SlideShare a Scribd company logo
QAWAID FIQHIYYAH
1
PENGENALAN QAWAID FIQHIYYAH
Pt 3
POWERPOINT TELAH DISEDIAKAN UNTUK
UMMAH UNTUK DIMANFAATKAN OLEH
MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MERASAKAN
BAHAWA ILMU YANG DISAMPAIKAN INI
BERMANFAAT .
TERUSKAN USAHA GIGIH BERDAKWAH
SECARA SUNNAH , BERJEMAAH , TELUS , DAN
BERSISTEMATIK
TERIMA KASIH KEPADA
SAHABAT-SHABAT YANG TELAH MEMBERI
SEMANGAT DAN KEINGINAN
UNTUK MENCARI HIKMAH YANG HILANG
3
َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ض‬ ِ‫ر‬ ِ‫َيء‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ض‬ ِ‫ألر‬ُ‫ه‬ِ‫م‬ ُ‫د‬‫ل‬َ‫َو‬
Redha dgn sesuatu adalah rela dgn akibat dari nya
Contoh kaidah: 1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah
satu dari keduanya. Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang meminta tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya
anggota tubuh yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada
pemotong tangan.
3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya
bertahan sampai waktu
Pengecualian : jika ada guru yang menghukum (ta’zir) murid yang melakukan pelanggaran,
dan telah mendapat izin dari ibubapa. Jika ta’zir itu sangat berat, hingga menimbulkan
meninggal dunia, maka ta’zir tersebut harus dipertanggung jawabkan.
Perlu dicatat, ta’zir adalah hal yang direstui oleh syariat. Guru harus tetap bertanggung jawab
, karena izin yang diperoleh guru dari wali murid maupun dari syariat, tetaplah terbatas pada
ketentuan menjaga keselamatan yang mungkin timbul.
4
‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫د‬‫ن‬َ‫ا‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ ُ‫َو‬‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ‫ـط‬ِ‫ق‬‫ا‬‫د‬‫س‬‫ال‬ُ‫َو‬‫عـ‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ََ‫َو‬ُ‫ـ‬
Kaedah ini tidak disepakati dikalangan ulama. Mazhab Shafie mengiktirafnya
sebagai salah satu kaedah yang diaplikasikan dalam kehidupan manakala mazhab
Hanafi sebaliknya.
Contoh: Seseorang yang melakukan musafir untuk merompak,atau membunuh
atau menyaksikan konset yang tidak dibenarkan oleh Islam, maka dia tidak
dibolehkan untuk melakukan sembahyang secara qasar ataupun jamak. Qasar ,
jamak merupakan salah satu kelonggarn yang diberikan oleh Allah apabila
melakukan musafir yang wajib ,sunat atau pun harus. Manakala musafir untuk
melakukan maksiat ia tidak dibolehkan.Sekiranya berlaku perbuatan maksiat dalam
perjalanan yang bersifat harus ianya tidak membatalkan kelonggaran yang
diberikan.
Yang gugur tak akan kembali sbgmana yg tiada pun tak akan kembali
5
َ‫ج‬‫ال‬ ِ‫فى‬ ٌُ‫عا‬‫م‬ ‫ال‬َ‫ؤ‬ُّ‫س‬‫ل‬َ‫ا‬ِِ‫ا‬َ‫َو‬
Kaidah ini terdiri dari tiga kata pokok, yaitu ‫السؤال‬ pertanyaan, ُ‫معا‬ mengulang, ِ‫الجَوا‬ jawaban,
jadi Arti dari kaidah ini adalah “pertanyaan itu terulang dalam jawaban”
Penjelasan kaidah : Apabila sebuah jawaban itu dengan lafadz yang singkat seperti “ya atau
tidak” atau lainnya setelah sebuah pertanyaan yang panjang dan terperinci, maka seakan-akan
pertanyaan itu terulang dalam jawaban tersebut. Dan tidak boleh bagi orang yang diberikan
pertanyaan untuk meniatkan sesuatu yang lainnya selain pertanyaan tersebut.
Misal; kalau ada seseorang yang bertanya : apakah kamu mengambil wang si fulan? Lalu dia
menjawab: “ya.” Maka jawaban ini berarti; “ya, saya mengambil uang si fulan.” jadi ketika
seseorang ditanya dengan pertanyan yang panjang dan banyak, maka ketika ia menjawab
pertanyaan itu walau hanya dengan satu kata saja maka seakan-akan pertanyaan itu terulang
atau ada dalam jawaban yang diberikannya.
Pertanyaan harus diulangi dlm mendapat jawapan
6
‫ة‬َ‫ف‬ِّ ِ‫الص‬‫ن‬ِ‫م‬ِّ ِ‫ص‬َ‫خ‬‫م‬‫ال‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ص‬
Sifat itu bagian dari pengkhususan
Syarah :
7
‫د‬‫ض‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ َُُّ‫ش‬َ‫اْل‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬َِِِّّ‫خ‬َ‫اْل‬ ِ‫ر‬َ‫ر‬
Kemudharatan yang lebih besar/ berat dihilangkan dengan kemudharatan yang lebih ringan
Contohnya, seorang hakim boleh mengambil bagian harta lebih banyak dari
zakat yang seharusnya dikeluarkan oleh orang kaya, jika zakat yang telah
dikumpulkan belum bisa memenuhi keperluan orang-orang fakir. Karena
kemudharatan akibat pengambilan harta dari si kaya lebih ringan
dibandingkan kemudharatan yang ditimbulkan apabila kebutuhan orang-
orang fakir tidak terpenuhi.
As a general rule, Muslims should not harm other people, especially other
Muslims. The only exception to this rule is due to the need for self-defense
against aggression or to avert some greater evil
8
ِ‫ل‬‫ثـ‬ِ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ ‫ال‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬ُِ
Disimpulkan bahwa kemudaratan harus dihilangkan, namun
tidak boleh dengan menggunakan cara yang mudarat juga
kecuali dengan menggunakan kemudaratan yang lebih kecil
dari kemudaratan yang ingin dihilangkan.Jadi ketika
kemudaratan itu dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih
berat maka secara nalar akal maupun syara’ tidak
diperbolehkan, bahkan orang yang melakukan hal itu disebut
orang yang bodoh.
Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
9
Contohnya, seorang hakim boleh mengambil bagian harta lebih banyak dari zakat yang seharusnya dikeluarkan oleh
orang kaya, jika zakat yang telah dikumpulkan belum bisa memenuhi keperluan orang-orang fakir. Karena
kemudharatan akibat pengambilan harta dari si kaya lebih ringan dibandingkan kemudharatan yang ditimbulkan
apabila kebutuhan orang-orang fakir tidak terpenuhi.
‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬ِّ‫اْلخ‬ “kemudaratan yang lebih berat harus dihilangakan dengan yang lebih ringan”
Kaidah ini didasarkan atas kaidah ‫يزال‬ ‫الضرر‬serta sebagai penjelas terhadap kaidah ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬‫بمثله‬ dan sebagai
takhsis terhadapnya.
a) Makna Kaidah : Menurut etimologi, kata ‫ضرر‬berarti kekurangan yang terdapat pada
sesuatu. Batasan ‫ضرر‬adalah keadaan yang membahayakan yang dialami manusia atau musyaqqat yang parah yang
tak mungkin mampu dipikul olehnya.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kaidah ini didasarkan pada kaidah ‫يزال‬ ‫الضرر‬maka secara tidak langsung
Kaidah ini diambil dari pemahaman sebuah hadis َ‫ال‬َ‫ار‬َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َ‫ال‬َ‫َو‬ َ‫ر‬َ‫ر‬َ‫ض‬(‫رَواه‬‫إبن‬ُ‫ماج‬). Kemudian hadis ini sendiri menjadi
sebuah kaidah fikih.
Sebagaimana juga telah dipaparkan di atas bahwa kaidah ini ada kaitannya dengan kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬bahkan
sebagai penjelas dan takhsis, karena kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬menjelaskan bahwa kemudaratan itu tidak boleh
dihilangkan dengan kemudaratan yang sama derajatnya apalagi dengan kemudaratan yang lebih besar. Kemudian
konsep dari kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬ini diperjelas serta ditakhsis oleh kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬sehingga
timbul suatu pemahaman bahwa kemudaratan haruslah dihilangkan, apabila tidak mungkin dihilangkan dengan cara
yang tidak mudarat maka harus menggunakan cara yang mudarat yang lebih ringan dari kemudaratan yang
dihilangkan.
Syarah ….. Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
10
Dari ketiga kaidah ini dapat disimpulkan bahwa kemudaratan harus dihilangkan, namun tidak
boleh dengan menggunakan cara yang mudarat juga kecuali dengan menggunakan
kemudaratan yang lebih kecil dari kemudaratan yang ingin dihilangkan.
Jadi ketika kemudaratan itu dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih berat maka secara
nalar akal maupun syara’ tidak diperbolehkan, bahkan orang yang melakukan hal itu disebut
orang yang bodoh serta tolol.
Menurut sebagian ulama, kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬mempunyai arti yang sama dengan
kaidah ‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬ ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬sebab arti dari memelihara atau
menjaga dalam kaidah yang kedua mempunyai arti menghilangkan karena memelihara dari
kerusakan berarti menghilangkan kerusakan tersebut. Namun menurut pendapat syaikh
Ahmad al-Zarqa kaidah ‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬ ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬tersebut lebih khusus
dari kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬. Menurutnya dalam kaidah ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬
ِّ‫اْلخ‬dijelaskan bahwa kemudaratan yang lebih besar yang sudah terjadi itu kemudian
dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan, sedangkan dalam kaidah ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬
‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬salah satu dari bahaya itu tidak pernah terjadi
Syarah ….. Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
11
َ‫ق‬ ‫َون‬‫ك‬َ‫ي‬ ‫ال‬ ‫ر‬َ‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬‫ا‬ً‫م‬‫يـ‬ُِ
Syariat Islam tidak membezakan sedikit pun antara kemudaratan yang lama dengan yang baru
sahaja berlaku, bahkan semuanya wajib di cegah dan dihilangkan. Justeru itulah kaedah ini
merupakan kaedah pelengkap kepada kaedah asas yang sebelum ini. Selain itu, walaupun
syariat memaafkan dan memberi kelonggaran terhadap berkekalan atau lama itu tidak ada
sebarang kemudaratan padanya. Sebaliknya, jika terdapat padanya kemudaratan, walaupun ia
telah lama berlaku, tetap wajib dihapuskan dan tidak ada beza dengan kemudaratan yang baru
berlaku. Hukum-hukum furu’ yang lahir daripada kaedah ini ialah :
· Diharuskan melarang doktor yang berpenyakit sawan daripada merawat pesakit, walaupun
doktor tersebut telah mempunyai pengalaman yang lama dalam merawat pesakit.
· Kiranya saluran longkang rumah seseorang itu mengalir di jalan umum dan mengganggu
rang ramai, maka ia hendaklah dihapuskan walaupun telah lama berlaku.
Kemudharatan yang berlaku tidak di anggap telah berlaku lama
12
َُ‫ق‬ِ‫ب‬ ‫ع‬َ‫ف‬ُ‫ي‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬ِ‫ان‬َ‫ك‬‫م‬ِ‫اْل‬ ِ‫ر‬
Kemudharatan itu sedapat mungkin ditangkis mengikut batas2 kemungkinan
Kaedah ini berasal daripada kaedah Usuliyyah yang berkaitan dengan skop kewajipan mencegah
kemudaratan dan bahaya yang mana jika kemudaratan itu dapat dibendung seluruhnya, maka
itulah yang terbaik. Namun, jika tidak termampu untuk berbuat demikian, maka lakukanlah
sekadar yang termampu. Hal ini kerana taklif syarak itu dikenakan terhadap mukallaf adalah
menurut kadar kemampuannya. Untuk itu, usaha untuk menyekat segala kemudaratan tersebut
supaya tidak berlaku hendaklah diusahakan.
· Usaha Abu Bakar al-Siddiq untuk mengumpul dan membukukan al-Quran supaya ia tidak
hilang.
· Umar al-Khattab mengambil tindakan membakar kedai arak agar tidak timbul masalah
yang lebih besar.
· Sekiranya mungkin dapat dicegah haiwan yang memekik atau berteriak dengan
menggunakan suara atau sergahan, maka tidak perlulah menghindarkannya dengan tangan
mahupun kayu.
13
‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬
KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN
Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar " ‫والضرار‬ ‫الضرر‬." Darar
adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar
adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan
pada orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan.
Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang
ditimpakan) dengan kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas
dendam.
Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh
membalas dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan
memperluas kerusakan tanpa ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak
mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.
14
Syarah ….. KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN
Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar " ‫والضرار‬ ‫الضرر‬." Darar adalah
menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah membalas
kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada orang lain bukan karena
balas dendam yang dibolehkan.
Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang ditimpakan) dengan
kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Karena hal itu akan menambah
kerusakan dan memperluas cakupan dampaknya.
Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas
dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa ada
manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.
Adapun cabang dari kaidah ini ada 5 yaitu:
1. Kerusakan ditolak sebisa mungkin . ‫اإلمكان‬ ‫بقدر‬ ‫يدفع‬ ‫الضرر‬
2. Kerusakan dapat dihilangkan . ‫يزال‬ ‫الضرر‬ ….. bersambung
15
Syarah ….. KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN
3. Kerusakan yang parah dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan .
‫األخف‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ‫األشد‬ ‫الضرر‬
4. Kerusakan yang khusus ditangguhkan untuk menolak kerusakan yang umum
‫العام‬ ‫الضرر‬ ‫لدفع‬ ‫الخاص‬ ‫الضرر‬ ‫يتحمل‬
5. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kebaikan
‫المصالح‬ ‫جلب‬ ‫من‬ ‫أولى‬ ‫المفاسد‬ ‫درء‬
Darar adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak.
Dirar adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada
orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan.
Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Karena hal itu akan menambah kerusakan dan
memperluasnya
Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas
dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa ada
manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.
16
َ‫َور‬‫حظ‬َ‫م‬‫أل‬ ‫يـح‬ِ‫ب‬‫ت‬ ‫ات‬َ‫َور‬‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬ِ‫ت‬‫ا‬
Eutanasia Indirect atau Double-Effect Medication boleh dilaksanakan menurut
pandangan syarak bagi memastikan kesengsaraan yang dihadapi pesakit dapat
dikawal dan pelaksanaannya tidak langsung bertujuan untuk mempercepatkan
kematian.
Muzakarah juga memutuskan bahawa dalam kaedah perubatan, mati otak (brain
death) adalah dianggap sebagai suatu kematian dan apabila kematian tersebut
disahkan oleh pakar, maka akan thabit semua hukum berkaitan kematian yang
ditetapkan oleh syarak. Justeru, adalah harus memberhentikan rawatan bantuan
sokongan (contohnya penggunaan mesin ventilator) dengan persetujuan waris-
waris terdekat selepas disahkan oleh dua orang pakar perubatan yang tidak
terlibat dalam urusan pendermaan organ.
Dalam keadaan darurat, setiap perkara yang ditegah dibolehkan
17
ََُ‫ق‬ِ‫ب‬ ‫در‬َُ‫ق‬‫ت‬ ‫ات‬َ‫َور‬‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬‫ا‬َ‫ـ‬‫ه‬ ِ‫ر‬
Contoh Kaedah
1- Tidak ada makanan selain bangkai, maka seseorang boleh memakan makanan haram tersebut. Jika
sudah mencukupi dan hilanglah dhoror, maka tidak boleh ia menikmati bangkai tersebut lagi.Berdosa
jika memakan lebih dari perlu.
2- Ketika wanita perlu berubat dan tidada dokter selain laki2, maka ia boleh berubat dengannya
dengan syarat hanya mengingkap bagian darurat yang hendak diperiksa saja, tidak yang lainnya
3- Jika seseorang dalam keadaan darurat mesti membeli sejenis makanan, pakaian, atau senjata
sedangkan si penjual enggan untuk menjualnya, maka dalam keadaan darurat boleh membeli dengan
paksa barang tersebut sesuai harganya tanpa ridhanya. Bahkan wajib bagi penguasa memaksa para
penjual untuk menjual atau penguasa yang menjualkannya dengan paksa pada yang memerlu. Ini
semua dilakukan ketika dalam keadaan darurat, namun sekadarnya selama darurat itu ada.
4- Keadaan darurat (tidak ada pilihan lain) harus memanfaatkan harta orang lain, maka saat itu boleh
memanfaatkannya. Jika si pemilik enggan, ia bisa dipaksa oleh yang punya kuasa untuk
meminjamkannya. Ini di saat darurat. Jika darurat tersebut hilang, maka tidak boleh dimanfaatkan
seterusnya.
Darurat dihitung sesuai kadarnya
18
ٌ‫ة‬َ‫م‬َ‫ك‬‫ا‬‫ح‬‫م‬ ‫َة‬ُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬
ADAT ITU BOLEH DITETAPKAN SEBAGAI HUKUM
Adat itu tidak berlawanan dengan nas syarak. Contohnya, adat membuat urusniaga di atas talian. Adat ini telah
berkembang selari dengan kewujudan internet. Pembeli dan penjual tidak bersua muka ketika melakukan
urusniaga. Tidak dinafikan kaedah ini asal bertentangan syarak, ie tidak dibolehkan membeli sesuatu yang tidak
wujud di hadapan mata, tetapi ulama menerimanya atas maslahat dan telah dijadikan amalan biasa dalam
masyarakat, dan ia tidak berlawanan dengan semua aspek hukum.
Adat yang diterima harus itu hendaklah telah diamalkan oleh individu dalam masyarakat secara menyeluruh
dan meluas. Bahkan, jika ada yang tidak mengamalkannya, jumlahnya amat sedikit.
Contoh : solat Tarawaih berjamaah. Asalnya , solat Tarawaih tidak semestinya diadakan secara berjamaah. Bahkan
sebenarnya, elok ditunaikan di rumah secara berseorangan atau bersama ahli keluarga.
Adat tersebut itu sudah wujud ketika hendak dilakukan tindakan itu. Maksudnya, kejadian adat itu telah berlaku
sebelum & ketika tindakan itu & ianya berterusan. Ini bermaksud, tidak harus diamalkan adat yang baru
timbul. Adat mendahului nas syarak sahaja yang dikira sah.
Contohnya, mewakafkan harta kepada anak yatim. Perlu difahami istilah anak yatim adalah anak yang ketiadaan
ibu bapa atau salah seorang daripadanya. Tetapi, sekarang rumah anak yatim turut menempatkan anak golongan
miskin biarpun kedua ibu bapa masih hidup.
19
Adat menurut ulama fiqih adalah hal-hal yang terjadi berulang-ulang dan masuk akal menurut akal sehat
yang dilakukan oleh sejumlah individu
Adakah perbedaan antara uruf dan adat? Sebagian ulama berpendapat keduanya dua kata dengan satu
arti. Sebagian ulama yang lain menganggapnya berbeda. Adat adalah sesuatu yang meliputi kebiasaan
individu dan golongan. Sedangkan urf itu khusus untuk kebiasaan golongan saja.
Adapun kaidah ini cabangnya ada 9 (sembilan) sebagai berikut:
1. Hujjah yang dipakai banyak orang wajib diamalkan. ‫بها‬ ‫العمل‬ ‫يجب‬ ‫حجة‬ ‫الناس‬ ‫استعمال‬
2. Adat itu dianggap apabila dominan dan merata. ‫وغلبت‬ ‫اضطردت‬ ‫إذا‬ ‫العادة‬ ‫تعتبر‬ ‫إنما‬
3. Yang dianggap adalah yang umum dan populer bukan yang jarang. ‫النادر‬ ‫ال‬ ‫الشائع‬ ‫للغالب‬ ‫العبرة‬
4. Hakikat ditinggal karena dalil adat. ‫العادة‬ ‫بداللة‬ ‫تترك‬ ‫الحقيقة‬
5. Kitab atau tulisan itu sama dengan ucapan. ‫كالخطاب‬ ‫الكتاب‬.
6. Isyarat yang difaham orang itu sama dengan penjelasan lisan.‫باللسان‬ ‫كالبيان‬ ‫لآلخرين‬ ‫المعهودة‬ ‫اإلشارة‬
7. Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan syarat. ً‫ا‬‫شرط‬ ‫كالمشروط‬ ً‫ا‬‫عرف‬ ‫المعروف‬
8. Menentukan dengan urf (kebiasaan) sama dengan menentukan dengan nash . ‫بالنص‬ ‫كالتعيين‬ ‫بالعرف‬ ‫التعيين‬
9. Yang dikenal antara pedagang sama dengan syarat antara mereka. ‫بينهم‬ ‫كالمشروط‬ ‫التجار‬ ‫بين‬ ‫المعروف‬
…sambungan ADAT ITU BOLEH DITETAPKAN SEBAGAI HUKUM
20
‫خ‬ِ‫ب‬ َ‫ال‬ ِ‫ظ‬‫ف‬‫د‬‫ل‬‫ال‬ َِ‫َو‬‫م‬‫ع‬ِ‫ب‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬َِِ‫ب‬َ‫س‬‫ال‬ ِِ‫َو‬‫ص‬
Yang dipandang dasar (titik tolak) adalah petunjuk umum dasar lafazh bukan
sebab khusus (latar belakang kejadian).
Terdapat banyak ayat al-Quran dan Hadis Baginda saw yang dilafazkan kerana sebab2 tertentu namun
ulama memahami bahawa walaupun ada sebab Baginda melafazkannya tetapi hukum berdasarkan
umum lafaz tersebut.
Contoh:
Wanita menjadi Pemimpin. Walaupun para ulama mengetahui bahawa hadis tersebut dilafazkan oleh
Baginda saw kerana penduduk Parsi melantik wanita sebagai Raja untuk memerintah mereka . Namun
para ulama tidak mengatakan bahawa hadis ini hanya khusus dilafazkan dengan sebab tersebut sahaja.
Oleh kerana itulah sebahagian ulama menggunakan hadis ini sebagai dalil mengatakan bahawa wanita
tidak boleh menjadi Imam di dalam solat.
Kedua, jika benar Baginda saw benar2 ingin menjawab terhadap persoalan yang ditanyakan maka sudah
tentu Baginda saw akan menjawab secara terus . Contohnya bilamana Baginda saw ditanya tentang
lemak dan bulu binatang, maka jika Baginda saw ingin menjawab terus tentulah Baginda akan menjawab
: ‫حالل‬ ‫الفراء‬ ‫و‬ ‫الجبن‬ ‫و‬ ‫السمن‬ Maksudnya: Lemak, keju dan bulu binatang adalah halal.
21
َ‫ال‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ي‬‫د‬‫م‬َ‫س‬‫م‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ِ‫اء‬َ‫م‬‫ِْلس‬‫ا‬‫ب‬
PENGAJARAN ITU ADALAH DARI ISINYA BUKAN NAMA.
sesuatu itu diambil kira tentang hakikatnyadan bukan semata-mata pada namanya
Samada bentuk pakaian itu dinamakan busana muslimah
ataupun nama-nama lain , yang terlebih penting ialah samada
pakaian itu memenuhi SYARAT –SYARAT yang telah ditetapkan
sebagai menutup aurat ataupun tidak .
Umat harus meneliti sesuatu agar tidak terperangkap dengan
nama indah seperti Pemakanan Sunnah tetapi hakikatnya
bukan sedemikian.
22
‫د‬‫ش‬‫ال‬ ِِِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬‫ل‬ِ‫ل‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ُِ‫ا‬‫د‬‫ه‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫ال‬ ِ‫ع‬ِِ‫ا‬ِ‫ر‬
Perhatian lebih diberikan pada kejadian yang kerap berlaku , bukannya yang jarang2
Contoh: seorg lelaki brumur 17 thn dikira capai tahap umur baligh walaupun dia
blum baligh.
Ibnu Rus berkata :‫بالنادر‬ ‫بالمعتادال‬ ‫الحكم‬
“Hukum itu dengan mencakup atas apa yang biasa terjadi bukan yang jarang
terjadi”.
Contohnya : para ulama berbeda pendapat tentang waktu hamil terpanjang, dan
jika menggunakan kaidah diatas, maka waktu hamil terpanjang tidak akan
melebihi satu tahun. Demikian pula menentukan masa menopause ketika wanita
berusia 55 tahun .
َِ‫ه‬‫الغ‬ِ‫ب‬ َ‫ر‬‫ألغ‬
Ertinya : "(Bagi mendapatkan) Keuntungan (hasil pelaburan) mestilah dengan menghadapi risiko (dan
jaminan barang yang dijual adalah selamat - bermakna tiada untung tetap dijanjikan)" (Riwayat As-
Syafie, Ahmad, Ibn Hibban, Abu Daud : no 3508 ; As-Suyuti & Albani : Hasan)
Menurut Dr Muhammad Az-Zuhayli menjelaskan lagi ertinya dengan katanya "sesungguhnya siapa yang
yang menanggung kos dan risiko kerugian, maka merekalah yang layak mendapat manfaat atau
keuntungan jika ada".
Risiko sejalan dengan keuntungan…..atau Tanggungan kewajiban seimbang dengan manfaat yang diambil
Contoh : Akad syarikat. Untung sama2 tanggung, rugi pun sama2 tanggung
Maksudnya adalah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko.
Biaya peguam adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual atau
ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka dia wajib
mengembalikan barang dan risiko pengembaliannya. Berbeda dengan kos mengangkut dan
memelihara barang, dibebankan pada pemilik barang
Ganjaran keuntungan adalah dengan menghadapi risiko
24
ِ‫ر‬ ِ‫ـاص‬َ‫ق‬‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ل‬َ‫ض‬‫أف‬ ‫ى‬َُِ‫ع‬َ‫ت‬‫الم‬
Perbuatan mencakupi kepentingan org lain lebih utama dari hanya kepentingan sendiri
misalnya: menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah, karena
dengan ilmu dapat menjadikan shalat itu lebih berkualiti.
Demikian pula ilmu dapat dirasakan manfaatnya (efek sosial secara
positif) bukan hanya si pemilik ilmu tapi juga lingkungan sekitarnya.
Amal yg dilakukan dgn kualiti, baik, teratur lebih utama dari yang
dibuat semata2 kerana buat.
25
ِ‫ه‬ ِ‫ار‬َ‫ر‬‫ق‬ِ‫إ‬ِ‫ب‬ ٌ‫ذ‬َ‫خ‬‫ا‬َ‫ؤ‬‫م‬ ‫ء‬‫ر‬َ‫م‬‫ال‬
Seseorang itu dipegang berdasarkan pengakuannya
“Iqrar adalah suatu pengakuan yang dibuat oleh seseorang secara bertulis atau
atau lisan atau dengan isyarat menyatakan bahawa ia mempunyai obligasi atau
tanggungan terhadap seseorang lain berkenaan dengan sesuatu hak.”
1- Pengakuan mengenai tulisan, tandatangan atau meterai hendaklah diterima
sebagai pengakuan orang yang menulis atau yang melaksanakan dokumen itu;
2- Sesuatu pengakuan melalui dokumen yang ditulis atau disebabkan ditulis oleh
seseorang di bawah tandatangan atau meterainya dan diserahkan kepada orang
lain boleh diterima sebagai iqrar dengan syarat.
26
‫ي‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِِ‫ل‬‫خ‬َ‫ت‬ ‫ة‬‫د‬‫ق‬َ‫ش‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ر‬‫ي‬ِ‫س‬
Sebab terjadinya suatu keringanan, baik dalam kaitannya dengan masalah peribadatan maupun
lainnya adalah sebagai berikut:
1. bepergian. Dalam keadaan ini, orang diperbolehkan meringkas (meng-Qoshor) shalat dan
mengumpulkan (men-jama’). Begiut juga dalam hal berpuasa.
2. sakit. Keadaan ini, orang boleh shalat dengan cara duduk atau berbaring dan berisyarah serta
bertayammum sebagai ganti berwudlu dan diperbolehkan tidak berpuasa dan sebagainya.
3. terpaksa. Dalam keadaan yang seperti ini orang boleh memakan makan-makanan yang
haram, bahkan boleh mengucapkan kata-kata kufur atau berbuat yang dapat mengkafirkan.
4. lupa. Dalam keadaan seperti ini yaitu orang bertindak dosa karena lupa, baginya bebas dari
