SlideShare a Scribd company logo
Kemitraan Pendidikan
Australia Indonesia
Australian Aid – dikelola oleh The Palladium Group untuk Pemerintah Australia
LAPORAN AKHIR
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar
Tahun 2010-2015
Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 ii
Laporan Final (Hasil Penerjemahan) – 1 Juni 2016
PERNYATAAN SANGGAHAN
Laporan ini disusun oleh Mark Fiorello dari PT SOLIDARITAS Consultindo Abadi, dengan pendanaan dari
Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) melalui Unit Pengawasan dan Pemantauan
Kinerja dalam Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia (EP). Pandangan yang dijabarkan dalam
laporan ini adalah sepenuhnya pendapat pribadi penulis dan belum tentu mencerminkan pendangan
dari Pemerintah Australia atau pandangan dari Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 iii
Daftar Isi
1. Pendahuluan ................................................................................................................................ 1
2. Latar Belakang Dan Konteks ....................................................................................................... 2
3. Pendekatan ................................................................................................................................ 4
4. Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM).............................................................................. 5
4a. Tujuan Besar IM.......................................................................................................................... 5
4b. Capaian Akhir Program IM............................................................................................................ 7
4c. “Jalur Perubahan” IM................................................................................................................... 8
4d. Kegiatan Pengaruh Utama IM......................................................................................................10
4e. Kegiatan Pondasi Dan Praktik Organisasi IM...................................................................................11
5. Hasil Utama Dari Refleksi Kinerja...................................................................................... 12
5a. Catatan Untuk Memahami Im: Konsep ‘Adhocracy’.........................................................................12
5b. Hal Yang Menunjukkan Kinerja Yang Baik ......................................................................................13
5c. Hal Di Mana Kinerja IM Belum Terlihat Dengan Jelas.......................................................................16
5d. Hal Di Mana Ada Potensi Untuk Meningkatkan Kinerja IM ...............................................................17
6. Pelajaran Yang Mungkin Dapat Diambil Dari Organisasi Lain ............................................ 27
7. Hal-Hal Yang Bisa Dipertimbangkan.................................................................................. 30
Daftar Lampiran
Lampiran 1: Diagram Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM) .................................... 37
Lampiran 2: Logika Perubahan IM Dengan Hasil Refleksi Kinerja ...................................... 41
Lampiran 3: Cerita Perubahan Gerakan Bima Mengajar.................................................... 42
Lampiran 4: Rangkuman Informasi Yang Berasal Dari Narasumber Online........................ 48
Lampiran 5: Catatan Dari Diskusi Dengan Kinerja.............................................................. 53
Lampiran 6: Proses Rapid Outcome Assessment (Roa) Berbasis Pengalaman Pelaskanaan
di Bima.......................................................................................................... 57
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 iv
Istilah dan Singkatan
Istilah/ Singkatan Penjelasan
ASER Annual Status of Education Report
Status Tahunan Laporan Pendidikan
BOS Bantuan Operasional Sekolah
School Operational Grant
BSM Bantuan Siswa Miskin
Grant for Poor Students
DFAT (Australian) Department of Foreign Affairs and Trade
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia
Dikpora Dinas Pendidiakan, Pemuda, dan Olah Raga
The Education, Youth, and Sports Office
DPRD Dewan Pertimbangan Rakyat Daerah
Regional House of Representatives
EGRA Early Grade Reading Assessment
Penilaian Membaca Kelas Awal
EP-POM Education Partnership – Performance Oversight and Monitoring
Pengawasan dan Pemantauan Kinerja Kemitraan Pendidikan
FGD Focus Group Discussion
Diskusi Kelompok Terfokus
FGIM Festival Gerakan Indonesia Mengajar
The Indonesia Mengajar (Teaching Indonesia) Movement Festival
Galuh Staf kantor pusat IM di Jakarta
IM staff at its central office in Jakarta
GBM Gerakan Bima Mengajar
The Teaching Bima Movement
IM Indonesia Mengajar
Teaching Indonesia
INOVASI Program pendidikan yang didanai oleh DFAT untuk percepatan kemajuan dalam
peningkatan hasil pembelajaran siswa di tingkat SD dan SMP
A DFAT-funded education program for the acceleration of learning outcomes
improvement of students at the primary and junior secondary levels
KINERJA Proyek yang didanai oleh USAID dengan fokus pada aspek penyediaan pelayanan
publik oleh pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan
A USAID-funded project focusing on public service provision by the government in
the health and education sectors
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Non-Government Organisation
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 v
Istilah/ Singkatan Penjelasan
MBS Manajemen Berbasis Sekolah
School-Based Management (SBM)
MSF Multi-Stakeholder Forum
Forum Pertemuan Berbagai Pemangku Kepentingan
NTB Nusa Tenggara Barat
West Nusa Tenggara
P2P LIPI Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Political Research Centre at the Indonesia Institute for Science
Pemda Pemerintah Daerah
The regional government
Plt. Pelaksana tugas
Temporary/ acting person in charge
PM Pengajar Muda
Young Teacher
PRIORITAS Proyek yang didanai oleh USAID yang menitikberatkan pada penerapan MBS
pada pendidikan dasar
A USAID-funded project focusing on applying SBM for basic education
RKS Rencana Kerja Sekolah
School Work Plan
ROA Rapid Outcome Assessment
Penilaian Hasil Secara Cepat
SDN Sekolah Dasar Negeri
Elementary Public School
SPM Standar Pelayanan Minimal
Minimum Service Standard
USAID United States Agency for International Development
Lembaga Pembangunan Internasional yang didanai oleh Pemerintah AS
UUD 1945 Undang-Undang Dasar tahun 1945
The 1945 Constitution of Indonesia
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 1
1. Pendahuluan
Laporan ini dipersiapkan oleh Mark Fiorello dari PT SOLIDARITAS Consultindo Abadi (SOLIDARITAS),
yaitu seorang konsultan yang dipekerjakan oleh Education Partnership – Performance Oversight and
Monitoring (EP-POM). EP-POM sendiri mewakili Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia
(Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) untuk mendukung Indonesia Mengajar (IM) dalam
pelaksanaan “analisis kinerja dan identifikasi pembelajaran yang terkait dari sejumlah lembaga/
organisasi yang bisa diperbandingkan” (secara kumulatif disebut sebagai “penugasan” atau
“pengkajian”). Laporan ini merupakan hasil akhir dari penugasan tersebut.
Laporan ini ditujukan untuk menyajikan kepada IM temuan-temuan pokok yang timbul selama masa
penugasan. Temuan ini kemudian dipergunakan oleh IM sebagai acuan untuk mengembangkan dan
menyempurnakan strategi umumnya selama periode 2016-2020 dan ke depannya. DFAT (terutama
Unit Pendidikan di Kedutaan Australia di Jakarta) merupakan salah satu pengguna sekunder dari
informasi yang dijabarkan dalam laporan ini1
.
Laporan ini disusun sebagai berikut:
 Bagian 2 memberikan rangkuman singkat mengenai latar belakang dan konteks kajian ini.
 Bagian 3 memberikan rangkuman singkatmengenai pendekatan yang digunakan pada kajianini.
 Bagian 4 menjabarkan (dalam bentuk narasi) logika perubahan IM yang telah dikembangan
sebagai bagian dari kajian ini.
 Bagian 5 menyajikan hasil utama dari penugasan ini, dalam hal (a) bidang dimana kinerja IM
secara umum dianggap sudah bagus, (b) bidang dimana kinerja IM masih belum jelas, dan (c)
bidang dimana masih ada potensi bagi kinerja IM untuk lebih ditingkatkan lagi. Bagian 5 juga
menyajikan konsep “adhocracy” sebagai kerangka untuk memahami kinerja IM.
 Bagian 6 secara singkat menjabarkan dua organisasi yang bisa dianggap sebagai sumber
pembelajaran bagi IM, serta memuat daftar organisasi lain yang bisa ditelusuri lebih lanjut
sebagai sumber pembelajaran.
 Bagian 7 menyajikan daftar 10 “hal untuk dipertimbangkan” oleh IM, terkait dengan strategi
dan praktik organisasi untuk periode 2016-2021.
Enam lampiran juga disertakan dalam laporan ini.
1 DFAT saat ini sedang mengembangkan rencana untuk masa depan di bidang pemrograman pendidikan, yang dilakukan
mengingat Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia selesai pada pertengahan tahun 2016. DFAT juga mendanai
program INOVASI, yang berfokus pada peningkatan pencapaian pembelajaran dan, oleh sebab itu, memliki potensi
untuk belajar dari atau bekerja sama dengan IM.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 2
2. Latar Belakang dan Konteks
Gagasan dan keseluruhan lingkup dari penugasan ini adalah hasil dari serangkaian diskusi antara
DFAT, EP-POM, dan IM selama tahun 2015. Sesuai dengan prioritas yang dijabarkan dalam Rencana
Investasi Dana Bantuan (Aid Investment Plan) tahun 2015-20192
, DFAT telah menunjukkan niatnya
untuk memberikan dukungannya terhadap IM sebagai bagian dari strateginya dalam mendukung
“solusi lokal untuk permasalahan lokal”.
IM merupakan organisasi yang masih tergolong baru, yang didirikan pada tahun 2009. Seperti
digambarkan secara lebih terinci di Bagian 4 di bawah ini, focus IM terletak pada:
 Menempatkan para lulusan baru (yang disebut sebagai “Pengajar Muda ”, atau “PM”) di
sekolah dasar di daerah terpencil.
 Mendorong lahir dan berkembangnya prakarsa-prakarsa lokal di tingkat daerah untuk
memperbaiki penyelenggaraan pendidikan.
 Memfasilitasi interaksi antara para “penggerak” di bidang pendidikan.
Visi dan strategi keseluruhan IM tidak banyak berubah selama lima tahun pertama (tahun 2010-2015,
yang disebut sebagai “fase 1”). Namun selama periode tersebut, organisasi ini telah mengumpulkan
banyak pengetahuan dan pengalaman, yang digunakan untuk beradaptasi dan secara terus-menurus
meningkatkan kinerjanya sejalan dengan waktu. Pengalaman dan pengetahuan merupakan basis
untuk Rancangan Terarah IM3
untuk “Fase 2”, yakni lima tahun berikutnya (2016-2021). Namun
demikian, walaupun pengetahuan dan pengalaman IM sangat kaya dan seringkali dimanfaatkan
secara internal, namun pengetahuan dan pengalaman ini masih banyak ‘terpendam’ (tacit) – dalam
arti tidak didokumentasi atau diringkas dengan baik. Pada saat ini, para pemimpinnya merasa bahwa
ada serangkaian pertanyaan yang belum terjawab mengenai strategi dan kinerja IM. Salah satu
potensi penyebab tersisanya pertanyaan yang belum terjawab ini adalah karena belum ada suatu
‘logika perubahan’ yang jelas dan mudah dipahami, yang menjabarkan (a) tujuan besar yang ingin
dicapai IM, (b) strategi umum dan kegiatan pokok IM untuk merealisasikan tujuan yang ingin dicapai,
dan (c) ‘jalur perubahan (pathways of change)’ yang menggambarkan bagaimana pelaksanaan
strategi IM akan mendorong perubahan yang diinginkan dari waktu ke waktu.4
Menimbang kondisi saat ini seperti tersebut di atas, (yakni peralihan antara Fase 1 dan Fase 2) jajaran
pimpinan IM merasa mereka akan mendapatkan manfaat dari upaya untuk:
 Mengkaji, mengklarifikasi dan (bilamana diperlukan) mengembangkan lebih jauh ‘logika
perubahan’ IM,
2 Tiga tujuan tersebut sebagai berikut: “Institusi dan infrastruktur ekonomi yang efektif”, “pengembangan manusia
menuju masyarakat yang produktif dan sehat”, dan “inklusifitas bagi masyarakat melalui pemerintahan yang efektif.”
Untuk informasi lebih lanjut lihat: http://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/indonesia-aid-investment-
plan-2015-19.pdf
3 Istilah ini dipinjam dari Pemetaan Pencapaian (Outcome Mapping).
4 Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar unsur utama dalam logika perubahan IM sudah ada sejak awal proses
pengkajian ini karena, sejak pendiriannya, IM sudah menerapkan Outcome Mapping untuk menjabarkan capaian yang
diharapkan dan strateginya untuk mencapai capaian tersebut. Namun hasil dari upaya Outcome Mapping ini hanya
digunakan secara internal dan secara umum hanya untuk tujuan perencanaan, sehingga belum disebarkan kepada
pihak masyarakat umum, ataupun dimanfaatkan secara lebih luas di dalam organisasi sebagai bahan acuan. IM juga
hanya menggunakan Outcome Mapping terutama untuk salah satu bagian dari pekerjaannya, yakni penempatan PM di
sekolah-sekolah; Outcome Mapping yang dilakukan selama ini belum mencakup keseluruhan pekerjaan organisasi.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 3
 Melakukan refleksi (dan, sejauh mana memungkinkan, melakukan penilaian yang lebih
terstruktur) terhadap berbagai aspek strategi IM selama ini, dan
 Mengidentifikasi organisasi lain yang mungkin relevan bagi IM untuk dijadikan sumber
pembelajaran dan mengidentifikasi pembelajaran dari organisasi tersebut yang bisa
dimanfaatkan IM untuk memperbaiki efektifitas di masa mendatang.
DFAT (melalui EP-POM) telah berbaik hati dan menyetujui untuk mendukung IM dalam melaksanakan
pengkajian kolaboratif yang memberikan inspirasi yang berarti bagi IM terkait topik-topik yang telah
disebutkan di atas, dan juga mendukung dan mengembangkan kapasitas IM.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 4
3. Pendekatan
Pengkajian ini dilaksanakan melalaui serangkaian langkah-langkah umum sebagai berikut:
 Fase awal yang terdiri dari serangkaian rapat dan diskusi awal dengan IM, EP-POM, dan DFAT
untuk mengklarifikasi cakupan dan fokus untuk penugasan ini. Fase ini menghasilkan sebuah
“laporan mobilisasi”.
 Pengkajian terhadap dokumen-dokumen inti.
 Pengembangan logika perubahan IM, melalui dua lokakarya partisipatif dengan staf IM dan
diskusi lebih lanjut.
 Kunjungan lapangan ke Kabupaten Bima, salah satu daerah in service (yakni daerah di mana
IM menempatkan para PM) untuk periode tahun 2011-2016.
 Serangkaian wawancara dan diskusi informal dengan beberapa orang yang terlibat dalam IM,
termasuk di antaranya mantan direktur eksekutifnya, seorang konsultan IM, staf dari kantor
pusat IM di Jakarta (setelah ini disebut sebagai “Galuh”), dan beberapa mantan PM.
 Identifikasi sejumlah bidang di mana kinerja IM berpotensi untuk ditingkatkan dan beberapa
organisasi yang berpotensi untuk menjadi sumber pembelajaran bagi IM terkait dengan
bidang tersebut.
 Dua presentasi “Aide Memoire”: satu yang ditujukan kepada jajaran pemimpinan IM
(Direktur Eksekutif dan Ketua Dewan Pengurus IM), dan satu lagi yang ditujukan kepada DFAT
(Konselor DFAT yang bertanggung jawab di bidang pemrograman pendidikan, Penasihat
Pendidikan DFAT, dan anggota tim pendidikan DFAT lainnya).
 Penulisan laporan.
Pendekatan umum yang digunakan dalam penugasan ini besifat kolaboratif dengan beberapa
kegiatan khusus (misalnya pengembangan logika perubahan, penggunaan metodologi ”Rapid
Outcome Assessment”, dan berbagai diskusi informal) yang juga ditujukan untuk memberikan
peluang bagi penguatan kapasitas aktor IM.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 5
4. Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM)
Seperti dijabarkan di atas, salah satu fokus dari penugasan ini adalah untuk memperjelas dan
mengembangkan logika perubahan IM.
Kajian ini telah mengembangkan 4 versi yang berbeda dari logika perubahan IM tersebut:
1. Kerangka umum untuk logika perubahan IM “1.0” (untuk periode 2010-2015/16) yang
menyajikan gambaran umum tentang:
a. Tujuan besar IM;
b. “Jalur perubahan” yang menggambarkan bagaimana IM akan mendorong perubahan
yang diinginkan; dan
c. (secara umum) kegiatan pengaruh, kegiatan pondasi, dan praktik organisasi.
2. Rincian lebih lanjut dari logika perubahan IM 1.0, yang mencakup:
a. Penjabaran yang lebih lengkap tentang tujuan besar IM;
b. Daftar capaian akhir program yang dijelaskan dalam bentuk pernyataan capaian
(outcome statements) sesuai jenis pelaku;
c. Hasil antara yang bersifat indikatif, yang menggambarkan perubahan penting yang
dianggap prasyarat untuk pencapaian capaian akhir program; dan
d. Daftar kegiatan pengaruh dan kegiatan pondasi yang lebih terperinci.
3. Kerangka umum logika perubahan IM “2.0” (untuk periode 2016-2021), yang termasuk
usulan revisi berdasarkan hasil pengkajian ini.
4. Rincian lebih lanjut dari logika perubahan IM “2.0” (untuk periode 2016-2021), yang
mencakup usulan revisi dan juga menggarisbawahi di mana IM sebaiknya (a) lebih jauh
memperjelas tujuan dan capaiannya dan (b) lebih jauh mengembangkan strateginya untuk
memperoleh capaian yang diharapkan.
Keempat versi ini dijabarkan dalam Lampiran 1, dilengkapi dengan dokumen presentasi Power Point
yang terpisah dan bisa diedit. Penting untuk diperhatikan bahwa logika perubahan IM dibuat dengan
menggunakan “pendekatan yang fokus pada aktor”, yang berarti bahwa semua pernyataan capaian
dijabarkan dalam kaitannya dengan tindakan atau perilaku yang diharapkan dari beberapa jenis aktor
pokok. Hal ini sesuai dengan penggunaan Outcome Mapping oleh IM, karena Outcome Mapping (OM)
juga dipusatkan pada uraian perubahan yang dikaitkan dengan perilaku aktor, yang dalam konteks
OM disebut sebagai “mitra langsung”. Dalam kajian ini, “IM” dijabarkan sebagai Staf Galuh maupun
para PM, karena keduanya dipekerjakan oleh Yayasan Indonesia Mengajar. Semua aktor lain
dianggap berada di luar “lingkup kendali” (sphere of control) dari Indonesia Mengajar.
Keseluruhan Logika Perubahan IM 1.0 dijelaskan secara singkat dalam bentuk narasi di bawah ini.
Usulan revisi terhadap Logika Perubahan IM 2.0 dijelaskan sebagai bagian dari “hal-hal untuk
dipertimbangkan” di Bagian 7.
4A. Tujuan Besar IM
Salah satu karakter IM yang menonjol adalah bahwa IM memiliki dua tujuan yang berbeda namun
setara kepentingannya.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 6
Penyelenggaraan pendidikan
Tujuan IM yang pertama terkait penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Mengacu pada UUD 1945
yang mengharuskan pemerintah Indonesia untuk berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa, IM
melihat bangsa Indonesia hidup cerdas sebagai tujuan yang memayungi semua, dan merupakan
alasan mendasar untuk keberadaan IM. Perwujudan tujuan utama ini akan dicapai melalui dua tujuan
antara, yakni pendidikan dasar terselenggara dengan efektif dan terciptanya ekosistem pendidikan
yang kondusif dan dinamis di setiap tempat. IM belum memiliki penjelasan yang lebih spesifik
tentang apa yang dimaksud dengan “ekosistem pendidikan”, namun paling tidak konsep IM mengacu
pada keterlibatan aktif dan sumbangan positif dari aktor di luar pemerintahan. Ekosistem yang
“dinamis dan kondusif” adalah ekosistem yang tidak hanya didominasi oleh pemerintah, sedangkan
aktor lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan pendidikan, di mana para aktor tersebut secara proaktif mambantu meningkatkan
mutu pendidikan (termasuk walaupun ada keterbatasan sumber daya) daripada hanya menunggu
tindakan dari pihak pemerintah; dan di mana pemerintah juga tidak menghambat prakarsa-prakarsa
semacam ini.
Kepemimpinan
Tujuan kedua IM terkait kepemimpinan. IM dibangun berdasarkan adanya kritik yang mendasar
terhadap kepemimpinan Indonesia saat ini, terutama bahwa seorang pemimpin umumnya datang
dari kalangan elit (dari sisi politik dan ekonomi) dan menganut persepsi yang Jakarta- atau Jawa-
sentris. Ini berarti bahwa kebanyakan pemimpin Indonesia tidak mempunyai pemahaman yang
mendalam tentang kondisi di wilayah terpencil dan di tingkat akar rumput. Hal ini menyebabkan
pemimpin semacam ini membuat keputusan dan menetapkan kebijakan yang didasarkan pada
asumsi yang salah dan/atau kepentingan kaum elit, bukan didasarkan pada kepentingan orang yang
berada di daerah terpencil atau Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan alasan ini dan dengan
bercermin pada penjabaran tujuan pertama, tujuan kedua keberadaan IM adalah agar pemimpin
Indonesia memimpin dengan ‘cerdas’, dimana “cerdas” di sini maknanya bukan hanya didasarkan
pada informasi dan teori teknokratis, namun juga mengacu pada sudut pandang dan pemahaman
yang peka terkait bagaimana pemerintah (serta sektor lain) dapat berkontribusi kepada
pembangunan yang merata di Indonesia. Berdasarkan pengertian dari “cerdas” ini, ada tujuan antara
yang berfungsi sebagai prasyarat dari kepemimpinan yang cerdas, yakni bahwa Pemimpin Indonesia
memahami dan peka terhadap realitas sampai di tingkat akar rumput.
Penting untuk diperhatikan bahwa, walaupun sebagian besar upaya yang langsung dilakukan oleh IM
maupun pengkomunikasiannya kepada masyarakat dititikberatkan pada pendidikan, kedua tujuan ini
harus dipahami sebagai dua tujuan yang setara tingkat kepentingannya. Kondisi dua tujuan IM yang
saling terpisah namun memiliki tingat kepentingan yang setara ini sangat penting untuk dapat
memahami IM itu sendiri, karena kedua tujuan tersebut bukan hanya berguna untuk mengarahkan
identifikasi capaian yang diharapkan IM, namun juga dalam mengarahkan perumusan strategi IM
secara umum untuk memperoleh capaian tersebut. Dalam banyak hal, strategi dirancang untuk bisa
berkontribusi kepada pencapaian kedua tujuan tersebut secara bersamaan, misalnya, PM dan aktor
lokal didorong untuk mengidentifikasi dan menerapkan solusi mereka sendiri dalam mengatasi
tantangan di bidang pendidikan lokal.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 7
4B. Capaian Akhir Program IM
Dua tujuan besar IM yang dijabarkan di atas melampaui “lini pertanggungjawaban” (line of
accountability), yaitu batasan perubahan yang bisa diharapkan untuk diwujudkan oleh para aktor
pokok, dengan waktu dan sumber daya yang ada. Capaian akhir program IM berada “di bawah” lini
pertanggungjawaban: capaian akhir program ini adalah “hasil akhir” yang diupayakan oleh IM untuk
dapat terwujud pada akhir sebuah fase, dan yang mencerminkan sumbangan unik IM kepada tujuan
lain yang cakupannya lebih besar lagi.
Penugasan ini telah mengidentifikasi empat “tema capaian” untuk IM 1.05
, seperti dijabarkan di
bawah in:
Berkaitan dengan Penyelenggaraan pendidikan
Tema Capaian 1 – penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah IM.
Di sekolah yang “in service”, IM menyasar tiga capaian akhir program:
 Kepala sekolah menjalankan manajemen berbasis sekolah secara sadar & konsisten
 Guru menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara terus menurus &
meningkat
 Orangtua siswa berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraaan pendidikan di sekolah
anaknya dan mendampingi perkembangan anaknya dengan penuh kasih sayang.
Capaian ini ikut menyumbang kepada tujuan IM untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
efektif, karena capaian ini mencerminkan perubahan perilaku di antara para aktor yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Pencapaian ini juga berkontribusi terhadap pencapaian
tujuan IM untuk mewujudkan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis, karena
perubahan positif yang terjadi di antara anggota yang berperan dalam ekosistem di tingkat sekolah di
sekolah “in service” bisa menjadi teladan yang baik untuk menunjukkan pentingnya perubahan dalam
sebuah ekosistem, dan menjadi memotivasi untuk aktor lain untuk terlibat lebih jauh.
Tema Capaian 2 – keterlibatan masyarakat di daerah IM.
Di daerah “in service”, IM menyasar dua capaian akhir program:
 Anggota komunitas di tingkat desa dan kabupaten berpartisipasi aktif dalam
pendidikan lokal
 Anggota komunitas di tingkat desa melaksanakan kegiatan pendidikan di tempatnya
secara mandiri
Kedua capaian ini sama-sama berkontribusi kepada tujuan penyelenggaraan pendidikan yang efektif
dan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis, karena keterlibatan anggota komunitas
dalam pendidikan dianggap mampu meningkatkan penyelenggaraan pendidikan (baik kuantitas
maupun kualitas), sehingga mengurangi ketergantungan pendidikan kepada pemerintah, dan juga
mendorong para pengambil keputusan di tingkat sekolah maupan daerah untuk memberikan
perhatian lebih kepada bidang pendidikan.
5 Sebagai hasil pengkajian ini, ada “tema capaian” kelima yang diusulkan untuk IM 2.0. Capaian tersebut dijelaskan
dalam Bagian 5 berikut ini.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 8
Tema Capaian 3 – muncul dan berkembangnya prakarsa lokal
Dalam hal prakarsa lokal, keberhasilan diterjemahkan dalam konteks keberadaan dan tindakan dari
para penggerak, yang merupakan aktor lokal (baik dari pemerintah maupun dari luar lingkup
pemerintah) yang membantu untuk mendorong perkembangan dan pelaksanaan prakarsa lokal.
Pernyataan capaian resmi untuk tema capaian ini adalah:
 Penggerak membuat prakarsa dan melibatkan relawan di bidang pendidikan secara
mandiri di setiap tempat
Tema capaian ini – termasuk dalam hal adanya para penggerak, prakarsa-prakarsa yang mereka
kembangkan, dan relawan yang mereka libatkan – sangat penting dalam pengembangan “ekosistem
yang kondusif dan dinamis” di masing-masing lokasi IM. Seperti yang telah digambarkan di atas, aktor
lokal dan prakarsa lokal ditujukan untuk melengkapi (bahkan dalam beberapa hal, untuk
menggantikan) peran pemerintah di bidang pendidikan. Mereka juga dapat berfungsi sebagai cara
yang efektif untuk menginspirasi atau mendorong pemerintah untuk bertindak dalam peningkatan
penyelenggaraan pendidikan.
Juga, dikarenakan penggerak juga berpotensi untuk menjadi pemimpin di masa mendatang, capaian-
capaian di tema ini berkontribusi terhdap pencapaian tujuan IM terkait pemimpin yang lebih “cerdas”.
Tema Capaian 4 – Pembentukan pemimpin masa depan
IM menjabarkan pemimpin di masa mendatang sebagai “alumni” dari jaringan IM: para PM, staf
Galuh, dan juga para penggerak. Ketika IM berinteraksi dengan para individu ini, mereka masih
merupakan orang yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di masa depan. Tema capaian ini
bergantung kepada asumsi mendasar bahwa individu-individu tersebut akan menempati posisi-posisi
sebagai pemimpin seiring berjalannya waktu.
Pernyataan resmi untuk tema capaian ini sebagai berikut:
 Pemimpin masa depan tetap berkontribusi di berbagai sektor (bukan hanya di bidang
pendidikan) dengan cara yang menunjukkan pemahaman dan kepekaan mereka.
Kontribusi yang tetap dilakukan ini sangat penting untuk membantu orang-orang ini mengembangkan
kemampuan kepemimpinannya lebih lanjut (yang juga akan mendorong mereka untuk menempati
posisi-posisi pemimpin), termasuk dengan memberikan peluang bagi pemimpin masa depan untuk
melahirkan dan mengembangkan gagasan-gagasan baru dan untuk berinteraksi dengan orang yang
sedang atau telah menempati posisi pemimpin.
4C. “Jalur Perubahan” IM
Sebuah rangkuman singkat mengenai pendekatan umum IM untuk mendorong perubahan dijelaskan di
bawah ini. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa dalam banyak hal, PM secara aktif didorong
untuk mengembangkan strategi sendiri untuk meraih capaian yang diharapkan berdasarkan konteks
lokal dan konstelasi pemangku kepentingan lokal.
Tema Capaian 1 – penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah IM
Pengkajian ini mengidentifikasi beberapa jalur perubahan yang tercakup dalam tema capaian ini:
 Pengajaran dan kegiatan ekstra kurikuler PM menciptakan perubahan positif dalam hal
semangat dan prestasi siswa. Perubahan ini akan menumbuhkan perhatian dan motivasi
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 9
untuk berubah, baik di kalangan pengajar maupun orangtua siswa: pengajar lebih termotivasi
dengan peningkatan prestasi siswa, sedangkan orangtua siswa lebih termotivasi dengan
peningkatan semangat siswa.
 Kepala sekolah, pengajar dan orangtua siswa yang termotivasi mendapat manfaat dari
peluang untuk berinteraksi dengan kepala sekolah, pengajar dan sesame orangtua siswa yang
memiliki pola pikir yang sama. Interaksi ini akan menambahkan motivasi untuk bertindak
lebih lanjut, menstimulasi pemikiran baru dan membangun momentum untuk perubahan.
 Kepala sekolah, pengajar dan orangtua siswa yang termotivasi mengambil langkah proaktif
untuk mengembangkan kapasitas mereka sendiri, termasuk sebagai akibat interaksinya
dengan kepala sekolah dan pengajar lain, serta dalam menanggapi segala informasi, teladan
dan peluang yang disediakan oleh para PM.
 Para orangtua lebih memahami pendidikan anak mereka dan lebih aktif memantau
perkembangan pendidikan anaknya, termasuk sebagai akibat dari keterbukaan pihak aktor
sekolah dan interaksi dengan kepala sekolah, pengajar dan para orangtua siswa lain.
Catanan: hasil kajian ini menunjukkan bahwa penerapan sebagian besar strategi di atas kurang
efektif mendorong perubahan oleh kepala sekolah dalam hal-hal yang berkaitan dengan manajemen
berbasis sekolah. Seperti dibahas secara lebih terperinci di Bagian 5 di bawah ini, untuk menanggapi
temuan-temuan umum ini, IM perlu menyempurnakan strateginya, terutama dalam mendorong
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Tema capaian 2 – keterlibatan masyarakat di daerah IM
“Jalur perubahan” utama dalam tema capaian ini adalah interaksi, yaitu:
 Anggota komunitas yang memiliki motivasi berinterkasi dengan pemangku kepentingan
pendidikan lainnya di tingkat sekolah, komunitas dan daerah. Seperti di tingkat sekolah,
interaksi menciptakan motivasi yang menghasilkan tindakan lebih lanjut, menstimulasi
pemikiran baru, dan membantu membangun momentum terkait partisipasi masyarakat
dalam pendidikan.
Tema capaian 3 – muncul dan berkembangnya prakarsa lokal
Ini merupakan bidang pencapaian dengan jalur perubahan yang paling kompleks, karena prakarsa
lokal berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan didukung oleh sejumlah aktor. Kajian ini
telah mengidentifikasi berbagai unsur perubahan dalam bidang pencapaian ini, termasuk:
 Para pegiat (istilah IM untuk “aktivis” dari luar daerah yang tergabung dalam IM, yang
turut membantu mengelola sejumlah prakarsa IM, misalnya Kelas Inspirasi dan
Indonesia Menyala) mendukung pelaksanaan prakarsa IM di tingkat lokal, yang juga
merupakan peluang bagi pegiat untuk mengembangkan hubungan dengan aktor lokal,
termasuk para PM dan penggerak.
 Interkasi antara PM, pegiat, dan penggerak melahirkan gagasan untuk prakarsa baru.
 Berdasarkan idealisme dan keinginan terjadinya perubahan, pengetahuan atas konteks lokal,
interaksi dengan aktor-aktor lain, dan keterbukaan terhadap gagasan baru dari luar, para
penggerak mulai memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk mengembangkan konsep dan
rencana operasional untuk prakarsa lokal yang baru.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 10
 Penggerak menggerakkan maysarakat untuk memberikan kontribusinya dalam bentuk uang,
barang dan waktu. Keterlibatan masyarakat membangun momentum lebih jauh untuk
penyelenggaraan prakarsa tersebut.
 Penggerak meyakinkan para pengusaha dan profesional untuk mendukung prakarsa ini
dengan cara menyediakan uang, aset fisik, sumber daya manusia, hubungan, dan/atau
pengetahuan dan keahlian. Dukungan dari para mitra ini akan membangun momentum untuk
melaksanakan prakarsanya dan juga meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri para
penggerak yang memimpin pergerakan tersebut.
 Gagasan tentang bagaimana menyempurnakan prakarsa yang ada bertumbuh seiring
dengan berlalunya waktu sebagai tindak lanjut dari pembelajaran serta refleksi dari
kesuksesan dan tantangan.
Tema capaian 4 – Pembentukan pemimpin masa depan
Jalur perubahan dari tema capaian ini didasarkan oleh asumsi bahwa keterlibatan sebelumnya di
dalam jaringan IM merupakan pengalaman yang cukup kuat dan positif bagi para “alumni” (mantan
PM, staf Galuh, dan para penggerak) sehingga mereka akan:
 Berpartisipasi dalam berbagai prakarsa IM, dan
 Berinterkasi dan menjalin hubungan dengan para alumni lain.
Partisipasi dan interaksi ini pada akhirnya akan membantu dan mendorong para alumni untuk
tetap memberikan kontribusi sesuai dengan bidang/konteks mereka sendiri (bukan hanya di
bidang pendidikan).
4D. Kegiatan Pengaruh Utama IM
Kegiatan pengaruh utama adalah kegiatan yang dilakukan oleh para aktor IM untuk mendorong
perubahan pada para aktor eksternal lainnya yang berinteraksi dengan IM. Kegiatan pengaruh utama
IM mencerminkan dua jenis aktor yang berbeda, yakni PM dan Galuh.
Kegiatan pengaruh utama yang dilakukan oleh PM termasuk di antaranya:
 Membagi berbagai informasi dengan berbagai aktor penting di tingkat sekolah, desa dan daerah.
 Mengajar, terutama dengan menggunakan metode pembelajaran yang terpusat pada siswa.
 Memberikan teladan yang positif bagi siswa dan pemangku kepentingan pendidikan, bukan
hanya dalam hal mengajar tapi juga dalam hal mengatasi tantangan.
 Mengembangkan hubungan yang positif dengan aktor di semua tingkat, bukan hanya dalam
hal hubungan kerja namun juga dalam hal hubungan pribadi/emosional.
