Dokumen tersebut membahas kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan serta asap yang dihasilkannya. Kebijakan ini disebut "3 Stop", yaitu menghentikan kebakaran, asap, dan bencana. Kebijakan ini diambil karena kebakaran hutan dan lahan sering terjadi di Kalimantan Tengah dan menimbulkan masalah kesehatan serta kerugian ekonomi. Pemerintah melarang pembuka
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)Aji Sahdi Sutisna
Dokumen tersebut merangkum Nota Kesepakatan Bersama (NKB) yang ditandatangani oleh 12 kementerian dan lembaga terkait untuk mempercepat pengukuhan kawasan hutan di Indonesia. NKB ini diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antar instansi, menyelaraskan peraturan, dan menyelesaikan konflik agraria yang berkaitan dengan hutan secara adil. Namun, perlu ada rencana aksi bersama yang jelas dan melib
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya peningkatan alokasi belanja untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Saat ini, alokasi belanja yang tersedia masih sangat terbatas sehingga hanya mampu menangani kebakaran di Kota Pontianak dan sekitarnya saja, padahal wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh provinsi. Dokumen ini menganalisis bahwa diperlukan peningkatan alokasi belanja
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)Aji Sahdi Sutisna
Dokumen tersebut merangkum Nota Kesepakatan Bersama (NKB) yang ditandatangani oleh 12 kementerian dan lembaga terkait untuk mempercepat pengukuhan kawasan hutan di Indonesia. NKB ini diharapkan dapat meningkatkan kerja sama antar instansi, menyelaraskan peraturan, dan menyelesaikan konflik agraria yang berkaitan dengan hutan secara adil. Namun, perlu ada rencana aksi bersama yang jelas dan melib
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya peningkatan alokasi belanja untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Saat ini, alokasi belanja yang tersedia masih sangat terbatas sehingga hanya mampu menangani kebakaran di Kota Pontianak dan sekitarnya saja, padahal wilayah tanggung jawabnya meliputi seluruh provinsi. Dokumen ini menganalisis bahwa diperlukan peningkatan alokasi belanja
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Kurniawan Saputra
Dokumen ini membahas perlunya restrukturisasi kelembagaan di bidang agraria dan lingkungan hidup untuk meningkatkan koordinasi dan memberikan akses yang lebih baik kepada petani. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain pembentukan Menteri Koordinator Agraria dan Lingkungan Hidup serta penataan kembali peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga terkait seperti Kementerian Kehutanan dan BPN.
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan peraturan pemerintah Indonesia terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Mencakup perundang-undangan seperti UU Lingkungan Hidup, Kehutanan, Perkebunan; PP Perlindungan Hutan; serta kebijakan Kementerian Kehutanan dalam pengendalian kebakaran meliputi kelembagaan, operasional, dan pemberdayaan masyarakat.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 2015 membahas karakteristik, penyebab, dan upaya mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi. Provinsi ini rentan terhadap bencana ini karena memiliki lahan gambut luas dan aktivitas ekonomi yang masih bergantung pada sektor kehutanan dan perkebunan. Upaya mitigasi yang dibahas meliputi sosialisasi, pemantauan, pemadaman api, dan re
Panduan ini memberikan informasi tentang program Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelola hutan secara lestari melalui 5 skema pengelolaan hutan oleh masyarakat. Panduan ini juga menjelaskan peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pengajuan dan pelaksanaan Perhutanan Sosial serta pengakuan Hutan Adat oleh masyarakat hukum adat.
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialRamlanNugraha3
Perhutanan sosial bertujuan agar masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat mengelola hutan dengan legal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kelestarian hutan. Partisipasi masyarakat menjadi dibutuhkan agar tujuan perhutanan sosial dapat tercapai.
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
1. Reklamasi lahan hutan bakau di Pantai Utara Jakarta untuk proyek perumahan mewah Pantai Indah Kapuk telah menghancurkan habitat alam dan meningkatkan risiko banjir.
2. Langkah reklamasi besar-besaran di lahan hutan bakau telah ditentang oleh para ahli lingkungan karena dampaknya yang merugikan.
