan versi akhirnya mungkin untuk dilakukan. Kelompok
Telekomunikasi Internasional dan UNICEF telah menjadi tuan rumah pertemuan
Kelompok Kerja Antar Lembaga di Jenewa dan Kelompok Telekomunikasi Internasional
juga telah menyediakan template untuk penerbitan karya ini sebagai sebuah buku
elektronik, dan ECPAT Luxembourg dan Pemerintah Luxembourg telah membuat
pertemuan akhir Kelompok Kerja Antar Lembaga mungkinn untuk dilakukan.
5
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Prakata
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam usaha-usaha kita untuk
menghormati, melindungi dan mengimplementasikan hak-hak anak. Agar komunikasi
dengan dan antara anak, orang tua, aparat pemerintah, profesional dan relawan yang
bekerja dengan atau untuk anak bisa dilakukan dengan seefektif mungkin, maka kita
harus menggunakan berbagai istilah dan konsep yang dipahami oleh semua aktor ini
dan mereka anggap lebih menghargai.
Selama dekade yang lalu, orang yang bekerja untuk pencegahan dan penghapusan
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual telah berjibaku dengan istilah-istilah baru
seperti grooming, Sexting dan live streaming kekerasan seksual anak. Pada saat yang
sama, istilah-istilah seperti pelacuran anak dan pornografi anak telah semakin dikritisi
(termasuk, pada saat itu, oleh para korban kejahatan yang sangat keji ini) dan banyak
diganti dengan istilah-istilah alternatif yang dianggap tidak begitu membahayakan atau
memberi stigma pada anak tersebut. Belum jelas apakah dan bagaimana hal-hal baru
dan perubahan-perubahan terminologi ini seharusnya mengarah pada pendekatan-
pendekatan atau aksi-aksi yang berbeda, dan telah ada keprihatinan yang lebih besar
bahwa sejumlah perubahan pada istilah-istilah yang sudah ada (khususnya istilah-
istilah hukum yang telah ditetapkan) bisa mengakibatkan kebingungan atau kurangnya
pemahaman, dan bahkan menghalangi pencegahan dan penghapusan eksploitasi
seksual anak secara efektif, kecuali jika perubahan ini terjadi secara bersamaan oleh
banyak aktor perlindungan anak.
Pada inisiatif ECPAT, sebuah Kelompok Kerja Antar Lembaga telah dibentuk untuk
menyusun draft Panduan Terminologi untuk perlindungan anak dari eksploitasi seksual
dan kekerasan seksual. Komitmen dan masukan yang sangat berharga dari para
anggota Kelompok Kerja tersebut telah mengarah pada pengadopsian, di Luksemburg,
Panduan yang dipaparkan dalam dokumen ini (oleh karena itu disebut “Panduan
Luksemburg).
Tujuan dokumen ini adalah untuk memberi semua orang dan lembaga yang bekerja
untuk pencegahan dan penghapusan semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual anak sebuah panduan untuk pemahaman dan penggunaan istilah dan konsep
yang berbeda yang mungkin mereka temui dalam kerja mereka. Harapan kami adalah
bahwa Panduan ini akan disebarluaskan secara luas dan bahwa semua aktor akan
membiasakan diri mereka sendiri dengan arti dan kemungkinan penggunaan berbagai
istilah dan konsep yang dipaparkan dalam Panduan ini. Kami percaya bahwa dengan
melakukan hal itu, mereka akan berkontribusi pada perlindungan anak dari semua
bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual dengan lebih efektif.
Jaap E. Doek
Ketua Kelompok Kerja Antar Lembaga
6
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Kelompok Kerja Antar Lembaga
Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut terdiri dari perwakilan dari organisasi-
organisasi berikut ini (dalam urutan alpabet):
-	 African Committee on the Rights and Welfare of the Child
-	 Child Rights Connect
-	 Council of Europe Secretariat
-	 ECPAT
-	 Europol
-	 INHOPE – The International Association of Internet Hotlines
-	 Instituto Interamericano del niño, la niña y adolescentes (OEA)
-	 International Centre for Missing and Exploited Children
-	 International Labour Office
-	 International Telecommunication Union
-	 INTERPOL
-	 Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights
-	 Plan International
-	 Save the Children International
-	 Special Representative of the United Nations Secretary General on Violence
against Children
-	 United Nations Commitee on the Rights of the Child
-	 United Nations Special Rapporteur on the sale of children, child prostitution and
child pornography
-	 United Nations Children’s Fund (UNICEF)
Pengamat proyek
-	 London School of Hygiene & Tropical Medicine
-	 Oak Foundation
-	 University of Bedfordshire, The International Centre: Researching child sexual
exploitation, violence and trafficking
Sanggahan
Panduan Terminologi ini merupakan rangkaian orientasi yang dapat digunakan sebagai
sebuah alat untuk meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan seksual.Akan tetapi,
harus dicatat bahwa pandangan-pandangan yang diberikan dalam Panduan ini tidak
harus mencerminkan posisi resmi organisasi internasional yang berpartisipasi dalam
proyek tersebut atau sekretariat mereka. Baik organisasi seperti itu maupun setiap
orang yang bertindak atas nama mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
penggunaan informasi yang dimuat dalam Panduan ini. Disamping itu, harus dicatat
bahwa tidak satu pun dari organisasi-organisasi yang berpartisipasi dalam proyek
ini, atau sekretariat mereka, punya niat untuk memiliki lebih dahulu keputusan akhir
pada masa yang akan datang yang dibuat oleh badan-badan yang memerintah, yang
membuat perjanjian atau yang menafsirkan perjanjian.
7
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih
Prakata
Kelompok Kerja Antar Lembaga
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan
Kekerasan Seksual
Pendahuluan
	 Peta Jalan ke Panduan Terminologi
Panduan Terminologi
A.	 Anak
A.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
A.2. Pertimbangan terminologi
A.3. Istilah-istilah terkait
A.3.i Usia dewasa
A.3.ii Usia persetujuan seksual
A.3.iii Orang yang belum dewasa
A.3.iv Anak
A.3.v Remaja
A.3.vi Anak usia belasan
A.3.vii Orang muda/remaja
A.3.viii Anak dalam lingkungan online
B.	 Penyalahgunaan seksual terhadap anak
B.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
B.2. Instrumen yang tidak mengikat
B.3. Pertimbangan terminologi
B.4. Istilah terkait
	 B.4.i Serangan seksual terhadap anak
C.	 Kekerasan seksual anak
C.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
C.2. Instrumen yang tidak mengikat
C.3. Pertimbangan terminologi
C.4. Istilah terkait
	 C.4.i Inses
	 C.4.ii Perkosaan anak
	 C.4.iii Pencabulan terhadap anak
	 C.4.iv Sentuhan seksual terhadap anak
	 C.4.v Pelecehan seksual terhadap anak
	 C.4.vi Kekerasan seksual anak secara online
D.	 Eksploitasi seksual anak
D.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
D.2. Instrumen yang tidak mengikat
D
4
5
6
11
12
16
17
17
18
19
20
20
22
23
24
25
25
26
28
28
28
29
35
35
36
36
37
37
39
39
39
40
40
41
42
44
44
44
11
8
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
D.3. Pertimbangan terminologi
D.4. Istilah terkait
D.4.i Eksploitasi seksual komersial anak
D.4.ii Dipesan
D.4.iii Eksploitasi seksual anak online
E.	 Eksploitasi seksual anak dalam/untuk pelacuran
E.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
E.2. Instrumen yang tidak mengikat
E.3. Pertimbangan terminologi
E.4. Istilah terkait
E.4.i Anak dalam (sebuah situasi) pelacuran
E.4.ii Pelacur anak
E.4.iii Pekerja seks anak
E.4.iv Anak/remaja/orang muda yang menjual seks
E.4.v Pelacuran sukarela/yang melibatkan diri sendiri
E.4.vi Seks transaksional
E.4.vii Penggunaan anak untuk pertunjukan pornografi
F.	 Pornografi anak
F.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
F.2. Instrumen yang tidak mengikat
F.3. Pertimbangan terminologi
F.4. Istilah terkait
F.4.i Materi kekerasan seksual anak/materi eksploitasi seksual anak
F.4.ii Materi kekerasan seksual anak yang dihasilkan komputer/secara digital
F.4.iii Gambar anak yang diseksualkan/erotika anak
F.4.iv Konten/materi seksual yang dihasilkan sendiri
F.4.v Sexting
F.4.vi (Paparan pada) konten berbahaya
F.4.vii Korupsi anak untuk tujuan seksual
G.	 Kekerasan seksual anak online yang disiarkan secara langsung
G.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
G.2. Pertimbangan terminologi
G.3. Istilah terkait
G.3.i Streaming kekerasan seksual anak yang disiarkan secara langsung
G.3.ii Kekerasan seksual anak yang harus dipesan
G.3.iii Pariwisata seks anak webcam/kekerasan seks anak webcam
H.	 Permohonan anak untuk tujuan seksual
H.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
H.2. Instrumen yang tidak mengikat
H.3. Pertimbangan terminologi
H.4. Istilah terkait
H.4.i Grooming (online/offline) untuk tujuan seksual
H.4.ii Bujuk rayu seksual anak online
H.4.iii Pemerasan seksual anak
45
47
47
49
49
51
51
51
52
53
53
54
55
55
55
56
58
60
60
61
61
65
65
67
70
71
73
74
75
76
76
77
78
78
79
79
80
80
81
81
84
84
85
85
9
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
I.	 Eksploitasi seksual anak dalam konteks perjalanan dan pariwisata
I.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
I.2. Instrumen yang tidak mengikat
I.3. Pertimbangan terminologi
I.4. Istilah terkait
I.4.i Pariwisata seks anak
J.	 Penjualan anak
J.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
J.2. Instrumen yang tidak mengikat
J.3. Pertimbangan terminologi
K.	 Perdagangan anak
K.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
K.2. Instrumen yang tidak mengikat
K.3. Pertimbangan terminologi
L.	 Pernikahan anak/dini
L.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
L.2. Instrumen yang tidak mengikat
L.3. Pertimbangan terminologi
L.4. Istilah terkait
L.4.i Pernikahan paksa
L.4.ii Pernikahan umur belasan
L.4.iii Pernikahan sementara
M.	 Praktik berbahaya
M.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
M.2. Instrumen yang tidak mengikat
M.3. Pertimbangan terminologi
N.	 Bentuk-bentuk perbudakan/perbudakan anak modern
N.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
N.2. Instrumen yang tidak mengikat
N.3. Pertimbangan terminologi
O.	 Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
O.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
O.2. Instrumen yang tidak mengikat
O.3. Pertimbangan terminologi
P.	 Korban eksploitasi seksual dan/atau kekerasan seksual anak
P.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
P.2. Instrumen yang tidak mengikat
P.3. Pertimbangan terminologi
P.4. Istilah terkait
P.4.i Pengidentifikasian korban
P.4.ii Orang yang selamat/penyintas
P.4.iii Anak yang menjadi sasaran eksploitasi seksual/kekerasan seksual
P.4.iv Pengorbanan
86
86
87
87
89
89
90
90
91
91
93
93
94
95
97
97
97
99
102
102
104
105
106
106
106
106
110
110
111
111
114
114
114
115
118
118
118
119
121
121
123
124
125
10
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
P.4.v Pengorbanan diri sendiri
P.4.vi Pengorbanan kembali
P.4.vii Pengorbanan sekunder
Q.	 Pelaku kejahatan seksual terhadap anak
Q.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
Q.2. Instrumen yang tidak mengikat
Q.3. Pertimbangan terminologi
Q.4. Istilah terkait
Q.4.i Pelaku seks
Q.4.ii Pelaku seks anak (child sex offender)
Q.4.iii Sub kategori pelaku kejahatan seksual terhadap anak
Q.4.iv Pelaku seks anak lintas negara
Q.4.v Pelaku seks anak yang melakukan perjalanan
Q.4.vi Wisatawan seks anak
Q.4.vii Pelaku seks anak (juvenile sex offender)
Q.4.viii Fasilitator
Q.4.ix Pelanggan/klien/John
Akronim
Ikhtisar istilah dan rekomendasi
125
126
127
128
128
128
129
130
130
131
131
135
136
136
137
138
139
140
142
11
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari
Eksploitasi dan Kekerasan Seksual
Pendahuluan
Kata itu penting karena kata mempengaruhi bagaimana kita menggambarkan masalah,
memprioritaskan isu dan memberi respon. Penggunaan bahasa dan istilah yang tidak
konsisten dapat mengarah pada respon kebijakan dan hukum yang tidak konsisten
tentang hal yang sama. Walaupun telah ada definisi hukum untuk sejumlah kejahatan
seksual pada anak, masih ada banyak kebingungan seputar penggunaan terminologi
yang berbeda terkait dengan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak.
Bahkan, walaupun istilah yang sama digunakan, masih sering ada ketidaksesuaian
tentang arti istilah tersebut yang sebenarnya dan hal ini dapat mengarah pada
penggunaan kata-kata yang sama untuk merujuk pada tindakan atau situasi yang
berbeda. Hal ini telah menciptakan tantangan yang besar untuk pengembangan
kebijakan dan program, pengembangan perundang-undangan dan pengumpulan data
dan dapat mengarah pada respon yang kurang memadai dan metode untuk mengukur
dampak atau menetapkan sasaran yang terbatas dan tidak efektif. Dalam konteks
kekerasan dan eksploitasi seksual anak lintas negara, kesulitan-kesulitan ini semakin
bertambah.
Tidak adanya kesepakatan pada tingkat internasional tentang beberapa istilah atau
bahasa yang seharusnya digunakan telah berdampak pada usaha-usaha global untuk
pengumpulan data dan pengidentifikasian berbagai pengandaian tentang eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual anak. Kebingungan dalam penggunaan bahasa
dan istilah dapat menghalangi dan merusak program advokasi dan kerjasama antar
pemerintah dan antar lembaga. Menterjemahkan berbagai istilah ke dalam berbagai
bahasa memberi tantangan lebih lanjut. Tanpa adanya pemahaman konseptual
yang jelas tentang (dan kesesuaian dengan) artinya, menterjemahkan istilah-istilah
tersebut secara akurat ke dalam berbagai bahasa menjadi sebuah tugas berat dan
membutuhkan banyak sumber daya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kejelasan konseptual yang lebih baik tentang terminologi
untuk memastikan advokasi, kebijakan dan hukum yang lebih kuat dan lebih konsisten
dalam semua bahasa di seluruh belahan dunia. Untuk melahirkan kejelasan yang
lebih baik dalam konseptualisasi, definisi dan penterjemahan eksploitasi anak dan
kekerasan seksual anak, dibutuhkan sebuah dialog berbagai pemangku kepentingan
yang melibatkan suara berbagai aktor pada semua tingkatan. Mengingat perubahan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat cepat yang pada akhirnya
membawa berbagai perwujudan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak baru,
maka sangat penting untuk membentuk sebuah pemahaman yang sama dalam usaha
global untuk memberantas pelanggaran hak anak ini.
Inisiatif ECPAT Internasional bertujuan untuk mengatasi kurangnya kesepakatan
diantara badan PBB, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam hak
anak serta lembaga penegak hukum internasional dan regional terkait dengan istilah
apa yang harus digunakan untuk menggambarkan bentuk-bentuk eksploitasi seksual
dan kekerasan seksual anak yang berbeda-beda. Pada September 2014, dibentuk
sebuah Kelompok Kerja Antar Lembaga yang terdiri dari perwakilan dari berbagai
12
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
pemangku kepentingan kunci. Dengan memanfaatkan berbagai keahlian yang dimiliki
oleh para perwakilan Kelompok Kerja Antar Lembaga dan organisasi mereka masing-
masing, maka diluncurkan sebuah analisa mendalam dan diskusi tentang terminologi
dan definisi yang berlangsung selama lebih dari setahun. Kelompok Kerja Antar
Lembaga tersebut diketuai oleh Professor Jaap Doek, mantan Ketua Komite PBB untuk
Hak Anak. Bersamaan dengan diskusi Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut, maka
diadakan sebuah proses konsultasi tentang perlindungan anak dengan kelompok ahli
yang lebih besar dengan bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol sebagai bahasa asli/
bahasa kerja.
Panduan Terminologi ini mewakili hasil inisiatif antar lembaga dan berisi berbagai
istilah yang umumnya digunakan oleh para profesional dan lembaga internasional
dalam program mereka tentang pencegahan dan penghapusan eksploitasi seksual
dan kekerasan seksual anak. Berbagai istilah ini dimaksudkan bersifat “universal” dan
dapat diterapkan pada berbagai program untuk menentang fenomena ini dalam semua
situasi, termasuk situasi kemanusiaan.
Arti dari setiap istilah tersebut dijelaskan dari sudut pandang ilmu Bahasa dan
penggunaannya dianalisa. Jika ada kebutuhan dalam penggunaan istilah tertentu,
maka kebutuhan tersebut akan disebutkan. Disamping itu, penggunaan istilah-istilah
tertentu tidak disarankan. Untuk setiap istilah yang telah didefinisikan dalam berbagai
instrumen hukum internasional dan/atau regional, maka definisi-definisi seperti itu telah
dimasukkan. Jika sesuai, informasi dari Komentar Umum tentang badan perjanjian
hak asasi manusia serta resolusi dan rekomendasi oleh organisasi internasional dan
regional juga digunakan. Semua organisasi yang berpartisipasi juga telah berkontribusi
dengan memberikan laporan dan terbitan relevan yang telah dibuat oleh organisasi
mereka masing-masing.
Sudah banyak yang berubah dalam beberapa tahun belakangan ini dalam terminologi
yang digunakan dalam bidang perlindungan anak, khususnya sebagai akibat dari
penggunaan internet untuk melakukan berbagai bentuk eksploitasi dan/atau kekerasan
seksual, contohnya “online grooming” dan “live streaming of sexual abuse”. Walaupun
standar internasional belum mencerminkan semua fenomena baru ini, Panduan
Terminologi memuat sebuah analisa awal tentang istilah-istilah yang digunakan untuk
menjelaskan fenomena tersebut yang bertujuan untuk mengklarifikasi arti dan memberi
saran tentang penggunaannya. Mengingat sifat eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual anak yang selalu berubah-ubah, khususnya eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual anak yang dilakukan melalui perangkat TIK, maka Panduan Terminologi ini
mungkin perlu dikaji ulang secara reguler.
Peta Jalan ke Panduan Terminologi
Tantangan pertama dan utama bagi Kelompok Kerja Antar Lembaga adalah untuk
memutuskan istilah-istilah mana yang harus dimasukkan dalam Panduan Terminologi
tersebut. Keputusan untuk memasukkan sebuah istilah didasarkan pada aturan/kriteria
berikut ini:
-	 Istilah tersebut memiliki sebuah definisi hukum dalam perjanjian internasional
dan/atau regional terkait dengan eksploitasi seksual dan/atau kekerasan
seksual anak.
-	 Istilah tersebut, walaupun tidak memiliki sebuah definisi hukum menurut hukum
internasional, sering digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan/atau
13
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
kekerasan seksual anak.
-	 Istilah tersebut digunakan untuk perbuatan yang tujuan utamanya adalah untuk
memfasilitasi, memungkinkan, menyebarkan, menghasut atau terlibat dalam
eksploitasi seksual atau kekerasan seksual pada seorang anak.
-	 Istilah tersebut menciptakan kesalahpahaman diantara pemangku kepentingan
yang berbeda-beda terkait dengan hak anak dan hak atas perlindungan dari
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual menurut hukum internasional.
-	 Istilah tersebut mensahkan, mendorong, menyebarkan atau menghasut
stereotipe, sikap masyarakat, keyakinan budaya atau norma yang
membahayakan atau merusak hak anak atas perlindungan dari eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual.
Aturan-aturan ini telah menjadi panduan yang baik tetapi tidak selalu tegas. Dalam
beberapa kesempatan, Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut menemukan sebuah
istilah yang tidak dicakup oleh salah satu aturan tersebut walaupun cukup signifikan
untuk dimasukkan dalam Panduan tersebut.
Disamping itu, Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut telah mendiskusikan masukan
dari berbagai kategori anak yang dianggap sangat berisiko untuk menjadi korban
eksploitasi atau kekerasan seksual seperti anak jalanan, anak yang melarikan diri
dari rumah, anak pengungsi yang tidak didampingi dan anak yang bekerja. Kelompok
Kerja Antar Lembaga tersebut telah memutuskan untuk tidak memasukkan kelompok-
kelompok ini. Anak-anak seperti itu bisa menjadi korban dari banyak pelanggaran hak
lainnya dan memasukkan mereka dalam Panduan ini, berarti mengkhususkan salah
satu dari risiko tersebut dan bisa berakibat pada sebuah pelabelan yang ingin dihindari
oleh Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut.
Tantangan selanjutnya bagi Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut adalah untuk
menentukan urutan struktur istilah-istilah tersebut ke dalam Panduan. Telah disepakati
untuk bergerak dari istilah kunci “anak” ke istilah-istilah yang lebih umum seperti
kekerasan seksual pada anak dan eksploitasi seksual anak yang diikuti oleh istilah-
istilah yang lebih khusus seperti pelacuran anak, pornografi anak dan kekerasan seksual
atau eksploitasi seksual online dan dalam perjalanan dan pariwisata. Beberapa bagian
akhir menjelaskan tentang korban eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak
serta pelaku kejahatan seksual pada anak. Di dalam setiap bagian yang menjelaskan
tentang istilah-istilah (umum dan khusus) ini, Kelompok Kerja Antar Lembaga
tersebut juga telah mengidentifikasi istilah-istilah yang berkaitan secara langsung dan
memasukkannya dalam sub-bagian.
Tantangan terakhir adalah penomoran bagian dan sub-bagian tersebut. Kelompok
Kerja Antar Lembaga tersebut memutuskan untuk menggunakan penomoran yang
sama persis untuk versi bahasa yang berbeda-beda agar lebih mudah untuk membuat
perbandingan diantara versi-versi tersebut. Hal ini membutuhkan penggunaan sebuah
nomor dengan penyebutan “Dipesan” ketika sebuah istilah tertentu tidak dimasukkan
dalam salah satu versi bahasa tetapi ada dalam versi bahasa yang lain.
Untuk sebuah pemahaman dan penggunaan yang layak dari Panduan, ada dua istilah
yang membutuhkan perhatian khusus yaitu: “anak” dan “aktifitas seksual”.
Untuk cakupan dokumen ini, organisasi yang berpartisipasi sepakat bahwa istilah
“anak” seharusnya merujuk pada setiap orang di bawah usia 18 tahun sesuai dengan
14
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Konvensi Hak Anak (KHA).1
Meskipun demikian, untuk tujuan kejelasan, istilah pertama
yang ditangani oleh Panduan Terminologi adalah “anak”. Hal ini dimaksudkan untuk
menggambarkan perdebatan yang masih ada terkait dengan konsep “anak”.
Disamping itu, istilah “aktifitas seksual” merujuk pada setiap tindakan seksual eksplisit
dan non-eksplisit nyata atau tiruan atau tindakan yang bersifat seksual. Istilah “aktifitas
seksual” sering kali digunakan di dalam definisi kekerasan dan eksploitasi seksual
anak tetapi cakupan pastinya jarang didefinisikan. Baik KHA (1989) maupun Protokol
Opsionalnya tentang PenjualanAnak, PelacuranAnak dan PornografiAnak (2000)2
tidak
secara jelas mendefinisikan istilah “aktifitas seksual”. Protokol Opsional tersebut hanya
menyebutkan aktifitas-aktifitas seksual yang eksplisit seperti itu (walaupun aktifitas-
aktifitas seksual tersebut bisa tiruan) dan gagal untuk menjelaskan secara tepat apa
saja yang dimasukkan dalam pendapat ini dan oleh karena itu, hal ini meninggalkan
sebuah celah potensial dalam hukum internasional terkait dengan aktifitas-aktifitas
seksual yang dianggap “non-eksplisit”. Sebuah definisi hukum tentang “tingkah laku
eksplisit secara seksual” diberikan oleh Dewan Konvensi Eropa tentang Perlindungan
Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual (“Konvensi Lanzarote”)3
dan
penjelasanya pada 2007, termasuk dalam pendapat ini “setidaknya tindakan-tindakan
nyata atau tiruan berikut ini: a) hubungan seksual, termasuk alat kelami ke alat kelamin,
mulut ke alat kelamin, anus ke alat kelamin atau mulut ke anus, antara anak, atau antara
orang dewasa dan anak, dengan jenis kelamin yang sama atau lawan jenis; b) sifat
kebinatangan; c) onani; d) kekerasan sadistik atau masohistik dalam sebuah konteks
seksual; atau e) pameran/pertunjukan alat kelamin atau daerah pinggang seorang anak
yang dapat membangkitkan nafsu. Tidak masalah apakah perbuatan yang digambarkan
tersebut nyata atau tiruan.”4
Disamping itu, dalam laporan implementasi pertamanya
yang diadopsi pada Desember 2015, Komite Lanzarote “mengundang para Pihak untuk
mengkaji ulang perundang-undangan mereka untuk menangani semua bahaya besar
bagi integritas seksual anak-anak dengan tidak membatasi pelanggaran pidananya
pada hubungan seksual atau tindakan-tindakan serupa”.5
Sekarang, tidak ada keraguan bahwa semua bentuk perbuatan seksual yang melibatkan
penetrasi seharusnya dimasukkan ke dalam cakupan “aktifitas seksual” tetapi,
sebagaimana yang telah ditunjukkan di atas, definisi hukum juga telah memasukkan
onani dan pertunjukan alat kelamin anak yang dapat membangkitkan nafsu sebagai
tingkah laku eksplisit secara seksual. Dalam perlindungan anak dari eksploitasi seksual
1	 Majelis Umum PBB, “Konvensi Hak Anak”, diadopsi di New York, 20 November 1989
htpp://www.un.org/documents/ga/res/44/a44r025.htm
2	 Majelis Umum PBB, Protokol Opsional KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak
dan Pornografi Anak, diadopsi pada tanggal 25 Mei 2000 http://www.ohchr.org/EN/Pro-
fessionalInterest/Pages/OPSCCRC.aspx
3	 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan
Kekerasan Seksual, diadopsi oleh Komite Menteri”, Seri Traktat Dewan Eropa (CETS)
201, Lanzarote, 25 Oktober 2007 http://www.coe.int/en/web/conventions/full-list/-/con-
ventions/treaty/201
4	 Dewan Eropa, “Laporan Penjelasan untuk Konvensi Dewan Eropa tentang Perlind-
ungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual”, 2007, ayat 143 https://
rm.coe.int/CoERMPublicCommonSearchServices/DisplayDCTMContent?documen-
tId=09000016800d3832
5	 Komite Para Pihak Konvensi Dewan Eropa tentang Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Seksual dan Kekerasan Seksual, “Laporan Implementasi Pertama: Perlindungan Anak
dari Kekerasan Seksual dalam Lingkar Kepercayaan”, 2015, diadopsi pada tanggal 4
Desember 2015 http://www.coe.int/en/web/children/lanzarote-commitee
15
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
dan kekerasan seksual, sepertinya penting sekali untuk fokus pada tindakan-tindakan
yang membahayakan integritas seksual anak. Untuk tujuan dokumen ini, pendapat
tentang “aktifitas seksual” memasukkan aktifitas-aktifitas seksual eksplisit dan non-
eksplisit yang menyebabkan bahaya seperti itu.
16
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Panduan Terminologi
Ketiga lingkaran berikut ini menunjukkan bagaimana sebuah istilah tertentu dapat
digunakan:
O Lingkaran kosong menunjukkan bahwa sebuah istilah dapat digunakan tanpa
keprihatinan khusus apapun dalam konteks perlindungan anak dari eksploitasi seksual
dan kekerasan seksual: Arti istilah tersebut kelihatannya dapat dipahami secara
umum tanpa adanya kebingungan dan/atau istilah tersebut tidak membahayakan anak
tersebut. Istilah-istilah dengan sebuah lingkaran kosong akan disertai dengan tulisan:
“Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau
dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut.”
Ø Lingkaran yang disilang satu menunjukkan sedikit ketidaksetujuan tentang apakah
istilah tersebut sebaiknya digunakan atau tidak, atau tentang bagaimana istilah tersebut
sebaiknya digunakan (mis: dengan arti itu) dan menyarankan untuk memberikan
perhatian khusus kapan dan bagaimana menggunakan istilah tersebut dalam konteks
perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Istilah-istilah
dengan lingkaran yang disilang satu akan disertai dengan tulisan: “Perhatian khusus
sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.”
⊗ Lingkaran yang disilang dua menunjukkan istilah-istilah yang sebaiknya dibatasi
atau benar-benar dihindari dalam konteks perlindungan anak dari eksploitasi seksual
dan kekerasan seksual. Istilah-istilah dengan lingkaran yang disilang dua akan disertai
dengan tulisan: “Penggunaan istilah ini sebaiknya dihindari.”
17
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.	 Anak (Child)
O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau
dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut.
A.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum6
“Anak” bukan sebuah istilah yang sering diperdebatkan dan oleh karena itu digunakan
dalam banyak instrumen hukum internasional. Walaupun definisi hukum secara
tekstual, “anak” dapat sedikit bervariasi, tergantung pada instrumen tersebut, jelas
bahwa ada sebuah pemahaman universal tentang pendapat hukum tersebut:
i.	 1989: Pasal 1 KHA menyatakan bahwa, “yang dimaksud anak dalam Konvensi
ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan
undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa
dicapai lebih awal.”
ii.	 1990: Pasal 2 PiagamAfrika tentang Hak dan KesejahteraanAnak menyatakan
bahwa “yang dimaksud anak dalam Piagam ini adalah setiap orang yang
berusia di bawah 18 tahun.”7
iii.	 1999: Pasal 2 Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) No. 182
tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Konvensi ILO 182)
menyatakan bahwa istilah “anak” berlaku pada “semua orang dibawah usia
18 tahun”.8
iv.	 2000: Protokol Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan
pornografi anak, dalam Mukadimahnya, secara eksplisit merujuk pada Pasal
1 KHA.
v.	 2000: Pasal 3(d) Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum
Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak, suplemen Konvensi
PBB untuk menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional (“Protokol
Palermo”) mendefinisikan anak sebagai “setiap orang yang berusia dibawah
18 tahun”.9
vi.	 2001: Konvensi Dewan Eropa tentang Kejahatan Siber (“Konvensi Budapest”)
menggunakan istilah “orang yang belum dewasa” dalam Pasal 9 yang terkait
dengan pornografi anak dan menyatakan bahwa istilah tersebut mencakup
6	 Instrumen hukum yang dirujuk dalam seluruh dokumen ini mengikuti: pertama,urutan
hirarki (instrumen internasional sebelum instrumen regional) dan kedua, urutan kro-
nologi (tahun adopsi dari masa lalu sampai masa sekarang).
7	 Sidang Kepala Negara dan Pemerintah Organisasi Persatuan Afrika, “Piagam Afrika
tentang Hak dan Kesejahteraan Anak”, diadopsi pada Sidang Biasa ke-26 di Addis
Ababa, 9-11 Juli 1990 http://acerwc.org/theafrican-charter-on-the-rights-and-welfare-
of-the-child-acrwc/
8	 Organisasi Buruh Internasional, Konvensi tentang Pelarangan dan Aksi Segera untuk
Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak”, diadopsi di Jenewa,
17 Juni 1999 http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:12100:0::NO::P12100_ILO_
CODE:C182
9	 Majelis Umum PBB, “Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perda-
gangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak, Suplemen Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Menghapuskan Kejahatan Terorganisir Transnasional, diadopsi
di Palermo, 12-15 Desember 2000 https://www.unodc.org/documents/middleeastand-
northafrica/organised-crime/UNITED_NATIONS_CONVENTION_AGAINST_TRANS-
NATIONAL_ORGANIZED_CRIME_AND_THE_PROTOCOLS_THERETO.pdf
18
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
semua orang di bawah usia 18 tahun. Akan tetapi, sebuah Negara Peserta
boleh mensyaratkan batas usia yang lebih rendah yang tidak boleh kurang
dari 16 tahun.10
vii.	 2007: Konvensi Lanzarote menyatakan dalam Pasal 3(a) bahwa anak adalah
