1. SOSIALISASI HAK PEREMPUAN DAN KUOTA
PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS
UNTUK PERUSAHAAN SWASTA DAN BUMD
Oleh :
TAJEM, SP
Plt. KEPALA BIDANG HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
DINAS TENAGA KERJA DAN PERINDUSTRIAN
KAB. DEMAK
Demak, 29 Maret 2022
2. RENCANA AKSI NASIONAL
HAK ASASI MANUSIA
(RANHAM)
PERPRES NO.53TAHUN 2021
TTGRANHAM 2021-2025
PERPRES NO.75TAHUN 2015
JoPERPRES NO.33TAHUN 2018
TTGRANHAM 2015-2019
SE MENDAGRI NOMOR 200/2457/SJ
TGL. 18 MARET 2020
TENTANG
PELAKSANAAN DAN PELAPORAN AKSI
HAK ASASI MANUSIA PEMERINTAH PROVINSI
TAHUN 2020
4. Penetapan fokus ini bertujuan untuk semakin meningkatkan implementasi,
pemantauan, serta evaluasi RANHAM melalui sinergi antar instansi baik di pusat
ataupun daerah. Selain itu, diharapkan dapat menjadi terobosan dalam menyelesaikan
berbagai tantangan dan mempercepat implementasi program-program HAM nasional.
RANHAM generasi kelima memiliki fokus utama pada 4 (empat) sasaran
kelompok rentan, yaitu: perempuan, anak, penyandang disabilitas dan
masyarakat adat.
PERPRES NOMOR 53 TAHUN 2021
TENTANG
RENCANAAKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2021-2025
RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
(RANHAM)
6. Hak cuti menstruasi
1 Pasal 81 (1) UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan
yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Hak cuti hamil dan melahirkan
2
Pasal 82 (1) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu
setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan
Hak perlindungan selama hamil
3
Pasal 76 (2) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pengusaha dilarang mempekerjakan
perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri”.
Hak biaya persalinan
4
UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan PP No.14 tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur kewajiban perusahaan yang
memiliki lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah sedikitnya Rp1.000.000 untuk
mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya dalam program BPJS Kesehatan.
Dalam program BPJS kesehatan tersebut, termasuk juga layanan kesehatan pemeriksaan
kehamilan dan melahirkan. Jika peserta belum terdaftar, perusahaan atau pemilik usaha
tetap wajib memberi bantuan dana dan fasilitas kesehatan sesuai standar BPJS
7. Hak cuti keguguran
5 Pasal 82 (2) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Apabila keguguran kandungan
dialami karyawan perempuan, karyawan tersebut berhak untuk beristirahat selama 1,5 bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan/ bidan.”
Hak menyusui atau memerah ASI
6 Pasal 83 UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan
yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya
jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.”
Larangan PHK karena menikah, hamil dan melahirkan
7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Permen 03/Men/1989, mengatur larangan PHK terhadap pekerja wanita
dengan alasan menikah, hamil, atau melahirkan. Hal senada juga dinyatakan dalam konvensi ILO No.183 tahun
2000 pasal 8, “Sekembalinya ke tempat kerja, perusahaan dilarang mendiskriminasi pekerja wanita yang baru
saja kembali setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya serta mendapatkan gaji
yang sama dengan gaji yang diterima sebelum cuti melahirkan.”
Hak fasilitas khusus pada jam kerja tertentu
8 Pasal 76 UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan, “Pekerja perempuan yang berumur
kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Perusahaan juga dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00. Selain itu, pihak perusahaan wajib menyediakan angkutan antarjemput bagi
pegawai wanita baik yang sedang hamil ataupun tidak yang memiliki kerja shift berangkat dan
pulang antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.”