Dokumen tersebut membahas masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau yang disebabkan oleh praktik pembakaran lahan untuk konversi lahan menjadi perkebunan. Dokumen ini menyebutkan bahwa praktik ini merupakan dosa turunan dari eksploitasi hutan secara berlebihan dan kebijakan konversi lahan yang salah. Dokumen ini juga menyarankan perlunya peraturan yang tegas untuk mencegah praktik pembakaran lahan
Dokumen tersebut membahas tentang kinerja penegakan hukum di Indonesia dalam mengatasi masalah deforestasi dari sudut pandang NGO Greenpeace. Dokumen menyebutkan bahwa upaya penegakan hukum pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat deforestasi dan kebakaran hutan masih kurang maksimal, dengan sanksi-sanksi yang diberikan seringkali bersifat administratif dan belum memberikan efek jera. Dokumen juga mengkrit
Dokumen tersebut membahas pengelolaan lahan gambut kritis di Kalimantan Tengah dengan penanaman tanaman karet dan jelutung untuk merehabilitasi lahan serta mengurangi ancaman kebakaran. Proyek pilot dilakukan di Pulang Pisau dengan menanam 10 ha karet dan 10 ha jelutung dengan melibatkan masyarakat. Hasilnya, penanaman karet dan jelutung di lahan gambut merupakan solusi untuk pemanfaatan lahan dan pencegahan kebakaran hut
Konservasi lahan gambut sangat penting untuk menjaga fungsi ekosistem dan mengurangi emisi karbon. Upaya konservasi meliputi mencegah kebakaran, penanaman kembali dengan tanaman penambat karbon tinggi, pengaturan tingkat air tanah, dan rehabilitasi lahan yang rusak. Aspek hukum dan pengelolaan lahan gambut diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk melindungi lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak LingkunganGiorgio JoJo
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang potret hukum lingkungan dan sumber daya alam Indonesia pada tahun 2011. Kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan cenderung pro-investasi tanpa memperhatikan perlindungan lingkungan. Hal ini menyebabkan konflik antara pemerintah dan masyarakat serta lemahnya tata kelola lingkungan. Transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam masih terbatas.
Perlindungan Hutan dari Aktivitas PertambanganSa Annisa
Perlindungan hutan dari kegiatan pertambangan adalah upaya untuk mengoptimalkan kegiatan pertambangan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan. Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan seperti pengendalian, perlindungan, dan pencegahan untuk mengatur pertambangan dan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan, dengan memberlakukan izin pertambangan dan melakukan pengawasan. Namun masih ditemukan penyimpangan,
Dalam edisi ini :
Memperkenalkan mita kita
Keterbukaan Informasi Publik
Keberhasilan baru-baru ini
Dukungan melalui pendidikan
Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
Pemantauan dan Pelaporan Pelanggara Daerah-daerah baru
Penelitian SETAPAK
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Panel 1.1 - Perlunya Kementerian Koordinator Agraria & Ling, Hidup (Rachman)Kurniawan Saputra
Dokumen ini membahas perlunya restrukturisasi kelembagaan di bidang agraria dan lingkungan hidup untuk meningkatkan koordinasi dan memberikan akses yang lebih baik kepada petani. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain pembentukan Menteri Koordinator Agraria dan Lingkungan Hidup serta penataan kembali peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga terkait seperti Kementerian Kehutanan dan BPN.
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan peraturan pemerintah Indonesia terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Mencakup perundang-undangan seperti UU Lingkungan Hidup, Kehutanan, Perkebunan; PP Perlindungan Hutan; serta kebijakan Kementerian Kehutanan dalam pengendalian kebakaran meliputi kelembagaan, operasional, dan pemberdayaan masyarakat.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 2015 membahas karakteristik, penyebab, dan upaya mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Jambi. Provinsi ini rentan terhadap bencana ini karena memiliki lahan gambut luas dan aktivitas ekonomi yang masih bergantung pada sektor kehutanan dan perkebunan. Upaya mitigasi yang dibahas meliputi sosialisasi, pemantauan, pemadaman api, dan re
Panduan ini memberikan informasi tentang program Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelola hutan secara lestari melalui 5 skema pengelolaan hutan oleh masyarakat. Panduan ini juga menjelaskan peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pengajuan dan pelaksanaan Perhutanan Sosial serta pengakuan Hutan Adat oleh masyarakat hukum adat.
Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perhutanan SosialRamlanNugraha3
Perhutanan sosial bertujuan agar masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat mengelola hutan dengan legal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kelestarian hutan. Partisipasi masyarakat menjadi dibutuhkan agar tujuan perhutanan sosial dapat tercapai.
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
1. Reklamasi lahan hutan bakau di Pantai Utara Jakarta untuk proyek perumahan mewah Pantai Indah Kapuk telah menghancurkan habitat alam dan meningkatkan risiko banjir.
2. Langkah reklamasi besar-besaran di lahan hutan bakau telah ditentang oleh para ahli lingkungan karena dampaknya yang merugikan.
Dokumen tersebut membahas masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau yang disebabkan oleh praktik pembakaran lahan untuk konversi lahan menjadi perkebunan. Dokumen ini menyebutkan bahwa praktik ini merupakan dosa turunan dari eksploitasi hutan secara berlebihan dan kebijakan konversi lahan yang salah. Dokumen ini juga menyarankan perlunya peraturan yang tegas untuk mencegah praktik pembakaran lahan
Dokumen tersebut membahas tentang kinerja penegakan hukum di Indonesia dalam mengatasi masalah deforestasi dari sudut pandang NGO Greenpeace. Dokumen menyebutkan bahwa upaya penegakan hukum pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat deforestasi dan kebakaran hutan masih kurang maksimal, dengan sanksi-sanksi yang diberikan seringkali bersifat administratif dan belum memberikan efek jera. Dokumen juga mengkrit
Dokumen tersebut membahas pengelolaan lahan gambut kritis di Kalimantan Tengah dengan penanaman tanaman karet dan jelutung untuk merehabilitasi lahan serta mengurangi ancaman kebakaran. Proyek pilot dilakukan di Pulang Pisau dengan menanam 10 ha karet dan 10 ha jelutung dengan melibatkan masyarakat. Hasilnya, penanaman karet dan jelutung di lahan gambut merupakan solusi untuk pemanfaatan lahan dan pencegahan kebakaran hut
Konservasi lahan gambut sangat penting untuk menjaga fungsi ekosistem dan mengurangi emisi karbon. Upaya konservasi meliputi mencegah kebakaran, penanaman kembali dengan tanaman penambat karbon tinggi, pengaturan tingkat air tanah, dan rehabilitasi lahan yang rusak. Aspek hukum dan pengelolaan lahan gambut diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk melindungi lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Catatan Akhir Tahun 2011 : Karpet Merah Bagi Investor Perusak LingkunganGiorgio JoJo
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang potret hukum lingkungan dan sumber daya alam Indonesia pada tahun 2011. Kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan cenderung pro-investasi tanpa memperhatikan perlindungan lingkungan. Hal ini menyebabkan konflik antara pemerintah dan masyarakat serta lemahnya tata kelola lingkungan. Transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam masih terbatas.
Perlindungan Hutan dari Aktivitas PertambanganSa Annisa
Perlindungan hutan dari kegiatan pertambangan adalah upaya untuk mengoptimalkan kegiatan pertambangan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungan. Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan seperti pengendalian, perlindungan, dan pencegahan untuk mengatur pertambangan dan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan, dengan memberlakukan izin pertambangan dan melakukan pengawasan. Namun masih ditemukan penyimpangan,
Dalam edisi ini :
Memperkenalkan mita kita
Keterbukaan Informasi Publik
Keberhasilan baru-baru ini
Dukungan melalui pendidikan
Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
Pemantauan dan Pelaporan Pelanggara Daerah-daerah baru
Penelitian SETAPAK
SETAPAK - Program Tata Kelola LingkunganAksi SETAPAK
Dokumen tersebut membahas program SETAPAK yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia dengan meningkatkan transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam. Program ini bekerja dengan bermitra dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk mengembangkan kebijakan dan regulasi tata kelola hutan yang lebih baik.
