SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
RASIONAL DAN TUJUAN
(NILAI-NILAI) DALAM
PENYELENGGARAAN
DESENTRALISASI
(Irfan Ridwan Maksum)
Pendahuluan
 Rasional pemerintahan daerah
dikembangkan di Indonesia menurut catatan
para ahli terutama karena (1) adanya fakta
sejarah dan amanat peraturan perundangan,
(2) visi the founding fathers terhadap
demokratisasi penyelenggaraan
pemerintahan, dan (3) adanya kebutuhan
sosial-ekonomi-politik berkaitan dengan luas
wilayah secara geografis dan demografis.
 Menjadi suatu keniscayaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia.
lanjutan
 Dalam mempelajari eksistensi pemerintahan
daerah dalam sebuah penyelenggaraan
pemerintahan, para pakar telah membedah
secara cukup mendalam dan bervariasi.
 Pakar-pakar yang dapat kita rujuk antara lain:
BC. Smith, Phillip Mawhood, Alderfer, Ali
Akbar Khan, Cochrane, Steve Leach, AF.
Leemans, Rondinelli, Cohen dan Peterson,
Henry Maddick, Gery Stoker, Alan Norton,
Devas, Devey, dan lain-lain.
REASONS FOR DECENTRALIZING
(Rondinelli)
IDEOLOGICAL
 DISTRUST OR LACK OF
CONFIDENCE IN CENTRAL
GOVERNMENT
 BELIEF IN VALUE OF INDIVIDUAL
AND LOCAL RESPONSIBILITY AND
AUTONOMY
 REACTION AGAINST CENTRALIST
lanjutan
POLITICAL
 AUTONOMY OR
REPRESENTATION
 DEMOCRATIZATION (POLITICAL
PARTICIPATION)
 CENTRAL GOVERNMENT OFF
LOADING OF EXPENSIVE OR
lanjutan
MORE EFFICIENT AND EFFECTIVE
PROVISION OF PUBLIC SERVICES
AND INFRASTRUCTURE
 OPTIMIZING HIERARCHY OF SERVICE
DELIVERY
 TAILORING SERVICES TO LOCAL NEEDS
AND CONDITIONS
 IMPROVING INFRASTRUCTURE
MAINTENANCE
 RELIEVING CENTRAL GOVT. OF ROUTINE
FUNCTIONS TO CONCENTRATE ON
lanjutan
 INCREASING
“COMPETITIVENESS” IN
SERVICE PROVISION (AMONG
GOVERNMENT UNITS &
BETWEEN PUBLIC AND
PRIVATE SECTORS)
 MAKE BUREAUCRACIES MORE
CUSTOMER ORIENTED
lanjutan
 > EQUITY
 PROVIDE RESOURCES AND
AUTHORITY FOR PURSUING
LOCAL PRIORITIES AND NEEDS
 PROVIDE OPPORTUNITY FOR
ALL JURISDICTIONS TO MAKE
OWN DECISIONS
lanjutan
 > CHANGING GLOBAL
REQUIREMENTS FOR LOCAL AND
REGIONAL ECONOMIC
DEVELOPMENT
 GROWING IMPORTANCE OF GLOBAL
TRENDS IN SHAPING NATIONAL AND
SUB-NATIONAL ECONOMIC
DEVELOPMENT
 IMPORTANCE OF “LOCATION-
SPECIFIC ASSETS” IN ATTRACTING
AND NURTURING ENTERPRISES
Lanjutan
 Desentralisasi membawa implikasi
adanya otonomi bagi penyelenggaraan
pemerintahan dalam lingkup
kepentingan masyarakat di tingkat
lokal.
 Di Indonesia dikenal adanya konsep
otonomi daerah dan daerah otonom.
Moh. Hatta (1957) dalam
“Otonomi dan Oto-Aktivitet’
“Dalam negara-negara otokrasi
dan totaliter semuanya disusun
dari atas. Rakyat hanya
menjalankan perintah. Dalam
negara-negara demokrasi, rakyat
ikut serta menentukan apa yang
baik dan buruk baginya, ikut serta
bertanggungjawab tentang
keadaannya.
lanjutan
“Dalam demokrasi segala yang penting
bagi penghidupan diputuskan oleh
banyak orang, dengan musyawarah di
dalam dewan yang ditentukan. Oleh
karena itu demokrasi besar biayanya.
Untuk mengimbangi biaya yang lebih
besar itu perlulah oto-aktivitet
diperbanyak, terutama di daerah besar
dan kecil.”
Moh Hatta (1957) dalam “Demokrasi dan
otonomi”
“Apabila demokrasi maksudnya melaksanakan
pemerintahand ari yang diperintah, maka
nyatalah bahwa demokrasi tidak sesuai
dengan dasar sentralisme, yang membuatkan
segala kekuasaan di tangan pemerintah Pusat
dan DPR. Semakin luas daerah negara,
semakin banyak differensiasi kepentingan
hidup, semakin banyak masalah khusus yang
mengenai daerah masing-masing yangs
emuanya itu tidak dapat diurus dari pusat
pemerintahan negara.
Di sebelah pemerintahan rakyat seluruhnya,
yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-
sama dengan DPR, mestilah ada pemerintahan
rakyat daerah, yang mengurus kepentingan
Dalam konsep otonomi terkandung
kebebasan untuk berprakarsa untuk
mengambil keputusan atas dasar
aspirasi masyarakat yang memiliki
status demikian tanpa kontrol
langsung oleh Pemerintah Pusat. Oleh
karena itu kaitannya dengan
demokrasi sangat erat (Hoessein:
2003)
Moh. Hatta berpendapat bahwa
otonomisasi tidak saja berarti
melaksanakan demokrasi, tetapi
mendorong berkembangnya prakarsa
sendiri untuk mengambil keputusan
mengenai kepentingan masyarakat
setempat. Dengan berkembangnya
prakarsa sendiri maka tercapailah apa
yang dimaksud demokrasi, yaitu
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
Rakyat tidak saja menentukan nasibnya
sendiri, melainkan juga terutama
memperbaiki nasibnya sendiri.
Otonomi juga mengandung integritas sistem, dalam
arti memiliki batas-batas (boundaries). Oleh karena
itu, otonomi juga memiliki identitas. Dengan
perkataan lain, tidak terdapat otonomi apabila tidak