8. Kebijakan Peningkatan
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten
Demak dan Penyediaan Ruang Laktasi
pada Pemerintah Daerah dan BUMD
sebagai Upaya Pemenuhan Hak
Perempuan
11. Fenomena hari ini….
DM padaAnak
Pemberian Susu Formula
Aktifitas Sedenter
Makanan Cepat Saji
Aktifitas Fisik & Olahraga
Terbatas
12. Era Pandemi, Daya Beli Masyarakat Turun
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
2018 Stunting di Indonesia 30,81%
Target Indonesia Emas Tahun 2045 bebas dari Stunting
Sumber ; Riskesdas
2013
Stunting Indonesia pada Tahun 2013 37,2 %
WHO toleransi Stunting hanya 20%
13. Gizi Buruk yg dpt terjadi malnutrisi akut dan
potensi kematian
Kekurangan Gizi / Kurus
MASALAH GIZI SEBELUM PANDEMI
Sumber ; Riskesdas
2013
Obesitas
Stunting / Pendek / Kerdil
15. Perintah Al Quran
QS : Al Baqarah 233 : Dan bagi para ibu
hendaklah menyusui anak-anaknya selama 2
tahun penuh yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan
16. Dasar Hukum (1)
World Health Assembly (WHA) NO.
55.25/2002
• Tentang Standar Emas Makanan Bayi
UU NO. 36 / 2009
• Tentang Kesehatan
PP 33 / 2012
• Tentang Pemberian ASI Ekslusif
PerMenKes No. 15 th. 2013
• Tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui
Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu
17. Dasar Hukum (2)
Peraturan Bersama 3 Menteri Tahun 2008
• Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan
• Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Kerja Di
Tempat Kerja
Peraturan Bupati Demak Nomor 1 Tahun 2013
tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu di
Kabupaten Demak
Kab Layak Anak / KKP HAM / AKSI HAM
19. PASAL 128
• Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
• Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktudan fasilitas khusus.
• Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan
di tempat kerja dan tempat sarana umum.
PASAL 129
• Pemerintah – pemerintah daerah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu
ibu secaraeksklusif.
• Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
20. PASAL 1
• ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain.
Pasal 2
• Pengaturan Pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk :
• menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya;
• memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada
bayinya; dan
• meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah,
dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
PASAL 18
• Larangan bagi fasyankes menyediakan pelayanan kesehatan yang dibiayai oleh
produsen/distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya.
21. PASAL 19
• LARANGAN BAGI PRODUSEN/DISTRIBUTOR SUSU
FORMULA BAYI DAN/ATAU
PRODUK BAYI LAINNYA
• Pemberian contoh produk secara cuma-cuma;
• Penawaran / penjualan langsung ke rumah-rumah;
• Pemberian diskon atau bonus atas pembelian;
• Penggunaan nakes untuk memberikan informasi tentang
susu formula bayi;
PASAL 30
• Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana
umum
harus mendukung Program ASI Eksklusif
22. PP No. 33 Tahun 2012
tentang
Pemberian ASI Eksklusif
KONTEKS
KEBIJAKAN
CONTENT
KEBIJAKAN
AKTOR
KEBIJAKAN
PROSES
KEBIJAKAN
23. Aktor Kebijakan
1. Pembuat, pelaksana dan Pengawas kebijakan :
Pemerintah pusat yaitu Kementerian kesehatan RI.
2. Pelaksana kebijakan : Pemerintah provinsi yaitu Dinas
Kesehatan Provinsi; dan Pemerintah Kabupaten/kota
yaitu Dinkes Kab/kota; Tempat kerja; Tempat sarana
umum yaitu Fasilitas pelayanan kesehatan beserta
tenaga kesehatan, hotel dan penginapan, tempat
rekreasi, terminal angkutan darat dan tempat sarana
umum lainnya.
3. Sasaran kebijakan : Ibu melahirkan, bayi umur 0-6
bulan, keluarga bayi dan masyarakat.
4. Pihak yang dirugikan: Produsen susu formula
24. Konteks Kebijakan
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan
antara lain adalah penurunan angka kematian
Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat.
Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku
gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap
kehidupan termasuk pada Bayi.
25. • Faktor situasional: Angka ASI Eksklusif 2010 di Indonesia sangat rendah yaitu
hanya 15,3%.
• Faktor struktural: Ibu yang berstatus wanita career kurang kesadarannya untuk
meberikan ASI eksklusif pada anaknya
• Faktor budaya: kebiasaan mayoritas ibu indonesia yang sudah memberikan
makanan lain selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.