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
Dampak perubahan iklim sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti
mundurnya awal musim hujan, musim kemarau terjadi dua kali dalam setahun,
ataupun curah hujan di atas normal. Kondisi ini menimbulkan masalah apabila tidak
diantisipasi, sehingga program pemerintah dalam upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim menjadi penting. Namun upaya tersebut belum berjalan secara optimal
karena masalah perubahan iklim masih dipandang sebagai masalah lingkungan dan
hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. DPR
juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim. Tanggung jawab DPR tersebut dapat dilakukan melalui pelaksanaan tiga fungsi
DPR, yaitu melalui fungsi anggaran, fungsi pengawasan, dan fungsi legislasi.
Kebijakan penguatan konservasi dan percepatan restorasi ekosistem gambut dan ...CIFOR-ICRAF
Dokumen tersebut membahas upaya rehabilitasi mangrove dan gambut di Indonesia, termasuk program kerja pemerintah, penyebab penurunan luas mangrove, dan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove. Beberapa inisiatif kunci adalah program Green Port untuk menanam mangrove, revitalisasi lahan gambut, dan pembentukan kelompok kerja multi tingkat untuk koordinasi kebijakan.
Kajian ini menganalisis penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Pontianak serta implikasi kebijakannya. Faktor-faktor penyebabnya antara lain kurangnya kesadaran lingkungan, teknologi alternatif pembukaan lahan, dan dorongan ekonomi. Diperlukan kebijakan seperti inovasi teknologi ramah lingkungan, sinkronisasi peraturan, penegakan hukum, serta instrumen ekonomi untuk menceg
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Ustadzah Pratma Julia Sunjandari, Koordinator Lajnah Siyasiyah MHTI, memaparkan mengapa negara berlepas tangan? pada Diskusi Politik Nestapa Perempuan dan Anak Akibat Kabut Asap Kembali Negara Berlepas Tangan, Sabtu 17 Oktober 2015 di Hotel Grand Alia Jakarta Pusat
Anda juga bisa mendengarkan presentasi beliau di https://soundcloud.com/htichannel/presentasi-ibu-pratma-julia-sunjandarimp3
Kebakaran Hutan Kalimantan Barat Yang Mengakibatkan Terjadinya Kabut Asap Eks...NurliaKandaRamadhani1
Kebakaran hutan besar-besaran di Kalimantan Barat mengakibatkan kabut asap ekstrim di Pontianak. Kabut asap ini menyebabkan gangguan kesehatan dan menurunkan efisiensi karena banyak aktivitas yang dibatalkan. Masalah lingkungan ini disebabkan kebakaran hutan sengaja untuk pembukaan lahan maupun karena kemarau panjang.
Surat Terbuka NGO Indonesia Kepada Pemerintah Republik Indonesia, Pembeli, Pemberi Dana, dan Pengguna Produk Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan di Indonesia
Petisi Penyelamatan Jawa (Desember 2015)Luluk Uliyah
Forum Pengajar, Peneliti dan Pemerhati Agraria, Lingkungan dan Kebudayaan mengajukan petisi kepada Presiden tentang penanganan krisis ekologi dan sosial di Pulau Jawa akibat rencana pembangunan industri yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hak masyarakat. Forum ini meminta Presiden menghentikan proyek-proyek tersebut dan menugaskan menteri terkait untuk mengkaji ulang izin lingkungan dan proses pengada
Mitra SETAPAK di Aceh telah secara aktif merestorasi wilayah hutan yang dirusak oleh perkebunan kelapa sawit dan mendesak pemerintahan lokal, regional dan nasional untuk menghentikan rencana eksploitasi Ekosistem Leuser yang dilindungi, yakni salah satu wilayah yang paling beragam kehidupan flora dan faunanya di muka bumi.
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklimYayasan CAPPA
1. Dokumen tersebut membahas peran sektor kehutanan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta jaminan hak atas lingkungan dan warga.
2. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk menanggulangi perubahan iklim seperti rehabilitasi hutan dan pengurangan kebakaran hutan.