terdapat batas-batas. Penetapan batas-batas
tersebut mengingatkan pada suatu sistem
keseluruhan.
Dengan mengikuti pemikiran di atas, otonomi dalam
wadah daerah otonom yang merupakan
selfcontained memiliki batas-batas aktivitas yang
secara nyata dan fungsional disepakati dan
berinteraksi dengan suatu lingkungan yang
menerima outputs dan memberikan inputs.
(Hoessein: 2003)
M.A. Muthalib dan Mohd. Akbar Ali Khan
(1982) menyamakan otonomi dengan
demokrasi:
Conceptually, local autonomy tends to
become a synonym of the freedom of
locality for self-determination or local
democracy. No single body but the local
people and then the representatives
enjoy supreme power in regard to the
local sphere of action. Government
intervention can be justified when the
larger interest is involved. Therefore,
the people at large and their
representatives alone can override the
local people and their representatives.
Tentang Otonomi, Robert A. Dahl
dan Charles E. Lindblom (1953):
Controlled behavior may best be
thought of as lying at one end of
continuum of which the other end is
autonomous behavior. Autonomy is
the absence of immediate and
direct control.
Harold Alderfer (1964)
otonomi daerah merupakan :
An integral part of man’s aspiration for
freedom, basic in his quest for
democracy, essential for internal
stability, and a strong defence against
outside enemies. Local autonomy, in
one form or another, in some relative
degree, is a fundamental ingredient of a
successful nation.
Otonomi daerah dan
pemerintahan daerah dalam
konsep pemerintahan modern
diciptakan melalui instrumen
desentralisasi
Hoessein (2003)
“Pada hakekatnya desentralisasi adalah
mengotonomikan suatu masyarakat yang
berada dalam teritorial tertentu. Sesuai dengan
arahan konstitusi, pengotonomian tersebut
dilakukan dengan menjadikan masyarakat
tersebut sebagai provinsi, kabupaten dan kota.
Disamping itu desentralisasi juga merupakan
penyerahan atau pengakuan urusan
pemerintahan bagi provinsi, kabupaten dan
kota…. “
Otonomi, demokrasi, dan
partisipasi masyarakat
adalah tujuan-tujuan (nilai)
utama yang hendak dicapai
dalam pemerintahan daerah
dan desentralisasi
Karakteristik Local Government:
“First, local units of government are
autonomous, independent, and clearly
perceived as separate levels of government
over which central authorities exercise little or
no direct control. Second, the local
governments have clear and legally recognized
geographical boundaries within which they
exercise authority and perform public
functions. Third, local governments have
corporate status and power to secure
resources to perform their functions.
(Rondinelli, Nellis dan Cheema : 1983)
Burns, Hambleton dan Huggett
(1997)
“Recent debate about role, form and function of
local government have tended to focus on local
authorities as mechanisms for delivering services.
Yet we have argued for some years that while
local government does offer a range ways of
providing good quality services, it is about much
more than service delivery (Hambleton, 1988;
Hambleton and Hugget, 1990). If local government
stands for a notion of community, if it is
concerned to foster vigorous civic culture and to
improve the quality of life in the broadest sense,
then attention must focus on the welfare of the
local polity. Councilors and officers need to
devote energy, time and resources to strategies
designed to improve the quality of government, as
well as the quality of service.”
Secara konseptual, desentralisasi kerap kali
dipandang oleh pakar administrasi publik
sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu.
Tujuan-tujuan yang akan dicapai melalui
desentralisasi merupakan nilai-nilai dari
komunitas politik yang dapat berupa kesatuan
bangsa (national unity), pemerintahan
demokrasi (democratic government),
kemandirian sebagai penjelmaan dari otonomi,
efisiensi administrasi, dan pembangunan sosial
ekonomi. (Hoessein: 2003)
TUJUAN (NILAI-NILAI) DESENTRALISASI
Model Struktural efisiensi
dan Local democracy
Chris Aulich dan John Haligan mengatakan bahwa
sejumlah negara menganut dua kemungkinan
besar dalam menjalankan kebijakan desentralisasi
berkaitan dengan skala prioritas tujuan:
(1) Model Struktural efisiensi mengedepankan skala
prioritas tujuan desentralisasi kepada national
building (unity) dan tujuan efisiensi administrasi
katimbang otonomisasi dan demokratiasi
pemerintahan baru kemudian nilai pembangunan
sosial ekonomi; sedangkan
(2) Model demokrasi lokal mengedepankan
otonomisasi dan demokratisasi katimbang national
building (unity) dan efisiensi administrasi baru