• Faktor Internasional: Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 :
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan
dorongan kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya
Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif adalah ibu tidak percaya diri
bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh
kebutuhan gizi Bayi.
Hal ini antara lain disebabkan karena:
1. Kurangnya pengetahuan ibu
2. Kurangnya dukungan Keluarga
3. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif
4. Kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.
Konteks Kebijakan
26. Konten Kebijakan
Tujuan :
a. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk
mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan
sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
b. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
c. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga,
masyarakat, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
27. Konten Kebijakan
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
1. Tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
2. Air susu ibu eksklusif;
3. Penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4. Tempat kerja dan tempat sarana umum;
5. Dukungan masyarakat;
6. Pendanaan; dan
7. Pembinaan dan pengawasan.
28. Konten Kebijakan
10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan;
b. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut;
c. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan
manajemen menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama
persalinan;
e. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
dipisah dari bayinya;
f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
g. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua
puluh empat) jam;
h. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i. Tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
29. Proses Perumusan Kebijakan
• Identifikasi masalah dan isu: tingginya angka kematian ibu,
angka kematian bayi dan angka gizi buruk di Indonesia. Upaya
pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu upaya dalam
menekan angka gizi buruk sehingga akan menekan angka
kematian bayi serta kematian ibu. Didukung dengan adanya
kesepakatan internasional yaitu:
1.Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 :
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan
perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil
menyusui secara eksklusif kepada bayinya
2.Kode Internasional Pemasaran PASI diadopsi oleh WHA
(World Health Assembly), tahun 1981
30. Proses Perumusan Kebijakan
Perumusan Kebijakan :
• Pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan
ASI, yang dicanangkan oleh Presiden RI pada Peringatan Hari Ibu ke 62
tahun 1990 diikuti oleh pencanangan Gerakan Masyarakat Peduli ASI
pada tanggal 5 Agustus 2000
• Kepmenkes No. 237 tahun 1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu
Ibu (ASI)
• Kepmenkes No. 450 tahun 2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada
bayi di Indonesia dibuah dari 4 bulan menjadi 6 bulan.
Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian
ASI Eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan
ASI Eksklusif kepada Bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan
Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif.
• Kemudian pada akhirnya disusunlah kebijakan yang Tercantum pada PP
No 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif.
Strategi program pemberian ASI Eksklusif dilakukan secara terpadu,
berjenjang, dan berkesinambungan.
31. Pelaksanaan Kebijakan
• Menurut dr Utami, ruang laktasi tidak terealisasikan
karena kurangnya gerak dari masyarakat dan
pemerintahan. Semua elemen, mulai dari Kementerian
Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja hingga praktisi
kesehatan seharusnya ikut bertanggung jawab.
Selain itu, banyak ibu yang tidak berani melapor karena
takut kehilangan pekerjaan dan dipecat dari
pekerjaannya. Sehingga ibu lebih merelakan anaknya
mendapatkan susu formula. "Ini yang bahaya, apalagi
kalau sampai ibu mengandalkan donor ASI," katanya
(http://life.viva.co.id/ ,21 agustus 2013).
32. Proses Perumusan Kebijakan
• Evaluasi Kebijakan:
pencapaian program
pelaksanaan dan
ASI Eksklusif di
Fasilitas Pelayanan
Mengawasi
pemberian
Kesehatan, satuan pendidikan
kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan
kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
Adanya sanksi Administratif bagi pelaksana kebijakan
yang tidak mematuhi peraturan berupa teguran lisan,
teguran tertulis, dan pencabutan izin.
• Tempat-tempat umum yang tidak menyediakan ruang
laktasi bisa dikenakan hukuman maksimal tiga tahun
penjara atau denda Rp 300 juta (www.beritasatu.com).
33. Evaluasi Kebijakan ASI eksklusif
• Belum ada jurnal/penelitian tentang evaluasi
PP No 33 Tahun 2012
• Namun terlihat peningkatan cakupan Angka
ASI Eksklusif yaitu yang semula pada tahun
2010 di Indonesia hanya 15,3% meningkat
menjadi 38% berdasarkan data riskesdas
2013.