3. Dokumen tersebut juga membahas berbagai dampak perubahan iklim seperti peningkatan suhu bumi
Similar to Stop asap, stop kebakaran, dan stop (20)
Tiga kalimat:
Pembatasan 2 periode kepemimpinan daerah dalam demokrasi di Indonesia dinilai dapat menghambat demokrasi karena masyarakat mungkin ingin memilih kembali pemimpin daerah yang baik kinerjanya meskipun sudah dua periode, sementara tanpa batasan periode dapat mendorong pemimpin bekerja lebih giat dan ikhlas untuk masyarakat.
This document discusses interregional trade in Indonesia, including definitions and theories, current patterns, factors that affect it, policies to promote development, and future challenges. It notes that intraregional trade is currently higher than interregional trade. Key points discussed are developing infrastructure to link regions, improving competitiveness outside of Java and Sumatra, using economic zones to spread industry more evenly, and ensuring consistency in implementing the national development plan to expand domestic and future international trade between regions.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas peran penting penelitian dan pengembangan (litbang) dalam merumuskan kebijakan pemerintah agar tidak hanya bereaksi terhadap masalah tetapi juga memprediksi masalah di masa depan berdasarkan hasil penelitian, serta perlu meningkatkan dukungan terhadap lembaga litbang agar dapat berperan lebih optimal.
Regional development generates national development. Regions have become the center of economic growth due to globalization and modernization. Regions are better able to make localized policies to promote equitable development and job opportunities. However, central governments still play an important role in ensuring all regions are able to compete globally and improve national competitiveness. Strengthening regional competitiveness through decentralization, human capital development, and identifying competitive industry sectors in each region can optimize regional economic development and aggregate to support national welfare. While regions drive direct economic activity, central governments must ensure regulations and strategies still guide national development.
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...Rustan Amarullah
Dokumen tersebut membahas manfaat dari analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutuhan riil PNS. Analisis beban kerja penting untuk mengukur berat ringannya pekerjaan setiap jabatan dan unit agar tidak ada pegawai yang keberatan dengan beban kerjanya. Hasil analisis beban kerja berguna untuk penyempurnaan struktur organisasi, penilaian kinerja, perencanaan SDM, dan kebijakan reward maupun promosi peg
1. The labor force in Indonesia has grown gradually from 106.3 million in 2006 to 119.4 million in 2011. Unemployment has decreased from 11.1 million to 8.12 million over this period.
2. The largest employer is agriculture at 42.47 million workers in 2011. Trading/hotels/restaurants employed 23.24 million. Unemployment is highest among those with diplomas and university degrees.
3. While more Indonesians are achieving higher education levels, unemployment remains higher for these groups compared to those with lower education levels, posing a challenge for the government.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan pemerintahan daerah sangat penting untuk mengukur kinerja pemerintahan yang optimal.
2. Transparansi pemerintah daerah perlu ditingkatkan melalui keterbukaan informasi kepada masyarakat tentang berbagai program dan pencapaian pemerintah.
3. Pemberdayaan aparat pemerintah daerah diperlukan untuk meningkatkan tang
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya penerapan good governance dalam pengelolaan sampah dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat. Dokumen tersebut juga menjelaskan tentang jenis dan sumber sampah serta pendekatan komprehensif yang dibutuhkan dalam pengelolaan sampah mulai dari hulu sampai hilir. "
1. Indonesia has faced economic challenges since gaining independence due to weak management and external factors. The economy grew slowly under President Sukarno but improved significantly under President Suharto, reaching high GDP growth rates. However, Indonesia was hit hard by the Asian financial crisis in the late 1990s, causing a recession. The economy has since recovered, with GDP growth, lower inflation, and reduced unemployment.