kemudian pembangunan sosial ekonomi.
Hoessein (1995)
“Dilihat dari dimensi tujuan yang akan dicapai,
maka roda desentralisasi telah mengalami lima
kali putaran. Dari putaran kedua ke putaran
ketiga roda tersebut mengalami kerusakan di
masa pendudukan Jepang. Namun berkat the
founding fathers roda tersebut berhasil
diperbaiki, disempurnakan dan diperkuat
sehingga berputar dalam putaran ketiga dan
seterusnya. Putaran pertama dalam kurun waktu
tahun 1903-1922 menuju efisiensi.
lanjutan
Putaran kedua dalam kurun waktu 1922-1942
menuju ke efisiensi dan partisipasi. Putaran
ketiga dalam kurun waktu 1945-1959 menuju
demokrasi (kedaulatan rakyat). Putaran keempat
dalam kurun waktu 1959-1974 menuju stabilitas
dan efisiensi pemerintahan. Putaran kelima
dalam masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974
menuju ke efisiensi (dan efektivitas) layanan dan
pembangunan. Akan berputarkah roda tersebut
menuju ke demokrasi di masa yang akan datang?
Menurut saya, dalam putaran keenam kelak
tempat yang harus dituju berupa tempat yang
subur dengan demokrasi dan efisiensi. Kedua
nilai tersebut sangat diperlukan untuk
kelangsungan hidup bangsa Indonesia.”
Hoessein (2002):
“Dilihat dari tataran teori pemerintahan daerah,
UU No. 22 Tahun 1999 seperti UU No. 22 Tahun
1948 dan UU No. 1 Tahun 1957 menganut local
democracy model yang menekankan nilai
demokrasi dan keberagaman dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh
karena itu, peran DPRD sangat besar dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sebaliknya UU No. 18 Tahun 1965 dan UU No. 5
Tahun 1974 menganut structural efficiency model
yang menekankan efisiensi dan keseragaman
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. “
Lanjutan
“Seiring dengan pergeseran model tersebut
terjadi pula pergeseran dari pengutamaan
dekonsentrasi ke pengutamaan desentralisasi.
Dilakukan pula pemangkasan dan
pelangsingan struktur organisasi dalam rangka
menggeser model organisasi yang hirarkis dan
bengkak ke model organisasi yang datar dan
langsing. Hubungan antara Dati II dengan Dati
I yang semula ‘dependent’ dan ‘subordinate’
kini hubungan antara Kabupaten/Kota dengan
Provinsi menjadi ‘independent’ dan
‘coordinate’. “
Lanjutan
“Pola hubungan tersebut tercipta
sebagai konsekuensi perubahan dari
dianutnya ‘integrated prefectoral system’
yang utuh ke ‘integrated prefectoral
system’ yang parsial hanya pada
tataran provinsi. Dianutnya ‘integrated
prefectoral system’ pada propinsi
dengan peran ganda Gubernur sebagai
KDH dan Wakil Pemerintah dimaksudkan
untuk mengintegrasikan kembali daerah
otonom yang secara desentral memiliki
karakteristik keterpisahan.”
Lanjutan
“Distribusi urusan pemerintahan kepada
daerah otonom yang semula dianut ‘ultra-
vires doctrine’ dengan merinci urusan
pemerintahan yang menjadi kompetensi
daerah otonom diganti dengan ‘general
competence’ atau ‘open end arrangement’
yang merinci fungsi pemerintahan yang
menjadi kompetensi Pemerintah dan
Provinsi. "
lanjutan
“Pengawasan Pemerintah terhadap
daerah otonom yang semula
cenderung koersif bergeser ke
persuasif agar diskresi dan prakarsa
daerah otonom lebih tersalurkan.
Konsekuensinya, pengawasan
Pemerintah terhadap kebijakan Daerah
yang semula secara preventif dan
represif, kini hanya secara represif.
Dalam keuangan daerah otonom,
terjadi pergeseran dari pengutamaan
‘specific grant’ ke ‘block grant’.”
“Konsep Pemerintah Daerah yang
semula mencakup KDH dan DPRD
menurut UU No. 5 Tahun 1974 kini
konsep tersebut hanya merujuk
kepada KDH dan Perangkat Daerah,
sedangkan DPRD berada di luar
Pemerintah Daerah.”
LANJUTAN
“Perubahan yang dikehendaki oleh UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tergolong
perubahan yang radikal (radical change) atau
drastik (drastic change) dan bukan perubahan
yang gradual (gradual change). Oleh karena itu,
konflik, krisis dan goncangan yang menyertai
reformasi tersebut lebih besar daripada
serangkaian reformasi yang pernah terjadi
sebelumnya. Dibandingkan dengan reformasi
pemerintahan daerah di berbagai negara
berkembang lainnya pun reformasi pemerintahan
daerah di Indonesia masih tergolong sangat
besar. Reformasi pemerintahan daerah di
Indonesia tergolong big bang approach.”
Lanjutan
POTENTIAL DISADVANTAGES OF
DECENTRALIZATION (Rondinelli)
 POSSIBLE MACROECONOMIC INSTABILITY
 INEFFICIENCIES IN HIGHLY
STANDARDIZED FUNCTIONS
 LOSS OF ECONOMIES OF SCALE
 DETERIORATION IN SERVICE QUALITY
AND DELIVERY IF LOCAL
ADMINISTRATION WEAK
 LOCAL ELITES OR INTEREST GROUPS
MAY CAPTURE CONTROL
 REDUCES ABILITY OF CENTRAL
GOVERNMENT TO CONTROL OR
COORDINATE
 NEW TYPES OF INEQUITIES