sangsi, seperti makan pada saat berpuasa Ramadhan atau salam sebelum shalat selesai, lalu
berbicara dengan sengaja, setelah ingat bahwa belum selesai, maka baginya boleh langsung
melanjutkan shalatnya.
KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI
27
Keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari was-was
terutama dalam masalah kesucian dan shalat. Keyakinan adalah
ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti, sedangkan keraguan
adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara
keduanya.
Perkara yang diyakini adanya tidak boleh dianggap hilang kecuali
dengan dalil yang pasti dan hukumnya tidak boleh berubah oleh
keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak adanya maka tetap
dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena
keraguan (antara ada dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari
yakin, maka keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak adanya
sesuatu.
…..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung
28
Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut:
1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya. ‫كان‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫كان‬ ‫ما‬ ‫بقاء‬ ‫األصل‬
2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan. ‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬
3. Sesuatu yang dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan. ‫بيقين‬ ‫إال‬ ‫اليرتفع‬ ‫بيقين‬ ‫ثبت‬ ‫ما‬
4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada. ‫عدمها‬ ‫العارضة‬ ‫واألمور‬ ‫الصفات‬ ‫في‬ ‫األصل‬
5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat ‫أقرب‬ ‫إلى‬ ‫الحادث‬ ‫إضافة‬ ‫األصل‬‫أوقاته‬
6. Hukum asal segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas ulama ‫األصل‬‫عند‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬‫الجمهور‬
7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram ‫األصل‬‫األبضاع‬ ‫في‬‫التحريم‬.
8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih ‫ال‬‫التصريح‬ ‫مقابلة‬ ‫في‬ ‫للداللة‬ ‫عبرة‬ .
9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam ‫ال‬‫ساكت‬ ‫إلى‬ ‫ينسب‬‫قول‬
10. Praduga itu tidak dianggap ‫ال‬‫عبرة‬‫بالتوهم‬
11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya ‫ال‬‫البين‬ ‫بالظن‬ ‫عبرة‬‫خطؤه‬
12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara hakikat ‫الممتنع‬‫حقيقة‬ ‫كالممتنع‬ ‫عادة‬
13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil ‫ال‬‫الدليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫االحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬
…..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung
29
ِ‫ل‬َُ َ‫ق‬َ‫ي‬ ََ‫ل‬ ‫ما‬ ُِِ‫ق‬ َ‫َل‬‫إط‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ي‬ ِ‫ر‬‫ج‬َ‫ي‬ ‫ق‬َ‫ل‬‫ط‬‫م‬‫ال‬َ‫ل‬ َ‫َال‬ُ ‫َو‬َ‫أ‬ ‫ا‬ًّ‫ص‬َ‫ه‬ ُِ‫ي‬ِ‫ي‬‫ق‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ‫يل‬ً‫ة‬
Yang mutlak berlaku pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang mengikatnya, baik
secara nash maupun dilalah.
Contoh : Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membeli suatu
barang, dan dia tidak menjelaskan harganya, maka orang yang ditunjuk sebagai
wakil hendaknya membeli dengan harga standard atau dengan perbedaan sedikit,
dan tidak boleh membeli dengan perbedaan yang sangat banyak. Jika dia
melakukannya, berarti dia membeli untuk dirinya sendiri dan bukan sebagai
orang yang ditunjuk sebagai wakil. Karena perwakilannya sekalipun bersifat
mutlak, namun juga terikat, dengan bukti bahwa orang yang mewakilkan tidak
menginginkan rugi yang sangat besar.
30
‫ق‬َ‫ل‬‫ط‬‫م‬‫ال‬‫ل‬َ‫م‬‫ح‬‫ي‬‫د‬‫ي‬َ‫ق‬‫م‬‫ال‬ُِ
Dalalah lafazh mutlak dibawa pada dalalah lafazh muqayyad
Absolute holds unrestricted
Mutlaq ‫المطلق‬ adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal
tanpa adanya batasan.
Sedangkan muqoyyad ‫المقيد‬ adalah lafal yang menunjukkan suatu hal
dengan adanya batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang
bersifat mutlak atau umum, maka ia harus diberlakukan seperti
keumumannya.
Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau
bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar
pembatasan atau kekhususannya tersebut.
31
َ‫ب‬ ِ‫َوط‬‫ـثر‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ِ‫ار‬َ‫ج‬‫ـ‬ُّ‫ت‬‫ال‬ َ‫ين‬َ‫ب‬ ِّ‫َو‬‫عر‬َ‫م‬‫أل‬َ‫ه‬َ‫ه‬‫ي‬
sesuatu yang telah dikenal diantara pedagang berlaku sebagai syarat diantara mereka
Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku
hanya dibidang mu’amalah saja, dan itupun
dikalangan pedagang (akan dijelaskan lebih jauh
dalam dhabit mu’amalah).
Dimasukan disini dalam kaitannya dengan kaidah al-
adah muhkamah
32
ً‫ط‬‫دـر‬‫ش‬ ِ‫َوط‬‫ـثر‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ‫ا‬ً‫ف‬‫ر‬‫ع‬ ِّ‫َو‬‫عر‬َ‫م‬‫أل‬
Sesuatu yang dikenal karena ‘urf seperti yang di syaratkan sebagai suatu syarat.
Maksudnya adat kebiasaan dalam bermuamalah mempunyai daya ikat seperti
suatu syarat yang dibuat.
Contohnya apabila orang bergotong- royong membangun rumah yatim piatu,
maka berdasarkan adat kebiasaan orang-orang yang bergotong royong itu tidak di
bayar.
Lain halnya apabila sudah dikenal sebagai tukang kayu atau tukang cat yang biasa
diupah, datang kesuatu rumah yang sedang dibangun lalu dia bekerja disitu, tidak
mensyaratkan apapun, sebab kebiasaan tukang kayu atau tukang cat apabila
bekerja, dia mendapat bayaran.
Contoh: Menjual buah di pohon tidak boleh karena tidak jelas jumlahnya, tetapi
karena sudah menjadi kebiasaan maka para ulama membolehkannya.
33
‫َوت‬‫ب‬‫ث‬ ِ ِ‫ج‬َ‫ي‬ ِ‫ط‬‫در‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ق‬‫د‬‫ل‬َ‫ع‬‫م‬‫ال‬ِ‫ط‬‫در‬‫ش‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َو‬‫ب‬‫ث‬ َُ‫ه‬ِ‫ع‬ ُ
Sesuatu yang digantungkan kepada sesuatu syarat, wajib
adanya ketika adanya syarat
Contohnya: salah satu syarat wajib melaksanakan haji atau
umrah adalah adanya kemampuan (isthatha`ah).
Maka ketika seseorang telah mampu maka wajib baginya
melaksanakan haiji atau umrah.
34
‫د‬‫ب‬َ‫ك‬‫ي‬ َ‫ال‬ ‫ر‬‫د‬‫ب‬َ‫ك‬‫م‬‫ل‬َ‫ا‬‫ر‬
Maksudnya: sesuatu yang hukumnya sudah mencapai puncaknya tidak
boleh diperbesar dgn hukum yang lain.
Contohnya: membasuh jilatan anjing merupakan perbuatan mencuci
paling sulit, yakni membasuh tujuh kali dengan air dan salah satunya
harus diberi debu. Kondisi tersebut tidak perlu atau tidak disunnahkan
membasuh masing2 tiga kali seperti yang biasa diisyaratkan pada
membasuh benda najis lainnya.
Demikian pula tidak perlu ada penguat lagi pada sumpah yang sudah
disertai kesaksian Allah.
Benda yang besar tak perlu di perbesarkan
35
َ‫ت‬‫م‬‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ً‫ة‬َُ‫َا‬‫ع‬ ‫ع‬َ‫ه‬َ‫ت‬‫م‬‫الم‬ً‫ة‬َ‫ق‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ح‬ ِ‫ع‬َ‫ه‬
Larangan adat adalah menjadi larangan sebenarnya (hakikat)
Penghalang hakiki maksudnya adalah sesuatu yang mustahil yang tidak
mungkin dicapai oleh akal (manusia biasa).
Contoh:
Barang siapa yang berkeinginan untuk memberikan kain yang terbalut
didalamnya kain, maka dia harus memberikan kedua kain itu karena
terdapat kain didalamnya. Dan barangsiapa yang berkeinginan
memberikan kain yang terbungkus oleh sepuluh kain maka dia cuma
memberikan satu kain saja karena satu kain tidak bisa dibungkus
dengan sepuluh kain.
36
‫عس‬َ‫م‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ـط‬‫سق‬َ‫ي‬ ‫ال‬ ‫َور‬‫يـس‬َ‫م‬‫ل‬َ‫ا‬ِ‫َور‬
"Yang mudah tidak gugur karena yang sukar"
Sesuatu amal itu mengikut kemampuan mukallaf.eg mengikut as shafie bhw org muallaf tidak
gugur hukum solat ttp dgn membaca yg kuasa dan memperbaiki terus
Makna qaidah ini adalah qaidah : ‫كلده‬ ‫اليتدرك‬ ‫كلده‬ ‫مااليددرك‬ ( apa-apa yang tidak dapat mengerjakan
seluruhnya tidak menggugugurkan kewajiban mengerjakan seluruhnya ). Dan ibarat lain
mengatakan ‫بعضده‬ ‫اليتدرك‬ ‫كلده‬ ‫مااليددرك‬ ( apa-apa yang tidak mampu mengerjakan seluruhnya tidak
berarti harus meninggalkan sebagian ).
Ini adalah qaidah yang terkenal yang diistinbathkan dari sabda Rasul SAW :
‫دتطعتم‬‫د‬‫ماس‬ ‫ده‬‫د‬‫من‬ ‫دنتوا‬‫د‬‫ف‬ ‫دىء‬‫د‬‫بش‬ ‫درتكم‬‫د‬‫أم‬ ‫.إذا‬ "Apabila aku memerintahkan kepadamu sesuatu perintah
kerjakanlah semampumu dan apabila aku melarangmu sesuatu tinggalkanlah.
Seorang yang sudah cukup nisab zakatnya, jika yang separuhnya lagi berada di tangan orang
lain, maka ia tetap diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang ada di tangannya.
Seorang yang ada sebagian anggota tubuhnya terdapat luka yang pantang terkena air, harus
membasuh anggota yang tidak terluka dengan air (wudhu/mandi), sedang anggota yang
pantang kena air harus disapu dengan debu (tayamum) bila ia bersuci.
37
َ‫ﻨ‬‫ﺍﻠ‬‫ا‬ُ‫ﺹ‬ِ‫ر‬ِ‫ه‬‫ا‬‫د‬‫ظ‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٌَ‫د‬َُ‫ق‬‫م‬
Petunjuk nash didahulukan daripada petunjuk zahir.
Syarah :
38
ِ‫ت‬‫ج‬ِ‫ال‬‫ا‬ِ‫ب‬ ‫ض‬َ‫ق‬‫ه‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ت‬‫ج‬ِ‫ال‬‫ا‬ُِ‫ا‬َ‫ه‬
Umr ra. Pernah berkata ketika ditanya pendapatnya yang berbeza dari ketetapan
Abu Bakar tanpa membatalkan atau mengecilkan pendapat Abu Bakr ra.
‫ه‬ ‫و‬ ‫َا‬‫ن‬ْ‫ـ‬‫ي‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ‫ما‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫لك‬ِ‫ت‬’‫ى‬ ِ‫ـض‬ْ‫ق‬‫َـ‬‫ن‬ ‫ما‬ َ‫لى‬َ‫ع‬ ِ‫ه‬ِ‫ذ‬
Itu yang kami putuskan di masa lampau dan ini yang kami putuskan sekarang.
Kaedah ini ditimbulkan ulama kerana:
1. Ijtihad baru bukan bermakna lebikh kuat dari yg terdahulu
2. Jika pembatalan ijtihad di benarkan berleluasa, maka sistem penghukuman
dalam Islam menjadi lemah dan goyah
IJTIHAD (AWAL) TIDAK DIBATALKAN DENGAN IJTIHAD (KEMUDIAN)
39
Lafal ini diucapkan oleh Umar bin Khattab ketika terjadi perbedaan pendapat dalam masalah
warisan bagi saudara kandung. Para sahabat yang lain tidak menolak perkataannya. Sehingga
hal ini menjadi konsesnsus dikalangan mereka (Ijma Shahabah)
maksudnya yaitu suatu hasil ijtihad pada masa lalu, tidak berubah karena ada hasil ijtihad baru
dalam suatu kasus hukum yang sama. Hasil ijtihad yang lama masih tetap berlaku pada masa
itu, dan hasil ijtihad yang sekarang berlaku pada masa sekarang
Misalnya: seseorang pada waktu Dzhuhur telah memutuskan ijtihad tentang kiblat. Kemudian
ketika hendak shalat Ashar ia mendapati ijtihadnya berbeda dengan yang Dzhuhur tadi, maka
yang Dzhuhur tidak dianggap batal dan Dzhuhurnya tetap sah. Contoh lain, seperti dikatakan
oleh Umar bin Khattab:
‫و‬ ‫قضينا‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫تلك‬‫ﻫﺬ‬‫نقضي‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫ا‬
“itu adalah yang kami putuskan pada masa lalu dan ini adalah yang kami putuskan sekarang”
Alasannya adalah karena hasil dari ijtihad ke dua tidak berarti lebih kuat dari hasil ijtihad yang
pertama. Apabila hasil ijtihad yang pertama harus dibatalkan oleh yang kedua maka akan
menimbulkan ketidak adilan hukum
IJTIHAD (AWAL) TIDAK DIBATALKAN DENGAN IJTIHAD (KEMUDIAN)
40
َُ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُِّ‫ج‬َ‫ي‬ َ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬
Islam hapuskan (kesalahan2) yang sebelumnya.
Syarah :
41
َ‫ي‬َ‫ب‬‫ـال‬َ‫ك‬ ِ‫س‬َ‫ر‬‫ح‬َ‫َل‬ِ‫ل‬ ‫َة‬ُ‫َو‬‫عه‬َ‫م‬‫ل‬َ‫ا‬ ‫ات‬َ‫َار‬‫ش‬ِ‫ْل‬َ‫ا‬ِ‫ان‬َ‫س‬‫ل‬ِِّ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ ِ‫ان‬
Isyarat, bagi orang-orang tertentu akad tidak dapat dilaksanakan dengan ucapan dan tulisan,
lalu orang bisu dan tidak pandai baca tulis tersebut dapat melakukan akad dengan cara isyarat
SYARAT-SYARAT AKAD
Syarat dalam akad ada empat, yaitu :
a. syarat berlakunya akad (in’iqod); b. syarat sahnya akad (shihah);
c. syarat terealisasikannya akad (Nafadz); d. syarat Lazim.
Syarat in’iqod ada yang umum dan khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad, seperti
syarat yang harus pada pelaku akad, objek akad dan shigah akad, akad bukan pada sesuatu yang
diharamkan dan akad-akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan
sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal dua saksi pada akad nikah.
Syarat Shihah, yaitu syarat yang diperlukan secara syariah agar akad berpengaruh, seperti dalam akad
perdagangan harus bersih dari cacat.
Syarat nafadz yaitu kepemilikan (barang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya).
Syarat Lazim, yaitu bahwa akad dilaksanakan apabila tidak ada cacat.
ISYARAT YG DAPAT DIKETAHUI DARI ORG BISU SAMA DGN KETERANGAN LISAN
42
‫ا‬ ِ‫َن‬‫ع‬ ً‫اض‬َ‫إعر‬ ُ‫َو‬‫قص‬َ‫م‬‫أل‬ ِ‫ير‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫غ‬ِ‫ت‬‫أْلش‬ُِ‫َو‬‫قص‬َ‫م‬‫ل‬
1. Pertama, dalam solat tidak disyaratkan niat menentukan bilangan rakaat, kemudian mushalli niat
shalat maghrib dengan 4 raka’at dan pelaksanaanya tetap 3 rakaat maka shalatnya tetap sah.
2. Kedua, seseorang melakukan shalat dhuhur tetapi ia berniat asar maka tidak sah.
3. Ketiga, seseorang yang berniat bermakmun dengan si A dalam shalat berjama’ah, tetapi ternyata
yang menjadi imam adalah si B maka shalat jama’ahnya tidak sah.
4. Keempat, seseorang yang bersumpah tidak akan berbicara dengan seseorang, tetapi yang
dimaksud adalah si A maka sumpahnya hanya berlaku dengan si A.
5. Kelima dalam suatu akad, bila terjadi perbedaan antara maksud (niat) si pembuat dengan lafal
yang diucapkannya maka yang dianggap akad adalah niat/maksudnya selama yang demikian itu
masih diketahui. Misalnya, ada dua orang yang bertransaksi dengan lafal akan memberi barang
dengan syarat adanya pembayaran harga barang itu, maka transaksi ini dipandang sebagai transaksi
jual beli karena transaksi inilah yang dimaksud atas makna dari pembuat transaksi, bukan transaksi
pemberian sebagaimana yang dikehendaki oleh lafal.
6. Keenam seseorang yang berniat melakukan ibadah, tetapi karena sesuatu halangan ia tidak
dapat menunaikannya maka ia tetap mendapatkan pahala
Berbuat yg tidak dimaksud berarti berpaling dari yg dimaksud
43
‫م‬‫يـ‬ُِ‫ق‬َ‫ت‬ َ‫َو‬ ِِِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬‫ل‬َ‫ا‬ ‫ـار‬َ‫ب‬ِ‫ت‬‫ع‬ِ‫إ‬ ‫أْلصل‬‫ر‬ُِ‫ا‬‫د‬‫ه‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ
Syarah :
HUKUM YANG TERKUAT ADALAH MENGHARGAI YANG BIASA DAN
MENDAHULUKAN YG SEDIKIT SEKALI TERJADI
44
ُِِ‫ت‬‫ا‬َ‫ق‬‫أَو‬ َِِ‫قر‬َ‫ا‬ ‫ِلى‬‫ا‬ ِ‫ث‬ُِ‫ا‬َ‫ح‬‫ال‬ ‫ة‬َ‫ف‬‫ا‬َ‫ض‬‫إ‬ ‫أْلصل‬
Kaidah ini menjelaskan adanya kemudahan dalam syariah Islam. Tujuannya adalah menetapkan sesuatu
yang meyakinkan dianggap sebagai hal yang asal. Dan bahwa keyakinan menghilangkan keraguan yang
sering timbul dari was-was. Keyakinan adalah ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti,
sedangkan keraguan adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara keduanya.
Maksudnya adalah bahwa perkara yang diyakini adanya tidak boleh dianggap hilang kecuali dengan dalil
yang pasti dan hukumnya tidak bisa berubah oleh keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak
adanya maka tetap dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena keraguan (antara ada
dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin, maka keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak
adanya sesuatu.
Dalil hadits Nabi di mana seorang lelaki bertanya pada Nabi bahwa dia berfikir apakah dia kentut apa
tidak. Nabi menjawab: "Teruskan shalat kecuali apabila mendengar suara atau mencium bau (kentut).“
‫ريحا‬ ‫يجد‬ ‫أو‬ ‫صوتا‬ ‫يسمع‬ ‫حتى‬ ‫الينصرف‬
YANG KUAT ADALAH PENYANDARAN PERISTIWA KEPADA WAKTU
YANG PALING DEKAT TERJADINYA
45
Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut:
1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya. ‫كان‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫كان‬ ‫ما‬ ‫بقاء‬ ‫األصل‬
2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan. ‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬
3. Sesuatu yang dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan. ‫بيقين‬ ‫إال‬ ‫اليرتفع‬ ‫بيقين‬ ‫ثبت‬ ‫ما‬
4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada. ‫عدمها‬ ‫العارضة‬ ‫واألمور‬ ‫الصفات‬ ‫في‬ ‫األصل‬
5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat ‫أقرب‬ ‫إلى‬ ‫الحادث‬ ‫إضافة‬ ‫األصل‬‫أوقاته‬
6. Hukum asal segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas ulama ‫األصل‬‫عند‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬‫الجمهور‬
7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram ‫األصل‬‫األبضاع‬ ‫في‬‫التحريم‬.
8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih ‫ال‬‫التصريح‬ ‫مقابلة‬ ‫في‬ ‫للداللة‬ ‫عبرة‬ .
9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam ‫ال‬‫ساكت‬ ‫إلى‬ ‫ينسب‬‫قول‬
10. Praduga itu tidak dianggap ‫ال‬‫عبرة‬‫بالتوهم‬
11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya ‫ال‬‫البين‬ ‫بالظن‬ ‫عبرة‬‫خطؤه‬
12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara hakikat ‫الممتنع‬‫حقيقة‬ ‫كالممتنع‬ ‫عادة‬
13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil ‫ال‬‫الدليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫االحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬
…..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung
Contoh:
Jika seseorang melihat mani dibaju atau celananya dan dia tidak ingat bahwa dia telah tadi malam dia mimpi basah, maka dia
harus mandi.
ِ‫ة‬‫د‬‫م‬ِِّ‫ذ‬‫ال‬ ‫ة‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫ب‬ ‫أْلصل‬
Undang2 dasar manusia dalam amalan sosial maupun individualnya adalah keterlepasannya dari
tanggung jawab hak orang lain (dzimmah) ketika hak itu belum pasti: - dalam perjanjian, jaminan,
perlindungan dan sumpah.
Namun dalam kaidah ini, dzimmah diartikan sebagai tanggung jawab manusia terhadap suatu barang,
atau tanggung jawab berupa hak individu dengan hak individu lainnya. Dari sini dapat diambil
pemahaman bahwa, pada dasarnya setiap manusia terbebas dari tanggungan . Sebaliknya, bila seseorang
memiliki tanggungan, maka ia telah berada dalam posisi yang tidak sesuai dengan kondisi asal.
Kontruksi kaidah ini berasal dari hadis Nabi saw, yang berbunyi:
‫عليه‬ ‫المدعى‬ ‫على‬ ‫واليمين‬ ‫المدعي‬ ‫على‬ ‫البينة‬.‫أحمد‬ ‫و‬ ‫ماجه‬ ‫ابن‬ ‫و‬ ‫والنسائ‬ ‫الترمذى‬ ‫و‬ ‫داود‬ ‫أبو‬ ‫و‬ ‫مسلم‬ ‫و‬ ‫رواه‬
Mendatangkan bukti wajib atas orang yang mendakwa, sedangkan sumpah wajib atas orang yang
didakwa. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Mengenai kaidah ini terjadi ketika seorang tertuduh dan penuduh, selama penuduh tersebut tidak
menunjukkan bukti yang dimenangkan adalah pengakuan tertuduh, maka pada dasarnya ia bebas dari
segala beban atau tanggung jawab.
ASALNYA ADALAH BEBAS SESEORANG DARI TANGGUNG JAWAB
47
‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫اء‬َ‫ق‬َ‫ب‬ ‫أْلصل‬َ‫ان‬َ‫ك‬
Dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya.
misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci, kemudian timbul keraguan apakah batal
atau belum, maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci, karena dia yaqin sebelumnya dalam
kedaan suci.
Misal lainnya; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai (sudah salam) dan selang
beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna (4 rakaat) atau
kurang, maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna.
Kaidah asal pada sesuatu adalah sesuatu itu tetap pada kondisinya semula.
Hukum yang ditetapkan dengan masa tidak akan berubah selama tidak ada bukti yang
merubahnya.
Makna kaidah ; bahwa penetapan atau peniadaan sesuatu itu ditetapkan atas suatu keadaan
pada masa yang telah lampau, tetap atas kondisinya dan tidak berubah selama tidak didapati
bukti yang merubahnya.
ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
48
Dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya.
misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci, kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum,
maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci, karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci.
Misal lainnya; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai (sudah salam) dan selang beberapa
saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna (4 rakaat) atau kurang, maka
dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna.
Kaidah asal pada sesuatu adalah sesuatu itu tetap pada kondisinya semula.
Hukum yang ditetapkan dengan masa tidak akan berubah selama tidak ada bukti yang merubahnya.
Makna kaidah ; bahwa penetapan atau peniadaan sesuatu itu ditetapkan atas suatu keadaan pada masa
yang telah lampau, tetap atas kondisinya dan tidak berubah selama tidak didapati bukti yang
merubahnya.
Kaidah ini menjadi bukti atau dalil istishab. Makna istishab dan macam-macamnya;
a. Makna istishab menurut bahasa adalah diambil dari kata as-suhbah, artinya ; menyertai, cocok, dan tidak
berpisah.
b. Pembagian istishab : Menurut Ushuluyyin ada tiga ;
1. Istishabun nash, nash itu tetap sampai ada dalil yang memansukhnya
2. Istishabul ‘aam, nash umum itu berlaku sampai ada nash yang mengkhususkannya
3. Istishabul hal, keadaan semula menjadi patokan sebelum ada keterangan terbaru
Syarahan …….ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
49
Menurut Hanafiyah ada dua ;
1. Istishabul madhi lil hal 2. Istishabul hal lil madhi
c. Hukum istishab
Menurut Hanabilah, Syafi’iyah, dan Malikiyah boleh digunakan untuk menolak dan juga boleh digunakan untuk
menuntut hak
Contoh penerapan kaidah ; Seseorang hilang dengan berbagai sebab, seperti merantau tanpa ada berita, hilang
dalam peristiwa kerusuhan, aktifis yang diindikasi diculik, maka setatus hukum orang tersebut tetap hidup sampai ada
bukti bahwa ia sudah meninggal. Bukti bisa berupa jasadnya, kuburannya atau berita meyakinkan tentang kematiaannya.
‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬“ Kaidah asal pada seseorang adalah bebas dari tanggungan
Kaidah ini diambil dari sebuah hadits yang mulia, Rasulullah bersabda;
Yang artinya “menghadirkan bukti itu wajib atas orang yang tertuduh dan mengucapkan sumpah itu wajib atas orang
yang menuntut.”
Makna kaidah : · Kaidah yang berlaku pada dasarnya manusia tidak memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang
harus dipenuhinya terhadap hak orang lain.
· Keadaan manusia mempunyai tanggungan dan kewajiban adalah sesuatu yang bertentangan dengan kaidah.
Contoh penenrapan kaidah ; Tidah boleh menuduh orang lain dengan tuduhan apapun tanpa bukti. Menuduh berarti
membebani seseorang dengan sebuah tanggung jawab yang harus ia penuhi. Hal ini bertentangan dengan kaidah. ‫ما‬
‫إال‬ ‫يرتفع‬ ‫ال‬ ‫باليقين‬ ‫ثبت‬‫بيقين‬“ Perkara yg ditetapkan dgn keyakinan tidak bisa dihilangkan kecuali dgn keyakinan
Makna kaidah ; Kalau dicermati sebenranya kaidah ini adalah penjabaran dari kaidah pokok, karena sesuatu yang yakin
dengan apabila tidak bisa hilang dengan keraguan, maka dia itu akan bisa hilang dengan keyakinan juga.
secara fiqih ; Apabila seseorang yakin mempunyai kewjiban maka kewajiban tersebut gugur dengan melaksanakan
kewajiban tersebut secara yakin.
Syarahan …….ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
50
ِ‫ال‬‫ا‬َ‫َو‬ ُُّ‫ب‬َ‫ع‬َ‫ت‬‫ل‬َ‫ا‬ ِ‫ة‬َُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ل‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫اال‬ِِ‫د‬‫ه‬‫ال‬ َ‫ا‬َ‫ز‬ِ‫ت‬‫ل‬
al-Syatibi menyatakan bahawa maqasid Ibadat dalam Islam hanya
beridiri teguh di atas dalil tanpa memikirkan sebab atau faedahnya
kecuali sedikit.
Dalam Muwafaqat Imam Syatibi telah menulis dalam kitab maqasid
satu fasal ' ‫النص‬ ‫والتزام‬ ‫التعبد‬ ‫العبادة‬ ‫في‬ ‫األصل‬' I aitu 'Asal maksud
pensyariatan ibadat ialah pengabdian dan menurut nas' dan beliau
menjelaskan semua ibadat perlu merujuk kepada nas. Maka tidak
boleh ijtihad dalam mengadakan ibadat yang baru, maka ibadat islam
yang disyariatkn terhenti atas nas iaitu solat,zakat,haji,umrah,zikir
tilawah doa sbg yg disyariatkan sahaja.
ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIAN
DAN MENURUT NAS
51
Tidak boleh qiyas berpandukan 'illah. Namun beliau MENGECUALIKAN dalam bab tertentu seperti qasar dalam
musafir boleh diketahui illahnya. Begitu juga beliau menulis satu fasal ' ‫القياس‬ ‫و‬ ‫التعليل‬ ‫العادات‬ ‫في‬ ‫األصل‬' iaitu 'Asal
maksud pensyariatan adat ialah berpegang pad 'illah dan qiyas'. Namun beliau MENGECUALIKAN beberapa
perkara dalam adat yang perlu kepada ta'abbud dan iltizam nas. Sehingga beliau membuat satu fasal yang lain
dibawah fasal ini ' ‫أيضا‬ ‫التعبد‬ ‫عن‬ ‫العادات‬ ‫تخلو‬ ‫ال‬' iaitu 'Tidak terkecuali Adat dari perkara ta'abbud juga.
Maka PENGECUALIAN ini menunjukkan keduanya terdapat persamaan dan membuktikan penilaian syatibi
dalam bab ini ialah dari sudut prinsip maqasid sahaja bukan dari sudut qaidah usul.
Untuk isu ibadat yang disyariatkan mutlak dan dijtihadkan kaifiat masa dan bilangannya oleh ulamak
sebenarnya tidak menyalahi maqasid ibadat syatibi ini. Rukun solat,lafaz zikir, ayat quran hukum tajwid tawaf
sa'i tidak boleh diijtihad dan inilah yg dimaksudkan oleh Syatibi dengan iltizam nas. Namun sekiranya ibadat
