Anafilaksis adalah reaksi alergi sistemik akut yang berbahaya yang disebabkan oleh paparan alergen dan dapat menyebabkan syok atau kematian. Gejalanya meliputi hipotensi, sesak nafas, urtikaria, dan edema. Pengobatannya meliputi pemberian oksigen, cairan infus, adrenalin, antihistamin, dan manajemen syok.
1. BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian penyakit anafilaksis
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi.
Anafilaksis merupakan jenis syok distributif adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas segera.
Ini adalah peristiwa hidup yang mengancam yang memerlukan intervensi secepatnya. Respon
antibodi antigen yang parah menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi respon syok
umum. (critical care nursing, 986)
Anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan
kesadaran
Anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik melalui suntikan ataupun dengan
cara lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan berupa syok, gagal napas, henti
jantung, dan kematian mendadak
Anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E
(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun
hebat.
Anafilaksis adalah terjadinya reaksi renjatan (syok) yang memerlukan tindakan emergency
karena bisa terjadi keadaan yang gawat bahkan bisa menimbulkan kematian. Kalangan awam
menerjemahkan keracunan, padahal sesungguhnya adalah resiko dari tindakan medis atau
penyebab lain yang disebabkan faktor imunologi
Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang
didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi.
Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan
kesadaran.
Anafilaksis adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi
kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi Hipersensivitas Tipe
I pada manusia dan mamalia pada umumnya. Reaksi ini harusdibedakan dengan reaksi
anafilaktoid. Gejala, terapi, dan risiko kematiannya samatetapi degranulasi sel mast atau basofil
terjadi tanpa keterlibatan atau mediasi dariIgE.
2.
Etiologi penyakit anafilaksis
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti
antibiotik atau media kontras. Obat-obat yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah
golongan antibiotik penisilin, ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol,
sulfanamid, kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies. Alergi terhadap
gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah,
obat bius (prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut,
mangga, kentang, dll juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
Alergen
Ada yang menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis,
yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di
golongkan.
Allergen Penyebab Anafilaksis
Makanan
Krustasea:Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang
Ikan
Kacang-kacangan dan biji-bijian
Buah beri
Putih telur
Susu
Dan lain-lain
Obat
Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase
Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABUA
Ekstrak alergen untuk uji kulit
Dextran
Antibiotika:
Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin,Amphotericin
B, Nitrofurantoin.
Agen diagnostik-kontras
Vitamin B1, Asam folat
Agent anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil
cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT
Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp)
Lain-lain
Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid
3.
Klasifikasi penyakit anafilaksis
Berdasarkan reaksi tubuh :
Lokal : reaksi anafilaktik lokal biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada tempat
kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang fatal.
Sistemik : reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah kontak
dalam sistem organ berikut ini :
o Kardiovaskuler
o Respiratorius
o Gastrointestinal
o Integumen
Patofisiologi penyakit anafilaksis
Dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (immediate type
reaction) oleh Coomb dan Gell (1963), timbul segerasetelah tubuh terpajan dengan allergen.
Anafilaksis diperantarai melalui ikatanantigen kepada antibodi IgE pada sel mast jaringan ikat di
seluruh tubuh individudengan predisposisi genetik, yang menyebabkan terjadinya pelepasan
mediatorinflamasi.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.Alergen yang masuk lewat
kulit, mukosa, saluran nafas atau saluranpencernaan yang ditangkap oleh makrofag.
Makrofag segeramempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit T yang akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-3) yang menginduksi limfosit B berfloriferasi menjadi sel
plasma(plasmosit). Plasmosit akan memproduksi IgE spesifik untuk antigen tersebut.
IgE ini kemudian terikat padareseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan Basofil
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang denganantigen yang sama
dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yangmenimbulkan reaksi
3. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast.
Reaksi hipersensitifitas tipe I
Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th2. IgEdiikat oleh sel mast
dan basofil melalui reseptor Fc. Sel mast banyak ditemukanpada jaringan ikat di bawah
permukaan epitel, termasuk pada jaringan submukosatraktus gastrointestinal, traktus
respiratorius, dan pada lapisan dermis kulit.
4. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tesebutakan diikat
oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibatikatan antigen IgE, sel
mast/basofil mengalami degranulasi dan melepas mediatorantara lain histamin, leukotrien, dan
prostaglandin.
Respon fisiologis terhadapmediator tersebut antara lain spasme otot polos pada traktus
respiratorius dangastrointestinal, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan
stimulasiujung saraf sensorik.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala klasik anafilaksis seperti flushing (kemerahan),
urtikaria, pruritus, spasme otot bronkus, dan krampada abdomen dengan nausea, vomitus, dan
diare.