More Related Content

What's hot

Tm 02 sistem politik indonesia
Tm 02 sistem politik indonesiaTm 02 sistem politik indonesia
Tm 02 sistem politik indonesiaBagus Aji
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasionalDiandra Abella
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik93220872
 
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara SMA Negeri 1 Pemalang
 
Komunikasi politik 2
Komunikasi politik 2Komunikasi politik 2
Komunikasi politik 2Raidah Yusuf
 
Variabel kebijakan pemerintah
Variabel kebijakan pemerintahVariabel kebijakan pemerintah
Variabel kebijakan pemerintahnurul khaiva
 
Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2dzakiaziz
 
pengantar ilmu politik
pengantar ilmu politikpengantar ilmu politik
pengantar ilmu politikJuragan Pentol
 
Perkembangan administrasi-publik
Perkembangan administrasi-publikPerkembangan administrasi-publik
Perkembangan administrasi-publikW. Riany
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governanceAsvif Ma'rufah
 
Pancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiaPancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiatowetoe
 

What's hot (20)

60767626 budaya-politik
60767626 budaya-politik60767626 budaya-politik
60767626 budaya-politik
 
Tm 02 sistem politik indonesia
Tm 02 sistem politik indonesiaTm 02 sistem politik indonesia
Tm 02 sistem politik indonesia
 
Modul 5 kb 1
Modul 5 kb 1Modul 5 kb 1
Modul 5 kb 1
 
Pengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politikPengantar ilmu politik
Pengantar ilmu politik
 
Ilmu Politik
Ilmu PolitikIlmu Politik
Ilmu Politik
 
Hubungan internasional
Hubungan internasionalHubungan internasional
Hubungan internasional
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik
 
potensi
potensipotensi
potensi
 
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
Pembahasan Unsur Negara dan Fungsi Negara
 
Komunikasi politik 2
Komunikasi politik 2Komunikasi politik 2
Komunikasi politik 2
 
Variabel kebijakan pemerintah
Variabel kebijakan pemerintahVariabel kebijakan pemerintah
Variabel kebijakan pemerintah
 
Politik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasionalPolitik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasional
 
Modul iv spi
Modul iv spiModul iv spi
Modul iv spi
 
Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2Pip pertemuan ke 2
Pip pertemuan ke 2
 
pengantar ilmu politik
pengantar ilmu politikpengantar ilmu politik
pengantar ilmu politik
 
Makalah pemerintahan yang baik STIP WUNA
Makalah pemerintahan yang baik STIP WUNA Makalah pemerintahan yang baik STIP WUNA
Makalah pemerintahan yang baik STIP WUNA
 
Perkembangan administrasi-publik
Perkembangan administrasi-publikPerkembangan administrasi-publik
Perkembangan administrasi-publik
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
 
Pancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiaPancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesia
 
Makalah ilmu politik 3
Makalah ilmu politik  3Makalah ilmu politik  3
Makalah ilmu politik 3
 

Viewers also liked

Teori public goods
Teori public goodsTeori public goods
Teori public goodstrio Saputra
 
Trans public policy
Trans public policyTrans public policy
Trans public policytrio Saputra
 
9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakantrio Saputra
 
Openfield | Creative Mornings Porto
Openfield | Creative Mornings PortoOpenfield | Creative Mornings Porto
Openfield | Creative Mornings PortoRodrigo Carvalho
 