 Memfasilitasi komunikasi dan interaksi yang positif antara berbagai aktor.
 Mendukung penggerak dalam mewujudkan impian, termasuk melakukan perencanaan,
mengembangkan rasa percaya diri, dan mengambil tindakan proaktif untuk mengatasi
hambatan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Kegiatan pengaruh utama yang dijalankan oleh Galuh mencakup:
 Mengidentifikasi dan mendukung pegiat.
 Menyediakan peluang bagi para aktor untuk berjejaring dan bekerja sama, termasuk di
dalamnya penggerak dari berbagai daerah.
 Mengelola jaringan alumni IM dan memfasilitasi interaksi antara alumni dengan aktor lain.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 11
4E. Kegiatan Pondasi dan Praktik Organisasi IM
Kegiatan pondasi dan praktik organisasi IM adalah kegiatan internal yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan pengaruh utama, namun tidak ditujukan untuk memengaruhi
aktor eksternal ataupun mendorong perubahan di luar lingkungan organisasi. Kegiatan pondasi
merupakan kegiatan yang cenderung lebih spesifik dan yang hanya dilaksanakan dengan cara
tertentu atau pada waktu tertentu, sedangkan praktik organisasi merupakan proses umum yang
dijalankan oleh IM sebagai bagian dari manajemen organisasi.
Dua kegiatan pondasi utama yang dilakukan oleh Galuh adalah:
 Rekrutmen, seleksi, dan pelatihan para PM.
 Pendampingan dan bantuan bagi para PM ketika berada di lapangan.
Praktik organisasi utama yang dilakukan dalam IM adalah:
 Penggalangan dana, baik dari sponsor korporasi maupun dari sumbangan perseorangan
(iuran publik).
 Pengelolaan dan pelaporan keuangan.
 Pemantauan dan evaluasi, yang juga dianggap mencakup proses refleksi yang terstruktur.
 Pengelolaan pengetahuan.
 Komunikasi publik, termasuk melalui website, media sosial dan media tradisional IM.
 Pengelolaan sumber daya manusia, terutama yang berkaitan dengan staf Galuh.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 12
5. Hasil Utama Refleksi Kinerja
Bagian ini menyajikan hasil dari refleksi terhadap kinerja IM, termasuk dengan menguraikan
beberapa bidang dimana IM tampaknya telah menunjukkan kinerja yang baik, bidang dimana kinerja
PM belum terlihat dengan jelas, dan bidang dimana tampaknya kinerja IM masih bisa ditingkatkan
lagi. Lampiran 2 menyajikan hasil dari refleksi kinerja dalam bentuk grafik, berdasarkan logika
perubahan IM keseluruhan seperti dijelaskan di atas.
5A. Catatan untuk Memahami IM: Konsep ‘Adhocracy’6
Untuk memahami IM dan kinerja IM, kita harus memahami bahwa IM tidak dapat dengan mudah
dijabarkan atau dijelaskan dengan menggunakan pemahaman konvensional mengenai pengelolaan
dan struktur organisasi, yang mengasumsikan bahwa wewenang harus terpusat dan strategi harus
diuraikan dengan jelas. Meminjam istilah dari literatur pengembangan organisasional (Organizational
Development), lebih tepatnya IM dipahami sebagai sebuah “adhocracy”.
Konsep “adhocracy” sendiri pada awalnya dikembangkan oleh ahli pengembangan organisasi, Henry
Mintzberg, sebagai satu dari lima konfigurasi keorganisasian. Mintzberg mencatat bahwa “dari kelima
konfigurasi, adhocracy yang menunjukkan penyimpangan paling jauh dari prinsip pengelolaan klasik.”
Adhocracy dicirikan dengan adanya “struktur organik dengan formalisasi perilaku yang minim” dan
memiliki tingkat desentralisasi sangat tinggi secara internal organisasi. Sebuah adhocracy memiliki
kecenderungan untuk menempatkan pekerja “spesialis” dalam bentuk tim kecil, untuk
menyelesaikan pekerjaan yang berorientasi pada proyek. Dalam sebuah adhocracy, “strategi tidak
ditentukan dari atasan. Namun, stretagi lahir dari serangkaian keputusan ad hoc yang dibuat untuk
setiap proyek. Maka, semua yang terlibat di dalam pekerjaan proyek – yang bisa berarti semua orang
di dalam organisasi tersebut – terlibat dalam pembuatan strategi.” Selain itu, batasan antara siapa
pihak manajemen dan siapa yang menjadi pegawai sering kabur, dan staf pendukung (support staff)
“berperan sangat penting” dalam mendukung banyaknya proyek yang merupakan pekerjaan inti dari
sebuah adhocracy. Dengan adanya ketidakjelasan garis wewenang dan banyak proyek yang berbeda-
beda, organisasi sangat bergantung pada individu-individu untuk “mengkoordinasikan pekerjaan
masing-masing, dengan cara berkomunikasi informal satu dengan yang lain” baik antar proyek
maupun antar unit (ini seringkali disebut sebagai “penyesuaian bersama”, atau mutual adjustment);
dimana staf pendukung memiliki peran penting untuk memfasilitasi komunikasi ini.
Semua penjelasan ini menggambarkan cara kerja IM secara akurat, di mana PM (dan penggerak)
sebagian besar terdorong untuk mencari pemecahan masalah sendiri. Secara umum ada sedikit
bantuan dari pihak Galuh, tapi pemantauan dari Galuh bersifat sangat terbatas. Komunikasi sebagian
besar bersifat informal dan organik. Strategi IM tidak diuraikan secara terperinci, dan berubah seiring
dengan berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap pengalaman yang dikumpulkan. Bagan 1
menyajikan ‘struktur’ IM yang dipetakan ke dalam konsep Mintzberg tentang bentuk adhocracy.
6 Bagian ini sangat mengacu pada Mintzberg (1980), “Structure in 5’s: A Synthesis of the Research on Organization
Design”, Management Science 26 (3), 322-341.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 13
Bagan 1: IM sebagai sebuah “adhocracy” (diadaptasi dari Mintzberg)
Sifat adhocratic IM adalah faktor penting yang membentuk identitas IM, dan yang juga merupakan
faktor penentu keberhasilannya. Hal ini dikarenakan adhocracy paling cocok untuk lingkungan yang
dinamis maupun yang kompleks, dan yang memerlukan inovasi tingkat tinggi. Berdasarkan hasil dari
pengkajian ini, tampaknya struktur IM yang organik dan terdesentralisasi inilah yang menjadi faktor
penentu dalam kemampuan IM untuk menghasilkan berbagai inovasi (dalam bentuk solusi kreatif
dan prakarsa lokal) dalam lingkungan lokal yang kompleks, dinamis, dan beragam, baik di tingkat
sekolah maupun di tingkat daerah. Oleh sebab itu, sifat adhocratic IM sangat penting sebagai bahan
pertimbangan ketika berupaya untuk memahami kinerja IM.
5B. Beberapa Aspek yang Menunjukkan Kinerja Baik
Kajian ini berhasil mengidentifikasi beberapa aspek dalam logika perubahan IM dimana bukti yang
ditemukan menunjukkan bahwa pencapaian yang diharapkan telah cukup terlihat perwujudannya.
Beberapa aspek tersebut dibahas di bawah ini:
Peningkatan Perhatian, Semangat, dan Momentum terhadap Bidang Pendidikan di Sekolah-
sekolah IM
Tampak jelas bahwa IM sangat efektif dalam membangun momentum untuk perubahan yang positif,
baik di tingkat sekolah maupun di tingkat daerah. Momentum ini dimulai di kelas pada interaksi
antara PM dengan para siswa. Para pengajar dan orangtua siswa yang diwawancarai di Bima hampir
semua menyatakan bahwa ada perubahan yang signifikan pada tataran siswa. Orangtua siswa lebih
memusatkan perhatiannya pada semangat anak-anak mereka untuk hadir di kelas dan untuk terlibat
secara aktif dalam kegiatan sekolah (termasuk pelajaran tambahan setelah jam sekolah). Para
pengajar mengatakan bahwa para siswa sangat bersemangat dan memperlihatkan peningkatan
dalam prestasinya, baik prestasi belajar maupun ketika mengikuti lomba.
Selain itu, ditemukan berbagai bukti kuat bahwa karena melihat perubahan yang terjadi pada siswa
yang diajar oleh PM, maka beberapa pengajar dan orangtua siswa mulai menunjukkan perubahan
Puncak Strategis (Direktur & Dewan
Eksekutif) yang memberikan arahan umum
namun tidak menunjukkan kuasa dan
wewenang yang kuat.
Bagian“tengah: “tengah” organisasi(Stafdan
ManajerGaluh)memilikiliniwewenangatas
“inti operasional”yang kabur, dan berperan
sangatpentingdalammendukung berbagai
“proyek”yang dikelola secara
terdesentralisasi
Inti operasional: (PMdan Penggerak)memiliki
tingkat otonomisangat tinggidan
berkoordinasi secara informaldengan
infrastrukturpendukung organisasiuntuk
menyelenggarakan “proyek-proyek”.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 14
perilaku juga. Perubahan ini juga merupakan hasil dari interaksi dan dorongan positif dari para PM
kepada pengajar maupun orangtua siswa. Salah satu faktor penentu perubahan perilaku ini adalah
kemampuan PM untuk memberikan teladan, dalam hal (a) penggunaan metode pengajaran yang
terpusat pada siswa; (b) komitmen nyata untuk menjalankan perubahan positif bagi siswa; dan (c)
adanya kemauan dan kemampuan untuk bertindak dalam menghadapi masalah. Faktor penentu
lainnya adalah keinginan dan kemampuan PM untuk membangun hubungan yang positif, baik
dengan pengajar maupun dengan orangtua siswa. Faktor penentu ketiga adalah sifat dari beberapa
pengajar dan orangtua siswa itu sendiri. Tentunya, tidak semua pengajar ataupun orangtua siswa
serta-merta mengubah perilaku mereka sebagai akibat keberadaan PM. Secara indikatif, pengajar
dan orangtua siswa yang cenderung untuk menjadi lebih aktif adalah mereka yang:
 Memiliki hubungan kuat dengan masyarakat setempat dan memiliki keinginan pribadi untuk
melihatnya berkembang.
 Mennyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan siswa itu sendiri.
 Berinteraksi langsung dengan siswa yang memperlihatkan peningkatan yang signifikan dalam
hal semangat dan/atau prestasi7
.
Pengamatan di atas menunjukkan bahwa penempatan siswa sebagai capaian antara dalam logika
perubahan IM sebagai suatu hal yang tepat. Interaksi antara para PM (baik dalam perannya sebagai
pengajar maupun pihak luar yang bersemangat dan memberikan perhatian besar kepada pendidikan)
dengan siswa berfungsi sebagai pintu masuk (entry point) yang strategis untuk menciptakan
perubahan di kalangan berbagai aktor lain pada ekosistem pendidikan lokal yang paling dekat dengan
siswa, yakni pengajar dan orangtua siswa.
Lahirnya Prakarsa Lokal Baru
Sesuai dengan sifat adhocracy IM dan fokusnya untuk menggalakkan dan memberdayakan aktor
setempat untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, beragam prakarsa baru telah diciptakan di
dalam jaringan IM. Beberapa di antaranya seperti Kelas Inspirasi, Ruang Berbagi Ilmu, dan Indonesia
Menyala merupakan prakarsa yang digagas oleh Galuh. Berbagai prakarsa lokal lainnya terinspirasi
oleh konsep IM itu sendiri (misalnya Tulang Bawang Barat Cerdas, Gerakan Bima Mengajar, dan
Gerakan Desa Cerdas di Halmahera Selatan) atau bahkan merupakan prakarsa yang digagas oleh
aktor setempat dan PM sebagai tanggapan terhadap prakarsa nasional IM dan/atau kebutuhan lokal.
Seperti IM sendiri, kebanyakan dari prakarsa ini secara langsung maupun tidak langsung membantu
menutup kesenjangan yang disebabkan oleh kinerja pemerintah yang kurang optimal dalam hal
penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan, misalnya RuBI yang berperan sebagai pengganti
program pengembangan profesional di mana upaya pemerintah sebelumnya (yaitu Pusat Kegiatan
Guru dan Kelompok Kerja Guru) belum pernah terlaksana secara efektif.
Jumlah dan keragaman prakarsa lokal menunjukkan indikasi kuat bahwa IM sudah berhasil
menemukan rumusan untuk (a) mengembangkan banyak gagasan yang berpotensi untuk
menghasilkan perubahan positif dalam pendidikan; dan juga (b) melibatkan aktor di luar pemerintah
untuk menerjemahkan gagasan ini menjadi tindakan. Semangat dan komitmen para relawan yang
telah mendirikan, mengelola dan mendukung prakarsa hingga saat ini adalah bukti bahwa kinerja IM
7 Penting untuk menggarisbawahi bahwa poin-poin ini sifatnya hanya indikatif. Akan sangat menarik jika IM meneliti
lebih lanjut karakteristik para pengajar dan orangtua siswa yang cenderung untuk menanggapi secara positif
keberadaaan IM. Konsep penyimpangan positif (positive deviance) bisa bermanfaat sebagai lensa untuk penelitian
lebih lanjut ini.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 15
sangat baik dalam hal memotivasi dan mengajak pegiat di tingkat nasional (terutama di Jakarta,
namun juga di kota-kota lain di luar daerah “in service”) dan penggerak di tingkat lokal (dalam daerah
“in service”). Faktor penentu keberhasilan IM adalah kemampuannya untuk menstimulasi gagasan
baru, termasuk dengan menyediakan ruang dan dukungan bagi kreatifitas dan juga dengan
menghubungkan berbagai aktor yang bervisi sama dari latar belakang yang berbeda-beda, sehingga
mereka dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Peluang seperti ini terbuka di tingkat
nasional melalui acara-acara seperti Festival Gerakan Indonesia Mengajar (tahun 2013) dan Forum
Kemajuan Pendidikan Daerah (tahun 2014 dan 2015) serta di tingkat lokal, misalnya seperti di Bima
dengan dilakukannya acara Forum Keberlanjutan Pendidikan dan juga prakarsa RuBI Bima.
Faktor penentu kedua dari keberhasilan adalah pendekatan IM yang mendukung tapi tidak mengelola
prakarsa itu sendiri. Hal ini ‘memaksa’ pegiat dan penggerak untuk turut merasa memiliki prakarsa
itu sendiri dan tidak bergantung pada IM untuk mendapat dukungan. Sifat optimisme IM yang ‘pasti
bisa’ juga penting dalam pendekatan ini, karena dengan adanya komunikasi yang positif dan proaktif,
pegiat dan penggerak terdorong untuk tidak duduk menunggu dari pihak lain (termasuk pemerintah)
untuk bertindak.
Seperti halnya perubahan di tingkat sekolah yang dijabarkan di atas, faktor penentu ketiga dari
keberhasilan IM adalah kemampuan IM dalam mengidentifikasi dan membangun hubungan dengan
para individu yang pada akhirnya menjadi pegiat dan penggerak. Baik interaksi pribadi dengan
anggota jaringan IM maupun pemanfaatan media sosial sangat penting dalam hal pengembangan
hubungan ini. Berdasarkan kajian ini, tampaknya sebagian besar pegiat dan penggerak memiliki
sedikitnya tiga karakter utama yang serupa, yakni:
 Rasa idealisme yang cukup tinggi, seperti yang terlihat pada motivasi mereka untuk
berkontribusi terhadap perbaikan pendidikan di Indonesia;
 Adanya keinginan untuk pembelajaran dan pengembangan diri mereka sendiri; dan
 Adanya kesadaran kritis mengenai kondisi pendidikan di Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk
ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menyediakan pendidikanyang bermutu.
Memberikan Pengalaman di Tingkat Akar Rumput yang “Membekas” bagi Pemimpin Masa
Depan
Aspek ketiga di mana kinerja IM terlihat baik berkaitan dengan tujuannya untuk membentuk pemimpin
masa depan. Jelas di sini bahwa satu tahun bekerja dalam IM meninggalkan pengaruh besar pada PM,
dimana dampaknya akan terus mereka rasakan selama berkarir. Dalam hal ini, dari sisi perspektif PM,
slogan IM “setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi” lebih tepat dijabarkan sebagai “setahuan
mengajar, seumur hidup terinspirasi”. Kajian ini menemukan adanya bukti-bukti bahwa alumni tetap
berkomitmen kepada gagasan IM dan sebagian besar di antaranya tetap terlibat secara aktif dalam
jaringan IM dengan berbagai cara: bukan hanya tetap terlibat dalam IM dan menyumbangkan berbagai
prakarsanya kepada IM, namun juga tetap berkomunikasi secara informal dengan para alumni lain dan
aktor lokal lain di sekolah, desa dan daerah di mana mereka pernah bekerja.
Kinerja IM yang baik sebagai program kepemimpinan tampaknya disebabkan proses rekrutmen,
seleksi dan pelatihan bagi para PM, dan juga sifat dari pengalaman PM sendiri selama satu tahun.
Dengan demikian, maka melalui pemilihan calon yang tepat untuk kemudian dipersiapkan dan
ditempatkan di daerah terpencil, pendekatan IM sudah terlihat cukup untuk memastikan bahwa
pemimpin Indonesia di masa depan memiliki pemahaman akar rumput yang diharapkan. Selain
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 16
menjaga agar basis data informasi alumni tetap terkini, IM tidak terlalu aktif dalam mengelola
jaringan alumninya dan memastikan bahwa para alumni tetap terlibat. Salah satu pertanyaan yang
belum terjawab adalah sejauh mana IM bisa mengelola atau memaksimalkan jaringan alumninya
secara lebih efektif, terutama mengingat jaringan ini terus bertumbuh sepanjang waktu. Pertanyaan
ini terutama berkaitan dengan ‘alumni’ IM yang bukan hanya PM tetapi juga staf Galuh dan para
penggerak, mengingat bahwa staf Galuh dan penggerak tidak mengikuti proses seleksi, pelatihan dan
penempatan yang sama intensifnya dengan para PM.
5C. Aspek-aspek dimana Kinerja IM Belum Terlihat dengan Jelas
Selain aspek-aspek di atas di mana Kinerja IM terlihat baik, kajian ini juga telah mengidentifikasi dua
aspek di mana Kinerja IM penting tapi belum jelas apakah cukup baik atau belum.
Keberlanjutan Perubahan
Bidang utama dimana kinerja IM belum jelas diantaranya: pertama, terkait dengan keberlanjutan
perubahan yang didorong oleh IM di tingkat lokal, terutama setelah IM tidak lagi berada di suatu
daerah. Dalam beberapa capaian IM yang diharapkan, disebutkan mengenai keberlanjutan terkait
perubahan: kepala sekolah yang ‘secara terus menerus’ menerapkan pengelolaan berbasis sekolah,
guru yang ‘secara terus menerus dan semakin giat’ menerapkan teknik pembelajaran yang terpusat
pada siswa, dan masyarkat desa dan penggerak yang ‘secara mandiri’ melakukan kegiatan dan
membuat prakarsa serta melibatkan relawan. Salah satu pertanyaan penting yang hingga kini belum
terjawab adalah apakah perubahan perilaku yang sudah berhasil didorong oleh IM di tingkat sekolah,
komunitas, dan daerah akan tetap bertahan dalam jangka panjang tanpa kehadiran, dorongan, dan
dukungan IM secara langsung. Perubahan perilaku ini termasuk pertanyaan akankah para tokoh lokal
(penggerak atau yang lainnya) tetap secara aktif mengawal perubahan. Pertanyaan-pertanyaan ini
terutama relevan di daerah seperti Bima, dimana ekosistem pendidikan lokal belum kondusif, dalam
arti bahwa praktik pemerintah daerah (atau faktor lain) umumnya malah menghambat, dan
bukannya mendorong perubahan.
Seperangkat pertanyaan kedua mengenai keberlanjutan terkait dengan prakarsa lokal yang telah
diciptakan selama keberadaan IM di suatu daerah, termasuk: apakah suatu prakarsa mampu untuk
mendapatkan sumber daya (bukan hanya pendanaan, namun juga sumber daya manusia dan
teknologi) yang diperlukan untuk beroperasi secara efektif dalam jangka panjang, dan apakah
prakarsa tersebut dapat mempertahankan kemandirian mereka tanpa adanya permintaan dari
pemerintah lokal atau kepentingan lainnya, dan apakah prakarsa tersebut bisa beradaptasi
berdasarkan perubahan yang terjadi di lingkungannya sekitar dan – bahkan lebih penting lagi –
berdasarkan pembelajaran tentang apa yang berhasil dan apa yang tidak.
Semua ini merupakan pertanyaan yang wajar dalam perkembangan IM, megingat IM baru-baru ini
menarik diri (dalam bulan Desember 2015) dari beberapa daerah awal yang dianggap sudah cukup
berhasil dalam jangka waktu 5 tahun terakhir ini, dan IM juga akan menarik diri dari beberapa daerah
lainnya (termasuk Bima) pada bulan Juni 2016. Pertanyaan ini juga menunjukkan prioritas IM yang
seharusnya di masa mendatang, yaitu: bagaimana IM bisa menyediakan dan/ atau memfasilitasi
dukungan jarak jauh yang efektif bagi para aktor lokal dan bagi prakarsa yang belum siap mandiri.
Walaupun kebutuhan untuk dukungan semacam ini sudah diakomodir dalam struktur organisasional
IM yang baru, namun dukungan semacam ini sifatnya masih baru untuk IM dan kinerja IM hanya akan
terlihat pada saat dukungan ini mulai dilaksanakan. Kinerja IM terkait dukungan jarak jauh akan
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 17
menentukan sejauh mana IM berhasil memberikan kontribusi secara signifikan kepada pendidikan
lokal dalam jangka panjang. Sebagai gambaran contoh pentingnya kinerja IM di bidang ini adalah
kesembilan PM di Bima semua sepakat bahwa IM bisa ‘meninggalkan’ Bima pada tahun 2016, asalkan
Galuh tetap memberikan dukungan jarak jauh sesuai kebutuhan.
Sumbangan IM Bagi Perubahan Positif dalam Prestasi Belajar
Hanya terdapat sedikit bukti terkait sejauh mana peningkatan semangat dan perhatian terhadap
pendidikan yang telah diciptakan oleh IM telah/ akan berdampak pada pencapaian tujuan utama
organisasi ini, yakni ‘penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif’ dan ‘bangsa yang lebih cerdas’.
Bukti yang ditemukan dalam pengkajian terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa hanya
bersifat anekdot-anekdot dan terpusat pada prestasi beberapa siswa secara perseorangan. Seperti
diakui oleh kepemimpinan IM, sejauh mana PM dan prakarsa lokal berkontribusi kepada perubahan
yang positif dalam hasil kegiatan belajar-mengajar hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar
yang belum terjawab.
5D. Beberapa Aspek yang Berpotensi untuk Meningkatkan Kinerja IM
Kajian ini juga telah mengidentifikasi beberapa aspek yang masih menyisakan ruang bagi peningkatan
kinerja IM di masa mendatang8
. ‘Aspek dengan potensi perbaikan’ ini bisa diklasifikasikan menjadi
dua kategori utama: yang pertama, aspek yang terkait dengan strategi IM untuk memengaruhi
perubahan yang lebih besar, dan kedua, aspek yang terkait dengan bagaimana IM bekerja secara
internal. Hal yang berpotensi untuk diperbaiki terkait dengan kedua kategori ini dibahas lebih lanjut
di bawah ini.
Hal yang Berpotensi untuk Diperbaiki: Strategi untuk Mempengaruhi Perubahan yang Lebih
Besar
Kajian ini telah mengidentifikasi tiga aspek utama dimana IM berpotensi untuk bekerja secara lebih
efektif dalam mendorong perubahan yang signifikan dalam konteks ‘ekosistem yang lebih kondusif
dan dinamis di semua tingkat’ dan ‘penyelenggaraan pendidikan dasar yang efektif’. Untuk masing-
masing dari ketiga bidang ini, IM dapat mempertimbangkan, menyempurnakan dan/ atau
memperjelas logika perubahan dan strateginya. Kajian ini mengajukan suatu usulan umum.
1. Memfokuskan pada tujuan, yakni peningkatan pencapaian pembelajaran
Seperti dijabarkan di atas, sudah jelas bahwa IM berhasil menciptakan semangat, memperkenalkan
dan mendorong gagasan baru, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat maupun relawan di bidang
pendidikan. Namun, sejauh mana perubahan positif ini berkontribusi (atau akan berkontribusi di
masa mendatang) kepada perubahan positif dalam konteks kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung serta berpikir siswa sekolah dasar masih berupa asumsi yang belum diuji. Ada resiko (yang
diakui secara tidak langsung oleh pemimpinan IM) bahwa apabila semua energi positif tersebut tidak
disalurkan menuju satu tujuan yang tertentu, maka sebagian besar energi tersebut akan mubazir,
atau hanya berupa ‘euforia’ saja tanpa berkontribusi secara signifikan terhadap perubahan yang
nyata. Hal ini bisa terjadi terutama karena intervensi-intervensi IM bersifat sangat terdesentralisasi.
8 Setiap hal dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan ini sudah disebutkan oleh paling sedikit dua pelaku atau
kelompok pelaku di dalam IM.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 18
Salah satu tujuan yang menyatukan dan mengarahkan IM dan mitra-mitranya adalah peningkatan
mutu pendidikan, sehingga ada peningkatan dalam hasil kegiatan belajar-mengajar. Walaupun visi IM
menyebutkan soal masalah pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun visi ini masih
sangat umum dan bisa ditafsirkan secara berbeda-beda oleh banyak pihak. Permasalahan yang
mendasar dan konkret mengenai pendidikan dasar di Indonesia adalah hasil kegiatan belajar-
mengajar dalam hal membaca, menulis, dan berhitung (‘calistung’) dan pemikiran kreatif / kritis yang
masih jauh lebih rendah daripada yang diharapkan. Hampir semua aktor dan mitra IM menyadari
kondisi ini, namun IM tampaknya belum memiliki bahasa yang mempersatukan terkait hasil kegiatan
belajar-mengajar, dan juga belum mempunyai cara untuk menilai potensi suatu prakarsa untuk
mengatasi masalah hasil kegiatan belajar-mengajar tersebut. Pengumpulan data dan/atau
penggunaan cara-cara yang sederhana untuk mengukur hasil kegiatan belajar-mengajar menjadi
salah satu cara untuk meningkatkan perhatian kepada tujuan IM yang lebih besar.
Ini tidak berarti bahwa keberhasilan IM harus dinilai dengan mengukur apakah hasil/ prestasi belajar
telah meningkat. Seperti dijelaskan dalam Bagian 4 di atas, ‘penyelenggaraan pendidikan yang efektif’
dan ‘bangsa yang cerdas’ berada di atas ‘lini pertanggungjawaban’, yang berarti bahwa IM hanya
perlu memperlihatkan kontribusinya kepada peningkatan hasil kegiatan belajar-mengajar.
Meningkatnya perhatian dan/ atau wacana tentang hasil kegiatan belajar-mengajar (dan
permasalahan yang terkait) dapat dianggap sebagai kontribusi strategis, terutama mengingat peran
IM dalam merancang suatu gerakan yang lebih luas.
Usulan untuk perbaikan Logika Perubahan:
 IM sebaiknya mempertimbangkan apakah perlu dan bagaimana caranya agar hasil prestasi
belajar dimasukkan ke dalam capaian akhir program atau capaian antara, misalnya dalam
hubungannya dengan peningkatan perhatian dan/ atau wacana yang lebih aktif mengenai
hasil kegiatan belajar-mengajar.
 IM perlu mempertimbangkan strategi untuk memenuhi capaian yang diharapkan.
2. Memperjelas apa yang dimaksud dengan ekosistem pendidikan yang ‘dinamis dan
kondusif’, dan mempertimbangkan bagaimana merangsang dan mendukung intervensi
untuk mendorong perubahan positif dalam pemerintahan di bidang pendidikan
Hingga saat ini, sesuai dengan Rancangan Terarahnya, IM memposisikan pemerintah daerah sebagai
mitra strategis yang bisa memberikan kontribusi kepada perubahan yang diharapkan, alih-alih sebagai
mitra langsung yang perubahan perilakunya merupakan sasaran. Pemerintah daerah diposisikan
sebagai aktor institusional; pelaku perseorangan di dalam pemerintah dianggap sebagai penggerak;
perubahan positif dalam sistem untuk penyelenggaraan pendidikan atau pemerintahan di bidang
pendidikan dianggap sebagai bagian dari ekosistem pendidikan lokal (yaitu: perubahan di tingkat
tujuan). Lebih jauh, faktor-faktor seperti sifat optimisme IM, komitmennya untuk menjadi lembaga non-
politis dan non-partisan, serta keyakinannya untuk mengidentifikasi dan mendorong penggerak lokal,
berkontribusi kepada keraguan (baik di kalangan PM maupun Galuh) untuk secara terbuka mengkritik
sistem yang sangat rancu, atau untuk ‘berpikir dan bertindak secara politis’9
. Kajian ini hampir tidak
menemukan informasi yang mendukung kenyataan bahwa IM telah memusatkan perhatiannya pada
permasalahan yang lebih sistemik berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di daerah dimana IM
9 Untuk kumpulan informasi tentang ‘berpikir dan bekerja secara politis’ dalam konteks program pembangunan, lihat:
http://www.gsdrc.org/professional-dev/thinking-and-working-politically/
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 19
bekerja. Permasalahan sistem termasuk, namun tidak terbatas, pada: korupsi endemik pada dana yang
ditujukan untuk kepentingan sekolah dan siswa, kurangnya dukungan dan pengawasan terhadap para
kepala sekolah dan pengajar, serta permasalahan yang mendasar tentang pengelolaan sumber daya
manusia, termasuk politisasi birokrasi pendidikan, dan kurangnya perhatian pada kompetensi dasar
pengajar dan kepala sekolah10
.
Namun demikian, pengalaman IM di Bima hingga saat ini (yang sepertinya sangat mungkin terjadi di
daerah lain) menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah sangat dominan dalam ekosistem
pendidikan, dan bahwa banyak akar permasalahan di bidang pendidikan di tingkat sekolah pada
kenyataannya merupakan permasalahan terkait pengelolaan dan penelantaran pendidikan di tingkat
daerah. Tanpa adanya upaya untuk mengatasi permasalahan yang mendasar ini, terdapat resiko
besar bahwa intervensi IM di tingkat sekolah tidak bisa memberikan hasil yang bertahan lama, atau
bahwa intervensi yang didukung IM akan dikooptasi oleh pemerintah daerah demi kepentingannya.
‘Kekurangan’ dalam kinerja IM terkait perubahan sistemik dapat dijelaskan dalam konteks dua
permasalahan mendasar: pertama, bahwa IM belum memiliki konsep yang kaya atau yang dipahami
secara meluas tentang apa yang dimaksud dengan ‘ekosistem pendidikan yang dinamis dan kondusif’,
termasuk tentang peran pemerintah di dalam ekosistem tersebut. Kedua, hingga saat ini IM belum
secara jelas menyasar perubahan positif pada aktor utama yang terlibat dalam pengelolaan dan
pengawasan sistem pendidikan setempat, yaitu pengambil keputusan di pemerintah daerah. Seperti
diuraikan di atas, semua pelaku di tingkat daerah (termasuk yang berasal dari kalangan pemerintah)
dianggap sebagai penggerak. Belum ada pertimbangan bahwa pejabat tinggi di daerah (misalnya
Bupati, Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, dll) merupakan jenis aktor yang berbekal kepentingan mereka
masing-masing, dan, oleh karena itu, harus ada strategi khusus untuk memengaruhi mereka.
Seperti juga perhatian kepada hasil prestasi belajar, hal ini tidak berarti bahwa IM harus
mengukur keberhasilannya dalam hal perubahan ekosistem pendidikan lokal. Namun demikian,
untuk menjamin adanya perubahan yang lebih strategis dan lebih positif untuk jangka panjang,
maka IM mungkin perlu berkontribusi kepada peingkatan kesadaran atau wacana lokal seputar
permasalahan yang sistemik dan/ atau menargetkan perubahan perilaku atau sikap di kalangan
para pembuat keputusan utama yang memiliki pengaruh terhadap permasalahan tersebut.
Usulan untuk perbaikan logika perubahan:
 IM sebaiknya menguraikan atau mengembangkan sebuah konsep yang lebih kaya untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan “ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan
dinamis” di tingkat sekolah dan daerah.
 IM perlu mempertimbangkan pencapaian akhir program tambahan, yaitu yang menyasar
perubahan sikap atau perilaku untuk para pengambil keputusan di daerah terkait dengan
permasalahan struktural dalam sistem pendidikan, kemudian mengembangkan strategi untuk
memengaruhi pembuat keputusan untuk mewujudkan perubahan yang diharapkan.
3. Mendorong pelaksanaan manajemen berbasis sekolah secara sadar dan konsisten
Bagian logika perubahan IM di mana semua pihak mengakui bahwa kinerja IM belum optimal adalah
yang terkait dengan kepala sekolah dan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di tingkat sekolah.
10 Tentunya ini merupakan masalah yang sensitif. Seorang PM yang pernah menyebetukan masalah seperti ini dalam
posting di blognya mendapat ‘teguran’ dari pemerintah daerah atas tindakannya tersebut.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 20
Kajian ini tidak menemukan bukti bahwa IM memberikan dampak signifikan terhadap manajemen
berbasis sekolah maupun perilaku kepala sekolah, walaupun para kepala sekolah didaftarkan sebagai
salah satu ‘mitra langsung’ dalam dokumen rancangan awal11
. Sepertinya kasus seperti yang ditemukan
di SDN Tambora di Bima – berdasarkan informasi yang diterima, kepala sekolah menghadiri sekolah
sekitar sekali setiap dua bulan, dan ada indikasi penyimpangan dana BOS dan BSM – bukan merupakan
sesuatu yang jarang terjadi, dan banyak sekolah mitra lainnya masih sering mengalami ketidakhadiran
kepala sekolah, keterbatasan keterlibatan komite sekolah dalam pengawasan sekolah, kurangnya
transparansi keuangan dan penyimpangan dalam penggunaan dana yang sangat diperlukan oleh
sekolah. Resiko yang dihadapi oleh sekolah-sekolah seperti ini juga dialami di SDN Tambora: bahkan
dengan adanya ‘pengaktifan’ pengajar, orangtua siswa dan anggota komunitas, tanpa adanya perubahan
mendasar pada pengelolaan sekolah, keinginan untuk perubahan lama-kelamaan akan hilang.
Pengalaman IM selama lima tahun pertama memperlihatkan bahwa strategi yang pada umumnya
berhasil digunakan untuk memengaruhi perilaku pengajar (menyediakan informasi dan teladan,
berjejaring dengan pengajar sevisi, memberikan peluang bagi pengembangan diri) tidak cukup
berhasil ketika diterapkan kepada kepala sekolah. Intervensi yang berbeda tampaknya diperlukan
untuk memengaruhi kepala sekolah untuk benar-benar menerapkan manajemen berbasis sekolah.
Strategi tersebut mungkin dengan menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up)
sehingga terbentuk ruang bagi masyarakat setempat untuk melakukan penekanan kepada kepala
sekolah, atau pendekatan dari atas ke bawah (top-down) di mana dinas pendidikan memberikan
tekanan maupun dukungannya. Selain itu, IM dapat secara eksplisit mempertimbangkan potensi
perubahan dalam manajemen berbasis sekolah sebagai bagian dari kriterianya untuk memilih
sekolah, dan/atau dapat memberikan tekanan dengan mengancam untuk menarik diri dari sekolah
jika dirasakan tidak ada perbaikan yang nyata dalam manajemennya.
Usulan untuk perbaikan logika perubahan:
 IM sebaiknya menjabarkan-ulang capaian antara dan kegiatan pengaruh yang berkaitan dengan
capaian ‘kepala sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah secara sadar dan konsisten’
agar sesuai dengan strategi yang lebih matang. Anggota Komite Sekolah, orangtua siswa dan
tokoh masyarakat, dan dinas pendidikan sebaiknya dianggap sebagai mitra langsung yang bisa
mendorong kepala sekolah untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah.
 Pilihan lainnya, alih-alih menyasar kepala sekolah, IM bisa menyasar komite sekolah yang
lebih aktif sebagai mekanisme untuk menyalurkan keinginan masyarakat dan melakukan
pengawasan terkait pendidikan di tingkat sekolah.
Hal yang Berpotensi untuk Diperbaiki: Perilaku Organisasi Internal