2. Key macroeconomic indicators such as GDP growth, inflation, and unemployment are analyzed. GDP growth was highest in the 1970s and 1980s but declined during the Asian financial crisis. Inflation spiked in the 1960s but has generally stabilized. Unemployment rose in the 1990s and 2000
1. Media Daerah oleh Rustan A.
“Deklarasi Kalimantan Tengah : Stop Asap, Stop Bencana, Dan Stop Kebakaran”
UUD 1945 Pasal 28 H menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini
menunjukkan bahwa warga negara mempunyai hak yang harus dijamin oleh negara dalam
kaitannya memperoleh kualitas lingkungan yang baik. Namun, kondisi dengan kualitas
lingkungan yang baik dan sehat ini ternyata tidak cukup mudah terwujud, khususnya pada
daerah rawan kebakaran hutan dimana setiap tahunnya menghasilkan kabut asap yang
menyebabkan kualitas udara sangat tidak sehat.
Di Indonesia telah terjadi bencana asap dan kebakaran hutan pada Tahun 1997 dan 1998 yang
mengakibatkan kerugian lingkungan dan manusia serta memunculkan reaksi keras dari
negara tetangga Malaysia dan Singapura. Tercatat rekor kebakaran di dunia selalu dipecahkan
di Indonesia, kebakaran yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada Tahun
1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor terbesar
kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektare pada
Tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran di beberapa wilayah
Indonesia pada Tahun 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktorat
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi
tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar
(Koran Tempo, 25 Juni 2004).
Kabut asap dari Indonesia terbang ke Malaysia dan Singapura setiap tahun pada musim
kemarau ketika para petani di Indonesia secara ilegal membersihkan kebun dengan cara
membakar lahan. Polusi karena asap itu menyebabkan kualitas udara memburuk di Kuala
Lumpur dan negara bagian Serawak di Malaysia Timur. Malaysia dan Singapura telah
melakukan komplain soal kabut asap dari Indonesia sejak tahun 1997. Kondisi terburuk
terakhir terkait kabut asap terjadi tahun 2006. Persoalan kabut asap ini telah menimbulkan
masalah kesehatan dan kerugian jutaan dollar, antara lain akibat kehilangan pendapatan di
sektor pariwisata dan penundaan penerbangan. Indonesia sejauh ini mengaku kekurangan
dana dan kemampuan untuk membendung praktik pembakaran lahan di Sumatera dan
Kalimantan, dua pulau yang berdekatan dengan Malaysia dan Singapura (Kompas, 5 Agustus
2009).
Pemerintah Pusat sejak Tahun 2007 sudah benar-benar tak ingin kecolongan dalam mengatasi
bencana asap. Sejumlah provinsi, terutama yang kawasannya masih banyak hutan dan lahan,
diinstruksikan agar mengantisipasi sejak dini kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau,
seperti provinsi-provinsi di Kalimantan dan Sumatera. Tekad bebas kebakaran dan asap juga
dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Gubernur Kalimantan Tengah
Agustin Teras Narang, meneruskan instruksi ini agar Bupati/ Walikota se-Kalteng menjaga
hutan dan lahan. Bahkan, masyarakat kecil yang terbiasa hidup bertani dengan cara ladang
dibakar, juga dilarang melakukan pembakaran ladangnya. (www.kabarindonesia.com, 1
Agustus 2007).
Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu daerah pengekspor asap terbesar bagi dunia
pun kemudian melakukan langkah tegas dengan memberlakukan kebijakan 3 (tiga) stop yaitu
Stop Asap, Stop Bencana, dan Stop Kebakaran yang telah dideklarasikan pada Tahun 2007
dan Tahun 2009 ini diberlakukan kembali guna membendung kebiasaan pembukaan lahan
2. dan pekarangan dengan cara membakar. Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang
pada Tanggal 10 Agustus 2009 akhirnya mencabut Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 52
Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di
Kalimantan Tengah yang belum genap berumur setahun dan selama ini menjadi acuan
masyarakat untuk melakukan pembakaran lahan terkendali. Pergub No. 52 Tahun 2008
tersebut dinyatakan tidak berlaku hingga batas waktu tertentu, yang berarti tidak boleh lagi
ada praktik pembakaran lahan.
Gubernur Agustin Teras Narang menetapkan larangan pembakaran lahan pada musim
kemarau melalui kebijakan Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop Bencana kembali di Tahun
2009 ini menyusul memburuknya kualitas udara akibat kabut asap kebakaran lahan.