yang disyariatkan mutlak dan dijtihadkan takhsis masa bilangan maka ia termasuk dalam bab taqyid almutlak,
iaitu menkhususkan syariat umum atau mutlak. Boleh rujuk kata2 Al-Syatibi dalam masalah ni:
‫أيضا‬ ‫محاال‬ ‫به‬ ‫التكليف‬ ‫لكان‬ ‫بالمقيد‬ ‫األمر‬ ‫يستلزم‬ ‫ال‬ ‫مطلق‬ ‫هو‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫بالمطلق‬ ‫األمر‬ ‫كان‬ ‫لو‬ ‫أنه‬,‫هو‬ ‫إنما‬ ‫و‬ ‫الخارج‬ ‫في‬ ‫يوجد‬ ‫ال‬ ‫المطلق‬ ‫ألن‬
‫الخارخ‬ ‫في‬ ‫حصوله‬ ‫عند‬ ‫إال‬ ‫اإلمتثال‬ ‫به‬ ‫يقع‬ ‫ال‬ ‫إذ‬ ‫الخارج‬ ‫في‬ ‫يوجد‬ ‫أن‬ ‫يقتضي‬ ‫به‬ ‫المكلف‬ ‫و‬ ‫الذهن‬ ‫في‬ ‫موجود‬.
Sekiranya satu perintah yg mutlak tidak boleh di taqyidkan maka ia adalah MUSTAHIL kerana mutlak hanya
terdapat dalam kefahaman adapun mukallaf yang akan mengamalkannya berada di luar (faktor luaran seperti
orang masa tempat). TIDAK tertunai perintah tadi sekiranya tidak digunakan faktor luaran.
….sambung ….ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIANDAN MENURUT NAS
52
‫الخارج‬ ‫في‬ ‫الموجودة‬ ‫األفراد‬ ‫من‬ ‫بفرد‬ ‫التكليف‬ ‫معناه‬ ‫بل‬ ‫ذهني‬ ‫بنمر‬ ‫التكليف‬ ‫معناه‬ ‫ليس‬ ‫العرب‬ ‫عند‬ ‫بالمطلق‬ ‫التكليف‬ ‫أن‬.
Sesungguhnya taklif untuk perintah mutlak disisi arab bukanlah taklif (bebanan) pada kefahaman sahaja bahkan
taklif pada INDIVIDU yang wujud pada faktor luaran.
‫المطلق‬ ‫تحت‬ ‫داخل‬ ‫هو‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫ذلك‬ ‫أجر‬ ‫فله‬ ‫للمطلق‬ ‫موافق‬ ‫مثلها‬ ‫و‬ ‫صالة‬ ‫صلى‬ ‫أو‬ ‫بنضحية‬ ‫ضحى‬ ‫أو‬ ‫رقبة‬ ‫المكلف‬ ‫إعتق‬ ‫فإذا‬
Sekiranya mukallaf itu bebaskan hamba, SEMBELIH BINATANG , SOLAT SEJENIS SOLAT dan sebagainya BERTEPATAN
dengan mutlak baginya satu ganjaran kerana ia termasuk dalam mutlak. (Al-Muawafaqat Masalah AlAmru
BilMutlak, m.s117)
Imam Syatibi jelas membenarkan ijtihad kaifiat masa bilangan dalam ibadat pada nas2 ibadat yang multak.Tidak
hairan lah mengapa beliau mengharuskan beramal berdasarkan mimpi, dengan syarat sekiranya amal tersebut
tidak menyalahi usul agama dan nas2 mutlak.
Cuba lihat kata2 beliau ini : Sedangkan memanfaatkan hukum, jelas tidak diperbolehkan, sebagaimana dikisahkan
dari Al Kattani, ia berkata, “Aku bermimpi melihat Nabi, dan di dalam mimpi itu aku berkata, ‘Doakanlah aku
kepada Allah agar tidak mematikan hatiku. Beliau menjawab, ‘Katakanlah setiap hari sebanyak empat puluh kali
kalimat, “Ya hayyu ya qayyum laailaaha ilia anta.” Ini perkataan BAIK dan tidak ada masalah kebenarannya, karena
menurut syariat dzikir memang dapat menghidupkan hati. Faidah mimpi adalah memberitahukan kebaikan, dan ini
dari sisi kabar gembira. Dengan demikian, masalah yang lain hanya pembicaraan tentang EMPAT PULUH KALI ;
apabila tidak ada dalam bentuk kelaziman, maka itu BENAR. (Al-'itisam ms 309) Imam Syatibi tidak menganggap
takhsiskan bilangan itu (kaifiat) sebagai ijtihad hukum, bagi beliau sekiranya menganggap ia dalam kelaziman
(mewajibkan) sahaja baru dianggap mengambil manfaat hukum dan ini yang tidak dibenarkan.Sudah tentu ibadat
ini harus kerana ia termasuk dalam nas mutlak suruhan berzikir. Maka beliau mengharuskan berzikir dengan
bilangan demikian.
Syarah ….. ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIANDAN MENURUT NAS
53
ِّ‫ي‬ِ‫ق‬‫َو‬َ‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬
Hukum asal dari ibadah adalah tuntunan (terhenti kepada ) Allah dan RasulNya.
1. Ulama Syafi’iyyah.
a. Imam Ibnu Hajar: “Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)” di lain tempat
beliau juga mengatakan: “Penetapan ibadah hanya diambil dari tawqif (adanya dalil)”
b. Imam Ibnu Daqiiq Al ‘Iid: “Karena umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan
patokannya adalah dengan melihat dalil”
2. Ulama Hanabilah (Imam Ahmad Bin Hanbal).
Imam Ibnu Muflih: “Amal-amal yang berkaitan dengan agama tidak boleh membuat sebab (berkreasi),
kecuali disyariatkan. Karena pokok ibadah adalah tauqif (sampai datang dalil).”
3. Ulama Malikiyyah
Imam Zarqoni: “Asal dalam Ibadah adalah tauqif”
4. Ulama Hanafiyyah (Imam Abu Hanifah)
a. Imam Ibnu Taimiyyah: Oleh karena ini, Imam Ahmad dan lainnya dari fuqohaa ahli hadist berkata:
sesungguhnya asal dari ibadah adalah tauqif, maka tidak bisa disyariatkan kecuali yang Alloh
Syariatkan.”
b. Imam Syarkhisyi: “Logika tidak masuk dalam mengetahui sesuatu yang merupakan taat kepada
Alloh (ibadah), oleh karena itu tidak boleh menetapkan asal ibadah dengan logika”.
54
‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫َواْلصل‬ ِّ‫ي‬ِ‫ق‬‫َو‬َ‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬ِ‫اْل‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ
Hukum asal dari ibadah adalah Terhenti kepada Allah dan
RasulNya. Sedangkan hukum asal dalam adat adalah Boleh
Perkataan Syeikh al-Islam Ibn Taymiyyah:
Terjemahan: “Maka dengan membanci usul syariah, kita mengetahui bahawa ibadat2 yang
diwajibkan oleh Allah atau yang disukai oleh Allah tidak thabit (kewujudannya) melainkan dengan
dalil syarak.
Adapun adat, adalah kebiasaan manusia tentang dunia mereka daripada apa yang diperlukan oleh
mereka, dan asal hukum di dalam hal ini adalah tidak dilarang, oleh itu tidak dilarang melainkan
apa yang dilarang oleh Allah S.W.T. Demikian itu kerana perintah dan larangan adalah syariat Allah
dan ibadat tidak boleh tidak mestilah sesuatu yang diperintahkan, maka apa-apa yang tidak thabit
bahawa ia diperintahkan bagaimana hendak dihukum bahawa ia adalah ibadah?
Begitu juga sesuatu yang tidak thabit di dalam ibadat bahawa ia dilarang, bagaimana boleh
dihukum bahawa ia dilarang? Oleh demikian, Ahmad (Bin Hanbal) dan selain beliau dari kalangan
Fuqaha’ ahli hadith berkata: Sesungguhnya asal hukum di dalam ibadat adalah tawqif(berdasarkan
dalil), maka tidak disyariatkan daripadanya melainkan apa yang disyariatkan oleh Allah Taala”.
55
ِ‫ب‬ ٌّ‫ال‬ِ‫ا‬ ِ‫ر‬‫ظ‬َ‫ح‬‫ل‬َ‫ا‬ ِ‫ت‬‫العباُا‬ ‫في‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬َِِّ‫ه‬
Dalam Mulakhos Qowaidul Fiqhiyyah Assyeikh Al Utsaimin yang di ringkas olehAbu Humaid Abdullah
Al Falasy dikatakan dalam kaidah ke-empat belas:
‫عشرة‬ ‫الرابعة‬ ‫القاعُة‬:‫المهع‬ ‫العباُات‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬. Hukum asal dalam semua ibadah adalah dilarang.
kaidah: hokum asal dalam peribadatan adalah haram , maka tidak boleh bagi sesiapa pun untuk
beribadah kapada Allah dengan suatu ibadat kecuali ada dalil dari Al Quran dan As Sunnah yang
mensyariatkan ibadah tersebut, dan tidak boleh bagi kita untuk membuat suatu
bentuk ibadah2 yg baru dan kita beribadah kepada Allah dengannya. Baik
dalam bentuk ibadah yang baru yang kita ada-adakan dan tidak ada syari’atnya atau menambah
bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tatacara yang tidak ada contoh dalam syariat atau
mengkhususkan suatu ibadah kepada waktu tertentu atau tempat tertentu yang tidak ada dalil.
Kerana semua perkara ibadah yang tidak ada perintah dan dalil syar'ii merupakan bid'ah dan semua
perkara bidah dalam agama hukumnya haram
HUKUM ASAL DALAM SEMUA IBADAH ADALAH HARAM
KECUALI ADA NASH YANG MENSYARIATKANNYA
56
َ‫َون‬ُ ُُّ‫ب‬َ‫ع‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِّ‫د‬‫ل‬‫المك‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ِ‫ة‬َ‫ب‬‫س‬ِِّ‫ه‬‫ال‬ِ‫ب‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫اْل‬َُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫أ‬َ‫َو‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ ِ‫اال‬ِ‫ت‬‫ا‬
‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ‫ات‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ ِ‫اال‬
Imam Syatihibi: Al-Al-Qur’an di dalamnya ada penjelasan segala sesuatu dari
urusan agama, orang yang menguasainya adalah orang yang faham keseluruhan
syariah dan ia tidak akan kekurangan suatu apapun dari perkara agama itu. (Al-
Muwafaqat, vol.3/333)
‫القرآن‬ ‫في‬ ‫أصلها‬ ‫الى‬ ‫يلتفت‬ ‫أن‬ ‫الوجوه‬ ‫أكمل‬ ‫على‬ ‫علمها‬ ‫تحصيل‬ ‫يراد‬ ‫مسنلة‬ ‫كل‬ ‫في‬ ‫بد‬ ‫ال‬(3339)
Dalam tiap masalah yang ingin dipecahkan , dan harus peroleh ilmunya secara
sempurna, maka harus merujuk kepada pokoknya di dalam Al-Al-Qur’an. (Ibid.,
vol.3/339)
‫و‬ ‫متبوعا‬ ‫فيكون‬ ‫النقل‬ ‫يتقدم‬ ‫ان‬ ‫شرط‬ ‫فعلى‬ ‫الشرعية‬ ‫المسائل‬ ‫على‬ ‫والعقل‬ ‫النقل‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬‫العقل‬ ‫يتنخر‬
‫النقل‬ ‫يسرحه‬ ‫ما‬ ‫بقدر‬ ‫إال‬ ‫النظر‬ ‫مجال‬ ‫في‬ ‫العقل‬ ‫يسرح‬ ‫فال‬ ‫تابعا‬ ‫فيكون‬(‫الموافقات‬178)
HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA,
SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
57
Jika dalil naqli dan akal bertentangan dalam soal-soal cabang syariah maka syaratnya harus didahulukan dalil naql sbb ia
harus diikuti, dan dibelakangkan dalil akal sb ia harus mengekor. Dalil akal tidak boleh lepas begitu saja dalam menilai
persoalan kecuali dalam batas yang telah disisakan/ditinggalkan oleh dalil naql. (Ibid., vol.1/78)
‫الشرع‬ ‫وراء‬ ‫من‬ ‫ينظر‬ ‫إنما‬ ‫والعقل‬(136)
Akal itu hanya dapat menilai sesuatu dari belakang syara’/dalil naql. (Ibid., vol.1/36)
‫الوحي‬ ‫طريق‬ ‫من‬ ‫إال‬ ‫مسلم‬ ‫أصل‬ ‫وال‬ ‫االطالق‬ ‫على‬ ‫مسلم‬ ‫متقدم‬ ‫أصل‬ ‫على‬ ‫ينبني‬ ‫وإنما‬ ‫أصل‬ ‫غير‬ ‫على‬ ‫ينبني‬ ‫وال‬ ‫البتة‬ ‫مستقل‬ ‫غير‬ ‫فالعقل‬(‫ا‬‫العتصام‬145)
Akal itu tidak independen sama sekali dan bukan tanpa dasar/asas yang kuat. Tetapi akal itu harus berdiri di atas fondasi
kuat yang disepakati/ditaati secara absolut. Dan tak lain fondasi yang absolut itu adalah wahyu/naqli. (Al-I’tishom,
vol.1/45)
‫والشهوة‬ ‫الهوى‬ ‫اال‬ ‫له‬ ‫يبق‬ ‫لم‬ ‫للشرع‬ ‫متبعا‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫اذا‬ ‫العقل‬ ‫ألن‬(‫االعتصام‬150) Karena jika akal tidak mengikuti petunjuk syar’I, maka
yang tersisa hanyalah hawa nafsu dan syahwat belaka. (Ibid., vol.1/50)
‫نظر‬ ‫تحت‬ ‫من‬ ‫إال‬ ‫مجال‬ ‫الميدان‬ ‫هذا‬ ‫في‬ ‫للعقل‬ ‫ليس‬ ‫فكنن‬ ‫المجرد‬ ‫العقل‬ ‫حكم‬ ‫قاعدة‬ ‫تزلزلت‬ ‫والهوى‬ ‫الشرع‬ ‫بين‬ ‫دائر‬ ‫األمر‬ ‫وان‬ ‫هذا‬ ‫ثبت‬ ‫واذا‬‫اله‬‫وى‬‫إذا‬ ‫فهو‬
‫األحكام‬ ‫تشريع‬ ‫في‬ ‫بعينه‬ ‫للهوى‬ ‫اتباع‬(152-53)
….syarah HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM
ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
58
‫إذا‬‫األحكام‬ ‫تشريع‬ ‫في‬ ‫بعينه‬ ‫للهوى‬ ‫اتباع‬(152-53)
Jika telah terbukti bhw pilihan antara aturan syar’I dan hawa nafsu, maka akan goncanglah kaidah hukum akal.
Seakan-akan akal tidak memiliki wilayah apapun kecuali dibawah kendali hawa nafsu. Yaitu mengikuti nafsu
semata dalam membina hukum syariat. (Ibid., vol.1/52-53)
‫مخاطباته‬ ‫انواع‬ ‫في‬ ‫منازعها‬ ‫و‬ ‫معانيها‬ ‫تقرير‬ ‫في‬ ‫العرب‬ ‫كالم‬ ‫مسلك‬ ‫واالستدالبه‬ ‫منه‬ ‫االستنباط‬ ‫في‬ ‫يسلك‬ ‫ان‬ ‫القرآن‬ ‫في‬ ‫الناظر‬ ‫على‬‫فإن‬ ‫خاصة‬ ‫ا‬‫كثيرا‬
‫مقصو‬ ‫عن‬ ‫وخروج‬ ‫كبير‬ ‫فساد‬ ‫ذلك‬ ‫وفي‬ ‫الوضع‬ ‫طريق‬ ‫من‬ ‫يفهم‬ ‫ما‬ ‫بحسب‬ ‫ال‬ ‫فيها‬ ‫العقل‬ ‫يعطيه‬ ‫ما‬ ‫بحسب‬ ‫القرآن‬ ‫أدلة‬ ‫ينخذون‬ ‫الناس‬ ‫من‬‫الشارع‬ ‫د‬
(‫الموافقات‬141)
Orang yang ahli Al-Al-Qur’an dalam menggali dan mencari dalil darinya, harus menempuh metode orang Arab
dalam menetapkan makna redaksionalnya dan kecenderungannya dalam jenis-jenis pembicaraannya. Terlebih,
banyak orang yang mengambil dalil-dalil Al-Qur’an hanya sebatas apa yang diberikan akal, dan bukan dalam
batasan apa yang difahami dari metode peletakan asal makna dlm bahasa Arab. Inilah pangkal kerusakan yang
besar dan mengangkangi maksud/tujuan syari’. (Al-Muwafaqat, vol.1/41)
‫و‬ ‫وتعالى‬ ‫سبحانه‬ ‫الشارع‬ ‫مقاصد‬ ‫عن‬ ‫يبحثون‬ ‫األولين‬ ‫أن‬ ‫المقاصد‬ ‫عن‬ ‫البحث‬ ‫في‬ ‫والعلمانيين‬ ‫اإلسالميين‬ ‫بين‬ ‫األساسي‬ ‫الفارق‬ ‫إن‬‫النص‬ ‫من‬ ‫مراده‬.‫أما‬
‫أهوائهم‬ ‫ومطالب‬ ‫عقولهم‬ ‫ومرادات‬ ‫أنفسهم‬ ‫مقاصد‬ ‫عن‬ ‫فيبحثون‬ ‫األخرون‬.
….syarah HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM
ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
59
HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH PENGABDIAN TANPA MENOLEH KEPADA MAKNA,
SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
‫ال‬ ‫إلي‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ِ‫ال‬‫ا‬ َ‫َون‬ُ ُِ‫ـ‬ُّ‫ب‬َ‫ع‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫ل‬‫اْلص‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ِ‫ال‬‫ا‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫َوفي‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬
ُِ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬‫ال‬َ‫َو‬ َِ‫ك‬ ِ‫الح‬َ‫َو‬ ِ‫ار‬َ‫ر‬‫س‬َ‫ْل‬‫ا‬ ‫إلي‬
usul 5 dari usul 20 Al Banna :
Asal pada ibadat ialah ta’abbud tanpa melihat kepada
makna2.
Dan asal pada adat ialah melihat kepada rahsia, hikmah
dan tujuan
60
‫ة‬َ‫ق‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ح‬‫ال‬ َِ َ‫َل‬َ‫ك‬‫ال‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬
adalah jika terjadi penggunaan kata yang biasa dipakai dengan dua makna, yaitu makna haqiqah dan
makna majaz tanpa sandar dengan penguat yang menguatkan salah satu dari dua makna yang dipunyai.
Maka yang dipilih adalah makna yang haqiqah bukan makna majaz. Karena seperti yang diterangkan
diatas makna majaz adalah makna yang kedudukannya dibawah makna haqiqah maka secara otomatis
makna haqiqah lebih diunggulkan dari makna majaz.
Seperti contoh dalam ayat : " ‫النساء‬ ‫من‬ ‫آباؤكم‬ ‫نكح‬ ‫ما‬ ‫تنكحوا‬ ‫وال‬”
Lafadz nikah makna haqiqah adalah seks, sedangkan makna Majaz adalah
akad. Kedua makna lafadz nikah itu sering digunakan. Maka jika ada penggunaan lafadz nikah tanpa
disandar penguat dari salah satu dari dua makna yang dipunyai lafadz nikah, makna yang diunggulkan
adalah majaz
HUKUM POKOK PADA SUATU KALIMAT ADALAH
MAKNA HAKIKI.
(Perkataan yang bisa diartikan secara hakiki dan majazi, maka perkataan mesti diartikan
secara hakiki)
61
Jadi ayat di atas menerangkan tentang keharaman bersetubuh dengan
orang tuanya itu berdasarkan nash. Sedangkan keharaman melakukan akad
dengan orang tua itu berdasarkan ijma’. Namun jika seandainya ditemukan
penguat yang mendukung makna majaz maka makna yang dipilih adalah
makna majaz.
Kaidah ini lebih condong dalam memahami sebuah kalimat, misalnya, “Amin
mau menafkahkan harta saya kepada anaknya Budi, maka anak dalam
kalimat tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak pungut dan
bukan juga cucu. Misalnya orang tua sebulum meninggal mengatakan ingin
memberi sesuatu kapada seseorang, maka pemberian itu bukan termasuk
wasiat, karena makna yang asal adalah hakikat pemberian bukan makna
dibalik pemberian itu
….sambung HUKUM POKOK PADA SUATU KALIMAT ADALAH MAKNA HAKIKI. (Artinya jika ada perkataan yang bisa
diartikan secara hakiki dan majasi, maka perkataan mesti diartikan secara hakiki)
62
َِ‫ي‬ ِ‫حر‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬‫اْلش‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬
‫التحريم‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫االباحة‬ ‫االشياء‬ ‫فى‬ ‫االصل‬
“Hukum asal sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat bukti yang mengharamkannya”.
Kaidah tersebut di cetuskan oleh imam Syafi’i, sedangkan bagi imam Hanafi adalah :
‫االباحة‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫التحريم‬ ‫االشياء‬ ‫فى‬ ‫االصل‬
“Hukum asal sesuatu adalah haram, sehingga terdapat bukti yg memperbolehkannya”.
Kiranya kaidah tersebut yang lebih absah yang di cetuskan oleh imam syafi’I karena kaidah tersebut
sesuai dengan asas filosofisnya tasyri’ islam, yakni tidak memberatka dan tidak banyak beban. Lagipula
kaidah itu di topang oleh firman Allah:
‫جميعا‬ ‫االرض‬ ‫مافي‬ ‫لكم‬ ‫خلق‬ ‫هوالذي‬
“Dia Allah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu”.
Dan sabda Nabi yang artinya:
Apa yang telah di halalkan oleh Allah adalah halal dan apa yang di haramkan Allah adalah haram sedang
yang tidak di singgung adalah di maafkan (di makannya), maka terimalah kemaafan itu sebagai karunia
dari Allah, sesungguhnya Allah tidak lupa akan sesuatu”. (HR Al-Bazzar dan Thabrani dari abu Darda’)
HUKUM YANG TERKUAT BAGI SEGALA SESUATU (DASAR IBADAT ) ADALAH `HARAM’
63
Walaupun kedua kaidah itu bertentangan, namun dapat di kompromikan, yakni meletakkan dan
menggunakan sesuai dengan proporsinya.
Kaidah pertama di gunakan untuk masalah muamalah dan masalah keduniaan, sedang kaedah yang
kedua untuk masalah ibadah.
Misalnya anjing haram dimakan sedang ikan sangat halal untuk di makan karena keduanya telah
jelas nashnya dalam al-qur’an dan sunnah, namun makanan yang tidak di nash dalam nash maka
kaedah yang sesuai untuk kes ini adalah kaedah yang pertama yakni makanan itu halal atau boleh.
Sedangkan masalah ibadah tidak di perbolehkan kecuali ada perintah.
Secara umum, Qawaid Fiqhiyyah tiap madzhab memang sama. Tetapi ada beberapa cabang kaedah
yang berbeda antar madzhab, karena memang ada perbedaan dalam hukum masing-masing
madzhab.
Sebagai contoh:
‫التحريم‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬ ‫األصل‬
Kaedah: Asal dari segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Ini adalah kaedah Jumhur ulama’ dari Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Sedangkan menurut sebagian
Hanafiyyah, asal sesuatu adalah haram, kecuali ada dalil yang menyatakan halal
…..sambung HUKUM YANG TERKUAT BAGI SEGALA SESUATU (DASAR IBADAT ) ADALAH `HARAM
64
‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬‫اْل‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬‫اْلش‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬
Kaidah ini adalah pendapat dari kebanyakan Ulama,Dasar dari kaidah ini adalah
beberapa firman : Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-
orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat.” Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
Mengetahui.( Q.S. Al a’raf: 32)
Katakanlah: “Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan
yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui.”( Q.S. Al a’raf: 33) ….dan juga dari hadis2 Nabi saw.
HUKUM KUAT ATAS SESUATU ITU ADALAH ` DIBOLEHKAN ‘
65
Kesegeraan dalam melaksanakan perintah.
Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat.
Menurut Hanafiah dan Syafiiyah.
‫الفور‬ ‫يقتضى‬ ‫ال‬ ‫األمر‬ ‫فى‬ ‫األصل‬
Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa shigat Amr itu diciptakan hanya semata-
mata untuk menutut sesuatu perbuatan. Karena itu tidak ada petunjuk untuk segera
dikerjakan atau ditunda.
Fuqaha Malikiyah dan Hanabilah berpendapat.
‫الفور‬ ‫يقتضى‬ ‫األمر‬ ‫فى‬ ‫األصل‬
Mereka mengqiyaskan dengan shigat nahyu yang mengandung arti segera ditinggalkan,
karena kedua amr itu sama-sama merupakan tuntutan.
‫ى‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬‫ق‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ِ‫ر‬‫م‬َ‫ال‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬َ‫ر‬‫َو‬َ‫ف‬‫ال‬
ASAL DARIPADA PERINTAH ITU TIDAK MENUNJUKKAN HARUS
DILAKSANAKAN SECEPATNYA
66
Kaedah ini dipegang oleh madzhab Hanafi. Sedangkan madzhab Syafi’I dan Abu Hasan Al
Karkhi dari madzhab Hanafi mengatakan bahwa : ‫الفور‬ ‫يقتضي‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬
“Pada dasarnya suatu perintah itu menuntut untuk dilaksanakan secepatnya “
Wajib Muqayyad : yaitu kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ dan dibatasi waktu pelaksanaan
nya. Wajib Muqayyad ini dibagi menjadi tiga macam :
1/ Wajib Mudhoyaq : “ Yaitu kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ batasan waktunya, tidak
boleh lebih dan tidak boleh kurang, seperti kewajiban puasa pada bulan Ramadhan, kewajiban
wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan lain-lainnya.
2/Wajib Muwassa’ : yaitu kewajiban yang ditetapkan syareah batasan waktunya secara lebih
luas, seperti waktu sholat Isya, yang dimulai dari hilangnya awan merah hingga datang waktu
subuh.
3/ Wajib yang pelaksanaannya melebihi waktu yg tersedia, seperti orang yg baligh, atau
wanita yang bersih dari haidh , atau orang gila yg sembuh, atau orang yg sadar dari pingsan,
yang kesemuanya terjadi beberapa minit sebelum adzan maghrib.
Mereka itu wajib melaksanakan kewajiban sholat ashar, walaupun waktunya tidak mencukupi
untuk mengerjakan sholat ashar secara sempurna yaitu empat rakaat.
ASAL DARIPADA PERINTAH ITU TIDAK MENUNJUKKAN HARUS DILAKSANAKAN SECEPATNYA
67
‫أْلصل‬‫ﻻ‬ ِ‫ﺮ‬‫ﺍﻷﻣ‬ ‫ﻓﻲ‬َ‫ار‬َ‫ر‬‫ك‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬‫ق‬َ‫ي‬
ASAL PERINTAH TIDAK MENUNJUKKAN BERULANG-ULANG
Misalnya :
“Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 :
196)
Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup sekali
saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya.
LAWAN NYA
ِ‫ان‬َ‫ك‬ْ‫م‬ِ‫اال‬ َ‫ع‬َ‫م‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬ُ‫ع‬‫ال‬ َ‫ة‬َّ‫د‬ُ‫م‬ ‫ار‬َ‫ر‬ْ‫ك‬ِ‫ت‬‫ال‬ ‫ى‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬ْ‫ق‬َ‫ي‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ال‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ُ‫ل‬ْ‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬
“ Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang
diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
68
َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫يل‬ِ‫ل‬‫د‬ُ‫ال‬ ََ‫َو‬‫ق‬َ‫ي‬ ‫ى‬‫د‬‫ت‬َ‫ح‬ ‫ن‬ َ‫طَل‬‫الب‬ ِ‫ة‬َُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬ِ‫اْلمر‬ ‫ى‬
Kaidah-kaidah di atas perlu di pahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan
IBADAH.
Setelah kita memahami urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing, maka
sangat keliru kalau ada orang yang berkata ;
Mana dalilnya kalau maulid Nabi dilarang, atau tahlil dilarang ?
Orang yang berkata seperti itu, jelas sekali dia tidak faham perbeda’an antara urusan DUNIAWI dan
urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing.
Urusan IBADAH yang harus ditanyakan bukan dalil yang melarangnya, tapi dalil yang memerintahkannya.
Kita contohkan, misalnya ada orang puasa hari putih, kita katakan kepadanya, puasa itu tidak dibenarkan
dalam Islam.
Kemudian orang tersebut balik bertanya, mana dalilnya di Al-Qur’an dan Hadits yang melarang puasa
hari putih ? Tentu saja, sampai bila pun tidak akan bisa di temukan dalil yang melarang puasa putih.
Pertanya’an orang tersebut sangat keliru, karena dalam perkara IBADAH, dalil yang harus ditanyakan
adalah dalil yang memerintahkannya, bukan dalil yg melarangnya.
HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG
MEMERINTAHNYA
69
Kaidah2 di atas perlu di fahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan IBADAH.
Setelah kita memahami urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing, maka
sangat keliru kalau ada orang yang berkata ;
Mana dalilnya kalau maulid Nabi dilarang, atau tahlil dilarang ?
Orang yang berkata seperti itu, jelas sekali dia tidak faham perbeda’an antara urusan DUNIAWI dan
urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing.
Urusan IBADAH yang harus ditanyakan bukan dalil yang melarangnya, tapi dalil yang memerintahkannya.
Kita contohkan, misalnya ada orang puasa hari putih, kita katakan kepadanya, puasa itu tidak dibenarkan
dalam Islam.
Kemudian orang tersebut balik bertanya, mana dalilnya di Al-Qur’an dan Hadits yang melarang puasa hari
putih ?
Tentu saja, sampai bila pun tidak akan bisa di temukan dalil yang melarang puasa putih.
Pertanyaan orang tersebut sangat keliru, karena dalam perkara IBADAH, dalil yang harus ditanyakan
adalah dalil yang memerintahkannya, bukan dalil yang melarangnya.
Kaidah ini membimbing kita untuk tidak merekayasa dan mengarang amalan ibadah ritual (mahdhah)
tertentu yang tidak dikenal dalam sumber-sumber pokok syariat Islam.
Syarah HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG MEMERINTAHNYA
70
Kaidah-kaidah di atas perlu di pahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan
IBADAH.
Sebab hal itu menjadi sia-sia, bahkan dapat membawa pelakunya pada sebuah dosa.
ٌَُّ‫ر‬ َ‫َو‬‫ه‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬‫ر‬‫م‬َ‫أ‬ ُِ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ ً‫َل‬َ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ل‬ِ‫َم‬‫ع‬ ‫ن‬َ‫م‬
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak kami kami perintahkan dalam agama kami maka
itu tertolak.” (HR. Bukhari)
Contoh Penerapan Kaidah Ini:
Ada seorang atau sekelompok orang yang mengadakan ritual shalat tahajud secara khusus pada malam
tertentu saja, dan tidak pada malam lainnya. Lalu ritual tersebut dilakukan terus menerus dan menjadi
adat baru. Maka, menurut kaidah ini, pengkhususan ritual ini adalah batil karena telah membuat cara
baru dalam tahajud. Cara pengkhususan tersebut tidak pernah ada dalam Al Quran, As Sunnah, perilaku
sahabat, tabi’in, dan imam empat madzhab ahlus sunnah. Sebab, ibadah tahajud adalah ibadah mutlak
yang dapat dilakukan pada malam apa saja, bukan pada malam tertentu saja. Maka, dari sudut
pandang waktu (Az Zaman), tidak dibenarkan melakukan ibadah pada waktu-waktu khusus dengan
keyakinan tertentu pula, yang tidak ada contohnya dalam sumber-sumber syariat.
Syarah HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG MEMERINTAHNYA