34. Perbup Demak Nomor 1 Tahun 2013
tentang Peningkatan Pemberian ASI di
Kabupaten Demak
(Pasal 2) Tujuan :
Percepatan Peningkatan Peran Serta Masyarakat,
Pemerintah, Swasta dan LSM dalam Program PP ASI di Kab.
Demak
Pasal 3 :
Pelaksanaan Program PP ASI adalah sarana pelayanan
kesehatan tingkat daerah
Koordinator pelaksanaan Program PP ASI adalag Dinas
Kesehatan
35. Pasal 4 : 10 Langkah Menuju Keberhasilan
Menyusui
1. SPK mempunyai kebijakan PP ASI tertulis yang secara
rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Melakukan Pelatihan bagi petugas untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan
3. Menjelaskan kepada bumil manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai masa kehamilan, masa bayi
lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi
kesulitan menyusui.
4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit
setelah melahirkan, yg dilakukan di ruang bersalin, Jika
Cesar 30 menit sesudah ibu sadar
5. Membantu ibu cara menyusui yg benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi
atas indikasi medis
36. Pasal 4 : 10 Langkah Menuju Keberhasilan
Menyusui
6. Tidak memberikan manmin apapun selain ASI kepada
bayi baru lahir
7. Melaksanakan rawat gabung dg mengupayakan ibu
bersama bayi 24 jam sehari
8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa
pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9. Tidak memberikan dot / kempeng pada bayi y diberi ASI
10. Mengupayakan terbentuknya kelompok Pendukung ASI
dan rujuk ibu kpd kelompok tsb ketika pulan dari
RS/Rumah bersalin/SPK
37. Pasal 4 ayat (2)
SPK dilarang mempromosikan susu formula bayi baik secara
langsung dengan memasang poster iklan produk susu
formula dan atau mendisplay sampel produk susu formula
maupun secara tdk langsung dengan membekali ibu bersalin
dg produk susu formula tertentu dan tdk menerima
sponsorship
Pasal 5
1. Pelaksanaan PP ASI dilaksanakan setiap SKPD
2. Pimpinan SKPD menyediakan ruang laktasi
3. Pengaturan Ruang Laktasi diatur oleh Ka. Dinkes
38. Pasal 6 : Pemkab dpt mengambil langkah2 tinjut utk
mendukung Pencapaian Sasaran program PP ASI di
Daerah :
1. Koordinasi lintas program dan lintas sectoral tingkat Kab
mengenai Program PP ASI dengan Dinkes sbg leading
sector.
2. Mengefektifkan Forum Kesehatan Desa dan membentuk
kelompok pendukung ASI, kader posyandu dan Tim
Penggerak PKK
3. Mewajibkan pelayanan IMD dan ASI Ekslusif pada
pelayanan KIA di sarana pelayanan kesehatan
4. Melarang produk susu formula baik promosi lewat
media massa maupun promosi langsung di SPK
5. Mengupayakan Ruang Laktasi pada semua Instansi/SKPD
6. Mengupayakan fasilitas ruang laktasi di semua Instansi /
SKPD
39. Pasal 6 : Pemkab dpt mengambil langkah2 tinjut utk
mendukung Pencapaian Sasaran program PP ASI di
Daerah :
7. Mengadvokasi Direktur Perusahaa untuk mengupayakan
ruang laktasi.
8. Mengadvokasi pengelola sarana2 umum untuk
menyediakan fasilitas ruang laktasi dan mendorong
pemanfaatannya oleh ibu menyusui yg berkunjung di
tempat tsb.
9. Meningkatkan peran serta masyarakat, swasta dan LSM
40. Pasal 7 : Pembinaan dan Pemantauan
Bupati membentuk Tim Pembina Program PP ASI yang
beranggotakan sector kesehatan, SKPD terkait, organisai
profesi perguruan tinggi, kalangan swasta dan LSM
41. Kebijakan yang telah ditempuh Pemkab Demak
1. SE Sekda kepada semua PD untuk penyediaan ruang
laktasi.