Uts medpem sani ramdani 1002433
Uts medpem sani ramdani 1002433Uts medpem sani ramdani 1002433
Uts medpem sani ramdani 1002433Sany Mymuse
 
Hrana vie - Ernst Gunter
Hrana vie - Ernst GunterHrana vie - Ernst Gunter
Hrana vie - Ernst GunterFrumoasa Verde
 
Terapii naturiste - Fănică-Voinea Ene
Terapii naturiste - Fănică-Voinea EneTerapii naturiste - Fănică-Voinea Ene
Terapii naturiste - Fănică-Voinea EneFrumoasa Verde
 

Viewers also liked (18)

Teori public goods
Teori public goodsTeori public goods
Teori public goods
 
Amalgamasi
AmalgamasiAmalgamasi
Amalgamasi
 
Presentation3
Presentation3Presentation3
Presentation3
 
Trans public policy
Trans public policyTrans public policy
Trans public policy
 
Sorganpemda
SorganpemdaSorganpemda
Sorganpemda
 
9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan
 
Session hijacking
Session hijackingSession hijacking
Session hijacking
 
Presentation 2
Presentation 2Presentation 2
Presentation 2
 
Tallinna loomaaed
Tallinna loomaaedTallinna loomaaed
Tallinna loomaaed
 
Presentation 1
Presentation 1Presentation 1
Presentation 1
 
Openfield | Creative Mornings Porto
Openfield | Creative Mornings PortoOpenfield | Creative Mornings Porto
Openfield | Creative Mornings Porto
 
Uts medpem sani ramdani 1002433
Uts medpem sani ramdani 1002433Uts medpem sani ramdani 1002433
Uts medpem sani ramdani 1002433
 
Presentation 1
Presentation 1Presentation 1
Presentation 1
 
Kinect
KinectKinect
Kinect
 
Push notifikace
Push notifikacePush notifikace
Push notifikace
 
Uts media
Uts mediaUts media
Uts media
 
Hrana vie - Ernst Gunter
Hrana vie - Ernst GunterHrana vie - Ernst Gunter
Hrana vie - Ernst Gunter
 
Terapii naturiste - Fănică-Voinea Ene
Terapii naturiste - Fănică-Voinea EneTerapii naturiste - Fănică-Voinea Ene
Terapii naturiste - Fănică-Voinea Ene
 

Similar to Sap 2-rasional,tujuan, dan nilai des

Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahsyabdan
 
Otonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasiOtonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasimaneicon22
 
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara
Makalah Hak dan Kewajiban Warga NegaraMakalah Hak dan Kewajiban Warga Negara
Makalah Hak dan Kewajiban Warga NegaraDewi Zulaeva
 
Administrasi publik one number
Administrasi publik one numberAdministrasi publik one number
Administrasi publik one numberHarles Janang
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poel
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poelPertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poel
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poelstkip-pgri pontianak
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalAlfi Nugraha
 
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Operator Warnet Vast Raha
 
Warga Negara dan Politik
Warga Negara dan PolitikWarga Negara dan Politik
Warga Negara dan PolitikFathur Green
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Oswar Mungkasa
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaHIA Class.
 
Masyarakat Madani (Materi 3).ppt
Masyarakat Madani (Materi 3).pptMasyarakat Madani (Materi 3).ppt
Masyarakat Madani (Materi 3).pptChandraSetyawan10
 
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitDesentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitEnchink Qw
 

Similar to Sap 2-rasional,tujuan, dan nilai des (20)

Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Otonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasiOtonomi daerah dan demokrasi
Otonomi daerah dan demokrasi
 
otonomi daerah
otonomi daerahotonomi daerah
otonomi daerah
 
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara
Makalah Hak dan Kewajiban Warga NegaraMakalah Hak dan Kewajiban Warga Negara
Makalah Hak dan Kewajiban Warga Negara
 
Administrasi publik one number
Administrasi publik one numberAdministrasi publik one number
Administrasi publik one number
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
Nama kelompok 4
Nama kelompok 4Nama kelompok 4
Nama kelompok 4
 
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poel
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poelPertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poel
Pertm 1&2. pengantar ilmu politik 1 poel
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasionalTugas bulan 4 politik dan strategi nasional
Tugas bulan 4 politik dan strategi nasional
 
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Warga Negara dan Politik
Warga Negara dan PolitikWarga Negara dan Politik
Warga Negara dan Politik
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Masyarakat Madani (Materi 3).ppt
Masyarakat Madani (Materi 3).pptMasyarakat Madani (Materi 3).ppt
Masyarakat Madani (Materi 3).ppt
 
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan SempitDesentralisasi Secara Luas dan Sempit
Desentralisasi Secara Luas dan Sempit
 