More Related Content

What's hot

Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)Marhamah Saleh
 
Mutlaq Muqayyad
Mutlaq MuqayyadMutlaq Muqayyad
Mutlaq Muqayyad
Fauzil Adzim
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Marhamah Saleh
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam Kewarisan
Ria Widia
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiMarhamah Saleh
 
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalahIstihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
risky13
 
Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2
Ahmad Muslimin
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
Marhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Marhamah Saleh
 
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh MuamalahAl-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Yusuf Darismah
 
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratKaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratArif Arif
 
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang DziharMakalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
AZA Zulfi
 
Iddah dan ihdad
Iddah dan ihdadIddah dan ihdad
Iddah dan ihdad
Muhammad Al Asrori
 
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranPengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranMarhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Marhamah Saleh
 
Mutlaq dan muqoyyad sangat benar
Mutlaq dan muqoyyad sangat benarMutlaq dan muqoyyad sangat benar
Mutlaq dan muqoyyad sangat benar
Hanifah Habibah
 
Qawaid fiqh pt 2
Qawaid fiqh  pt 2Qawaid fiqh  pt 2
Qawaid fiqh pt 2
Amiruddin Ahmad
 

What's hot (20)

Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)Presentasi 10   pemanfaatan barang gadaian (rahn)
Presentasi 10 pemanfaatan barang gadaian (rahn)
 
Mutlaq Muqayyad
Mutlaq MuqayyadMutlaq Muqayyad
Mutlaq Muqayyad
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam Kewarisan
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
 
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalahIstihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
Istihsan, urf, istishab, marsalah mursalah
 
Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2Ushul fiqh 2
Ushul fiqh 2
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
 
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh MuamalahAl-aam dan Khos Fiqh Muamalah
Al-aam dan Khos Fiqh Muamalah
 
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam daruratKaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
Kaidah2 fiqh Al yaqini yuzalu bi syak dan kebolehan dalam darurat
 
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang DziharMakalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
Makalah Fikih Munakahat tentang Dzihar
 
Iddah dan ihdad
Iddah dan ihdadIddah dan ihdad
Iddah dan ihdad
 
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaranPengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
 
7777777777
77777777777777777777
7777777777
 
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
Presentasi Fiqh 11 (Nikah)
 
Mutlaq dan muqoyyad sangat benar
Mutlaq dan muqoyyad sangat benarMutlaq dan muqoyyad sangat benar
Mutlaq dan muqoyyad sangat benar
 
Qawaid fiqh pt 2
Qawaid fiqh  pt 2Qawaid fiqh  pt 2
Qawaid fiqh pt 2
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
Ijaarah dan jialah (upah dlm islam)
Ijaarah dan jialah (upah dlm islam)Ijaarah dan jialah (upah dlm islam)
Ijaarah dan jialah (upah dlm islam)
 

Similar to Qawaid fiqh pt 3

2-Asas fekah perubatan
2-Asas fekah perubatan2-Asas fekah perubatan
2-Asas fekah perubatanSabrina Lye
 
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
Keusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwufKeusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwuf
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
Amiruddin Ahmad
 
Prinsip etika dalam keperawatan
Prinsip etika dalam keperawatanPrinsip etika dalam keperawatan
Prinsip etika dalam keperawatan
Sudarman Antariksa
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
RitaYusuf2
 
Fiqh perubatan
Fiqh perubatanFiqh perubatan
Fiqh perubatanNajah Zaid
 
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
SMAN 54 Jakarta
 
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
Tri Agustuti
 
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
Tri Agustuti
 
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptxAhmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
MuhamadAldi12
 
Makalah Kaidah Fiqih Muamalat
Makalah Kaidah Fiqih MuamalatMakalah Kaidah Fiqih Muamalat
Makalah Kaidah Fiqih Muamalat
Yugo Fandita
 
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptxKDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
ZackWan5
 
Mhj hadits
Mhj haditsMhj hadits
Mhj hadits
Mohammad Ali
 
prinsip prinsip legal praktik keperawatan
prinsip prinsip legal praktik keperawatanprinsip prinsip legal praktik keperawatan
prinsip prinsip legal praktik keperawatan
zzikok pratama
 
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
Normurni Mohamad
 
Berbahagialah wahai wanita shalehah
Berbahagialah wahai wanita shalehah Berbahagialah wahai wanita shalehah
Berbahagialah wahai wanita shalehah Ledi Merlin
 
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan HaramPrinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
Akhy Sham
 
makalah Hak pasien nisa
makalah Hak pasien nisa makalah Hak pasien nisa
makalah Hak pasien nisa MJM Networks
 
MAKALAH Hak pasien nisa
MAKALAH Hak pasien nisa MAKALAH Hak pasien nisa
MAKALAH Hak pasien nisa MJM Networks
 
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasa
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasaAmalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasa
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasaTanpa Nama
 

Similar to Qawaid fiqh pt 3 (19)

2-Asas fekah perubatan
2-Asas fekah perubatan2-Asas fekah perubatan
2-Asas fekah perubatan
 
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
Keusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwufKeusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwuf
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
 
Prinsip etika dalam keperawatan
Prinsip etika dalam keperawatanPrinsip etika dalam keperawatan
Prinsip etika dalam keperawatan
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
 
Fiqh perubatan
Fiqh perubatanFiqh perubatan
Fiqh perubatan
 
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
Masa idah, hadanah, dan rujuk 2
 
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 9 ushul fiqh ekonomi islam
 
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 6 ushul fiqh ekonomi islam
 
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptxAhmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
Ahmad Sabani_1908205105_Ppt Qowaidul fiqh.pptx
 
Makalah Kaidah Fiqih Muamalat
Makalah Kaidah Fiqih MuamalatMakalah Kaidah Fiqih Muamalat
Makalah Kaidah Fiqih Muamalat
 
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptxKDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
KDI 2293 KAEDAH FIQH.pptx
 
Mhj hadits
Mhj haditsMhj hadits
Mhj hadits
 
prinsip prinsip legal praktik keperawatan
prinsip prinsip legal praktik keperawatanprinsip prinsip legal praktik keperawatan
prinsip prinsip legal praktik keperawatan
 
