Usulan Naskah Kebijakan tentang Dewan Pendidikan & Komite Sekolah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan YSKK di 5 provinsi (3 kabupaten dan 3 kota) yakni Jawa Tengah (Kota Surakarta), DIY (Kabupaten Gunungkidul), Banten (Kota Serang dan Kabupaten Tangerang) dan Provinsi NTT (Kabupaten Kupang).
Dampak kemiskinan dan kebijakan pendidikan pada pekerja anak di indonesiaAngga Debby Frayudha
Berbicara mengenai kemiskinan tidak akan ada habisnya dari dulu sampai sekarang dan menjadi masalah utama di dunia khususnya di negara berkembang seperti indonesia. Kemiskinan tidak bisa lagi hanya dipahami sebagai sekedar kondisi ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan material dasar. Pada saat ini dapat dikatakan semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan kemiskinan, baik pemerintah, LSM, dan akademisi telah sepakat bahwa kemiskinan adalah persoalan yang bersifat multidimensi. Di dalamnya antara lain mencakup dimensi rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tidak adanya jaminan masa depan, kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan, ketidakmampuan menyalurkan aspirasi,
Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Reformasi Administrasi Publik di Indonesia (1998-2023): Strategi, Implementas...Universitas Sriwijaya
Reformasi tahun 1998 di Indonesia dilakukan sebagai respons terhadap krisis ekonomi, ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan otoriter dan korup, tuntutan demokratisasi, hak asasi manusia, serta tekanan dari lembaga keuangan internasional. Tujuannya adalah memperbaiki kondisi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola pemerintahan. Reformasi ini mencakup bidang politik, ekonomi, hukum, birokrasi, sosial, budaya, keamanan, dan otonomi daerah. Meskipun masih menghadapi tantangan seperti korupsi dan ketidaksetaraan sosial, reformasi berhasil meningkatkan demokratisasi, investasi, penurunan kemiskinan, efisiensi pelayanan publik, dan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Tetap berpegang pada ideologi bangsa dan berkontribusi dalam pembangunan negara sangat penting untuk masa depan Indonesia.
Moderasi agama memegang peranan vital dalam mempertahankan kerukunan antar umat beragama, menjaga stabilitas sosial, dan mempromosikan nilai-nilai toleransi serta kerjasama lintas agama. Dalam konteks Indonesia, negara dengan beragam kepercayaan dan keyakinan, moderasi agama menjadi fondasi utama bagi keberlangsungan kehidupan beragama yang damai dan harmonis. Moderasi agama merupakan konsep yang mengajarkan pendekatan yang seimbang dalam praktik keagamaan, dengan menekankan toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, serta penolakan terhadap ekstremisme dan intoleransi. Di Indonesia, moderasi agama tidak hanya menjadi prinsip panduan dalam praktik keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas nasional yang memperkuat persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Kehadiran Islam di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk karakter moderasi agama. Sejak masuknya Islam pada abad ke-13, agama ini telah meresap ke dalam budaya dan masyarakat Indonesia dengan pendekatan yang toleran dan inklusif. Selain itu, keberadaan agama-agama lain seperti Hindu, Buddha, dan Kristen juga turut membentuk lanskap keberagaman agama di Indonesia. Moderasi agama membantu masyarakat Indonesia untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Melalui dialog antar agama, kegiatan lintas agama, dan kerjasama sosial, moderasi agama memfasilitasi pertukaran budaya dan pemahaman yang lebih dalam antar penganut agama. Hal ini mengurangi potensi konflik antar kelompok agama dan mendorong terbentuknya hubungan yang harmonis di antara mereka. Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mempromosikan moderasi agama melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kerukunan antar umat beragama. Salah satu contohnya adalah Pancasila, yang menekankan pada prinsip-prinsip seperti keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan Indonesia dalam keberagaman. Selain itu, pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Dewan Gereja Indonesia (DGI) merupakan upaya konkret untuk mendorong dialog antaragama dan pencegahan ekstremisme agama. Meskipun moderasi agama memiliki dampak positif yang besar dalam masyarakat Indonesia, tetapi masih ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam mewujudkannya sepenuhnya. Salah satunya adalah adanya kelompok-kelompok radikal yang mempromosikan ideologi ekstremisme agama. Kelompok-kelompok ini seringkali menimbulkan konflik dan ketegangan antar umat beragama, serta mengancam stabilitas sosial dan keamanan nasional. Selain itu, ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap umat beragama juga menjadi masalah serius dalam konteks moderasi agama. Diskriminasi dan intoleransi terhadap minoritas agama masih terjadi di beberapa daerah, memperumit upaya untuk mencapai kerukunan antar umat beragama secara menyeluruh. Untuk mengatasi tantangan tersebut, penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya moderasi agama melalui pendidikan agama yang inklusif dan holistik.