Sap 2-rasional,tujuan, dan nilai des

  • 1. RASIONAL DAN TUJUAN (NILAI-NILAI) DALAM PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI (Irfan Ridwan Maksum)
  • 2. Pendahuluan  Rasional pemerintahan daerah dikembangkan di Indonesia menurut catatan para ahli terutama karena (1) adanya fakta sejarah dan amanat peraturan perundangan, (2) visi the founding fathers terhadap demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan, dan (3) adanya kebutuhan sosial-ekonomi-politik berkaitan dengan luas wilayah secara geografis dan demografis.  Menjadi suatu keniscayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
  • 3. lanjutan  Dalam mempelajari eksistensi pemerintahan daerah dalam sebuah penyelenggaraan pemerintahan, para pakar telah membedah secara cukup mendalam dan bervariasi.  Pakar-pakar yang dapat kita rujuk antara lain: BC. Smith, Phillip Mawhood, Alderfer, Ali Akbar Khan, Cochrane, Steve Leach, AF. Leemans, Rondinelli, Cohen dan Peterson, Henry Maddick, Gery Stoker, Alan Norton, Devas, Devey, dan lain-lain.
  • 4. REASONS FOR DECENTRALIZING (Rondinelli) IDEOLOGICAL  DISTRUST OR LACK OF CONFIDENCE IN CENTRAL GOVERNMENT  BELIEF IN VALUE OF INDIVIDUAL AND LOCAL RESPONSIBILITY AND AUTONOMY  REACTION AGAINST CENTRALIST
  • 5. lanjutan POLITICAL  AUTONOMY OR REPRESENTATION  DEMOCRATIZATION (POLITICAL PARTICIPATION)  CENTRAL GOVERNMENT OFF LOADING OF EXPENSIVE OR
  • 6. lanjutan MORE EFFICIENT AND EFFECTIVE PROVISION OF PUBLIC SERVICES AND INFRASTRUCTURE  OPTIMIZING HIERARCHY OF SERVICE DELIVERY  TAILORING SERVICES TO LOCAL NEEDS AND CONDITIONS  IMPROVING INFRASTRUCTURE MAINTENANCE  RELIEVING CENTRAL GOVT. OF ROUTINE FUNCTIONS TO CONCENTRATE ON
  • 7. lanjutan  INCREASING “COMPETITIVENESS” IN SERVICE PROVISION (AMONG GOVERNMENT UNITS & BETWEEN PUBLIC AND PRIVATE SECTORS)  MAKE BUREAUCRACIES MORE CUSTOMER ORIENTED
  • 8. lanjutan  > EQUITY  PROVIDE RESOURCES AND AUTHORITY FOR PURSUING LOCAL PRIORITIES AND NEEDS  PROVIDE OPPORTUNITY FOR ALL JURISDICTIONS TO MAKE OWN DECISIONS
  • 9. lanjutan  > CHANGING GLOBAL REQUIREMENTS FOR LOCAL AND REGIONAL ECONOMIC DEVELOPMENT  GROWING IMPORTANCE OF GLOBAL TRENDS IN SHAPING NATIONAL AND SUB-NATIONAL ECONOMIC DEVELOPMENT  IMPORTANCE OF “LOCATION- SPECIFIC ASSETS” IN ATTRACTING AND NURTURING ENTERPRISES
  • 10. Lanjutan  Desentralisasi membawa implikasi adanya otonomi bagi penyelenggaraan pemerintahan dalam lingkup kepentingan masyarakat di tingkat lokal.  Di Indonesia dikenal adanya konsep otonomi daerah dan daerah otonom.
  • 11. Moh. Hatta (1957) dalam “Otonomi dan Oto-Aktivitet’ “Dalam negara-negara otokrasi dan totaliter semuanya disusun dari atas. Rakyat hanya menjalankan perintah. Dalam negara-negara demokrasi, rakyat ikut serta menentukan apa yang baik dan buruk baginya, ikut serta bertanggungjawab tentang keadaannya.
  • 12. lanjutan “Dalam demokrasi segala yang penting bagi penghidupan diputuskan oleh banyak orang, dengan musyawarah di dalam dewan yang ditentukan. Oleh karena itu demokrasi besar biayanya. Untuk mengimbangi biaya yang lebih besar itu perlulah oto-aktivitet diperbanyak, terutama di daerah besar dan kecil.”
  • 13. Moh Hatta (1957) dalam “Demokrasi dan otonomi” “Apabila demokrasi maksudnya melaksanakan pemerintahand ari yang diperintah, maka nyatalah bahwa demokrasi tidak sesuai dengan dasar sentralisme, yang membuatkan segala kekuasaan di tangan pemerintah Pusat dan DPR. Semakin luas daerah negara, semakin banyak differensiasi kepentingan hidup, semakin banyak masalah khusus yang mengenai daerah masing-masing yangs emuanya itu tidak dapat diurus dari pusat pemerintahan negara. Di sebelah pemerintahan rakyat seluruhnya, yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama- sama dengan DPR, mestilah ada pemerintahan rakyat daerah, yang mengurus kepentingan
  • 14. Dalam konsep otonomi terkandung kebebasan untuk berprakarsa untuk mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status demikian tanpa kontrol langsung oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu kaitannya dengan demokrasi sangat erat (Hoessein: 2003)
  • 15. Moh. Hatta berpendapat bahwa otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri maka tercapailah apa yang dimaksud demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga terutama memperbaiki nasibnya sendiri.
  • 16. Otonomi juga mengandung integritas sistem, dalam arti memiliki batas-batas (boundaries). Oleh karena itu, otonomi juga memiliki identitas. Dengan perkataan lain, tidak terdapat otonomi apabila tidak terdapat batas-batas. Penetapan batas-batas tersebut mengingatkan pada suatu sistem keseluruhan. Dengan mengikuti pemikiran di atas, otonomi dalam wadah daerah otonom yang merupakan selfcontained memiliki batas-batas aktivitas yang secara nyata dan fungsional disepakati dan berinteraksi dengan suatu lingkungan yang menerima outputs dan memberikan inputs. (Hoessein: 2003)