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
KAEDAH FIQH DALAM SAINS TEKNOLOGI DAN KEJURUTERAAN
 
Berbahagialah wahai wanita shalehah
Berbahagialah wahai wanita shalehah Berbahagialah wahai wanita shalehah
Berbahagialah wahai wanita shalehah
 
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan HaramPrinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
 
makalah Hak pasien nisa
makalah Hak pasien nisa makalah Hak pasien nisa
makalah Hak pasien nisa
 
MAKALAH Hak pasien nisa
MAKALAH Hak pasien nisa MAKALAH Hak pasien nisa
MAKALAH Hak pasien nisa
 
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasa
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasaAmalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasa
Amalan menambah cahaya aura diwajah cahaya kalau bahasa
 

More from Amiruddin Ahmad

Nasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawiNasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawi
Amiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3     perspektif islam dan pengalamanKeusahawanan 3     perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
Amiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 2 produk dan marketing
Keusahawanan 2     produk dan marketingKeusahawanan 2     produk dan marketing
Keusahawanan 2 produk dan marketing
Amiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1    peradaban dan pengenalanKeusahawanan 1    peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
Amiruddin Ahmad
 
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIANPEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
Amiruddin Ahmad
 
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMUPEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
Amiruddin Ahmad
 
Maqasid syarak
Maqasid syarakMaqasid syarak
Maqasid syarak
Amiruddin Ahmad
 
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirinIslam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
Amiruddin Ahmad
 
Islam trivia 2 perihal sahabah
Islam trivia  2   perihal sahabahIslam trivia  2   perihal sahabah
Islam trivia 2 perihal sahabah
Amiruddin Ahmad
 
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULAMAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
Amiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
Amiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
Amiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
Amiruddin Ahmad
 
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTANMUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
Amiruddin Ahmad
 
KHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRANKHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRAN
Amiruddin Ahmad
 
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVERKHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
Amiruddin Ahmad
 
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
DISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKINGDISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKING
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
Amiruddin Ahmad
 
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKANQawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Amiruddin Ahmad
 
Leader vs manager
Leader vs managerLeader vs manager
Leader vs manager
Amiruddin Ahmad
 
Ihsan management thoughts
Ihsan   management thoughtsIhsan   management thoughts
Ihsan management thoughts
Amiruddin Ahmad
 

More from Amiruddin Ahmad (20)

Nasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawiNasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawi
 
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3     perspektif islam dan pengalamanKeusahawanan 3     perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
 
Keusahawanan 2 produk dan marketing
Keusahawanan 2     produk dan marketingKeusahawanan 2     produk dan marketing
Keusahawanan 2 produk dan marketing
 
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1    peradaban dan pengenalanKeusahawanan 1    peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
 
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIANPEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
 
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMUPEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
 
Maqasid syarak
Maqasid syarakMaqasid syarak
Maqasid syarak
 
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirinIslam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
 
Islam trivia 2 perihal sahabah
Islam trivia  2   perihal sahabahIslam trivia  2   perihal sahabah
Islam trivia 2 perihal sahabah
 
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULAMAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
 
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTANMUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
 
KHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRANKHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRAN
 
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVERKHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
 
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
DISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKINGDISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKING
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
 
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKANQawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
 
Leader vs manager
Leader vs managerLeader vs manager
Leader vs manager
 
Ihsan management thoughts
Ihsan   management thoughtsIhsan   management thoughts
Ihsan management thoughts
 

Recently uploaded

AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AdeRinaMuliawati1
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
KotogadangKependuduk
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
solihin kadar
 
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptxPenjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
GuneriHollyIrda
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
asepridwan50
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docxCP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
HUSINKADERI
 
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
abdinahyan
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
RUBEN Mbiliyora
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
andikuswandi67
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
irvansupriadi44
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA FASILITATOR PEMBELAJARAN.pptx
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
 
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptxPenjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docxCP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
CP SEKOLAH DASAR KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.docx
 
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024Juknis penggunaan  aplikasi ecoklit pilkada 2024
Juknis penggunaan aplikasi ecoklit pilkada 2024
 
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docxLaporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
Laporan Pembina Pramuka sd format doc.docx
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 