Selain ketiga hal yang bisa diperbaiki berkaitan dengan logika perubahan IM di atas, kajian ini juga
sudah mengidentifikasi beberapa bidang di mana IM bisa berkembang dalam hal perilaku organisasi
internalnya (dalam bahasa yang digunakan dalam logika perubahan IM: ‘kegiatan pondasi’ dan ‘praktik
organisasi’). Hal-hal tersebut dibahas di bawah ini.
11 Perlu dicatat bahwa kepala sekolah sebenarnya tidak dianggap sebagai mitra langsung dalam rancangan terarah IM
versi awal, dan baru ditambahkan berdasarkan masukan dari para PM tahap pertama.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 21
1. Pengembangan dan pendampingan bagi para PM, terutama dalam rangka kemampuan
mereka untuk ‘berpikir sistem’ dan ‘bekerja secara politis’
Seperti diperlihatkan dalam logika perubahan IM dan juga pengalaman IM di Bima, PM memiliki dua
peran penting: pertama, sebagai Pengajar Muda yang berfokus pada mengajar, dan yang kedua
sebagai Penggerak Muda , dengan fokus pada mengidentifikasi, mengaktivasi dan menggerakkan
aktor lokal (baik di tingkat desa maupun kabupaten) agar lebih aktif terlibat dalam pendidikan.
Keseimbangan antara kedua peran ini berubah selama lima tahun periode penempatan: pada
awalnya PM menitikberatkan pada kegiatan sejenis mengajar, dan kemudian berangsur-angsur
menjadi lebih terlibat dalam mengundang aktor lokal seiring dengan meningkatnya rasa percaya dan
terbangunnya hubungan, dan seiring dengan lahirnya berbagai prakarsa setempat. Seperti yang
diperlihatkan dalam pengalaman di Bima dan seperti yang sudah dibahas di atas, faktor penentu
kontribusi jangka panjang IM terhadap ‘ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis’
adalah pada kemampuan Galuh dan terutama PM untuk ‘berpikir sistem’ dan ‘bekerja secara politis’.
Untuk tujuan pengkajian ini, kedua konsep utama ini diuraikan sebagai berikut:
 ‘Berpikir sistematis’ mencakup identifikasi ‘struktur’ (termasuk dalam hal hubungan
kekuasaan dan insentif) yang menciptakan atau berkontribusi kepada masalah yang
kompleks, dan pemahaman bahwa solusi yang mudah ditemukan belum tentu merupakan
solusi yang tepat untuk menciptakan perubahan yang signifikan. ‘Berpikir sistematis’ juga
berarti memandang perubahan sebagai sebuah proses dan bukan hanya kejadian yang terjadi
sekali, serta melihat hubungan antar-masalah sebagai hal yang lebih kompleks dan bukan
hanya rantai sebab-akibat yang linier12
.
 ‘Bekerja secara politis’ mencakup pemahaman tentang kepentingan dan insentif yang
memengaruhi berbagai aktor, serta pemahaman mengenai kondisi politik yang terbentuk
dari kepentingan dan insentif tersebut. ‘Bekerja secara politis’ berarti mengidentifikasi dan
bermitra dengan pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk bekerja secara kreatif dan
luwes untuk memecahkan masalah, dan juga menjadi perantara bagi terbangunnya
hubungan yang konstruktif di kalangan pemegang peran utama untuk menemukan
kepentingan bersama dan cara-cara untuk mengatasi perlawanan terhadap perubahan13
.
Walaupun IM sudah mulai mempertimbangkan high-level engagement sebagai salah satu kompetensi
pokok yang diperlukan oleh seorang PM, pelatihan bagi para PM masih lebih difokuskan pada peran
mereka sebagai Pengajar Muda , alih-alih Penggerak Muda . Kemampuan pokok yang dikembangkan
selama pelatihan adalah mengajar, memfasilitasi, dan melakukan coaching; sehingga hanya ada
sedikit perhatian untuk membantu PM dalam memahami sifat sistemik dari beberapa masalah, atau
untuk bekerja sama di dalam sistem pendidikan politik lokal14
.
12 Konsep ‘berpikir sistematis’ diadaptasi dari: Senge, Peter (2006), The Fifth Discipline: The Art & Practice of the Learning
Organization, p. 68-73.
13 Diadaptasi dari http://www.gsdrc.org/professional-dev/thinking-and-working-politically/
14 Satu catatan menarik adalah bahwa adanya perhatian besar terhadap perubahan perilaku dan penggunaan Rancangan
Terarah IM sebagai dasar untuk menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh PM dapat menimbulkan kesulitan
bagi PM dalam mendorong perubahan dengan cara ‘memperbaiki’ system, alih-alih ‘memperbaiki’ manusianya. Hal ini
terkait dengan komentar Lant Pritchett di dalam The Rebirth of Education (2013) mengenai pentingnya dan sulitnya
memahami sistem pendidikan: “Orang tidak tertarik kepada penjelasan sistem. Penjelasan yang terpusat pada aktor
jauh lebih menarik bagi kita sebagai individu, sampai ke tingkat yang sangat mendalam. Percaya kepada saya, ketika
anak Anda meminta “Ayah, berceritalah kepada saya”, Anda tahu bahwa anak Anda pasti ingin mendengarkan cerita
tentang aktor: pahlawan dan penjahat yang memiliki tujuan dan membuat rencana dan mengatasi tantangan.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 22
Perlunya pelatihan yang lebih menitikberatkan pada peran sebagai Penggerak Muda disebutkan
secara eksplisit oleh para PM Bima. Dilihat lebih jauh, mereka merasa masih ada ruang untuk
meningkatkan efektifitas dan manfaat pelatihan dan pendampingan, termasuk dengan:
 Menambah topik pelatihan dan/ atau menyediakan bahan pengayaan, termasuk yang
berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah, kebijakan yang relevan, pendekatan
persuasi dan advokasi, pembinaan hubungan positif, dan cara untuk mengembangkan dan
memperkuat kapasitas para penggerak.
 Melakukan proses peralihan (handover) dari kelompok PM sebelumnya yang lebih jujur dan
terbuka terkait tantangan dan peluang, termasuk yang berhubungan dengan pemetaan aktor
lokal dan pendekatan yang sudah dicoba dan belum berhasil atau yang belum dicoba namun
berpotensi untuk menghasilkan sebuah terobosan.
 Menerima dukungan dari Galuh yang lebih tanggap atas kebutuhan PM pada saat itu, dan
yang membedakan antara kebutuhan PM misalnya ketika mereka (a) membutuhkan coaching
yang membantu mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri; (b) membutuhkan
pendampingan yang lebih aktif; atau (c) hanya memerlukan dukungan atau persetujuan
untuk menjalankan rencana yang sudah mereka kembangkan.
Tentunya, kebutuhan untuk meningkatkan efektifitas dan manfaat pelatihan dan pendampingan bagi
PM juga berarti bahwa masih terdapat ruang untuk perbaikan bagi pihak yang menyediakan
pelatihan dan pendampingan tersebut. Para staf Galuh yang yang menyediakan pendampingan bagi
para PM juga hanya sedikit terpapar dengan cara untuk ‘berpikir sistematis’ dan ‘bekerja politis’, dan
oleh karenanya tidak dalam posisi kuat untuk memberikan bantuan kepada PM pada saat diperlukan.
Hal ini dibahas lebih jauh di bawah ini.
2. Penyusunan profil dan pelaksanaan seleksi dan pengembangan staf dan manajer untuk
Galuh
Salah satu faktor utama keberhasilan sebuah adhocracy adalah kompetensi dari ‘staf pendukungnya’
(yakni kelompok yang memberikan dukungan secara tidak langsung kepada anggota organisasi yang
lain) untuk bekerja secara mandiri dan berkolaborasi secara efektif. Dalam hal IM, para ‘staf
pendukungnya’ dapat diartikan sedemikian rupa sehingga meliputi manajer maupun staf Galuh.
Manajer Galuh mendukung organisasi dengan cara menerjemahkan visi strategis menjadi rencana
yang lebih konkret dalam konteks tertentu, mengumpulkan berbagai pengalaman yang didapatkan
sebagai masukan untuk menyempurnakan strategi secara terus-menurus, dan menyediakan
dukungan dan bimbingan dengan cara yang mendorong fleksibilitas dan kreatifitas. Staf Galuh
memberikan dukungan bagi PM dan prakarsa lokal, termasuk dengan memfasilitasi komunikasi
antara Galuh, PM dan aktor lokal.
Baik manajer maupun staf Galuh harus memiliki kemampuan yang baik dalam memahami berbagai
konteks yang berbeda dalam lingkup kerja IM, membantu mengidentifikasi apa yang seharusnya terjadi
dan kemudian membantu untuk mewujudkannya. Karena sifat IM yang terdesentralisasi dan
adhocratic, semua ini harus dapat berlangsung tanpa adanya arahan yang intensif dari manajemen
Ketertarikan kepada penjelasan naratif yang terpusat pada aktor dan bukannya penjelasan sistemik adalah alasan
mengapa [sangat sedikit orang tertarik pada tantangan sistemik di bidang pendidikan]. Hal ini karena hampir semua
keberhasilan kita sebagai organisme didorong oleh pemahaman atas barang dan aktor … jumlah perkalian, kita perlu
memahami bahwa sistem bisa dihitung dengan jari.” (hal 142).
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 23
senior IM. Walaupun IM telah memberikan perhatian besar bagi proses seleksi dan pelatihan para PM,
namun IM belum memberikan perhatian besar pada proses seleksi dan pengembangan kapasitas staf
dan manajer Galuh. Karena sifat Galuh yang strategis dalam membentuk dan mendorong gerakan IM,
maka hal ini perlu dipertimbangkan sebagai bidang yang masih berpotensi untuk dikembangkan.
Kajian ini mengidentifikasi masih ada lagi setidaknya dua bidang yang berpotensi untuk diperbaiki
dalam hal membuat profil, seleksi dan penguatan staf dan manajer Galuh. Pertama, adanya
kebutuhan untuk menggagas ulang ‘profil kesuksesan’ staf Galuh, baik pada kompetensi dasar
mereka maupun dalam rangka kesesuaian dengan sifat IM yang terdesentralisasi dan adhocratic.
Sebagai contoh, staf dan manajer Galuh harus fleksibel, memiliki prakarsa yang baik, dan harus
memiliki daya tahan terhadap perubahan maupun ketidakpastian yang seringkali terjadi. Manajer
juga harus memiliki gaya yang cocok dalam menangani kerumitan, atau dengan kata lain tidak terlalu
top-down atau birokratis. Kedua, selama masa pengkajian ini, beberapa peserta menyatakan
pendapat mereka bahwa versi program pengembangan staf (officer development program) IM
sebelumnya tidak terlalu efektif dalam mengembangkan perangkat kemampuan yang dibutuhkan
oleh staf, ataupun untuk meningkatkan kemampuan manajemen mereka. Dengan adanya profil
keberhasilan yang telah dijabarkan secara lebih jelas, maka IM mungkin bisa menggunakan
pengalamannya untuk melatih PM (atau menggunakan pengalaman para individu di dalam
jaringannya) dalam mengembangkan program peningkatan kapasitas yang lebih baik bagi staf
maupun manajer.
3. Pengelolaan pengetahuan dan prioritisasi knowledge intermediation
IM tidak diragukan lagi merupakan organisasi yang secara aktif belajar dan menerapkan
pembelajaran tersebut pada proses refleksi yang dilakukan untuk kegiatan utama, dimana aktor IM
dan relawan di semua tingkatan didorong untuk berinovasi dan melakukan perbaikan berdasarkan
pengalaman yang sudah dilalui.
Namun demikian, banyak dari kekayaan pengetahuan yang sudah dikumpulkan oleh IM tetap
terpendam, atau dengan kata lain hanya berada ‘di dalam kepala’ beberapa aktor IM perseorangan.
Tampaknya di IM belum ada budaya untuk mendokumentasi pelajaran penting untuk digunakan di
masa mendatang atau dalam konteks yang berbeda. Salah satu contoh nyata adalah staf Galuh yang
mengetahui ‘cerita’ tentang prakarsa lokal yang menarik seperti Tulang Bawang Barat Cerdas namun
tidak ada informasi tertulis untuk dibagikan dengan pihak lain yang berkepentingan (cerita tentang
perubahan untuk Gerakan Bima Mengajar yang disebutkan dalam Lampiran 3 ditujukan untuk
menjadi contoh bagaimana dokumentasi semacam ini bisa berguna). Contoh lainnya adalah fakta
bahwa PM yang berada di Bima saat ini tidak menerima catatan serah terima kerja tertulis dari
pendahulunya; bahkan perancangan dan pelaksanaan keseluruhan proses serah terima diserahkan
kepada PM di masing-masing daerah15
.
Tidak adanya kebiasaan organisasional untuk mendokumentasikan pengalaman dan pelajaran yang
diperoleh, ditambah dengan sikap positif organsisasi IM sepertinya menciptakan penghalang untuk
mendokumentasikan pengalaman yang bersifat negatif, bahkan walaupun untuk dipergunakan
sebagai dasar pembelajaran dan perbaikan internal. Ada indikasi cukup kuat bahwa budaya
15 Perlu dicatat bahwa para PM di Bima merasa bahwa porses serah terima yang mereka alami secara umum cukup
membantu, terutama dibandingkan dengan pengalaman rekan-rekan PM di daerah lain yang tidak menerima informasi
yang berguna sama sekali. Oleh sebab itu, menurut para PM di Bima, proses serah terima di Bima berpotensi untuk
menjadi percontohan bagi proses serah terima selanjutnya secara umum.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 24
organisasi IM yang cenderung ‘melindungi’ PM baru dari segala bentuk informasi yang menyangkut
kenyataan pahit pengalaman bekerja dalam lingkungan lokal tersebut, dan bahwa ‘perlindungan’ ini
terjadi baik pada saat pelatihan maupun pada masa akhir ketika terjadi serah terima dari para PM
sebelumnya. Alih-alih menerima keterangan yang lengkap, para PM dibiarkan untuk ‘menghadapi
sendiri’. Staf Galuh juga menyatakan bahwa tantangan dan kesulitan dalam bekerja sama dengan
pemerintah daerah, walaupun merupakan rahasia umum, jarang didokumentasikan. Pada saat
diskusi mengenai bagaimana cara mengumpulkan dan menyusun informasi tentang proses
perubahan di tingkat lokal, seorang staf mengatakan secara eksplisit bahwa “kami terlalu positif”.
Permasalahan yang terkait dengan pengelolaan pengetahuan ini menjadi masalah ketika ada
pergantian staf di Galuh, dimana ketika manajer atau staf pergi, orang tersebut juga membawa pergi
pemahaman tentang organisasi ini, dan digantikan oleh staf baru yang hanya memiliki pemahaman
terbatas mengenai budaya dan sejarah IM, dan yang juga belum memiliki acuan dokumentasi untuk
mempelajarinya. Kurangnya ‘ingatan organisasional’ (organizational memory) ini juga sangat
dirasakan pada saat ini, dengan beberapa manajer yang terlibat dari awal organisasi berdiri pindah
kerja atau akan pindah dalam waktu dekat. Permasalahan di seputar pengelolaan pengetahuan juga
bisa menciptakan ketidakefisienan di tingkat lokal. Misalnya PM di Bima merasa mereka sudah
membuang-buang waktu dengan meraba-raba, karena para pendahulunya tidak memberikan
informasi yang jelas tentang hal-hal tertentu. Selain itu, kurangnya ketersediaan pengetahuan yang
jelas dan mudah diakses berpotensi untuk menghambat kemampuan prakarsa lokal untuk saling
belajar satu sama lain.
Potensi bagi IM untuk meningkatkan kinerja organisasinya secara keseluruhan tidak hanya terkait
dengan pengelolaan pengetahuan internalnya sendiri, namun juga pengelolaan dan perantaraan
(intermediation) pengetahuan eksternal yang terkait16
. Salah satu strategi utama IM adalah untuk
memperkenalkan gagasan baru ‘dari luar’ ekosistem pendidikan dan memusatkan perhatian dan
momentum positif di seputar gagasan tersebut. Banyak aktor di Bima menyebutkan bahwa hal ini
adalah kontribusi positif dari kehadiran IM; pengajar yang terlibat dalam prakarsa Karumbu Bersinar
dan RuBI Bima juga secara khusus menyebutkan ‘akses kepada informasi’ sebagai bidang yang masih
memerlukan dukungan dari IM di masa mendatang. Selain itu, PM juga mengusulkan bahwa mereka
dapat meningkatkan pelatihan dengan membuka akses kepada bahan pengayaan yang meliputi
berbagai topik. Hal ini juga tampaknya perlu diterapkan bagi pengembangan Staf Galuh.
Namun demikian, berbagai interaksi selama kajian ini membentuk suatu persepsi umum bahwa
pengetahuan IM sebagian besar didasarkan pada pengalamannya sendiri serta pengalaman aktor
yang berada di dalam jaringan IM. Hal ini dapat dimaklumi mengingat filosofi IM untuk memecahkan
permasalahan lokal dan keinginan IM untuk menghindari pendekatan ‘menjiplak langsung’ (copy-
paste); namun ada beberapa orang di dalam organisasi yang menangkap adanya sikap umum yang
bersifat skeptis terhadap konsep eksternal.
Menimbang bahwa (a) peran strategis IM adalah memperkenalkan gagasan baru, (b) banyaknya
konsep dan gagasan yang siap dipakai dan sangat berkaitan dengan pendidikan (dalam hal pedagogi
dan pengelolaan pendidikan) serta mobilisasi masyarakat (dalam hal pengembangan jaringan,
16 Untuk tujuan kajian ini, perantaraan pengetahuan (knowledge intermedication) disebut sebagai fungsi
‘menghubungkan’ produsen dengan konsumen pengetahuan, termasuk dengan: mengidentifikasi pengetahuan yang
bermanfaat untuk pengguna potensial; ‘mengemas’ (atau ‘mengemas-ulang’) pengetahuan agar menjadi semakin
mudah diakses dan dimengerti oleh pengguna potensial; menyebarkan pengetahuan kepada pengguna potensial; dan
memfasiitasi komunikasi antara produsen pengetahuan dan pengguna potensial.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 25
pergerakan sosial, pengawasan, dll.) dan (c) adanya ketertarikan dari mitra langsung IM untuk
mendapatkan informasi dan gagasan baru, sepertinya ada nilai lebih jika IM memperkuat perannya
sebagai perantara pengetahuan. Dengan memberikan pengetahuan yang berguna kepada PM dan
penggerak (dan juga staf Galuh dan lainnya), seluruh gerakan IM dapat dibantu dengan banyak
amunisi yang berpotensi untuk mendorong terjadinya perubahan yang positif.
4. Evaluasi dan Refleksi Strategis
Selama pelaksanaan kajian ini, jajaran kepemimpinan IM kerap menyebutkan keingintahuan yang
nyata mengenai ketepatan dan efektifitas strategi IM untuk meraih capaian yang dikehendaki. Upaya
pemantauan dan evaluasi (monitoring & evaluation) IM lebih banyak dilakukan di tingkat operasional:
misalnya, yang berkaitan dengan perubahan perilaku yang disebutkan dalam ‘Rancangan Terarah’,
yang berkaitan dengan kegiatan khusus (misalnya pelatihan), yang sesuai dengan kebutuhan khusus
(misalnya analisis umum mengenai keberlanjutan perubahan sebagai dasar untuk menentukan
apakah sebuah daerah boleh dianggap ‘lulus’ dari IM atau belum). Namun, hampir tidak ada evaluasi
yang dilakukan di tingkat strategis. Seperti disebutkan oleh direktur sebelumnya, penugasan ini
adalah pertama kalinya IM secara formal berupaya untuk membandingkan logika perubahannya
dengan apa yang secara nyata terjadi di lapangan, terutama pada tingkat capaian. Selain itu, hingga
saat ini hanya terdapat sedikit saja dokumentasi tentang (a) proses pengembangan dan pelaksanaan
prakarsa pokok atau (b) apa yang dihasilkan oleh prakarsa tersebut.
Kurangnya evaluasi strategis dipengaruhi oleh beberapa tantangan. Pertama, sifat IM menyebabkan
informasi sangat tidak tersebar di dalam organisasi. Ini juga berarti bahwa cara IM untuk
mendefinisikan dan menjalankan strateginya berkembang terus. Kedua, ada keterbatasan
kemampuan internal untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi, terutama di tahap strategis dan
dengan cara yang bisa mengakomodir selalu berkembangnya strategi IM. Ketiga, baru sekarang IM
secara jelas menguraikan logika perubahannya, yang berarti bahwa sebelumnya belum ada basis
yang jelas untuk melakukan sebuah proses evaluasi.
5. Peningkatan keselarasan visi dan tujuan dengan mengkomunikasikan “Apa itu
Indonesia Mengajar”
Selama pelaksanaan pengkajian ini, beberapa orang yang berbeda mengajukan pertanyaan dan
bahkan menunjukkan ketidakpahaman mereka tentang apa yang dilakukan IM dan apa yang ingin
dicapai. Secara umum, persepsi masyarakat (di luar jaringan IM) dan bahkan di antara banyak
pelamar untuk posisi PM adalah bahwa IM hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan guru yang
berkualitas di daerah terpencil di Indonesia. Hanya ada sedikit pemahaman akan tujuan IM untuk
menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis di daerah terpencil tersebut,
maupun untuk menciptakan generasi pemimpin yang lebih peka terhadap kebutuhan di daerah itu17
.
Selain itu, beberapa perwakilan dari pemerintah setempat di Bima yang menyebut para PM sebagai
‘perwakilan’ dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mungkin disebabkan hubungan IM
dengan Anies Baswedan. Dan yang terakhir, beberapa alumni juga mempertanyakan strategi IM yang
ada saat ini, terutama apakah strategi tersebut telah bergeser dari penempatan PM sebagai pengajar
17 Kesalahpahaman ini sebagian disebabkan oleh komunikasi dari pihak IM sendiri. Misalnya, bagian FAQ di website IM
menyatakan bahwa tujuan IM adalah “mengisi kekurangan tenaga pengajar berkualitas di daerah di Indonesia hari ini,
dan menyiapkan calon-calon pemimpin muda Indonesia yang memiliki pengetahuan grass-root tentang daerah di
Indonesia.”
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 26
di sekolah menjadi upaya untuk mendorong berbagai prakarsa lokal dan nasional seperti Kelas
Inspirasi dan RuBI.
Pertanyaan ini sangat mungkin dipicu oleh sifat IM sebagai sebuah adhocracy: informasi tidak
tersentralisasi, dan mengendap pada beberapa ‘tim’ yang bekerja di masing-masing konteks lokal.
Sebagai sebuah organisasi yang relatif berusia muda, strategi IM – dan bahkan identitasnya – terus
berkembang seiring dengan upayanya untuk belajar secara terus-menerus tentang apa yang cukup
efektif dan apa yang tidak.
Namun, pertanyaan-pertanyaan seperti yang di atas juga menunjukkan bahwa masih ada ruang
untuk memperbaiki cara IM mengomunikasikan tujuan besarnya dan mendorong keselarasan terkait
dengan tujuan-tujuan tersebut di kalangan berbagai kelompok aktor yang berada dalam pergerakan
IM. Keselarasan ini membutuhkan tujuan yang jelas dan mempersatukan (seperti dijelaskan dalam
bagian yang membahas hasil pembelajaran di atas) dan komunikasi yang efektif tentang tujuan
tersebut. Apabila orang memahami IM, mereka bisa memilih untuk berpartisipasi dalam gerakan IM
dengan cara menyalurkan energi mereka kepada pencapaian tujuan IM yang diharapkan; jika
demikian, maka upaya untuk memberdayakan para individu dan mendorong pembelajaran bersama
akan memperkuat pergerakan secara keseluruhan. Namun, apabila para individu ini tidak memiliki
persepsi yang selaras mengenai IM (misalnya karena mereka belum mengetahui apa yang menjadi
tujuan atau strategi secara keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut), maka sebagian besar
energi akan terbuang sia-sia, termasuk energy yang digunakan untuk mengelola ‘kekacauan’ yang
berasal dari berbagai individu yang bekerja ke arah yang berbeda-beda.
Bagan 2: Berbagai Tingkat Keselarasan
Adapted from Senge, Peter (2006), The Fifth Discipline: The Art & Practice of the Learning Organization, p. 217-8.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 27
6. Pelajaran yang Mungkin Dapat Diambil dari Organisasi Lain
Aspek dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan seperti dijabarkan di atas bisa digunakan sebagai
panduan untuk mengidentifikasi organisasi lain yang relevan dan berpotensi untuk digunakan sebagai
sumber pembelajaran bagi IM. Organisasi yang cukup relevan adalah organisasi yang:
• Bekerja untuk memusatkan perhatian pada hasil pembelajaran.
• Memandu masyarakat untuk mengatasi masalah sistemik, termasuk bekerja secara politis
(dengan cara yang positif namun non-partisan).
• Bekerja untuk mendorong manajemen berbasis sekolah.
• Menyediakan penguatan kapasitas dan dukungan bagi koordinator masyarakat.
• Menjalankan program internal yang efektif dalam pengembangan staf dan manajer.
• Mengelola pengetahuan secara efektif dan membuat pengetahuan tersebut tersedia bagi
pengguna potensial (baik pengguna internal maupun eksternal).
• Melaksanakan evaluasi yang strategis dan berguna terhadap pekerjaan mereka sendiri.
Namun, penting diingat juga bahwa untuk sebagian besar faktor di atas, organisasi yang memiliki sifat
adhocracy adalah organisasi yang paling relevan bagi IM. Pelajaran dari organisasi yang bersifat
sangat berbeda dan terutama organisasi yang memiliki konfigurasi berbeda dari IM akan memberikan
contoh yang tidak terlalu relevan bagi IM.
Dalam hal mengumpulkan usulan tambahan tentang organisasi yang mungkin bisa menjadi
sumber pembelajaran, setelah berkonsultasi dengan IM dan DFAT, SOLIDARITAS mempersiapkan
kuesioner online untuk ‘menjaring informasi dari sumber umum’ (crowd-source) dari para pihak
profesional pendidikan, aktivis masyarakat madani, dan praktisi pengembangan. Kuesioner
menanyakan organisasi dengan kinerja yang dianggap bagus oleh responden. Ada delapan belas
tanggapan yang diterima selama waktu 10 hari, yang menghasilkan identifikasi atas organisasi
berikut yang berpotensi menjadi sumber pembelajaran bagi IM:
 Berkaitan dengan pengukuran hasil pembelajaran: SMERU
 Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang secara umum memfokuskan pada
hasil pembelajaran: Taman Bacaan Pelangi, Qoryah Thayyibah Salatiga, ProVisi Education,
Yasumat Wamena, Yayasan Literasi Anak Indonesia
 Berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah: World Education, Prioritas, LPKIPI Jawa
Timur, Plan International Indonesia
 Berkaitan dengan mobilisasi komunitas untuk mengatasai permasalahan sistemik: ICW,
YAPPIKA, Seknas Fitra, LPKP Jawa Timur, PATTIRO
 Berkaitan dengan penguatan kapasitas dan dukungan bagi koordinator masyarakat:
MAMPU, CIRCLE Indonesia, Yayasan Satu Nama, IRE, Mitra Samya
 Berkaitan dengan program pengembangan bagi staf/manajer: MDF, CIRCLE Indonesia,
Yayasan Satu Nama, Wahana Visi Indonesia
 Berkaitan dengan pengelolaan pengetahuan: Satu Dunia
 Berkaitan dengan evaluasi internal: ICW, Plan International Indonesia
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 28
Sebuah ringkasan dari hasil informasi yang diperoleh dari kuesioner online yang lebih terperinci ini
dijabarkan dalam Lampiran 4.
Selain daftar organisasi yang diperoleh dari kuesioner online, kajian ini telah mengidentifikasi dua
organisasi yang relevan dan yang bisa dianggap sebagai sumber pembelajaran bagi IM.
Pratham
Pratham (www.pratham.org)
merupakan salah satu LSM
terbesar di India yang berfokus
pada ‘intervensi bermutu tinggi,
berbiaya rendah, dan bisa
digandakan’ yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu
pendidikan di India. LSM ini
menyebutkan dirinya sebagai
‘organisasi pembelajaran yang
inovatif’ yang didirikan pada
tahun 1995 dengan satu model
(yakni program PAUD Balwadi)
yang kemudian diadopsi di
beberapa wilayah di India.
Pratham kemudian mengembangkan beberapa intervensi baru yang berkaitan dengan peningkatan
mutu pendidikan, misalnya melalui pengajaran remedial, metode pengajaran yang unik, dan
pemanfaatan TI. Dalam menerapkan berbagai program tersebut, Pratham bekerja sama dengan
beberapa mitra, termasuk pemerintah India, komunitas lokal, orangtua siswa, pengajar, relawan dan
anggota masyarakat sipil. Menariknya untuk IM, Pratham juga bekerja sama dengan akademisi
internasional untuk mengadakan evaluasi ilmiah terhadap berbagai program, yang seiring dengan
berjalannya waktu telah menyumbangkan bukti tentang cara-cara yang efektif dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Evaluasi-evaluasi ini juga membuat Pratham meraih reputasi sebagai organisasi
yang fokus pada inovasi, kualitas, dan penelitian. Selain itu, sebagai tanggapan terhadap kurangnya
pemahaman tentang parahnya tingkat buta huruf di India, pada tahun 2005 Pratham menciptakan
Laporan Status Pendidikan Tahunan (Annual Status of Education Report – ASER) sebagai cara untuk
memberikan perhatian pada pentingnya permasalahan tersebut. Pratham juga membentuk unit
penelitian dan evaluasi (the ASER Centre) untuk mengelola survei ASER yang diselenggarakan setiap
tahun di seluruh penjuru India melalui serangkaian jaringan organisasi mitra dan ribuan relawan.
Dikarenakan banyaknya kesamaan dari kedua organisasi ini, kajian ini mengusulkan untuk
memulai komunikasi antara Pratham dan IM untuk membahas kemiripan serta peluang untuk
kolaborasi. Apabila terlihat ada peluang pada komunikasi awal ini untuk memberikan hasil yang
positif, maka DFAT (atau organisasi lain yang berminat untuk mendukung IM) dapat membantu
untuk memfasilitasi komunikasi lebih jauh.
“ASER telah menunjukkan bahwa sangat mungkin
untuk menggunakan metode yang sederhana,
handal dan ilmiah untuk menentukan sampel dan
melakukan penilaian dalam skala besar yang
berdampak besar dan berbiaya rendah. ASER juga
merupakan contoh yang bagus tentang
penggalangan partisipasi lokal di tingkat nasional
dan juga membantu masyarakat umum untuk
memahami status pendidikan dasar saat ini. Namun
ASER paling signifikan dalam hal pengembangan
agenda pendidikan kualitatif dan banyak digunakan
dalam pemerintahan dan lingkungan pembuat
kebijakan baik di dalam maupun di luar India.”
- Website Pratham
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 29
Kinerja
Kinerja (www.kinerja.or.id) merupakan proyek yang didanai oleh USAID yang berfokus pada aspek
penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan, baik dari sisi
supply (artinya: pemerintah) maupun dari sisi demand (artinya: pengguna jasa dan komunitas).
KINERJA telah mengembangkan pendekatan inovatif untuk melibatkan orangtua siswa, siswa, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam konteks manajemen sekolah. Dengan adanya kesulitan IM
untuk mendorong perubahan perilaku kepala sekolah terkait dengan manajemen berbasis sekolah,
pendekatan yang digunakan oleh KINERJA bisa dipelajari lebih lanjut, karena menciptakan ruang yang
lebih terstruktur bagi banyak pemangku kepentingan untuk saling berkomunikasi dan mengawasi.
Pendekatan Kinerja ini pada dasarnya meliputi tahap-tahap berikut ini:
 Mengumpulkan data (dalam bentuk ‘survei pengaduan’) dari orangtua siswa, pengajar, dan
siswa tentang persepsi mereka mengenai permasalahan di sekolah.
 Mengadakan forum dimana kepala sekolah, komite sekolah, orangtua siswa, pengajar dan
tokoh masyarakat dapat membahas hasil ‘survei keluhan’ tersebut secara terbuka.
 Membandingkan data sekolah dengan standar pelayanan minimum nasional.
 Menggunakan survei keluhan dan hasil diskusi sebagai dasar untuk membuat sebuah
‘maklumat layanan’ tentang apa yang perlu diubah di sekolah, dan juga memberikan
‘rekomendasi teknis’ kepada dinas pendidikan mengenai masalah yang berada di luar
jangkauan sekolah.
 Menggunakan ‘maklumat layanan’ dan standar pelayanan minimum sebagai dasar untuk
mengembangkan rencana kerja dan anggaran sekolah, yang kemudian diinformasikan secara
transparan kepada semua pemangku kepentingan.
 Memfasilitasi pemantauan berkala dan transparan terhadap pelaksanaan ‘maklumat
layanan’, termasuk oleh komite sekolah, orangtua siswa, pengajar dan tokoh masyarakat.
Oleh karena tingginya tingkat relevansi dari pendekatan bagi IM, SOLIDARITAS telah memfasilitasi
diskusi bersama antara tim KINERJA dan IM. Catatan dari diskusi tersebut dijabarkan dalam Lampiran 5.
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 30
7. Beberapa Aspek Untuk Dipertimbangkan
Berdasakan beberapa aspek dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan dan pelajaran penting yang
bisa diambil dari organisasi lain seperti yang sudah dijelaskan, maka 10 ‘hal yang bisa
dipertimbangkan’ disajikan berikut ini.
1. Mengidentifikasi penilaian terhadap hasil pembelajaran yang sederhana tapi akurat
untuk diintegrasikan ke dalam intervensi IM di tingkat sekolah dan/atau daerah
Untuk membantu mengarahkan upaya kepada tujuan besar terkait hasil pembelajaran, maka IM
sebaiknya berupaya untuk mengukurnya secara akurat, dan kemudian menggunakan data yang
dihasilkan untuk meraih perhatian, menggalang dukungan masyarakat, dan melacak perubahan
seiring dengan berjalannya waktu. Pengalaman Pratham menunjukkan bahwa sangat mungkin
menggunakan metode ilmiah untuk mengukur hasil pembelajaran pada skala besar dengan biaya
relatif rendah. Pengalaman Pratham juga menunjukkan bahwa pengukuran hasil pembelajaran
merupakan cara yang efektif untuk mendorong partisipasi sektor pendidikan serta mengarahkan
perhatian pemerintah kepada permasalahan yang dihadapi. Selain berbagai perangkat yang telah
dikembangkan dan digunakan oleh Pratham, terdapat perangkat lain yang sudah tersedia di
Indonesia misalnya Penilaian Membaca Kelas Awal (Early Grade Reading Assessment / EGRA) yang
telah dikembangkan dan dipergunakan oleh program PRIORITAS yang didanai oleh USAID18
.
Mengumpulkan data dan mengumumkan hasil analisa mengenai hasil pembelajaran juga akan
memberikan lebih banyak manfaat, dimana tanggapan pemerintah daerah terhadap data tersebut
(baik yang bersifat menerima dan memperhatikan, ataupun yang mempertanyakan dan meragukan)
akan menjadi indikator yang baik tentang komitmen pemerintah terhadap reformasi pendidikan yang
akan membawa perubahan yang signifikan.
2. Menjabarkan ‘Penanda Kemajuan’ dalam hubungannya dengan siklus 5 tahunan di
tingkat sekolah maupun daerah.
Dalam menjabarkan ‘penanda kemajuan’ yang digunakan sebagai acuan bagi PM maupun Galuh
terkait dengan perubahan apa yang diharapkan didorong oleh para PM, maka IM sebaiknya tidak
hanya mengacu kepada daftar perubahan yang diharapkan, tapi juga kepada proses dimana
perubahan yang diharapkan akan terjadi seiring berjalannya waktu. Hal ini juga mencakup perubahan
peran PM seiring berjalannya waktu. Pergeseran ini terjadi dari tingkat sekolah ke tingkat daerah (PM
pada awalnya memiliki focus yang terletak pada tingkat sekolah dan berangsur-angsur mengalihkan
perhatian kepada tingkat daerah seiring dengan lahir dan berkembangnya prakarsa lokal), dan dari
peran PM sebagai Pengajar Muda menjadi Penggerak Muda (di mana PM yang awalnya difokuskan
pada mengajar dan kemudian akan beralih menjadi semacam koordinator masyarakat). Peralihan ini
dijabarkan secara jelas dalam Bagan 3 berikut.
18 Untuk informasi lebih lanjut mengenai EGRA di Indonesia, lihat:
https://www.eddataglobal.org/countries/index.cfm?fuseaction=showdir&pubcountry=ID&statusID=3&showtypes=0
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015