  • 17. M.A. Muthalib dan Mohd. Akbar Ali Khan (1982) menyamakan otonomi dengan demokrasi: Conceptually, local autonomy tends to become a synonym of the freedom of locality for self-determination or local democracy. No single body but the local people and then the representatives enjoy supreme power in regard to the local sphere of action. Government intervention can be justified when the larger interest is involved. Therefore, the people at large and their representatives alone can override the local people and their representatives.
  • 18. Tentang Otonomi, Robert A. Dahl dan Charles E. Lindblom (1953): Controlled behavior may best be thought of as lying at one end of continuum of which the other end is autonomous behavior. Autonomy is the absence of immediate and direct control.
  • 19. Harold Alderfer (1964) otonomi daerah merupakan : An integral part of man’s aspiration for freedom, basic in his quest for democracy, essential for internal stability, and a strong defence against outside enemies. Local autonomy, in one form or another, in some relative degree, is a fundamental ingredient of a successful nation.
  • 20. Otonomi daerah dan pemerintahan daerah dalam konsep pemerintahan modern diciptakan melalui instrumen desentralisasi
  • 21. Hoessein (2003) “Pada hakekatnya desentralisasi adalah mengotonomikan suatu masyarakat yang berada dalam teritorial tertentu. Sesuai dengan arahan konstitusi, pengotonomian tersebut dilakukan dengan menjadikan masyarakat tersebut sebagai provinsi, kabupaten dan kota. Disamping itu desentralisasi juga merupakan penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan bagi provinsi, kabupaten dan kota…. “
  • 22. Otonomi, demokrasi, dan partisipasi masyarakat adalah tujuan-tujuan (nilai) utama yang hendak dicapai dalam pemerintahan daerah dan desentralisasi
  • 23. Karakteristik Local Government: “First, local units of government are autonomous, independent, and clearly perceived as separate levels of government over which central authorities exercise little or no direct control. Second, the local governments have clear and legally recognized geographical boundaries within which they exercise authority and perform public functions. Third, local governments have corporate status and power to secure resources to perform their functions. (Rondinelli, Nellis dan Cheema : 1983)
  • 24. Burns, Hambleton dan Huggett (1997) “Recent debate about role, form and function of local government have tended to focus on local authorities as mechanisms for delivering services. Yet we have argued for some years that while local government does offer a range ways of providing good quality services, it is about much more than service delivery (Hambleton, 1988; Hambleton and Hugget, 1990). If local government stands for a notion of community, if it is concerned to foster vigorous civic culture and to improve the quality of life in the broadest sense, then attention must focus on the welfare of the local polity. Councilors and officers need to devote energy, time and resources to strategies designed to improve the quality of government, as well as the quality of service.”
  • 25. Secara konseptual, desentralisasi kerap kali dipandang oleh pakar administrasi publik sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan yang akan dicapai melalui desentralisasi merupakan nilai-nilai dari komunitas politik yang dapat berupa kesatuan bangsa (national unity), pemerintahan demokrasi (democratic government), kemandirian sebagai penjelmaan dari otonomi, efisiensi administrasi, dan pembangunan sosial ekonomi. (Hoessein: 2003) TUJUAN (NILAI-NILAI) DESENTRALISASI
  • 26. Model Struktural efisiensi dan Local democracy Chris Aulich dan John Haligan mengatakan bahwa sejumlah negara menganut dua kemungkinan besar dalam menjalankan kebijakan desentralisasi berkaitan dengan skala prioritas tujuan: (1) Model Struktural efisiensi mengedepankan skala prioritas tujuan desentralisasi kepada national building (unity) dan tujuan efisiensi administrasi katimbang otonomisasi dan demokratiasi pemerintahan baru kemudian nilai pembangunan sosial ekonomi; sedangkan (2) Model demokrasi lokal mengedepankan otonomisasi dan demokratisasi katimbang national building (unity) dan efisiensi administrasi baru kemudian pembangunan sosial ekonomi.