2. Surat Keterangan Pimpinan PD menyediakan Ruang
Laktasi
3. Sosialisasi PP 33 Tahun 2012 kepada semua PD
4. Monitoring ke PD penyediaan Ruang Laktasi saat Budaya
Kerja
5. Penyuluhan Hukum Terpadu ke Desa tentang
Perlindungan Anak bersama APH
6. Penyuluhan Desa Sadar Hukum melibatkan PKK Pokja I
perlindungan anak / Pemberian ASI
7. Pelaporan KKP HAM
42. Kebijakan yang telah ditempuh Pemkab Demak
8. Laporan Aksi HAM terutama Aksi 4: Penyediaan Ruang
Menyusui yang memadai bagi Perempuan bekerja di
Perkantoran milik Pemerintah Daerah dan Swasta dalam
rangka implementasi UU NOmor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Ekslusif (Pasal 30,31 dan 32)
9. Kebijakan Penyusunan APBDes 243 Desa yang
mengalokasikan anggaran untuk penanganan Stunting :
pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil, Ibu
Menyusui dan Balita.
43. Siapa yang Terlibat dalam PP ASI
01 02
03 04
Pemerintah Desa
Pemerintah
Daerah / BUMD
Masyarakat
Desa/LSM/
Pempus/
Kementerian
Hukum dan HAM
44. PP Nomor 60 Tahun 2020
tentang ULD Bidang Ketenagakerjaan
Unit Layanan Disabilitas adalah bagian
dari satu institusi atau lembaga yang
berfungsi sebagai penyedia layanan dan
fasilitas untuk Penyandang Disabilitas.
Pembentukan ULD
Peraturan Per-UU-an
Undang-Undang (UU)
Penyandang Disabilitas No. 8
Tahun 2016
Konvensi
Konvensi PBB untuk Hak-Hak
Penyandang Disabilitas the
United Nations
45. Pelaksanaan dan Pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas
1 mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak
asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara
penuh dan setara;.
1
2
menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri
Penyandang Disabilitas;
2
3
mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta
bermartabat;
3
4
melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan
eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta
pelanggaran hak asasi manusia; dan
4
Tujuan
5
memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan,
dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk mengembangkan diri
serta mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai bakat dan minat
yang dimilikinya untuk menikmati, berperan serta berkontribusi secara
optimal, aman, leluasa, dan bermartabat dalam segala aspek kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
5
46. Pemerintah Daerah wajib memiliki ULD
Pasal 2 dan Pasal 3
dilaksanakan oleh dinas yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah di bidang
ketenagakerjaan di provinsi dan
kabupaten/kota. (Dinnakerind)
Keanggotaan ULD :
a.koordinator;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
Ditetapkan oleh
Bupati sesuai kewenangannya
47. Pasal 4,5 dan 6
Penguatan ULD
Melibatkan Masyarakat sebagai Tenaga
Pendamping
dilakukan dengan proses rekrutmen dan seleksi
secara transparan dan akuntabel.
ASN
SDM
sumber daya manusia pada ULD Ketenagakerjaan
yang memiliki pengetahLr.an, keterampilan, etika,
dan kepekaan dalam melayani Penyandang
Disabilitas.
Tenaga Pendamping
Penguatan ULD
SDM
Pelatihan
ULD dan
Komunikasi
dan Interaksi
dengan PD
48. Pasal 7
Sarana dan Prasarana
Fasilitas
yang mudah
diakses pada
ruang pelayanan
ketenagakerjaan
bagi PD
Ruang
Ruang Layanan Yang
Standar yang mudah
diakses PD untuk
melaksanakan Layanan ULD
Fasilitas Lainnya
Internet, Wifi dsb
49. Tujuan ULD Ketenagakerjaan
mengoordinasikan ULD Ketenagakerjaan, pemberi
kerja, dan tenaga kerja dalam Pemenuhan dan
penyediaan alat bantu kerja untuk Penyandang
Disabilitas.
memberikan informasi kepada pemerintah,
pemerintah daerah, dan perusahaan swasta
mengenai proses rekrutmen, penerimaan,
pelatihan kerja, penempatan keda,
keberlanjutan keda, dan pengembangan
karier yang adil dan tanpa Diskriminasi
kepada PD
menyediakan pendampingan kepada
pemberi kerja yang menerima tenaga
kerja Penyandang Disabilitas
Text Here
menyediakan pendampingan
kepada tenaga kerja Penyandang
Disabilitas ;
Text Here
merencanakan Penghormatan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak atas pekerjaan PD; .