Disusun oleh :
Kelas 6D-MKP
Hera Aprilia (11012100601)
Ade Muhita (11012100614)
Nurhalifah (11012100012)
Meutiah Rizkiah. F (11012100313)
Wananda PM (11012100324)
Teori ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas
Matakuliah : KEPEMIMPINAN
Dosen : Dr. Angrian Permana, S.Pd.,MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
Implementasi transformasi pemberdayaan aparatur negara di Indonesia telah difokuskan pada tiga aspek utama: penyederhanaan birokrasi, transformasi digital, dan pengembangan kompetensi ASN. Penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk membuat ASN lebih lincah dan inovatif dalam pelayanan publik melalui struktur yang lebih sederhana dan mekanisme kerja baru yang relevan di era digital. Transformasi digital memerlukan perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem kerja di instansi pemerintah, yang meliputi penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, pengembangan kompetensi ASN mencakup penyesuaian sistem kerja yang lebih lincah dan dinamis, didukung oleh pengelolaan kinerja yang optimal serta pengembangan sistem kerja berbasis digital, termasuk penyederhanaan eselonisasi.
Reformasi Birokrasi Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2020-2024Universitas Sriwijaya
Selama periode 2014-2021, Kementerian Pertanian Indonesia mencapai beberapa keberhasilan, termasuk penurunan jumlah penduduk miskin dari 11,5% menjadi 9,78%. Ketahanan pangan Indonesia juga meningkat, dengan peringkat ke-13 di Asia Pasifik pada tahun 2021. Berdasarkan Global Food Security Index, Indonesia naik dari peringkat 68 pada tahun 2021 ke peringkat 63 pada tahun 2022. Meskipun ada 81 kabupaten dan 7 kota yang rentan pangan pada tahun 2018, volume ekspor pertanian meningkat menjadi 41,26 juta ton dengan nilai USD 33,05 miliar pada tahun 2017. Walaupun pertumbuhan ekonomi menurun 2,07% pada tahun 2020, ini membuka peluang untuk reformasi dan restrukturisasi di berbagai sektor.
1. RINGKASAN MATERI MBS
Oleh : Indah Nur Fadilah
N.P.M. : 13.1.01.10.0253
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI
KEDIRI
2. MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
M AT E R I P E L AT I H A N P E N G U ATA N K E M A M P U A N
K E PA L A S E K O L A H
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
2010
3. KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Kualitas Pendidikan di Indonesia masih sangat
rendah, sehingga dengan diterapkan MBS disetiap
sekolah akan membantu perbaikan mutu pendidikan.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan diperlukan
upaya – upaya penyampurnaan, salah satunya
adalah mempertegas konsep dasar MBS dan
memperkuat pelaksanaannya.
4. LANDASAN YURIDIS
Penerapan MBS dilandasi oleh peraturan perundang-
undangan pendidikan nasional yang berlaku di Indonesia,
yaitu:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya yang terkait
dengan MBS adalah Bab XIV, Pasal 51, Ayat (1);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan (khususnya yang terkait
dengan MBS adalah Bab II, Pasal 3);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (khususnya yang
terkait dengan MBS adalah Bab VIII, Pasal 49, Ayat (1);
5. 4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan; dan
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
6. ASUMSI-ASUMSI DITERAPKANNYA MBS
MBS diterapkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah
akan lebih kreatif, inisiatif, dan inovatif dalam meningkatkan kinerja sekolah;
2. dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih
luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya secara
optimal untuk meningkatkan mutu sekolah;
3. sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang
tersedia untuk memajukan sekolah;
4. sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang
akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran dan tingkat perkembangan serta
kebutuhan peserta didik;
7. 5. pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling mengetahui apa yang
terbaik bagi sekolahnya;
6. penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efektif dan efisien jika dikontrol oleh
warga sekolah dan masyarakat setempat;
7. keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan akan
mampu meningkatkan rasa kepemilikan, dedikasi, transparansi, akuntabilitas, dan
kepercayaan publik terhadap sekolah;
8. sekolah lebih bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada
pemerintah dan pemerintah daerah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan;
9. sekolah akan mampu bersaing secara sehat dengan sekolah-sekolah lainnya
dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya kreatif dan inovatif yang
didukung oleh orangtua siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah
setempat; dan
10. sekolah dapat secara cepat menanggapi perubahan, aspirasi masyarakat, dan
lingkungan yang berubah dengan cepat.
