Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
Teori belajar konstruktivisme
1. 1
Belajar dan Pembelajaran
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN
A. Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia
dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang
dikehendaki tersebut adalah menusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian,
tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap
aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri
dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses ... (to) learn to be. Mampu melakukan
kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan
kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun
kemudah tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai
dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan
gubahan Sang Pencipta. Kemandirian, berarti menilai proses dan hasil berpifikir sendiri
di samping proses dan hasil berpikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan
apa yang dianggapnya benar dan perlu. Tanggung jawab, berarti kesediaan untuk
menerima segala konsekuensi keputusm serta tindakan sendiri.Kolaborasi, berarti di
sanping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri, individu dengan ciri-ciri di atas
juga mampu bekerja sama dengan individu lainya dalam meningkakan mutu kehidupan
bersama.
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaau kegiatan belajar mengajar yang
mengakui sentralitas peranan siswa di dalam proses belajar, adalah landasanyang kokoh
bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut
bertolak dari kajian-kajian kitikal dan empirik di samping pilihan masyarakat (Raka Joni,
1990).
2. 2
Belajar dan Pembelajaran
Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi
manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya
diperlukan penanganan yang rnemberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan
yang tepat ketika individu belajar. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk
rnemusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memilih
karakteristik di atas. Kajian terhadap teon belajarkonsuuktivistik dalam kegiatan belaJar
dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
B. Konstruksi Pengetahuan
Dalam paradigma baru pendidikan, bahwa memperbaiki pendidikan terlebih
dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya.
Ke dua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonsttruksi
pengetahuannya tentang objek-objek dan peristwa-peristiwa yang dijumpai selama
kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang
dapat membantu memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia akan
mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang
merupakan konstuksi dari dirinya. Pada bagian ini akan dibahas teori belajar
konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang apa pengetahuan itu, proses
mengkonstruksi pengetahuan, serta hubungan antara pengetahuan, realitas, dan
kebenaran.
Apa pengetahuan itu? Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah
kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai
konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya..
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain
tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yangterus menerus
oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-
pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang
yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki
pangetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan
3. 3
Belajar dan Pembelajaran
pengetahmnnya tentang sesuatu kepada siswa, pentransferan itu akan diinterpretasikan
dan dikonsfersikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka
sendiri.
1. Proses mengkonstruksi pengetahuan.
Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya.Melalui
interaksinya dengan objek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar,
menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses pembentukan.
Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan
dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakm bahwa ada beberapa kemampuan
yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; l) kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan
dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih
menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Faktor-faktor yang juga rnempengaruhi proses mengkorstruksi pengetatruan
adalah konsfuksi pengetahuan seseorang yang telah ada domain pengalaman, dan
jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang
telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan
datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk
dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan prakarsa untuk menata lingkungan yang
memberi peluang optimal bagi tejadinya belajar.Namun yang akhimya paling
menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri.Dengan istilah
laiin dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstuktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu
meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan
pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
4. 4
Belajar dan Pembelajaran
2. Peranan Guru.
Dalam belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran
atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya
cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang
meliputi;
l) Menumbutkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil
keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3) Menyediakan sistem dukungan yarg memberikan kemudahan berajar agar siswa
mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
3. Sarana belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuarurya sendiri.Segala
sesuatu seperti baharu media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut.Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan
pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian,
siswa akan terbiasa dan terlatih tmfuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang
dihadapinya, mandiri, kritis, kreatil dan marnpu mempertanggungjawabkan pemikirannya
secara rasional.
4.Evaluasi belajar.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi
pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman.Hal ini
memunculkan periikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.Ada
5. 5
Belajar dan Pembelajaran
perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang
obyektifis dan konsruktrvistik.Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak
mengacu pada obyektifis, sedangkan belajar discovery lebih mengarah pada
kontruktivistik.Obyektifis rnengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwapengetahuan
adalah obyektif pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan -
strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan
oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar
merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional
adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para
siswanya.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran
seseorang.Manusia mengkonstnrksi dan menginterpretasikannya berdasarkan
pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang
digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan
konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam
menginterpretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana
interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Teori belajar-konstuktivistik mengajari bahwa siswa akan dapat
menginterpretasikan infonnasi ke dalam pikiranrya, hanya pada konteks pengalaman dan
pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Jika hasil
belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya?
Evaluasi belajar pandangan'behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan
belajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation,yaitu
suatu konstuksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan
lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan
belajar, diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasirya akan
berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada
6. 6
Belajar dan Pembelajaran
pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan
mengontrolvaktivitas belajar siswa.
Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe
obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar
konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang
digunakan untuk menilai hasil belajar konstnrktivistik, memerlukan proses pengalaman
kognitif bagi tujuan-tujuan konstuktivistik.
Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas
autentik, mengkonstuksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih
tinggi seperti tingkat “penemuan”, pada taksonomi Merrill, atau "stategi kognitif ' dari
Gagne, serta “sintesis“, pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi pengalaman siswa
dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.
Sumber Bacaan
Biehler, R.F. & Snowman, J. 1982.Psycholog Applied to Tbaching, Fourth rghton Mifflin
Company. Fourth Edition, Boston: Houghton Mifflin Company.
Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
Dimyati, M. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2LPTK.
Danim, Sudarwam. & Khairil. 2012. Psikologi Pendidikan: Dalam Pessfektif Baru.
Bandung: Alfabeta.
Degeng, N. S.. 1998. Ilmu Pengajaran. Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud, Dirjen
Dikti, P2LPTK.
Joni, T. Raka. 1990. Cara Belajar Siswa Aktif: Artikulasi Konseptual, Jabaran
Operasional, dan Verifikasi Empirik. Malang: Puspen IKIP Malang,