More Related Content

What's hot

Laporan Wawancara tentang Prakerin
Laporan Wawancara tentang PrakerinLaporan Wawancara tentang Prakerin
Laporan Wawancara tentang Prakeringevillea
 
Cover Skripsi PGSD
Cover Skripsi PGSDCover Skripsi PGSD
Cover Skripsi PGSD
Agus S. Hidayat, S.Pd
 
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya ManusiaContoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Eka Susi Utami
 
Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Tenaga Kerja Asing di IndonesiaTenaga Kerja Asing di Indonesia
Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Elma Maa
 
Laporan Prakerin Siswa SMK
Laporan Prakerin Siswa SMKLaporan Prakerin Siswa SMK
Laporan Prakerin Siswa SMK
Hengki Oktama
 
Materi 1 manajemen dan organisasi
Materi 1 manajemen dan organisasiMateri 1 manajemen dan organisasi
Materi 1 manajemen dan organisasi
Ghana Dharmawangsa
 
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARUCONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
rensynsr
 
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki SurbaktiContoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
samuel2308
 
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
eddy sanusi silitonga
 
Makalah Balanced Scorecard
Makalah Balanced Scorecard Makalah Balanced Scorecard
Makalah Balanced Scorecard
Yesica Adicondro
 
Teori organisasi s dan aplikasinya
Teori organisasi s  dan aplikasinyaTeori organisasi s  dan aplikasinya
Teori organisasi s dan aplikasinya
Lili Fajri Dailimi
 
Powerpoint Komunikasi Bisnis
Powerpoint Komunikasi BisnisPowerpoint Komunikasi Bisnis
Powerpoint Komunikasi Bisnis
Ratna Kusuma Wardhany
 
Masalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDMMasalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDM
Reza Aprianti
 
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSSContoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
Propaningtyas Windardini
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
eddy sanusi silitonga
 
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis MahasiswaContoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
Syafril Djaelani,SE, MM
 
Proposal Pendirian Usaha Distro
Proposal Pendirian Usaha DistroProposal Pendirian Usaha Distro
Proposal Pendirian Usaha Distro
Ai Roudatul
 
Proposal Business Plan - business
Proposal Business Plan - businessProposal Business Plan - business
Proposal Business Plan - business
CyberSpace
 
Perencanaan dan penarikan karyawan
Perencanaan dan penarikan karyawanPerencanaan dan penarikan karyawan
Perencanaan dan penarikan karyawankartika Darmansyah
 
Pengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenPengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenAndrew Hutabarat
 

What's hot (20)

Laporan Wawancara tentang Prakerin
Laporan Wawancara tentang PrakerinLaporan Wawancara tentang Prakerin
Laporan Wawancara tentang Prakerin
 
Cover Skripsi PGSD
Cover Skripsi PGSDCover Skripsi PGSD
Cover Skripsi PGSD
 
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya ManusiaContoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Contoh Flow Chart Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
 
Tenaga Kerja Asing di Indonesia
Tenaga Kerja Asing di IndonesiaTenaga Kerja Asing di Indonesia
Tenaga Kerja Asing di Indonesia
 
Laporan Prakerin Siswa SMK
Laporan Prakerin Siswa SMKLaporan Prakerin Siswa SMK
Laporan Prakerin Siswa SMK
 
Materi 1 manajemen dan organisasi
Materi 1 manajemen dan organisasiMateri 1 manajemen dan organisasi
Materi 1 manajemen dan organisasi
 
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARUCONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
CONTOH KONSEP RAPAT BISNIS - RAPAT PELUNCURAN PRODUK BARU
 
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki SurbaktiContoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
Contoh CJR KKNI Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro-Samuel Rejeki Surbakti
 
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
TEKNIK NEGOSIASI RANGKUMAN LOBI NEGOSIASI & MEMPENGARUHI ORANG LAIN SECEPAT K...
 