  • 27. Hoessein (1995) “Dilihat dari dimensi tujuan yang akan dicapai, maka roda desentralisasi telah mengalami lima kali putaran. Dari putaran kedua ke putaran ketiga roda tersebut mengalami kerusakan di masa pendudukan Jepang. Namun berkat the founding fathers roda tersebut berhasil diperbaiki, disempurnakan dan diperkuat sehingga berputar dalam putaran ketiga dan seterusnya. Putaran pertama dalam kurun waktu tahun 1903-1922 menuju efisiensi.
  • 28. lanjutan Putaran kedua dalam kurun waktu 1922-1942 menuju ke efisiensi dan partisipasi. Putaran ketiga dalam kurun waktu 1945-1959 menuju demokrasi (kedaulatan rakyat). Putaran keempat dalam kurun waktu 1959-1974 menuju stabilitas dan efisiensi pemerintahan. Putaran kelima dalam masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 menuju ke efisiensi (dan efektivitas) layanan dan pembangunan. Akan berputarkah roda tersebut menuju ke demokrasi di masa yang akan datang? Menurut saya, dalam putaran keenam kelak tempat yang harus dituju berupa tempat yang subur dengan demokrasi dan efisiensi. Kedua nilai tersebut sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia.”
  • 29. Hoessein (2002): “Dilihat dari tataran teori pemerintahan daerah, UU No. 22 Tahun 1999 seperti UU No. 22 Tahun 1948 dan UU No. 1 Tahun 1957 menganut local democracy model yang menekankan nilai demokrasi dan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, peran DPRD sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya UU No. 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974 menganut structural efficiency model yang menekankan efisiensi dan keseragaman penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. “
  • 30. Lanjutan “Seiring dengan pergeseran model tersebut terjadi pula pergeseran dari pengutamaan dekonsentrasi ke pengutamaan desentralisasi. Dilakukan pula pemangkasan dan pelangsingan struktur organisasi dalam rangka menggeser model organisasi yang hirarkis dan bengkak ke model organisasi yang datar dan langsing. Hubungan antara Dati II dengan Dati I yang semula ‘dependent’ dan ‘subordinate’ kini hubungan antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi menjadi ‘independent’ dan ‘coordinate’. “
  • 31. Lanjutan “Pola hubungan tersebut tercipta sebagai konsekuensi perubahan dari dianutnya ‘integrated prefectoral system’ yang utuh ke ‘integrated prefectoral system’ yang parsial hanya pada tataran provinsi. Dianutnya ‘integrated prefectoral system’ pada propinsi dengan peran ganda Gubernur sebagai KDH dan Wakil Pemerintah dimaksudkan untuk mengintegrasikan kembali daerah otonom yang secara desentral memiliki karakteristik keterpisahan.”
  • 32. Lanjutan “Distribusi urusan pemerintahan kepada daerah otonom yang semula dianut ‘ultra- vires doctrine’ dengan merinci urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi daerah otonom diganti dengan ‘general competence’ atau ‘open end arrangement’ yang merinci fungsi pemerintahan yang menjadi kompetensi Pemerintah dan Provinsi. "
  • 33. lanjutan “Pengawasan Pemerintah terhadap daerah otonom yang semula cenderung koersif bergeser ke persuasif agar diskresi dan prakarsa daerah otonom lebih tersalurkan. Konsekuensinya, pengawasan Pemerintah terhadap kebijakan Daerah yang semula secara preventif dan represif, kini hanya secara represif. Dalam keuangan daerah otonom, terjadi pergeseran dari pengutamaan ‘specific grant’ ke ‘block grant’.”
  • 34. “Konsep Pemerintah Daerah yang semula mencakup KDH dan DPRD menurut UU No. 5 Tahun 1974 kini konsep tersebut hanya merujuk kepada KDH dan Perangkat Daerah, sedangkan DPRD berada di luar Pemerintah Daerah.” LANJUTAN
  • 35. “Perubahan yang dikehendaki oleh UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tergolong perubahan yang radikal (radical change) atau drastik (drastic change) dan bukan perubahan yang gradual (gradual change). Oleh karena itu, konflik, krisis dan goncangan yang menyertai reformasi tersebut lebih besar daripada serangkaian reformasi yang pernah terjadi sebelumnya. Dibandingkan dengan reformasi pemerintahan daerah di berbagai negara berkembang lainnya pun reformasi pemerintahan daerah di Indonesia masih tergolong sangat besar. Reformasi pemerintahan daerah di Indonesia tergolong big bang approach.” Lanjutan
  • 36. POTENTIAL DISADVANTAGES OF DECENTRALIZATION (Rondinelli)  POSSIBLE MACROECONOMIC INSTABILITY  INEFFICIENCIES IN HIGHLY STANDARDIZED FUNCTIONS  LOSS OF ECONOMIES OF SCALE  DETERIORATION IN SERVICE QUALITY AND DELIVERY IF LOCAL ADMINISTRATION WEAK  LOCAL ELITES OR INTEREST GROUPS MAY CAPTURE CONTROL  REDUCES ABILITY OF CENTRAL GOVERNMENT TO CONTROL OR COORDINATE  NEW TYPES OF INEQUITIES