8. PRAKONDISI YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENYELENGGARAKAN MBS
Sekolah yang akan menerapkan MBS perlu menyiapkan persyaratan berikut
:
1. Warga sekolah (sumberdaya manusianya) harus siap diajak untuk
melakukan perubahan pada dirinya, baik pola pikirnya (mind set), pola
hatinya (heart set), maupun pola tindakannya (action set). Artinya, warga
sekolah harus pro-perubahan, bukan pro-kemapanan,
educable/trainable (mau diajak belajar/dilatih).
2. Sekolah sebagai institusi pendidikan juga harus siap untuk menerapkan
MBS sebagaipola baru, misalnya perencanaannya,
pengorganisasiannya, pelaksanaannya, pengkoordinasiannya, dan
pengontrolannya.
3. Kultur sekolah juga harus siap dan kondusif untuk menghadapi tuntutan
baru MBS, misalnya penghargaan terhadap perbedaan pendapat,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, musyawarah-mufakat dapat
dilaksanakan.
9. 4. Sekolah memiliki kemampuan mengarahkan dan membimbing
warganya melalui penyusunan kebijakan, rencana, dan program
yang jelas untuk menyelenggarakan MBS.
5. Sekolah memiliki sistem tata kelola yang baik untuk mempromosikan
partisipasi dan transparansi kepada warga sekolah dan masyarakat
sekitar serta akuntabilitas sekolah terhadap publik sehingga sekolah
akan merupakan bagian dari (milik) masyarakat dan bukannya
sekolah yang berada di masyarakat.
6. Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
menerapkan MBS cukup kuat, yang ditunjukkan oleh pemberian
arah, bimbingan, pengaturan, dan monitoring serta evaluasi yang
diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan MBS.
10. URAIAN
1. Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan
Pola Lama Menuju Pola Baru
Subordinasi Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Pendekatan professional
Sentralistik Desentralistik
Diatur Motivasi diri
Overregulasi Deregulasi
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya Gunakan uang seefisien mungkin
Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi herarkis Organisasi datar
11. Secara umum, manajemen berbasis sekolah (MBS)
dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan
otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar
kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-
keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya.), untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2. Arti MBS
12. MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah
melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang
lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah
yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas,
efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
3. Tujuan MBS
13. Dalam menguraikan karakteristik MBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-
output digunakan untuk memandunya.
a. Output yang Diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh
proses pembelajaran dan manajemen di sekolah.
b. Proses :
(1)Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi.
(2)Kepemimpinan sekolah yang kuat.
(3)Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
(4)Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
(5)Sekolah memiliki budaya mutu.
(6)Sekolah memiliki “Teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis.
(7)Sekolah memiliki kewenangan.
(8)Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat
4. Karakteristik MBS
14. LANJUTAN . . .
(9)Sekolah memiliki keterbukaan (Transparansi) manajemen.
(10)Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan pisik).
(11)Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
(12)Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
(13) Memiliki komunikasi yang baik .
(14)Sekolah memiliki akuntabilitas.
(15)Manajemen lingkungan hidup sekolah bagus.
(16). Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.