Makalah Balanced Scorecard
Makalah Balanced Scorecard Makalah Balanced Scorecard
Makalah Balanced Scorecard
 
Teori organisasi s dan aplikasinya
Teori organisasi s  dan aplikasinyaTeori organisasi s  dan aplikasinya
Teori organisasi s dan aplikasinya
 
Powerpoint Komunikasi Bisnis
Powerpoint Komunikasi BisnisPowerpoint Komunikasi Bisnis
Powerpoint Komunikasi Bisnis
 
Masalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDMMasalah dan Tantangan MSDM
Masalah dan Tantangan MSDM
 
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSSContoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
Contoh Soal, Hasil Olahan dan Interpretasi Hasil Olahan SPSS
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
 
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis MahasiswaContoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
Contoh Laporan Studi Kelayakan Bisnis Mahasiswa
 
Proposal Pendirian Usaha Distro
Proposal Pendirian Usaha DistroProposal Pendirian Usaha Distro
Proposal Pendirian Usaha Distro
 
Proposal Business Plan - business
Proposal Business Plan - businessProposal Business Plan - business
Proposal Business Plan - business
 
Perencanaan dan penarikan karyawan
Perencanaan dan penarikan karyawanPerencanaan dan penarikan karyawan
Perencanaan dan penarikan karyawan
 
Pengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemenPengambilan keputusan dalam manajemen
Pengambilan keputusan dalam manajemen
 

Similar to Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015

Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
Indonesia Mengajar
 
Teach For Indonesia - Case Study
Teach For Indonesia - Case StudyTeach For Indonesia - Case Study
Teach For Indonesia - Case Study
Carter Bing Andika
 
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
Zaqi Silverano
 
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
Aun Falestien Faletehan
 
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
Zaqi Silverano
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
dutaindonesiasuccess.blogspot.com
dutaindonesiasuccess.blogspot.comdutaindonesiasuccess.blogspot.com
dutaindonesiasuccess.blogspot.com
solikulhadi
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
AnakKampung26
 
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
Ferry Slat
 
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
05 panlak bantuan_rsbi_2012
05 panlak bantuan_rsbi_201205 panlak bantuan_rsbi_2012
05 panlak bantuan_rsbi_2012
Divi Demigia
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
Zaqi Silverano
 
PARTNERSHIP.pptx
PARTNERSHIP.pptxPARTNERSHIP.pptx
PARTNERSHIP.pptx
HabibRahmansyah2
 
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
Hilmi Halim
 
Tugas mandiri paud berjenjang
Tugas mandiri  paud berjenjangTugas mandiri  paud berjenjang
Tugas mandiri paud berjenjang
iwan setiawan
 
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
Unggul Sagena
 

Similar to Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (20)

Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksek...
 
Teach For Indonesia - Case Study
Teach For Indonesia - Case StudyTeach For Indonesia - Case Study
Teach For Indonesia - Case Study
 
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak usia dini bkkbn rev4
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2013
 
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
Studi Banding Manajemen Kinerja antara PNS Indonesia dan Australia
 
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
Modul 8 fungsi keluarga bkkbn rev4
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 1 2014
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
 
dutaindonesiasuccess.blogspot.com
dutaindonesiasuccess.blogspot.comdutaindonesiasuccess.blogspot.com
dutaindonesiasuccess.blogspot.com
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
 
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
3.b Materi Pendampingan PBD Rapor Pendidikan_fix.pdf
 
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
04. buku pendampingan individu_23092020_draft_layout
 
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
Modul pembentukan karakter sejak dini bkkbn rev4
 
05 panlak bantuan_rsbi_2012
05 panlak bantuan_rsbi_201205 panlak bantuan_rsbi_2012
05 panlak bantuan_rsbi_2012
 
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
Putera Sampoerna Foundation Report Quarter 2 2013
 
PARTNERSHIP.pptx
PARTNERSHIP.pptxPARTNERSHIP.pptx
PARTNERSHIP.pptx
 
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
Proker jangka-pendekmenengah-dan-panjang1
 
Tugas mandiri paud berjenjang
Tugas mandiri  paud berjenjangTugas mandiri  paud berjenjang
Tugas mandiri paud berjenjang
 
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan gizi ibu hamil dan anak usia dini bkkbn rev4
 
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
Presentasi Beasiswa LPDP Lengkap -- Indonesia Presidential Scholarship dan Be...
 

More from Indonesia Mengajar

IMilestone 2017
IMilestone 2017IMilestone 2017
IMilestone 2017
Indonesia Mengajar
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
Indonesia Mengajar
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
Indonesia Mengajar
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
 Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E... Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
Indonesia Mengajar
 
"Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
 "Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection "Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
"Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
Indonesia Mengajar
 
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
Indonesia Mengajar
 
Infografis Alumni Pengajar Muda
 Infografis Alumni Pengajar Muda Infografis Alumni Pengajar Muda
Infografis Alumni Pengajar Muda
Indonesia Mengajar
 
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
Indonesia Mengajar
 
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia MengajarCollaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
Indonesia Mengajar
 

More from Indonesia Mengajar (9)

IMilestone 2017
IMilestone 2017IMilestone 2017
IMilestone 2017
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (Fa...
 
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
 Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E... Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
Facilitated Reflection on the Performance of Indonesia Mengajar 2010-2015 (E...
 
"Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
 "Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection "Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
"Aide Memoire" - Indonesia Mengajar Performance Reflection
 
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
The Indonesian Teaching Movement (Gerakan Indonesia Mengajar) and Its Knowled...
 
Infografis Alumni Pengajar Muda
 Infografis Alumni Pengajar Muda Infografis Alumni Pengajar Muda
Infografis Alumni Pengajar Muda
 
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
Towards Better Education in Rural Indonesia: Lesson Learned from Indonesia Me...
 
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia MengajarCollaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
Collaborate to Search Our Future Leaders with Indonesia Mengajar
 

Recently uploaded

ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
PreddySilitonga
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
irvansupriadi44
 
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudahrefleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
muhamadsufii48
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
Annisa Syahfitri
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
sitispd78
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
JALANJALANKENYANG
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
DrEngMahmudKoriEffen
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
junaedikuluri1
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
ananda238570
 
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdfLaporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
OcitaDianAntari
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
 
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudahrefleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
refleksi tindak lanjut d pmm agar lebih mudah
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
Kebijakan PPDB Siswa SMA dan SMK DIY 2024
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
 
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdfLaporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
Laporan Pembina OSIS UNTUK PMMOK.pdf.pdf
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
 

Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015

  • 1. Kemitraan Pendidikan Australia Indonesia Australian Aid – dikelola oleh The Palladium Group untuk Pemerintah Australia LAPORAN AKHIR Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015
  • 2. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 ii Laporan Final (Hasil Penerjemahan) – 1 Juni 2016 PERNYATAAN SANGGAHAN Laporan ini disusun oleh Mark Fiorello dari PT SOLIDARITAS Consultindo Abadi, dengan pendanaan dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) melalui Unit Pengawasan dan Pemantauan Kinerja dalam Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia (EP). Pandangan yang dijabarkan dalam laporan ini adalah sepenuhnya pendapat pribadi penulis dan belum tentu mencerminkan pendangan dari Pemerintah Australia atau pandangan dari Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia.
  • 3. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 iii Daftar Isi 1. Pendahuluan ................................................................................................................................ 1 2. Latar Belakang Dan Konteks ....................................................................................................... 2 3. Pendekatan ................................................................................................................................ 4 4. Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM).............................................................................. 5 4a. Tujuan Besar IM.......................................................................................................................... 5 4b. Capaian Akhir Program IM............................................................................................................ 7 4c. “Jalur Perubahan” IM................................................................................................................... 8 4d. Kegiatan Pengaruh Utama IM......................................................................................................10 4e. Kegiatan Pondasi Dan Praktik Organisasi IM...................................................................................11 5. Hasil Utama Dari Refleksi Kinerja...................................................................................... 12 5a. Catatan Untuk Memahami Im: Konsep ‘Adhocracy’.........................................................................12 5b. Hal Yang Menunjukkan Kinerja Yang Baik ......................................................................................13 5c. Hal Di Mana Kinerja IM Belum Terlihat Dengan Jelas.......................................................................16 5d. Hal Di Mana Ada Potensi Untuk Meningkatkan Kinerja IM ...............................................................17 6. Pelajaran Yang Mungkin Dapat Diambil Dari Organisasi Lain ............................................ 27 7. Hal-Hal Yang Bisa Dipertimbangkan.................................................................................. 30 Daftar Lampiran Lampiran 1: Diagram Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM) .................................... 37 Lampiran 2: Logika Perubahan IM Dengan Hasil Refleksi Kinerja ...................................... 41 Lampiran 3: Cerita Perubahan Gerakan Bima Mengajar.................................................... 42 Lampiran 4: Rangkuman Informasi Yang Berasal Dari Narasumber Online........................ 48 Lampiran 5: Catatan Dari Diskusi Dengan Kinerja.............................................................. 53 Lampiran 6: Proses Rapid Outcome Assessment (Roa) Berbasis Pengalaman Pelaskanaan di Bima.......................................................................................................... 57
  • 4. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 iv Istilah dan Singkatan Istilah/ Singkatan Penjelasan ASER Annual Status of Education Report Status Tahunan Laporan Pendidikan BOS Bantuan Operasional Sekolah School Operational Grant BSM Bantuan Siswa Miskin Grant for Poor Students DFAT (Australian) Department of Foreign Affairs and Trade Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia Dikpora Dinas Pendidiakan, Pemuda, dan Olah Raga The Education, Youth, and Sports Office DPRD Dewan Pertimbangan Rakyat Daerah Regional House of Representatives EGRA Early Grade Reading Assessment Penilaian Membaca Kelas Awal EP-POM Education Partnership – Performance Oversight and Monitoring Pengawasan dan Pemantauan Kinerja Kemitraan Pendidikan FGD Focus Group Discussion Diskusi Kelompok Terfokus FGIM Festival Gerakan Indonesia Mengajar The Indonesia Mengajar (Teaching Indonesia) Movement Festival Galuh Staf kantor pusat IM di Jakarta IM staff at its central office in Jakarta GBM Gerakan Bima Mengajar The Teaching Bima Movement IM Indonesia Mengajar Teaching Indonesia INOVASI Program pendidikan yang didanai oleh DFAT untuk percepatan kemajuan dalam peningkatan hasil pembelajaran siswa di tingkat SD dan SMP A DFAT-funded education program for the acceleration of learning outcomes improvement of students at the primary and junior secondary levels KINERJA Proyek yang didanai oleh USAID dengan fokus pada aspek penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan A USAID-funded project focusing on public service provision by the government in the health and education sectors LSM Lembaga Swadaya Masyarakat Non-Government Organisation
  • 5. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 v Istilah/ Singkatan Penjelasan MBS Manajemen Berbasis Sekolah School-Based Management (SBM) MSF Multi-Stakeholder Forum Forum Pertemuan Berbagai Pemangku Kepentingan NTB Nusa Tenggara Barat West Nusa Tenggara P2P LIPI Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Political Research Centre at the Indonesia Institute for Science Pemda Pemerintah Daerah The regional government Plt. Pelaksana tugas Temporary/ acting person in charge PM Pengajar Muda Young Teacher PRIORITAS Proyek yang didanai oleh USAID yang menitikberatkan pada penerapan MBS pada pendidikan dasar A USAID-funded project focusing on applying SBM for basic education RKS Rencana Kerja Sekolah School Work Plan ROA Rapid Outcome Assessment Penilaian Hasil Secara Cepat SDN Sekolah Dasar Negeri Elementary Public School SPM Standar Pelayanan Minimal Minimum Service Standard USAID United States Agency for International Development Lembaga Pembangunan Internasional yang didanai oleh Pemerintah AS UUD 1945 Undang-Undang Dasar tahun 1945 The 1945 Constitution of Indonesia
  • 6. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 1 1. Pendahuluan Laporan ini dipersiapkan oleh Mark Fiorello dari PT SOLIDARITAS Consultindo Abadi (SOLIDARITAS), yaitu seorang konsultan yang dipekerjakan oleh Education Partnership – Performance Oversight and Monitoring (EP-POM). EP-POM sendiri mewakili Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) untuk mendukung Indonesia Mengajar (IM) dalam pelaksanaan “analisis kinerja dan identifikasi pembelajaran yang terkait dari sejumlah lembaga/ organisasi yang bisa diperbandingkan” (secara kumulatif disebut sebagai “penugasan” atau “pengkajian”). Laporan ini merupakan hasil akhir dari penugasan tersebut. Laporan ini ditujukan untuk menyajikan kepada IM temuan-temuan pokok yang timbul selama masa penugasan. Temuan ini kemudian dipergunakan oleh IM sebagai acuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan strategi umumnya selama periode 2016-2020 dan ke depannya. DFAT (terutama Unit Pendidikan di Kedutaan Australia di Jakarta) merupakan salah satu pengguna sekunder dari informasi yang dijabarkan dalam laporan ini1 . Laporan ini disusun sebagai berikut:  Bagian 2 memberikan rangkuman singkat mengenai latar belakang dan konteks kajian ini.  Bagian 3 memberikan rangkuman singkatmengenai pendekatan yang digunakan pada kajianini.  Bagian 4 menjabarkan (dalam bentuk narasi) logika perubahan IM yang telah dikembangan sebagai bagian dari kajian ini.  Bagian 5 menyajikan hasil utama dari penugasan ini, dalam hal (a) bidang dimana kinerja IM secara umum dianggap sudah bagus, (b) bidang dimana kinerja IM masih belum jelas, dan (c) bidang dimana masih ada potensi bagi kinerja IM untuk lebih ditingkatkan lagi. Bagian 5 juga menyajikan konsep “adhocracy” sebagai kerangka untuk memahami kinerja IM.  Bagian 6 secara singkat menjabarkan dua organisasi yang bisa dianggap sebagai sumber pembelajaran bagi IM, serta memuat daftar organisasi lain yang bisa ditelusuri lebih lanjut sebagai sumber pembelajaran.  Bagian 7 menyajikan daftar 10 “hal untuk dipertimbangkan” oleh IM, terkait dengan strategi dan praktik organisasi untuk periode 2016-2021. Enam lampiran juga disertakan dalam laporan ini. 1 DFAT saat ini sedang mengembangkan rencana untuk masa depan di bidang pemrograman pendidikan, yang dilakukan mengingat Kemitraan Pendidikan Australia – Indonesia selesai pada pertengahan tahun 2016. DFAT juga mendanai program INOVASI, yang berfokus pada peningkatan pencapaian pembelajaran dan, oleh sebab itu, memliki potensi untuk belajar dari atau bekerja sama dengan IM.
  • 7. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 2 2. Latar Belakang dan Konteks Gagasan dan keseluruhan lingkup dari penugasan ini adalah hasil dari serangkaian diskusi antara DFAT, EP-POM, dan IM selama tahun 2015. Sesuai dengan prioritas yang dijabarkan dalam Rencana Investasi Dana Bantuan (Aid Investment Plan) tahun 2015-20192 , DFAT telah menunjukkan niatnya untuk memberikan dukungannya terhadap IM sebagai bagian dari strateginya dalam mendukung “solusi lokal untuk permasalahan lokal”. IM merupakan organisasi yang masih tergolong baru, yang didirikan pada tahun 2009. Seperti digambarkan secara lebih terinci di Bagian 4 di bawah ini, focus IM terletak pada:  Menempatkan para lulusan baru (yang disebut sebagai “Pengajar Muda ”, atau “PM”) di sekolah dasar di daerah terpencil.  Mendorong lahir dan berkembangnya prakarsa-prakarsa lokal di tingkat daerah untuk memperbaiki penyelenggaraan pendidikan.  Memfasilitasi interaksi antara para “penggerak” di bidang pendidikan. Visi dan strategi keseluruhan IM tidak banyak berubah selama lima tahun pertama (tahun 2010-2015, yang disebut sebagai “fase 1”). Namun selama periode tersebut, organisasi ini telah mengumpulkan banyak pengetahuan dan pengalaman, yang digunakan untuk beradaptasi dan secara terus-menurus meningkatkan kinerjanya sejalan dengan waktu. Pengalaman dan pengetahuan merupakan basis untuk Rancangan Terarah IM3 untuk “Fase 2”, yakni lima tahun berikutnya (2016-2021). Namun demikian, walaupun pengetahuan dan pengalaman IM sangat kaya dan seringkali dimanfaatkan secara internal, namun pengetahuan dan pengalaman ini masih banyak ‘terpendam’ (tacit) – dalam arti tidak didokumentasi atau diringkas dengan baik. Pada saat ini, para pemimpinnya merasa bahwa ada serangkaian pertanyaan yang belum terjawab mengenai strategi dan kinerja IM. Salah satu potensi penyebab tersisanya pertanyaan yang belum terjawab ini adalah karena belum ada suatu ‘logika perubahan’ yang jelas dan mudah dipahami, yang menjabarkan (a) tujuan besar yang ingin dicapai IM, (b) strategi umum dan kegiatan pokok IM untuk merealisasikan tujuan yang ingin dicapai, dan (c) ‘jalur perubahan (pathways of change)’ yang menggambarkan bagaimana pelaksanaan strategi IM akan mendorong perubahan yang diinginkan dari waktu ke waktu.4 Menimbang kondisi saat ini seperti tersebut di atas, (yakni peralihan antara Fase 1 dan Fase 2) jajaran pimpinan IM merasa mereka akan mendapatkan manfaat dari upaya untuk:  Mengkaji, mengklarifikasi dan (bilamana diperlukan) mengembangkan lebih jauh ‘logika perubahan’ IM, 2 Tiga tujuan tersebut sebagai berikut: “Institusi dan infrastruktur ekonomi yang efektif”, “pengembangan manusia menuju masyarakat yang produktif dan sehat”, dan “inklusifitas bagi masyarakat melalui pemerintahan yang efektif.” Untuk informasi lebih lanjut lihat: http://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/indonesia-aid-investment- plan-2015-19.pdf 3 Istilah ini dipinjam dari Pemetaan Pencapaian (Outcome Mapping). 4 Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar unsur utama dalam logika perubahan IM sudah ada sejak awal proses pengkajian ini karena, sejak pendiriannya, IM sudah menerapkan Outcome Mapping untuk menjabarkan capaian yang diharapkan dan strateginya untuk mencapai capaian tersebut. Namun hasil dari upaya Outcome Mapping ini hanya digunakan secara internal dan secara umum hanya untuk tujuan perencanaan, sehingga belum disebarkan kepada pihak masyarakat umum, ataupun dimanfaatkan secara lebih luas di dalam organisasi sebagai bahan acuan. IM juga hanya menggunakan Outcome Mapping terutama untuk salah satu bagian dari pekerjaannya, yakni penempatan PM di sekolah-sekolah; Outcome Mapping yang dilakukan selama ini belum mencakup keseluruhan pekerjaan organisasi.
  • 8. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 3  Melakukan refleksi (dan, sejauh mana memungkinkan, melakukan penilaian yang lebih terstruktur) terhadap berbagai aspek strategi IM selama ini, dan  Mengidentifikasi organisasi lain yang mungkin relevan bagi IM untuk dijadikan sumber pembelajaran dan mengidentifikasi pembelajaran dari organisasi tersebut yang bisa dimanfaatkan IM untuk memperbaiki efektifitas di masa mendatang. DFAT (melalui EP-POM) telah berbaik hati dan menyetujui untuk mendukung IM dalam melaksanakan pengkajian kolaboratif yang memberikan inspirasi yang berarti bagi IM terkait topik-topik yang telah disebutkan di atas, dan juga mendukung dan mengembangkan kapasitas IM.
  • 9. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 4 3. Pendekatan Pengkajian ini dilaksanakan melalaui serangkaian langkah-langkah umum sebagai berikut:  Fase awal yang terdiri dari serangkaian rapat dan diskusi awal dengan IM, EP-POM, dan DFAT untuk mengklarifikasi cakupan dan fokus untuk penugasan ini. Fase ini menghasilkan sebuah “laporan mobilisasi”.  Pengkajian terhadap dokumen-dokumen inti.  Pengembangan logika perubahan IM, melalui dua lokakarya partisipatif dengan staf IM dan diskusi lebih lanjut.  Kunjungan lapangan ke Kabupaten Bima, salah satu daerah in service (yakni daerah di mana IM menempatkan para PM) untuk periode tahun 2011-2016.  Serangkaian wawancara dan diskusi informal dengan beberapa orang yang terlibat dalam IM, termasuk di antaranya mantan direktur eksekutifnya, seorang konsultan IM, staf dari kantor pusat IM di Jakarta (setelah ini disebut sebagai “Galuh”), dan beberapa mantan PM.  Identifikasi sejumlah bidang di mana kinerja IM berpotensi untuk ditingkatkan dan beberapa organisasi yang berpotensi untuk menjadi sumber pembelajaran bagi IM terkait dengan bidang tersebut.  Dua presentasi “Aide Memoire”: satu yang ditujukan kepada jajaran pemimpinan IM (Direktur Eksekutif dan Ketua Dewan Pengurus IM), dan satu lagi yang ditujukan kepada DFAT (Konselor DFAT yang bertanggung jawab di bidang pemrograman pendidikan, Penasihat Pendidikan DFAT, dan anggota tim pendidikan DFAT lainnya).  Penulisan laporan. Pendekatan umum yang digunakan dalam penugasan ini besifat kolaboratif dengan beberapa kegiatan khusus (misalnya pengembangan logika perubahan, penggunaan metodologi ”Rapid Outcome Assessment”, dan berbagai diskusi informal) yang juga ditujukan untuk memberikan peluang bagi penguatan kapasitas aktor IM.
  • 10. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 5 4. Logika Perubahan Indonesia Mengajar (IM) Seperti dijabarkan di atas, salah satu fokus dari penugasan ini adalah untuk memperjelas dan mengembangkan logika perubahan IM. Kajian ini telah mengembangkan 4 versi yang berbeda dari logika perubahan IM tersebut: 1. Kerangka umum untuk logika perubahan IM “1.0” (untuk periode 2010-2015/16) yang menyajikan gambaran umum tentang: a. Tujuan besar IM; b. “Jalur perubahan” yang menggambarkan bagaimana IM akan mendorong perubahan yang diinginkan; dan c. (secara umum) kegiatan pengaruh, kegiatan pondasi, dan praktik organisasi. 2. Rincian lebih lanjut dari logika perubahan IM 1.0, yang mencakup: a. Penjabaran yang lebih lengkap tentang tujuan besar IM; b. Daftar capaian akhir program yang dijelaskan dalam bentuk pernyataan capaian (outcome statements) sesuai jenis pelaku; c. Hasil antara yang bersifat indikatif, yang menggambarkan perubahan penting yang dianggap prasyarat untuk pencapaian capaian akhir program; dan d. Daftar kegiatan pengaruh dan kegiatan pondasi yang lebih terperinci. 3. Kerangka umum logika perubahan IM “2.0” (untuk periode 2016-2021), yang termasuk usulan revisi berdasarkan hasil pengkajian ini. 4. Rincian lebih lanjut dari logika perubahan IM “2.0” (untuk periode 2016-2021), yang mencakup usulan revisi dan juga menggarisbawahi di mana IM sebaiknya (a) lebih jauh memperjelas tujuan dan capaiannya dan (b) lebih jauh mengembangkan strateginya untuk memperoleh capaian yang diharapkan. Keempat versi ini dijabarkan dalam Lampiran 1, dilengkapi dengan dokumen presentasi Power Point yang terpisah dan bisa diedit. Penting untuk diperhatikan bahwa logika perubahan IM dibuat dengan menggunakan “pendekatan yang fokus pada aktor”, yang berarti bahwa semua pernyataan capaian dijabarkan dalam kaitannya dengan tindakan atau perilaku yang diharapkan dari beberapa jenis aktor pokok. Hal ini sesuai dengan penggunaan Outcome Mapping oleh IM, karena Outcome Mapping (OM) juga dipusatkan pada uraian perubahan yang dikaitkan dengan perilaku aktor, yang dalam konteks OM disebut sebagai “mitra langsung”. Dalam kajian ini, “IM” dijabarkan sebagai Staf Galuh maupun para PM, karena keduanya dipekerjakan oleh Yayasan Indonesia Mengajar. Semua aktor lain dianggap berada di luar “lingkup kendali” (sphere of control) dari Indonesia Mengajar. Keseluruhan Logika Perubahan IM 1.0 dijelaskan secara singkat dalam bentuk narasi di bawah ini. Usulan revisi terhadap Logika Perubahan IM 2.0 dijelaskan sebagai bagian dari “hal-hal untuk dipertimbangkan” di Bagian 7. 4A. Tujuan Besar IM Salah satu karakter IM yang menonjol adalah bahwa IM memiliki dua tujuan yang berbeda namun setara kepentingannya.
  • 11. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 6 Penyelenggaraan pendidikan Tujuan IM yang pertama terkait penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Mengacu pada UUD 1945 yang mengharuskan pemerintah Indonesia untuk berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa, IM melihat bangsa Indonesia hidup cerdas sebagai tujuan yang memayungi semua, dan merupakan alasan mendasar untuk keberadaan IM. Perwujudan tujuan utama ini akan dicapai melalui dua tujuan antara, yakni pendidikan dasar terselenggara dengan efektif dan terciptanya ekosistem pendidikan yang kondusif dan dinamis di setiap tempat. IM belum memiliki penjelasan yang lebih spesifik tentang apa yang dimaksud dengan “ekosistem pendidikan”, namun paling tidak konsep IM mengacu pada keterlibatan aktif dan sumbangan positif dari aktor di luar pemerintahan. Ekosistem yang “dinamis dan kondusif” adalah ekosistem yang tidak hanya didominasi oleh pemerintah, sedangkan aktor lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendidikan, di mana para aktor tersebut secara proaktif mambantu meningkatkan mutu pendidikan (termasuk walaupun ada keterbatasan sumber daya) daripada hanya menunggu tindakan dari pihak pemerintah; dan di mana pemerintah juga tidak menghambat prakarsa-prakarsa semacam ini. Kepemimpinan Tujuan kedua IM terkait kepemimpinan. IM dibangun berdasarkan adanya kritik yang mendasar terhadap kepemimpinan Indonesia saat ini, terutama bahwa seorang pemimpin umumnya datang dari kalangan elit (dari sisi politik dan ekonomi) dan menganut persepsi yang Jakarta- atau Jawa- sentris. Ini berarti bahwa kebanyakan pemimpin Indonesia tidak mempunyai pemahaman yang mendalam tentang kondisi di wilayah terpencil dan di tingkat akar rumput. Hal ini menyebabkan pemimpin semacam ini membuat keputusan dan menetapkan kebijakan yang didasarkan pada asumsi yang salah dan/atau kepentingan kaum elit, bukan didasarkan pada kepentingan orang yang berada di daerah terpencil atau Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan alasan ini dan dengan bercermin pada penjabaran tujuan pertama, tujuan kedua keberadaan IM adalah agar pemimpin Indonesia memimpin dengan ‘cerdas’, dimana “cerdas” di sini maknanya bukan hanya didasarkan pada informasi dan teori teknokratis, namun juga mengacu pada sudut pandang dan pemahaman yang peka terkait bagaimana pemerintah (serta sektor lain) dapat berkontribusi kepada pembangunan yang merata di Indonesia. Berdasarkan pengertian dari “cerdas” ini, ada tujuan antara yang berfungsi sebagai prasyarat dari kepemimpinan yang cerdas, yakni bahwa Pemimpin Indonesia memahami dan peka terhadap realitas sampai di tingkat akar rumput. Penting untuk diperhatikan bahwa, walaupun sebagian besar upaya yang langsung dilakukan oleh IM maupun pengkomunikasiannya kepada masyarakat dititikberatkan pada pendidikan, kedua tujuan ini harus dipahami sebagai dua tujuan yang setara tingkat kepentingannya. Kondisi dua tujuan IM yang saling terpisah namun memiliki tingat kepentingan yang setara ini sangat penting untuk dapat memahami IM itu sendiri, karena kedua tujuan tersebut bukan hanya berguna untuk mengarahkan identifikasi capaian yang diharapkan IM, namun juga dalam mengarahkan perumusan strategi IM secara umum untuk memperoleh capaian tersebut. Dalam banyak hal, strategi dirancang untuk bisa berkontribusi kepada pencapaian kedua tujuan tersebut secara bersamaan, misalnya, PM dan aktor lokal didorong untuk mengidentifikasi dan menerapkan solusi mereka sendiri dalam mengatasi tantangan di bidang pendidikan lokal.
  • 12. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 7 4B. Capaian Akhir Program IM Dua tujuan besar IM yang dijabarkan di atas melampaui “lini pertanggungjawaban” (line of accountability), yaitu batasan perubahan yang bisa diharapkan untuk diwujudkan oleh para aktor pokok, dengan waktu dan sumber daya yang ada. Capaian akhir program IM berada “di bawah” lini pertanggungjawaban: capaian akhir program ini adalah “hasil akhir” yang diupayakan oleh IM untuk dapat terwujud pada akhir sebuah fase, dan yang mencerminkan sumbangan unik IM kepada tujuan lain yang cakupannya lebih besar lagi. Penugasan ini telah mengidentifikasi empat “tema capaian” untuk IM 1.05 , seperti dijabarkan di bawah in: Berkaitan dengan Penyelenggaraan pendidikan Tema Capaian 1 – penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah IM. Di sekolah yang “in service”, IM menyasar tiga capaian akhir program:  Kepala sekolah menjalankan manajemen berbasis sekolah secara sadar & konsisten  Guru menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara terus menurus & meningkat  Orangtua siswa berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraaan pendidikan di sekolah anaknya dan mendampingi perkembangan anaknya dengan penuh kasih sayang. Capaian ini ikut menyumbang kepada tujuan IM untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang efektif, karena capaian ini mencerminkan perubahan perilaku di antara para aktor yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Pencapaian ini juga berkontribusi terhadap pencapaian tujuan IM untuk mewujudkan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis, karena perubahan positif yang terjadi di antara anggota yang berperan dalam ekosistem di tingkat sekolah di sekolah “in service” bisa menjadi teladan yang baik untuk menunjukkan pentingnya perubahan dalam sebuah ekosistem, dan menjadi memotivasi untuk aktor lain untuk terlibat lebih jauh. Tema Capaian 2 – keterlibatan masyarakat di daerah IM. Di daerah “in service”, IM menyasar dua capaian akhir program:  Anggota komunitas di tingkat desa dan kabupaten berpartisipasi aktif dalam pendidikan lokal  Anggota komunitas di tingkat desa melaksanakan kegiatan pendidikan di tempatnya secara mandiri Kedua capaian ini sama-sama berkontribusi kepada tujuan penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis, karena keterlibatan anggota komunitas dalam pendidikan dianggap mampu meningkatkan penyelenggaraan pendidikan (baik kuantitas maupun kualitas), sehingga mengurangi ketergantungan pendidikan kepada pemerintah, dan juga mendorong para pengambil keputusan di tingkat sekolah maupan daerah untuk memberikan perhatian lebih kepada bidang pendidikan. 5 Sebagai hasil pengkajian ini, ada “tema capaian” kelima yang diusulkan untuk IM 2.0. Capaian tersebut dijelaskan dalam Bagian 5 berikut ini.
  • 13. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 8 Tema Capaian 3 – muncul dan berkembangnya prakarsa lokal Dalam hal prakarsa lokal, keberhasilan diterjemahkan dalam konteks keberadaan dan tindakan dari para penggerak, yang merupakan aktor lokal (baik dari pemerintah maupun dari luar lingkup pemerintah) yang membantu untuk mendorong perkembangan dan pelaksanaan prakarsa lokal. Pernyataan capaian resmi untuk tema capaian ini adalah:  Penggerak membuat prakarsa dan melibatkan relawan di bidang pendidikan secara mandiri di setiap tempat Tema capaian ini – termasuk dalam hal adanya para penggerak, prakarsa-prakarsa yang mereka kembangkan, dan relawan yang mereka libatkan – sangat penting dalam pengembangan “ekosistem yang kondusif dan dinamis” di masing-masing lokasi IM. Seperti yang telah digambarkan di atas, aktor lokal dan prakarsa lokal ditujukan untuk melengkapi (bahkan dalam beberapa hal, untuk menggantikan) peran pemerintah di bidang pendidikan. Mereka juga dapat berfungsi sebagai cara yang efektif untuk menginspirasi atau mendorong pemerintah untuk bertindak dalam peningkatan penyelenggaraan pendidikan. Juga, dikarenakan penggerak juga berpotensi untuk menjadi pemimpin di masa mendatang, capaian- capaian di tema ini berkontribusi terhdap pencapaian tujuan IM terkait pemimpin yang lebih “cerdas”. Tema Capaian 4 – Pembentukan pemimpin masa depan IM menjabarkan pemimpin di masa mendatang sebagai “alumni” dari jaringan IM: para PM, staf Galuh, dan juga para penggerak. Ketika IM berinteraksi dengan para individu ini, mereka masih merupakan orang yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di masa depan. Tema capaian ini bergantung kepada asumsi mendasar bahwa individu-individu tersebut akan menempati posisi-posisi sebagai pemimpin seiring berjalannya waktu. Pernyataan resmi untuk tema capaian ini sebagai berikut:  Pemimpin masa depan tetap berkontribusi di berbagai sektor (bukan hanya di bidang pendidikan) dengan cara yang menunjukkan pemahaman dan kepekaan mereka. Kontribusi yang tetap dilakukan ini sangat penting untuk membantu orang-orang ini mengembangkan kemampuan kepemimpinannya lebih lanjut (yang juga akan mendorong mereka untuk menempati posisi-posisi pemimpin), termasuk dengan memberikan peluang bagi pemimpin masa depan untuk melahirkan dan mengembangkan gagasan-gagasan baru dan untuk berinteraksi dengan orang yang sedang atau telah menempati posisi pemimpin. 4C. “Jalur Perubahan” IM Sebuah rangkuman singkat mengenai pendekatan umum IM untuk mendorong perubahan dijelaskan di bawah ini. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa dalam banyak hal, PM secara aktif didorong untuk mengembangkan strategi sendiri untuk meraih capaian yang diharapkan berdasarkan konteks lokal dan konstelasi pemangku kepentingan lokal. Tema Capaian 1 – penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah IM Pengkajian ini mengidentifikasi beberapa jalur perubahan yang tercakup dalam tema capaian ini:  Pengajaran dan kegiatan ekstra kurikuler PM menciptakan perubahan positif dalam hal semangat dan prestasi siswa. Perubahan ini akan menumbuhkan perhatian dan motivasi
  • 14. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 9 untuk berubah, baik di kalangan pengajar maupun orangtua siswa: pengajar lebih termotivasi dengan peningkatan prestasi siswa, sedangkan orangtua siswa lebih termotivasi dengan peningkatan semangat siswa.  Kepala sekolah, pengajar dan orangtua siswa yang termotivasi mendapat manfaat dari peluang untuk berinteraksi dengan kepala sekolah, pengajar dan sesame orangtua siswa yang memiliki pola pikir yang sama. Interaksi ini akan menambahkan motivasi untuk bertindak lebih lanjut, menstimulasi pemikiran baru dan membangun momentum untuk perubahan.  Kepala sekolah, pengajar dan orangtua siswa yang termotivasi mengambil langkah proaktif untuk mengembangkan kapasitas mereka sendiri, termasuk sebagai akibat interaksinya dengan kepala sekolah dan pengajar lain, serta dalam menanggapi segala informasi, teladan dan peluang yang disediakan oleh para PM.  Para orangtua lebih memahami pendidikan anak mereka dan lebih aktif memantau perkembangan pendidikan anaknya, termasuk sebagai akibat dari keterbukaan pihak aktor sekolah dan interaksi dengan kepala sekolah, pengajar dan para orangtua siswa lain. Catanan: hasil kajian ini menunjukkan bahwa penerapan sebagian besar strategi di atas kurang efektif mendorong perubahan oleh kepala sekolah dalam hal-hal yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah. Seperti dibahas secara lebih terperinci di Bagian 5 di bawah ini, untuk menanggapi temuan-temuan umum ini, IM perlu menyempurnakan strateginya, terutama dalam mendorong pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Tema capaian 2 – keterlibatan masyarakat di daerah IM “Jalur perubahan” utama dalam tema capaian ini adalah interaksi, yaitu:  Anggota komunitas yang memiliki motivasi berinterkasi dengan pemangku kepentingan pendidikan lainnya di tingkat sekolah, komunitas dan daerah. Seperti di tingkat sekolah, interaksi menciptakan motivasi yang menghasilkan tindakan lebih lanjut, menstimulasi pemikiran baru, dan membantu membangun momentum terkait partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Tema capaian 3 – muncul dan berkembangnya prakarsa lokal Ini merupakan bidang pencapaian dengan jalur perubahan yang paling kompleks, karena prakarsa lokal berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan didukung oleh sejumlah aktor. Kajian ini telah mengidentifikasi berbagai unsur perubahan dalam bidang pencapaian ini, termasuk:  Para pegiat (istilah IM untuk “aktivis” dari luar daerah yang tergabung dalam IM, yang turut membantu mengelola sejumlah prakarsa IM, misalnya Kelas Inspirasi dan Indonesia Menyala) mendukung pelaksanaan prakarsa IM di tingkat lokal, yang juga merupakan peluang bagi pegiat untuk mengembangkan hubungan dengan aktor lokal, termasuk para PM dan penggerak.  Interkasi antara PM, pegiat, dan penggerak melahirkan gagasan untuk prakarsa baru.  Berdasarkan idealisme dan keinginan terjadinya perubahan, pengetahuan atas konteks lokal, interaksi dengan aktor-aktor lain, dan keterbukaan terhadap gagasan baru dari luar, para penggerak mulai memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk mengembangkan konsep dan rencana operasional untuk prakarsa lokal yang baru.
  • 15. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 10  Penggerak menggerakkan maysarakat untuk memberikan kontribusinya dalam bentuk uang, barang dan waktu. Keterlibatan masyarakat membangun momentum lebih jauh untuk penyelenggaraan prakarsa tersebut.  Penggerak meyakinkan para pengusaha dan profesional untuk mendukung prakarsa ini dengan cara menyediakan uang, aset fisik, sumber daya manusia, hubungan, dan/atau pengetahuan dan keahlian. Dukungan dari para mitra ini akan membangun momentum untuk melaksanakan prakarsanya dan juga meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri para penggerak yang memimpin pergerakan tersebut.  Gagasan tentang bagaimana menyempurnakan prakarsa yang ada bertumbuh seiring dengan berlalunya waktu sebagai tindak lanjut dari pembelajaran serta refleksi dari kesuksesan dan tantangan. Tema capaian 4 – Pembentukan pemimpin masa depan Jalur perubahan dari tema capaian ini didasarkan oleh asumsi bahwa keterlibatan sebelumnya di dalam jaringan IM merupakan pengalaman yang cukup kuat dan positif bagi para “alumni” (mantan PM, staf Galuh, dan para penggerak) sehingga mereka akan:  Berpartisipasi dalam berbagai prakarsa IM, dan  Berinterkasi dan menjalin hubungan dengan para alumni lain. Partisipasi dan interaksi ini pada akhirnya akan membantu dan mendorong para alumni untuk tetap memberikan kontribusi sesuai dengan bidang/konteks mereka sendiri (bukan hanya di bidang pendidikan). 4D. Kegiatan Pengaruh Utama IM Kegiatan pengaruh utama adalah kegiatan yang dilakukan oleh para aktor IM untuk mendorong perubahan pada para aktor eksternal lainnya yang berinteraksi dengan IM. Kegiatan pengaruh utama IM mencerminkan dua jenis aktor yang berbeda, yakni PM dan Galuh. Kegiatan pengaruh utama yang dilakukan oleh PM termasuk di antaranya:  Membagi berbagai informasi dengan berbagai aktor penting di tingkat sekolah, desa dan daerah.  Mengajar, terutama dengan menggunakan metode pembelajaran yang terpusat pada siswa.  Memberikan teladan yang positif bagi siswa dan pemangku kepentingan pendidikan, bukan hanya dalam hal mengajar tapi juga dalam hal mengatasi tantangan.  Mengembangkan hubungan yang positif dengan aktor di semua tingkat, bukan hanya dalam hal hubungan kerja namun juga dalam hal hubungan pribadi/emosional.  Memfasilitasi komunikasi dan interaksi yang positif antara berbagai aktor.  Mendukung penggerak dalam mewujudkan impian, termasuk melakukan perencanaan, mengembangkan rasa percaya diri, dan mengambil tindakan proaktif untuk mengatasi hambatan dan meningkatkan mutu pendidikan. Kegiatan pengaruh utama yang dijalankan oleh Galuh mencakup:  Mengidentifikasi dan mendukung pegiat.  Menyediakan peluang bagi para aktor untuk berjejaring dan bekerja sama, termasuk di dalamnya penggerak dari berbagai daerah.  Mengelola jaringan alumni IM dan memfasilitasi interaksi antara alumni dengan aktor lain.