“setiap orang dibawah usia 18 tahun”.
A.2. Pertimbangan terminologi
Harus dicatat bahwa dokumen ini tidak harus mendefinisikan siapa anak tetapi lebih
pada cakupan keberlakuannya dalam hukum internasional: ketentuan-ketentuan
tersebut berlaku pada semua orang di bawah usia 18 tahun, dengan atau tanpa
pengecualian. Misalnya, Pasal 1 KHAmembuat sebuah pengecualian pada keberlakuan
KHA yang menyebutkan kemungkinan bahwa usia dewasa dicapai sebelum usia 18
tahun menurut hukum nasional. Hal ini juga yang terjadi dengan Protokol Opsional
KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak yang secara
eksplisit merujuk kembali pada Pasal 1 KHA dan oleh karena itu mengadopsi cakupan
keberlakuan yang sama.
Pada sisi yang lain, Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak tidak
membolehkan pengecualian seperti itu: tanpa memandang ketentuan-ketentuan
tentang usia dewasa dalam hukum dalam negeri, ketentuan-ketentuan Piagam Afrika
tersebut berlaku pada semua orang dibawah usia 18 tahun. Hal yang sama juga berlaku
untuk Konvensi ILO 182.
Meskipun ada pengecualian yang disebutkan oleh KHA, penting untuk dicatat bahwa
Komite Hak Anak (Komite KHA) secara konsisten telah merekomendasikan agar
semua negara memperluas cakupan KHA pada semua orang di bawah usia 18 tahun.11
Walaupun menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa semua orang di bawah
usia 18 tahun dianggap anak-anak dan mendapatkan hak dan perlindungan sesuai
dengan status ini, harus diakui juga bahwa anak-anak yang usianya lebih tua (usia
remaja), mereka umumnya dirujuk (khususnya dalam konteks non-hukum) sebagai
“remaja” atau “anak usia belasan” (lihat Bagian A.3.V dan A.3.VI).
Kesimpulan: Sejalan dengan sebagian besar instrumen hukum internasional dan
praktik internasional, organisasi yang berpartisipasi menasehatkan bahwa istilah
“anak” dipahami sebagai setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun.
10	 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Kejahatan Siber”, Seri Traktat Dewan Eropa 185,
diadopsi di Budapest, 23 November 2001 http://www.conventions.coe.int/Treaty/EN/
Treaties/Html/185.htm
11	 Komite KHA, “Langkah-Langkah Implementasi Umum”, Komentar Umum No. 5,
diadopsi pada sidang ke-34, 19 September-3 Oktober 2003 http://docstore.ohchr.org/
SelfServices/FilesHandler.ashx?enc=6QkG1d%2fPPRiCAqhKb7yhsiQql8gX5Zxh0c-
QqSRzx6Zd2%2fQRsDnCTcaruSeZhPr2vUevjbn6t6GSi1feVp%2bj5HTLU2Ub%2f-
PZZtQWn0jExFVnWuhiBbqgAj0dWBoFGbK0c
19
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.3. Istilah-istilah terkait
A.3.i Usia dewasa
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
Usia dewasa ditentukan dalam undang-undang, dan di banyak negara ditetapkan pada
usia 18 tahun. Ini adalah usia yang didefinisikan secara hukum dimana seseorang
menjadi orang dewasa dengan semua hak dan tanggung jawab yang melekat pada
masa dewasa. Ini berarti seseorang memiliki kemampuan penuh untuk bertindak atau
terlibat dalam aktifitas dan/atau urusan hukum apapun dan bertanggung jawab atas
tindakannya sendiri seperti kewajiban kontrak atau pertanggungjawaban atas kelalaian.
Secara umum, kewajiban orang tua untuk memberi dukungan kepada seorang anak
berakhir ketika anak tersebut mencapai usia dewasa.12
Kadang-kadang, seseorang bisa mendapatkan kapasitas untuk mengambil keputusan
penuh dari seseorang yang telah mencapai usia dewasa walaupun belum mencapai
usia tertentu melalui tindakan tertentu, misalnya dengan memasuki pernikahan.13
Hal
itu juga bisa sebagai akibat dari emansipasi (lihat Bagian A.3.III tentang “anak” di
bawah ini).
Sebagai sebuah penanda usia, usia dewasa umumnya merupakan istilah yang
disalahpahami dan kadang-kadang dibingungkan dengan tanda-tanda umur lainnya
seperti usia persetujuan menikah, usia persetujuan seksual atau usia minimum
tanggung jawab pidana.
Kesimpulan: Karena risiko kebingungan yang telah disebutkan di atas, perhatian harus
diberikan untuk memastikan bahwa istilah ini digunakan dengan benar. Disamping itu,
istilah tersebut sebaiknya digunakan dalam konteks hukum dan kurang relevan dalam
bidang-bidang lain.
12	 Misalnya, lihat Hukum AS, “Definisi Hukum dan Istilah Hukum Yang Telah Didefi-
nisikan” http://definitions.uslegal.com/a/age-ofmajority/
13	 Infra, Bagian L tentang “pernikahan anak/dini”.
20
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.3.ii Persetujuan Seksual (Sex Consent)
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
A.3.ii.a Definisi hukum
i.	 2007: Konvensi Lanzarote, dalam Pasal 18 tentang kekerasan seksual,
merujuk pada “usia hukum untuk aktifitas-aktifitas seksual” (Pasal 18(1)(a))
dan menyerahkan kepada Negara Peserta Konvensi Lanzarote tersebut untuk
memutuskan usia dibawahnya dilarang untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas
seksual dengan anak (Pasal 18(2)).
ii.	 2011: Direktif Uni Eropa (UE) 2011/93 tentang Memerangi Kekerasan Seksual
dan Eksploitasi Seksual Anak dan Pornografi Anak menggunakan, dalam Pasal
2, ungkapan “usia persetujuan seksual” dan menyatakan bahwa itu berarti “usia
dibawahnya, sesuai dengan hukum nasional, dilarang untuk terlibat dalam
aktifitas seksual dengan seorang anak.”14
A.3.ii.b Pertimbangan terminologi
Tidak ada perjanjian internasional yang menetapkan usia hukum untuk aktifitas-aktifitas
seksual. KHA, Protokol Opsional dan Konvensi ILO 182 membisu terkait dengan usia
persetujuan seksual dan menyerahkan sepenuhnya kepada Negara untuk menetapkan
usia ini. Usia hukum persetujuan seksual berbeda-beda antara satu negara dengan
negara lainnya walaupun banyak negara yang menetapkan usia persetujuan seksual
antara usia 14 dan 16 tahun.15
Konvensi Lanzarote dan banyak sistem hukum nasional membuat perbedaan antara
hubungan seksual diantara teman sebaya (dibawah 18 tahun) dan hubungan seksual
antara anak dan orang dewasa. Untuk mengakui kapasitas anak yang telah berkembang
tersebut dan fakta bahwa anak-anak yang telah mencapai usia persetujuan seksual
memiliki hak untuk terlibat dalam hubungan seksual (asalkan ini tidak bersifat eksploitatif
dan abusif). Konvensi Lanzarote telah memberi sebuah pengecualian pada kewajiban
Negara Peserta untuk mengkriminalkan perbuatan tertentu. Hal ini dilakukan dengan
merujuk pada “usia dibawahnya dilarang untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual
dengan anak” atau “usia sah untuk aktifitas seksual” (Pasal 18(1)(a) dan Pasal 23). Oleh
karena itu, misalnya, permohonan dari seorang anak di atas usia persetujuan seksual
tidak berarti sebuah pelanggaran pidana dengan sendirinya (tetapi bisa demikian,
tergantung pada keadaan tersebut).16
Disamping itu, Negara boleh memutuskan
untuk tidak mengkriminalkan tindakan-tindakan yang menyebabkan anak tersebut
menyaksikan kekerasan seksual atau aktifitas seksual (“korupsi anak”(Pasal 22)) jika
anak tersebut telah mencapai usia persetujuan seksual. Terakhir, Negara Peserta
Konvensi Lanzarote boleh memutuskan untuk tidak mengkriminalkan pembuatan atau
14	 Direktif 2011/93/UE Parlemen dan Dewan Eropa tanggal 13 Desember 2011 tentang
memerangi kekerasan seksual dan eksploitasi seksual anak dan pornografi anak dan
mengganti Keputusan Kerangka Kerja Dewan 2004/68/JHA http://eur-lex.europa.eu/
legal-content/EN/TXT/?uri=celex%3A32011L0093 (Catat bahwa Direktif tersebut telah
dirujuk secara salah sebagai 2011/92/UE dalam website Eur-lex).
15	 Beberapa negara menetapkan batas usia tersebut lebih rendah, misalnya Jepang,
dimana usia persetujuan seksual adalah 13 tahun. KUHP Jepang, Pasal 176 dan
177,http://www.oecd.org/site/adboecdantcorruptioninitiative/46814456.pdf
16	 Jika keadaan Konvensi Lanzarote Pasal 18.1.b. berlaku. Untuk informasi lebih lanjut
tentang hal ini, infra, Bagian H tentang permohonan anak untuk tujuan seksual.
21
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
kepemilikan bahan pornografi jika pembuatan tersebut dilakukan dengan persetujuan
seorang anak yang telah mencapai usia persetujuan seksual dan jika kepemilikan
tersebut hanya untuk penggunaan pribadi (Pasal 20(3)).
Berdasarkan pada hal-hal di atas, jelas bahwa KHA, Protokol Opsional dan Konvensi
Lanzarote tetap membisu terkait dengan persetujuan seksual dan menyerahkannya
pada negara untuk membuat undang-undang tentang masalah tersebut (KHA dan
Protokol Opsional) atau mengakui kapasitas anak yang telah berkembang dengan
menggunakan batas usia persetujuan seksual (Konvensi Lanzarote) yang di negara-
negara Eropa paling sering ditetapkan pada usia 14, 15 atau 16 tahun (Direktif UE
2011/93). Catat juga bahwa Direktif UE 2011/93 menyatakan bahwa lamanya hukuman
penjara untuk kejahatan-kejahatan yang terkait dengan eksploitasi seksual atau
kekerasan seksual anak bisa berbeda-beda, tergantung pada beratnya kejahatan
tersebut dan apakah anak tersebut sudah mencapai usia persetujuan seksual atau
belum.17
Kesimpulan: Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman atau
wilayah abu-abu dalam undang-undang tersebut, harus jelas bahwa usia persetujuan
seksual sebagaimana yang didefinisikan oleh hukum berarti bahwa melibatkan anak
dibawah usia tersebut dalam aktifitas seksual dilarang dalam semua keadaan dan
bahwa persetujuan dari anak seperti itu secara hukum tidak relevan. Seorang anak pada
atau diatas usia persetujuan seksual boleh, dengan persetujuannya, dilibatkan dalam
aktifitas-aktifitas seksual. Akan tetapi, tidak ada seorang anak pun yang seharusnya
pernah dapat, dalam keadaan apapun, secara hukum memberi persetujuan pada
eksploitasi atau kekerasannya sendiri. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk
mengkriminalkan semua bentuk eksploitasi seksual anak sampai usia 18 tahun dan
menganggap setiap dugaan “persetujuan”pada tindakan yang eksploitatif atau abusif
tidak batal.18
17	 Direktif 2011/93/EU, supra 14, Pasal 3(5)
18	 Misalnya, lihat Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Pen-
gamatan tentang Swiss dibawah Konvensi 182: “Komite tersebut menekankan bahwa
penting untuk membuat sebuah perbedaan antara usia persetujuan seksual dan kebe-
basan untuk terlibat dalam pelacuran”, 2014 http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=10
00:13100:0::NO:13100:P13100_COMMENT_ID:3145249
Lihat juga kasus hukum Piagam Eropa tentang Hak Sosial, yang, dalam kasus FAFCE
v. Irlandia, menyatakan bahwa: Pasal 7§10 mensyaratkan bahwa semua tindakan
eksploitasi seksual pada anak dikriminalkan […] Negara harus mengkriminalkan aktif-
itas-aktifitas yang telah didefinisikan terkait dengan anak dibawah usia 18 tahun tanpa
memandang usia persetujuan seksual nasional yang lebih rendah”, Laporan 89/2013,
Keputusan 12 September 2014, pasal 58.
http://www.coe.int/t/dghl/monitoring/socialcharter/Complaints/CC89Merits_en.pdf
22
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.3.iii Orang yang belum dewasa
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
“Orang yang belum dewasa” adalah sebuah istilah yang sering terlihat dalam teks
perundang-undangan. Dalam sebagian besar kamus, orang yang belum dewasa
dirujuk sebagai sebuah istilah hukum yang menunjukkan seseorang yang “dibawah
umur dimana anda secara hukum menjadi orang dewasa”19
– yaitu, yang belum
mencapai usia dewasa – yang dapat dicapai sebelum (atau setelah) usia 18 tahun,
tergantung pada perundang-undangan dari setiap negara. KHA tidak menggunakan
istilah ini sama sekali dan sebagai penggantinya menggunakan istilah “anak” untuk
merujuk pada setiap orang dibawah usia 18 tahun.
Khususnya dalam bahasa Prancis dan Spanyol, istilah “orang yang belum dewasa”
dapat mengirim sebuah pesan yang menyesatkan tentang anak-anak yang tidak
memiliki kapasitas dan/atau “lebih sedikit” daripada orang dewasa. Oleh karena itu,
istilah “orang dibawah umur 18 tahun” sering lebih dipilih dalam konteks non-hukum.
Tidak ada stigma khusus atau konotasi negatif terkait dengan orang dibawah umur 18
tahun yang dapat digunakan untuk merujuk pada anak-anak secara netral.
Istilah “orang yang belum dewasa” juga digunakan dalam kaitannya dengan kebebasan
– yaitu, “orang yang belum dewasa yang bebas”. Bebas berarti tidak atau tidak lagi
dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan hukum, sosial atau politik.20
Istilah tersebut
memiliki konotasi positif ketika merujuk pada, misalnya, kebebasan perempuan selama
1960an dan perolehan hak dan kesempatan.
Akan tetapi, istilah ini juga dipandang dalam konteks masa kanak-kanak dan secara
khusus terkait dengan pernikahan anak sebagai sebuah cara untuk menjadi bebas dan
kemudian dapat memiliki sebuah konotasi yang berbeda. Memang, ada risiko bahwa
seorang anak yang bebas bisa kehilangan perlindungannya sebagai seorang anak
menurut hukum nasional.21
Orang yang belum dewasa yang bebas bisa jadi seseorang
yang, karena orang tuanya telah meninggal atau sebaliknya tidak dalam sebuah posisi
untuk mengasuhnya, bertanggung jawab atas keluarganya dan/atau rumah tangganya.
Orang yang belum dewasa juga dapat dibebaskan melalui perintah pengadilan (kadang-
kadang dengan persetujuan orang tua) sebagai akibat dari keterlibatannya dalam
sebuah aktifitas usaha dan karena secara ekonomi telah mandiri. Di beberapa negara,
seorang anak juga bisa menjadi bebas jika dia menikah (secara sukarela atau tidak
sukarela) atau menjadi tentara.22
Kebebasan dapat saja akibat dari sebuah keputusan
pengadilan, ketentuan hukum atau situasi de facto.
19	 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Cambridge Dictionaries online juga meru-
juk istilah tersebut sebagai sebuah istilah hukum.
20	 Misalnya, lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Cambridge Advanced Learner’s
Dictionary dan Thesaurus.
21	 Komite KHA, Hak Anak atas Kebebasan dari Semua Bentuk Kekerasan”, Komentar
Umum No. 13, Dok. KHA/C/GC/13, diadopsi pada 18 April 2011 http://www2.ohchr.org/
english/bodies/crc/docs/CRC.C.GC.13_en.pdf,
menyatakan bahwa “Komite tersebut mempertimbangkan bahwa Pasal 19 [perlind-
ungan dari semua bentuk kekerasan] juga berlaku pada anak-anak dibawah umur 18
tahun yang telah mencapai kedewasaan atau kebebasan melalui pernikahan dini dan/
atau kawin paksa.”
22	 Sebagai contoh lihat http://www.crckids.org/child-support/child-emancipation/
23
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Kesimpulan: Karena artinya dapat sangat berbeda-beda, tergantung pada perundang-
undangan nasional dan kadang-kadang memiliki sebuah konotasi negatif, istilah
“orang yang belum dewasa” sebaiknya jangan terlalu sering digunakan dalam konteks
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual dan disiapkan untuk isu-isu hukum.
Terkait dengan istilah “orang yang belum dewasa yang bebas”, harus hati-hatiagar tidak
menggunakan istilah tersebut dengan cara yang akan mengeluarkan orang seperti itu
dari perlindungan yang seharusnya semua anak dapatkan, tanpa memandang situasi
kehidupan dan status mereka.
A.3.iv Anak (Juvenile)
ØPerhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
“Anak (Juvenile)” adalah istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk pada orang
dibawah usia 18 tahun. Aslinya, istilah tersebut diambil dari kata Latin jevenis yang
berarti “muda”, “orang muda”.23
Sekarang, istilah tersebut sering digunakan dalam
konteks peradilan pidana dimana istilah tersebut memiliki arti yang jelas dan tepat yang
merujuk pada anak yang berkonflik dengan hukum yaitu, “pelaku anak”24
atau “anak
nakal”. Istilah tersebut juga, walaupun tidak terlalu sering, digunakan terkait dengan
korban yaitu, “korban anak”.25
Dalam bahasa Prancis dan Spanyol, istilah ini utamanya digunakan sebagai kata
sifat dan bukan sebagai kata benda. Ketika istilah tersebut digunakan sebagai kata
sifat dalam bahasa Inggris, istilah tersebut sering memiliki konotasi yang agak negatif
yang mengungkapkan ketidaksetujuan (mis: seseorang yang bertindak atau menjadi
nakal).26
Kesimpulan: “Anak (juvenile)” adalah sebuah istilah yang paling tepat untuk digunakan
dalam konteks hukum, khususnya dalam bidang peradilan anak dan hanya untuk anak
yang telah mencapai usia tanggung jawab pidana.
23	 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary
24	 Cambridge Dictionaries merujuk istilah ini (kata benda) sebagai sebuah istilah hukum
dan memberi contoh “kejahatan anak”, “pelaku anak”.
25	 Misalnya, lihat Departemen Hukum AS, Kantor Peradilan Anak dan Pencegahan
Kejahatan, “Pelaku dan Korban Anak: Laporan Nasional 2014” http://www.ojjdp.gov/
ojstatbb/nr2014/html/chp2.html
26	 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary dan Cambridge Dictionaries online.
24
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.3.v Remaja
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
Walaupun sebagian besar kamus mendefinisikan remaja sebagai “[…] orang muda
dalam proses berkembang dari seorang anak menjadi dewasa”, 27
dan oleh karena
itu, dengan cara non-angka, sejumlah lembaga PBB telah mendefinisikan “remaja”,
baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Spanyol, sebagai seseorang sampai usia
19 tahun,28
dan masa remaja sebagai “masa dalam pertumbuhan dan perkembangan
manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa, dari umur
10 sampai 19 tahun”.29
Akan tetapi, istilah “remaja” bukan sebuah istilah hukum dan
istilah tersebut tidak dirujuk sama sekali dalam KHA atau Protokol Opsional.
Istilah “remaja” telah dimasukkan dalam judul Kongres Dunia III untuk Menentang
Eksploitasi Seksual Anak dan Remaja karena para pemangku kepentingan yang
menggunakan bahasa Prancis menjelaskan bahwa “anak” dalam bahasa Prancis
utamanya merujuk pada anak yang sangat muda dan tidak termasuk remaja. Istilah
“remaja” dapat menjadi sebuah cara untuk mendefinisikan tahap “penghubung” antara
masa anak-anak dan masa dewasa dan oleh karena itu, mengakui bahwa remaja (yang
secara hukum masih anak-anak jika dibawah usia 18 tahun) masih berada dalam tahap
pengembangan kapasitas dimana mereka dapat mengambil sebagian tanggung jawab
atau tanggung jawab penuh atas tindakan-tindakan tertentu (mis: persetujuan seksual
atau hak untuk bekerja yang telah diatur) sembari juga mengakui kurangnya kapasitas
hukum penuh mereka dan, yang terpenting, kurangnya kemampuan untuk memberi
persetujuan pada kekerasan atau eksploitasi.
Kesimpulan: Ketika istilah ini digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan
kekerasan seksual pada anak, penting untuk membedakan antara remaja sampai umur
18 tahun (yang secara hukum seharusnya dianggap anak) dan remaja berusia 18 tahun
keatas dan untuk memastikan bahwa remaja dibawah usia 18 tahun memperoleh hak
dan perlindungan yang diberikan kepada semua anak.
27	 Misalnya, lihat Oxford Dictionary online. http://www.oxforddictionaries.com/definition/
english/adolescent
28	 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Remaja”, http://
www.un.org/esa/socdev/documents/youth/fact-sheets/youth-definition.pdf
29	 Organisasi Kesehatan Dunia, “Kesehatan Ibu, Bayi, Anak dan Remaja: Perkembangan
Remaja”, http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/
25
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
A.3.vi Anak usia belasan
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
Istilah “anak usia belasan” terkait erat dengan istilah “remaja” dan kedua istilah ini
sering didefinisikan dengan cara yang sama persis, khususnya terkait dengan batas
usia atas 19 tahun.30
Berbicara secara semantik, istilah “anak usia belasan” memiliki
definisi yang sangat jelas: anak usia belasan berarti seseorang yang berusia antara 13
dan 19 tahun – yaitu, seseorang yang berada dalam usia “belasan”nya – oleh karena
itu merujuk pada akhiran bahasa Inggris “belasan” dalam kata “tiga belasan”, “empat
belasan”, dst.
Kesimpulan: Walaupun tidak ada indikasi khusus yang menentang penggunaan
istilah ini, harus berhati-hati ketika istilah tersebut digunakan dalam konteks eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual pada anak untuk membedakan antara anak usia
belasan sampai usia 18 tahun dan anak usia belasan berusia 18 tahun dan lebih serta
untuk memastikan bahwa anak usia belasan dibawah usia 18 tahun mendapatkan hak
dan perlindungan yang diberikan kepada semua anak.
A.3.vii Orang muda/pemuda
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
PBB mendefinisikan pemuda sebagai “masa transisi dari ketergantungan dari masa
anak-anak ke kemandirian masa dewasa. Oleh karena itu, sebagai sebuah kategori,
pemuda lebih berubah-ubah daripada kelompok umur tetap lainnya.”31
Untuk tujuan
statistik, PBB mendefinisikan “pemuda”sebagai kelompok umur 15-24 tahun32
dan Bank
Dunia telah mengadopsi definisi yang sama.33
PBB menggunakan istilah “pemuda” dan
“orang muda” secara bergantian.34
Dalam programnya terkait dengan kekerasan pasangan intim, WHO merujuk
“perempuan” sebagai seseorang yang berusia dari 15 tahun35
dan “perempuan muda”
30	 Misalnya, bandingkan definisi “remaja”oleh PBB dengan definisi “remaja” yang san-
gat jelas dan tidak bisa ditentang yang dapat dijumpai dalam sebagian besar kamus.
Misalnya, bercampurbaurnya kedua istilah ini juga bisa berasal dari fakta bahwa istilah
“anak usia belasan” tidak ditemukan dalam bahasa Prancis dan Spanyol dan utaman-
ya diterjemahkan kedalam kedua bahasa ini sebagai “remaja”.
31	 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Pemuda”, http://
www.un.org/esa/socdev/documents/youth/fact-sheets/youth-defnition.pdf
32	 Majelis Umum PBB, “Program Aksi Dunia untuk Pemuda sampai Tahun 2000 dan
Seterusnya”, Resolusi 50/81, 1995. Ayat 9 resolusi ini menyatakan bahwa PBB men-
definisikan pemuda sebagai kelompok umur 15-24 tahun. Kelompok umur yang sama
dinyatakan kembali dalam Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/56/117 pada 2001,
Komisi untuk Perkembangan Sosial Resolusi E/2007/26 & E/CN.5/2007/8 pada 2007
dan Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/62/126 pada 2008. Lihat http://www.un.org/
esa/socdev/documents/youth/factsheets/youth-defnition.pdf
33	 Misalnya, lihat http://www.youthpolicy.org/mappings/internationalyouthsector/directory/
actors/worldbank/
34	 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Pemuda”, supra
31.
35	 WHO, “KekerasanterhadapPerempuan: Pasangan Intim dan Kekerasan Seksual ter-
hadap Perempuan”, Lembar Fakta No. 239, diperbaharui pada November 2014 www.
who.int/mediacentre/factsheets/fs239/en
26
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
sebagai seseorang berusia 15-24 tahun.36
Dari sudut pandang perlindungan anak,
hal ini bisa menjadi masalah. Definisi WHO tentang kekerasan pasangan intim yaitu
“hubungan seks paksa dan bentuk-bentuk paksaan seks lainnya”,37
dan meliputi anak
perempuan belia dalam hubungan abusif dengan orang dewasa yang jauh lebih tua
yang sebaliknya didefinisikan sebagai eksploitasi seksual atau kekerasan seksual
anak untuk semua anak dibawah umur 18 tahun.
Piagam Pemuda Afrika mendefinisikan “pemuda” sebagai “setiap orang yang berusia
antara 15 dan 35 tahun” dan menggunakan istilah “pemuda” dan “orang muda” tersebut
secara bergantian. Piagam tersebut juga menyatakan bahwa orang muda yang berusia
antara 15 dan 17 tahun (yaitu pemuda dibawah umur 18 tahun) harus dianggap sebagai
orang yang belum dewasa.38
Kesimpulan: Ketika menggunakan istilah-istilah ini dalam konteks eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual anak, harus dijelaskan apakah istilah-istilah tersebut
memasukkan orang yang berusia 18 tahun atau lebih atau tidak. Disamping itu, harus
berhati-hati untuk memastikan hak hukum orang-orang yang berusia dibawah 18 tahun.
A.3.viii Anak dalam lingkungan online
Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.
Arti istilah “anak” sebagaimana yang dirujuk di atas dalam bab ini kadang-kadang lebih
sulit untuk ditangkap dalam ruang lingkup online karena istilah tersebut bisa terkait
dengan dua isu yang berbeda:
1.	 Tindakan anak secara online: Anak yang melakukan sebuah tindakan dalam
lingkungan online tidak berbeda dengan anak yang offline, bahkan jika haknya
untuk mengakses layanan online tertentu tanpa persetujuan orang tua bisa
sangat diperbolehkan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun. Walaupun
anak yang berumur di bawah batas usia yang telah ditentukan (mis: 13 tahun
untuk banyak layanan media sosial) bisa lebih rentan daripada anak-anak yang
usianya lebih tua, semua orang muda yang berusia dibawah 18 tahun berhak
atas perlindungan khusus.
2.	 Gambaran anak secara online: Anak tetaplah anak pada saat tertentu, tetapi
masa anak-anak, secara definisi, merupakan status sementara dan pasti
berlalu, yang akan anak tinggalkan saat dia semakin tua dan memasuki
masa dewasa. Akan tetapi, gambar kekerasan seksual anak tersebut dapat
tetap berada di dunia maya (online) jauh setelah dia mencapai masa dewasa
dan terus dikonsumsi (mis: disebarkan, dipertukarkan, dijual dan dibeli).
Pengorbanan anak dapat terjadi di satu negara pada waktu tertentu tetapi,
melalui penyebarluasan materi kekerasan seksual anak, dapat terus berlanjut
di berbagai negara dengan perundang-undangan yang berbeda atau pada
momen waktu yang sudah sangat jauh.
36	 WHO dan Program Bersama PBB tentang HIV dan AIDS (UNAIDS), “Kekerasan ter-
hadap Perempuan dan HIV/AIDS: Persimpangan Kritis”, Seri Buletin Informasi No. 1,
http://www.who.int/hac/techguidance/pht/InfoBulletinIntimatePartnerViolenceFinal.pdf
37	Ibid.
38	 Kepala Negara dan Pemerintah Uni Afrika, “Piagam Pemuda Afrika”, diadopsi di Ban-
jul, Juli 2006. http://africayouth.org/youth_charter
27
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Semuanya, yaitu Protokol Opsional, Konvensi Lanzarote dan Konvensi Budapest,
mencakup tindakan-tindakan yang melampaui pembuatan materi kekerasan
seksual anak, termasuk diantaranya unsur pokok kejahatan tersebut, menyediakan,
menyebarkan, mengirimkan, mendapatkan dan memiliki materi kekerasan seksual
pada anak,39
tidak tergantung pada waktu yang telah berlalu sejak pembuatan materi
kekerasan seksual anak tersebut. Memang, Konvensi Lanzarote juga memasukkan
gambaran buatan atau foto realistis anak yang sebenarnya tidak ada (Pasal 20).
Kesimpulan: Anak adalah setiap orang dibawah usia 18 tahun, apakah dia bertindak
dalam lingkungan online atau offline. Perlindungan dari eksploitasi seksual dan
kekerasan seksual seharusnya tidak dikurangi oleh fakta bahwa anak bertindak secara
online.
Disamping itu, terkait dengan keterwakilan anak secara online tersebut, gambar ilegal
seorang anak tetap ilegal karena orang yang digambarkan dalam gambar tersebut
telah menjadi orang dewasa dan dia masih menjadi korban materi kekerasan seksual
anak (yaitu pornografi anak menurut hukum internasional dan banyak sistem hukum
nasional). Oleh karena itu, gambar atau rekaman seorang anak secara online tetaplah
seorang anak bahkan ketika orang yang digambarkan telah memasuki usia dewasa.
39	 Konvensi Budapest, Supra 10, Pasal 9, Pasal 3(c) Protokol Opsional KHA tentang
penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak (supa 2) juga menyebutkan
menyebarluaskan, mengekspor, mengimpor dan menjual.
28
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
B.	 Kekerasan seksual pada anak
O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau
dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut.
B.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
i.	 1989: KHA tidak mendefinisikan “kekerasan seksual”, tetapi memasukkan
“kekerasan seksual” dalam definisinya tentang “kekerasan” dalam Pasal 1940
dan secara khusus membahas perlindungan dari eksploitasi seksual dan
kekerasan seksual dalam Pasal 34.
ii.	 2011: Konvensi Dewan Eropa tentang Pencegahan dan Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(“Konvensi Istanbul”) merujuk “kekerasan seksual” dalam Pasal 36. Disamping
itu, Pasal 3 Konvensi Dewan Eropa tersebut secara eksplisit juga memperluas
cakupan instrumen tersebut untuk memasukkan anak perempuan dibawah usia
18 tahun.41
B.2. Instrumen yang tidak mengikat
Istilah “kekerasan seksual” semakin banyak digunakan dalam resolusi Majelis Umum
PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia. Berikut ini adalah beberapa contohnya.
i.	 2010: Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia A/HRC/13/L.21 tentang Hak
Anak: Perang terhadap Kekerasan Seksual.42
ii.	 2011: Resolusi Majelis Umum PBB 66/140 tentang Anak Perempuan
menyebutkan kekerasan seksual terhadap anak.43
iii.	 2011: Resolusi Majelis Umum PBB 66/141 tentang Hak Anak, Ayat 23,
menyebutkan perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak lain.44
iv.	 2011: Komentar Umum Komite KHA No. 13 tentang Hak Anak atas
Kebebasan dari Semua Bentuk Kekerasan memberikan sebuah definisi
yang luas tentang kekerasan terhadap anak yang memasukkan kekerasan
dan eksploitasi seksual. Komentar tersebut mendefinisikan lebih lanjut
tentang eksploitasi seksual dan kekerasan seksual sebagai “(a) Rayuan
atau paksaan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktifitas seksual
yang tidak sah atau secara psikologis membahayakan; (b) Penggunaan
anak dalam eksploitasi seksual komersial; dan (c) Penggunaan anak dalam
40	 “Negara-Negara Peserta akan mengambil langkah-langkah legislatif, administratif,
sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan
fisik atau mental, luka atau kekerasan, pelelantaran atau perlakuan yang menelan-
tarkan, perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk kekerasan seksual, saat dalam
pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak.”
41	 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Pencegahan dan Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, Seri Traktat Dewan Eropa No.
210, diadopsi di Istanbul, 11 Mei 2014 http://www.coe.int/en/web/conventions/full-list/-/
conventions/treaty/210
42	 Maret 2010 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G10/123/83/PDF/
G1012383.pdf?OpenElement
43	 Diadopsi pada 19 Desember 2011 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?sym-
bol=%20A/RES/66/140
44	 Diadopsi pada 19 Desember 2011 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?sym-
bol=%20A/RES/66/141
29
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
gambar audio atau visual kekerasan seksual anak; (d) Pelacuran anak,
perbudakan seks, eksploitasi seksual dalam perjalanan dan pariwisata,
perdagangan (di dalam dan antar negara) dan penjualan anak untuk tujuan
seksual dan perkawinan paksa. Banyak anak mengalami pengorbanan
seksual yang tidak disertai oleh paksaan atau pengekangan fisik tetapi
meskipun demikian yang secara psikologis mengganggu, eksploitatif dan
traumatis.”45
v.	 Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan
Penghapusan Kekerasan terhadap Anak dalam Asosiasi Negara Asia
Tenggara (ASEAN), dalam Mukadimahnya, merujuk kebutuhan untuk
“mencegah dan melindungi [perempuan dan anak] dari dan respon pada
semua bentuk kekerasan, kekerasan dan eksploitasi […], termasuk
perempuan dan anak yang dieksploitasi secara seksual.”46
B.3. Pertimbangan terminologi