Berdasarkan data Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Palangkaraya,
selama Agustus 2009 hanya dua hari kualitas udara masuk kategori sedang, satu hari kualitas
udara sangat tidak sehat dengan nilai Indeks Standar Pencemaran Udara mencapai 277, dan
tujuh hari masuk kategori tidak sehat. Selain itu ditambah pula Penderita penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Palangkaraya yang semakin meningkat. Kebijakan
itu pertama kali diterapkan pada 2006 saat Kalteng mengalami bencana kabut asap akibat
kebakaran lahan dan hutan. Pada 2007-2008 peraturan tersebut efektif mencegah maraknya
kebakaran lahan dan kabut asap di Kalteng. Namun, pada Desember 2008 keluar Peraturan
Gubernur No 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi
Masyarakat di Kalteng karena tuntutan masyarakat adat agar diizinkan melakukan
pembakaran terkendali untuk sawah, ladang, dan atau kebun masyarakat. Sejak saat itu
pembukaan lahan dan pekarangan dengan pembakaran terbatas dan terkendali diperbolehkan
dengan izin dari pejabat di tingkatan sesuai luasan yang akan dibakar. Kini, dengan
pencabutan Pergub No 52/2008, pembukaan lahan dengan cara dibakar tidak diizinkan lagi.
Aparat penegak hukum di Provinsi, Kabupaten/ Kota, hingga tingkat terbawahpun diminta
menindak tegas siapa pun yang membakar lahan di Kalimantan tengah.
Sejalan dengan pencabutan itu, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah kembali
melarang keras semua pembakaran hutan, lahan, dan pekarangan dalam bentuk dan tujuan
apapun seperti yang diberlakukan Tahun 2007 lalu. Gubernur Kalteng mengatakan bahwa
Pergub tersebut tidak efektif dilaksanakan sejak diterbitkan pertengahan tahun lalu, sehingga
akan segera diperbaiki agar lebih efektif khususnya mengangkut masalah luas lahan dan
proses perizinannya. Pergub tersebut pada awalnya diterbitkan untuk mengakomodasi
kebutuhan petani dalam pembukaan lahan budidaya dengan cara pembakaran terkendali,
sehingga diharapkan kebakaran tidak meluas dan menimbulkan bencana. Pembukaan lahan
dengan pembakaran itu harus mendapatkan izin dengan kewenangan pemberian izin
pembakaran lahan dilimpahkan kepada camat untuk lahan seluas 0,5 sampai 2,5 hektare,
lurah dan kades seluas 0,1 sampai 0,5 hektare dan ketua RT kurang dari 0,1 hektare. Alasan
lain yaitu, Pergub tersebut juga belum disosialisasikan dengan baik oleh daerah sehingga
masyarakat salah persepsi dalam menjabarkan kebijakan tersebut dengan menganggap bahwa
dengan peraturan ini mereka bisa membakar lahan.
Larangan pembakaran lahan pada Tahun 2007 lalu yang diberlakukan secara keras dan
represif meski berhasil mewujudkan provinsi itu menjadi wilayah bebas asap, namun
membuat ribuan petani gagal bercocok tanam. Aksi demo para petani juga sempat terjadi di
sejumlah daerah di Kalimantan Tengah karena insiden penangkapan beberapa petani karena
diduga mencoba membakar lahan untuk keperluan budidaya. Oleh karenanya, perlu
diupayakan komunikasi dan sosialisasi secara berkesinambungan kepada masyarakat
3. khususnya petani untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar dan
menunjukkan pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan.
Sebagaimana diketahui bahwa baik hutan di Kalimantan maupun di Sumatra merupakan
lahan gambut yang rawan kebakaran baik akibat percikan api maupun terkena panasnya
matahari. Bara api yang berada di dalam tanah menyebabkan permukaan tanah keluar asap
yang tak terkira, makin luas lahan yang terbakar menambah banyak asap yang dikeluarkan.