  • 16. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 11 4E. Kegiatan Pondasi dan Praktik Organisasi IM Kegiatan pondasi dan praktik organisasi IM adalah kegiatan internal yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengaruh utama, namun tidak ditujukan untuk memengaruhi aktor eksternal ataupun mendorong perubahan di luar lingkungan organisasi. Kegiatan pondasi merupakan kegiatan yang cenderung lebih spesifik dan yang hanya dilaksanakan dengan cara tertentu atau pada waktu tertentu, sedangkan praktik organisasi merupakan proses umum yang dijalankan oleh IM sebagai bagian dari manajemen organisasi. Dua kegiatan pondasi utama yang dilakukan oleh Galuh adalah:  Rekrutmen, seleksi, dan pelatihan para PM.  Pendampingan dan bantuan bagi para PM ketika berada di lapangan. Praktik organisasi utama yang dilakukan dalam IM adalah:  Penggalangan dana, baik dari sponsor korporasi maupun dari sumbangan perseorangan (iuran publik).  Pengelolaan dan pelaporan keuangan.  Pemantauan dan evaluasi, yang juga dianggap mencakup proses refleksi yang terstruktur.  Pengelolaan pengetahuan.  Komunikasi publik, termasuk melalui website, media sosial dan media tradisional IM.  Pengelolaan sumber daya manusia, terutama yang berkaitan dengan staf Galuh.
  • 17. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 12 5. Hasil Utama Refleksi Kinerja Bagian ini menyajikan hasil dari refleksi terhadap kinerja IM, termasuk dengan menguraikan beberapa bidang dimana IM tampaknya telah menunjukkan kinerja yang baik, bidang dimana kinerja PM belum terlihat dengan jelas, dan bidang dimana tampaknya kinerja IM masih bisa ditingkatkan lagi. Lampiran 2 menyajikan hasil dari refleksi kinerja dalam bentuk grafik, berdasarkan logika perubahan IM keseluruhan seperti dijelaskan di atas. 5A. Catatan untuk Memahami IM: Konsep ‘Adhocracy’6 Untuk memahami IM dan kinerja IM, kita harus memahami bahwa IM tidak dapat dengan mudah dijabarkan atau dijelaskan dengan menggunakan pemahaman konvensional mengenai pengelolaan dan struktur organisasi, yang mengasumsikan bahwa wewenang harus terpusat dan strategi harus diuraikan dengan jelas. Meminjam istilah dari literatur pengembangan organisasional (Organizational Development), lebih tepatnya IM dipahami sebagai sebuah “adhocracy”. Konsep “adhocracy” sendiri pada awalnya dikembangkan oleh ahli pengembangan organisasi, Henry Mintzberg, sebagai satu dari lima konfigurasi keorganisasian. Mintzberg mencatat bahwa “dari kelima konfigurasi, adhocracy yang menunjukkan penyimpangan paling jauh dari prinsip pengelolaan klasik.” Adhocracy dicirikan dengan adanya “struktur organik dengan formalisasi perilaku yang minim” dan memiliki tingkat desentralisasi sangat tinggi secara internal organisasi. Sebuah adhocracy memiliki kecenderungan untuk menempatkan pekerja “spesialis” dalam bentuk tim kecil, untuk menyelesaikan pekerjaan yang berorientasi pada proyek. Dalam sebuah adhocracy, “strategi tidak ditentukan dari atasan. Namun, stretagi lahir dari serangkaian keputusan ad hoc yang dibuat untuk setiap proyek. Maka, semua yang terlibat di dalam pekerjaan proyek – yang bisa berarti semua orang di dalam organisasi tersebut – terlibat dalam pembuatan strategi.” Selain itu, batasan antara siapa pihak manajemen dan siapa yang menjadi pegawai sering kabur, dan staf pendukung (support staff) “berperan sangat penting” dalam mendukung banyaknya proyek yang merupakan pekerjaan inti dari sebuah adhocracy. Dengan adanya ketidakjelasan garis wewenang dan banyak proyek yang berbeda- beda, organisasi sangat bergantung pada individu-individu untuk “mengkoordinasikan pekerjaan masing-masing, dengan cara berkomunikasi informal satu dengan yang lain” baik antar proyek maupun antar unit (ini seringkali disebut sebagai “penyesuaian bersama”, atau mutual adjustment); dimana staf pendukung memiliki peran penting untuk memfasilitasi komunikasi ini. Semua penjelasan ini menggambarkan cara kerja IM secara akurat, di mana PM (dan penggerak) sebagian besar terdorong untuk mencari pemecahan masalah sendiri. Secara umum ada sedikit bantuan dari pihak Galuh, tapi pemantauan dari Galuh bersifat sangat terbatas. Komunikasi sebagian besar bersifat informal dan organik. Strategi IM tidak diuraikan secara terperinci, dan berubah seiring dengan berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap pengalaman yang dikumpulkan. Bagan 1 menyajikan ‘struktur’ IM yang dipetakan ke dalam konsep Mintzberg tentang bentuk adhocracy. 6 Bagian ini sangat mengacu pada Mintzberg (1980), “Structure in 5’s: A Synthesis of the Research on Organization Design”, Management Science 26 (3), 322-341.
  • 18. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 13 Bagan 1: IM sebagai sebuah “adhocracy” (diadaptasi dari Mintzberg) Sifat adhocratic IM adalah faktor penting yang membentuk identitas IM, dan yang juga merupakan faktor penentu keberhasilannya. Hal ini dikarenakan adhocracy paling cocok untuk lingkungan yang dinamis maupun yang kompleks, dan yang memerlukan inovasi tingkat tinggi. Berdasarkan hasil dari pengkajian ini, tampaknya struktur IM yang organik dan terdesentralisasi inilah yang menjadi faktor penentu dalam kemampuan IM untuk menghasilkan berbagai inovasi (dalam bentuk solusi kreatif dan prakarsa lokal) dalam lingkungan lokal yang kompleks, dinamis, dan beragam, baik di tingkat sekolah maupun di tingkat daerah. Oleh sebab itu, sifat adhocratic IM sangat penting sebagai bahan pertimbangan ketika berupaya untuk memahami kinerja IM. 5B. Beberapa Aspek yang Menunjukkan Kinerja Baik Kajian ini berhasil mengidentifikasi beberapa aspek dalam logika perubahan IM dimana bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa pencapaian yang diharapkan telah cukup terlihat perwujudannya. Beberapa aspek tersebut dibahas di bawah ini: Peningkatan Perhatian, Semangat, dan Momentum terhadap Bidang Pendidikan di Sekolah- sekolah IM Tampak jelas bahwa IM sangat efektif dalam membangun momentum untuk perubahan yang positif, baik di tingkat sekolah maupun di tingkat daerah. Momentum ini dimulai di kelas pada interaksi antara PM dengan para siswa. Para pengajar dan orangtua siswa yang diwawancarai di Bima hampir semua menyatakan bahwa ada perubahan yang signifikan pada tataran siswa. Orangtua siswa lebih memusatkan perhatiannya pada semangat anak-anak mereka untuk hadir di kelas dan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan sekolah (termasuk pelajaran tambahan setelah jam sekolah). Para pengajar mengatakan bahwa para siswa sangat bersemangat dan memperlihatkan peningkatan dalam prestasinya, baik prestasi belajar maupun ketika mengikuti lomba. Selain itu, ditemukan berbagai bukti kuat bahwa karena melihat perubahan yang terjadi pada siswa yang diajar oleh PM, maka beberapa pengajar dan orangtua siswa mulai menunjukkan perubahan Puncak Strategis (Direktur & Dewan Eksekutif) yang memberikan arahan umum namun tidak menunjukkan kuasa dan wewenang yang kuat. Bagian“tengah: “tengah” organisasi(Stafdan ManajerGaluh)memilikiliniwewenangatas “inti operasional”yang kabur, dan berperan sangatpentingdalammendukung berbagai “proyek”yang dikelola secara terdesentralisasi Inti operasional: (PMdan Penggerak)memiliki tingkat otonomisangat tinggidan berkoordinasi secara informaldengan infrastrukturpendukung organisasiuntuk menyelenggarakan “proyek-proyek”.
  • 19. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 14 perilaku juga. Perubahan ini juga merupakan hasil dari interaksi dan dorongan positif dari para PM kepada pengajar maupun orangtua siswa. Salah satu faktor penentu perubahan perilaku ini adalah kemampuan PM untuk memberikan teladan, dalam hal (a) penggunaan metode pengajaran yang terpusat pada siswa; (b) komitmen nyata untuk menjalankan perubahan positif bagi siswa; dan (c) adanya kemauan dan kemampuan untuk bertindak dalam menghadapi masalah. Faktor penentu lainnya adalah keinginan dan kemampuan PM untuk membangun hubungan yang positif, baik dengan pengajar maupun dengan orangtua siswa. Faktor penentu ketiga adalah sifat dari beberapa pengajar dan orangtua siswa itu sendiri. Tentunya, tidak semua pengajar ataupun orangtua siswa serta-merta mengubah perilaku mereka sebagai akibat keberadaan PM. Secara indikatif, pengajar dan orangtua siswa yang cenderung untuk menjadi lebih aktif adalah mereka yang:  Memiliki hubungan kuat dengan masyarakat setempat dan memiliki keinginan pribadi untuk melihatnya berkembang.  Mennyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan siswa itu sendiri.  Berinteraksi langsung dengan siswa yang memperlihatkan peningkatan yang signifikan dalam hal semangat dan/atau prestasi7 . Pengamatan di atas menunjukkan bahwa penempatan siswa sebagai capaian antara dalam logika perubahan IM sebagai suatu hal yang tepat. Interaksi antara para PM (baik dalam perannya sebagai pengajar maupun pihak luar yang bersemangat dan memberikan perhatian besar kepada pendidikan) dengan siswa berfungsi sebagai pintu masuk (entry point) yang strategis untuk menciptakan perubahan di kalangan berbagai aktor lain pada ekosistem pendidikan lokal yang paling dekat dengan siswa, yakni pengajar dan orangtua siswa. Lahirnya Prakarsa Lokal Baru Sesuai dengan sifat adhocracy IM dan fokusnya untuk menggalakkan dan memberdayakan aktor setempat untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, beragam prakarsa baru telah diciptakan di dalam jaringan IM. Beberapa di antaranya seperti Kelas Inspirasi, Ruang Berbagi Ilmu, dan Indonesia Menyala merupakan prakarsa yang digagas oleh Galuh. Berbagai prakarsa lokal lainnya terinspirasi oleh konsep IM itu sendiri (misalnya Tulang Bawang Barat Cerdas, Gerakan Bima Mengajar, dan Gerakan Desa Cerdas di Halmahera Selatan) atau bahkan merupakan prakarsa yang digagas oleh aktor setempat dan PM sebagai tanggapan terhadap prakarsa nasional IM dan/atau kebutuhan lokal. Seperti IM sendiri, kebanyakan dari prakarsa ini secara langsung maupun tidak langsung membantu menutup kesenjangan yang disebabkan oleh kinerja pemerintah yang kurang optimal dalam hal penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan, misalnya RuBI yang berperan sebagai pengganti program pengembangan profesional di mana upaya pemerintah sebelumnya (yaitu Pusat Kegiatan Guru dan Kelompok Kerja Guru) belum pernah terlaksana secara efektif. Jumlah dan keragaman prakarsa lokal menunjukkan indikasi kuat bahwa IM sudah berhasil menemukan rumusan untuk (a) mengembangkan banyak gagasan yang berpotensi untuk menghasilkan perubahan positif dalam pendidikan; dan juga (b) melibatkan aktor di luar pemerintah untuk menerjemahkan gagasan ini menjadi tindakan. Semangat dan komitmen para relawan yang telah mendirikan, mengelola dan mendukung prakarsa hingga saat ini adalah bukti bahwa kinerja IM 7 Penting untuk menggarisbawahi bahwa poin-poin ini sifatnya hanya indikatif. Akan sangat menarik jika IM meneliti lebih lanjut karakteristik para pengajar dan orangtua siswa yang cenderung untuk menanggapi secara positif keberadaaan IM. Konsep penyimpangan positif (positive deviance) bisa bermanfaat sebagai lensa untuk penelitian lebih lanjut ini.
  • 20. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 15 sangat baik dalam hal memotivasi dan mengajak pegiat di tingkat nasional (terutama di Jakarta, namun juga di kota-kota lain di luar daerah “in service”) dan penggerak di tingkat lokal (dalam daerah “in service”). Faktor penentu keberhasilan IM adalah kemampuannya untuk menstimulasi gagasan baru, termasuk dengan menyediakan ruang dan dukungan bagi kreatifitas dan juga dengan menghubungkan berbagai aktor yang bervisi sama dari latar belakang yang berbeda-beda, sehingga mereka dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Peluang seperti ini terbuka di tingkat nasional melalui acara-acara seperti Festival Gerakan Indonesia Mengajar (tahun 2013) dan Forum Kemajuan Pendidikan Daerah (tahun 2014 dan 2015) serta di tingkat lokal, misalnya seperti di Bima dengan dilakukannya acara Forum Keberlanjutan Pendidikan dan juga prakarsa RuBI Bima. Faktor penentu kedua dari keberhasilan adalah pendekatan IM yang mendukung tapi tidak mengelola prakarsa itu sendiri. Hal ini ‘memaksa’ pegiat dan penggerak untuk turut merasa memiliki prakarsa itu sendiri dan tidak bergantung pada IM untuk mendapat dukungan. Sifat optimisme IM yang ‘pasti bisa’ juga penting dalam pendekatan ini, karena dengan adanya komunikasi yang positif dan proaktif, pegiat dan penggerak terdorong untuk tidak duduk menunggu dari pihak lain (termasuk pemerintah) untuk bertindak. Seperti halnya perubahan di tingkat sekolah yang dijabarkan di atas, faktor penentu ketiga dari keberhasilan IM adalah kemampuan IM dalam mengidentifikasi dan membangun hubungan dengan para individu yang pada akhirnya menjadi pegiat dan penggerak. Baik interaksi pribadi dengan anggota jaringan IM maupun pemanfaatan media sosial sangat penting dalam hal pengembangan hubungan ini. Berdasarkan kajian ini, tampaknya sebagian besar pegiat dan penggerak memiliki sedikitnya tiga karakter utama yang serupa, yakni:  Rasa idealisme yang cukup tinggi, seperti yang terlihat pada motivasi mereka untuk berkontribusi terhadap perbaikan pendidikan di Indonesia;  Adanya keinginan untuk pembelajaran dan pengembangan diri mereka sendiri; dan  Adanya kesadaran kritis mengenai kondisi pendidikan di Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menyediakan pendidikanyang bermutu. Memberikan Pengalaman di Tingkat Akar Rumput yang “Membekas” bagi Pemimpin Masa Depan Aspek ketiga di mana kinerja IM terlihat baik berkaitan dengan tujuannya untuk membentuk pemimpin masa depan. Jelas di sini bahwa satu tahun bekerja dalam IM meninggalkan pengaruh besar pada PM, dimana dampaknya akan terus mereka rasakan selama berkarir. Dalam hal ini, dari sisi perspektif PM, slogan IM “setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi” lebih tepat dijabarkan sebagai “setahuan mengajar, seumur hidup terinspirasi”. Kajian ini menemukan adanya bukti-bukti bahwa alumni tetap berkomitmen kepada gagasan IM dan sebagian besar di antaranya tetap terlibat secara aktif dalam jaringan IM dengan berbagai cara: bukan hanya tetap terlibat dalam IM dan menyumbangkan berbagai prakarsanya kepada IM, namun juga tetap berkomunikasi secara informal dengan para alumni lain dan aktor lokal lain di sekolah, desa dan daerah di mana mereka pernah bekerja. Kinerja IM yang baik sebagai program kepemimpinan tampaknya disebabkan proses rekrutmen, seleksi dan pelatihan bagi para PM, dan juga sifat dari pengalaman PM sendiri selama satu tahun. Dengan demikian, maka melalui pemilihan calon yang tepat untuk kemudian dipersiapkan dan ditempatkan di daerah terpencil, pendekatan IM sudah terlihat cukup untuk memastikan bahwa pemimpin Indonesia di masa depan memiliki pemahaman akar rumput yang diharapkan. Selain
  • 21. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 16 menjaga agar basis data informasi alumni tetap terkini, IM tidak terlalu aktif dalam mengelola jaringan alumninya dan memastikan bahwa para alumni tetap terlibat. Salah satu pertanyaan yang belum terjawab adalah sejauh mana IM bisa mengelola atau memaksimalkan jaringan alumninya secara lebih efektif, terutama mengingat jaringan ini terus bertumbuh sepanjang waktu. Pertanyaan ini terutama berkaitan dengan ‘alumni’ IM yang bukan hanya PM tetapi juga staf Galuh dan para penggerak, mengingat bahwa staf Galuh dan penggerak tidak mengikuti proses seleksi, pelatihan dan penempatan yang sama intensifnya dengan para PM. 5C. Aspek-aspek dimana Kinerja IM Belum Terlihat dengan Jelas Selain aspek-aspek di atas di mana Kinerja IM terlihat baik, kajian ini juga telah mengidentifikasi dua aspek di mana Kinerja IM penting tapi belum jelas apakah cukup baik atau belum. Keberlanjutan Perubahan Bidang utama dimana kinerja IM belum jelas diantaranya: pertama, terkait dengan keberlanjutan perubahan yang didorong oleh IM di tingkat lokal, terutama setelah IM tidak lagi berada di suatu daerah. Dalam beberapa capaian IM yang diharapkan, disebutkan mengenai keberlanjutan terkait perubahan: kepala sekolah yang ‘secara terus menerus’ menerapkan pengelolaan berbasis sekolah, guru yang ‘secara terus menerus dan semakin giat’ menerapkan teknik pembelajaran yang terpusat pada siswa, dan masyarkat desa dan penggerak yang ‘secara mandiri’ melakukan kegiatan dan membuat prakarsa serta melibatkan relawan. Salah satu pertanyaan penting yang hingga kini belum terjawab adalah apakah perubahan perilaku yang sudah berhasil didorong oleh IM di tingkat sekolah, komunitas, dan daerah akan tetap bertahan dalam jangka panjang tanpa kehadiran, dorongan, dan dukungan IM secara langsung. Perubahan perilaku ini termasuk pertanyaan akankah para tokoh lokal (penggerak atau yang lainnya) tetap secara aktif mengawal perubahan. Pertanyaan-pertanyaan ini terutama relevan di daerah seperti Bima, dimana ekosistem pendidikan lokal belum kondusif, dalam arti bahwa praktik pemerintah daerah (atau faktor lain) umumnya malah menghambat, dan bukannya mendorong perubahan. Seperangkat pertanyaan kedua mengenai keberlanjutan terkait dengan prakarsa lokal yang telah diciptakan selama keberadaan IM di suatu daerah, termasuk: apakah suatu prakarsa mampu untuk mendapatkan sumber daya (bukan hanya pendanaan, namun juga sumber daya manusia dan teknologi) yang diperlukan untuk beroperasi secara efektif dalam jangka panjang, dan apakah prakarsa tersebut dapat mempertahankan kemandirian mereka tanpa adanya permintaan dari pemerintah lokal atau kepentingan lainnya, dan apakah prakarsa tersebut bisa beradaptasi berdasarkan perubahan yang terjadi di lingkungannya sekitar dan – bahkan lebih penting lagi – berdasarkan pembelajaran tentang apa yang berhasil dan apa yang tidak. Semua ini merupakan pertanyaan yang wajar dalam perkembangan IM, megingat IM baru-baru ini menarik diri (dalam bulan Desember 2015) dari beberapa daerah awal yang dianggap sudah cukup berhasil dalam jangka waktu 5 tahun terakhir ini, dan IM juga akan menarik diri dari beberapa daerah lainnya (termasuk Bima) pada bulan Juni 2016. Pertanyaan ini juga menunjukkan prioritas IM yang seharusnya di masa mendatang, yaitu: bagaimana IM bisa menyediakan dan/ atau memfasilitasi dukungan jarak jauh yang efektif bagi para aktor lokal dan bagi prakarsa yang belum siap mandiri. Walaupun kebutuhan untuk dukungan semacam ini sudah diakomodir dalam struktur organisasional IM yang baru, namun dukungan semacam ini sifatnya masih baru untuk IM dan kinerja IM hanya akan terlihat pada saat dukungan ini mulai dilaksanakan. Kinerja IM terkait dukungan jarak jauh akan
  • 22. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 17 menentukan sejauh mana IM berhasil memberikan kontribusi secara signifikan kepada pendidikan lokal dalam jangka panjang. Sebagai gambaran contoh pentingnya kinerja IM di bidang ini adalah kesembilan PM di Bima semua sepakat bahwa IM bisa ‘meninggalkan’ Bima pada tahun 2016, asalkan Galuh tetap memberikan dukungan jarak jauh sesuai kebutuhan. Sumbangan IM Bagi Perubahan Positif dalam Prestasi Belajar Hanya terdapat sedikit bukti terkait sejauh mana peningkatan semangat dan perhatian terhadap pendidikan yang telah diciptakan oleh IM telah/ akan berdampak pada pencapaian tujuan utama organisasi ini, yakni ‘penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif’ dan ‘bangsa yang lebih cerdas’. Bukti yang ditemukan dalam pengkajian terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa hanya bersifat anekdot-anekdot dan terpusat pada prestasi beberapa siswa secara perseorangan. Seperti diakui oleh kepemimpinan IM, sejauh mana PM dan prakarsa lokal berkontribusi kepada perubahan yang positif dalam hasil kegiatan belajar-mengajar hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab. 5D. Beberapa Aspek yang Berpotensi untuk Meningkatkan Kinerja IM Kajian ini juga telah mengidentifikasi beberapa aspek yang masih menyisakan ruang bagi peningkatan kinerja IM di masa mendatang8 . ‘Aspek dengan potensi perbaikan’ ini bisa diklasifikasikan menjadi dua kategori utama: yang pertama, aspek yang terkait dengan strategi IM untuk memengaruhi perubahan yang lebih besar, dan kedua, aspek yang terkait dengan bagaimana IM bekerja secara internal. Hal yang berpotensi untuk diperbaiki terkait dengan kedua kategori ini dibahas lebih lanjut di bawah ini. Hal yang Berpotensi untuk Diperbaiki: Strategi untuk Mempengaruhi Perubahan yang Lebih Besar Kajian ini telah mengidentifikasi tiga aspek utama dimana IM berpotensi untuk bekerja secara lebih efektif dalam mendorong perubahan yang signifikan dalam konteks ‘ekosistem yang lebih kondusif dan dinamis di semua tingkat’ dan ‘penyelenggaraan pendidikan dasar yang efektif’. Untuk masing- masing dari ketiga bidang ini, IM dapat mempertimbangkan, menyempurnakan dan/ atau memperjelas logika perubahan dan strateginya. Kajian ini mengajukan suatu usulan umum. 1. Memfokuskan pada tujuan, yakni peningkatan pencapaian pembelajaran Seperti dijabarkan di atas, sudah jelas bahwa IM berhasil menciptakan semangat, memperkenalkan dan mendorong gagasan baru, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat maupun relawan di bidang pendidikan. Namun, sejauh mana perubahan positif ini berkontribusi (atau akan berkontribusi di masa mendatang) kepada perubahan positif dalam konteks kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta berpikir siswa sekolah dasar masih berupa asumsi yang belum diuji. Ada resiko (yang diakui secara tidak langsung oleh pemimpinan IM) bahwa apabila semua energi positif tersebut tidak disalurkan menuju satu tujuan yang tertentu, maka sebagian besar energi tersebut akan mubazir, atau hanya berupa ‘euforia’ saja tanpa berkontribusi secara signifikan terhadap perubahan yang nyata. Hal ini bisa terjadi terutama karena intervensi-intervensi IM bersifat sangat terdesentralisasi. 8 Setiap hal dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan ini sudah disebutkan oleh paling sedikit dua pelaku atau kelompok pelaku di dalam IM.
  • 23. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 18 Salah satu tujuan yang menyatukan dan mengarahkan IM dan mitra-mitranya adalah peningkatan mutu pendidikan, sehingga ada peningkatan dalam hasil kegiatan belajar-mengajar. Walaupun visi IM menyebutkan soal masalah pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun visi ini masih sangat umum dan bisa ditafsirkan secara berbeda-beda oleh banyak pihak. Permasalahan yang mendasar dan konkret mengenai pendidikan dasar di Indonesia adalah hasil kegiatan belajar- mengajar dalam hal membaca, menulis, dan berhitung (‘calistung’) dan pemikiran kreatif / kritis yang masih jauh lebih rendah daripada yang diharapkan. Hampir semua aktor dan mitra IM menyadari kondisi ini, namun IM tampaknya belum memiliki bahasa yang mempersatukan terkait hasil kegiatan belajar-mengajar, dan juga belum mempunyai cara untuk menilai potensi suatu prakarsa untuk mengatasi masalah hasil kegiatan belajar-mengajar tersebut. Pengumpulan data dan/atau penggunaan cara-cara yang sederhana untuk mengukur hasil kegiatan belajar-mengajar menjadi salah satu cara untuk meningkatkan perhatian kepada tujuan IM yang lebih besar. Ini tidak berarti bahwa keberhasilan IM harus dinilai dengan mengukur apakah hasil/ prestasi belajar telah meningkat. Seperti dijelaskan dalam Bagian 4 di atas, ‘penyelenggaraan pendidikan yang efektif’ dan ‘bangsa yang cerdas’ berada di atas ‘lini pertanggungjawaban’, yang berarti bahwa IM hanya perlu memperlihatkan kontribusinya kepada peningkatan hasil kegiatan belajar-mengajar. Meningkatnya perhatian dan/ atau wacana tentang hasil kegiatan belajar-mengajar (dan permasalahan yang terkait) dapat dianggap sebagai kontribusi strategis, terutama mengingat peran IM dalam merancang suatu gerakan yang lebih luas. Usulan untuk perbaikan Logika Perubahan:  IM sebaiknya mempertimbangkan apakah perlu dan bagaimana caranya agar hasil prestasi belajar dimasukkan ke dalam capaian akhir program atau capaian antara, misalnya dalam hubungannya dengan peningkatan perhatian dan/ atau wacana yang lebih aktif mengenai hasil kegiatan belajar-mengajar.  IM perlu mempertimbangkan strategi untuk memenuhi capaian yang diharapkan. 2. Memperjelas apa yang dimaksud dengan ekosistem pendidikan yang ‘dinamis dan kondusif’, dan mempertimbangkan bagaimana merangsang dan mendukung intervensi untuk mendorong perubahan positif dalam pemerintahan di bidang pendidikan Hingga saat ini, sesuai dengan Rancangan Terarahnya, IM memposisikan pemerintah daerah sebagai mitra strategis yang bisa memberikan kontribusi kepada perubahan yang diharapkan, alih-alih sebagai mitra langsung yang perubahan perilakunya merupakan sasaran. Pemerintah daerah diposisikan sebagai aktor institusional; pelaku perseorangan di dalam pemerintah dianggap sebagai penggerak; perubahan positif dalam sistem untuk penyelenggaraan pendidikan atau pemerintahan di bidang pendidikan dianggap sebagai bagian dari ekosistem pendidikan lokal (yaitu: perubahan di tingkat tujuan). Lebih jauh, faktor-faktor seperti sifat optimisme IM, komitmennya untuk menjadi lembaga non- politis dan non-partisan, serta keyakinannya untuk mengidentifikasi dan mendorong penggerak lokal, berkontribusi kepada keraguan (baik di kalangan PM maupun Galuh) untuk secara terbuka mengkritik sistem yang sangat rancu, atau untuk ‘berpikir dan bertindak secara politis’9 . Kajian ini hampir tidak menemukan informasi yang mendukung kenyataan bahwa IM telah memusatkan perhatiannya pada permasalahan yang lebih sistemik berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di daerah dimana IM 9 Untuk kumpulan informasi tentang ‘berpikir dan bekerja secara politis’ dalam konteks program pembangunan, lihat: http://www.gsdrc.org/professional-dev/thinking-and-working-politically/
  • 24. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 19 bekerja. Permasalahan sistem termasuk, namun tidak terbatas, pada: korupsi endemik pada dana yang ditujukan untuk kepentingan sekolah dan siswa, kurangnya dukungan dan pengawasan terhadap para kepala sekolah dan pengajar, serta permasalahan yang mendasar tentang pengelolaan sumber daya manusia, termasuk politisasi birokrasi pendidikan, dan kurangnya perhatian pada kompetensi dasar pengajar dan kepala sekolah10 . Namun demikian, pengalaman IM di Bima hingga saat ini (yang sepertinya sangat mungkin terjadi di daerah lain) menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah sangat dominan dalam ekosistem pendidikan, dan bahwa banyak akar permasalahan di bidang pendidikan di tingkat sekolah pada kenyataannya merupakan permasalahan terkait pengelolaan dan penelantaran pendidikan di tingkat daerah. Tanpa adanya upaya untuk mengatasi permasalahan yang mendasar ini, terdapat resiko besar bahwa intervensi IM di tingkat sekolah tidak bisa memberikan hasil yang bertahan lama, atau bahwa intervensi yang didukung IM akan dikooptasi oleh pemerintah daerah demi kepentingannya. ‘Kekurangan’ dalam kinerja IM terkait perubahan sistemik dapat dijelaskan dalam konteks dua permasalahan mendasar: pertama, bahwa IM belum memiliki konsep yang kaya atau yang dipahami secara meluas tentang apa yang dimaksud dengan ‘ekosistem pendidikan yang dinamis dan kondusif’, termasuk tentang peran pemerintah di dalam ekosistem tersebut. Kedua, hingga saat ini IM belum secara jelas menyasar perubahan positif pada aktor utama yang terlibat dalam pengelolaan dan pengawasan sistem pendidikan setempat, yaitu pengambil keputusan di pemerintah daerah. Seperti diuraikan di atas, semua pelaku di tingkat daerah (termasuk yang berasal dari kalangan pemerintah) dianggap sebagai penggerak. Belum ada pertimbangan bahwa pejabat tinggi di daerah (misalnya Bupati, Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, dll) merupakan jenis aktor yang berbekal kepentingan mereka masing-masing, dan, oleh karena itu, harus ada strategi khusus untuk memengaruhi mereka. Seperti juga perhatian kepada hasil prestasi belajar, hal ini tidak berarti bahwa IM harus mengukur keberhasilannya dalam hal perubahan ekosistem pendidikan lokal. Namun demikian, untuk menjamin adanya perubahan yang lebih strategis dan lebih positif untuk jangka panjang, maka IM mungkin perlu berkontribusi kepada peingkatan kesadaran atau wacana lokal seputar permasalahan yang sistemik dan/ atau menargetkan perubahan perilaku atau sikap di kalangan para pembuat keputusan utama yang memiliki pengaruh terhadap permasalahan tersebut. Usulan untuk perbaikan logika perubahan:  IM sebaiknya menguraikan atau mengembangkan sebuah konsep yang lebih kaya untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan “ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis” di tingkat sekolah dan daerah.  IM perlu mempertimbangkan pencapaian akhir program tambahan, yaitu yang menyasar perubahan sikap atau perilaku untuk para pengambil keputusan di daerah terkait dengan permasalahan struktural dalam sistem pendidikan, kemudian mengembangkan strategi untuk memengaruhi pembuat keputusan untuk mewujudkan perubahan yang diharapkan. 3. Mendorong pelaksanaan manajemen berbasis sekolah secara sadar dan konsisten Bagian logika perubahan IM di mana semua pihak mengakui bahwa kinerja IM belum optimal adalah yang terkait dengan kepala sekolah dan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di tingkat sekolah. 10 Tentunya ini merupakan masalah yang sensitif. Seorang PM yang pernah menyebetukan masalah seperti ini dalam posting di blognya mendapat ‘teguran’ dari pemerintah daerah atas tindakannya tersebut.
  • 25. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 20 Kajian ini tidak menemukan bukti bahwa IM memberikan dampak signifikan terhadap manajemen berbasis sekolah maupun perilaku kepala sekolah, walaupun para kepala sekolah didaftarkan sebagai salah satu ‘mitra langsung’ dalam dokumen rancangan awal11 . Sepertinya kasus seperti yang ditemukan di SDN Tambora di Bima – berdasarkan informasi yang diterima, kepala sekolah menghadiri sekolah sekitar sekali setiap dua bulan, dan ada indikasi penyimpangan dana BOS dan BSM – bukan merupakan sesuatu yang jarang terjadi, dan banyak sekolah mitra lainnya masih sering mengalami ketidakhadiran kepala sekolah, keterbatasan keterlibatan komite sekolah dalam pengawasan sekolah, kurangnya transparansi keuangan dan penyimpangan dalam penggunaan dana yang sangat diperlukan oleh sekolah. Resiko yang dihadapi oleh sekolah-sekolah seperti ini juga dialami di SDN Tambora: bahkan dengan adanya ‘pengaktifan’ pengajar, orangtua siswa dan anggota komunitas, tanpa adanya perubahan mendasar pada pengelolaan sekolah, keinginan untuk perubahan lama-kelamaan akan hilang. Pengalaman IM selama lima tahun pertama memperlihatkan bahwa strategi yang pada umumnya berhasil digunakan untuk memengaruhi perilaku pengajar (menyediakan informasi dan teladan, berjejaring dengan pengajar sevisi, memberikan peluang bagi pengembangan diri) tidak cukup berhasil ketika diterapkan kepada kepala sekolah. Intervensi yang berbeda tampaknya diperlukan untuk memengaruhi kepala sekolah untuk benar-benar menerapkan manajemen berbasis sekolah. Strategi tersebut mungkin dengan menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) sehingga terbentuk ruang bagi masyarakat setempat untuk melakukan penekanan kepada kepala sekolah, atau pendekatan dari atas ke bawah (top-down) di mana dinas pendidikan memberikan tekanan maupun dukungannya. Selain itu, IM dapat secara eksplisit mempertimbangkan potensi perubahan dalam manajemen berbasis sekolah sebagai bagian dari kriterianya untuk memilih sekolah, dan/atau dapat memberikan tekanan dengan mengancam untuk menarik diri dari sekolah jika dirasakan tidak ada perbaikan yang nyata dalam manajemennya. Usulan untuk perbaikan logika perubahan:  IM sebaiknya menjabarkan-ulang capaian antara dan kegiatan pengaruh yang berkaitan dengan capaian ‘kepala sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah secara sadar dan konsisten’ agar sesuai dengan strategi yang lebih matang. Anggota Komite Sekolah, orangtua siswa dan tokoh masyarakat, dan dinas pendidikan sebaiknya dianggap sebagai mitra langsung yang bisa mendorong kepala sekolah untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah.  Pilihan lainnya, alih-alih menyasar kepala sekolah, IM bisa menyasar komite sekolah yang lebih aktif sebagai mekanisme untuk menyalurkan keinginan masyarakat dan melakukan pengawasan terkait pendidikan di tingkat sekolah. Hal yang Berpotensi untuk Diperbaiki: Perilaku Organisasi Internal Selain ketiga hal yang bisa diperbaiki berkaitan dengan logika perubahan IM di atas, kajian ini juga sudah mengidentifikasi beberapa bidang di mana IM bisa berkembang dalam hal perilaku organisasi internalnya (dalam bahasa yang digunakan dalam logika perubahan IM: ‘kegiatan pondasi’ dan ‘praktik organisasi’). Hal-hal tersebut dibahas di bawah ini. 11 Perlu dicatat bahwa kepala sekolah sebenarnya tidak dianggap sebagai mitra langsung dalam rancangan terarah IM versi awal, dan baru ditambahkan berdasarkan masukan dari para PM tahap pertama.