Walaupun istilah “kekerasan” sering digunakan terkait dengan beberapa bentuk
tindakan fisik; “keras” berarti “memiliki dampak yang besar atau kuat”.47
Walaupun
kamus bahasa Inggris sering merujuk “kekerasan” sebagai penggunaan kekuatan
fisik, juga diakui bahwa kekerasan berarti “tindakan atau kata yang dimaksudkan untuk
melukai orang.”48
Memang, semakin diakui bahwa kekerasan terhadap anak tidak
hanya bisa bersifat fisik tetapi juga psikologis dan seksual.49
Ide tentang “kekerasan seksual” umumnya digunakan ketika merujuk pada orang
dewasa dan sering dikaitkan dengan kekerasan berbasis jender dan wacana kesehatan
masyarakat dan sering dikaitkan dengan perkosaan.50
Deklarasi tentang Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1993,
mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai “setiap tindakan kekerasan
berbasis jender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya atau
penderitaan fisik, seksual atau psikologis pada perempuan, termasuk ancaman
untuk melakukan tindakan seperti itu, paksaan atau perampasan kebebasan dengan
sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan umum atau pribadi.”51
Kekerasan
terhadap perempuan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, “kekerasan fisik, seksual
dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, kekerasan seksual
45	 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, ayat 25.
46	 ASEAN, “Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
di ASEAN” diadopsi pada Pertemuan ke-23, 9 Oktober
47	 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary, asal dari kata “keras”.
48	 Cambridge Advanced Learner’s Dictionary dan Thesaurus.
49	 Lihat rujukan Resolusi Majelis Umum PBB dan Komite KHA yang telah disebutkan di
atas, Komentar Umum No. 13.
50	 Misalnya, lihat E. Krug dkk, Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan, Jene-
wa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2006, Bab 6, hal. 149, dimana dijelaskan
bahwa “kekerasan seksual termasuk perkosaan, yang didefinisikan sebagai penetrasi
atau penembusan paksa – walaupun hanya sedikit – alat kelamin perempuan atau
anus secara fisik dengan menggunakan penis atau bagian tubuh lainnya atau se-
buah benda. Percobaan untuk melakukan hal demikian dikenal sebagai percobaan
perkosaan. Perkosaan terhadap seseorang oleh dua pelaku atau lebih juga dikenal
sebagai perkosaan beramai-ramai. Kekerasan seksual bisa termasuk bentuk-bentuk
penyerangan lain pada organ intim, termasuk kontak paksa antara mulut dan penis,
kemaluan perempuan atau anus.”
51	 Dok. A/RES/48/104, 20 Desember 1993, Pasal 1.
30
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
terhadap anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terkait dengan mahar,
perkosaan dalam pernikahan, pemotongan alat kelamin perempuan dan praktik-
praktik tradisional lain yang membahayakan perempuan, kekerasan non pasangan
dan kekerasan yang terkait dengan eksploitasi; kekerasan fisik, seksual dan psikologis
yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan, kekerasan seksual,
pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, lembaga pendidikan dan ditempat
lain; perdagangan perempuan dan pelacuran paksa; dan kekerasan fisik, seksual dan
psikologis yang dilakukan atau dimaafkan oleh negara, dimanapun kekerasan tersebut
terjadi”.52
Deklarasi 1993 telah menjadi sebuah teks referensi pada tingkat global dan telah
memandu, misalnya, program WHO, yang, pada 2002, mendefinisikan kekerasan
seksual sebagai “setiap tindakan seksual, percobaan untuk mendapatkan sebuah
tindakan seksual, komentar atau rayuan seksual yang tidak diingini, atau tindakan
untuk memperdagangkan, atau jika tidak diarahkan, seksualitas seseorang dengan
menggunakan paksaan, oleh setiap orang tanpa memandang hubungan mereka
dengan korban, dalam situasi apapun, termasuk tetapi tidak terbatas pada rumah
dan tempat kerja”.53
Ditetapkan lebih lanjut bahwa “paksaan” dapat termasuk “seluruh
spektrum tingkat paksaan. Terlepas dari paksaan fisik, paksaan bisa termasuk intimidasi
psikologis, penculikan atau ancaman-ancaman lain.”54
Kajian Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak dan Laporan Dunia
tentang Kekerasan terhadapAnak yang menyertai kajian tersebut menekankan kembali
wacana tentang kekerasan terhadap anak pada tingkat PBB55
dan mengambil KHA
(khususnya Pasal 19) dan definisi WHO tentang kekerasan sebagai titik awal. Kajian
tersebut secara sistematis merujuk kekerasan seksual dan mengkontekstualkannya
dalam berbagai situasi, termasuk, antara lain, kekerasan seksual, eksploitasi seksual,
pelecehan seksual dan pelanggaran seksual terkait dengan internet. Sejak saat itu,
jumlah Majelis Umum PBB dan resolusi Komite HakAnak yang semakin meningkat telah
merujuk pada kekerasan seksual terhadap anak,56
secara khusus sering menangani
eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak. Dalam beberapa tahun terakhir,
wacana dalam bidang perlindungan anak juga telah bergerak kearah bahasa yang
lebih “berbasis kekerasan” (mis: kekerasan terhadap anak (violence against children)
sebagai pengganti kekerasan anak (child abuse)).
Walaupun tidak ada definisi hukum yang disetujui secara internasional tentang
kekerasan seksual, yang tidak disebutkan baik dalam KHAmaupun Protokol Opsional,57
penting untuk mencatat bahwa Pasal 7 Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana
Internasional memasukkan kejahatan terhadap kemanusiaan diantaranya “perkosaan,
perbudakan seks, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa atau bentuk
kekerasan seksual lain dengan keberatan yang seimbang” (ketika dilakukan sebagai
52	 Ibid., pasal 2.
53	 E. Krug dkk., Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan, supra 50, Bab 6, hal.
149.
54	 Ibid.
55	 P.S. Pinheiro, Laporan Dunia tentang Kekerasan terhadap Anak, New York, UN, 2006.
56	 Sebagai contoh, lihat Resolusi Majelis Umum PBB 66/140 (2011), 66/141 (2011),
68/146 (2013).
57	 Akan tetapi, sebaiknya diingat bahwa KHA versi bahasa Prancis menggunakan termi-
nologi violence sexuelle yang teks bahasa Inggris rujuk sebagai kekerasan seksual
(sexual abuse). Lihat Pasal 19 dan 34 KHA.
31
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
bagian dari sebuah serangan yang menyebarluas atau sistematis yang diarahkan pada
penduduk sipil manapun, dengan pengetahuan tentang serangan tersebut).58
Dalam sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Sekretaris Jenderal PBB
menyatakan, “Menurut hukum internasional, kekerasan seksual tidak sama artinya
dengan perkosaan. Undang-undang dan hukum kasus Pengadilan Internasional untuk
Bekas Yugoslavia dan Rwanda dan Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone, dan Unsur-
unsur Kejahatan dari Pengadilan Pidana Internasional, mendefinisikan kekerasan
seksual juga termasuk perbudakan seks, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi
paksa dan bentuk kekerasan seksual lain dengan keberatan yang seimbang, yang
bisa, tergantung pada keadaan, memasukkan situasi-situasi serangan tidak senonoh,
perdagangan, pemeriksaan medis yang tidak layak dan pencarian telanjang.59
Perincian
pelanggaran kekerasan seksual kedalam kategori-kategori yang telah dibuat di atas
memungkinkan sebuah pendekatan pada pencegahan yang lebih terfokus.60
Ide tentang “kekerasan seksual” semakin sering digunakan sebagai istilah payung
yang memasukkan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual.61
Hal ini sejalan dengan
Komentar Umum Komite KHA No. 13 yang telah disebutkan di atas, yang secara jelas
menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak dapat bersifat fisik dan mental, dan
bahwa kekerasan mental termasuk “perlakuan salah psikologis, kekerasan mental,
kekerasan verbal dan kekerasan emosional atau penelantaran”.62
Sebuah pendekatan
serupa dapat ditemukan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diadopsi
oleh Majelis Umum PBB pada September 2015,63
yang memasukkan eksploitasi
seksual sebagai sebuah bentuk kekerasan. Pelaksanaan Agenda untuk Pembangunan
58	 Majelis Umum PBB, “Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional” (aman-
demen terakhir pada 2010), diadopsi pada tanggal 7 Juli 1998, Pasal 7(g).
59	 Sekretaris Jenderal PBB, “Laporan tentang Pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan
1820 (2008) dan 1888 (2009)”,
Dok. A/65/592 – S/2010/604, Ayat 4. Lihat juga Resolusi Dewan Keamanan tentang
kekerasan seksual dalam konflik 1820(2008), 1888(2009), dan 1325 (2000).
60	 Misalnya, perbudakan seks atau pelacuran paksa bisa berbeda dalam kaitannya den-
gan logikanya dari pelaksanaan kebijakan khusus tentang kehamilan paksa selama
kampanye “pembersihan etnis” yang dirancang untuk mencapai tujuan militer atau
politik, atau perkosaan yang terjadi bersama-sama dengan perampasan untuk mener-
or penduduk atau sebagai akibat dari terlalu lemahnya struktur komando dan kontrol.
Tergantung pada situasi pelanggaran tersebut, kekerasan seksual dapat berupa
kejahatan perang, kejahatan atas kemanusiaan, aksi penyiksaan atau aksi genosida
utama.
61	 Lihat WHO, Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan. Lihat juga Komite
Tetap Antar Lembaga (Inter-Agency Standing Committee – IASC), Panduan untuk
Mengintegrasikan Intervensi Kekerasan Berbasis Jender dalam Konteks Kemanu-
siaan, hal. 323, yang menggunakan definisi WHO dan menambahkan bahwa “[k]
ekerasan seksual termasuk, setidaknya, pemerkosaan, kekerasan seksual dan
eksploitasi seksual” dan “kekerasan seksual memiliki banyak bentuk, termasuk
perkosaan, perbudakan seks dan/atau perdagangan, kehamilan paksa, pelecehan
seksual, eksploitasi dan/atau kekerasan seksual, dan aborsi paksa.”
62	 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, Ayat 4 dan 25. Dalam Komentar Umum terse-
but, Komite tersebut juga menekankan bahwa pilihan istilah kekerasan (violence)
“tidak harus ditafsirkan dengan cara untuk meminimalisir dampak, dan harus menan-
gani, bentuk-bentuk bahaya non-fisik dan/atau tidak sengaja (antara lain seperti pene-
lantaran dan perlakuan salah psikologis)”.
63	 Majelis Umum PBB, “Merubah Dunia Kita: Agenda untuk Pembangunan Berkelanjutan
2030”, Dok. A/RES/70/1, 25 September 2015 http://www.un.org/ga/search/view_doc.
asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E
32
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
Berkelanjutan 2030 memerlukan monitoring perkembangan tentang penghapusan
semua bentuk kekerasan terahadap perempuan dan anak perempuan (Sasaran 5.2)64
dan penghapusan semua bentuk kekerasan pada anak (Sasaran 16.2).65
Disamping
itu, perhatian yang lebih besar yang diberikan pada kekerasan seksual pada anak
perempuan tercermin dalam data yang dikumpulkan pada tingkat nasional. Laporan
Perempuan, Trend dan Statistik Dunia 2015 yang dibuat oleh Divisi Statistik PBB66
berisi data tentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan
dan, berdasarkan pada Deklarasi PBB 1993 tentang Kekerasan terhadap Perempuan
mendefinisikan kekerasan seksual sebagai “setiap bentuk tingkah laku seksual
berbahaya dan tidak diinginkan terhadap seseorang. Kekerasan seksual merupakan
kontak seksual abusif, keterlibatan paksa dalam tindakan seksual, percobaan tindakan
seksual atau yang telah dilakukan dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya,
pelecehan seksual, kekerasan verbal dan ancaman yang bersifat seksual, pembukaan,
sentuhan yang tidak diinginkan dan inses”.
Penggunaan istilah “kekerasan” yang semakin meningkat, khususnya ketika digunakan
untuk merujuk pada eksploitasi seksual dan kekerasan seksual, telah meningkatkan
kepedulianterkaitdenganfokusyangbisadiberikanolehistilahinipadatindakan-tindakan
perbuatan, dengan risiko melakukan tindakan-tindakan kelalaian (mis: penelantaran/
kurangnya pengawasan/kurangnya pengasuhan orang tua yang mengarah pada
kerentanan anak pada kekerasan/eksploitasi seksual) kurang terlihat. Hal ini juga telah
digarisbawahi dalam bidang kekerasan berbasis jender, dimana perhatian tersebut
sering diberikan pada orang-orang yang “melakukan” kekerasan, mengabaikan fakta
bahwa kekerasan merupakan akibat dari “kelalaian” dari “perbuatan”.67
Terkait dengan
anak-anak, Komite PBB, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa dan Pengadilan Hak
Asasi Manusia Antar Amerika semuanya telah jelas tentang fakta bahwa kekerasan
terhadap anak merupakan kegagalan untuk melindungi anak-anak dari bahaya atau
luka dan adalah kewajiban negara untuk berbuat demikian (kewajiban positif).68
“Kekerasan seksual” telah menjadi sebuah istilah penting dalam penyusunan program
dan pembuatan kebijakan dan semakin sering ditemukan dalam wacana umum. Ketika
ditafsirkan secara luas, istilah tersebut memiliki keuntungan, yaitu menjadi sebuah
istilah yang mencakup semua, termasuk semua derajat kekerasan dan semua bentuk
penderitaan yang ditimbulkan (fisik, psikologis atau seksual) serta semua jenis tindakan
(melalui kontak, tanpa kontak, oleh kelalaian). Pada satu sisi, penting bagi para
64	 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 PBB, Sasaran 2: “Menghapus semua bentuk
kekerasan terhadap semua perempuan dan anak perempuan dalam ruang publik dan
pribadi, termasuk perdagangan serta eksploitasi seksual dan jenis-jenis eksploitasi
lain”.
65	 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, Sasaran 2: Akhiri kekerasan, eksploitasi,
perdagangan dan semua bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak”.
66	 http://unstats.un.org/unsd/gender/aboutWW2015.html. Panduan untuk pembuatan
statistik tentang kekerasan seksual terhadap perempuan yang diterbitkan oleh Divisi
Statistik PBB juga memasukkan sebuah “daftar aksi minimum” yang harus dipertim-
bangkan: http://unstats.un.org/unsd/gender/docs/Guidelines_Statisitics_VAW.pdf
67	 Sebagai contoh, lihat A. Basu, “Kekerasan Berbasis Jender: Tindakan Perbuatan dan
Tindakan Kelalaian” [web blog], 23 November 2015 http://unfoundationblog.org/gen-
der-based-violence-acts-of-commission-and-acts-of-omission/
68	 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, Ayat 20; Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa,
“Kasus X dan Y v. Belanda”, Keputusan tanggal 26 Maret 1985; Pengadilan Hak Asasi
Manusia Antar Amerika, “Kasus Gonzalez dkk. (Ladang Kapas”) v. Meksiko” Keputusan
tanggal 16 November 2009.
33
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
pembuat kebijakan dan pembuat undang-undang untuk mencari sebuah pendekatan
yang terintegrasi untuk perlindungan anak dari semua pelanggaran martabat manusia
dan integritas seksual mereka dan pada sisi yang lain, untuk memonitor dan bertindak
untuk mencegah dan merespon bentuk-bentuk kekerasan seksual baru dan untuk
mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan perlindungan anak
yang efektif, termasuk memberikan mekanisme rujukan yang layak.69
Terkait dengan anak-anak, istilah “kekerasan seksual” dan “eksploitasi seksual”,
sebagaimana yang akan ditunjukkan dalam bagian-bagian berikut ini secara lebih
terperinci, benar-benar ditetapkan dalam hukum internasional dan tetap menjadi kunci
ketika menangani pelanggaran hak-hak anak yang bersifat seksual. Dalam banyak
sistem hukum dalam negeri,70
serta dalam hukum UE,71
penggunaan kekerasan dapat
mewakili sebuah faktor yang mengganggu dalam kejahatan seksual terhadap anak.
Terakhir, kekerasan seksual bisa merupakan sebuah bentuk penyiksaan atau perlakuan
atau hukuman lain yang kejam, tidak berprikemanusiaan atau merendahkan dalam
keadaan tertentu. Konvensi PBB untuk Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Berperikemanusiaan atau Menghinakan menyatakan
bahwa “’penyiksaan’ berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani,
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan
69	 Mekanisme rujukan adalah sebuah kerangka kerjasama dimana aktor negara me-
menuhi kewajiban mereka untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak korban.
Komite KHA, dalam Komentar Umum No. 13 mereka, menyatakan dalam Ayat 50 bah-
wa “Orang yang menerima laporan tersebut seharusnya memiliki panduan yang jelas
dan mendapatkan pelatihan tentang kapan dan bagaimana untuk merujuk masalah
tersebut kepada lembaga manapun yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir
respon tersebut. […] Para profesional yang bekerja di dalam sistem perlindungan anak
harus dilatih tentang kerjasama antar lembaga dan protokol untuk kerjasama. Pros-
es tersebut akan termasuk: (a) penilaian partisipatoris berbagai disiplin ilmu tentang
kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang anak, pengasuh dan keluarga tersebut,
yang meminta dan memberi pertimbangan layak pada pandangan-pandangan anak
serta pandangan-pandangan pengasuh dan keluarga tersebut; (b) membagikan ha-
sil-hasil penilaian tersebut kepada anak, pengasuh dan keluarga tersebut; (c) rujukan
anak dan keluarga tersebut ke berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutu-
han itu; dan (d) tindak lanjut dan evaluasi tentang kecukupan intervensi tersebut.”
70	 Beberapa contoh: di Brazil “Dos crimes contra a liberdade sexual” http://www.oas.
org/juridico/MLA/sp/bra/index.html; di Argentina “Delitos contra la integridad sexual”
http://www.infoleg.gov.ar/infolegInternet/anexos/15000-19999/16546/texact.htm#17; di
Spanyol “Delitos contra la libertad e indemnidad sexuales” https://www.boe.es/legisla-
cion/
codigos/codigo.php?id=038_Codigo_Penal_y_legislacion_complementaria&modo=1;
di Prancis “Des ateintes àl’intégrité physique ou psychique de la personne” http://
www.legifrance.gouv.fr/afchCode.do?cidTexte=LEGITEXT000006070719; di Jerman
“Offences against sexual self-determination” https://www.gesetze-im-internet.de/en-
glisch_stgb/englisch_stgb.html
71	 Direktif 2011/93/EU, supra 14, Pasal 9 tentang “keadaan yang mengganggu”: “Sejauh
ini, keadaan-keadaan berikut ini belum membentuk bagian dari unsur-unsur pokok
dari kejahatan tersebut […], Negara Anggota harus mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan bahwa keadaan-keadaan berikut ini bisa, sesuai den-
gan ketentuan-ketentuan hukum nasional terkait, dipandang sebagai keadaan yang
mengganggu […]”: (g): ”Kejahatan tersebut merupakan kekerasan serius atau menye-
babkan bahaya serius pada anak tersebut.”
34
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau
memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan
pada diskriminasi, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut, ditimbulkan oleh, atas
hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat pemerintah atau orang
lain yang berbuat dalam sebuat kapasitas resmi.”72
Komite PBB untuk Menentang
Penyiksaan telah menyatakan bahwa Komite tersebut memandang “kekerasan seksual
dan perdagangan sebagai tindakan-tindakan penyiksaan berbasis jender dan berada
dalam bidang Komite tersebut”,73
dan telah berulang kali mengaitkan kekerasan seksual
dengan penyiksaan.74
Sebuah pendekatan serupa dapat ditemukan didalam Komisi
Hak Asasi Manusia Antar Amerika yang telah mengakui dan membuka sesi dengar
pendapat tentang berbagai laporan siksaan seksual terhadap perempuan di Meksiko
yang juga berjanji untuk meneruskan tema tersebut.75
Disamping itu, Komite Hak Anak
PBB yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik76
mengakui bahwa kekerasan dan kekerasan seksual bisa berbentuk penyiksaan atau
perlakuan kejam, tidak berperikemanusiaan atau merendahkan.77
Perjanjian tersebut
dengan sengaja menahan diri dari menguraikan sebuah definisi penyiksaan yang
eksplisit, atas dasar bahwa sifat, tujuan dan keseriusan sebuah tindakan – bukan
72	 Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1984, Pasal 1.
73	 Misalnya, lihat http://www1.umn.edu/humanrts/svaw/law/un/enforcement/comtorture.
htm. Akan tetapi, harus dicatat bahwa, Komite PBB untuk Menentang Penyiksaan
hanya mempertimbangkan kekerasan yang dilakukan oleh Negara Peserta dan tidak
menangani isu-isu terkait dengan perorangan atau aktor non-Negara secara ekslusif.
Misalnya, lihat http://www.ohchr.org/
Documents/Publications/FactSheet17en.pdf
74	 Misalnya, dalam Kesimpulan Pengamatannya tentang Laporan Periodik Kelima Fed-
erasi Rusia, (29 Oktober-23 November 2012), Komite untuk Menentang Penyiksaan
mengungkapkan keprihatinan berikut ini (Ayat 14): “Meskipun ada laporan yang terus
menerus tentang sejumlah tuduhan terkait banyak bentuk kekerasan pada perem-
puan di seluruh Negara Peserta, Komite untuk Menentang Penyiksaan prihatin bahwa
hanya ada sejumlah kecil laporan, penyelidikan dan penuntutan terhadap tindakan-tin-
dakan kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap perempuan, termasuk
perkosaan dalam pernikahan.” Baru-baru ini, Kesimpulan Pengamatannya tentang
laporan awal tentang Irak (11012 Agustus 2015), Komite untuk Menentang Penyik-
saan mengungkapkan keprihatinan khususnya terkait “laporan tentang para pejuang
ISIL yang memperkosa para tawanan perempuan, dan tentang fakta bahwa kelompok
ekstrimis ini telah mengadakan sebuah pola kekerasan seksual, penculikan dan perd-
agangan manusia yang menyasar perempuan dan anak perempuan yang berasal dari
kelompok agama dan suku minoritas (lihat S/2015/203, ayat 28-31). Komite tersebut
juga merasa prihatin dengan laporan tentang kekerasan seksual yang dilakukan oleh
para anggota tentara Irak dan milisi dari semua pihak yang berkonflik. Komite tersebut
juga lebih prihatin tentang impunitas nyata yang diperoleh oleh para pelaku tinda-
kan-tindakan seperti itu (pasal 1, 2, 4 dan 16).”
75	 Lihat http://hrbrief.org/2015/03/reports-of-sexual-torture-of-women-in-mexico/
76	 Komite Hak Anak PBB adalah sebuah badan monitoring traktat untuk Perjanjian In-
ternasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik yang dibentuk berdasarkan pada Pasal
28 Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, 23 Maret 1976, 999U.N.T.S
1057.
77	 Sebagai contoh, lihat Kesimpulan Pengamatanoleh Komite Hak Asasi Manusia berikut
ini: Cabo Verde, Dok. PBB
CCPR/C/CPV/CO/1; Honduras, Dok. PBB CCPR/C/HND/CO/1; Kenya, Dok. PBB
CCPR/C/KEN/CO/3, ayat 17; Malawi,
Dok. PBB CCPR/C/MWI/CO/1, ayat 15; Mozambik, Dok. PBB CCPR/C/MOZ/CO/1,
ayat 17. Lihat juga Komite Hak Anak PBB, “V.D.A dan Argentina”, Komunikasi No.
1608/2007, 29 Maret 2011, Dok. PBB CCPR/C/101/D/1608/2007.
35
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
sebuah daftar pelanggaran atau kejahatan yang telah ada sebelumnya – seharusnya
menentukan apakah itu penyiksaan.78
Dalam semua keadaan, Negara diwajibkan
untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak dari bentuk kekerasan
atau kekerasan seksual apapun, baik yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak
dalam sebuah kapasitas resmi, diluar kapasitas resmi mereka, atau dalam sebuah
kapasitas pribadi.79
Kesimpulan: Kekerasan pada anak mencakup eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual anak dan dapat digunakan sebagai sebuah istilah payung untuk secara
bersama-sama merujuk pada fenomena-fenomena ini, baik terkait dengan tindakan
perbuatan dan kelalaian dan dikaitkan dengan kekerasan fisik dan psikologis.
Pada saat yang sama, dalam kerangka kerja yang lebih luas ini, penting juga untuk
tetap mempertahankan sebuah fokus yang lebih sempit pada perwujudan khusus
kekerasan terhadap anak yang berbeda-beda untuk mengembangkan strategi-strategi
perlindungan dan pencegahan yang tepat serta respon korban anak yang spesifik
sesuai dengan kasus tersebut. Dari perspektif hak anak, yang jadi masalah adalah
bahwa perlindungan yang diberikan atau dicari baik melalui perundang-undangan
maupun kebijakan harus seluas dan seefektif mungkin yang tidak meninggalkan ruang
celah dan mendapatkan semua perlindungan dan kebebasan anak dari bahaya.
B.4 Istilah terkait
B.4.i Serangan seksual pada anak
O Istilah ini kelihatannya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/
atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak
tersebut.
“Serangan seksual” didefinisikan sebagai “aksi atau sebuah tindakan memaksa
seseorang yang tidak memberi persetujuan untuk terlibat dalam aktifitas seksual;
sebuah kejahatan yang melibatkan kontak seksual paksa” atau “kontak seksual yang
biasanya melibatkan paksaan pada seseorang tanpa persetujuan”.80
78	 Komite Hak Anak PBB, “Pasal 7 (Pelarangan Penyiksaan atau Perlakuan atau Huku-
man Kejam, Tidak Berperikemanusiaan atau Merendahkan Lain)”, Komentar Umum
CCPR No. 20, 10 Maret 1992, Ayat 4.
79	 Ibid., Ayat 2.
80	 Lihat Oxford British dan World English Dictionary dan Merriam-Webster Dictionary.
36
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
C.	 Kekerasan seksual anak
O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau
dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut.
C.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum
i.	 1989: KHA merujuk pada “semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual” dalam Pasal 34, yang menjelaskan tentang syarat bagi Negara
Peserta untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi dan kekerasan seksual
sebagai berikut ini: “Untuk tujuan ini, Negara-Negara Peserta khususnya
akan mengambil langkah-langkah yang layak, bilateral dan multilateral
untuk mencegah: (a) Bujukan atau paksaan agar anak terlibat dalam setiap
kegiatan seksual yang tidak sah; (b) Penggunaan anak secara eksploitatif
dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual lain yang tidak sah; (c)
Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pertunjukan-pertunjukan dan
materi-materi pornografi.”
ii.	 1999: Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak merujuk dalam
Pasal 27 pada “semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual”.
iii.	 2007: Konvensi Lanzarote merujuk pada “eksploitasi seksual dan kekerasan
seksual anak”. Mukaddimah tersebut menyatakan bahwa “semua bentuk
kekerasan seksual anak, termasuk tindakan yang dilakukan di luar negeri,
merusak kesehatan dan perkembangan psikososial anak.” Konvensi
tersebut menyatakan lebih lanjut dalam Pasal 3(b) bahwa “eksploitasi
seksual dan kekerasan seksual anak harus memasukkan tingkah laku
sebagaimana yang dirujuk dalam Pasal 18 sampai 23 dari Konvensi ini.” Ini
mencakup kekerasan seksual, pelanggaran terkait dengan pelacuran anak,
pornografi anak, keikutsertaan anak dalam pertunjukan pornografi, korupsi
anak dan permohonan anak untuk tujuan seksual. Pasal 18(1) secara
khusus merujuk pada “kekerasan seksual”, yang pasal tersebut definisikan
untuk tujuan-tujuan kriminalisasi sebagai berikut: “(a) melibatkan dalam
aktifitas-aktifitas seksual seorang anak yang, menurut ketentuan-ketentuan
hukum nasional yang relevan, belum mencapai usia hukum untuk aktifitas-
aktifitas seksual”81
dan: “(b) melibatkan dalam aktifitas-aktifitas seksual
seorang anak dimana: kekerasan, paksaan atau ancaman digunakan;
atau sebuah posisi kepercayaan, kewenangan atau pengaruh pada anak
tersebut disalahgunakan, termasuk dalam keluarga; atau sebuah situasi
yang sangat rentan disalahgunakan, utamanya karena kecacatan mental
atau fisik atau sebuah situasi ketergantungan.”
iv.	 2011: Direktif UE 2011/93 menyatakan, dalam Pasal 3nya, sebuah definisi
yang seksama tentang pelanggaran terkait dengan kekerasan seksual dan
memasukkan dalam definisi itu fakta yang menyebabkan seorang anak
menyaksikan aktifitas-aktifitas seksual atau kekerasan seksual, terlibat
dalam aktifitas-aktifitas seksual dengan seorang anak dan menggunakan
kekerasan, paksaan atau ancaman kepada seorang anak untuk masuk
kedalam aktifitas-aktifitas seksual dengan pihak ketiga.
81	 Harus dicatat bahwa Pasal 18(3) menyatakan bahwa Pasal 18(1)(a) tidak mencakup
aktifitas seksual yang disetujui bersama diantara anak-anak.
37
Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
C.2 Instrumen yang tidak mengikat
Istilah “kekerasan seksual anak” sering digunakan dalam resolusi Majelis Umum PBB
dan Dewan Hak Asasi Manusia tentang hak anak (dikenal sebagai Resolusi Omnibus)
dan dokumen-dokumen internasional dan regional lain yang tidak mengikat (mis:
dokumen Dewan Eropa).
C.3. Pertimbangan terminologi
KHA tidak menjelaskan apa perbedaan antara kekerasan seksual anak dan eksploitasi
seksual anak. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa kekerasan seksual anak
tidak membutuhkan unsur imbalan dan dapat terjadi hanya untuk tujuan kepuasan
seksual dari orang yang melakukan tindakan tersebut, sedangkan eksploitasi seksual
anak dapat dibedakan dengan sebuah ide pokok tentang imbalan (untuk mengetahui
informasi lebih lanjut tentang eksploitasi seksual anak, lihat infra, Bagian D). Fitur
kekerasan seksual anak yang berulang (walaupun tidak sangat diperlukan) adalah
bahwa kekerasan seksual anak dilakukan oleh seseorang yang tidak asing bagi korban
dan yang memiliki bentuk kewenangan atau kekuasaan atas mereka.82
Kewenangan
seperti itu dapat didasarkan pada ikatan keluarga (mis: sanak keluarga), sebuah posisi
kewenangan atau kontrol (mis: guru, pelatih) atau faktor-faktor lain. Kekuasaan yang
dimiliki oleh seseorang atas seorang anak juga dapat berasal dari jalinan sebuah
hubungan kepercayaan atau ketergantungan, untuk tujuan memanipulasi anak tersebut
untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual.83
Menurut kamus-kamus utama, kekerasan merujuk pada perlakuan kejam atau kasar,
termasuk seksual, seseorang, khususnya secara reguler atau berulang-ulang.84
Fakta
bahwa seseorang yang menyalahgunakan seorang anak secara seksual lebih sering
adalah seseorang yang kenal dengan anak tersebut daripada yang tidak kenal juga
memfasilitasi pengulangan tindakan tersebut.85
PBB telah memberikan sebuah definisi umum yang sangat luas tentang kekerasan
seksual (tidak secara khusus terkait dengan anak), merujuk pada “gangguan fisik nyata
atau ancaman yang bersifat seksual, apakah dengan paksaan atau dibawah kondisi
yang tidak setara atau memaksa”.86
82	 Misalnya, lihat Pinheiro, Laporan Dunia tentang Kekerasan pada Anak, supra 55, Bab
3. Laporan Penjelasan untuk Konvensi Lanzarote (ayat 48) juga menerangkan bahwa
statistik menunjukkan bahwa pelaku kekerasan seksual anak biasanya adalah orang-
orang yang dekat dengan korban.
83	Ibid.
84	 Lihat Oxford British and World English Dictionary.
85	 Sepertinya ada sebuah hubungan yang jelas antara fakta bahwa pelaku kekerasan
seksual pada anak sering kali pengasuh yang dikenal dan dipercaya dan fakta bahwa
kekerasan seksual pada anak terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama, dengan cara yang semakin invasif secara seksual. Sebagai contoh, lihat WHO,
“Panduan untuk Layanan Medis-Hukum untuk Korban Kekerasasn Seksual”, Jenewa,
WHO, 2003, Bab 7, hal. 76.
86	 Sekretariat PBB, “Buletin Sekretaris Jenderal tentang Langkah-Langkah Khusus
untuk Perlindungan dari Eksploitasi dan Kekerasan Seksual”, 9 Oktober 2003, Ba-
gian 1https://oios.un.org/resources/2015/01/ST-SGB-2003-13.pdf. Komite Tetap Antar
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL

More Related Content

What's hot

Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
ECPAT Indonesia
 
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWABMemerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
ECPAT Indonesia
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
ECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Pada Anak Online
Eksploitasi Seksual Pada Anak OnlineEksploitasi Seksual Pada Anak Online
Eksploitasi Seksual Pada Anak Online
ECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
ECPAT Indonesia
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
ECPAT Indonesia
 
Panduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
Panduan Partisipasi Anak dan Orang MudaPanduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
Panduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
ECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
ECPAT Indonesia
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...ECPAT Indonesia
 
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
ECPAT Indonesia
 
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan TantangannyaMelawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
ECPAT Indonesia
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
ECPAT Indonesia
 
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan Hukum
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan HukumCatatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan Hukum
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan HukumECPAT Indonesia
 
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
ECPAT Indonesia
 
Materi 3 - Bahaya Pornografi
Materi 3  - Bahaya PornografiMateri 3  - Bahaya Pornografi
Materi 3 - Bahaya Pornografi
ECPAT Indonesia
 
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial AnakTanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
ECPAT Indonesia
 
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif PenangananGambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
ECPAT Indonesia
 
Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018
ECPAT Indonesia
 
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas EksplotasiBuku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
ECPAT Indonesia
 

What's hot (20)

Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
 
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWABMemerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
 
Eksploitasi Seksual Pada Anak Online
Eksploitasi Seksual Pada Anak OnlineEksploitasi Seksual Pada Anak Online
Eksploitasi Seksual Pada Anak Online
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
 
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
 
Panduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
Panduan Partisipasi Anak dan Orang MudaPanduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
Panduan Partisipasi Anak dan Orang Muda
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
 
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
 
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan TantangannyaMelawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
 
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan Hukum
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan HukumCatatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan Hukum
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia dari Tim Peleyanan Hukum
 
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
 
Materi 3 - Bahaya Pornografi
Materi 3  - Bahaya PornografiMateri 3  - Bahaya Pornografi
Materi 3 - Bahaya Pornografi
 
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial AnakTanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Tanya & Jawab tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak
 
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif PenangananGambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
 
Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018
 
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas EksplotasiBuku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
Buku Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksplotasi
 

Similar to PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL

Seri buku literasi digital eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
Seri buku literasi digital   eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...Seri buku literasi digital   eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
Seri buku literasi digital eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
literasi digital
 
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
ICT Watch
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
ECPAT Indonesia
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
ECPAT Indonesia
 
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldrenKebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
Rita Pranawati
 
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari EksploitasiBuku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
ECPAT Indonesia
 
terminologi eksploitasi anak.pdf
terminologi eksploitasi anak.pdfterminologi eksploitasi anak.pdf
terminologi eksploitasi anak.pdf
mytha6
 
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
ECPAT Indonesia
 
UNICEF INDONESIA
UNICEF INDONESIAUNICEF INDONESIA
UNICEF INDONESIA
brawijaya university
 
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010Indonesia AIDS Coalition
 
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
DewaMegantara1
 
Advokasi penguatan peran remaja untuk hiv
Advokasi penguatan peran remaja untuk hivAdvokasi penguatan peran remaja untuk hiv
Advokasi penguatan peran remaja untuk hiv
kons konstantinus hati
 
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdfpencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
AchmadMaoly1
 
Konvensi hak anak dan implementasinya di aceh
Konvensi hak anak dan implementasinya di acehKonvensi hak anak dan implementasinya di aceh
Konvensi hak anak dan implementasinya di acehSulaiman Zuhdi Manik
 
Artikel narkoba
Artikel narkobaArtikel narkoba
Artikel narkoba
Muhammad Rafli
 

Similar to PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL (20)

Seri buku literasi digital eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
Seri buku literasi digital   eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...Seri buku literasi digital   eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
Seri buku literasi digital eksploitasi seksual pada anak online, sebuah pem...
 
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
 
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldrenKebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
Kebijakan perlindungan anak di dunia usaha rita save the chilldren
 
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari EksploitasiBuku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
 
terminologi eksploitasi anak.pdf
terminologi eksploitasi anak.pdfterminologi eksploitasi anak.pdf
terminologi eksploitasi anak.pdf
 
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
Regional Conference of Legal Protection for Child Victims of Sexual Exploitat...
 