Asap akibat kebakaran tersebut menyebabkan dampak tidak hanya pada kerusakan
lingkungan tetapi juga, (1) mengganggu kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit asma,
batuk-batuk, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sehingga masyarakat harus
senantiasa menggunakan masker, (2) menyebabkan terganggunya jarak pandang khususnya
pada sektor transportasi dan perhubungan darat dan udara, (3) serta menyebabkan aktivitas di
ruang terbuka menjadi terbatas dan sempit, dimana turut juga menghambat aktivitas dunia
kepariwisataan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bertekad: Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana diwilayahnya. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah dan masyarakat Kalimantan
Tengah menghendaki bencana kebakaran dan asap yang terjadi pada Tahun 2006 tidak
terulang lagi di tahun-tahun mendatang. Bahkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
menyelenggarakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh seluruh Bupati/ Walikota Provinsi
Kalimantan Tengah, Kepala SKPD, Perkebunan Besar (PB), dan Petani/ Pekebun dengan
tujuan :
- Membangun/ memantapkan kesamaan pemahaman/persepsi tentang pentingnya tindakan
pengendalian (pencegahan, penanggulangan dan penindakan) kebakaran lahan dan kebun
- Memantapkan operasionalisasi komitmen " Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana "
- Konsolidasi keterpaduan dan sinergisitas kesiapan semua stakeholder untuk
mengendalikan kebakaran lahan dan kebun.
Pemerintah dan masyarakat kemudian bersepakat tentang pentingnya tindakan pengendalian
(pencegahan, penanggulangan dan penindakan) kebakaran lahan dan kebun serta mendukung
komitmen " Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop Bencana " melalui peningkatan berbagai
upaya dan tindakan pencegahan, penanggulangan dan penindakan/ penegakan hukum. Selain
itu, tindakan pencegahan lebih penting/ harus diutamakan dan supaya lebih ditingkatkan lagi
secara sinergis, berupa :
1. Berbagai bentuk kegiatan sosialisasi tentang dampak negatif kebakaran lahan dan kebun
serta sosialisasi Peraturan Perundangan mengenai pengendalian kebakaran lahan dan
kebun serta sanksi bagi pelaku pembakaran lahan dan kebun;
2. Pelatihan-pelatihan tentang teknik pengendalian kebakaran lahan dan kebun;
3. Pemasangan rambu-rambu dan spanduk-spanduk peringatan;
4. Pengaktifan sistem pemantauan dan peringatan/ deteksi dini;
5. Penyiapan organisasi, personil, sarana, prasarana, bahan, peralatan dan dana yang
memadai.
Berdasarkan rapat koordinasi tersebut, Semua pimpinan daerah dan pimpinan unit tentunya
diharapkan dapat merealisasi komitmen mewujudkan tiga stop tersebut di wilayah Kalteng.
Pimpinan perusahaan, baik perkebunan, kehutanan maupun pertambangan serta Kepala Unit
Satuan Kerja, juga senantiasa dapat melaporkan kesiapan sistem tanggap darurat kebakaran
hutan dan lahan di areal konsesinya kepada pemerintah provinsi. Dengan sistem tanggap
darurat ini, diharapkan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
4. khususnya yang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit, kehutanan dan pertambangan
dapat berjalan lebih optimal. Upaya antisipasi lain yang dilakukan pemerintah provinsi yaitu
semakin meningkatkan koordinasi dengan pihak Manggala Agni dari Departemen Kehutanan,
termasuk juga TNI dan kepolisian. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga telah
menyiapkan posko untuk memonitor ke-13 kabupaten dan satu kota selama 24 jam. Bahkan
dana untuk mengatasi dan mencegah kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan juga telah
disiapkan hingga ke pedesaan.
Segenap komponen masyarakat tanpa pengecualian baik itu LSM, akademisi, para tokoh
masyarakat, serta para pemerhati lingkungan hidup di Kalteng harus secara bersinergi dan
terpadu untuk saling membantu antara satu dengan lain sehingga kebijakan Stop Asap,
Bencana dan Kebakaran dapat berjalan dengan baik. Dengan kesiapsiagaan Kalimantan
tengah tersebut dengan deklarasi 3 (tiga) Stop yakni Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana tersebut dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada provinsi lain untuk segera
melakukan tindakan-tindakan serupa yang paling dini dalam melaksanakan penanggulangan
dan pencegahan kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan.