2. Elemen Penilaian SKP 1
1. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. (R)
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2
(dua) identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien
atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah sakit.
(D,O,W)
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan,
prosedur diagnostik, dan terapeutik. (W,O,S)
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk
darah, pengambilan spesimen, dan pemberian diet. (lihat juga PAP
4; AP 5.7) (W,O,S)
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima
cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau
pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi
jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma. (W,O,S)
Standar SKP.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan (akurasi)
identifikasi pasien.
3. • Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi
pada pasien yang dalam keadaan terbius/
tersedasi, mengalami disorientasi, tidak
sadar, bertukar tempat tidur/ kamar/ lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori,
atau akibat situasi lain (Depkes RI, 2011)
4. • Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas
pasien misalnya nama pasien, tanggal lahir/no.
Rekam medis
• Pasien diidentifikasi sebelum memberi obat,
transfusi
darah atau produk darah lainnya.
• Pasien diidentifikasi sebelum mengambil
spesiman
darah atau spesimen lainnya.
• Pasien diidentifikasi sebelum memberi perawatan
atau prosedur tindakan.
5. • Petugas dapat bertanya kepada pasien sebelum melakukan
tindakan misalnya” nama ibu siapa? (jangan menggunakan
nomor dan lokasi kamar).
• Jika pasien menggunakana gelang tangan tetap konfirmasi
secara verbal.
• Jika tidak dapat menyebut nama tanyakan pada penunggu
atau
keluarga.
• Jika tidak dapat menyebut nama, tidak memakai gelang
dan tidak
ada keluarga maka cocokan dengan rekam medik oleh dua
orang petugas.
6. Standar SKP.2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau
komunikasi melalui telpon antar-PPA.
Elemen Penilaian SKP.2
1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional
pemberi asuhan. (lihat juga TKRS 3.2). (R)
2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional
pemberi asuhan. (D,W)
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap,
dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan. (lihat juga AP 5.3.1 di maksud dan tujuan).
(D,W,S)
4. Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal
ditulis lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi
pesan secara lengkap. (D,W,S)
7. • Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan (Depkes RI,
2011)
8. • Instruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan
telepon
ditulis oleh penerima instruksi/ laporan.
• Instruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan
telepon
dibaca kembali oleh penerima instruksi/ laporan.
• Instruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan
telepon
dikonfirmasi oleh penerima instruksi/ laporan
9. • Sebelum melaporkan lakukan:
• Periksa pasien dengan benar.
• Lihatlah nama dokter penanggungjawab
pasien yang sesuai untuk ditelepon.
• Ketahuilah diagnosis medik.
• Baca catatan dokter dan catatan perawat(cat.
Perkembangan pasien) yang terbaru.
• Pegang rekam medik pasien.
• Siap laporkan
10. • Cara komunikasi SBAR
• Langkah melakukan SBAR (Situation, Background,
Assesment, Recommendation) dan konfirmasi
ulang.
• Situation. Sebutkan: – salam, ...
• 2. Background. Sebutkan: ...
• 3. Asessment. Sebutkan penilaian kondisi pasien
menurut pelapor (bila ada) ...
• 4. Recommendation. Sebutkan rekomendasi untuk
pasien menurut pelapor (bila ada)
11. Standar SKP.2.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil
pemeriksaaan diagnostik kritis.
Elemen Penilaian SKP.2.1
1. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil
pemeriksaan diagnostik dan hasil diagnostik kritis. (lihat
juga AP 5.3.2). (R)
2. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan
siapa yang harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik dan dicatat di rekam medis (lihat juga AP 5.3.2 EP
2). (W,S)
12. Standar SKP.2.2
Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses komunikasi
“serah terima” (hand over).
Elemen Penilaian SKP.2.2
1. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di
antara profesional pemberi asuhan pada waktu dilakukan
serah terima pasien (hand over). (lihat juga MKE 5). (D,W)
2. Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung
proses serah terima pasien (hand over) bila mungkin
melibatkan pasien. (D,W)
3. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi
yang terjadi waktu serah terima pasien (hand over) untuk
memperbaiki proses. (D,W)
13. Standar SKP.3
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu
diwaspadai.
Elemen Penilaian SKP.3
1. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan,
penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai. (R)
2. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah
dibuat. (D,W)
3. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu
diwaspadai yang disusun berdasar atas data spesifik sesuai
dengan regulasi. (D,O,W)
4. Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat
yang perlu diwaspadai termasuk obat NORUM diatur di
tempat aman. (D,O,W)
14. Standar SKP.3.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan
proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat.
Elemen Penilaian SKP.3.1
1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan
proses mencegah kekurang hati-hatian dalam mengelola
elektrolit konsentrat. (R)
2. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/instalasi
farmasi atau depo farmasi. (D,O,W)
15. • Elektrolit pekat dan high-alert drugs tidak disimpan
dalam unit perawatan pasien kecuali dibutuhkan
secara klinis, dan tindakan dilakukan untuk
mencegah penggunaan yang tidak seharusnya pada
area-area yang diijinkan sesuai kebijakan.
• Elektrolit pekat dan high-alert drugs jika disimpan
di
unit perawatan pasien harus memiliki label yang
jelas
dan disimpan di tempat dengan akses terbatas
16. • Enam obat yang secara signifikan berisiko
terjadinya kesalahan, di antaranya: Insulin,
heparin, opioid, injeksi kalium klorida atau
konsentrat kalium fosfat. blocking agen
neuromuskuler, obat kemoterapi
17. • Batasi ketersediaan/ meniadakan high-alert drugs
(Insulin,
heparin. opioid., injeksi kalium klorida atau konsentrat
kalium
fosfat. blocking agen neuromuskuler, Obat kemoterapi).
• Pisahkan/ diletakkan berjauhan misalnya heparin dan
hespan. Injeksi kalium klorida atau konsentrat kalium
fosfat jangan diletakkan berdekatan dengan cariran
pelarut/ aqua bidest apalagi jika bentuk kemasan sama.
18. • • Gunakan peralatan medis khusus/ forcing functions
(syringe pump, infuse pump) untuk mengurangi
kemungkinan
kesalahan.
• Terapkan batasan misalnya dengan menyediakan stock
obat
dalam jumlah kecil, membatasi akses perawat terhadap
pengobatan ketika apotik tutup, membatasi jumlah high-
alert
drugs di unit perawatan
19. • Beri informasi kepada pasien tentang pengobatan
yang
didapat.
• Buat label yang ditempel di sekitar obat yang
mempunyai
risiko tinggi misalnya: peringatan obat memiliki
konsentrasi tinggi harus diencerkan, For oral use
only.
23. Standar SKP.4
Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan
Tepat-Pasien sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur.
Elemen Penilaian SKP.4
1. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi
atau tindakan invasif (site marking). (R)
2. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat
sayatan operasi pertama atau tindakan invasif yang segera
dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan rumah sakit. (D,O)
3. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan
invasif (site marking) dilakukan oleh staf medis yang
melakukan operasi atau tindakan invasif dengan melibatkan
pasien. (D,O,W)
24. Standar SKP.4.1
Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar
operasi atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai.
Elemen Penilaian SKP.4.1
1. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan
“surgical check list ” (Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety 2009). (R)
2. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit
menyediakan “check list” atau proses lain untuk mencatat, apakah
informed consent sudah benar dan lengkap, apakah Tepat-Lokasi,
Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, apakah
semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap
tersedia dengan lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)
3. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas
identifikasi Tepat-Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi,
persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi
sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).
25. 4. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi
dilakukan di luar kamar operasi termasuk prosedur tindakan
medis dan gigi. (D,O,W)
26. • Prosedur dan Tepat Pasien Operasi
• Menggunakan tanda yang mudah dikenali
untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses
penandaan.
• Menggunakan cecklist atau proses lain
verifikasi yang tepat, prosedur yang tepat
dan pasien tepat sebelum operasi, dan
seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar, dan berfungsi.
27. • Protokol umum tindakan terkait kepastian tepat
lokasi- prosedur dan tepat pasien operasi
(Unit pelayanan jaminan mutu, RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo,
2011)
Menandai lokasi operasi (marking),
menggunakan tanda yang telah disepakati,
menggunakan tanda yang tidak ambigu,
daerah yang tidak dioperasi tidak boleh
ditandai kecuali sangat diperlukan,
menggunakan penanda yang tidak mudah
terhapus.
28. • Menandai lokasi operasi (marking)
terutama pada organ yang memiliki dua
sisi (kanan dan kiri); Multiple structures
(jari tangan, jari kaki); Multiple level
(operasi tulang belakang: cervical,
thorakal, lumbal); Multiple lesi yang
pengerjaannya bertahap
29. • Anjuran penandaan lokasi operasi
menggunakan tanda yang telah
disepakati, dokter yang akan melakukan
operasi yang melakukan pemberian tanda
pada atau dekat daerah insisi
30. • Menggunakan tanda yang tidak ambigu
(contoh; tanda “x” merupakan tanda yang
ambigu). Daerah yang tidak dioperasi,
tidak ditandai kecuali sangat
diperlukan
31. • Menggunakan penanda yang tidak
mudah terhapus misalnya gentain violet.
• Sebelum dilaksanakan operasi
menerapkan pengisian checklist
keselamatan operasi untuk memastikan:
Tepat pasien; Tepat prosedur; Tepat
daerah/ lokasi operasi.
32. Standar SKP.5
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan
melaksanakan evidence-based hand hygiene guidlines untuk
menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Elemen Penilaian SKP.5
1. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
yang mengacu pada standar WHO terkini. (lihat juga PPI 9. EP 2, EP
6). (R)
2. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand
hygiene) di seluruh rumah sakit sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan
prosedur. (lihat juga PPI 9 EP 6). (W,O,S)
4. Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S)
5. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan
regulasi. (lihat juga PPI 9 EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S)
6. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya
menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat
juga PPI 9 EP 6)
33. • Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-
infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)
yang tepat,
• Mengingat pentingnya mencuci tangan maka
mencuci tangan memakai sabun sedunia atau
global handwashing day, diplokamirkan pada 15
Oktober 2008 serentak di 70 negara dan 5
benua
34. • Upaya pengurangan risiko infeksi
1. Melakukan langkah cuci tangan yang dijadikan
standar oleh
WHO pada saat:
• Sebelum dan sesudah menyentuh pasien.
• Sebelum dan sesudah tindakan/ aseptik.
• Setelah terpapar cairan tubuh pasien.
• Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasif.
• Setelah menyentuh area sekitar pasien/
lingkungan.
2. Memakai APD
35. Standar SKP.6
Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera
akibat pasien jatuh.
Elemen Penilaian SKP.6
1. Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien
cedera karena jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 2). (R)
2. Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap
semua pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi,
diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai
dengan regulasi. (D,O,W)
3. Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen
lanjutan, asesmen ulang dari pasien pasien rawat inap yang
berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh. (lihat juga
AP 2 EP 1). (D,O,W)
4. Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh
bagi pasien dari situasi dan lokasi yang menyebabkan
pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)
36. • Semua pasien baru dinilai risiko
jatuhnya dan penilaian diulang jika
diindikasikan oleh perubahan kondisi
pasien atau pengobatan, dan lainnya.
•
– Hasil pengukuran dimonitor dan
ditindaklanjuti sesuai derajat jatuh
pasien guna mencegah pasien jatuh
serta akibat tak terduga lainnya
37. • Intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk
mencegah
terjadinya jatuh pada pasien (Potter & Perry, 2009)
• Mengorientasikan pasien pada saat masuk rumah
sakit.
• Menjelaskan sistem komunikasi yang ada,
• Bersikap hati-hati saat mengkaji pasien dengan
keterbatasan
gerak,
• Supervisi ketat pada awal pasien dirawat
terutama malam hari,
•
38. • Menganjurkan menggunakan bel bila
membutuhkan bantuan,
• Memberikan alas kaki yang tidak licin,
• Memberikan pencahayaan yang adekuat,
• Memasang pengaman tempat tidur terutama
pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas,
• Menjaga lantai kamar mandi agar tidak licin
39. • Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuhnya dengan
menggunakan checklist penilaian risiko jatuh.
• Pasien anak memakai formulir: Cheklist penilaian risiko
pasien anak: Skala Humpty Dumpty.
• Pasien dewasa memakai formulir: Skala jatuh morse
(Morse
Fall Scale/ MFS).
• Pasien geriatri memakai formulir: Penilaian risiko jatuh
pada
pasien geriatri.
• Pengkajian risiko ulang dilakukan jika ada perubahan
kondisi
atau pengobatan.