UNICEF INDONESIA
UNICEF INDONESIAUNICEF INDONESIA
UNICEF INDONESIA
 
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010
Laporan ungass aids forum indonesia untuk ungass on aids 2010
 
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
9138 id-perlindungan-hukum-terhadap-anak-dari-konten-berbahaya-dalam-media-ce...
 
Pembahasan materi
Pembahasan materiPembahasan materi
Pembahasan materi
 
Advokasi penguatan peran remaja untuk hiv
Advokasi penguatan peran remaja untuk hivAdvokasi penguatan peran remaja untuk hiv
Advokasi penguatan peran remaja untuk hiv
 
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdfpencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
 
Konvensi hak anak dan implementasinya di aceh
Konvensi hak anak dan implementasinya di acehKonvensi hak anak dan implementasinya di aceh
Konvensi hak anak dan implementasinya di aceh
 
Paedofil
PaedofilPaedofil
Paedofil
 
Rpp x
Rpp xRpp x
Rpp x
 
Buku panduan pendahuluan
Buku panduan pendahuluanBuku panduan pendahuluan
Buku panduan pendahuluan
 
Artikel narkoba
Artikel narkobaArtikel narkoba
Artikel narkoba
 
Artikel narkoba
Artikel narkobaArtikel narkoba
Artikel narkoba
 

More from ECPAT Indonesia

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJK
ECPAT Indonesia
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
ECPAT Indonesia
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
ECPAT Indonesia
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
ECPAT Indonesia
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
ECPAT Indonesia
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
ECPAT Indonesia
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
ECPAT Indonesia
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
ECPAT Indonesia
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
ECPAT Indonesia
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
ECPAT Indonesia
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
ECPAT Indonesia
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
ECPAT Indonesia
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
ECPAT Indonesia
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
ECPAT Indonesia
 
The Code to Protect Children in Travel and Tourism
The Code to Protect Children in Travel and TourismThe Code to Protect Children in Travel and Tourism
The Code to Protect Children in Travel and Tourism
ECPAT Indonesia
 
The Code Implementation Plan For Archipelago
The Code Implementation Plan For ArchipelagoThe Code Implementation Plan For Archipelago
The Code Implementation Plan For Archipelago
ECPAT Indonesia
 

More from ECPAT Indonesia (20)

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJK
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
 
The Code to Protect Children in Travel and Tourism
The Code to Protect Children in Travel and TourismThe Code to Protect Children in Travel and Tourism
The Code to Protect Children in Travel and Tourism
 
The Code Implementation Plan For Archipelago
The Code Implementation Plan For ArchipelagoThe Code Implementation Plan For Archipelago
The Code Implementation Plan For Archipelago
 

Recently uploaded

Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Pelita9
 
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri DrafDOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
CIkumparan
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
CI kumparan
 
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdfPerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
asmazn0001
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
SardiPasaribu
 
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
HansWijaya13
 
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRIPengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
JabalArfah
 
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
intelkejarimimika07
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
CI kumparan
 
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASICONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
SharonPriscilla3
 
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
Adhi Setyowibowo
 
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdfppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
thegoddescorp
 
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdfppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
thegoddescorp
 
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASIPPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
MunirMisbah1
 
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdfPeran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
intelkejarimimika07
 
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
adbangplk
 

Recently uploaded (16)

Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum PidanaHukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
Hukum Penitensier serta Pengetahuan akan Hukum Pidana
 
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri DrafDOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
DOC-20240528-WA0150..pdf Revisi UU Polri Draf
 
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.comSalinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
 
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdfPerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
PerGub_No._49_Thn_2015_ttg_Pedoman_Remunerasi_BLUD jatim.pdf
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
 
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRIPengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
Pengawasan Pemilu 2024 sebagai bentuk kecintaan kita terhadap NKRI
 
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
449048659-powerpoint-Peran-Kejaksaan-ppt.ppt
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
 
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASICONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
CONTOH MAKALAH JOINT VENTURE DAN ENTERPRISE DALAM HUKUM INVESTASI
 
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
6. PPLi-BimTek Pemulihan dan Kedaruratan_PPLI.pdf
 
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdfppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
ppt.kls.xi. kd. ancaman ideologi.pptx.pdf
 
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdfppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
 
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASIPPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
PPT USHUL FIQIH MAQASID SYARIAH ALLAL AL_FASI
 
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdfPeran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
 
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
ARAH KEBIJAKAN DAK DALAM RANGKA IDENTIFIKASI DAN ANALISA USULAN DAK 2025 KALT...
 

PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL

  • 1. 1 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual PANDUAN TERMINOLOGI UNTUK PERLINDUNGAN ANAK DARI EKSPLOITASI SEKSUAL DAN KEKERASAN SEKSUAL
  • 2. 2 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual TERMINOLOGI DAN SEMANTIK Kelompok Kerja Antar Lembaga tentang Eksploitasi Seksual Anak
  • 3. 3 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Diadopsi oleh Kelompok Kerja Antar Lembaga di Luxembourg, 28 Januari 2016 Teks ditulis oleh Susanna Greijer dan Jaap Doek dan disetujui oleh Kelompok Kerja Antar Lembaga ISBN: 978-92-61-21491-3 (versi cetak) 978-92-61-21501-9 (versi elektronik) Asli bahasa Inggris, cetakan pertama, Juni 2016 Alih Bahasa Indonesia, cetakan Pertama, Januari 2019 Diterjemahkan oleh : Ramlan Editor : Ahmad Sofian Hak Cipta ECPAT International, bersama dengan ECPAT Luxembourg Karya ini berada dibawah izin Creative Commons Attribution-NonCommercial- NoDerivatives 4.0 Izin Internasional. Untuk melihat salinan izin ini, kunjungi http://creativecommons.org/licenses/bync-nd/4.0/. Izin untuk menterjemahkan karya ini harus diperoleh melalui ECPAT International 328/1 Phayathai Road Rachathewi, Bangkok 10400 Thailand Tel: +66 2 215 3388 Fax: +66 2 215 8272 Email: info@ecpat.net Website: www.ecpat.net
  • 4. 4 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Ucapan Terima Kasih Isi terbitan ini dibentuk dari serangkaian diskusi dengan Kelompok Kerja Antar Lembaga (Interagency Working Group – IWG) dan masukan dari organisasi-organisasi yang berpartisipasi dalam rangkaian diskusi tersebut, dan ucapan terima kasih khusus diberikan kepada orang-orang berikut ini: Maud de Boer-Buquicchio (Pelapor Khusus PBB tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak) dan anggota staf terkait dari Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Benyam Mezmur (Komite Afrika untuk Hak dan Kesejahteraan Anak), Beatrice Schulter dan Anita Goh (Child Rights Connect), Gioia Scappucci (Dewan Sekretariat Eropa), Anete Paavilainen (Europol), Sarah Jane Mellor (Asosiasi Internasional Hotline Internet – INHOPE), Victor Giorgi (Instituto Interamericano del niño, la niña y adolescentes (OEA), Sandra Marchenko (Pusat Internasional untuk Anak-Anak Hilang dan Dieksploitasi), Yoshie Noguchi (Kantor Buruh Internasional), Carla Licciardello (Uni Telekomunikasi Internasional), Michael Moran (INTERPOL), Nancy Zuniga (Plan International), Karen Flanagan (Save the Children Australia dan International), Elda Moreno (Kantor Perwakilan Khusus Sekretaris Jendral PBB untuk Kekerasan padaAnak), Olga Khazova dan Kirsten Sandberg (Komite PBB untuk Hak Anak), Clara Sommarin (UNICEF). Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada para pengamat ahli proyek ini yang telah berkontribusi melalui penyusunan draft saran dan kata sambutan ahli, dan secara khusus kepada: Rebecca Meiksin dan Ana Maria Buller (London School of Hygiene & Tropical Medicine), Lucie Shuker (Universitas Bedfordshire, The International Centre: Researching child sexual exploitation, violence and traficking), Anastasia Anthopoulos and Florence Bruce (Oak Foundation), John Carr (penasehat ahli), Milena Grillo (Fundación Paniamor), Ariane Couvreur (ECPAT Belgia). Dukungan finansial dari ECPAT Luksemburg dan koordinasi, penelitian dan penyusunan draft Panduan Bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol oleh koordinator proyek, Dr. Susanna Greijer, membuat proyek ini mungkin untuk dilakukan dan layak untuk disebutkan di sini. Professor Jaap Doek telah memberikan bimbingan dan dukungan yang sangat berarti selama proses ini. Peserta pelatihan ECPAT Teresa Cruz Olano, Déborah Diallo, dan Emilie Saey juga layak untuk mendapatkan ucapan terima kasih atas bantuan mereka dalam penelitian tersebut dan dalam menyusun draftterbitan ini dalam versi bahasa Spanyol dan Prancis. Dewan Eropa juga telah berkontribusi pada draft awal bahasa Prancis melalui layanan penerjemahannya dan ECPAT Internasional telah membuat terjemahan awal bahasa Spanyol serta pengeditan versi akhirnya mungkin untuk dilakukan. Kelompok Telekomunikasi Internasional dan UNICEF telah menjadi tuan rumah pertemuan Kelompok Kerja Antar Lembaga di Jenewa dan Kelompok Telekomunikasi Internasional juga telah menyediakan template untuk penerbitan karya ini sebagai sebuah buku elektronik, dan ECPAT Luxembourg dan Pemerintah Luxembourg telah membuat pertemuan akhir Kelompok Kerja Antar Lembaga mungkinn untuk dilakukan.
  • 5. 5 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Prakata Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam usaha-usaha kita untuk menghormati, melindungi dan mengimplementasikan hak-hak anak. Agar komunikasi dengan dan antara anak, orang tua, aparat pemerintah, profesional dan relawan yang bekerja dengan atau untuk anak bisa dilakukan dengan seefektif mungkin, maka kita harus menggunakan berbagai istilah dan konsep yang dipahami oleh semua aktor ini dan mereka anggap lebih menghargai. Selama dekade yang lalu, orang yang bekerja untuk pencegahan dan penghapusan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual telah berjibaku dengan istilah-istilah baru seperti grooming, Sexting dan live streaming kekerasan seksual anak. Pada saat yang sama, istilah-istilah seperti pelacuran anak dan pornografi anak telah semakin dikritisi (termasuk, pada saat itu, oleh para korban kejahatan yang sangat keji ini) dan banyak diganti dengan istilah-istilah alternatif yang dianggap tidak begitu membahayakan atau memberi stigma pada anak tersebut. Belum jelas apakah dan bagaimana hal-hal baru dan perubahan-perubahan terminologi ini seharusnya mengarah pada pendekatan- pendekatan atau aksi-aksi yang berbeda, dan telah ada keprihatinan yang lebih besar bahwa sejumlah perubahan pada istilah-istilah yang sudah ada (khususnya istilah- istilah hukum yang telah ditetapkan) bisa mengakibatkan kebingungan atau kurangnya pemahaman, dan bahkan menghalangi pencegahan dan penghapusan eksploitasi seksual anak secara efektif, kecuali jika perubahan ini terjadi secara bersamaan oleh banyak aktor perlindungan anak. Pada inisiatif ECPAT, sebuah Kelompok Kerja Antar Lembaga telah dibentuk untuk menyusun draft Panduan Terminologi untuk perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Komitmen dan masukan yang sangat berharga dari para anggota Kelompok Kerja tersebut telah mengarah pada pengadopsian, di Luksemburg, Panduan yang dipaparkan dalam dokumen ini (oleh karena itu disebut “Panduan Luksemburg). Tujuan dokumen ini adalah untuk memberi semua orang dan lembaga yang bekerja untuk pencegahan dan penghapusan semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak sebuah panduan untuk pemahaman dan penggunaan istilah dan konsep yang berbeda yang mungkin mereka temui dalam kerja mereka. Harapan kami adalah bahwa Panduan ini akan disebarluaskan secara luas dan bahwa semua aktor akan membiasakan diri mereka sendiri dengan arti dan kemungkinan penggunaan berbagai istilah dan konsep yang dipaparkan dalam Panduan ini. Kami percaya bahwa dengan melakukan hal itu, mereka akan berkontribusi pada perlindungan anak dari semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual dengan lebih efektif. Jaap E. Doek Ketua Kelompok Kerja Antar Lembaga
  • 6. 6 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Kelompok Kerja Antar Lembaga Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut terdiri dari perwakilan dari organisasi- organisasi berikut ini (dalam urutan alpabet): - African Committee on the Rights and Welfare of the Child - Child Rights Connect - Council of Europe Secretariat - ECPAT - Europol - INHOPE – The International Association of Internet Hotlines - Instituto Interamericano del niño, la niña y adolescentes (OEA) - International Centre for Missing and Exploited Children - International Labour Office - International Telecommunication Union - INTERPOL - Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights - Plan International - Save the Children International - Special Representative of the United Nations Secretary General on Violence against Children - United Nations Commitee on the Rights of the Child - United Nations Special Rapporteur on the sale of children, child prostitution and child pornography - United Nations Children’s Fund (UNICEF) Pengamat proyek - London School of Hygiene & Tropical Medicine - Oak Foundation - University of Bedfordshire, The International Centre: Researching child sexual exploitation, violence and trafficking Sanggahan Panduan Terminologi ini merupakan rangkaian orientasi yang dapat digunakan sebagai sebuah alat untuk meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan seksual.Akan tetapi, harus dicatat bahwa pandangan-pandangan yang diberikan dalam Panduan ini tidak harus mencerminkan posisi resmi organisasi internasional yang berpartisipasi dalam proyek tersebut atau sekretariat mereka. Baik organisasi seperti itu maupun setiap orang yang bertindak atas nama mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas penggunaan informasi yang dimuat dalam Panduan ini. Disamping itu, harus dicatat bahwa tidak satu pun dari organisasi-organisasi yang berpartisipasi dalam proyek ini, atau sekretariat mereka, punya niat untuk memiliki lebih dahulu keputusan akhir pada masa yang akan datang yang dibuat oleh badan-badan yang memerintah, yang membuat perjanjian atau yang menafsirkan perjanjian.
  • 7. 7 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Daftar Isi Ucapan Terima Kasih Prakata Kelompok Kerja Antar Lembaga Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Pendahuluan Peta Jalan ke Panduan Terminologi Panduan Terminologi A. Anak A.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum A.2. Pertimbangan terminologi A.3. Istilah-istilah terkait A.3.i Usia dewasa A.3.ii Usia persetujuan seksual A.3.iii Orang yang belum dewasa A.3.iv Anak A.3.v Remaja A.3.vi Anak usia belasan A.3.vii Orang muda/remaja A.3.viii Anak dalam lingkungan online B. Penyalahgunaan seksual terhadap anak B.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum B.2. Instrumen yang tidak mengikat B.3. Pertimbangan terminologi B.4. Istilah terkait B.4.i Serangan seksual terhadap anak C. Kekerasan seksual anak C.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum C.2. Instrumen yang tidak mengikat C.3. Pertimbangan terminologi C.4. Istilah terkait C.4.i Inses C.4.ii Perkosaan anak C.4.iii Pencabulan terhadap anak C.4.iv Sentuhan seksual terhadap anak C.4.v Pelecehan seksual terhadap anak C.4.vi Kekerasan seksual anak secara online D. Eksploitasi seksual anak D.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum D.2. Instrumen yang tidak mengikat D 4 5 6 11 12 16 17 17 18 19 20 20 22 23 24 25 25 26 28 28 28 29 35 35 36 36 37 37 39 39 39 40 40 41 42 44 44 44 11
  • 8. 8 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual D.3. Pertimbangan terminologi D.4. Istilah terkait D.4.i Eksploitasi seksual komersial anak D.4.ii Dipesan D.4.iii Eksploitasi seksual anak online E. Eksploitasi seksual anak dalam/untuk pelacuran E.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum E.2. Instrumen yang tidak mengikat E.3. Pertimbangan terminologi E.4. Istilah terkait E.4.i Anak dalam (sebuah situasi) pelacuran E.4.ii Pelacur anak E.4.iii Pekerja seks anak E.4.iv Anak/remaja/orang muda yang menjual seks E.4.v Pelacuran sukarela/yang melibatkan diri sendiri E.4.vi Seks transaksional E.4.vii Penggunaan anak untuk pertunjukan pornografi F. Pornografi anak F.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum F.2. Instrumen yang tidak mengikat F.3. Pertimbangan terminologi F.4. Istilah terkait F.4.i Materi kekerasan seksual anak/materi eksploitasi seksual anak F.4.ii Materi kekerasan seksual anak yang dihasilkan komputer/secara digital F.4.iii Gambar anak yang diseksualkan/erotika anak F.4.iv Konten/materi seksual yang dihasilkan sendiri F.4.v Sexting F.4.vi (Paparan pada) konten berbahaya F.4.vii Korupsi anak untuk tujuan seksual G. Kekerasan seksual anak online yang disiarkan secara langsung G.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum G.2. Pertimbangan terminologi G.3. Istilah terkait G.3.i Streaming kekerasan seksual anak yang disiarkan secara langsung G.3.ii Kekerasan seksual anak yang harus dipesan G.3.iii Pariwisata seks anak webcam/kekerasan seks anak webcam H. Permohonan anak untuk tujuan seksual H.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum H.2. Instrumen yang tidak mengikat H.3. Pertimbangan terminologi H.4. Istilah terkait H.4.i Grooming (online/offline) untuk tujuan seksual H.4.ii Bujuk rayu seksual anak online H.4.iii Pemerasan seksual anak 45 47 47 49 49 51 51 51 52 53 53 54 55 55 55 56 58 60 60 61 61 65 65 67 70 71 73 74 75 76 76 77 78 78 79 79 80 80 81 81 84 84 85 85
  • 9. 9 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual I. Eksploitasi seksual anak dalam konteks perjalanan dan pariwisata I.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum I.2. Instrumen yang tidak mengikat I.3. Pertimbangan terminologi I.4. Istilah terkait I.4.i Pariwisata seks anak J. Penjualan anak J.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum J.2. Instrumen yang tidak mengikat J.3. Pertimbangan terminologi K. Perdagangan anak K.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum K.2. Instrumen yang tidak mengikat K.3. Pertimbangan terminologi L. Pernikahan anak/dini L.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum L.2. Instrumen yang tidak mengikat L.3. Pertimbangan terminologi L.4. Istilah terkait L.4.i Pernikahan paksa L.4.ii Pernikahan umur belasan L.4.iii Pernikahan sementara M. Praktik berbahaya M.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum M.2. Instrumen yang tidak mengikat M.3. Pertimbangan terminologi N. Bentuk-bentuk perbudakan/perbudakan anak modern N.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum N.2. Instrumen yang tidak mengikat N.3. Pertimbangan terminologi O. Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak O.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum O.2. Instrumen yang tidak mengikat O.3. Pertimbangan terminologi P. Korban eksploitasi seksual dan/atau kekerasan seksual anak P.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum P.2. Instrumen yang tidak mengikat P.3. Pertimbangan terminologi P.4. Istilah terkait P.4.i Pengidentifikasian korban P.4.ii Orang yang selamat/penyintas P.4.iii Anak yang menjadi sasaran eksploitasi seksual/kekerasan seksual P.4.iv Pengorbanan 86 86 87 87 89 89 90 90 91 91 93 93 94 95 97 97 97 99 102 102 104 105 106 106 106 106 110 110 111 111 114 114 114 115 118 118 118 119 121 121 123 124 125
  • 10. 10 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual P.4.v Pengorbanan diri sendiri P.4.vi Pengorbanan kembali P.4.vii Pengorbanan sekunder Q. Pelaku kejahatan seksual terhadap anak Q.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum Q.2. Instrumen yang tidak mengikat Q.3. Pertimbangan terminologi Q.4. Istilah terkait Q.4.i Pelaku seks Q.4.ii Pelaku seks anak (child sex offender) Q.4.iii Sub kategori pelaku kejahatan seksual terhadap anak Q.4.iv Pelaku seks anak lintas negara Q.4.v Pelaku seks anak yang melakukan perjalanan Q.4.vi Wisatawan seks anak Q.4.vii Pelaku seks anak (juvenile sex offender) Q.4.viii Fasilitator Q.4.ix Pelanggan/klien/John Akronim Ikhtisar istilah dan rekomendasi 125 126 127 128 128 128 129 130 130 131 131 135 136 136 137 138 139 140 142
  • 11. 11 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Pendahuluan Kata itu penting karena kata mempengaruhi bagaimana kita menggambarkan masalah, memprioritaskan isu dan memberi respon. Penggunaan bahasa dan istilah yang tidak konsisten dapat mengarah pada respon kebijakan dan hukum yang tidak konsisten tentang hal yang sama. Walaupun telah ada definisi hukum untuk sejumlah kejahatan seksual pada anak, masih ada banyak kebingungan seputar penggunaan terminologi yang berbeda terkait dengan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak. Bahkan, walaupun istilah yang sama digunakan, masih sering ada ketidaksesuaian tentang arti istilah tersebut yang sebenarnya dan hal ini dapat mengarah pada penggunaan kata-kata yang sama untuk merujuk pada tindakan atau situasi yang berbeda. Hal ini telah menciptakan tantangan yang besar untuk pengembangan kebijakan dan program, pengembangan perundang-undangan dan pengumpulan data dan dapat mengarah pada respon yang kurang memadai dan metode untuk mengukur dampak atau menetapkan sasaran yang terbatas dan tidak efektif. Dalam konteks kekerasan dan eksploitasi seksual anak lintas negara, kesulitan-kesulitan ini semakin bertambah. Tidak adanya kesepakatan pada tingkat internasional tentang beberapa istilah atau bahasa yang seharusnya digunakan telah berdampak pada usaha-usaha global untuk pengumpulan data dan pengidentifikasian berbagai pengandaian tentang eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak. Kebingungan dalam penggunaan bahasa dan istilah dapat menghalangi dan merusak program advokasi dan kerjasama antar pemerintah dan antar lembaga. Menterjemahkan berbagai istilah ke dalam berbagai bahasa memberi tantangan lebih lanjut. Tanpa adanya pemahaman konseptual yang jelas tentang (dan kesesuaian dengan) artinya, menterjemahkan istilah-istilah tersebut secara akurat ke dalam berbagai bahasa menjadi sebuah tugas berat dan membutuhkan banyak sumber daya. Oleh karena itu, dibutuhkan kejelasan konseptual yang lebih baik tentang terminologi untuk memastikan advokasi, kebijakan dan hukum yang lebih kuat dan lebih konsisten dalam semua bahasa di seluruh belahan dunia. Untuk melahirkan kejelasan yang lebih baik dalam konseptualisasi, definisi dan penterjemahan eksploitasi anak dan kekerasan seksual anak, dibutuhkan sebuah dialog berbagai pemangku kepentingan yang melibatkan suara berbagai aktor pada semua tingkatan. Mengingat perubahan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat cepat yang pada akhirnya membawa berbagai perwujudan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak baru, maka sangat penting untuk membentuk sebuah pemahaman yang sama dalam usaha global untuk memberantas pelanggaran hak anak ini. Inisiatif ECPAT Internasional bertujuan untuk mengatasi kurangnya kesepakatan diantara badan PBB, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam hak anak serta lembaga penegak hukum internasional dan regional terkait dengan istilah apa yang harus digunakan untuk menggambarkan bentuk-bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak yang berbeda-beda. Pada September 2014, dibentuk sebuah Kelompok Kerja Antar Lembaga yang terdiri dari perwakilan dari berbagai
  • 12. 12 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual pemangku kepentingan kunci. Dengan memanfaatkan berbagai keahlian yang dimiliki oleh para perwakilan Kelompok Kerja Antar Lembaga dan organisasi mereka masing- masing, maka diluncurkan sebuah analisa mendalam dan diskusi tentang terminologi dan definisi yang berlangsung selama lebih dari setahun. Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut diketuai oleh Professor Jaap Doek, mantan Ketua Komite PBB untuk Hak Anak. Bersamaan dengan diskusi Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut, maka diadakan sebuah proses konsultasi tentang perlindungan anak dengan kelompok ahli yang lebih besar dengan bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol sebagai bahasa asli/ bahasa kerja. Panduan Terminologi ini mewakili hasil inisiatif antar lembaga dan berisi berbagai istilah yang umumnya digunakan oleh para profesional dan lembaga internasional dalam program mereka tentang pencegahan dan penghapusan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak. Berbagai istilah ini dimaksudkan bersifat “universal” dan dapat diterapkan pada berbagai program untuk menentang fenomena ini dalam semua situasi, termasuk situasi kemanusiaan. Arti dari setiap istilah tersebut dijelaskan dari sudut pandang ilmu Bahasa dan penggunaannya dianalisa. Jika ada kebutuhan dalam penggunaan istilah tertentu, maka kebutuhan tersebut akan disebutkan. Disamping itu, penggunaan istilah-istilah tertentu tidak disarankan. Untuk setiap istilah yang telah didefinisikan dalam berbagai instrumen hukum internasional dan/atau regional, maka definisi-definisi seperti itu telah dimasukkan. Jika sesuai, informasi dari Komentar Umum tentang badan perjanjian hak asasi manusia serta resolusi dan rekomendasi oleh organisasi internasional dan regional juga digunakan. Semua organisasi yang berpartisipasi juga telah berkontribusi dengan memberikan laporan dan terbitan relevan yang telah dibuat oleh organisasi mereka masing-masing. Sudah banyak yang berubah dalam beberapa tahun belakangan ini dalam terminologi yang digunakan dalam bidang perlindungan anak, khususnya sebagai akibat dari penggunaan internet untuk melakukan berbagai bentuk eksploitasi dan/atau kekerasan seksual, contohnya “online grooming” dan “live streaming of sexual abuse”. Walaupun standar internasional belum mencerminkan semua fenomena baru ini, Panduan Terminologi memuat sebuah analisa awal tentang istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut yang bertujuan untuk mengklarifikasi arti dan memberi saran tentang penggunaannya. Mengingat sifat eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak yang selalu berubah-ubah, khususnya eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak yang dilakukan melalui perangkat TIK, maka Panduan Terminologi ini mungkin perlu dikaji ulang secara reguler. Peta Jalan ke Panduan Terminologi Tantangan pertama dan utama bagi Kelompok Kerja Antar Lembaga adalah untuk memutuskan istilah-istilah mana yang harus dimasukkan dalam Panduan Terminologi tersebut. Keputusan untuk memasukkan sebuah istilah didasarkan pada aturan/kriteria berikut ini: - Istilah tersebut memiliki sebuah definisi hukum dalam perjanjian internasional dan/atau regional terkait dengan eksploitasi seksual dan/atau kekerasan seksual anak. - Istilah tersebut, walaupun tidak memiliki sebuah definisi hukum menurut hukum internasional, sering digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan/atau
  • 13. 13 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual kekerasan seksual anak. - Istilah tersebut digunakan untuk perbuatan yang tujuan utamanya adalah untuk memfasilitasi, memungkinkan, menyebarkan, menghasut atau terlibat dalam eksploitasi seksual atau kekerasan seksual pada seorang anak. - Istilah tersebut menciptakan kesalahpahaman diantara pemangku kepentingan yang berbeda-beda terkait dengan hak anak dan hak atas perlindungan dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual menurut hukum internasional. - Istilah tersebut mensahkan, mendorong, menyebarkan atau menghasut stereotipe, sikap masyarakat, keyakinan budaya atau norma yang membahayakan atau merusak hak anak atas perlindungan dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Aturan-aturan ini telah menjadi panduan yang baik tetapi tidak selalu tegas. Dalam beberapa kesempatan, Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut menemukan sebuah istilah yang tidak dicakup oleh salah satu aturan tersebut walaupun cukup signifikan untuk dimasukkan dalam Panduan tersebut. Disamping itu, Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut telah mendiskusikan masukan dari berbagai kategori anak yang dianggap sangat berisiko untuk menjadi korban eksploitasi atau kekerasan seksual seperti anak jalanan, anak yang melarikan diri dari rumah, anak pengungsi yang tidak didampingi dan anak yang bekerja. Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut telah memutuskan untuk tidak memasukkan kelompok- kelompok ini. Anak-anak seperti itu bisa menjadi korban dari banyak pelanggaran hak lainnya dan memasukkan mereka dalam Panduan ini, berarti mengkhususkan salah satu dari risiko tersebut dan bisa berakibat pada sebuah pelabelan yang ingin dihindari oleh Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut. Tantangan selanjutnya bagi Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut adalah untuk menentukan urutan struktur istilah-istilah tersebut ke dalam Panduan. Telah disepakati untuk bergerak dari istilah kunci “anak” ke istilah-istilah yang lebih umum seperti kekerasan seksual pada anak dan eksploitasi seksual anak yang diikuti oleh istilah- istilah yang lebih khusus seperti pelacuran anak, pornografi anak dan kekerasan seksual atau eksploitasi seksual online dan dalam perjalanan dan pariwisata. Beberapa bagian akhir menjelaskan tentang korban eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak serta pelaku kejahatan seksual pada anak. Di dalam setiap bagian yang menjelaskan tentang istilah-istilah (umum dan khusus) ini, Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut juga telah mengidentifikasi istilah-istilah yang berkaitan secara langsung dan memasukkannya dalam sub-bagian. Tantangan terakhir adalah penomoran bagian dan sub-bagian tersebut. Kelompok Kerja Antar Lembaga tersebut memutuskan untuk menggunakan penomoran yang sama persis untuk versi bahasa yang berbeda-beda agar lebih mudah untuk membuat perbandingan diantara versi-versi tersebut. Hal ini membutuhkan penggunaan sebuah nomor dengan penyebutan “Dipesan” ketika sebuah istilah tertentu tidak dimasukkan dalam salah satu versi bahasa tetapi ada dalam versi bahasa yang lain. Untuk sebuah pemahaman dan penggunaan yang layak dari Panduan, ada dua istilah yang membutuhkan perhatian khusus yaitu: “anak” dan “aktifitas seksual”. Untuk cakupan dokumen ini, organisasi yang berpartisipasi sepakat bahwa istilah “anak” seharusnya merujuk pada setiap orang di bawah usia 18 tahun sesuai dengan
  • 14. 14 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Konvensi Hak Anak (KHA).1 Meskipun demikian, untuk tujuan kejelasan, istilah pertama yang ditangani oleh Panduan Terminologi adalah “anak”. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan perdebatan yang masih ada terkait dengan konsep “anak”. Disamping itu, istilah “aktifitas seksual” merujuk pada setiap tindakan seksual eksplisit dan non-eksplisit nyata atau tiruan atau tindakan yang bersifat seksual. Istilah “aktifitas seksual” sering kali digunakan di dalam definisi kekerasan dan eksploitasi seksual anak tetapi cakupan pastinya jarang didefinisikan. Baik KHA (1989) maupun Protokol Opsionalnya tentang PenjualanAnak, PelacuranAnak dan PornografiAnak (2000)2 tidak secara jelas mendefinisikan istilah “aktifitas seksual”. Protokol Opsional tersebut hanya menyebutkan aktifitas-aktifitas seksual yang eksplisit seperti itu (walaupun aktifitas- aktifitas seksual tersebut bisa tiruan) dan gagal untuk menjelaskan secara tepat apa saja yang dimasukkan dalam pendapat ini dan oleh karena itu, hal ini meninggalkan sebuah celah potensial dalam hukum internasional terkait dengan aktifitas-aktifitas seksual yang dianggap “non-eksplisit”. Sebuah definisi hukum tentang “tingkah laku eksplisit secara seksual” diberikan oleh Dewan Konvensi Eropa tentang Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual (“Konvensi Lanzarote”)3 dan penjelasanya pada 2007, termasuk dalam pendapat ini “setidaknya tindakan-tindakan nyata atau tiruan berikut ini: a) hubungan seksual, termasuk alat kelami ke alat kelamin, mulut ke alat kelamin, anus ke alat kelamin atau mulut ke anus, antara anak, atau antara orang dewasa dan anak, dengan jenis kelamin yang sama atau lawan jenis; b) sifat kebinatangan; c) onani; d) kekerasan sadistik atau masohistik dalam sebuah konteks seksual; atau e) pameran/pertunjukan alat kelamin atau daerah pinggang seorang anak yang dapat membangkitkan nafsu. Tidak masalah apakah perbuatan yang digambarkan tersebut nyata atau tiruan.”4 Disamping itu, dalam laporan implementasi pertamanya yang diadopsi pada Desember 2015, Komite Lanzarote “mengundang para Pihak untuk mengkaji ulang perundang-undangan mereka untuk menangani semua bahaya besar bagi integritas seksual anak-anak dengan tidak membatasi pelanggaran pidananya pada hubungan seksual atau tindakan-tindakan serupa”.5 Sekarang, tidak ada keraguan bahwa semua bentuk perbuatan seksual yang melibatkan penetrasi seharusnya dimasukkan ke dalam cakupan “aktifitas seksual” tetapi, sebagaimana yang telah ditunjukkan di atas, definisi hukum juga telah memasukkan onani dan pertunjukan alat kelamin anak yang dapat membangkitkan nafsu sebagai tingkah laku eksplisit secara seksual. Dalam perlindungan anak dari eksploitasi seksual 1 Majelis Umum PBB, “Konvensi Hak Anak”, diadopsi di New York, 20 November 1989 htpp://www.un.org/documents/ga/res/44/a44r025.htm 2 Majelis Umum PBB, Protokol Opsional KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak, diadopsi pada tanggal 25 Mei 2000 http://www.ohchr.org/EN/Pro- fessionalInterest/Pages/OPSCCRC.aspx 3 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual, diadopsi oleh Komite Menteri”, Seri Traktat Dewan Eropa (CETS) 201, Lanzarote, 25 Oktober 2007 http://www.coe.int/en/web/conventions/full-list/-/con- ventions/treaty/201 4 Dewan Eropa, “Laporan Penjelasan untuk Konvensi Dewan Eropa tentang Perlind- ungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual”, 2007, ayat 143 https:// rm.coe.int/CoERMPublicCommonSearchServices/DisplayDCTMContent?documen- tId=09000016800d3832 5 Komite Para Pihak Konvensi Dewan Eropa tentang Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual, “Laporan Implementasi Pertama: Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual dalam Lingkar Kepercayaan”, 2015, diadopsi pada tanggal 4 Desember 2015 http://www.coe.int/en/web/children/lanzarote-commitee
  • 15. 15 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual dan kekerasan seksual, sepertinya penting sekali untuk fokus pada tindakan-tindakan yang membahayakan integritas seksual anak. Untuk tujuan dokumen ini, pendapat tentang “aktifitas seksual” memasukkan aktifitas-aktifitas seksual eksplisit dan non- eksplisit yang menyebabkan bahaya seperti itu.
  • 16. 16 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Panduan Terminologi Ketiga lingkaran berikut ini menunjukkan bagaimana sebuah istilah tertentu dapat digunakan: O Lingkaran kosong menunjukkan bahwa sebuah istilah dapat digunakan tanpa keprihatinan khusus apapun dalam konteks perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual: Arti istilah tersebut kelihatannya dapat dipahami secara umum tanpa adanya kebingungan dan/atau istilah tersebut tidak membahayakan anak tersebut. Istilah-istilah dengan sebuah lingkaran kosong akan disertai dengan tulisan: “Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut.” Ø Lingkaran yang disilang satu menunjukkan sedikit ketidaksetujuan tentang apakah istilah tersebut sebaiknya digunakan atau tidak, atau tentang bagaimana istilah tersebut sebaiknya digunakan (mis: dengan arti itu) dan menyarankan untuk memberikan perhatian khusus kapan dan bagaimana menggunakan istilah tersebut dalam konteks perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Istilah-istilah dengan lingkaran yang disilang satu akan disertai dengan tulisan: “Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan.” ⊗ Lingkaran yang disilang dua menunjukkan istilah-istilah yang sebaiknya dibatasi atau benar-benar dihindari dalam konteks perlindungan anak dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual. Istilah-istilah dengan lingkaran yang disilang dua akan disertai dengan tulisan: “Penggunaan istilah ini sebaiknya dihindari.”