Qawaid fiqh pt 3

  • 2. POWERPOINT TELAH DISEDIAKAN UNTUK UMMAH UNTUK DIMANFAATKAN OLEH MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MERASAKAN BAHAWA ILMU YANG DISAMPAIKAN INI BERMANFAAT . TERUSKAN USAHA GIGIH BERDAKWAH SECARA SUNNAH , BERJEMAAH , TELUS , DAN BERSISTEMATIK TERIMA KASIH KEPADA SAHABAT-SHABAT YANG TELAH MEMBERI SEMANGAT DAN KEINGINAN UNTUK MENCARI HIKMAH YANG HILANG
  • 3. 3 َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ض‬ ِ‫ر‬ ِ‫َيء‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ض‬ ِ‫ألر‬ُ‫ه‬ِ‫م‬ ُ‫د‬‫ل‬َ‫َو‬ Redha dgn sesuatu adalah rela dgn akibat dari nya Contoh kaidah: 1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya. 2. Seseorang meminta tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan. 3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai waktu Pengecualian : jika ada guru yang menghukum (ta’zir) murid yang melakukan pelanggaran, dan telah mendapat izin dari ibubapa. Jika ta’zir itu sangat berat, hingga menimbulkan meninggal dunia, maka ta’zir tersebut harus dipertanggung jawabkan. Perlu dicatat, ta’zir adalah hal yang direstui oleh syariat. Guru harus tetap bertanggung jawab , karena izin yang diperoleh guru dari wali murid maupun dari syariat, tetaplah terbatas pada ketentuan menjaga keselamatan yang mungkin timbul.
  • 4. 4 ‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫د‬‫ن‬َ‫ا‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ ُ‫َو‬‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ‫ـط‬ِ‫ق‬‫ا‬‫د‬‫س‬‫ال‬ُ‫َو‬‫عـ‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ََ‫َو‬ُ‫ـ‬ Kaedah ini tidak disepakati dikalangan ulama. Mazhab Shafie mengiktirafnya sebagai salah satu kaedah yang diaplikasikan dalam kehidupan manakala mazhab Hanafi sebaliknya. Contoh: Seseorang yang melakukan musafir untuk merompak,atau membunuh atau menyaksikan konset yang tidak dibenarkan oleh Islam, maka dia tidak dibolehkan untuk melakukan sembahyang secara qasar ataupun jamak. Qasar , jamak merupakan salah satu kelonggarn yang diberikan oleh Allah apabila melakukan musafir yang wajib ,sunat atau pun harus. Manakala musafir untuk melakukan maksiat ia tidak dibolehkan.Sekiranya berlaku perbuatan maksiat dalam perjalanan yang bersifat harus ianya tidak membatalkan kelonggaran yang diberikan. Yang gugur tak akan kembali sbgmana yg tiada pun tak akan kembali
  • 5. 5 َ‫ج‬‫ال‬ ِ‫فى‬ ٌُ‫عا‬‫م‬ ‫ال‬َ‫ؤ‬ُّ‫س‬‫ل‬َ‫ا‬ِِ‫ا‬َ‫َو‬ Kaidah ini terdiri dari tiga kata pokok, yaitu ‫السؤال‬ pertanyaan, ُ‫معا‬ mengulang, ِ‫الجَوا‬ jawaban, jadi Arti dari kaidah ini adalah “pertanyaan itu terulang dalam jawaban” Penjelasan kaidah : Apabila sebuah jawaban itu dengan lafadz yang singkat seperti “ya atau tidak” atau lainnya setelah sebuah pertanyaan yang panjang dan terperinci, maka seakan-akan pertanyaan itu terulang dalam jawaban tersebut. Dan tidak boleh bagi orang yang diberikan pertanyaan untuk meniatkan sesuatu yang lainnya selain pertanyaan tersebut. Misal; kalau ada seseorang yang bertanya : apakah kamu mengambil wang si fulan? Lalu dia menjawab: “ya.” Maka jawaban ini berarti; “ya, saya mengambil uang si fulan.” jadi ketika seseorang ditanya dengan pertanyan yang panjang dan banyak, maka ketika ia menjawab pertanyaan itu walau hanya dengan satu kata saja maka seakan-akan pertanyaan itu terulang atau ada dalam jawaban yang diberikannya. Pertanyaan harus diulangi dlm mendapat jawapan
  • 7. 7 ‫د‬‫ض‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ َُُّ‫ش‬َ‫اْل‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬َِِِّّ‫خ‬َ‫اْل‬ ِ‫ر‬َ‫ر‬ Kemudharatan yang lebih besar/ berat dihilangkan dengan kemudharatan yang lebih ringan Contohnya, seorang hakim boleh mengambil bagian harta lebih banyak dari zakat yang seharusnya dikeluarkan oleh orang kaya, jika zakat yang telah dikumpulkan belum bisa memenuhi keperluan orang-orang fakir. Karena kemudharatan akibat pengambilan harta dari si kaya lebih ringan dibandingkan kemudharatan yang ditimbulkan apabila kebutuhan orang- orang fakir tidak terpenuhi. As a general rule, Muslims should not harm other people, especially other Muslims. The only exception to this rule is due to the need for self-defense against aggression or to avert some greater evil
  • 8. 8 ِ‫ل‬‫ثـ‬ِ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ ‫ال‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬ُِ Disimpulkan bahwa kemudaratan harus dihilangkan, namun tidak boleh dengan menggunakan cara yang mudarat juga kecuali dengan menggunakan kemudaratan yang lebih kecil dari kemudaratan yang ingin dihilangkan.Jadi ketika kemudaratan itu dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih berat maka secara nalar akal maupun syara’ tidak diperbolehkan, bahkan orang yang melakukan hal itu disebut orang yang bodoh. Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
  • 9. 9 Contohnya, seorang hakim boleh mengambil bagian harta lebih banyak dari zakat yang seharusnya dikeluarkan oleh orang kaya, jika zakat yang telah dikumpulkan belum bisa memenuhi keperluan orang-orang fakir. Karena kemudharatan akibat pengambilan harta dari si kaya lebih ringan dibandingkan kemudharatan yang ditimbulkan apabila kebutuhan orang-orang fakir tidak terpenuhi. ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬ِّ‫اْلخ‬ “kemudaratan yang lebih berat harus dihilangakan dengan yang lebih ringan” Kaidah ini didasarkan atas kaidah ‫يزال‬ ‫الضرر‬serta sebagai penjelas terhadap kaidah ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬‫بمثله‬ dan sebagai takhsis terhadapnya. a) Makna Kaidah : Menurut etimologi, kata ‫ضرر‬berarti kekurangan yang terdapat pada sesuatu. Batasan ‫ضرر‬adalah keadaan yang membahayakan yang dialami manusia atau musyaqqat yang parah yang tak mungkin mampu dipikul olehnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kaidah ini didasarkan pada kaidah ‫يزال‬ ‫الضرر‬maka secara tidak langsung Kaidah ini diambil dari pemahaman sebuah hadis َ‫ال‬َ‫ار‬َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َ‫ال‬َ‫َو‬ َ‫ر‬َ‫ر‬َ‫ض‬(‫رَواه‬‫إبن‬ُ‫ماج‬). Kemudian hadis ini sendiri menjadi sebuah kaidah fikih. Sebagaimana juga telah dipaparkan di atas bahwa kaidah ini ada kaitannya dengan kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬bahkan sebagai penjelas dan takhsis, karena kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬menjelaskan bahwa kemudaratan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang sama derajatnya apalagi dengan kemudaratan yang lebih besar. Kemudian konsep dari kaidah ُ‫بمثل‬ ‫يزال‬ ‫ال‬ ‫الضرر‬ini diperjelas serta ditakhsis oleh kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬sehingga timbul suatu pemahaman bahwa kemudaratan haruslah dihilangkan, apabila tidak mungkin dihilangkan dengan cara yang tidak mudarat maka harus menggunakan cara yang mudarat yang lebih ringan dari kemudaratan yang dihilangkan. Syarah ….. Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
  • 10. 10 Dari ketiga kaidah ini dapat disimpulkan bahwa kemudaratan harus dihilangkan, namun tidak boleh dengan menggunakan cara yang mudarat juga kecuali dengan menggunakan kemudaratan yang lebih kecil dari kemudaratan yang ingin dihilangkan. Jadi ketika kemudaratan itu dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih berat maka secara nalar akal maupun syara’ tidak diperbolehkan, bahkan orang yang melakukan hal itu disebut orang yang bodoh serta tolol. Menurut sebagian ulama, kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬mempunyai arti yang sama dengan kaidah ‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬ ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬sebab arti dari memelihara atau menjaga dalam kaidah yang kedua mempunyai arti menghilangkan karena memelihara dari kerusakan berarti menghilangkan kerusakan tersebut. Namun menurut pendapat syaikh Ahmad al-Zarqa kaidah ‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬ ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬tersebut lebih khusus dari kaidah ِّ‫اْلخ‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬. Menurutnya dalam kaidah ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ُ‫اْلش‬ ‫الضرر‬ ِّ‫اْلخ‬dijelaskan bahwa kemudaratan yang lebih besar yang sudah terjadi itu kemudian dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan, sedangkan dalam kaidah ‫مفسُتان‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬ ‫أخفهما‬ ِ‫بارتك‬ ‫ضررا‬ ‫أعظمهما‬ ‫رَوعي‬salah satu dari bahaya itu tidak pernah terjadi Syarah ….. Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan sebanding
  • 11. 11 َ‫ق‬ ‫َون‬‫ك‬َ‫ي‬ ‫ال‬ ‫ر‬َ‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬‫ا‬ً‫م‬‫يـ‬ُِ Syariat Islam tidak membezakan sedikit pun antara kemudaratan yang lama dengan yang baru sahaja berlaku, bahkan semuanya wajib di cegah dan dihilangkan. Justeru itulah kaedah ini merupakan kaedah pelengkap kepada kaedah asas yang sebelum ini. Selain itu, walaupun syariat memaafkan dan memberi kelonggaran terhadap berkekalan atau lama itu tidak ada sebarang kemudaratan padanya. Sebaliknya, jika terdapat padanya kemudaratan, walaupun ia telah lama berlaku, tetap wajib dihapuskan dan tidak ada beza dengan kemudaratan yang baru berlaku. Hukum-hukum furu’ yang lahir daripada kaedah ini ialah : · Diharuskan melarang doktor yang berpenyakit sawan daripada merawat pesakit, walaupun doktor tersebut telah mempunyai pengalaman yang lama dalam merawat pesakit. · Kiranya saluran longkang rumah seseorang itu mengalir di jalan umum dan mengganggu rang ramai, maka ia hendaklah dihapuskan walaupun telah lama berlaku. Kemudharatan yang berlaku tidak di anggap telah berlaku lama
  • 12. 12 َُ‫ق‬ِ‫ب‬ ‫ع‬َ‫ف‬ُ‫ي‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬ِ‫ان‬َ‫ك‬‫م‬ِ‫اْل‬ ِ‫ر‬ Kemudharatan itu sedapat mungkin ditangkis mengikut batas2 kemungkinan Kaedah ini berasal daripada kaedah Usuliyyah yang berkaitan dengan skop kewajipan mencegah kemudaratan dan bahaya yang mana jika kemudaratan itu dapat dibendung seluruhnya, maka itulah yang terbaik. Namun, jika tidak termampu untuk berbuat demikian, maka lakukanlah sekadar yang termampu. Hal ini kerana taklif syarak itu dikenakan terhadap mukallaf adalah menurut kadar kemampuannya. Untuk itu, usaha untuk menyekat segala kemudaratan tersebut supaya tidak berlaku hendaklah diusahakan. · Usaha Abu Bakar al-Siddiq untuk mengumpul dan membukukan al-Quran supaya ia tidak hilang. · Umar al-Khattab mengambil tindakan membakar kedai arak agar tidak timbul masalah yang lebih besar. · Sekiranya mungkin dapat dicegah haiwan yang memekik atau berteriak dengan menggunakan suara atau sergahan, maka tidak perlulah menghindarkannya dengan tangan mahupun kayu.
  • 13. 13 ‫ال‬َ‫ز‬‫ي‬ ‫ر‬َ‫ر‬‫د‬‫ض‬‫ال‬ KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar " ‫والضرار‬ ‫الضرر‬." Darar adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan. Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang ditimpakan) dengan kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.
  • 14. 14 Syarah ….. KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN Asal dari kaidah ini adalah hadits Nabi: La Darar wa La Dirar " ‫والضرار‬ ‫الضرر‬." Darar adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Sedangkan dirar adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan. Yang dimaksud dengan tidak adanya dirar adalah membalas kerusakan (yang ditimpakan) dengan kerusakan yang sama. Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Karena hal itu akan menambah kerusakan dan memperluas cakupan dampaknya. Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya. Adapun cabang dari kaidah ini ada 5 yaitu: 1. Kerusakan ditolak sebisa mungkin . ‫اإلمكان‬ ‫بقدر‬ ‫يدفع‬ ‫الضرر‬ 2. Kerusakan dapat dihilangkan . ‫يزال‬ ‫الضرر‬ ….. bersambung
  • 15. 15 Syarah ….. KEMUDHARATAN MESTI DI HILANGKAN 3. Kerusakan yang parah dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan . ‫األخف‬ ‫بالضرر‬ ‫يزال‬ ‫األشد‬ ‫الضرر‬ 4. Kerusakan yang khusus ditangguhkan untuk menolak kerusakan yang umum ‫العام‬ ‫الضرر‬ ‫لدفع‬ ‫الخاص‬ ‫الضرر‬ ‫يتحمل‬ 5. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kebaikan ‫المصالح‬ ‫جلب‬ ‫من‬ ‫أولى‬ ‫المفاسد‬ ‫درء‬ Darar adalah menimbulkan kerusakan pada orang lain secara mutlak. Dirar adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain atau menimpakan kerusakan pada orang lain bukan karena balas dendam yang dibolehkan. Kaidah ini meniadakan ide balas dendam. Karena hal itu akan menambah kerusakan dan memperluasnya Contoh: Siapa yang merusak harta orang lain, maka bagi yang dirusak tidak boleh membalas dengan merusak harta benda si perusak. Karena hal itu akan memperluas kerusakan tanpa ada manfaatnya. Yang benar adalah si perusak mengganti barang atau harta benda yang dirusaknya.
  • 16. 16 َ‫َور‬‫حظ‬َ‫م‬‫أل‬ ‫يـح‬ِ‫ب‬‫ت‬ ‫ات‬َ‫َور‬‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬ِ‫ت‬‫ا‬ Eutanasia Indirect atau Double-Effect Medication boleh dilaksanakan menurut pandangan syarak bagi memastikan kesengsaraan yang dihadapi pesakit dapat dikawal dan pelaksanaannya tidak langsung bertujuan untuk mempercepatkan kematian. Muzakarah juga memutuskan bahawa dalam kaedah perubatan, mati otak (brain death) adalah dianggap sebagai suatu kematian dan apabila kematian tersebut disahkan oleh pakar, maka akan thabit semua hukum berkaitan kematian yang ditetapkan oleh syarak. Justeru, adalah harus memberhentikan rawatan bantuan sokongan (contohnya penggunaan mesin ventilator) dengan persetujuan waris- waris terdekat selepas disahkan oleh dua orang pakar perubatan yang tidak terlibat dalam urusan pendermaan organ. Dalam keadaan darurat, setiap perkara yang ditegah dibolehkan
  • 17. 17 ََُ‫ق‬ِ‫ب‬ ‫در‬َُ‫ق‬‫ت‬ ‫ات‬َ‫َور‬‫ـر‬‫د‬‫ض‬‫أل‬‫ا‬َ‫ـ‬‫ه‬ ِ‫ر‬ Contoh Kaedah 1- Tidak ada makanan selain bangkai, maka seseorang boleh memakan makanan haram tersebut. Jika sudah mencukupi dan hilanglah dhoror, maka tidak boleh ia menikmati bangkai tersebut lagi.Berdosa jika memakan lebih dari perlu. 2- Ketika wanita perlu berubat dan tidada dokter selain laki2, maka ia boleh berubat dengannya dengan syarat hanya mengingkap bagian darurat yang hendak diperiksa saja, tidak yang lainnya 3- Jika seseorang dalam keadaan darurat mesti membeli sejenis makanan, pakaian, atau senjata sedangkan si penjual enggan untuk menjualnya, maka dalam keadaan darurat boleh membeli dengan paksa barang tersebut sesuai harganya tanpa ridhanya. Bahkan wajib bagi penguasa memaksa para penjual untuk menjual atau penguasa yang menjualkannya dengan paksa pada yang memerlu. Ini semua dilakukan ketika dalam keadaan darurat, namun sekadarnya selama darurat itu ada. 4- Keadaan darurat (tidak ada pilihan lain) harus memanfaatkan harta orang lain, maka saat itu boleh memanfaatkannya. Jika si pemilik enggan, ia bisa dipaksa oleh yang punya kuasa untuk meminjamkannya. Ini di saat darurat. Jika darurat tersebut hilang, maka tidak boleh dimanfaatkan seterusnya. Darurat dihitung sesuai kadarnya
  • 18. 18 ٌ‫ة‬َ‫م‬َ‫ك‬‫ا‬‫ح‬‫م‬ ‫َة‬ُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ADAT ITU BOLEH DITETAPKAN SEBAGAI HUKUM Adat itu tidak berlawanan dengan nas syarak. Contohnya, adat membuat urusniaga di atas talian. Adat ini telah berkembang selari dengan kewujudan internet. Pembeli dan penjual tidak bersua muka ketika melakukan urusniaga. Tidak dinafikan kaedah ini asal bertentangan syarak, ie tidak dibolehkan membeli sesuatu yang tidak wujud di hadapan mata, tetapi ulama menerimanya atas maslahat dan telah dijadikan amalan biasa dalam masyarakat, dan ia tidak berlawanan dengan semua aspek hukum. Adat yang diterima harus itu hendaklah telah diamalkan oleh individu dalam masyarakat secara menyeluruh dan meluas. Bahkan, jika ada yang tidak mengamalkannya, jumlahnya amat sedikit. Contoh : solat Tarawaih berjamaah. Asalnya , solat Tarawaih tidak semestinya diadakan secara berjamaah. Bahkan sebenarnya, elok ditunaikan di rumah secara berseorangan atau bersama ahli keluarga. Adat tersebut itu sudah wujud ketika hendak dilakukan tindakan itu. Maksudnya, kejadian adat itu telah berlaku sebelum & ketika tindakan itu & ianya berterusan. Ini bermaksud, tidak harus diamalkan adat yang baru timbul. Adat mendahului nas syarak sahaja yang dikira sah. Contohnya, mewakafkan harta kepada anak yatim. Perlu difahami istilah anak yatim adalah anak yang ketiadaan ibu bapa atau salah seorang daripadanya. Tetapi, sekarang rumah anak yatim turut menempatkan anak golongan miskin biarpun kedua ibu bapa masih hidup.
  • 19. 19 Adat menurut ulama fiqih adalah hal-hal yang terjadi berulang-ulang dan masuk akal menurut akal sehat yang dilakukan oleh sejumlah individu Adakah perbedaan antara uruf dan adat? Sebagian ulama berpendapat keduanya dua kata dengan satu arti. Sebagian ulama yang lain menganggapnya berbeda. Adat adalah sesuatu yang meliputi kebiasaan individu dan golongan. Sedangkan urf itu khusus untuk kebiasaan golongan saja. Adapun kaidah ini cabangnya ada 9 (sembilan) sebagai berikut: 1. Hujjah yang dipakai banyak orang wajib diamalkan. ‫بها‬ ‫العمل‬ ‫يجب‬ ‫حجة‬ ‫الناس‬ ‫استعمال‬ 2. Adat itu dianggap apabila dominan dan merata. ‫وغلبت‬ ‫اضطردت‬ ‫إذا‬ ‫العادة‬ ‫تعتبر‬ ‫إنما‬ 3. Yang dianggap adalah yang umum dan populer bukan yang jarang. ‫النادر‬ ‫ال‬ ‫الشائع‬ ‫للغالب‬ ‫العبرة‬ 4. Hakikat ditinggal karena dalil adat. ‫العادة‬ ‫بداللة‬ ‫تترك‬ ‫الحقيقة‬ 5. Kitab atau tulisan itu sama dengan ucapan. ‫كالخطاب‬ ‫الكتاب‬. 6. Isyarat yang difaham orang itu sama dengan penjelasan lisan.‫باللسان‬ ‫كالبيان‬ ‫لآلخرين‬ ‫المعهودة‬ ‫اإلشارة‬ 7. Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan syarat. ً‫ا‬‫شرط‬ ‫كالمشروط‬ ً‫ا‬‫عرف‬ ‫المعروف‬ 8. Menentukan dengan urf (kebiasaan) sama dengan menentukan dengan nash . ‫بالنص‬ ‫كالتعيين‬ ‫بالعرف‬ ‫التعيين‬ 9. Yang dikenal antara pedagang sama dengan syarat antara mereka. ‫بينهم‬ ‫كالمشروط‬ ‫التجار‬ ‫بين‬ ‫المعروف‬ …sambungan ADAT ITU BOLEH DITETAPKAN SEBAGAI HUKUM
  • 20. 20 ‫خ‬ِ‫ب‬ َ‫ال‬ ِ‫ظ‬‫ف‬‫د‬‫ل‬‫ال‬ َِ‫َو‬‫م‬‫ع‬ِ‫ب‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬َِِ‫ب‬َ‫س‬‫ال‬ ِِ‫َو‬‫ص‬ Yang dipandang dasar (titik tolak) adalah petunjuk umum dasar lafazh bukan sebab khusus (latar belakang kejadian). Terdapat banyak ayat al-Quran dan Hadis Baginda saw yang dilafazkan kerana sebab2 tertentu namun ulama memahami bahawa walaupun ada sebab Baginda melafazkannya tetapi hukum berdasarkan umum lafaz tersebut. Contoh: Wanita menjadi Pemimpin. Walaupun para ulama mengetahui bahawa hadis tersebut dilafazkan oleh Baginda saw kerana penduduk Parsi melantik wanita sebagai Raja untuk memerintah mereka . Namun para ulama tidak mengatakan bahawa hadis ini hanya khusus dilafazkan dengan sebab tersebut sahaja. Oleh kerana itulah sebahagian ulama menggunakan hadis ini sebagai dalil mengatakan bahawa wanita tidak boleh menjadi Imam di dalam solat. Kedua, jika benar Baginda saw benar2 ingin menjawab terhadap persoalan yang ditanyakan maka sudah tentu Baginda saw akan menjawab secara terus . Contohnya bilamana Baginda saw ditanya tentang lemak dan bulu binatang, maka jika Baginda saw ingin menjawab terus tentulah Baginda akan menjawab : ‫حالل‬ ‫الفراء‬ ‫و‬ ‫الجبن‬ ‫و‬ ‫السمن‬ Maksudnya: Lemak, keju dan bulu binatang adalah halal.
  • 21. 21 َ‫ال‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ي‬‫د‬‫م‬َ‫س‬‫م‬‫ِل‬‫ا‬‫ب‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ِ‫اء‬َ‫م‬‫ِْلس‬‫ا‬‫ب‬ PENGAJARAN ITU ADALAH DARI ISINYA BUKAN NAMA. sesuatu itu diambil kira tentang hakikatnyadan bukan semata-mata pada namanya Samada bentuk pakaian itu dinamakan busana muslimah ataupun nama-nama lain , yang terlebih penting ialah samada pakaian itu memenuhi SYARAT –SYARAT yang telah ditetapkan sebagai menutup aurat ataupun tidak . Umat harus meneliti sesuatu agar tidak terperangkap dengan nama indah seperti Pemakanan Sunnah tetapi hakikatnya bukan sedemikian.
  • 22. 22 ‫د‬‫ش‬‫ال‬ ِِِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬‫ل‬ِ‫ل‬ ‫ة‬َ‫ر‬‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ُِ‫ا‬‫د‬‫ه‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫ال‬ ِ‫ع‬ِِ‫ا‬ِ‫ر‬ Perhatian lebih diberikan pada kejadian yang kerap berlaku , bukannya yang jarang2 Contoh: seorg lelaki brumur 17 thn dikira capai tahap umur baligh walaupun dia blum baligh. Ibnu Rus berkata :‫بالنادر‬ ‫بالمعتادال‬ ‫الحكم‬ “Hukum itu dengan mencakup atas apa yang biasa terjadi bukan yang jarang terjadi”. Contohnya : para ulama berbeda pendapat tentang waktu hamil terpanjang, dan jika menggunakan kaidah diatas, maka waktu hamil terpanjang tidak akan melebihi satu tahun. Demikian pula menentukan masa menopause ketika wanita berusia 55 tahun .
  • 23. َِ‫ه‬‫الغ‬ِ‫ب‬ َ‫ر‬‫ألغ‬ Ertinya : "(Bagi mendapatkan) Keuntungan (hasil pelaburan) mestilah dengan menghadapi risiko (dan jaminan barang yang dijual adalah selamat - bermakna tiada untung tetap dijanjikan)" (Riwayat As- Syafie, Ahmad, Ibn Hibban, Abu Daud : no 3508 ; As-Suyuti & Albani : Hasan) Menurut Dr Muhammad Az-Zuhayli menjelaskan lagi ertinya dengan katanya "sesungguhnya siapa yang yang menanggung kos dan risiko kerugian, maka merekalah yang layak mendapat manfaat atau keuntungan jika ada". Risiko sejalan dengan keuntungan…..atau Tanggungan kewajiban seimbang dengan manfaat yang diambil Contoh : Akad syarikat. Untung sama2 tanggung, rugi pun sama2 tanggung Maksudnya adalah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko. Biaya peguam adalah tanggung jawab pembeli kecuali ada keridhaan dari penjual atau ditanggung bersama. Demikian pula halnya, seseorang yang meminjam barang, maka dia wajib mengembalikan barang dan risiko pengembaliannya. Berbeda dengan kos mengangkut dan memelihara barang, dibebankan pada pemilik barang Ganjaran keuntungan adalah dengan menghadapi risiko
  • 24. 24 ِ‫ر‬ ِ‫ـاص‬َ‫ق‬‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ل‬َ‫ض‬‫أف‬ ‫ى‬َُِ‫ع‬َ‫ت‬‫الم‬ Perbuatan mencakupi kepentingan org lain lebih utama dari hanya kepentingan sendiri misalnya: menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah, karena dengan ilmu dapat menjadikan shalat itu lebih berkualiti. Demikian pula ilmu dapat dirasakan manfaatnya (efek sosial secara positif) bukan hanya si pemilik ilmu tapi juga lingkungan sekitarnya. Amal yg dilakukan dgn kualiti, baik, teratur lebih utama dari yang dibuat semata2 kerana buat.
  • 25. 25 ِ‫ه‬ ِ‫ار‬َ‫ر‬‫ق‬ِ‫إ‬ِ‫ب‬ ٌ‫ذ‬َ‫خ‬‫ا‬َ‫ؤ‬‫م‬ ‫ء‬‫ر‬َ‫م‬‫ال‬ Seseorang itu dipegang berdasarkan pengakuannya “Iqrar adalah suatu pengakuan yang dibuat oleh seseorang secara bertulis atau atau lisan atau dengan isyarat menyatakan bahawa ia mempunyai obligasi atau tanggungan terhadap seseorang lain berkenaan dengan sesuatu hak.” 1- Pengakuan mengenai tulisan, tandatangan atau meterai hendaklah diterima sebagai pengakuan orang yang menulis atau yang melaksanakan dokumen itu; 2- Sesuatu pengakuan melalui dokumen yang ditulis atau disebabkan ditulis oleh seseorang di bawah tandatangan atau meterainya dan diserahkan kepada orang lain boleh diterima sebagai iqrar dengan syarat.
  • 26. 26 ‫ي‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِِ‫ل‬‫خ‬َ‫ت‬ ‫ة‬‫د‬‫ق‬َ‫ش‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ر‬‫ي‬ِ‫س‬ Sebab terjadinya suatu keringanan, baik dalam kaitannya dengan masalah peribadatan maupun lainnya adalah sebagai berikut: 1. bepergian. Dalam keadaan ini, orang diperbolehkan meringkas (meng-Qoshor) shalat dan mengumpulkan (men-jama’). Begiut juga dalam hal berpuasa. 2. sakit. Keadaan ini, orang boleh shalat dengan cara duduk atau berbaring dan berisyarah serta bertayammum sebagai ganti berwudlu dan diperbolehkan tidak berpuasa dan sebagainya. 3. terpaksa. Dalam keadaan yang seperti ini orang boleh memakan makan-makanan yang haram, bahkan boleh mengucapkan kata-kata kufur atau berbuat yang dapat mengkafirkan. 4. lupa. Dalam keadaan seperti ini yaitu orang bertindak dosa karena lupa, baginya bebas dari sangsi, seperti makan pada saat berpuasa Ramadhan atau salam sebelum shalat selesai, lalu berbicara dengan sengaja, setelah ingat bahwa belum selesai, maka baginya boleh langsung melanjutkan shalatnya. KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI
  • 27. 27 Keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari was-was terutama dalam masalah kesucian dan shalat. Keyakinan adalah ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti, sedangkan keraguan adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara keduanya. Perkara yang diyakini adanya tidak boleh dianggap hilang kecuali dengan dalil yang pasti dan hukumnya tidak boleh berubah oleh keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak adanya maka tetap dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena keraguan (antara ada dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin, maka keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak adanya sesuatu. …..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung
  • 28. 28 Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut: 1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya. ‫كان‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫كان‬ ‫ما‬ ‫بقاء‬ ‫األصل‬ 2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan. ‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬ 3. Sesuatu yang dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan. ‫بيقين‬ ‫إال‬ ‫اليرتفع‬ ‫بيقين‬ ‫ثبت‬ ‫ما‬ 4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada. ‫عدمها‬ ‫العارضة‬ ‫واألمور‬ ‫الصفات‬ ‫في‬ ‫األصل‬ 5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat ‫أقرب‬ ‫إلى‬ ‫الحادث‬ ‫إضافة‬ ‫األصل‬‫أوقاته‬ 6. Hukum asal segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas ulama ‫األصل‬‫عند‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬‫الجمهور‬ 7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram ‫األصل‬‫األبضاع‬ ‫في‬‫التحريم‬. 8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih ‫ال‬‫التصريح‬ ‫مقابلة‬ ‫في‬ ‫للداللة‬ ‫عبرة‬ . 9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam ‫ال‬‫ساكت‬ ‫إلى‬ ‫ينسب‬‫قول‬ 10. Praduga itu tidak dianggap ‫ال‬‫عبرة‬‫بالتوهم‬ 11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya ‫ال‬‫البين‬ ‫بالظن‬ ‫عبرة‬‫خطؤه‬ 12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara hakikat ‫الممتنع‬‫حقيقة‬ ‫كالممتنع‬ ‫عادة‬ 13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil ‫ال‬‫الدليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫االحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬ …..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung
  • 29. 29 ِ‫ل‬َُ َ‫ق‬َ‫ي‬ ََ‫ل‬ ‫ما‬ ُِِ‫ق‬ َ‫َل‬‫إط‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ي‬ ِ‫ر‬‫ج‬َ‫ي‬ ‫ق‬َ‫ل‬‫ط‬‫م‬‫ال‬َ‫ل‬ َ‫َال‬ُ ‫َو‬َ‫أ‬ ‫ا‬ًّ‫ص‬َ‫ه‬ ُِ‫ي‬ِ‫ي‬‫ق‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ‫يل‬ً‫ة‬ Yang mutlak berlaku pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang mengikatnya, baik secara nash maupun dilalah. Contoh : Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membeli suatu barang, dan dia tidak menjelaskan harganya, maka orang yang ditunjuk sebagai wakil hendaknya membeli dengan harga standard atau dengan perbedaan sedikit, dan tidak boleh membeli dengan perbedaan yang sangat banyak. Jika dia melakukannya, berarti dia membeli untuk dirinya sendiri dan bukan sebagai orang yang ditunjuk sebagai wakil. Karena perwakilannya sekalipun bersifat mutlak, namun juga terikat, dengan bukti bahwa orang yang mewakilkan tidak menginginkan rugi yang sangat besar.
  • 30. 30 ‫ق‬َ‫ل‬‫ط‬‫م‬‫ال‬‫ل‬َ‫م‬‫ح‬‫ي‬‫د‬‫ي‬َ‫ق‬‫م‬‫ال‬ُِ Dalalah lafazh mutlak dibawa pada dalalah lafazh muqayyad Absolute holds unrestricted Mutlaq ‫المطلق‬ adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan. Sedangkan muqoyyad ‫المقيد‬ adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan (taqyid). Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum, maka ia harus diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar pembatasan atau kekhususannya tersebut.
  • 31. 31 َ‫ب‬ ِ‫َوط‬‫ـثر‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ِ‫ار‬َ‫ج‬‫ـ‬ُّ‫ت‬‫ال‬ َ‫ين‬َ‫ب‬ ِّ‫َو‬‫عر‬َ‫م‬‫أل‬َ‫ه‬َ‫ه‬‫ي‬ sesuatu yang telah dikenal diantara pedagang berlaku sebagai syarat diantara mereka Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku hanya dibidang mu’amalah saja, dan itupun dikalangan pedagang (akan dijelaskan lebih jauh dalam dhabit mu’amalah). Dimasukan disini dalam kaitannya dengan kaidah al- adah muhkamah
  • 32. 32 ً‫ط‬‫دـر‬‫ش‬ ِ‫َوط‬‫ـثر‬َ‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ‫ا‬ً‫ف‬‫ر‬‫ع‬ ِّ‫َو‬‫عر‬َ‫م‬‫أل‬ Sesuatu yang dikenal karena ‘urf seperti yang di syaratkan sebagai suatu syarat. Maksudnya adat kebiasaan dalam bermuamalah mempunyai daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat. Contohnya apabila orang bergotong- royong membangun rumah yatim piatu, maka berdasarkan adat kebiasaan orang-orang yang bergotong royong itu tidak di bayar. Lain halnya apabila sudah dikenal sebagai tukang kayu atau tukang cat yang biasa diupah, datang kesuatu rumah yang sedang dibangun lalu dia bekerja disitu, tidak mensyaratkan apapun, sebab kebiasaan tukang kayu atau tukang cat apabila bekerja, dia mendapat bayaran. Contoh: Menjual buah di pohon tidak boleh karena tidak jelas jumlahnya, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan maka para ulama membolehkannya.
  • 33. 33 ‫َوت‬‫ب‬‫ث‬ ِ ِ‫ج‬َ‫ي‬ ِ‫ط‬‫در‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ق‬‫د‬‫ل‬َ‫ع‬‫م‬‫ال‬ِ‫ط‬‫در‬‫ش‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َو‬‫ب‬‫ث‬ َُ‫ه‬ِ‫ع‬ ُ Sesuatu yang digantungkan kepada sesuatu syarat, wajib adanya ketika adanya syarat Contohnya: salah satu syarat wajib melaksanakan haji atau umrah adalah adanya kemampuan (isthatha`ah). Maka ketika seseorang telah mampu maka wajib baginya melaksanakan haiji atau umrah.
  • 34. 34 ‫د‬‫ب‬َ‫ك‬‫ي‬ َ‫ال‬ ‫ر‬‫د‬‫ب‬َ‫ك‬‫م‬‫ل‬َ‫ا‬‫ر‬ Maksudnya: sesuatu yang hukumnya sudah mencapai puncaknya tidak boleh diperbesar dgn hukum yang lain. Contohnya: membasuh jilatan anjing merupakan perbuatan mencuci paling sulit, yakni membasuh tujuh kali dengan air dan salah satunya harus diberi debu. Kondisi tersebut tidak perlu atau tidak disunnahkan membasuh masing2 tiga kali seperti yang biasa diisyaratkan pada membasuh benda najis lainnya. Demikian pula tidak perlu ada penguat lagi pada sumpah yang sudah disertai kesaksian Allah. Benda yang besar tak perlu di perbesarkan
  • 35. 35 َ‫ت‬‫م‬‫م‬‫ال‬َ‫ك‬ ً‫ة‬َُ‫َا‬‫ع‬ ‫ع‬َ‫ه‬َ‫ت‬‫م‬‫الم‬ً‫ة‬َ‫ق‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ح‬ ِ‫ع‬َ‫ه‬ Larangan adat adalah menjadi larangan sebenarnya (hakikat) Penghalang hakiki maksudnya adalah sesuatu yang mustahil yang tidak mungkin dicapai oleh akal (manusia biasa). Contoh: Barang siapa yang berkeinginan untuk memberikan kain yang terbalut didalamnya kain, maka dia harus memberikan kedua kain itu karena terdapat kain didalamnya. Dan barangsiapa yang berkeinginan memberikan kain yang terbungkus oleh sepuluh kain maka dia cuma memberikan satu kain saja karena satu kain tidak bisa dibungkus dengan sepuluh kain.
  • 36. 36 ‫عس‬َ‫م‬‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ـط‬‫سق‬َ‫ي‬ ‫ال‬ ‫َور‬‫يـس‬َ‫م‬‫ل‬َ‫ا‬ِ‫َور‬ "Yang mudah tidak gugur karena yang sukar" Sesuatu amal itu mengikut kemampuan mukallaf.eg mengikut as shafie bhw org muallaf tidak gugur hukum solat ttp dgn membaca yg kuasa dan memperbaiki terus Makna qaidah ini adalah qaidah : ‫كلده‬ ‫اليتدرك‬ ‫كلده‬ ‫مااليددرك‬ ( apa-apa yang tidak dapat mengerjakan seluruhnya tidak menggugugurkan kewajiban mengerjakan seluruhnya ). Dan ibarat lain mengatakan ‫بعضده‬ ‫اليتدرك‬ ‫كلده‬ ‫مااليددرك‬ ( apa-apa yang tidak mampu mengerjakan seluruhnya tidak berarti harus meninggalkan sebagian ). Ini adalah qaidah yang terkenal yang diistinbathkan dari sabda Rasul SAW : ‫دتطعتم‬‫د‬‫ماس‬ ‫ده‬‫د‬‫من‬ ‫دنتوا‬‫د‬‫ف‬ ‫دىء‬‫د‬‫بش‬ ‫درتكم‬‫د‬‫أم‬ ‫.إذا‬ "Apabila aku memerintahkan kepadamu sesuatu perintah kerjakanlah semampumu dan apabila aku melarangmu sesuatu tinggalkanlah. Seorang yang sudah cukup nisab zakatnya, jika yang separuhnya lagi berada di tangan orang lain, maka ia tetap diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang ada di tangannya. Seorang yang ada sebagian anggota tubuhnya terdapat luka yang pantang terkena air, harus membasuh anggota yang tidak terluka dengan air (wudhu/mandi), sedang anggota yang pantang kena air harus disapu dengan debu (tayamum) bila ia bersuci.
  • 38. 38 ِ‫ت‬‫ج‬ِ‫ال‬‫ا‬ِ‫ب‬ ‫ض‬َ‫ق‬‫ه‬‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ت‬‫ج‬ِ‫ال‬‫ا‬ُِ‫ا‬َ‫ه‬ Umr ra. Pernah berkata ketika ditanya pendapatnya yang berbeza dari ketetapan Abu Bakar tanpa membatalkan atau mengecilkan pendapat Abu Bakr ra. ‫ه‬ ‫و‬ ‫َا‬‫ن‬ْ‫ـ‬‫ي‬َ‫ض‬َ‫ق‬ ‫ما‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫لك‬ِ‫ت‬’‫ى‬ ِ‫ـض‬ْ‫ق‬‫َـ‬‫ن‬ ‫ما‬ َ‫لى‬َ‫ع‬ ِ‫ه‬ِ‫ذ‬ Itu yang kami putuskan di masa lampau dan ini yang kami putuskan sekarang. Kaedah ini ditimbulkan ulama kerana: 1. Ijtihad baru bukan bermakna lebikh kuat dari yg terdahulu 2. Jika pembatalan ijtihad di benarkan berleluasa, maka sistem penghukuman dalam Islam menjadi lemah dan goyah IJTIHAD (AWAL) TIDAK DIBATALKAN DENGAN IJTIHAD (KEMUDIAN)
  • 39. 39 Lafal ini diucapkan oleh Umar bin Khattab ketika terjadi perbedaan pendapat dalam masalah warisan bagi saudara kandung. Para sahabat yang lain tidak menolak perkataannya. Sehingga hal ini menjadi konsesnsus dikalangan mereka (Ijma Shahabah) maksudnya yaitu suatu hasil ijtihad pada masa lalu, tidak berubah karena ada hasil ijtihad baru dalam suatu kasus hukum yang sama. Hasil ijtihad yang lama masih tetap berlaku pada masa itu, dan hasil ijtihad yang sekarang berlaku pada masa sekarang Misalnya: seseorang pada waktu Dzhuhur telah memutuskan ijtihad tentang kiblat. Kemudian ketika hendak shalat Ashar ia mendapati ijtihadnya berbeda dengan yang Dzhuhur tadi, maka yang Dzhuhur tidak dianggap batal dan Dzhuhurnya tetap sah. Contoh lain, seperti dikatakan oleh Umar bin Khattab: ‫و‬ ‫قضينا‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫تلك‬‫ﻫﺬ‬‫نقضي‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫ا‬ “itu adalah yang kami putuskan pada masa lalu dan ini adalah yang kami putuskan sekarang” Alasannya adalah karena hasil dari ijtihad ke dua tidak berarti lebih kuat dari hasil ijtihad yang pertama. Apabila hasil ijtihad yang pertama harus dibatalkan oleh yang kedua maka akan menimbulkan ketidak adilan hukum IJTIHAD (AWAL) TIDAK DIBATALKAN DENGAN IJTIHAD (KEMUDIAN)
  • 40. 40 َُ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُِّ‫ج‬َ‫ي‬ َ َ‫َل‬‫س‬ِ‫اْل‬ Islam hapuskan (kesalahan2) yang sebelumnya. Syarah :
  • 41. 41 َ‫ي‬َ‫ب‬‫ـال‬َ‫ك‬ ِ‫س‬َ‫ر‬‫ح‬َ‫َل‬ِ‫ل‬ ‫َة‬ُ‫َو‬‫عه‬َ‫م‬‫ل‬َ‫ا‬ ‫ات‬َ‫َار‬‫ش‬ِ‫ْل‬َ‫ا‬ِ‫ان‬َ‫س‬‫ل‬ِِّ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ ِ‫ان‬ Isyarat, bagi orang-orang tertentu akad tidak dapat dilaksanakan dengan ucapan dan tulisan, lalu orang bisu dan tidak pandai baca tulis tersebut dapat melakukan akad dengan cara isyarat SYARAT-SYARAT AKAD Syarat dalam akad ada empat, yaitu : a. syarat berlakunya akad (in’iqod); b. syarat sahnya akad (shihah); c. syarat terealisasikannya akad (Nafadz); d. syarat Lazim. Syarat in’iqod ada yang umum dan khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad, seperti syarat yang harus pada pelaku akad, objek akad dan shigah akad, akad bukan pada sesuatu yang diharamkan dan akad-akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal dua saksi pada akad nikah. Syarat Shihah, yaitu syarat yang diperlukan secara syariah agar akad berpengaruh, seperti dalam akad perdagangan harus bersih dari cacat. Syarat nafadz yaitu kepemilikan (barang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya). Syarat Lazim, yaitu bahwa akad dilaksanakan apabila tidak ada cacat. ISYARAT YG DAPAT DIKETAHUI DARI ORG BISU SAMA DGN KETERANGAN LISAN
  • 42. 42 ‫ا‬ ِ‫َن‬‫ع‬ ً‫اض‬َ‫إعر‬ ُ‫َو‬‫قص‬َ‫م‬‫أل‬ ِ‫ير‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ ‫ال‬َ‫غ‬ِ‫ت‬‫أْلش‬ُِ‫َو‬‫قص‬َ‫م‬‫ل‬ 1. Pertama, dalam solat tidak disyaratkan niat menentukan bilangan rakaat, kemudian mushalli niat shalat maghrib dengan 4 raka’at dan pelaksanaanya tetap 3 rakaat maka shalatnya tetap sah. 2. Kedua, seseorang melakukan shalat dhuhur tetapi ia berniat asar maka tidak sah. 3. Ketiga, seseorang yang berniat bermakmun dengan si A dalam shalat berjama’ah, tetapi ternyata yang menjadi imam adalah si B maka shalat jama’ahnya tidak sah. 4. Keempat, seseorang yang bersumpah tidak akan berbicara dengan seseorang, tetapi yang dimaksud adalah si A maka sumpahnya hanya berlaku dengan si A. 5. Kelima dalam suatu akad, bila terjadi perbedaan antara maksud (niat) si pembuat dengan lafal yang diucapkannya maka yang dianggap akad adalah niat/maksudnya selama yang demikian itu masih diketahui. Misalnya, ada dua orang yang bertransaksi dengan lafal akan memberi barang dengan syarat adanya pembayaran harga barang itu, maka transaksi ini dipandang sebagai transaksi jual beli karena transaksi inilah yang dimaksud atas makna dari pembuat transaksi, bukan transaksi pemberian sebagaimana yang dikehendaki oleh lafal. 6. Keenam seseorang yang berniat melakukan ibadah, tetapi karena sesuatu halangan ia tidak dapat menunaikannya maka ia tetap mendapatkan pahala Berbuat yg tidak dimaksud berarti berpaling dari yg dimaksud
  • 43. 43 ‫م‬‫يـ‬ُِ‫ق‬َ‫ت‬ َ‫َو‬ ِِِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬‫ل‬َ‫ا‬ ‫ـار‬َ‫ب‬ِ‫ت‬‫ع‬ِ‫إ‬ ‫أْلصل‬‫ر‬ُِ‫ا‬‫د‬‫ه‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ Syarah : HUKUM YANG TERKUAT ADALAH MENGHARGAI YANG BIASA DAN MENDAHULUKAN YG SEDIKIT SEKALI TERJADI
  • 44. 44 ُِِ‫ت‬‫ا‬َ‫ق‬‫أَو‬ َِِ‫قر‬َ‫ا‬ ‫ِلى‬‫ا‬ ِ‫ث‬ُِ‫ا‬َ‫ح‬‫ال‬ ‫ة‬َ‫ف‬‫ا‬َ‫ض‬‫إ‬ ‫أْلصل‬ Kaidah ini menjelaskan adanya kemudahan dalam syariah Islam. Tujuannya adalah menetapkan sesuatu yang meyakinkan dianggap sebagai hal yang asal. Dan bahwa keyakinan menghilangkan keraguan yang sering timbul dari was-was. Keyakinan adalah ketetapan hati berdasarkan pada dalil yang pasti, sedangkan keraguan adalah kemungkinan terjadinya dua hal tanpa ada kelebihan antara keduanya. Maksudnya adalah bahwa perkara yang diyakini adanya tidak boleh dianggap hilang kecuali dengan dalil yang pasti dan hukumnya tidak bisa berubah oleh keraguan. Begitu juga perkara yang diyakini tidak adanya maka tetap dianggap tidak ada dan hukum ini tidak berubah hanya karena keraguan (antara ada dan tiada). Karena ragu itu lebih lemah dari yakin, maka keraguan tidak dapat merubah ada dan tidak adanya sesuatu. Dalil hadits Nabi di mana seorang lelaki bertanya pada Nabi bahwa dia berfikir apakah dia kentut apa tidak. Nabi menjawab: "Teruskan shalat kecuali apabila mendengar suara atau mencium bau (kentut).“ ‫ريحا‬ ‫يجد‬ ‫أو‬ ‫صوتا‬ ‫يسمع‬ ‫حتى‬ ‫الينصرف‬ YANG KUAT ADALAH PENYANDARAN PERISTIWA KEPADA WAKTU YANG PALING DEKAT TERJADINYA
  • 45. 45 Kaidah cabang dari kaidah ini ada 13 sebagai berikut: 1. Yang asal itu tetapnya sesuatu seperti asalnya. ‫كان‬ ‫ما‬ ‫على‬ ‫كان‬ ‫ما‬ ‫بقاء‬ ‫األصل‬ 2. Hukum asal adalah bebas dari tanggungan. ‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬ 3. Sesuatu yang dengan keyakinan tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan. ‫بيقين‬ ‫إال‬ ‫اليرتفع‬ ‫بيقين‬ ‫ثبت‬ ‫ما‬ 4. Hukum asal dari sifat dan sesuatu yang baru adalah tidak ada. ‫عدمها‬ ‫العارضة‬ ‫واألمور‬ ‫الصفات‬ ‫في‬ ‫األصل‬ 5. Hukum asal adalah menyandarkan hal baru pada waktu yang terdekat ‫أقرب‬ ‫إلى‬ ‫الحادث‬ ‫إضافة‬ ‫األصل‬‫أوقاته‬ 6. Hukum asal segala sesuatu adalah boleh menurut mayoritas ulama ‫األصل‬‫عند‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬‫الجمهور‬ 7. Hukum asal dari farji atau kemaluan adalah haram ‫األصل‬‫األبضاع‬ ‫في‬‫التحريم‬. 8. Tidak dianggap dalil yang berlawanan dengan tashrih ‫ال‬‫التصريح‬ ‫مقابلة‬ ‫في‬ ‫للداللة‬ ‫عبرة‬ . 9. Sesuatu tidak dinisbatkan pada orang yang diam ‫ال‬‫ساكت‬ ‫إلى‬ ‫ينسب‬‫قول‬ 10. Praduga itu tidak dianggap ‫ال‬‫عبرة‬‫بالتوهم‬ 11. Perkiraan tidak dianggap apabila sudah jelas kesalahannya ‫ال‬‫البين‬ ‫بالظن‬ ‫عبرة‬‫خطؤه‬ 12. Orang yang tercegah secara adat, seperti tercegah secara hakikat ‫الممتنع‬‫حقيقة‬ ‫كالممتنع‬ ‫عادة‬ 13. Tidak ada argumen yang disertai kemungkinan yang timbul dari dalil ‫ال‬‫الدليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫االحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬ …..sambungan KESUKARAN ITU MENIMBULKAN KEMUDAHAN/FASILITASI……sambung Contoh: Jika seseorang melihat mani dibaju atau celananya dan dia tidak ingat bahwa dia telah tadi malam dia mimpi basah, maka dia harus mandi.
  • 46. ِ‫ة‬‫د‬‫م‬ِِّ‫ذ‬‫ال‬ ‫ة‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫ب‬ ‫أْلصل‬ Undang2 dasar manusia dalam amalan sosial maupun individualnya adalah keterlepasannya dari tanggung jawab hak orang lain (dzimmah) ketika hak itu belum pasti: - dalam perjanjian, jaminan, perlindungan dan sumpah. Namun dalam kaidah ini, dzimmah diartikan sebagai tanggung jawab manusia terhadap suatu barang, atau tanggung jawab berupa hak individu dengan hak individu lainnya. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa, pada dasarnya setiap manusia terbebas dari tanggungan . Sebaliknya, bila seseorang memiliki tanggungan, maka ia telah berada dalam posisi yang tidak sesuai dengan kondisi asal. Kontruksi kaidah ini berasal dari hadis Nabi saw, yang berbunyi: ‫عليه‬ ‫المدعى‬ ‫على‬ ‫واليمين‬ ‫المدعي‬ ‫على‬ ‫البينة‬.‫أحمد‬ ‫و‬ ‫ماجه‬ ‫ابن‬ ‫و‬ ‫والنسائ‬ ‫الترمذى‬ ‫و‬ ‫داود‬ ‫أبو‬ ‫و‬ ‫مسلم‬ ‫و‬ ‫رواه‬ Mendatangkan bukti wajib atas orang yang mendakwa, sedangkan sumpah wajib atas orang yang didakwa. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad). Mengenai kaidah ini terjadi ketika seorang tertuduh dan penuduh, selama penuduh tersebut tidak menunjukkan bukti yang dimenangkan adalah pengakuan tertuduh, maka pada dasarnya ia bebas dari segala beban atau tanggung jawab. ASALNYA ADALAH BEBAS SESEORANG DARI TANGGUNG JAWAB
  • 47. 47 ‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫اء‬َ‫ق‬َ‫ب‬ ‫أْلصل‬َ‫ان‬َ‫ك‬ Dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya. misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci, kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum, maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci, karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci. Misal lainnya; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai (sudah salam) dan selang beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna (4 rakaat) atau kurang, maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna. Kaidah asal pada sesuatu adalah sesuatu itu tetap pada kondisinya semula. Hukum yang ditetapkan dengan masa tidak akan berubah selama tidak ada bukti yang merubahnya. Makna kaidah ; bahwa penetapan atau peniadaan sesuatu itu ditetapkan atas suatu keadaan pada masa yang telah lampau, tetap atas kondisinya dan tidak berubah selama tidak didapati bukti yang merubahnya. ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
  • 48. 48 Dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya. misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci, kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum, maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci, karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci. Misal lainnya; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai (sudah salam) dan selang beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna (4 rakaat) atau kurang, maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna. Kaidah asal pada sesuatu adalah sesuatu itu tetap pada kondisinya semula. Hukum yang ditetapkan dengan masa tidak akan berubah selama tidak ada bukti yang merubahnya. Makna kaidah ; bahwa penetapan atau peniadaan sesuatu itu ditetapkan atas suatu keadaan pada masa yang telah lampau, tetap atas kondisinya dan tidak berubah selama tidak didapati bukti yang merubahnya. Kaidah ini menjadi bukti atau dalil istishab. Makna istishab dan macam-macamnya; a. Makna istishab menurut bahasa adalah diambil dari kata as-suhbah, artinya ; menyertai, cocok, dan tidak berpisah. b. Pembagian istishab : Menurut Ushuluyyin ada tiga ; 1. Istishabun nash, nash itu tetap sampai ada dalil yang memansukhnya 2. Istishabul ‘aam, nash umum itu berlaku sampai ada nash yang mengkhususkannya 3. Istishabul hal, keadaan semula menjadi patokan sebelum ada keterangan terbaru Syarahan …….ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
  • 49. 49 Menurut Hanafiyah ada dua ; 1. Istishabul madhi lil hal 2. Istishabul hal lil madhi c. Hukum istishab Menurut Hanabilah, Syafi’iyah, dan Malikiyah boleh digunakan untuk menolak dan juga boleh digunakan untuk menuntut hak Contoh penerapan kaidah ; Seseorang hilang dengan berbagai sebab, seperti merantau tanpa ada berita, hilang dalam peristiwa kerusuhan, aktifis yang diindikasi diculik, maka setatus hukum orang tersebut tetap hidup sampai ada bukti bahwa ia sudah meninggal. Bukti bisa berupa jasadnya, kuburannya atau berita meyakinkan tentang kematiaannya. ‫الذمة‬ ‫براءة‬ ‫األصل‬“ Kaidah asal pada seseorang adalah bebas dari tanggungan Kaidah ini diambil dari sebuah hadits yang mulia, Rasulullah bersabda; Yang artinya “menghadirkan bukti itu wajib atas orang yang tertuduh dan mengucapkan sumpah itu wajib atas orang yang menuntut.” Makna kaidah : · Kaidah yang berlaku pada dasarnya manusia tidak memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhinya terhadap hak orang lain. · Keadaan manusia mempunyai tanggungan dan kewajiban adalah sesuatu yang bertentangan dengan kaidah. Contoh penenrapan kaidah ; Tidah boleh menuduh orang lain dengan tuduhan apapun tanpa bukti. Menuduh berarti membebani seseorang dengan sebuah tanggung jawab yang harus ia penuhi. Hal ini bertentangan dengan kaidah. ‫ما‬ ‫إال‬ ‫يرتفع‬ ‫ال‬ ‫باليقين‬ ‫ثبت‬‫بيقين‬“ Perkara yg ditetapkan dgn keyakinan tidak bisa dihilangkan kecuali dgn keyakinan Makna kaidah ; Kalau dicermati sebenranya kaidah ini adalah penjabaran dari kaidah pokok, karena sesuatu yang yakin dengan apabila tidak bisa hilang dengan keraguan, maka dia itu akan bisa hilang dengan keyakinan juga. secara fiqih ; Apabila seseorang yakin mempunyai kewjiban maka kewajiban tersebut gugur dengan melaksanakan kewajiban tersebut secara yakin. Syarahan …….ASALNYA ADALAH `APA YG TELAH ADA ATAS APA YANG TELAH ADA’
  • 50. 50 ِ‫ال‬‫ا‬َ‫َو‬ ُُّ‫ب‬َ‫ع‬َ‫ت‬‫ل‬َ‫ا‬ ِ‫ة‬َُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ل‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫اال‬ِِ‫د‬‫ه‬‫ال‬ َ‫ا‬َ‫ز‬ِ‫ت‬‫ل‬ al-Syatibi menyatakan bahawa maqasid Ibadat dalam Islam hanya beridiri teguh di atas dalil tanpa memikirkan sebab atau faedahnya kecuali sedikit. Dalam Muwafaqat Imam Syatibi telah menulis dalam kitab maqasid satu fasal ' ‫النص‬ ‫والتزام‬ ‫التعبد‬ ‫العبادة‬ ‫في‬ ‫األصل‬' I aitu 'Asal maksud pensyariatan ibadat ialah pengabdian dan menurut nas' dan beliau menjelaskan semua ibadat perlu merujuk kepada nas. Maka tidak boleh ijtihad dalam mengadakan ibadat yang baru, maka ibadat islam yang disyariatkn terhenti atas nas iaitu solat,zakat,haji,umrah,zikir tilawah doa sbg yg disyariatkan sahaja. ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIAN DAN MENURUT NAS
  • 51. 51 Tidak boleh qiyas berpandukan 'illah. Namun beliau MENGECUALIKAN dalam bab tertentu seperti qasar dalam musafir boleh diketahui illahnya. Begitu juga beliau menulis satu fasal ' ‫القياس‬ ‫و‬ ‫التعليل‬ ‫العادات‬ ‫في‬ ‫األصل‬' iaitu 'Asal maksud pensyariatan adat ialah berpegang pad 'illah dan qiyas'. Namun beliau MENGECUALIKAN beberapa perkara dalam adat yang perlu kepada ta'abbud dan iltizam nas. Sehingga beliau membuat satu fasal yang lain dibawah fasal ini ' ‫أيضا‬ ‫التعبد‬ ‫عن‬ ‫العادات‬ ‫تخلو‬ ‫ال‬' iaitu 'Tidak terkecuali Adat dari perkara ta'abbud juga. Maka PENGECUALIAN ini menunjukkan keduanya terdapat persamaan dan membuktikan penilaian syatibi dalam bab ini ialah dari sudut prinsip maqasid sahaja bukan dari sudut qaidah usul. Untuk isu ibadat yang disyariatkan mutlak dan dijtihadkan kaifiat masa dan bilangannya oleh ulamak sebenarnya tidak menyalahi maqasid ibadat syatibi ini. Rukun solat,lafaz zikir, ayat quran hukum tajwid tawaf sa'i tidak boleh diijtihad dan inilah yg dimaksudkan oleh Syatibi dengan iltizam nas. Namun sekiranya ibadat yang disyariatkan mutlak dan dijtihadkan takhsis masa bilangan maka ia termasuk dalam bab taqyid almutlak, iaitu menkhususkan syariat umum atau mutlak. Boleh rujuk kata2 Al-Syatibi dalam masalah ni: ‫أيضا‬ ‫محاال‬ ‫به‬ ‫التكليف‬ ‫لكان‬ ‫بالمقيد‬ ‫األمر‬ ‫يستلزم‬ ‫ال‬ ‫مطلق‬ ‫هو‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫بالمطلق‬ ‫األمر‬ ‫كان‬ ‫لو‬ ‫أنه‬,‫هو‬ ‫إنما‬ ‫و‬ ‫الخارج‬ ‫في‬ ‫يوجد‬ ‫ال‬ ‫المطلق‬ ‫ألن‬ ‫الخارخ‬ ‫في‬ ‫حصوله‬ ‫عند‬ ‫إال‬ ‫اإلمتثال‬ ‫به‬ ‫يقع‬ ‫ال‬ ‫إذ‬ ‫الخارج‬ ‫في‬ ‫يوجد‬ ‫أن‬ ‫يقتضي‬ ‫به‬ ‫المكلف‬ ‫و‬ ‫الذهن‬ ‫في‬ ‫موجود‬. Sekiranya satu perintah yg mutlak tidak boleh di taqyidkan maka ia adalah MUSTAHIL kerana mutlak hanya terdapat dalam kefahaman adapun mukallaf yang akan mengamalkannya berada di luar (faktor luaran seperti orang masa tempat). TIDAK tertunai perintah tadi sekiranya tidak digunakan faktor luaran. ….sambung ….ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIANDAN MENURUT NAS