Hipotensi dan syok dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular,
vasodilatasi,
dandisfungsi
miokard.Peningkatan
permeabilitas
vaskuler
dapat
menyebabkanpergeseran 50 % volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit.
Histamin memperantarai efek tersebut di atas melalui aktivasi resptorhistamin 1 (H1) dan
histamin 2 (H2).Vasodilatasi diperantarai oleh baik reseptorH1 maupun H2. reseptor H2
membeikan efek langsung pada otot polos sementara reseptor H1 menstimulasi sel endotel
untuk memproduki NO.Efek pada jantung sebagian besar diperantarai oleh reseptor H2. Resptor
H1 secaraprimer bertanggung jawab untuk kontraksi otot polos extravaskular (misalnya
ototbronkus dan otot gasrointestinal).
Reaksi sistemik akut umumnya mulai timbul beberapa menit setelahpemaparan alergen;
keterlambatan yang lebih lama dari 1 jam sangat jarangterjadi. Pada kepekaan yang ekstrim,
penyuntikan alegen dapat segeramenyebabkan keatian atau reaksi subletal dan umumnya reaksireaksi yang palingberat terjadi paling cepat.Para peneliti secara khusus membedakan anafilaksis
dengan
reaksianafilaktoid.
Dimana
keduanya
memiliki
gejala,
penatalaksanaan,
dan
resikokematian yang sama, tetapi pada anafilaksis degranulasi sel mast atau basofil
selaludiperantarai oleh IgE, sedangkan pada reaksi anafilaktoid degranulasi sel mast ataubasofil
tidak diperantarai oleh IgE.
Tanda dan Gejala penyakit anafilaksis
Ringan :
Rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer, dan dapat disertai dengan perasaan
penuh dalam mulut serta tenggorok.
Kongesti nasal
5. Pembengkakan periorbital
Pruritus
Bersin – bersin dan mata yang berair
Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam pertama sesudah kontak
Sedang :
Rasa hangat
Cemas
Gatal – gatal
Bronkospasme
Oedem saluran nafas atau laring dengan dispnea
Batuk serta mengi
Awitan gejala sama seperti reaksi yang ringan
Berat :
Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tanda –tanda serta gejala
yang sama seperti diuraikan diatas dan berjalan dengan cepat hingga terjadi
bronkospasme, oedem laring, dispnea berat, serta sianosis. Disfagia (kesulitan menelan),
kram abdomen, vomitus, diare dan serangan kejang – kejang dapat terjadi. Kadang –
kadang timbul henti jantung dan koma.
Manajemen Medik penyakit anafilaksis
Pencegahan shock anafilaksis adalah salah satu tanggung jawab utama dari si perawat di
daerah perawatan kritis . langkah langkah pencegahan termasuk identifikasi pasien menanggapi
administrasi obat , produk darah dan darah . dan akurat selesai sejarah alergi pasien adalah
komponen penting keperawatan perawatan preventif . di samping daftar dari alergi , penjelasan
rinci jenis respon untuk setiap orang harus diperoleh . pasien dalam shock anafilaksis mungkin
memiliki sejumlah keperawatan mendiagnosa , tergantung pada perkembangan proses ( melihat
keperawatan mendiagnosis fitur pada anafilaksis shock ) . intervensi perawatan termasuk
facilating ventilasi , sebagai pengganti volume , yang mempromosikan kenyamanan dan
emosional yang mendukung dan pengawasan untuk menjaga agar komplikasi .
Tindakan
Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut
6.
Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila< 100mmHg beri Vasopressor (Dopamin) Tensi tak terukur 20 cc/kg ,Apabila sistole <
100 mmHg 500 cc/1/2 jam dan apabila sistole > 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
Bila perlu pasang CVP
Medikamentosa
Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom .Dapat
diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit,
Pemberian IV pada stadium terminal / pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000
dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)
Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis
tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam bila tetap sesak + hipotensi segera
rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV
Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam
faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam
Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama
72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit
Monitoring
Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi
membaik
Darah : Gas darah
Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
EKG
Komplikasi penyakit anafilaksis
Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
Bronkospasme persisten.
Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
Kerusakan otak permanen akibat syok.
Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
7.
Perimeriksaan Diagnosik penyakit anafilaksis
1. Anamnesis
Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan
sesuatu atau setelah test kulit )
Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing,
mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
2. Fisik diagnostik
Keadaan umum : baik sampai buruk
Kesadaran : Composmentis sampai Koma
Tensi : Hipotensi
Nadi : Tachycardi
Nafas : Tachypneu
Temperatur : Naik/normal/dingin
Kepala dan leher : Cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita,
Thorax : Cor Palpitasi, aritmia sampai arrest
Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing
Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat
Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas
3. Pemeriksaan Tambahan
Hematologi : Hitung sel meningkat , Hemokonsentrasi,
trombositopenia
eosinophilia naik/ normal / turun