  • 17. 17 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A. Anak (Child) O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut. A.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum6 “Anak” bukan sebuah istilah yang sering diperdebatkan dan oleh karena itu digunakan dalam banyak instrumen hukum internasional. Walaupun definisi hukum secara tekstual, “anak” dapat sedikit bervariasi, tergantung pada instrumen tersebut, jelas bahwa ada sebuah pemahaman universal tentang pendapat hukum tersebut: i. 1989: Pasal 1 KHA menyatakan bahwa, “yang dimaksud anak dalam Konvensi ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.” ii. 1990: Pasal 2 PiagamAfrika tentang Hak dan KesejahteraanAnak menyatakan bahwa “yang dimaksud anak dalam Piagam ini adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun.”7 iii. 1999: Pasal 2 Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Konvensi ILO 182) menyatakan bahwa istilah “anak” berlaku pada “semua orang dibawah usia 18 tahun”.8 iv. 2000: Protokol Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak, dalam Mukadimahnya, secara eksplisit merujuk pada Pasal 1 KHA. v. 2000: Pasal 3(d) Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak, suplemen Konvensi PBB untuk menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional (“Protokol Palermo”) mendefinisikan anak sebagai “setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun”.9 vi. 2001: Konvensi Dewan Eropa tentang Kejahatan Siber (“Konvensi Budapest”) menggunakan istilah “orang yang belum dewasa” dalam Pasal 9 yang terkait dengan pornografi anak dan menyatakan bahwa istilah tersebut mencakup 6 Instrumen hukum yang dirujuk dalam seluruh dokumen ini mengikuti: pertama,urutan hirarki (instrumen internasional sebelum instrumen regional) dan kedua, urutan kro- nologi (tahun adopsi dari masa lalu sampai masa sekarang). 7 Sidang Kepala Negara dan Pemerintah Organisasi Persatuan Afrika, “Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak”, diadopsi pada Sidang Biasa ke-26 di Addis Ababa, 9-11 Juli 1990 http://acerwc.org/theafrican-charter-on-the-rights-and-welfare- of-the-child-acrwc/ 8 Organisasi Buruh Internasional, Konvensi tentang Pelarangan dan Aksi Segera untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak”, diadopsi di Jenewa, 17 Juni 1999 http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:12100:0::NO::P12100_ILO_ CODE:C182 9 Majelis Umum PBB, “Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perda- gangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak, Suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Menghapuskan Kejahatan Terorganisir Transnasional, diadopsi di Palermo, 12-15 Desember 2000 https://www.unodc.org/documents/middleeastand- northafrica/organised-crime/UNITED_NATIONS_CONVENTION_AGAINST_TRANS- NATIONAL_ORGANIZED_CRIME_AND_THE_PROTOCOLS_THERETO.pdf
  • 18. 18 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual semua orang di bawah usia 18 tahun. Akan tetapi, sebuah Negara Peserta boleh mensyaratkan batas usia yang lebih rendah yang tidak boleh kurang dari 16 tahun.10 vii. 2007: Konvensi Lanzarote menyatakan dalam Pasal 3(a) bahwa anak adalah “setiap orang dibawah usia 18 tahun”. A.2. Pertimbangan terminologi Harus dicatat bahwa dokumen ini tidak harus mendefinisikan siapa anak tetapi lebih pada cakupan keberlakuannya dalam hukum internasional: ketentuan-ketentuan tersebut berlaku pada semua orang di bawah usia 18 tahun, dengan atau tanpa pengecualian. Misalnya, Pasal 1 KHAmembuat sebuah pengecualian pada keberlakuan KHA yang menyebutkan kemungkinan bahwa usia dewasa dicapai sebelum usia 18 tahun menurut hukum nasional. Hal ini juga yang terjadi dengan Protokol Opsional KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak yang secara eksplisit merujuk kembali pada Pasal 1 KHA dan oleh karena itu mengadopsi cakupan keberlakuan yang sama. Pada sisi yang lain, Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak tidak membolehkan pengecualian seperti itu: tanpa memandang ketentuan-ketentuan tentang usia dewasa dalam hukum dalam negeri, ketentuan-ketentuan Piagam Afrika tersebut berlaku pada semua orang dibawah usia 18 tahun. Hal yang sama juga berlaku untuk Konvensi ILO 182. Meskipun ada pengecualian yang disebutkan oleh KHA, penting untuk dicatat bahwa Komite Hak Anak (Komite KHA) secara konsisten telah merekomendasikan agar semua negara memperluas cakupan KHA pada semua orang di bawah usia 18 tahun.11 Walaupun menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa semua orang di bawah usia 18 tahun dianggap anak-anak dan mendapatkan hak dan perlindungan sesuai dengan status ini, harus diakui juga bahwa anak-anak yang usianya lebih tua (usia remaja), mereka umumnya dirujuk (khususnya dalam konteks non-hukum) sebagai “remaja” atau “anak usia belasan” (lihat Bagian A.3.V dan A.3.VI). Kesimpulan: Sejalan dengan sebagian besar instrumen hukum internasional dan praktik internasional, organisasi yang berpartisipasi menasehatkan bahwa istilah “anak” dipahami sebagai setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun. 10 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Kejahatan Siber”, Seri Traktat Dewan Eropa 185, diadopsi di Budapest, 23 November 2001 http://www.conventions.coe.int/Treaty/EN/ Treaties/Html/185.htm 11 Komite KHA, “Langkah-Langkah Implementasi Umum”, Komentar Umum No. 5, diadopsi pada sidang ke-34, 19 September-3 Oktober 2003 http://docstore.ohchr.org/ SelfServices/FilesHandler.ashx?enc=6QkG1d%2fPPRiCAqhKb7yhsiQql8gX5Zxh0c- QqSRzx6Zd2%2fQRsDnCTcaruSeZhPr2vUevjbn6t6GSi1feVp%2bj5HTLU2Ub%2f- PZZtQWn0jExFVnWuhiBbqgAj0dWBoFGbK0c
  • 19. 19 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A.3. Istilah-istilah terkait A.3.i Usia dewasa Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. Usia dewasa ditentukan dalam undang-undang, dan di banyak negara ditetapkan pada usia 18 tahun. Ini adalah usia yang didefinisikan secara hukum dimana seseorang menjadi orang dewasa dengan semua hak dan tanggung jawab yang melekat pada masa dewasa. Ini berarti seseorang memiliki kemampuan penuh untuk bertindak atau terlibat dalam aktifitas dan/atau urusan hukum apapun dan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri seperti kewajiban kontrak atau pertanggungjawaban atas kelalaian. Secara umum, kewajiban orang tua untuk memberi dukungan kepada seorang anak berakhir ketika anak tersebut mencapai usia dewasa.12 Kadang-kadang, seseorang bisa mendapatkan kapasitas untuk mengambil keputusan penuh dari seseorang yang telah mencapai usia dewasa walaupun belum mencapai usia tertentu melalui tindakan tertentu, misalnya dengan memasuki pernikahan.13 Hal itu juga bisa sebagai akibat dari emansipasi (lihat Bagian A.3.III tentang “anak” di bawah ini). Sebagai sebuah penanda usia, usia dewasa umumnya merupakan istilah yang disalahpahami dan kadang-kadang dibingungkan dengan tanda-tanda umur lainnya seperti usia persetujuan menikah, usia persetujuan seksual atau usia minimum tanggung jawab pidana. Kesimpulan: Karena risiko kebingungan yang telah disebutkan di atas, perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa istilah ini digunakan dengan benar. Disamping itu, istilah tersebut sebaiknya digunakan dalam konteks hukum dan kurang relevan dalam bidang-bidang lain. 12 Misalnya, lihat Hukum AS, “Definisi Hukum dan Istilah Hukum Yang Telah Didefi- nisikan” http://definitions.uslegal.com/a/age-ofmajority/ 13 Infra, Bagian L tentang “pernikahan anak/dini”.
  • 20. 20 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A.3.ii Persetujuan Seksual (Sex Consent) Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. A.3.ii.a Definisi hukum i. 2007: Konvensi Lanzarote, dalam Pasal 18 tentang kekerasan seksual, merujuk pada “usia hukum untuk aktifitas-aktifitas seksual” (Pasal 18(1)(a)) dan menyerahkan kepada Negara Peserta Konvensi Lanzarote tersebut untuk memutuskan usia dibawahnya dilarang untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual dengan anak (Pasal 18(2)). ii. 2011: Direktif Uni Eropa (UE) 2011/93 tentang Memerangi Kekerasan Seksual dan Eksploitasi Seksual Anak dan Pornografi Anak menggunakan, dalam Pasal 2, ungkapan “usia persetujuan seksual” dan menyatakan bahwa itu berarti “usia dibawahnya, sesuai dengan hukum nasional, dilarang untuk terlibat dalam aktifitas seksual dengan seorang anak.”14 A.3.ii.b Pertimbangan terminologi Tidak ada perjanjian internasional yang menetapkan usia hukum untuk aktifitas-aktifitas seksual. KHA, Protokol Opsional dan Konvensi ILO 182 membisu terkait dengan usia persetujuan seksual dan menyerahkan sepenuhnya kepada Negara untuk menetapkan usia ini. Usia hukum persetujuan seksual berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya walaupun banyak negara yang menetapkan usia persetujuan seksual antara usia 14 dan 16 tahun.15 Konvensi Lanzarote dan banyak sistem hukum nasional membuat perbedaan antara hubungan seksual diantara teman sebaya (dibawah 18 tahun) dan hubungan seksual antara anak dan orang dewasa. Untuk mengakui kapasitas anak yang telah berkembang tersebut dan fakta bahwa anak-anak yang telah mencapai usia persetujuan seksual memiliki hak untuk terlibat dalam hubungan seksual (asalkan ini tidak bersifat eksploitatif dan abusif). Konvensi Lanzarote telah memberi sebuah pengecualian pada kewajiban Negara Peserta untuk mengkriminalkan perbuatan tertentu. Hal ini dilakukan dengan merujuk pada “usia dibawahnya dilarang untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual dengan anak” atau “usia sah untuk aktifitas seksual” (Pasal 18(1)(a) dan Pasal 23). Oleh karena itu, misalnya, permohonan dari seorang anak di atas usia persetujuan seksual tidak berarti sebuah pelanggaran pidana dengan sendirinya (tetapi bisa demikian, tergantung pada keadaan tersebut).16 Disamping itu, Negara boleh memutuskan untuk tidak mengkriminalkan tindakan-tindakan yang menyebabkan anak tersebut menyaksikan kekerasan seksual atau aktifitas seksual (“korupsi anak”(Pasal 22)) jika anak tersebut telah mencapai usia persetujuan seksual. Terakhir, Negara Peserta Konvensi Lanzarote boleh memutuskan untuk tidak mengkriminalkan pembuatan atau 14 Direktif 2011/93/UE Parlemen dan Dewan Eropa tanggal 13 Desember 2011 tentang memerangi kekerasan seksual dan eksploitasi seksual anak dan pornografi anak dan mengganti Keputusan Kerangka Kerja Dewan 2004/68/JHA http://eur-lex.europa.eu/ legal-content/EN/TXT/?uri=celex%3A32011L0093 (Catat bahwa Direktif tersebut telah dirujuk secara salah sebagai 2011/92/UE dalam website Eur-lex). 15 Beberapa negara menetapkan batas usia tersebut lebih rendah, misalnya Jepang, dimana usia persetujuan seksual adalah 13 tahun. KUHP Jepang, Pasal 176 dan 177,http://www.oecd.org/site/adboecdantcorruptioninitiative/46814456.pdf 16 Jika keadaan Konvensi Lanzarote Pasal 18.1.b. berlaku. Untuk informasi lebih lanjut tentang hal ini, infra, Bagian H tentang permohonan anak untuk tujuan seksual.
  • 21. 21 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual kepemilikan bahan pornografi jika pembuatan tersebut dilakukan dengan persetujuan seorang anak yang telah mencapai usia persetujuan seksual dan jika kepemilikan tersebut hanya untuk penggunaan pribadi (Pasal 20(3)). Berdasarkan pada hal-hal di atas, jelas bahwa KHA, Protokol Opsional dan Konvensi Lanzarote tetap membisu terkait dengan persetujuan seksual dan menyerahkannya pada negara untuk membuat undang-undang tentang masalah tersebut (KHA dan Protokol Opsional) atau mengakui kapasitas anak yang telah berkembang dengan menggunakan batas usia persetujuan seksual (Konvensi Lanzarote) yang di negara- negara Eropa paling sering ditetapkan pada usia 14, 15 atau 16 tahun (Direktif UE 2011/93). Catat juga bahwa Direktif UE 2011/93 menyatakan bahwa lamanya hukuman penjara untuk kejahatan-kejahatan yang terkait dengan eksploitasi seksual atau kekerasan seksual anak bisa berbeda-beda, tergantung pada beratnya kejahatan tersebut dan apakah anak tersebut sudah mencapai usia persetujuan seksual atau belum.17 Kesimpulan: Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahpahaman atau wilayah abu-abu dalam undang-undang tersebut, harus jelas bahwa usia persetujuan seksual sebagaimana yang didefinisikan oleh hukum berarti bahwa melibatkan anak dibawah usia tersebut dalam aktifitas seksual dilarang dalam semua keadaan dan bahwa persetujuan dari anak seperti itu secara hukum tidak relevan. Seorang anak pada atau diatas usia persetujuan seksual boleh, dengan persetujuannya, dilibatkan dalam aktifitas-aktifitas seksual. Akan tetapi, tidak ada seorang anak pun yang seharusnya pernah dapat, dalam keadaan apapun, secara hukum memberi persetujuan pada eksploitasi atau kekerasannya sendiri. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk mengkriminalkan semua bentuk eksploitasi seksual anak sampai usia 18 tahun dan menganggap setiap dugaan “persetujuan”pada tindakan yang eksploitatif atau abusif tidak batal.18 17 Direktif 2011/93/EU, supra 14, Pasal 3(5) 18 Misalnya, lihat Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Pen- gamatan tentang Swiss dibawah Konvensi 182: “Komite tersebut menekankan bahwa penting untuk membuat sebuah perbedaan antara usia persetujuan seksual dan kebe- basan untuk terlibat dalam pelacuran”, 2014 http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=10 00:13100:0::NO:13100:P13100_COMMENT_ID:3145249 Lihat juga kasus hukum Piagam Eropa tentang Hak Sosial, yang, dalam kasus FAFCE v. Irlandia, menyatakan bahwa: Pasal 7§10 mensyaratkan bahwa semua tindakan eksploitasi seksual pada anak dikriminalkan […] Negara harus mengkriminalkan aktif- itas-aktifitas yang telah didefinisikan terkait dengan anak dibawah usia 18 tahun tanpa memandang usia persetujuan seksual nasional yang lebih rendah”, Laporan 89/2013, Keputusan 12 September 2014, pasal 58. http://www.coe.int/t/dghl/monitoring/socialcharter/Complaints/CC89Merits_en.pdf
  • 22. 22 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A.3.iii Orang yang belum dewasa Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. “Orang yang belum dewasa” adalah sebuah istilah yang sering terlihat dalam teks perundang-undangan. Dalam sebagian besar kamus, orang yang belum dewasa dirujuk sebagai sebuah istilah hukum yang menunjukkan seseorang yang “dibawah umur dimana anda secara hukum menjadi orang dewasa”19 – yaitu, yang belum mencapai usia dewasa – yang dapat dicapai sebelum (atau setelah) usia 18 tahun, tergantung pada perundang-undangan dari setiap negara. KHA tidak menggunakan istilah ini sama sekali dan sebagai penggantinya menggunakan istilah “anak” untuk merujuk pada setiap orang dibawah usia 18 tahun. Khususnya dalam bahasa Prancis dan Spanyol, istilah “orang yang belum dewasa” dapat mengirim sebuah pesan yang menyesatkan tentang anak-anak yang tidak memiliki kapasitas dan/atau “lebih sedikit” daripada orang dewasa. Oleh karena itu, istilah “orang dibawah umur 18 tahun” sering lebih dipilih dalam konteks non-hukum. Tidak ada stigma khusus atau konotasi negatif terkait dengan orang dibawah umur 18 tahun yang dapat digunakan untuk merujuk pada anak-anak secara netral. Istilah “orang yang belum dewasa” juga digunakan dalam kaitannya dengan kebebasan – yaitu, “orang yang belum dewasa yang bebas”. Bebas berarti tidak atau tidak lagi dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan hukum, sosial atau politik.20 Istilah tersebut memiliki konotasi positif ketika merujuk pada, misalnya, kebebasan perempuan selama 1960an dan perolehan hak dan kesempatan. Akan tetapi, istilah ini juga dipandang dalam konteks masa kanak-kanak dan secara khusus terkait dengan pernikahan anak sebagai sebuah cara untuk menjadi bebas dan kemudian dapat memiliki sebuah konotasi yang berbeda. Memang, ada risiko bahwa seorang anak yang bebas bisa kehilangan perlindungannya sebagai seorang anak menurut hukum nasional.21 Orang yang belum dewasa yang bebas bisa jadi seseorang yang, karena orang tuanya telah meninggal atau sebaliknya tidak dalam sebuah posisi untuk mengasuhnya, bertanggung jawab atas keluarganya dan/atau rumah tangganya. Orang yang belum dewasa juga dapat dibebaskan melalui perintah pengadilan (kadang- kadang dengan persetujuan orang tua) sebagai akibat dari keterlibatannya dalam sebuah aktifitas usaha dan karena secara ekonomi telah mandiri. Di beberapa negara, seorang anak juga bisa menjadi bebas jika dia menikah (secara sukarela atau tidak sukarela) atau menjadi tentara.22 Kebebasan dapat saja akibat dari sebuah keputusan pengadilan, ketentuan hukum atau situasi de facto. 19 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Cambridge Dictionaries online juga meru- juk istilah tersebut sebagai sebuah istilah hukum. 20 Misalnya, lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Cambridge Advanced Learner’s Dictionary dan Thesaurus. 21 Komite KHA, Hak Anak atas Kebebasan dari Semua Bentuk Kekerasan”, Komentar Umum No. 13, Dok. KHA/C/GC/13, diadopsi pada 18 April 2011 http://www2.ohchr.org/ english/bodies/crc/docs/CRC.C.GC.13_en.pdf, menyatakan bahwa “Komite tersebut mempertimbangkan bahwa Pasal 19 [perlind- ungan dari semua bentuk kekerasan] juga berlaku pada anak-anak dibawah umur 18 tahun yang telah mencapai kedewasaan atau kebebasan melalui pernikahan dini dan/ atau kawin paksa.” 22 Sebagai contoh lihat http://www.crckids.org/child-support/child-emancipation/
  • 23. 23 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Kesimpulan: Karena artinya dapat sangat berbeda-beda, tergantung pada perundang- undangan nasional dan kadang-kadang memiliki sebuah konotasi negatif, istilah “orang yang belum dewasa” sebaiknya jangan terlalu sering digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan kekerasan seksual dan disiapkan untuk isu-isu hukum. Terkait dengan istilah “orang yang belum dewasa yang bebas”, harus hati-hatiagar tidak menggunakan istilah tersebut dengan cara yang akan mengeluarkan orang seperti itu dari perlindungan yang seharusnya semua anak dapatkan, tanpa memandang situasi kehidupan dan status mereka. A.3.iv Anak (Juvenile) ØPerhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. “Anak (Juvenile)” adalah istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk pada orang dibawah usia 18 tahun. Aslinya, istilah tersebut diambil dari kata Latin jevenis yang berarti “muda”, “orang muda”.23 Sekarang, istilah tersebut sering digunakan dalam konteks peradilan pidana dimana istilah tersebut memiliki arti yang jelas dan tepat yang merujuk pada anak yang berkonflik dengan hukum yaitu, “pelaku anak”24 atau “anak nakal”. Istilah tersebut juga, walaupun tidak terlalu sering, digunakan terkait dengan korban yaitu, “korban anak”.25 Dalam bahasa Prancis dan Spanyol, istilah ini utamanya digunakan sebagai kata sifat dan bukan sebagai kata benda. Ketika istilah tersebut digunakan sebagai kata sifat dalam bahasa Inggris, istilah tersebut sering memiliki konotasi yang agak negatif yang mengungkapkan ketidaksetujuan (mis: seseorang yang bertindak atau menjadi nakal).26 Kesimpulan: “Anak (juvenile)” adalah sebuah istilah yang paling tepat untuk digunakan dalam konteks hukum, khususnya dalam bidang peradilan anak dan hanya untuk anak yang telah mencapai usia tanggung jawab pidana. 23 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary 24 Cambridge Dictionaries merujuk istilah ini (kata benda) sebagai sebuah istilah hukum dan memberi contoh “kejahatan anak”, “pelaku anak”. 25 Misalnya, lihat Departemen Hukum AS, Kantor Peradilan Anak dan Pencegahan Kejahatan, “Pelaku dan Korban Anak: Laporan Nasional 2014” http://www.ojjdp.gov/ ojstatbb/nr2014/html/chp2.html 26 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary dan Cambridge Dictionaries online.
  • 24. 24 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A.3.v Remaja Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. Walaupun sebagian besar kamus mendefinisikan remaja sebagai “[…] orang muda dalam proses berkembang dari seorang anak menjadi dewasa”, 27 dan oleh karena itu, dengan cara non-angka, sejumlah lembaga PBB telah mendefinisikan “remaja”, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Spanyol, sebagai seseorang sampai usia 19 tahun,28 dan masa remaja sebagai “masa dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa, dari umur 10 sampai 19 tahun”.29 Akan tetapi, istilah “remaja” bukan sebuah istilah hukum dan istilah tersebut tidak dirujuk sama sekali dalam KHA atau Protokol Opsional. Istilah “remaja” telah dimasukkan dalam judul Kongres Dunia III untuk Menentang Eksploitasi Seksual Anak dan Remaja karena para pemangku kepentingan yang menggunakan bahasa Prancis menjelaskan bahwa “anak” dalam bahasa Prancis utamanya merujuk pada anak yang sangat muda dan tidak termasuk remaja. Istilah “remaja” dapat menjadi sebuah cara untuk mendefinisikan tahap “penghubung” antara masa anak-anak dan masa dewasa dan oleh karena itu, mengakui bahwa remaja (yang secara hukum masih anak-anak jika dibawah usia 18 tahun) masih berada dalam tahap pengembangan kapasitas dimana mereka dapat mengambil sebagian tanggung jawab atau tanggung jawab penuh atas tindakan-tindakan tertentu (mis: persetujuan seksual atau hak untuk bekerja yang telah diatur) sembari juga mengakui kurangnya kapasitas hukum penuh mereka dan, yang terpenting, kurangnya kemampuan untuk memberi persetujuan pada kekerasan atau eksploitasi. Kesimpulan: Ketika istilah ini digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak, penting untuk membedakan antara remaja sampai umur 18 tahun (yang secara hukum seharusnya dianggap anak) dan remaja berusia 18 tahun keatas dan untuk memastikan bahwa remaja dibawah usia 18 tahun memperoleh hak dan perlindungan yang diberikan kepada semua anak. 27 Misalnya, lihat Oxford Dictionary online. http://www.oxforddictionaries.com/definition/ english/adolescent 28 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Remaja”, http:// www.un.org/esa/socdev/documents/youth/fact-sheets/youth-definition.pdf 29 Organisasi Kesehatan Dunia, “Kesehatan Ibu, Bayi, Anak dan Remaja: Perkembangan Remaja”, http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/
  • 25. 25 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual A.3.vi Anak usia belasan Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. Istilah “anak usia belasan” terkait erat dengan istilah “remaja” dan kedua istilah ini sering didefinisikan dengan cara yang sama persis, khususnya terkait dengan batas usia atas 19 tahun.30 Berbicara secara semantik, istilah “anak usia belasan” memiliki definisi yang sangat jelas: anak usia belasan berarti seseorang yang berusia antara 13 dan 19 tahun – yaitu, seseorang yang berada dalam usia “belasan”nya – oleh karena itu merujuk pada akhiran bahasa Inggris “belasan” dalam kata “tiga belasan”, “empat belasan”, dst. Kesimpulan: Walaupun tidak ada indikasi khusus yang menentang penggunaan istilah ini, harus berhati-hati ketika istilah tersebut digunakan dalam konteks eksploitasi seksual dan kekerasan seksual pada anak untuk membedakan antara anak usia belasan sampai usia 18 tahun dan anak usia belasan berusia 18 tahun dan lebih serta untuk memastikan bahwa anak usia belasan dibawah usia 18 tahun mendapatkan hak dan perlindungan yang diberikan kepada semua anak. A.3.vii Orang muda/pemuda Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. PBB mendefinisikan pemuda sebagai “masa transisi dari ketergantungan dari masa anak-anak ke kemandirian masa dewasa. Oleh karena itu, sebagai sebuah kategori, pemuda lebih berubah-ubah daripada kelompok umur tetap lainnya.”31 Untuk tujuan statistik, PBB mendefinisikan “pemuda”sebagai kelompok umur 15-24 tahun32 dan Bank Dunia telah mengadopsi definisi yang sama.33 PBB menggunakan istilah “pemuda” dan “orang muda” secara bergantian.34 Dalam programnya terkait dengan kekerasan pasangan intim, WHO merujuk “perempuan” sebagai seseorang yang berusia dari 15 tahun35 dan “perempuan muda” 30 Misalnya, bandingkan definisi “remaja”oleh PBB dengan definisi “remaja” yang san- gat jelas dan tidak bisa ditentang yang dapat dijumpai dalam sebagian besar kamus. Misalnya, bercampurbaurnya kedua istilah ini juga bisa berasal dari fakta bahwa istilah “anak usia belasan” tidak ditemukan dalam bahasa Prancis dan Spanyol dan utaman- ya diterjemahkan kedalam kedua bahasa ini sebagai “remaja”. 31 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Pemuda”, http:// www.un.org/esa/socdev/documents/youth/fact-sheets/youth-defnition.pdf 32 Majelis Umum PBB, “Program Aksi Dunia untuk Pemuda sampai Tahun 2000 dan Seterusnya”, Resolusi 50/81, 1995. Ayat 9 resolusi ini menyatakan bahwa PBB men- definisikan pemuda sebagai kelompok umur 15-24 tahun. Kelompok umur yang sama dinyatakan kembali dalam Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/56/117 pada 2001, Komisi untuk Perkembangan Sosial Resolusi E/2007/26 & E/CN.5/2007/8 pada 2007 dan Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/62/126 pada 2008. Lihat http://www.un.org/ esa/socdev/documents/youth/factsheets/youth-defnition.pdf 33 Misalnya, lihat http://www.youthpolicy.org/mappings/internationalyouthsector/directory/ actors/worldbank/ 34 Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UNDESA), “Definisi Pemuda”, supra 31. 35 WHO, “KekerasanterhadapPerempuan: Pasangan Intim dan Kekerasan Seksual ter- hadap Perempuan”, Lembar Fakta No. 239, diperbaharui pada November 2014 www. who.int/mediacentre/factsheets/fs239/en
  • 26. 26 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual sebagai seseorang berusia 15-24 tahun.36 Dari sudut pandang perlindungan anak, hal ini bisa menjadi masalah. Definisi WHO tentang kekerasan pasangan intim yaitu “hubungan seks paksa dan bentuk-bentuk paksaan seks lainnya”,37 dan meliputi anak perempuan belia dalam hubungan abusif dengan orang dewasa yang jauh lebih tua yang sebaliknya didefinisikan sebagai eksploitasi seksual atau kekerasan seksual anak untuk semua anak dibawah umur 18 tahun. Piagam Pemuda Afrika mendefinisikan “pemuda” sebagai “setiap orang yang berusia antara 15 dan 35 tahun” dan menggunakan istilah “pemuda” dan “orang muda” tersebut secara bergantian. Piagam tersebut juga menyatakan bahwa orang muda yang berusia antara 15 dan 17 tahun (yaitu pemuda dibawah umur 18 tahun) harus dianggap sebagai orang yang belum dewasa.38 Kesimpulan: Ketika menggunakan istilah-istilah ini dalam konteks eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak, harus dijelaskan apakah istilah-istilah tersebut memasukkan orang yang berusia 18 tahun atau lebih atau tidak. Disamping itu, harus berhati-hati untuk memastikan hak hukum orang-orang yang berusia dibawah 18 tahun. A.3.viii Anak dalam lingkungan online Ø Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada bagaimana istilah ini digunakan. Arti istilah “anak” sebagaimana yang dirujuk di atas dalam bab ini kadang-kadang lebih sulit untuk ditangkap dalam ruang lingkup online karena istilah tersebut bisa terkait dengan dua isu yang berbeda: 1. Tindakan anak secara online: Anak yang melakukan sebuah tindakan dalam lingkungan online tidak berbeda dengan anak yang offline, bahkan jika haknya untuk mengakses layanan online tertentu tanpa persetujuan orang tua bisa sangat diperbolehkan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun. Walaupun anak yang berumur di bawah batas usia yang telah ditentukan (mis: 13 tahun untuk banyak layanan media sosial) bisa lebih rentan daripada anak-anak yang usianya lebih tua, semua orang muda yang berusia dibawah 18 tahun berhak atas perlindungan khusus. 2. Gambaran anak secara online: Anak tetaplah anak pada saat tertentu, tetapi masa anak-anak, secara definisi, merupakan status sementara dan pasti berlalu, yang akan anak tinggalkan saat dia semakin tua dan memasuki masa dewasa. Akan tetapi, gambar kekerasan seksual anak tersebut dapat tetap berada di dunia maya (online) jauh setelah dia mencapai masa dewasa dan terus dikonsumsi (mis: disebarkan, dipertukarkan, dijual dan dibeli). Pengorbanan anak dapat terjadi di satu negara pada waktu tertentu tetapi, melalui penyebarluasan materi kekerasan seksual anak, dapat terus berlanjut di berbagai negara dengan perundang-undangan yang berbeda atau pada momen waktu yang sudah sangat jauh. 36 WHO dan Program Bersama PBB tentang HIV dan AIDS (UNAIDS), “Kekerasan ter- hadap Perempuan dan HIV/AIDS: Persimpangan Kritis”, Seri Buletin Informasi No. 1, http://www.who.int/hac/techguidance/pht/InfoBulletinIntimatePartnerViolenceFinal.pdf 37 Ibid. 38 Kepala Negara dan Pemerintah Uni Afrika, “Piagam Pemuda Afrika”, diadopsi di Ban- jul, Juli 2006. http://africayouth.org/youth_charter
  • 27. 27 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Semuanya, yaitu Protokol Opsional, Konvensi Lanzarote dan Konvensi Budapest, mencakup tindakan-tindakan yang melampaui pembuatan materi kekerasan seksual anak, termasuk diantaranya unsur pokok kejahatan tersebut, menyediakan, menyebarkan, mengirimkan, mendapatkan dan memiliki materi kekerasan seksual pada anak,39 tidak tergantung pada waktu yang telah berlalu sejak pembuatan materi kekerasan seksual anak tersebut. Memang, Konvensi Lanzarote juga memasukkan gambaran buatan atau foto realistis anak yang sebenarnya tidak ada (Pasal 20). Kesimpulan: Anak adalah setiap orang dibawah usia 18 tahun, apakah dia bertindak dalam lingkungan online atau offline. Perlindungan dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual seharusnya tidak dikurangi oleh fakta bahwa anak bertindak secara online. Disamping itu, terkait dengan keterwakilan anak secara online tersebut, gambar ilegal seorang anak tetap ilegal karena orang yang digambarkan dalam gambar tersebut telah menjadi orang dewasa dan dia masih menjadi korban materi kekerasan seksual anak (yaitu pornografi anak menurut hukum internasional dan banyak sistem hukum nasional). Oleh karena itu, gambar atau rekaman seorang anak secara online tetaplah seorang anak bahkan ketika orang yang digambarkan telah memasuki usia dewasa. 39 Konvensi Budapest, Supra 10, Pasal 9, Pasal 3(c) Protokol Opsional KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornografi anak (supa 2) juga menyebutkan menyebarluaskan, mengekspor, mengimpor dan menjual.
  • 28. 28 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual B. Kekerasan seksual pada anak O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut. B.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum i. 1989: KHA tidak mendefinisikan “kekerasan seksual”, tetapi memasukkan “kekerasan seksual” dalam definisinya tentang “kekerasan” dalam Pasal 1940 dan secara khusus membahas perlindungan dari eksploitasi seksual dan kekerasan seksual dalam Pasal 34. ii. 2011: Konvensi Dewan Eropa tentang Pencegahan dan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“Konvensi Istanbul”) merujuk “kekerasan seksual” dalam Pasal 36. Disamping itu, Pasal 3 Konvensi Dewan Eropa tersebut secara eksplisit juga memperluas cakupan instrumen tersebut untuk memasukkan anak perempuan dibawah usia 18 tahun.41 B.2. Instrumen yang tidak mengikat Istilah “kekerasan seksual” semakin banyak digunakan dalam resolusi Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia. Berikut ini adalah beberapa contohnya. i. 2010: Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia A/HRC/13/L.21 tentang Hak Anak: Perang terhadap Kekerasan Seksual.42 ii. 2011: Resolusi Majelis Umum PBB 66/140 tentang Anak Perempuan menyebutkan kekerasan seksual terhadap anak.43 iii. 2011: Resolusi Majelis Umum PBB 66/141 tentang Hak Anak, Ayat 23, menyebutkan perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak lain.44 iv. 2011: Komentar Umum Komite KHA No. 13 tentang Hak Anak atas Kebebasan dari Semua Bentuk Kekerasan memberikan sebuah definisi yang luas tentang kekerasan terhadap anak yang memasukkan kekerasan dan eksploitasi seksual. Komentar tersebut mendefinisikan lebih lanjut tentang eksploitasi seksual dan kekerasan seksual sebagai “(a) Rayuan atau paksaan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak sah atau secara psikologis membahayakan; (b) Penggunaan anak dalam eksploitasi seksual komersial; dan (c) Penggunaan anak dalam 40 “Negara-Negara Peserta akan mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka atau kekerasan, pelelantaran atau perlakuan yang menelan- tarkan, perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk kekerasan seksual, saat dalam pemeliharaan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain yang memelihara anak.” 41 Dewan Eropa, “Konvensi tentang Pencegahan dan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, Seri Traktat Dewan Eropa No. 210, diadopsi di Istanbul, 11 Mei 2014 http://www.coe.int/en/web/conventions/full-list/-/ conventions/treaty/210 42 Maret 2010 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G10/123/83/PDF/ G1012383.pdf?OpenElement 43 Diadopsi pada 19 Desember 2011 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?sym- bol=%20A/RES/66/140 44 Diadopsi pada 19 Desember 2011 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?sym- bol=%20A/RES/66/141