50. Perencanaan Penghormatan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak PD melalui
Your Text Here
identifikasi pelatihan kerja yang
dibutuhkan PD
diseminasi atau sosialisasi bagi
pemberi kerja dalam melaksanakan
proses rekrutmen tenaga kerja
Penyandang Disabilitas baik melalui
jalur rekrutmen umum yang bersifat
inklusif maupun jalur rekrutmen
khusus.
Your Text Here
Identifikasi Akomodasi yang
Layak dengan memperhatikan
ragam PD
Your Text Here
. identifikasi bidang pekerjaan dan
peluang usaha yang dapat dilakukan
PD
51. Pemberian informasi kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan
perusahaan swasta mengenai proses rekrutmen, penerimaan,
pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan
pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada
Penyandang Disabilitas dilaksanakan secara periodik paling
singkat 6 (enam) bulan sekali.
Pemberian informasi kepada pemerintah,
pemerintah daerah, dan perusahaan swasta
dilakukan secara daring atau luring.
52. PowerPoint
Presentation
Pasal 11
Pendampingan kepada tenaga kerja
Penyandang Disabilitas
dilakukan dalam rangka
pelatihan, penempatan, dan
pemberdayaan.
1.asesmen minat, bakat, kemampuarr,
dan Akomodasi yang Layak yang
diperlukan;
2.komunikasi awal dengan pemberi kerja
terutarna pada fase awal penempatan
kerja;
3.pengembangan jejaring kewirausahaan;
dan
4.pendampingan lain sesuai dengan
ragam Penyandang Disabilitas.
53. Bentuk Pendampingan kepada
pemberi kerja yang menerima
tenaga kerja PD
2. komunikasi awal dengan tenaga
kerja Penyandang Disabilitas
terutama dalam fase awal bekerja
3. Pemenuhan Akomodasi
yang Layak untuk tenaga
kerja Penyandang
Disabilitas.
4. penyelenggaraan sesi cara berinteraksi
dengan tenaga kerja Penyandang
Disabilitas di tempat kerja.
5. pendampingan lain sesuai dengan
ragam Penyandang Disabilitas..
1. penyesuaian yang diperlukan di
lingkungan kerja baik penyesuaian alat
kerja maupun sistem kerja;.
55. Kuota PD berdasarkan UU No 8 Tahun
2016 tentang Penyandang Disabilitas
Pasal 53 (2) Perusahaan swasta wajib
mempekerjakan paling sedikit 1 % PD dari
jumlah pegawai / pekerja
PP Nomor 43 Tahub 1998 ttg
Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Disabilitas
Pasal 28 : Pengusaha harus
mempekerjakan sekurang-kurangnya 1
org PD yg memenuhi jabatan dan
kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada
perusahaannya,
Pasal 53 (1) : PemPus, Pemda , BUMN, BUMD
wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang
disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja
56. PD 13 Januari 2021 : 209.604
(Kemensos Sistem Informasi Manajemen PD
28,37 % Pekerja Berusaha Sendiri / Wiraswasta
20,68 % sebagai Karyawan
19,79% berusaha dengan dibantu buruh
tidak tetap
3,08% berusaha dengan dibantu buruh
tidak tetap
Text Here
0,20 % di Perdesaan;
5,36% bekerja di Pertanian;
3,96% Non Pertanian
Text Here
0,15 % di Perkotaan
Sumber : BPS Tahun 2020
57. Berhasilnya Implementasi PP ASI
Menurut Lawrance M. Friedman dipengaruhi :
1. Struktur Hukum
2. Substansi Hukum
3. Budaya Hukum