  • 52. 52 ‫الخارج‬ ‫في‬ ‫الموجودة‬ ‫األفراد‬ ‫من‬ ‫بفرد‬ ‫التكليف‬ ‫معناه‬ ‫بل‬ ‫ذهني‬ ‫بنمر‬ ‫التكليف‬ ‫معناه‬ ‫ليس‬ ‫العرب‬ ‫عند‬ ‫بالمطلق‬ ‫التكليف‬ ‫أن‬. Sesungguhnya taklif untuk perintah mutlak disisi arab bukanlah taklif (bebanan) pada kefahaman sahaja bahkan taklif pada INDIVIDU yang wujud pada faktor luaran. ‫المطلق‬ ‫تحت‬ ‫داخل‬ ‫هو‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫ذلك‬ ‫أجر‬ ‫فله‬ ‫للمطلق‬ ‫موافق‬ ‫مثلها‬ ‫و‬ ‫صالة‬ ‫صلى‬ ‫أو‬ ‫بنضحية‬ ‫ضحى‬ ‫أو‬ ‫رقبة‬ ‫المكلف‬ ‫إعتق‬ ‫فإذا‬ Sekiranya mukallaf itu bebaskan hamba, SEMBELIH BINATANG , SOLAT SEJENIS SOLAT dan sebagainya BERTEPATAN dengan mutlak baginya satu ganjaran kerana ia termasuk dalam mutlak. (Al-Muawafaqat Masalah AlAmru BilMutlak, m.s117) Imam Syatibi jelas membenarkan ijtihad kaifiat masa bilangan dalam ibadat pada nas2 ibadat yang multak.Tidak hairan lah mengapa beliau mengharuskan beramal berdasarkan mimpi, dengan syarat sekiranya amal tersebut tidak menyalahi usul agama dan nas2 mutlak. Cuba lihat kata2 beliau ini : Sedangkan memanfaatkan hukum, jelas tidak diperbolehkan, sebagaimana dikisahkan dari Al Kattani, ia berkata, “Aku bermimpi melihat Nabi, dan di dalam mimpi itu aku berkata, ‘Doakanlah aku kepada Allah agar tidak mematikan hatiku. Beliau menjawab, ‘Katakanlah setiap hari sebanyak empat puluh kali kalimat, “Ya hayyu ya qayyum laailaaha ilia anta.” Ini perkataan BAIK dan tidak ada masalah kebenarannya, karena menurut syariat dzikir memang dapat menghidupkan hati. Faidah mimpi adalah memberitahukan kebaikan, dan ini dari sisi kabar gembira. Dengan demikian, masalah yang lain hanya pembicaraan tentang EMPAT PULUH KALI ; apabila tidak ada dalam bentuk kelaziman, maka itu BENAR. (Al-'itisam ms 309) Imam Syatibi tidak menganggap takhsiskan bilangan itu (kaifiat) sebagai ijtihad hukum, bagi beliau sekiranya menganggap ia dalam kelaziman (mewajibkan) sahaja baru dianggap mengambil manfaat hukum dan ini yang tidak dibenarkan.Sudah tentu ibadat ini harus kerana ia termasuk dalam nas mutlak suruhan berzikir. Maka beliau mengharuskan berzikir dengan bilangan demikian. Syarah ….. ASAL MAKSUD PENSYARIATAN IBADAT IALAH PENGABDIANDAN MENURUT NAS
  • 53. 53 ِّ‫ي‬ِ‫ق‬‫َو‬َ‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬ Hukum asal dari ibadah adalah tuntunan (terhenti kepada ) Allah dan RasulNya. 1. Ulama Syafi’iyyah. a. Imam Ibnu Hajar: “Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)” di lain tempat beliau juga mengatakan: “Penetapan ibadah hanya diambil dari tawqif (adanya dalil)” b. Imam Ibnu Daqiiq Al ‘Iid: “Karena umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil” 2. Ulama Hanabilah (Imam Ahmad Bin Hanbal). Imam Ibnu Muflih: “Amal-amal yang berkaitan dengan agama tidak boleh membuat sebab (berkreasi), kecuali disyariatkan. Karena pokok ibadah adalah tauqif (sampai datang dalil).” 3. Ulama Malikiyyah Imam Zarqoni: “Asal dalam Ibadah adalah tauqif” 4. Ulama Hanafiyyah (Imam Abu Hanifah) a. Imam Ibnu Taimiyyah: Oleh karena ini, Imam Ahmad dan lainnya dari fuqohaa ahli hadist berkata: sesungguhnya asal dari ibadah adalah tauqif, maka tidak bisa disyariatkan kecuali yang Alloh Syariatkan.” b. Imam Syarkhisyi: “Logika tidak masuk dalam mengetahui sesuatu yang merupakan taat kepada Alloh (ibadah), oleh karena itu tidak boleh menetapkan asal ibadah dengan logika”.
  • 54. 54 ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫َواْلصل‬ ِّ‫ي‬ِ‫ق‬‫َو‬َ‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬ِ‫اْل‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ Hukum asal dari ibadah adalah Terhenti kepada Allah dan RasulNya. Sedangkan hukum asal dalam adat adalah Boleh Perkataan Syeikh al-Islam Ibn Taymiyyah: Terjemahan: “Maka dengan membanci usul syariah, kita mengetahui bahawa ibadat2 yang diwajibkan oleh Allah atau yang disukai oleh Allah tidak thabit (kewujudannya) melainkan dengan dalil syarak. Adapun adat, adalah kebiasaan manusia tentang dunia mereka daripada apa yang diperlukan oleh mereka, dan asal hukum di dalam hal ini adalah tidak dilarang, oleh itu tidak dilarang melainkan apa yang dilarang oleh Allah S.W.T. Demikian itu kerana perintah dan larangan adalah syariat Allah dan ibadat tidak boleh tidak mestilah sesuatu yang diperintahkan, maka apa-apa yang tidak thabit bahawa ia diperintahkan bagaimana hendak dihukum bahawa ia adalah ibadah? Begitu juga sesuatu yang tidak thabit di dalam ibadat bahawa ia dilarang, bagaimana boleh dihukum bahawa ia dilarang? Oleh demikian, Ahmad (Bin Hanbal) dan selain beliau dari kalangan Fuqaha’ ahli hadith berkata: Sesungguhnya asal hukum di dalam ibadat adalah tawqif(berdasarkan dalil), maka tidak disyariatkan daripadanya melainkan apa yang disyariatkan oleh Allah Taala”.
  • 55. 55 ِ‫ب‬ ٌّ‫ال‬ِ‫ا‬ ِ‫ر‬‫ظ‬َ‫ح‬‫ل‬َ‫ا‬ ِ‫ت‬‫العباُا‬ ‫في‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬َِِّ‫ه‬ Dalam Mulakhos Qowaidul Fiqhiyyah Assyeikh Al Utsaimin yang di ringkas olehAbu Humaid Abdullah Al Falasy dikatakan dalam kaidah ke-empat belas: ‫عشرة‬ ‫الرابعة‬ ‫القاعُة‬:‫المهع‬ ‫العباُات‬ ‫في‬ ‫اْلصل‬. Hukum asal dalam semua ibadah adalah dilarang. kaidah: hokum asal dalam peribadatan adalah haram , maka tidak boleh bagi sesiapa pun untuk beribadah kapada Allah dengan suatu ibadat kecuali ada dalil dari Al Quran dan As Sunnah yang mensyariatkan ibadah tersebut, dan tidak boleh bagi kita untuk membuat suatu bentuk ibadah2 yg baru dan kita beribadah kepada Allah dengannya. Baik dalam bentuk ibadah yang baru yang kita ada-adakan dan tidak ada syari’atnya atau menambah bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tatacara yang tidak ada contoh dalam syariat atau mengkhususkan suatu ibadah kepada waktu tertentu atau tempat tertentu yang tidak ada dalil. Kerana semua perkara ibadah yang tidak ada perintah dan dalil syar'ii merupakan bid'ah dan semua perkara bidah dalam agama hukumnya haram HUKUM ASAL DALAM SEMUA IBADAH ADALAH HARAM KECUALI ADA NASH YANG MENSYARIATKANNYA
  • 56. 56 َ‫َون‬ُ ُُّ‫ب‬َ‫ع‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِّ‫د‬‫ل‬‫المك‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ِ‫ة‬َ‫ب‬‫س‬ِِّ‫ه‬‫ال‬ِ‫ب‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫اْل‬َُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫أ‬َ‫َو‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ ِ‫اال‬ِ‫ت‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ال‬ ‫ى‬َ‫ل‬ِ‫إ‬ ‫ات‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ ِ‫اال‬ Imam Syatihibi: Al-Al-Qur’an di dalamnya ada penjelasan segala sesuatu dari urusan agama, orang yang menguasainya adalah orang yang faham keseluruhan syariah dan ia tidak akan kekurangan suatu apapun dari perkara agama itu. (Al- Muwafaqat, vol.3/333) ‫القرآن‬ ‫في‬ ‫أصلها‬ ‫الى‬ ‫يلتفت‬ ‫أن‬ ‫الوجوه‬ ‫أكمل‬ ‫على‬ ‫علمها‬ ‫تحصيل‬ ‫يراد‬ ‫مسنلة‬ ‫كل‬ ‫في‬ ‫بد‬ ‫ال‬(3339) Dalam tiap masalah yang ingin dipecahkan , dan harus peroleh ilmunya secara sempurna, maka harus merujuk kepada pokoknya di dalam Al-Al-Qur’an. (Ibid., vol.3/339) ‫و‬ ‫متبوعا‬ ‫فيكون‬ ‫النقل‬ ‫يتقدم‬ ‫ان‬ ‫شرط‬ ‫فعلى‬ ‫الشرعية‬ ‫المسائل‬ ‫على‬ ‫والعقل‬ ‫النقل‬ ‫تعارض‬ ‫إذا‬‫العقل‬ ‫يتنخر‬ ‫النقل‬ ‫يسرحه‬ ‫ما‬ ‫بقدر‬ ‫إال‬ ‫النظر‬ ‫مجال‬ ‫في‬ ‫العقل‬ ‫يسرح‬ ‫فال‬ ‫تابعا‬ ‫فيكون‬(‫الموافقات‬178) HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
  • 57. 57 Jika dalil naqli dan akal bertentangan dalam soal-soal cabang syariah maka syaratnya harus didahulukan dalil naql sbb ia harus diikuti, dan dibelakangkan dalil akal sb ia harus mengekor. Dalil akal tidak boleh lepas begitu saja dalam menilai persoalan kecuali dalam batas yang telah disisakan/ditinggalkan oleh dalil naql. (Ibid., vol.1/78) ‫الشرع‬ ‫وراء‬ ‫من‬ ‫ينظر‬ ‫إنما‬ ‫والعقل‬(136) Akal itu hanya dapat menilai sesuatu dari belakang syara’/dalil naql. (Ibid., vol.1/36) ‫الوحي‬ ‫طريق‬ ‫من‬ ‫إال‬ ‫مسلم‬ ‫أصل‬ ‫وال‬ ‫االطالق‬ ‫على‬ ‫مسلم‬ ‫متقدم‬ ‫أصل‬ ‫على‬ ‫ينبني‬ ‫وإنما‬ ‫أصل‬ ‫غير‬ ‫على‬ ‫ينبني‬ ‫وال‬ ‫البتة‬ ‫مستقل‬ ‫غير‬ ‫فالعقل‬(‫ا‬‫العتصام‬145) Akal itu tidak independen sama sekali dan bukan tanpa dasar/asas yang kuat. Tetapi akal itu harus berdiri di atas fondasi kuat yang disepakati/ditaati secara absolut. Dan tak lain fondasi yang absolut itu adalah wahyu/naqli. (Al-I’tishom, vol.1/45) ‫والشهوة‬ ‫الهوى‬ ‫اال‬ ‫له‬ ‫يبق‬ ‫لم‬ ‫للشرع‬ ‫متبعا‬ ‫يكن‬ ‫لم‬ ‫اذا‬ ‫العقل‬ ‫ألن‬(‫االعتصام‬150) Karena jika akal tidak mengikuti petunjuk syar’I, maka yang tersisa hanyalah hawa nafsu dan syahwat belaka. (Ibid., vol.1/50) ‫نظر‬ ‫تحت‬ ‫من‬ ‫إال‬ ‫مجال‬ ‫الميدان‬ ‫هذا‬ ‫في‬ ‫للعقل‬ ‫ليس‬ ‫فكنن‬ ‫المجرد‬ ‫العقل‬ ‫حكم‬ ‫قاعدة‬ ‫تزلزلت‬ ‫والهوى‬ ‫الشرع‬ ‫بين‬ ‫دائر‬ ‫األمر‬ ‫وان‬ ‫هذا‬ ‫ثبت‬ ‫واذا‬‫اله‬‫وى‬‫إذا‬ ‫فهو‬ ‫األحكام‬ ‫تشريع‬ ‫في‬ ‫بعينه‬ ‫للهوى‬ ‫اتباع‬(152-53) ….syarah HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
  • 58. 58 ‫إذا‬‫األحكام‬ ‫تشريع‬ ‫في‬ ‫بعينه‬ ‫للهوى‬ ‫اتباع‬(152-53) Jika telah terbukti bhw pilihan antara aturan syar’I dan hawa nafsu, maka akan goncanglah kaidah hukum akal. Seakan-akan akal tidak memiliki wilayah apapun kecuali dibawah kendali hawa nafsu. Yaitu mengikuti nafsu semata dalam membina hukum syariat. (Ibid., vol.1/52-53) ‫مخاطباته‬ ‫انواع‬ ‫في‬ ‫منازعها‬ ‫و‬ ‫معانيها‬ ‫تقرير‬ ‫في‬ ‫العرب‬ ‫كالم‬ ‫مسلك‬ ‫واالستدالبه‬ ‫منه‬ ‫االستنباط‬ ‫في‬ ‫يسلك‬ ‫ان‬ ‫القرآن‬ ‫في‬ ‫الناظر‬ ‫على‬‫فإن‬ ‫خاصة‬ ‫ا‬‫كثيرا‬ ‫مقصو‬ ‫عن‬ ‫وخروج‬ ‫كبير‬ ‫فساد‬ ‫ذلك‬ ‫وفي‬ ‫الوضع‬ ‫طريق‬ ‫من‬ ‫يفهم‬ ‫ما‬ ‫بحسب‬ ‫ال‬ ‫فيها‬ ‫العقل‬ ‫يعطيه‬ ‫ما‬ ‫بحسب‬ ‫القرآن‬ ‫أدلة‬ ‫ينخذون‬ ‫الناس‬ ‫من‬‫الشارع‬ ‫د‬ (‫الموافقات‬141) Orang yang ahli Al-Al-Qur’an dalam menggali dan mencari dalil darinya, harus menempuh metode orang Arab dalam menetapkan makna redaksionalnya dan kecenderungannya dalam jenis-jenis pembicaraannya. Terlebih, banyak orang yang mengambil dalil-dalil Al-Qur’an hanya sebatas apa yang diberikan akal, dan bukan dalam batasan apa yang difahami dari metode peletakan asal makna dlm bahasa Arab. Inilah pangkal kerusakan yang besar dan mengangkangi maksud/tujuan syari’. (Al-Muwafaqat, vol.1/41) ‫و‬ ‫وتعالى‬ ‫سبحانه‬ ‫الشارع‬ ‫مقاصد‬ ‫عن‬ ‫يبحثون‬ ‫األولين‬ ‫أن‬ ‫المقاصد‬ ‫عن‬ ‫البحث‬ ‫في‬ ‫والعلمانيين‬ ‫اإلسالميين‬ ‫بين‬ ‫األساسي‬ ‫الفارق‬ ‫إن‬‫النص‬ ‫من‬ ‫مراده‬.‫أما‬ ‫أهوائهم‬ ‫ومطالب‬ ‫عقولهم‬ ‫ومرادات‬ ‫أنفسهم‬ ‫مقاصد‬ ‫عن‬ ‫فيبحثون‬ ‫األخرون‬. ….syarah HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH TIDAK MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA.
  • 59. 59 HUKUM ASAL PERIBADATAN ADALAH PENGABDIAN TANPA MENOLEH KEPADA MAKNA, SEBALIKNYA HUKUM ADAT/KEBIASAAN BOLEH MENILIK KEPADA MAKNANYA. ‫ال‬ ‫إلي‬ ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ِ‫ال‬‫ا‬ َ‫َون‬ُ ُِ‫ـ‬ُّ‫ب‬َ‫ع‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫ل‬‫اْلص‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ت‬‫ل‬ِ‫ال‬‫ا‬ ِ‫ت‬‫َا‬ُ‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ‫َوفي‬ ‫ي‬ِ‫ه‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫م‬ ُِ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬‫ال‬َ‫َو‬ َِ‫ك‬ ِ‫الح‬َ‫َو‬ ِ‫ار‬َ‫ر‬‫س‬َ‫ْل‬‫ا‬ ‫إلي‬ usul 5 dari usul 20 Al Banna : Asal pada ibadat ialah ta’abbud tanpa melihat kepada makna2. Dan asal pada adat ialah melihat kepada rahsia, hikmah dan tujuan
  • 60. 60 ‫ة‬َ‫ق‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫ح‬‫ال‬ َِ َ‫َل‬َ‫ك‬‫ال‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬ adalah jika terjadi penggunaan kata yang biasa dipakai dengan dua makna, yaitu makna haqiqah dan makna majaz tanpa sandar dengan penguat yang menguatkan salah satu dari dua makna yang dipunyai. Maka yang dipilih adalah makna yang haqiqah bukan makna majaz. Karena seperti yang diterangkan diatas makna majaz adalah makna yang kedudukannya dibawah makna haqiqah maka secara otomatis makna haqiqah lebih diunggulkan dari makna majaz. Seperti contoh dalam ayat : " ‫النساء‬ ‫من‬ ‫آباؤكم‬ ‫نكح‬ ‫ما‬ ‫تنكحوا‬ ‫وال‬” Lafadz nikah makna haqiqah adalah seks, sedangkan makna Majaz adalah akad. Kedua makna lafadz nikah itu sering digunakan. Maka jika ada penggunaan lafadz nikah tanpa disandar penguat dari salah satu dari dua makna yang dipunyai lafadz nikah, makna yang diunggulkan adalah majaz HUKUM POKOK PADA SUATU KALIMAT ADALAH MAKNA HAKIKI. (Perkataan yang bisa diartikan secara hakiki dan majazi, maka perkataan mesti diartikan secara hakiki)
  • 61. 61 Jadi ayat di atas menerangkan tentang keharaman bersetubuh dengan orang tuanya itu berdasarkan nash. Sedangkan keharaman melakukan akad dengan orang tua itu berdasarkan ijma’. Namun jika seandainya ditemukan penguat yang mendukung makna majaz maka makna yang dipilih adalah makna majaz. Kaidah ini lebih condong dalam memahami sebuah kalimat, misalnya, “Amin mau menafkahkan harta saya kepada anaknya Budi, maka anak dalam kalimat tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak pungut dan bukan juga cucu. Misalnya orang tua sebulum meninggal mengatakan ingin memberi sesuatu kapada seseorang, maka pemberian itu bukan termasuk wasiat, karena makna yang asal adalah hakikat pemberian bukan makna dibalik pemberian itu ….sambung HUKUM POKOK PADA SUATU KALIMAT ADALAH MAKNA HAKIKI. (Artinya jika ada perkataan yang bisa diartikan secara hakiki dan majasi, maka perkataan mesti diartikan secara hakiki)
  • 62. 62 َِ‫ي‬ ِ‫حر‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬‫اْلش‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬ ‫التحريم‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫االباحة‬ ‫االشياء‬ ‫فى‬ ‫االصل‬ “Hukum asal sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat bukti yang mengharamkannya”. Kaidah tersebut di cetuskan oleh imam Syafi’i, sedangkan bagi imam Hanafi adalah : ‫االباحة‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫التحريم‬ ‫االشياء‬ ‫فى‬ ‫االصل‬ “Hukum asal sesuatu adalah haram, sehingga terdapat bukti yg memperbolehkannya”. Kiranya kaidah tersebut yang lebih absah yang di cetuskan oleh imam syafi’I karena kaidah tersebut sesuai dengan asas filosofisnya tasyri’ islam, yakni tidak memberatka dan tidak banyak beban. Lagipula kaidah itu di topang oleh firman Allah: ‫جميعا‬ ‫االرض‬ ‫مافي‬ ‫لكم‬ ‫خلق‬ ‫هوالذي‬ “Dia Allah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu”. Dan sabda Nabi yang artinya: Apa yang telah di halalkan oleh Allah adalah halal dan apa yang di haramkan Allah adalah haram sedang yang tidak di singgung adalah di maafkan (di makannya), maka terimalah kemaafan itu sebagai karunia dari Allah, sesungguhnya Allah tidak lupa akan sesuatu”. (HR Al-Bazzar dan Thabrani dari abu Darda’) HUKUM YANG TERKUAT BAGI SEGALA SESUATU (DASAR IBADAT ) ADALAH `HARAM’
  • 63. 63 Walaupun kedua kaidah itu bertentangan, namun dapat di kompromikan, yakni meletakkan dan menggunakan sesuai dengan proporsinya. Kaidah pertama di gunakan untuk masalah muamalah dan masalah keduniaan, sedang kaedah yang kedua untuk masalah ibadah. Misalnya anjing haram dimakan sedang ikan sangat halal untuk di makan karena keduanya telah jelas nashnya dalam al-qur’an dan sunnah, namun makanan yang tidak di nash dalam nash maka kaedah yang sesuai untuk kes ini adalah kaedah yang pertama yakni makanan itu halal atau boleh. Sedangkan masalah ibadah tidak di perbolehkan kecuali ada perintah. Secara umum, Qawaid Fiqhiyyah tiap madzhab memang sama. Tetapi ada beberapa cabang kaedah yang berbeda antar madzhab, karena memang ada perbedaan dalam hukum masing-masing madzhab. Sebagai contoh: ‫التحريم‬ ‫على‬ ‫الدليل‬ ‫يدل‬ ‫حتى‬ ‫اإلباحة‬ ‫األشياء‬ ‫في‬ ‫األصل‬ Kaedah: Asal dari segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Ini adalah kaedah Jumhur ulama’ dari Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Sedangkan menurut sebagian Hanafiyyah, asal sesuatu adalah haram, kecuali ada dalil yang menyatakan halal …..sambung HUKUM YANG TERKUAT BAGI SEGALA SESUATU (DASAR IBADAT ) ADALAH `HARAM
  • 64. 64 ‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬‫اْل‬ ِ‫اء‬َ‫ي‬‫اْلش‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬ Kaidah ini adalah pendapat dari kebanyakan Ulama,Dasar dari kaidah ini adalah beberapa firman : Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang- orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.( Q.S. Al a’raf: 32) Katakanlah: “Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”( Q.S. Al a’raf: 33) ….dan juga dari hadis2 Nabi saw. HUKUM KUAT ATAS SESUATU ITU ADALAH ` DIBOLEHKAN ‘
  • 65. 65 Kesegeraan dalam melaksanakan perintah. Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat. Menurut Hanafiah dan Syafiiyah. ‫الفور‬ ‫يقتضى‬ ‫ال‬ ‫األمر‬ ‫فى‬ ‫األصل‬ Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa shigat Amr itu diciptakan hanya semata- mata untuk menutut sesuatu perbuatan. Karena itu tidak ada petunjuk untuk segera dikerjakan atau ditunda. Fuqaha Malikiyah dan Hanabilah berpendapat. ‫الفور‬ ‫يقتضى‬ ‫األمر‬ ‫فى‬ ‫األصل‬ Mereka mengqiyaskan dengan shigat nahyu yang mengandung arti segera ditinggalkan, karena kedua amr itu sama-sama merupakan tuntutan. ‫ى‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬‫ق‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ِ‫ر‬‫م‬َ‫ال‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ‫ل‬‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬َ‫ر‬‫َو‬َ‫ف‬‫ال‬ ASAL DARIPADA PERINTAH ITU TIDAK MENUNJUKKAN HARUS DILAKSANAKAN SECEPATNYA
  • 66. 66 Kaedah ini dipegang oleh madzhab Hanafi. Sedangkan madzhab Syafi’I dan Abu Hasan Al Karkhi dari madzhab Hanafi mengatakan bahwa : ‫الفور‬ ‫يقتضي‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬ “Pada dasarnya suatu perintah itu menuntut untuk dilaksanakan secepatnya “ Wajib Muqayyad : yaitu kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ dan dibatasi waktu pelaksanaan nya. Wajib Muqayyad ini dibagi menjadi tiga macam : 1/ Wajib Mudhoyaq : “ Yaitu kewajiban yang ditetapkan oleh syara’ batasan waktunya, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, seperti kewajiban puasa pada bulan Ramadhan, kewajiban wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan lain-lainnya. 2/Wajib Muwassa’ : yaitu kewajiban yang ditetapkan syareah batasan waktunya secara lebih luas, seperti waktu sholat Isya, yang dimulai dari hilangnya awan merah hingga datang waktu subuh. 3/ Wajib yang pelaksanaannya melebihi waktu yg tersedia, seperti orang yg baligh, atau wanita yang bersih dari haidh , atau orang gila yg sembuh, atau orang yg sadar dari pingsan, yang kesemuanya terjadi beberapa minit sebelum adzan maghrib. Mereka itu wajib melaksanakan kewajiban sholat ashar, walaupun waktunya tidak mencukupi untuk mengerjakan sholat ashar secara sempurna yaitu empat rakaat. ASAL DARIPADA PERINTAH ITU TIDAK MENUNJUKKAN HARUS DILAKSANAKAN SECEPATNYA
  • 67. 67 ‫أْلصل‬‫ﻻ‬ ِ‫ﺮ‬‫ﺍﻷﻣ‬ ‫ﻓﻲ‬َ‫ار‬َ‫ر‬‫ك‬‫د‬‫ت‬‫ال‬ ‫ي‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬‫ق‬َ‫ي‬ ASAL PERINTAH TIDAK MENUNJUKKAN BERULANG-ULANG Misalnya : “Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 : 196) Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya. LAWAN NYA ِ‫ان‬َ‫ك‬ْ‫م‬ِ‫اال‬ َ‫ع‬َ‫م‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬ُ‫ع‬‫ال‬ َ‫ة‬َّ‫د‬ُ‫م‬ ‫ار‬َ‫ر‬ْ‫ك‬ِ‫ت‬‫ال‬ ‫ى‬ ِ‫ض‬َ‫ت‬ْ‫ق‬َ‫ي‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫ال‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ُ‫ل‬ْ‫ص‬َ‫ال‬‫ا‬ “ Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
  • 68. 68 َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫يل‬ِ‫ل‬‫د‬ُ‫ال‬ ََ‫َو‬‫ق‬َ‫ي‬ ‫ى‬‫د‬‫ت‬َ‫ح‬ ‫ن‬ َ‫طَل‬‫الب‬ ِ‫ة‬َُ‫ا‬َ‫ب‬ِ‫ع‬‫ال‬ ‫في‬ ‫أْلصل‬ِ‫اْلمر‬ ‫ى‬ Kaidah-kaidah di atas perlu di pahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan IBADAH. Setelah kita memahami urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing, maka sangat keliru kalau ada orang yang berkata ; Mana dalilnya kalau maulid Nabi dilarang, atau tahlil dilarang ? Orang yang berkata seperti itu, jelas sekali dia tidak faham perbeda’an antara urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing. Urusan IBADAH yang harus ditanyakan bukan dalil yang melarangnya, tapi dalil yang memerintahkannya. Kita contohkan, misalnya ada orang puasa hari putih, kita katakan kepadanya, puasa itu tidak dibenarkan dalam Islam. Kemudian orang tersebut balik bertanya, mana dalilnya di Al-Qur’an dan Hadits yang melarang puasa hari putih ? Tentu saja, sampai bila pun tidak akan bisa di temukan dalil yang melarang puasa putih. Pertanya’an orang tersebut sangat keliru, karena dalam perkara IBADAH, dalil yang harus ditanyakan adalah dalil yang memerintahkannya, bukan dalil yg melarangnya. HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG MEMERINTAHNYA
  • 69. 69 Kaidah2 di atas perlu di fahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan IBADAH. Setelah kita memahami urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing, maka sangat keliru kalau ada orang yang berkata ; Mana dalilnya kalau maulid Nabi dilarang, atau tahlil dilarang ? Orang yang berkata seperti itu, jelas sekali dia tidak faham perbeda’an antara urusan DUNIAWI dan urusan IBADAH, dan qa’idahnya masing-masing. Urusan IBADAH yang harus ditanyakan bukan dalil yang melarangnya, tapi dalil yang memerintahkannya. Kita contohkan, misalnya ada orang puasa hari putih, kita katakan kepadanya, puasa itu tidak dibenarkan dalam Islam. Kemudian orang tersebut balik bertanya, mana dalilnya di Al-Qur’an dan Hadits yang melarang puasa hari putih ? Tentu saja, sampai bila pun tidak akan bisa di temukan dalil yang melarang puasa putih. Pertanyaan orang tersebut sangat keliru, karena dalam perkara IBADAH, dalil yang harus ditanyakan adalah dalil yang memerintahkannya, bukan dalil yang melarangnya. Kaidah ini membimbing kita untuk tidak merekayasa dan mengarang amalan ibadah ritual (mahdhah) tertentu yang tidak dikenal dalam sumber-sumber pokok syariat Islam. Syarah HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG MEMERINTAHNYA
  • 70. 70 Kaidah-kaidah di atas perlu di pahami, sehingga tidak ganggu memahami urusan DUNIA dan urusan IBADAH. Sebab hal itu menjadi sia-sia, bahkan dapat membawa pelakunya pada sebuah dosa. ٌَُّ‫ر‬ َ‫َو‬‫ه‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬‫ر‬‫م‬َ‫أ‬ ُِ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫س‬‫ي‬َ‫ل‬ ً‫َل‬َ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ل‬ِ‫َم‬‫ع‬ ‫ن‬َ‫م‬ “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak kami kami perintahkan dalam agama kami maka itu tertolak.” (HR. Bukhari) Contoh Penerapan Kaidah Ini: Ada seorang atau sekelompok orang yang mengadakan ritual shalat tahajud secara khusus pada malam tertentu saja, dan tidak pada malam lainnya. Lalu ritual tersebut dilakukan terus menerus dan menjadi adat baru. Maka, menurut kaidah ini, pengkhususan ritual ini adalah batil karena telah membuat cara baru dalam tahajud. Cara pengkhususan tersebut tidak pernah ada dalam Al Quran, As Sunnah, perilaku sahabat, tabi’in, dan imam empat madzhab ahlus sunnah. Sebab, ibadah tahajud adalah ibadah mutlak yang dapat dilakukan pada malam apa saja, bukan pada malam tertentu saja. Maka, dari sudut pandang waktu (Az Zaman), tidak dibenarkan melakukan ibadah pada waktu-waktu khusus dengan keyakinan tertentu pula, yang tidak ada contohnya dalam sumber-sumber syariat. Syarah HUKUM UTAMA DALAM IBADAH ADALAH `BATAL’ SEHINGGA ADA DALIL YANG MEMERINTAHNYA