  • 29. 29 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual gambar audio atau visual kekerasan seksual anak; (d) Pelacuran anak, perbudakan seks, eksploitasi seksual dalam perjalanan dan pariwisata, perdagangan (di dalam dan antar negara) dan penjualan anak untuk tujuan seksual dan perkawinan paksa. Banyak anak mengalami pengorbanan seksual yang tidak disertai oleh paksaan atau pengekangan fisik tetapi meskipun demikian yang secara psikologis mengganggu, eksploitatif dan traumatis.”45 v. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Penghapusan Kekerasan terhadap Anak dalam Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN), dalam Mukadimahnya, merujuk kebutuhan untuk “mencegah dan melindungi [perempuan dan anak] dari dan respon pada semua bentuk kekerasan, kekerasan dan eksploitasi […], termasuk perempuan dan anak yang dieksploitasi secara seksual.”46 B.3. Pertimbangan terminologi Walaupun istilah “kekerasan” sering digunakan terkait dengan beberapa bentuk tindakan fisik; “keras” berarti “memiliki dampak yang besar atau kuat”.47 Walaupun kamus bahasa Inggris sering merujuk “kekerasan” sebagai penggunaan kekuatan fisik, juga diakui bahwa kekerasan berarti “tindakan atau kata yang dimaksudkan untuk melukai orang.”48 Memang, semakin diakui bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya bisa bersifat fisik tetapi juga psikologis dan seksual.49 Ide tentang “kekerasan seksual” umumnya digunakan ketika merujuk pada orang dewasa dan sering dikaitkan dengan kekerasan berbasis jender dan wacana kesehatan masyarakat dan sering dikaitkan dengan perkosaan.50 Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1993, mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai “setiap tindakan kekerasan berbasis jender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis pada perempuan, termasuk ancaman untuk melakukan tindakan seperti itu, paksaan atau perampasan kebebasan dengan sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan umum atau pribadi.”51 Kekerasan terhadap perempuan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, “kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, kekerasan seksual 45 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, ayat 25. 46 ASEAN, “Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di ASEAN” diadopsi pada Pertemuan ke-23, 9 Oktober 47 Lihat Oxford Advanced Learner’s Dictionary, asal dari kata “keras”. 48 Cambridge Advanced Learner’s Dictionary dan Thesaurus. 49 Lihat rujukan Resolusi Majelis Umum PBB dan Komite KHA yang telah disebutkan di atas, Komentar Umum No. 13. 50 Misalnya, lihat E. Krug dkk, Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan, Jene- wa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2006, Bab 6, hal. 149, dimana dijelaskan bahwa “kekerasan seksual termasuk perkosaan, yang didefinisikan sebagai penetrasi atau penembusan paksa – walaupun hanya sedikit – alat kelamin perempuan atau anus secara fisik dengan menggunakan penis atau bagian tubuh lainnya atau se- buah benda. Percobaan untuk melakukan hal demikian dikenal sebagai percobaan perkosaan. Perkosaan terhadap seseorang oleh dua pelaku atau lebih juga dikenal sebagai perkosaan beramai-ramai. Kekerasan seksual bisa termasuk bentuk-bentuk penyerangan lain pada organ intim, termasuk kontak paksa antara mulut dan penis, kemaluan perempuan atau anus.” 51 Dok. A/RES/48/104, 20 Desember 1993, Pasal 1.
  • 30. 30 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual terhadap anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terkait dengan mahar, perkosaan dalam pernikahan, pemotongan alat kelamin perempuan dan praktik- praktik tradisional lain yang membahayakan perempuan, kekerasan non pasangan dan kekerasan yang terkait dengan eksploitasi; kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, lembaga pendidikan dan ditempat lain; perdagangan perempuan dan pelacuran paksa; dan kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dimaafkan oleh negara, dimanapun kekerasan tersebut terjadi”.52 Deklarasi 1993 telah menjadi sebuah teks referensi pada tingkat global dan telah memandu, misalnya, program WHO, yang, pada 2002, mendefinisikan kekerasan seksual sebagai “setiap tindakan seksual, percobaan untuk mendapatkan sebuah tindakan seksual, komentar atau rayuan seksual yang tidak diingini, atau tindakan untuk memperdagangkan, atau jika tidak diarahkan, seksualitas seseorang dengan menggunakan paksaan, oleh setiap orang tanpa memandang hubungan mereka dengan korban, dalam situasi apapun, termasuk tetapi tidak terbatas pada rumah dan tempat kerja”.53 Ditetapkan lebih lanjut bahwa “paksaan” dapat termasuk “seluruh spektrum tingkat paksaan. Terlepas dari paksaan fisik, paksaan bisa termasuk intimidasi psikologis, penculikan atau ancaman-ancaman lain.”54 Kajian Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak dan Laporan Dunia tentang Kekerasan terhadapAnak yang menyertai kajian tersebut menekankan kembali wacana tentang kekerasan terhadap anak pada tingkat PBB55 dan mengambil KHA (khususnya Pasal 19) dan definisi WHO tentang kekerasan sebagai titik awal. Kajian tersebut secara sistematis merujuk kekerasan seksual dan mengkontekstualkannya dalam berbagai situasi, termasuk, antara lain, kekerasan seksual, eksploitasi seksual, pelecehan seksual dan pelanggaran seksual terkait dengan internet. Sejak saat itu, jumlah Majelis Umum PBB dan resolusi Komite HakAnak yang semakin meningkat telah merujuk pada kekerasan seksual terhadap anak,56 secara khusus sering menangani eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak. Dalam beberapa tahun terakhir, wacana dalam bidang perlindungan anak juga telah bergerak kearah bahasa yang lebih “berbasis kekerasan” (mis: kekerasan terhadap anak (violence against children) sebagai pengganti kekerasan anak (child abuse)). Walaupun tidak ada definisi hukum yang disetujui secara internasional tentang kekerasan seksual, yang tidak disebutkan baik dalam KHAmaupun Protokol Opsional,57 penting untuk mencatat bahwa Pasal 7 Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional memasukkan kejahatan terhadap kemanusiaan diantaranya “perkosaan, perbudakan seks, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa atau bentuk kekerasan seksual lain dengan keberatan yang seimbang” (ketika dilakukan sebagai 52 Ibid., pasal 2. 53 E. Krug dkk., Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan, supra 50, Bab 6, hal. 149. 54 Ibid. 55 P.S. Pinheiro, Laporan Dunia tentang Kekerasan terhadap Anak, New York, UN, 2006. 56 Sebagai contoh, lihat Resolusi Majelis Umum PBB 66/140 (2011), 66/141 (2011), 68/146 (2013). 57 Akan tetapi, sebaiknya diingat bahwa KHA versi bahasa Prancis menggunakan termi- nologi violence sexuelle yang teks bahasa Inggris rujuk sebagai kekerasan seksual (sexual abuse). Lihat Pasal 19 dan 34 KHA.
  • 31. 31 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual bagian dari sebuah serangan yang menyebarluas atau sistematis yang diarahkan pada penduduk sipil manapun, dengan pengetahuan tentang serangan tersebut).58 Dalam sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan, “Menurut hukum internasional, kekerasan seksual tidak sama artinya dengan perkosaan. Undang-undang dan hukum kasus Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Rwanda dan Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone, dan Unsur- unsur Kejahatan dari Pengadilan Pidana Internasional, mendefinisikan kekerasan seksual juga termasuk perbudakan seks, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa dan bentuk kekerasan seksual lain dengan keberatan yang seimbang, yang bisa, tergantung pada keadaan, memasukkan situasi-situasi serangan tidak senonoh, perdagangan, pemeriksaan medis yang tidak layak dan pencarian telanjang.59 Perincian pelanggaran kekerasan seksual kedalam kategori-kategori yang telah dibuat di atas memungkinkan sebuah pendekatan pada pencegahan yang lebih terfokus.60 Ide tentang “kekerasan seksual” semakin sering digunakan sebagai istilah payung yang memasukkan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual.61 Hal ini sejalan dengan Komentar Umum Komite KHA No. 13 yang telah disebutkan di atas, yang secara jelas menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak dapat bersifat fisik dan mental, dan bahwa kekerasan mental termasuk “perlakuan salah psikologis, kekerasan mental, kekerasan verbal dan kekerasan emosional atau penelantaran”.62 Sebuah pendekatan serupa dapat ditemukan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada September 2015,63 yang memasukkan eksploitasi seksual sebagai sebuah bentuk kekerasan. Pelaksanaan Agenda untuk Pembangunan 58 Majelis Umum PBB, “Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional” (aman- demen terakhir pada 2010), diadopsi pada tanggal 7 Juli 1998, Pasal 7(g). 59 Sekretaris Jenderal PBB, “Laporan tentang Pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan 1820 (2008) dan 1888 (2009)”, Dok. A/65/592 – S/2010/604, Ayat 4. Lihat juga Resolusi Dewan Keamanan tentang kekerasan seksual dalam konflik 1820(2008), 1888(2009), dan 1325 (2000). 60 Misalnya, perbudakan seks atau pelacuran paksa bisa berbeda dalam kaitannya den- gan logikanya dari pelaksanaan kebijakan khusus tentang kehamilan paksa selama kampanye “pembersihan etnis” yang dirancang untuk mencapai tujuan militer atau politik, atau perkosaan yang terjadi bersama-sama dengan perampasan untuk mener- or penduduk atau sebagai akibat dari terlalu lemahnya struktur komando dan kontrol. Tergantung pada situasi pelanggaran tersebut, kekerasan seksual dapat berupa kejahatan perang, kejahatan atas kemanusiaan, aksi penyiksaan atau aksi genosida utama. 61 Lihat WHO, Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan. Lihat juga Komite Tetap Antar Lembaga (Inter-Agency Standing Committee – IASC), Panduan untuk Mengintegrasikan Intervensi Kekerasan Berbasis Jender dalam Konteks Kemanu- siaan, hal. 323, yang menggunakan definisi WHO dan menambahkan bahwa “[k] ekerasan seksual termasuk, setidaknya, pemerkosaan, kekerasan seksual dan eksploitasi seksual” dan “kekerasan seksual memiliki banyak bentuk, termasuk perkosaan, perbudakan seks dan/atau perdagangan, kehamilan paksa, pelecehan seksual, eksploitasi dan/atau kekerasan seksual, dan aborsi paksa.” 62 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, Ayat 4 dan 25. Dalam Komentar Umum terse- but, Komite tersebut juga menekankan bahwa pilihan istilah kekerasan (violence) “tidak harus ditafsirkan dengan cara untuk meminimalisir dampak, dan harus menan- gani, bentuk-bentuk bahaya non-fisik dan/atau tidak sengaja (antara lain seperti pene- lantaran dan perlakuan salah psikologis)”. 63 Majelis Umum PBB, “Merubah Dunia Kita: Agenda untuk Pembangunan Berkelanjutan 2030”, Dok. A/RES/70/1, 25 September 2015 http://www.un.org/ga/search/view_doc. asp?symbol=A/RES/70/1&Lang=E
  • 32. 32 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual Berkelanjutan 2030 memerlukan monitoring perkembangan tentang penghapusan semua bentuk kekerasan terahadap perempuan dan anak perempuan (Sasaran 5.2)64 dan penghapusan semua bentuk kekerasan pada anak (Sasaran 16.2).65 Disamping itu, perhatian yang lebih besar yang diberikan pada kekerasan seksual pada anak perempuan tercermin dalam data yang dikumpulkan pada tingkat nasional. Laporan Perempuan, Trend dan Statistik Dunia 2015 yang dibuat oleh Divisi Statistik PBB66 berisi data tentang kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan dan, berdasarkan pada Deklarasi PBB 1993 tentang Kekerasan terhadap Perempuan mendefinisikan kekerasan seksual sebagai “setiap bentuk tingkah laku seksual berbahaya dan tidak diinginkan terhadap seseorang. Kekerasan seksual merupakan kontak seksual abusif, keterlibatan paksa dalam tindakan seksual, percobaan tindakan seksual atau yang telah dilakukan dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya, pelecehan seksual, kekerasan verbal dan ancaman yang bersifat seksual, pembukaan, sentuhan yang tidak diinginkan dan inses”. Penggunaan istilah “kekerasan” yang semakin meningkat, khususnya ketika digunakan untuk merujuk pada eksploitasi seksual dan kekerasan seksual, telah meningkatkan kepedulianterkaitdenganfokusyangbisadiberikanolehistilahinipadatindakan-tindakan perbuatan, dengan risiko melakukan tindakan-tindakan kelalaian (mis: penelantaran/ kurangnya pengawasan/kurangnya pengasuhan orang tua yang mengarah pada kerentanan anak pada kekerasan/eksploitasi seksual) kurang terlihat. Hal ini juga telah digarisbawahi dalam bidang kekerasan berbasis jender, dimana perhatian tersebut sering diberikan pada orang-orang yang “melakukan” kekerasan, mengabaikan fakta bahwa kekerasan merupakan akibat dari “kelalaian” dari “perbuatan”.67 Terkait dengan anak-anak, Komite PBB, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar Amerika semuanya telah jelas tentang fakta bahwa kekerasan terhadap anak merupakan kegagalan untuk melindungi anak-anak dari bahaya atau luka dan adalah kewajiban negara untuk berbuat demikian (kewajiban positif).68 “Kekerasan seksual” telah menjadi sebuah istilah penting dalam penyusunan program dan pembuatan kebijakan dan semakin sering ditemukan dalam wacana umum. Ketika ditafsirkan secara luas, istilah tersebut memiliki keuntungan, yaitu menjadi sebuah istilah yang mencakup semua, termasuk semua derajat kekerasan dan semua bentuk penderitaan yang ditimbulkan (fisik, psikologis atau seksual) serta semua jenis tindakan (melalui kontak, tanpa kontak, oleh kelalaian). Pada satu sisi, penting bagi para 64 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 PBB, Sasaran 2: “Menghapus semua bentuk kekerasan terhadap semua perempuan dan anak perempuan dalam ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan serta eksploitasi seksual dan jenis-jenis eksploitasi lain”. 65 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, Sasaran 2: Akhiri kekerasan, eksploitasi, perdagangan dan semua bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak”. 66 http://unstats.un.org/unsd/gender/aboutWW2015.html. Panduan untuk pembuatan statistik tentang kekerasan seksual terhadap perempuan yang diterbitkan oleh Divisi Statistik PBB juga memasukkan sebuah “daftar aksi minimum” yang harus dipertim- bangkan: http://unstats.un.org/unsd/gender/docs/Guidelines_Statisitics_VAW.pdf 67 Sebagai contoh, lihat A. Basu, “Kekerasan Berbasis Jender: Tindakan Perbuatan dan Tindakan Kelalaian” [web blog], 23 November 2015 http://unfoundationblog.org/gen- der-based-violence-acts-of-commission-and-acts-of-omission/ 68 Komite KHA, Komentar Umum No. 13, Ayat 20; Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, “Kasus X dan Y v. Belanda”, Keputusan tanggal 26 Maret 1985; Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar Amerika, “Kasus Gonzalez dkk. (Ladang Kapas”) v. Meksiko” Keputusan tanggal 16 November 2009.
  • 33. 33 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual pembuat kebijakan dan pembuat undang-undang untuk mencari sebuah pendekatan yang terintegrasi untuk perlindungan anak dari semua pelanggaran martabat manusia dan integritas seksual mereka dan pada sisi yang lain, untuk memonitor dan bertindak untuk mencegah dan merespon bentuk-bentuk kekerasan seksual baru dan untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan perlindungan anak yang efektif, termasuk memberikan mekanisme rujukan yang layak.69 Terkait dengan anak-anak, istilah “kekerasan seksual” dan “eksploitasi seksual”, sebagaimana yang akan ditunjukkan dalam bagian-bagian berikut ini secara lebih terperinci, benar-benar ditetapkan dalam hukum internasional dan tetap menjadi kunci ketika menangani pelanggaran hak-hak anak yang bersifat seksual. Dalam banyak sistem hukum dalam negeri,70 serta dalam hukum UE,71 penggunaan kekerasan dapat mewakili sebuah faktor yang mengganggu dalam kejahatan seksual terhadap anak. Terakhir, kekerasan seksual bisa merupakan sebuah bentuk penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak berprikemanusiaan atau merendahkan dalam keadaan tertentu. Konvensi PBB untuk Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Berperikemanusiaan atau Menghinakan menyatakan bahwa “’penyiksaan’ berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan 69 Mekanisme rujukan adalah sebuah kerangka kerjasama dimana aktor negara me- menuhi kewajiban mereka untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak korban. Komite KHA, dalam Komentar Umum No. 13 mereka, menyatakan dalam Ayat 50 bah- wa “Orang yang menerima laporan tersebut seharusnya memiliki panduan yang jelas dan mendapatkan pelatihan tentang kapan dan bagaimana untuk merujuk masalah tersebut kepada lembaga manapun yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir respon tersebut. […] Para profesional yang bekerja di dalam sistem perlindungan anak harus dilatih tentang kerjasama antar lembaga dan protokol untuk kerjasama. Pros- es tersebut akan termasuk: (a) penilaian partisipatoris berbagai disiplin ilmu tentang kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang anak, pengasuh dan keluarga tersebut, yang meminta dan memberi pertimbangan layak pada pandangan-pandangan anak serta pandangan-pandangan pengasuh dan keluarga tersebut; (b) membagikan ha- sil-hasil penilaian tersebut kepada anak, pengasuh dan keluarga tersebut; (c) rujukan anak dan keluarga tersebut ke berbagai layanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutu- han itu; dan (d) tindak lanjut dan evaluasi tentang kecukupan intervensi tersebut.” 70 Beberapa contoh: di Brazil “Dos crimes contra a liberdade sexual” http://www.oas. org/juridico/MLA/sp/bra/index.html; di Argentina “Delitos contra la integridad sexual” http://www.infoleg.gov.ar/infolegInternet/anexos/15000-19999/16546/texact.htm#17; di Spanyol “Delitos contra la libertad e indemnidad sexuales” https://www.boe.es/legisla- cion/ codigos/codigo.php?id=038_Codigo_Penal_y_legislacion_complementaria&modo=1; di Prancis “Des ateintes àl’intégrité physique ou psychique de la personne” http:// www.legifrance.gouv.fr/afchCode.do?cidTexte=LEGITEXT000006070719; di Jerman “Offences against sexual self-determination” https://www.gesetze-im-internet.de/en- glisch_stgb/englisch_stgb.html 71 Direktif 2011/93/EU, supra 14, Pasal 9 tentang “keadaan yang mengganggu”: “Sejauh ini, keadaan-keadaan berikut ini belum membentuk bagian dari unsur-unsur pokok dari kejahatan tersebut […], Negara Anggota harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa keadaan-keadaan berikut ini bisa, sesuai den- gan ketentuan-ketentuan hukum nasional terkait, dipandang sebagai keadaan yang mengganggu […]”: (g): ”Kejahatan tersebut merupakan kekerasan serius atau menye- babkan bahaya serius pada anak tersebut.”
  • 34. 34 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut, ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat pemerintah atau orang lain yang berbuat dalam sebuat kapasitas resmi.”72 Komite PBB untuk Menentang Penyiksaan telah menyatakan bahwa Komite tersebut memandang “kekerasan seksual dan perdagangan sebagai tindakan-tindakan penyiksaan berbasis jender dan berada dalam bidang Komite tersebut”,73 dan telah berulang kali mengaitkan kekerasan seksual dengan penyiksaan.74 Sebuah pendekatan serupa dapat ditemukan didalam Komisi Hak Asasi Manusia Antar Amerika yang telah mengakui dan membuka sesi dengar pendapat tentang berbagai laporan siksaan seksual terhadap perempuan di Meksiko yang juga berjanji untuk meneruskan tema tersebut.75 Disamping itu, Komite Hak Anak PBB yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik76 mengakui bahwa kekerasan dan kekerasan seksual bisa berbentuk penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak berperikemanusiaan atau merendahkan.77 Perjanjian tersebut dengan sengaja menahan diri dari menguraikan sebuah definisi penyiksaan yang eksplisit, atas dasar bahwa sifat, tujuan dan keseriusan sebuah tindakan – bukan 72 Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1984, Pasal 1. 73 Misalnya, lihat http://www1.umn.edu/humanrts/svaw/law/un/enforcement/comtorture. htm. Akan tetapi, harus dicatat bahwa, Komite PBB untuk Menentang Penyiksaan hanya mempertimbangkan kekerasan yang dilakukan oleh Negara Peserta dan tidak menangani isu-isu terkait dengan perorangan atau aktor non-Negara secara ekslusif. Misalnya, lihat http://www.ohchr.org/ Documents/Publications/FactSheet17en.pdf 74 Misalnya, dalam Kesimpulan Pengamatannya tentang Laporan Periodik Kelima Fed- erasi Rusia, (29 Oktober-23 November 2012), Komite untuk Menentang Penyiksaan mengungkapkan keprihatinan berikut ini (Ayat 14): “Meskipun ada laporan yang terus menerus tentang sejumlah tuduhan terkait banyak bentuk kekerasan pada perem- puan di seluruh Negara Peserta, Komite untuk Menentang Penyiksaan prihatin bahwa hanya ada sejumlah kecil laporan, penyelidikan dan penuntutan terhadap tindakan-tin- dakan kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam pernikahan.” Baru-baru ini, Kesimpulan Pengamatannya tentang laporan awal tentang Irak (11012 Agustus 2015), Komite untuk Menentang Penyik- saan mengungkapkan keprihatinan khususnya terkait “laporan tentang para pejuang ISIL yang memperkosa para tawanan perempuan, dan tentang fakta bahwa kelompok ekstrimis ini telah mengadakan sebuah pola kekerasan seksual, penculikan dan perd- agangan manusia yang menyasar perempuan dan anak perempuan yang berasal dari kelompok agama dan suku minoritas (lihat S/2015/203, ayat 28-31). Komite tersebut juga merasa prihatin dengan laporan tentang kekerasan seksual yang dilakukan oleh para anggota tentara Irak dan milisi dari semua pihak yang berkonflik. Komite tersebut juga lebih prihatin tentang impunitas nyata yang diperoleh oleh para pelaku tinda- kan-tindakan seperti itu (pasal 1, 2, 4 dan 16).” 75 Lihat http://hrbrief.org/2015/03/reports-of-sexual-torture-of-women-in-mexico/ 76 Komite Hak Anak PBB adalah sebuah badan monitoring traktat untuk Perjanjian In- ternasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik yang dibentuk berdasarkan pada Pasal 28 Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, 23 Maret 1976, 999U.N.T.S 1057. 77 Sebagai contoh, lihat Kesimpulan Pengamatanoleh Komite Hak Asasi Manusia berikut ini: Cabo Verde, Dok. PBB CCPR/C/CPV/CO/1; Honduras, Dok. PBB CCPR/C/HND/CO/1; Kenya, Dok. PBB CCPR/C/KEN/CO/3, ayat 17; Malawi, Dok. PBB CCPR/C/MWI/CO/1, ayat 15; Mozambik, Dok. PBB CCPR/C/MOZ/CO/1, ayat 17. Lihat juga Komite Hak Anak PBB, “V.D.A dan Argentina”, Komunikasi No. 1608/2007, 29 Maret 2011, Dok. PBB CCPR/C/101/D/1608/2007.
  • 35. 35 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual sebuah daftar pelanggaran atau kejahatan yang telah ada sebelumnya – seharusnya menentukan apakah itu penyiksaan.78 Dalam semua keadaan, Negara diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak dari bentuk kekerasan atau kekerasan seksual apapun, baik yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam sebuah kapasitas resmi, diluar kapasitas resmi mereka, atau dalam sebuah kapasitas pribadi.79 Kesimpulan: Kekerasan pada anak mencakup eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak dan dapat digunakan sebagai sebuah istilah payung untuk secara bersama-sama merujuk pada fenomena-fenomena ini, baik terkait dengan tindakan perbuatan dan kelalaian dan dikaitkan dengan kekerasan fisik dan psikologis. Pada saat yang sama, dalam kerangka kerja yang lebih luas ini, penting juga untuk tetap mempertahankan sebuah fokus yang lebih sempit pada perwujudan khusus kekerasan terhadap anak yang berbeda-beda untuk mengembangkan strategi-strategi perlindungan dan pencegahan yang tepat serta respon korban anak yang spesifik sesuai dengan kasus tersebut. Dari perspektif hak anak, yang jadi masalah adalah bahwa perlindungan yang diberikan atau dicari baik melalui perundang-undangan maupun kebijakan harus seluas dan seefektif mungkin yang tidak meninggalkan ruang celah dan mendapatkan semua perlindungan dan kebebasan anak dari bahaya. B.4 Istilah terkait B.4.i Serangan seksual pada anak O Istilah ini kelihatannya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/ atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut. “Serangan seksual” didefinisikan sebagai “aksi atau sebuah tindakan memaksa seseorang yang tidak memberi persetujuan untuk terlibat dalam aktifitas seksual; sebuah kejahatan yang melibatkan kontak seksual paksa” atau “kontak seksual yang biasanya melibatkan paksaan pada seseorang tanpa persetujuan”.80 78 Komite Hak Anak PBB, “Pasal 7 (Pelarangan Penyiksaan atau Perlakuan atau Huku- man Kejam, Tidak Berperikemanusiaan atau Merendahkan Lain)”, Komentar Umum CCPR No. 20, 10 Maret 1992, Ayat 4. 79 Ibid., Ayat 2. 80 Lihat Oxford British dan World English Dictionary dan Merriam-Webster Dictionary.
  • 36. 36 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual C. Kekerasan seksual anak O Istilah ini sepertinya memiliki sebuah arti yang telah disetujui secara umum dan/atau dapat digunakan tanpa memberikan stigma dan/atau membahayakan anak tersebut. C.1. Definisi dalam instrumen yang mengikat secara hukum i. 1989: KHA merujuk pada “semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual” dalam Pasal 34, yang menjelaskan tentang syarat bagi Negara Peserta untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi dan kekerasan seksual sebagai berikut ini: “Untuk tujuan ini, Negara-Negara Peserta khususnya akan mengambil langkah-langkah yang layak, bilateral dan multilateral untuk mencegah: (a) Bujukan atau paksaan agar anak terlibat dalam setiap kegiatan seksual yang tidak sah; (b) Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual lain yang tidak sah; (c) Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pertunjukan-pertunjukan dan materi-materi pornografi.” ii. 1999: Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak merujuk dalam Pasal 27 pada “semua bentuk eksploitasi seksual dan kekerasan seksual”. iii. 2007: Konvensi Lanzarote merujuk pada “eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak”. Mukaddimah tersebut menyatakan bahwa “semua bentuk kekerasan seksual anak, termasuk tindakan yang dilakukan di luar negeri, merusak kesehatan dan perkembangan psikososial anak.” Konvensi tersebut menyatakan lebih lanjut dalam Pasal 3(b) bahwa “eksploitasi seksual dan kekerasan seksual anak harus memasukkan tingkah laku sebagaimana yang dirujuk dalam Pasal 18 sampai 23 dari Konvensi ini.” Ini mencakup kekerasan seksual, pelanggaran terkait dengan pelacuran anak, pornografi anak, keikutsertaan anak dalam pertunjukan pornografi, korupsi anak dan permohonan anak untuk tujuan seksual. Pasal 18(1) secara khusus merujuk pada “kekerasan seksual”, yang pasal tersebut definisikan untuk tujuan-tujuan kriminalisasi sebagai berikut: “(a) melibatkan dalam aktifitas-aktifitas seksual seorang anak yang, menurut ketentuan-ketentuan hukum nasional yang relevan, belum mencapai usia hukum untuk aktifitas- aktifitas seksual”81 dan: “(b) melibatkan dalam aktifitas-aktifitas seksual seorang anak dimana: kekerasan, paksaan atau ancaman digunakan; atau sebuah posisi kepercayaan, kewenangan atau pengaruh pada anak tersebut disalahgunakan, termasuk dalam keluarga; atau sebuah situasi yang sangat rentan disalahgunakan, utamanya karena kecacatan mental atau fisik atau sebuah situasi ketergantungan.” iv. 2011: Direktif UE 2011/93 menyatakan, dalam Pasal 3nya, sebuah definisi yang seksama tentang pelanggaran terkait dengan kekerasan seksual dan memasukkan dalam definisi itu fakta yang menyebabkan seorang anak menyaksikan aktifitas-aktifitas seksual atau kekerasan seksual, terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual dengan seorang anak dan menggunakan kekerasan, paksaan atau ancaman kepada seorang anak untuk masuk kedalam aktifitas-aktifitas seksual dengan pihak ketiga. 81 Harus dicatat bahwa Pasal 18(3) menyatakan bahwa Pasal 18(1)(a) tidak mencakup aktifitas seksual yang disetujui bersama diantara anak-anak.
  • 37. 37 Panduan Terminologi untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual C.2 Instrumen yang tidak mengikat Istilah “kekerasan seksual anak” sering digunakan dalam resolusi Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia tentang hak anak (dikenal sebagai Resolusi Omnibus) dan dokumen-dokumen internasional dan regional lain yang tidak mengikat (mis: dokumen Dewan Eropa). C.3. Pertimbangan terminologi KHA tidak menjelaskan apa perbedaan antara kekerasan seksual anak dan eksploitasi seksual anak. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa kekerasan seksual anak tidak membutuhkan unsur imbalan dan dapat terjadi hanya untuk tujuan kepuasan seksual dari orang yang melakukan tindakan tersebut, sedangkan eksploitasi seksual anak dapat dibedakan dengan sebuah ide pokok tentang imbalan (untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang eksploitasi seksual anak, lihat infra, Bagian D). Fitur kekerasan seksual anak yang berulang (walaupun tidak sangat diperlukan) adalah bahwa kekerasan seksual anak dilakukan oleh seseorang yang tidak asing bagi korban dan yang memiliki bentuk kewenangan atau kekuasaan atas mereka.82 Kewenangan seperti itu dapat didasarkan pada ikatan keluarga (mis: sanak keluarga), sebuah posisi kewenangan atau kontrol (mis: guru, pelatih) atau faktor-faktor lain. Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atas seorang anak juga dapat berasal dari jalinan sebuah hubungan kepercayaan atau ketergantungan, untuk tujuan memanipulasi anak tersebut untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual.83 Menurut kamus-kamus utama, kekerasan merujuk pada perlakuan kejam atau kasar, termasuk seksual, seseorang, khususnya secara reguler atau berulang-ulang.84 Fakta bahwa seseorang yang menyalahgunakan seorang anak secara seksual lebih sering adalah seseorang yang kenal dengan anak tersebut daripada yang tidak kenal juga memfasilitasi pengulangan tindakan tersebut.85 PBB telah memberikan sebuah definisi umum yang sangat luas tentang kekerasan seksual (tidak secara khusus terkait dengan anak), merujuk pada “gangguan fisik nyata atau ancaman yang bersifat seksual, apakah dengan paksaan atau dibawah kondisi yang tidak setara atau memaksa”.86 82 Misalnya, lihat Pinheiro, Laporan Dunia tentang Kekerasan pada Anak, supra 55, Bab 3. Laporan Penjelasan untuk Konvensi Lanzarote (ayat 48) juga menerangkan bahwa statistik menunjukkan bahwa pelaku kekerasan seksual anak biasanya adalah orang- orang yang dekat dengan korban. 83 Ibid. 84 Lihat Oxford British and World English Dictionary. 85 Sepertinya ada sebuah hubungan yang jelas antara fakta bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak sering kali pengasuh yang dikenal dan dipercaya dan fakta bahwa kekerasan seksual pada anak terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, dengan cara yang semakin invasif secara seksual. Sebagai contoh, lihat WHO, “Panduan untuk Layanan Medis-Hukum untuk Korban Kekerasasn Seksual”, Jenewa, WHO, 2003, Bab 7, hal. 76. 86 Sekretariat PBB, “Buletin Sekretaris Jenderal tentang Langkah-Langkah Khusus untuk Perlindungan dari Eksploitasi dan Kekerasan Seksual”, 9 Oktober 2003, Ba- gian 1https://oios.un.org/resources/2015/01/ST-SGB-2003-13.pdf. Komite Tetap Antar