15. c. Input Pendidikan :
1) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
2) Sumberdaya Tersedia dan Siap
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
5) Input Manajemen
6) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
16. Berikut adalah urusan-urusan pendidikan yang sebagian
menjadi kewenangan dan tanggungjawab sekolah, yaitu: (a)
proses belajar mengajar, (b) perencanaan dan evaluasi
program sekolah, (c) pengelolaan kurikulum, (d) pengelolaan
ketenagaan, (e) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (f)
pengelolaan keuangan, (g) pelayanan siswa, (h) hubungan
sekolah-masyarakat, dan (i) pengelolaan kultur sekolah.
5. Urusan-urusan yang Menjadi Kewenangan dan Tanggungjawab
Sekolah
17. PELAKSANAAN MBS
Esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah,
peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas
pengelolaan sumberdaya sekolah. Konsep ini membawa
konsekuensi bahwa pelaksanaan MBS sudah sepantasnya
menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya
keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan bukan lagi
menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan
MBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua
sekolah).
18. TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN
1. Melakukan Sosialisasi MBS
2. Memperbanyak Mitra Sekolah
3. Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-unsur Sekolah,
Kebiasaan dan Hubungan antar Unsur-unsur Sekolah
4. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
5. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
6. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS/RKAS),
Melaksanakan, dan Memonitor serta Mengevaluasinya
7. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
8. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
19. TATA KELOLA YANG BAIK
Dalam MBS, sekolah diberi otonomi (kewenangan dan
tanggung jawab) yang lebih besar untuk mengelola
sekolahnya. Namun, kewenangan dan tanggung jawab yang
lebih besar hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila
sekolah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
yaitu partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efektivitas,
efisiensi, berwawasan ke depan, hukum dilaksanakan dengan
baik, keadilan, demokrasi/egaliterisme, prediktif, peka
terhadap aspirasi stakeholders, dan pasti dalam penjaminan
mutu.
20. PARTISIPASI
Pengertian
Partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat)
terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak
langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan/ pengevaluasian pendidikan sekolah
Tujuan
Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk :
(1) meningkatkan dedikasi/ kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, baik dalam bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral,
finansial, dan material/barang
(2) memberdayakan kemampuan yang ada pada stakeholders bagi pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
(3) meningkatkan peran stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik
sebagai advisor, supporter, mediator, controller, resource linker, and education provider
(4) menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan
aspirasi stakeholders dan menjadikan aspirasi stakeholders sebagai panglima bagi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
21. LANJUTAN
Upaya-Upaya Peningkatan Partisipasi
1. Membuat peraturan dan pedoman sekolah
2. Menyediakan sarana partisipasi atau saluran komunikasi
3. Melakukan advokasi, publikasi, komunikasi, dan transparansi kepada
stakeholders.
4. Melibatkan stakeholders secara proporsional dengan mempertimbangkan
relevansi pelibatannya, batas-batas yurisdiksinya, kompetensinya, dan
kompatibilitas tujuan yang akan dicapainya.
22. LANJUTAN
Indikator Keberhasilan Partisipasi
1. Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran,
keterampilan), finansial, moral, dan material/barang.
2. Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada sekolah, terutama
menyangkut kewibawaan dan kebersihan.
3. Meningkatnya tanggungjawab stakeholders terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk
peningkatan mutu pendidikan.
5. Meningkatnya kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah yang
dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
6. Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar
mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan.
23. TRANSPARANSI
Pengertian
Transparansi sekolah adalah keadaan di mana setiap orang yang
terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil
pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah.
Tujuan
1.Untuk membangun kepercayaan dan keyakinan publik kepada sekolah
bahwa sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan
berwibawa. Bersih dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti
profesional.
2.Untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara sekolah dan publik
melalui penyediaan informasi yang memadai dan menjamin kemudahan
dalam memperoleh informasi yang akurat.
24. LANJUTAN
Upaya-Upaya Peningkatan Transparansi
Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam kerangka meningkatkan
transparansi sekolah kepada publik antara lain :
1. Melalui pendayagunaan berbagai jalur komunikasi, baik secara langsung
melalui temu wicara, maupun secara tidak langsung melalui jalur media
tertulis
2. Menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi,
bentuk informasi yang dapat diakses oleh publik ataupun bentuk informasi
yang bersifat rahasia.