  • 26. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 21 1. Pengembangan dan pendampingan bagi para PM, terutama dalam rangka kemampuan mereka untuk ‘berpikir sistem’ dan ‘bekerja secara politis’ Seperti diperlihatkan dalam logika perubahan IM dan juga pengalaman IM di Bima, PM memiliki dua peran penting: pertama, sebagai Pengajar Muda yang berfokus pada mengajar, dan yang kedua sebagai Penggerak Muda , dengan fokus pada mengidentifikasi, mengaktivasi dan menggerakkan aktor lokal (baik di tingkat desa maupun kabupaten) agar lebih aktif terlibat dalam pendidikan. Keseimbangan antara kedua peran ini berubah selama lima tahun periode penempatan: pada awalnya PM menitikberatkan pada kegiatan sejenis mengajar, dan kemudian berangsur-angsur menjadi lebih terlibat dalam mengundang aktor lokal seiring dengan meningkatnya rasa percaya dan terbangunnya hubungan, dan seiring dengan lahirnya berbagai prakarsa setempat. Seperti yang diperlihatkan dalam pengalaman di Bima dan seperti yang sudah dibahas di atas, faktor penentu kontribusi jangka panjang IM terhadap ‘ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis’ adalah pada kemampuan Galuh dan terutama PM untuk ‘berpikir sistem’ dan ‘bekerja secara politis’. Untuk tujuan pengkajian ini, kedua konsep utama ini diuraikan sebagai berikut:  ‘Berpikir sistematis’ mencakup identifikasi ‘struktur’ (termasuk dalam hal hubungan kekuasaan dan insentif) yang menciptakan atau berkontribusi kepada masalah yang kompleks, dan pemahaman bahwa solusi yang mudah ditemukan belum tentu merupakan solusi yang tepat untuk menciptakan perubahan yang signifikan. ‘Berpikir sistematis’ juga berarti memandang perubahan sebagai sebuah proses dan bukan hanya kejadian yang terjadi sekali, serta melihat hubungan antar-masalah sebagai hal yang lebih kompleks dan bukan hanya rantai sebab-akibat yang linier12 .  ‘Bekerja secara politis’ mencakup pemahaman tentang kepentingan dan insentif yang memengaruhi berbagai aktor, serta pemahaman mengenai kondisi politik yang terbentuk dari kepentingan dan insentif tersebut. ‘Bekerja secara politis’ berarti mengidentifikasi dan bermitra dengan pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk bekerja secara kreatif dan luwes untuk memecahkan masalah, dan juga menjadi perantara bagi terbangunnya hubungan yang konstruktif di kalangan pemegang peran utama untuk menemukan kepentingan bersama dan cara-cara untuk mengatasi perlawanan terhadap perubahan13 . Walaupun IM sudah mulai mempertimbangkan high-level engagement sebagai salah satu kompetensi pokok yang diperlukan oleh seorang PM, pelatihan bagi para PM masih lebih difokuskan pada peran mereka sebagai Pengajar Muda , alih-alih Penggerak Muda . Kemampuan pokok yang dikembangkan selama pelatihan adalah mengajar, memfasilitasi, dan melakukan coaching; sehingga hanya ada sedikit perhatian untuk membantu PM dalam memahami sifat sistemik dari beberapa masalah, atau untuk bekerja sama di dalam sistem pendidikan politik lokal14 . 12 Konsep ‘berpikir sistematis’ diadaptasi dari: Senge, Peter (2006), The Fifth Discipline: The Art & Practice of the Learning Organization, p. 68-73. 13 Diadaptasi dari http://www.gsdrc.org/professional-dev/thinking-and-working-politically/ 14 Satu catatan menarik adalah bahwa adanya perhatian besar terhadap perubahan perilaku dan penggunaan Rancangan Terarah IM sebagai dasar untuk menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh PM dapat menimbulkan kesulitan bagi PM dalam mendorong perubahan dengan cara ‘memperbaiki’ system, alih-alih ‘memperbaiki’ manusianya. Hal ini terkait dengan komentar Lant Pritchett di dalam The Rebirth of Education (2013) mengenai pentingnya dan sulitnya memahami sistem pendidikan: “Orang tidak tertarik kepada penjelasan sistem. Penjelasan yang terpusat pada aktor jauh lebih menarik bagi kita sebagai individu, sampai ke tingkat yang sangat mendalam. Percaya kepada saya, ketika anak Anda meminta “Ayah, berceritalah kepada saya”, Anda tahu bahwa anak Anda pasti ingin mendengarkan cerita tentang aktor: pahlawan dan penjahat yang memiliki tujuan dan membuat rencana dan mengatasi tantangan.
  • 27. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 22 Perlunya pelatihan yang lebih menitikberatkan pada peran sebagai Penggerak Muda disebutkan secara eksplisit oleh para PM Bima. Dilihat lebih jauh, mereka merasa masih ada ruang untuk meningkatkan efektifitas dan manfaat pelatihan dan pendampingan, termasuk dengan:  Menambah topik pelatihan dan/ atau menyediakan bahan pengayaan, termasuk yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah, kebijakan yang relevan, pendekatan persuasi dan advokasi, pembinaan hubungan positif, dan cara untuk mengembangkan dan memperkuat kapasitas para penggerak.  Melakukan proses peralihan (handover) dari kelompok PM sebelumnya yang lebih jujur dan terbuka terkait tantangan dan peluang, termasuk yang berhubungan dengan pemetaan aktor lokal dan pendekatan yang sudah dicoba dan belum berhasil atau yang belum dicoba namun berpotensi untuk menghasilkan sebuah terobosan.  Menerima dukungan dari Galuh yang lebih tanggap atas kebutuhan PM pada saat itu, dan yang membedakan antara kebutuhan PM misalnya ketika mereka (a) membutuhkan coaching yang membantu mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri; (b) membutuhkan pendampingan yang lebih aktif; atau (c) hanya memerlukan dukungan atau persetujuan untuk menjalankan rencana yang sudah mereka kembangkan. Tentunya, kebutuhan untuk meningkatkan efektifitas dan manfaat pelatihan dan pendampingan bagi PM juga berarti bahwa masih terdapat ruang untuk perbaikan bagi pihak yang menyediakan pelatihan dan pendampingan tersebut. Para staf Galuh yang yang menyediakan pendampingan bagi para PM juga hanya sedikit terpapar dengan cara untuk ‘berpikir sistematis’ dan ‘bekerja politis’, dan oleh karenanya tidak dalam posisi kuat untuk memberikan bantuan kepada PM pada saat diperlukan. Hal ini dibahas lebih jauh di bawah ini. 2. Penyusunan profil dan pelaksanaan seleksi dan pengembangan staf dan manajer untuk Galuh Salah satu faktor utama keberhasilan sebuah adhocracy adalah kompetensi dari ‘staf pendukungnya’ (yakni kelompok yang memberikan dukungan secara tidak langsung kepada anggota organisasi yang lain) untuk bekerja secara mandiri dan berkolaborasi secara efektif. Dalam hal IM, para ‘staf pendukungnya’ dapat diartikan sedemikian rupa sehingga meliputi manajer maupun staf Galuh. Manajer Galuh mendukung organisasi dengan cara menerjemahkan visi strategis menjadi rencana yang lebih konkret dalam konteks tertentu, mengumpulkan berbagai pengalaman yang didapatkan sebagai masukan untuk menyempurnakan strategi secara terus-menurus, dan menyediakan dukungan dan bimbingan dengan cara yang mendorong fleksibilitas dan kreatifitas. Staf Galuh memberikan dukungan bagi PM dan prakarsa lokal, termasuk dengan memfasilitasi komunikasi antara Galuh, PM dan aktor lokal. Baik manajer maupun staf Galuh harus memiliki kemampuan yang baik dalam memahami berbagai konteks yang berbeda dalam lingkup kerja IM, membantu mengidentifikasi apa yang seharusnya terjadi dan kemudian membantu untuk mewujudkannya. Karena sifat IM yang terdesentralisasi dan adhocratic, semua ini harus dapat berlangsung tanpa adanya arahan yang intensif dari manajemen Ketertarikan kepada penjelasan naratif yang terpusat pada aktor dan bukannya penjelasan sistemik adalah alasan mengapa [sangat sedikit orang tertarik pada tantangan sistemik di bidang pendidikan]. Hal ini karena hampir semua keberhasilan kita sebagai organisme didorong oleh pemahaman atas barang dan aktor … jumlah perkalian, kita perlu memahami bahwa sistem bisa dihitung dengan jari.” (hal 142).
  • 28. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 23 senior IM. Walaupun IM telah memberikan perhatian besar bagi proses seleksi dan pelatihan para PM, namun IM belum memberikan perhatian besar pada proses seleksi dan pengembangan kapasitas staf dan manajer Galuh. Karena sifat Galuh yang strategis dalam membentuk dan mendorong gerakan IM, maka hal ini perlu dipertimbangkan sebagai bidang yang masih berpotensi untuk dikembangkan. Kajian ini mengidentifikasi masih ada lagi setidaknya dua bidang yang berpotensi untuk diperbaiki dalam hal membuat profil, seleksi dan penguatan staf dan manajer Galuh. Pertama, adanya kebutuhan untuk menggagas ulang ‘profil kesuksesan’ staf Galuh, baik pada kompetensi dasar mereka maupun dalam rangka kesesuaian dengan sifat IM yang terdesentralisasi dan adhocratic. Sebagai contoh, staf dan manajer Galuh harus fleksibel, memiliki prakarsa yang baik, dan harus memiliki daya tahan terhadap perubahan maupun ketidakpastian yang seringkali terjadi. Manajer juga harus memiliki gaya yang cocok dalam menangani kerumitan, atau dengan kata lain tidak terlalu top-down atau birokratis. Kedua, selama masa pengkajian ini, beberapa peserta menyatakan pendapat mereka bahwa versi program pengembangan staf (officer development program) IM sebelumnya tidak terlalu efektif dalam mengembangkan perangkat kemampuan yang dibutuhkan oleh staf, ataupun untuk meningkatkan kemampuan manajemen mereka. Dengan adanya profil keberhasilan yang telah dijabarkan secara lebih jelas, maka IM mungkin bisa menggunakan pengalamannya untuk melatih PM (atau menggunakan pengalaman para individu di dalam jaringannya) dalam mengembangkan program peningkatan kapasitas yang lebih baik bagi staf maupun manajer. 3. Pengelolaan pengetahuan dan prioritisasi knowledge intermediation IM tidak diragukan lagi merupakan organisasi yang secara aktif belajar dan menerapkan pembelajaran tersebut pada proses refleksi yang dilakukan untuk kegiatan utama, dimana aktor IM dan relawan di semua tingkatan didorong untuk berinovasi dan melakukan perbaikan berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui. Namun demikian, banyak dari kekayaan pengetahuan yang sudah dikumpulkan oleh IM tetap terpendam, atau dengan kata lain hanya berada ‘di dalam kepala’ beberapa aktor IM perseorangan. Tampaknya di IM belum ada budaya untuk mendokumentasi pelajaran penting untuk digunakan di masa mendatang atau dalam konteks yang berbeda. Salah satu contoh nyata adalah staf Galuh yang mengetahui ‘cerita’ tentang prakarsa lokal yang menarik seperti Tulang Bawang Barat Cerdas namun tidak ada informasi tertulis untuk dibagikan dengan pihak lain yang berkepentingan (cerita tentang perubahan untuk Gerakan Bima Mengajar yang disebutkan dalam Lampiran 3 ditujukan untuk menjadi contoh bagaimana dokumentasi semacam ini bisa berguna). Contoh lainnya adalah fakta bahwa PM yang berada di Bima saat ini tidak menerima catatan serah terima kerja tertulis dari pendahulunya; bahkan perancangan dan pelaksanaan keseluruhan proses serah terima diserahkan kepada PM di masing-masing daerah15 . Tidak adanya kebiasaan organisasional untuk mendokumentasikan pengalaman dan pelajaran yang diperoleh, ditambah dengan sikap positif organsisasi IM sepertinya menciptakan penghalang untuk mendokumentasikan pengalaman yang bersifat negatif, bahkan walaupun untuk dipergunakan sebagai dasar pembelajaran dan perbaikan internal. Ada indikasi cukup kuat bahwa budaya 15 Perlu dicatat bahwa para PM di Bima merasa bahwa porses serah terima yang mereka alami secara umum cukup membantu, terutama dibandingkan dengan pengalaman rekan-rekan PM di daerah lain yang tidak menerima informasi yang berguna sama sekali. Oleh sebab itu, menurut para PM di Bima, proses serah terima di Bima berpotensi untuk menjadi percontohan bagi proses serah terima selanjutnya secara umum.
  • 29. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 24 organisasi IM yang cenderung ‘melindungi’ PM baru dari segala bentuk informasi yang menyangkut kenyataan pahit pengalaman bekerja dalam lingkungan lokal tersebut, dan bahwa ‘perlindungan’ ini terjadi baik pada saat pelatihan maupun pada masa akhir ketika terjadi serah terima dari para PM sebelumnya. Alih-alih menerima keterangan yang lengkap, para PM dibiarkan untuk ‘menghadapi sendiri’. Staf Galuh juga menyatakan bahwa tantangan dan kesulitan dalam bekerja sama dengan pemerintah daerah, walaupun merupakan rahasia umum, jarang didokumentasikan. Pada saat diskusi mengenai bagaimana cara mengumpulkan dan menyusun informasi tentang proses perubahan di tingkat lokal, seorang staf mengatakan secara eksplisit bahwa “kami terlalu positif”. Permasalahan yang terkait dengan pengelolaan pengetahuan ini menjadi masalah ketika ada pergantian staf di Galuh, dimana ketika manajer atau staf pergi, orang tersebut juga membawa pergi pemahaman tentang organisasi ini, dan digantikan oleh staf baru yang hanya memiliki pemahaman terbatas mengenai budaya dan sejarah IM, dan yang juga belum memiliki acuan dokumentasi untuk mempelajarinya. Kurangnya ‘ingatan organisasional’ (organizational memory) ini juga sangat dirasakan pada saat ini, dengan beberapa manajer yang terlibat dari awal organisasi berdiri pindah kerja atau akan pindah dalam waktu dekat. Permasalahan di seputar pengelolaan pengetahuan juga bisa menciptakan ketidakefisienan di tingkat lokal. Misalnya PM di Bima merasa mereka sudah membuang-buang waktu dengan meraba-raba, karena para pendahulunya tidak memberikan informasi yang jelas tentang hal-hal tertentu. Selain itu, kurangnya ketersediaan pengetahuan yang jelas dan mudah diakses berpotensi untuk menghambat kemampuan prakarsa lokal untuk saling belajar satu sama lain. Potensi bagi IM untuk meningkatkan kinerja organisasinya secara keseluruhan tidak hanya terkait dengan pengelolaan pengetahuan internalnya sendiri, namun juga pengelolaan dan perantaraan (intermediation) pengetahuan eksternal yang terkait16 . Salah satu strategi utama IM adalah untuk memperkenalkan gagasan baru ‘dari luar’ ekosistem pendidikan dan memusatkan perhatian dan momentum positif di seputar gagasan tersebut. Banyak aktor di Bima menyebutkan bahwa hal ini adalah kontribusi positif dari kehadiran IM; pengajar yang terlibat dalam prakarsa Karumbu Bersinar dan RuBI Bima juga secara khusus menyebutkan ‘akses kepada informasi’ sebagai bidang yang masih memerlukan dukungan dari IM di masa mendatang. Selain itu, PM juga mengusulkan bahwa mereka dapat meningkatkan pelatihan dengan membuka akses kepada bahan pengayaan yang meliputi berbagai topik. Hal ini juga tampaknya perlu diterapkan bagi pengembangan Staf Galuh. Namun demikian, berbagai interaksi selama kajian ini membentuk suatu persepsi umum bahwa pengetahuan IM sebagian besar didasarkan pada pengalamannya sendiri serta pengalaman aktor yang berada di dalam jaringan IM. Hal ini dapat dimaklumi mengingat filosofi IM untuk memecahkan permasalahan lokal dan keinginan IM untuk menghindari pendekatan ‘menjiplak langsung’ (copy- paste); namun ada beberapa orang di dalam organisasi yang menangkap adanya sikap umum yang bersifat skeptis terhadap konsep eksternal. Menimbang bahwa (a) peran strategis IM adalah memperkenalkan gagasan baru, (b) banyaknya konsep dan gagasan yang siap dipakai dan sangat berkaitan dengan pendidikan (dalam hal pedagogi dan pengelolaan pendidikan) serta mobilisasi masyarakat (dalam hal pengembangan jaringan, 16 Untuk tujuan kajian ini, perantaraan pengetahuan (knowledge intermedication) disebut sebagai fungsi ‘menghubungkan’ produsen dengan konsumen pengetahuan, termasuk dengan: mengidentifikasi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengguna potensial; ‘mengemas’ (atau ‘mengemas-ulang’) pengetahuan agar menjadi semakin mudah diakses dan dimengerti oleh pengguna potensial; menyebarkan pengetahuan kepada pengguna potensial; dan memfasiitasi komunikasi antara produsen pengetahuan dan pengguna potensial.
  • 30. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 25 pergerakan sosial, pengawasan, dll.) dan (c) adanya ketertarikan dari mitra langsung IM untuk mendapatkan informasi dan gagasan baru, sepertinya ada nilai lebih jika IM memperkuat perannya sebagai perantara pengetahuan. Dengan memberikan pengetahuan yang berguna kepada PM dan penggerak (dan juga staf Galuh dan lainnya), seluruh gerakan IM dapat dibantu dengan banyak amunisi yang berpotensi untuk mendorong terjadinya perubahan yang positif. 4. Evaluasi dan Refleksi Strategis Selama pelaksanaan kajian ini, jajaran kepemimpinan IM kerap menyebutkan keingintahuan yang nyata mengenai ketepatan dan efektifitas strategi IM untuk meraih capaian yang dikehendaki. Upaya pemantauan dan evaluasi (monitoring & evaluation) IM lebih banyak dilakukan di tingkat operasional: misalnya, yang berkaitan dengan perubahan perilaku yang disebutkan dalam ‘Rancangan Terarah’, yang berkaitan dengan kegiatan khusus (misalnya pelatihan), yang sesuai dengan kebutuhan khusus (misalnya analisis umum mengenai keberlanjutan perubahan sebagai dasar untuk menentukan apakah sebuah daerah boleh dianggap ‘lulus’ dari IM atau belum). Namun, hampir tidak ada evaluasi yang dilakukan di tingkat strategis. Seperti disebutkan oleh direktur sebelumnya, penugasan ini adalah pertama kalinya IM secara formal berupaya untuk membandingkan logika perubahannya dengan apa yang secara nyata terjadi di lapangan, terutama pada tingkat capaian. Selain itu, hingga saat ini hanya terdapat sedikit saja dokumentasi tentang (a) proses pengembangan dan pelaksanaan prakarsa pokok atau (b) apa yang dihasilkan oleh prakarsa tersebut. Kurangnya evaluasi strategis dipengaruhi oleh beberapa tantangan. Pertama, sifat IM menyebabkan informasi sangat tidak tersebar di dalam organisasi. Ini juga berarti bahwa cara IM untuk mendefinisikan dan menjalankan strateginya berkembang terus. Kedua, ada keterbatasan kemampuan internal untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi, terutama di tahap strategis dan dengan cara yang bisa mengakomodir selalu berkembangnya strategi IM. Ketiga, baru sekarang IM secara jelas menguraikan logika perubahannya, yang berarti bahwa sebelumnya belum ada basis yang jelas untuk melakukan sebuah proses evaluasi. 5. Peningkatan keselarasan visi dan tujuan dengan mengkomunikasikan “Apa itu Indonesia Mengajar” Selama pelaksanaan pengkajian ini, beberapa orang yang berbeda mengajukan pertanyaan dan bahkan menunjukkan ketidakpahaman mereka tentang apa yang dilakukan IM dan apa yang ingin dicapai. Secara umum, persepsi masyarakat (di luar jaringan IM) dan bahkan di antara banyak pelamar untuk posisi PM adalah bahwa IM hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan guru yang berkualitas di daerah terpencil di Indonesia. Hanya ada sedikit pemahaman akan tujuan IM untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih kondusif dan dinamis di daerah terpencil tersebut, maupun untuk menciptakan generasi pemimpin yang lebih peka terhadap kebutuhan di daerah itu17 . Selain itu, beberapa perwakilan dari pemerintah setempat di Bima yang menyebut para PM sebagai ‘perwakilan’ dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mungkin disebabkan hubungan IM dengan Anies Baswedan. Dan yang terakhir, beberapa alumni juga mempertanyakan strategi IM yang ada saat ini, terutama apakah strategi tersebut telah bergeser dari penempatan PM sebagai pengajar 17 Kesalahpahaman ini sebagian disebabkan oleh komunikasi dari pihak IM sendiri. Misalnya, bagian FAQ di website IM menyatakan bahwa tujuan IM adalah “mengisi kekurangan tenaga pengajar berkualitas di daerah di Indonesia hari ini, dan menyiapkan calon-calon pemimpin muda Indonesia yang memiliki pengetahuan grass-root tentang daerah di Indonesia.”
  • 31. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 26 di sekolah menjadi upaya untuk mendorong berbagai prakarsa lokal dan nasional seperti Kelas Inspirasi dan RuBI. Pertanyaan ini sangat mungkin dipicu oleh sifat IM sebagai sebuah adhocracy: informasi tidak tersentralisasi, dan mengendap pada beberapa ‘tim’ yang bekerja di masing-masing konteks lokal. Sebagai sebuah organisasi yang relatif berusia muda, strategi IM – dan bahkan identitasnya – terus berkembang seiring dengan upayanya untuk belajar secara terus-menerus tentang apa yang cukup efektif dan apa yang tidak. Namun, pertanyaan-pertanyaan seperti yang di atas juga menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk memperbaiki cara IM mengomunikasikan tujuan besarnya dan mendorong keselarasan terkait dengan tujuan-tujuan tersebut di kalangan berbagai kelompok aktor yang berada dalam pergerakan IM. Keselarasan ini membutuhkan tujuan yang jelas dan mempersatukan (seperti dijelaskan dalam bagian yang membahas hasil pembelajaran di atas) dan komunikasi yang efektif tentang tujuan tersebut. Apabila orang memahami IM, mereka bisa memilih untuk berpartisipasi dalam gerakan IM dengan cara menyalurkan energi mereka kepada pencapaian tujuan IM yang diharapkan; jika demikian, maka upaya untuk memberdayakan para individu dan mendorong pembelajaran bersama akan memperkuat pergerakan secara keseluruhan. Namun, apabila para individu ini tidak memiliki persepsi yang selaras mengenai IM (misalnya karena mereka belum mengetahui apa yang menjadi tujuan atau strategi secara keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut), maka sebagian besar energi akan terbuang sia-sia, termasuk energy yang digunakan untuk mengelola ‘kekacauan’ yang berasal dari berbagai individu yang bekerja ke arah yang berbeda-beda. Bagan 2: Berbagai Tingkat Keselarasan Adapted from Senge, Peter (2006), The Fifth Discipline: The Art & Practice of the Learning Organization, p. 217-8.
  • 32. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 27 6. Pelajaran yang Mungkin Dapat Diambil dari Organisasi Lain Aspek dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan seperti dijabarkan di atas bisa digunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi organisasi lain yang relevan dan berpotensi untuk digunakan sebagai sumber pembelajaran bagi IM. Organisasi yang cukup relevan adalah organisasi yang: • Bekerja untuk memusatkan perhatian pada hasil pembelajaran. • Memandu masyarakat untuk mengatasi masalah sistemik, termasuk bekerja secara politis (dengan cara yang positif namun non-partisan). • Bekerja untuk mendorong manajemen berbasis sekolah. • Menyediakan penguatan kapasitas dan dukungan bagi koordinator masyarakat. • Menjalankan program internal yang efektif dalam pengembangan staf dan manajer. • Mengelola pengetahuan secara efektif dan membuat pengetahuan tersebut tersedia bagi pengguna potensial (baik pengguna internal maupun eksternal). • Melaksanakan evaluasi yang strategis dan berguna terhadap pekerjaan mereka sendiri. Namun, penting diingat juga bahwa untuk sebagian besar faktor di atas, organisasi yang memiliki sifat adhocracy adalah organisasi yang paling relevan bagi IM. Pelajaran dari organisasi yang bersifat sangat berbeda dan terutama organisasi yang memiliki konfigurasi berbeda dari IM akan memberikan contoh yang tidak terlalu relevan bagi IM. Dalam hal mengumpulkan usulan tambahan tentang organisasi yang mungkin bisa menjadi sumber pembelajaran, setelah berkonsultasi dengan IM dan DFAT, SOLIDARITAS mempersiapkan kuesioner online untuk ‘menjaring informasi dari sumber umum’ (crowd-source) dari para pihak profesional pendidikan, aktivis masyarakat madani, dan praktisi pengembangan. Kuesioner menanyakan organisasi dengan kinerja yang dianggap bagus oleh responden. Ada delapan belas tanggapan yang diterima selama waktu 10 hari, yang menghasilkan identifikasi atas organisasi berikut yang berpotensi menjadi sumber pembelajaran bagi IM:  Berkaitan dengan pengukuran hasil pembelajaran: SMERU  Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang secara umum memfokuskan pada hasil pembelajaran: Taman Bacaan Pelangi, Qoryah Thayyibah Salatiga, ProVisi Education, Yasumat Wamena, Yayasan Literasi Anak Indonesia  Berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah: World Education, Prioritas, LPKIPI Jawa Timur, Plan International Indonesia  Berkaitan dengan mobilisasi komunitas untuk mengatasai permasalahan sistemik: ICW, YAPPIKA, Seknas Fitra, LPKP Jawa Timur, PATTIRO  Berkaitan dengan penguatan kapasitas dan dukungan bagi koordinator masyarakat: MAMPU, CIRCLE Indonesia, Yayasan Satu Nama, IRE, Mitra Samya  Berkaitan dengan program pengembangan bagi staf/manajer: MDF, CIRCLE Indonesia, Yayasan Satu Nama, Wahana Visi Indonesia  Berkaitan dengan pengelolaan pengetahuan: Satu Dunia  Berkaitan dengan evaluasi internal: ICW, Plan International Indonesia
  • 33. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 28 Sebuah ringkasan dari hasil informasi yang diperoleh dari kuesioner online yang lebih terperinci ini dijabarkan dalam Lampiran 4. Selain daftar organisasi yang diperoleh dari kuesioner online, kajian ini telah mengidentifikasi dua organisasi yang relevan dan yang bisa dianggap sebagai sumber pembelajaran bagi IM. Pratham Pratham (www.pratham.org) merupakan salah satu LSM terbesar di India yang berfokus pada ‘intervensi bermutu tinggi, berbiaya rendah, dan bisa digandakan’ yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di India. LSM ini menyebutkan dirinya sebagai ‘organisasi pembelajaran yang inovatif’ yang didirikan pada tahun 1995 dengan satu model (yakni program PAUD Balwadi) yang kemudian diadopsi di beberapa wilayah di India. Pratham kemudian mengembangkan beberapa intervensi baru yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, misalnya melalui pengajaran remedial, metode pengajaran yang unik, dan pemanfaatan TI. Dalam menerapkan berbagai program tersebut, Pratham bekerja sama dengan beberapa mitra, termasuk pemerintah India, komunitas lokal, orangtua siswa, pengajar, relawan dan anggota masyarakat sipil. Menariknya untuk IM, Pratham juga bekerja sama dengan akademisi internasional untuk mengadakan evaluasi ilmiah terhadap berbagai program, yang seiring dengan berjalannya waktu telah menyumbangkan bukti tentang cara-cara yang efektif dalam meningkatkan mutu pendidikan. Evaluasi-evaluasi ini juga membuat Pratham meraih reputasi sebagai organisasi yang fokus pada inovasi, kualitas, dan penelitian. Selain itu, sebagai tanggapan terhadap kurangnya pemahaman tentang parahnya tingkat buta huruf di India, pada tahun 2005 Pratham menciptakan Laporan Status Pendidikan Tahunan (Annual Status of Education Report – ASER) sebagai cara untuk memberikan perhatian pada pentingnya permasalahan tersebut. Pratham juga membentuk unit penelitian dan evaluasi (the ASER Centre) untuk mengelola survei ASER yang diselenggarakan setiap tahun di seluruh penjuru India melalui serangkaian jaringan organisasi mitra dan ribuan relawan. Dikarenakan banyaknya kesamaan dari kedua organisasi ini, kajian ini mengusulkan untuk memulai komunikasi antara Pratham dan IM untuk membahas kemiripan serta peluang untuk kolaborasi. Apabila terlihat ada peluang pada komunikasi awal ini untuk memberikan hasil yang positif, maka DFAT (atau organisasi lain yang berminat untuk mendukung IM) dapat membantu untuk memfasilitasi komunikasi lebih jauh. “ASER telah menunjukkan bahwa sangat mungkin untuk menggunakan metode yang sederhana, handal dan ilmiah untuk menentukan sampel dan melakukan penilaian dalam skala besar yang berdampak besar dan berbiaya rendah. ASER juga merupakan contoh yang bagus tentang penggalangan partisipasi lokal di tingkat nasional dan juga membantu masyarakat umum untuk memahami status pendidikan dasar saat ini. Namun ASER paling signifikan dalam hal pengembangan agenda pendidikan kualitatif dan banyak digunakan dalam pemerintahan dan lingkungan pembuat kebijakan baik di dalam maupun di luar India.” - Website Pratham
  • 34. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 29 Kinerja Kinerja (www.kinerja.or.id) merupakan proyek yang didanai oleh USAID yang berfokus pada aspek penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan, baik dari sisi supply (artinya: pemerintah) maupun dari sisi demand (artinya: pengguna jasa dan komunitas). KINERJA telah mengembangkan pendekatan inovatif untuk melibatkan orangtua siswa, siswa, dan pemangku kepentingan lainnya dalam konteks manajemen sekolah. Dengan adanya kesulitan IM untuk mendorong perubahan perilaku kepala sekolah terkait dengan manajemen berbasis sekolah, pendekatan yang digunakan oleh KINERJA bisa dipelajari lebih lanjut, karena menciptakan ruang yang lebih terstruktur bagi banyak pemangku kepentingan untuk saling berkomunikasi dan mengawasi. Pendekatan Kinerja ini pada dasarnya meliputi tahap-tahap berikut ini:  Mengumpulkan data (dalam bentuk ‘survei pengaduan’) dari orangtua siswa, pengajar, dan siswa tentang persepsi mereka mengenai permasalahan di sekolah.  Mengadakan forum dimana kepala sekolah, komite sekolah, orangtua siswa, pengajar dan tokoh masyarakat dapat membahas hasil ‘survei keluhan’ tersebut secara terbuka.  Membandingkan data sekolah dengan standar pelayanan minimum nasional.  Menggunakan survei keluhan dan hasil diskusi sebagai dasar untuk membuat sebuah ‘maklumat layanan’ tentang apa yang perlu diubah di sekolah, dan juga memberikan ‘rekomendasi teknis’ kepada dinas pendidikan mengenai masalah yang berada di luar jangkauan sekolah.  Menggunakan ‘maklumat layanan’ dan standar pelayanan minimum sebagai dasar untuk mengembangkan rencana kerja dan anggaran sekolah, yang kemudian diinformasikan secara transparan kepada semua pemangku kepentingan.  Memfasilitasi pemantauan berkala dan transparan terhadap pelaksanaan ‘maklumat layanan’, termasuk oleh komite sekolah, orangtua siswa, pengajar dan tokoh masyarakat. Oleh karena tingginya tingkat relevansi dari pendekatan bagi IM, SOLIDARITAS telah memfasilitasi diskusi bersama antara tim KINERJA dan IM. Catatan dari diskusi tersebut dijabarkan dalam Lampiran 5.
  • 35. Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar 2010-2015 30 7. Beberapa Aspek Untuk Dipertimbangkan Berdasakan beberapa aspek dimana kinerja IM masih bisa ditingkatkan dan pelajaran penting yang bisa diambil dari organisasi lain seperti yang sudah dijelaskan, maka 10 ‘hal yang bisa dipertimbangkan’ disajikan berikut ini. 1. Mengidentifikasi penilaian terhadap hasil pembelajaran yang sederhana tapi akurat untuk diintegrasikan ke dalam intervensi IM di tingkat sekolah dan/atau daerah Untuk membantu mengarahkan upaya kepada tujuan besar terkait hasil pembelajaran, maka IM sebaiknya berupaya untuk mengukurnya secara akurat, dan kemudian menggunakan data yang dihasilkan untuk meraih perhatian, menggalang dukungan masyarakat, dan melacak perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Pengalaman Pratham menunjukkan bahwa sangat mungkin menggunakan metode ilmiah untuk mengukur hasil pembelajaran pada skala besar dengan biaya relatif rendah. Pengalaman Pratham juga menunjukkan bahwa pengukuran hasil pembelajaran merupakan cara yang efektif untuk mendorong partisipasi sektor pendidikan serta mengarahkan perhatian pemerintah kepada permasalahan yang dihadapi. Selain berbagai perangkat yang telah dikembangkan dan digunakan oleh Pratham, terdapat perangkat lain yang sudah tersedia di Indonesia misalnya Penilaian Membaca Kelas Awal (Early Grade Reading Assessment / EGRA) yang telah dikembangkan dan dipergunakan oleh program PRIORITAS yang didanai oleh USAID18 . Mengumpulkan data dan mengumumkan hasil analisa mengenai hasil pembelajaran juga akan memberikan lebih banyak manfaat, dimana tanggapan pemerintah daerah terhadap data tersebut (baik yang bersifat menerima dan memperhatikan, ataupun yang mempertanyakan dan meragukan) akan menjadi indikator yang baik tentang komitmen pemerintah terhadap reformasi pendidikan yang akan membawa perubahan yang signifikan. 2. Menjabarkan ‘Penanda Kemajuan’ dalam hubungannya dengan siklus 5 tahunan di tingkat sekolah maupun daerah. Dalam menjabarkan ‘penanda kemajuan’ yang digunakan sebagai acuan bagi PM maupun Galuh terkait dengan perubahan apa yang diharapkan didorong oleh para PM, maka IM sebaiknya tidak hanya mengacu kepada daftar perubahan yang diharapkan, tapi juga kepada proses dimana perubahan yang diharapkan akan terjadi seiring berjalannya waktu. Hal ini juga mencakup perubahan peran PM seiring berjalannya waktu. Pergeseran ini terjadi dari tingkat sekolah ke tingkat daerah (PM pada awalnya memiliki focus yang terletak pada tingkat sekolah dan berangsur-angsur mengalihkan perhatian kepada tingkat daerah seiring dengan lahir dan berkembangnya prakarsa lokal), dan dari peran PM sebagai Pengajar Muda menjadi Penggerak Muda (di mana PM yang awalnya difokuskan pada mengajar dan kemudian akan beralih menjadi semacam koordinator masyarakat). Peralihan ini dijabarkan secara jelas dalam Bagan 3 berikut. 18 Untuk informasi lebih lanjut mengenai EGRA di Indonesia, lihat: https://www.eddataglobal.org/countries/index.cfm?fuseaction=showdir&pubcountry=ID&statusID=3&showtypes=0