25. LANJUTAN
Indikator Keberhasilan Transparansi
1. meningkatnya keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa
sekolah adalah bersih dan wibawa
2. meningkatnya partisipasi publik terhadap penyelenggaraan sekolah
3. bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap penyelenggaraan
sekolah
4. berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di sekolah
26. AKUNTABILITAS
Pengertian
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggjawaban.
Tujuan
1. Untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah
satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya.
2. Untuk menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan
pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.
3. untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan.
4. untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada
publik.
27. LANJUTAN . . .
Upaya-Upaya Peningkatan Akuntabilitas
1. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk
mekanisme pertanggungjawaban. Ini perlu diupayakan untuk menjaga
kepastian tentang pentingnya akuntabilitas.
2. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan
kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang
jelas dan tegas.
3. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan
kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan
disampaikan kepada stakeholders.
28. LANJUTAN . . .
Indikator Keberhasilan Akuntabilitas
Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator berikut, yaitu:
1. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah,
2. Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap
penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
3. Berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah,
4. Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma
yang berkembang di masyarakat.
29. MONOTORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan
pendidikan, baik di tingkat mikro (sekolah), meso (dinas pendidikan
kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi), maupun makro (kementerian).
Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan monitoring dan evaluasi, kita
dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan pada tingkat sekolah, dinas
pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi, dan departemen.
30. 1. Komponen-Komponen MBS yang Dimonitor dan Dievaluasi
Konteks
Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa demand and support
(permintaan dan dukungan) yang berpengaruh pada input sekolah. Dalam
istilah lain, konteks sama artinya dengan istilah kebutuhan. Dengan demikian,
evaluasi konteks berarti evaluasi tentang kebutuhan. Alat yang tepat untuk
melakukan evaluasi konteks adalah penilaian kebutuhan (needs
assessment).
Input
Input adalah segala “sesuatu” yang harus tersedia dan siap karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu harapan, sumberdaya, dan input manajemen. Esensi
evaluasi pada input adalah untuk mendapatkan informasi tentang
“ketersediaan dan kesiapan” input sebagai prasyarat untuk berlangsungnya
proses.
31. Proses
Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam
MBS sebagai sistem, proses terdiri dari: proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, proses evaluasi sekolah, dan proses akuntabilitas. Dengan
demikian, fokus evaluasi pada proses adalah pemantauan (monitoring)
implementasi MBS, sehingga dapat ditemukan informasi tentang konsistensi
atau inkonsistensi antara rancangan/disain MBS semula dengan proses
implementasi yang sebenarnya.
Output
Output adalah hasil nyata dari pelaksanaan MBS. Hasil nyata yang
dimaksud dapat berupa prestasi akademik (academic achievement),
misalnya, nilai NUN, dan peringkat lomba karya tulis, maupun prestasi non-
akademik (non-academic achievement).
32. Outcome
Output adalah hasil MBS jangka panjang, yang berbeda dengan output
yang hanya mengukur hasil MBS sesaat/jangka pendek. Karena itu, fokus
evaluasi outcome adalah pada dampak MBS jangka panjang, Monitoring dan
evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan konteks, input,
proses, output, dan outcome pada waktu sebelum dan sesudah
melaksanakan MBS.
33. 2. Jenis Monitoring dan Evaluasi: Internal dan Eksternal
Ada dua jenis monitoring dan evaluasi sekolah, yaitu internal dan
eksternal. Yang dimaksud monitoring dan evaluasi internal adalah monitoring
dan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah sendiri. Sedang yang dimaksud
monitoring dan evaluasi eksternal adalah monitoring dan evaluasi yang
dilakukan oleh pihak eksternal sekolah (external institution), misalnya Dinas
Pendidikan, Pengawas, dan Perguruan tinggi, atau gabungan dari ketiganya
34. 3. Tonggak-tonggak Kunci Keberhasilan MBS
Untuk mengevaluasi keberhasilan MBS, sekolah-sekolah yang
melaksanakan MBS harus membuat tonggak-tonggak kunci keberhasilan
untuk kurun waktu tertentu. Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS
merupakan target-target hasil MBS yang akan dicapai dalam jangka
menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1 tahun). Target-target tersebut
bersumber dari pemerataan pendidikan, kualitas pendidikan, efektivitas dan
efisiensi pendidikan dan tata kelola sekolah yang baik