SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
1

Proposal
Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara Ilmiah-Fisik di Daerah
Kabupaten Lampung Selatan
I. Pendahuluan
Mengacu kepada Undang-Undang nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana dan Peraturan Pemerintah nomer 21 tahun 2008 perihal penyelenggaraan
penanggulangan bencana, maka pada tahap Pra Bencana tindakan nyata penanggulangan
bencana perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Tahap Pra Bencana itu mencakup situasi tidak ada bencana dan situasi
terdapat potensi bencana. Pada situasi tidak ada bencana tindakan yang harus dilakukan
mencakup perencanaan, pencegahan, pengurangan risiko, pendidikan, pelatihan,
penelitian dan penataan tata ruang. Pada situasi terdapat potensi bencana kegiatan yang
juga harus dilaksanakan meliputi mitigasi, peringatan dini dan kesiap-siagaan. Seluruh
kegiatan tersebut mencerminkan bahwa pada saat ini paradigma penanggulangan bencana
berdasarkan pada UU no. 24 tahun 2007 itu telah bergeser dari tindakan responsif ke
pengurangan risiko bencana.
Berdasarkan tataan tektonika geologi, yang akan diuraikan di dalam Bab II,
daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai potensi bencana geologi. Dengan
dilandasi oleh rasa ikut memiliki, bertanggung jawab dan mencintai daerah Kabupaten
Lampung Selatan, maka proposal ini disusun untuk membantu Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Selatan dalam rangka usaha mengurangi risiko bencana, atau secara
umum dikenal dengan istilah Mitigasi Bencana Geologi. Mitigasi adalah tindakan utk
mengurangi dampak bencana pada masyarakat. Pengertian bencana menurut Carter
(1991) adalah suatu peristiwa, alamiah/ulah manusia, secara mendadak/ berlangsung
cepat yang mengakibatkan penderitaan berat sehingga masyarakat yang tertimpa harus
menanggulangi dengan berbagai usaha secara luar biasa. Sementara itu di dalam UU no.
24 tahun 2007, pasal 1, bencana dinyatakan sebagai peristiwa/rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
1
2
benda, dampak psikologis. Berhubung proposal ini dibatasi pada bencana geologi, maka
peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat disebabkan oleh faktor alam geologis, seperti halnya letusan
gunung api dan gempa bumi. Meskipun demikian peristiwa geologis tersebut dapat
berkembang menjadi penyebab terjadinya tsunami, tanah longsor dan kekurangan air
bersih, serta akibat lebih lanjut berupa kekeringan, kelaparan, penyakit dan lain-lain.
Sesuai dengan judul, yakni Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara IlmiahFisik di daerah Kabupaten Lampung Selatan, maka ruang lingkup proposal ini mencakup:
1. Wilayah yang sangat luas (regional) di daerah Kabupaten Lampung Selatan,
terutama pada jalur Gunung api Krakatau sampai dengan Rajabasa, yang
berarah utara timurlaut – selatan baratdaya.
2. Penanggulangan bencana dibatasi terhadap bahaya yang disebabkan oleh
peristiwa/proses secara geologis.
3. Dari rangkaian tahapan pengurangan bencana tersebut di atas, hanya akan
diambil usaha yang bersifat ilmiah, mencakup penelitian dan pemantauan
serta kegiatan fisik pendukungnya, yang utamanya meliputi penelitian,
pendidikan dan mitigasi. Kegiatan yang lain pada tahap pra-bencana akan
dituangkan ke dalam proposal Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara
Non Fisik – Kemasyarakatan.
4. Usulan kerja ini disusuntuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, yang akan
dijabarkan dalam bentuk kegiatan tahunan. Kerjasama mitigasi bencana
geologi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan pada tahap
pertama berjangka waktu 5 (lima) tahun (2014-2019), diharapkan dapat
berlanjut lima tahun kedua (2020-2025)
5. Daerah kerja mencakup jalur gunung api Krakatau sampai dengan Rajabasa.
Daerah Bakauheni dan sekitarnya sedang dalam proses studi kelayakan,
termasuk studi potensi bencana geologi, oleh Pemerintah Pusat dalam rangka
pembangunan jembatan Selat Sunda. Sementara itu daerah Gunung api
Tanggamus dan sekitarnya akan diusulkan pada tahap sepuluh tahun kedua
(2025 – 2035) dan bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Lampung.

2
3
Secara umum dan prinsip, apalagi dilandasi oleh UU no. 24 tahun 2007 serta PP
no. 21 tahun 2008, maka usaha penanggulangan bencana geologi di tingkat daerah
Kabupaten Lampung Selatan perlu didukung penuh oleh berbagai pihak. Apalagi
proposal ini, selain dimotori oleh anggota masyarakat (pihak swasta) dan Pemerintah
daerah Kabupaten lampung Selatan, juga akan melibatkan Perguruan Tinggi Setempat,
dalam hal ini Universitas Lampung, dan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat. Peranan
perguruan tinggi tersebut akan menjadi pusat pendidikan, pusat penelitian dan think tank
bagi Pemerintah Daerah setempat, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan
penanggulangan bencana.
Diharapkan program mitigasi dan penanggulangan bencana yang telah didukung
oleh banyak pihak didaerah Kabupaten Lampung Selatan ini dapat berjalan dengan baik,
karena selain untuk mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat, juga sekaligus
dalam rangka menjalankan amanat kebijakan otonomi daerah dan semangat
desentralisasi. Selain itu kegiatan penanggulangan bencana oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Selatan akan menjadi contoh untuk pemerintah daerah lain di
Indonesia, sekaligus juga memperingan beban tanggung jawab Pemerintah Pusat
Republik Indonesia dalam usaha penanggulangan bencana secara umum. Selanjutnya,
apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana sudah berjalan baik dan benar, maka
Pemerintah Pusat akan lebih bertindak sebagai Pembina/supervisi dan pengawas terhadap
keberlangsungan usaha penanggulangan bencana oleh Pemerintah Daerah.
II. Tataan Tektonika dan Ancaman Bahaya Geologi
Secara tektonika, wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan kawasan Selat Sunda
termasuk daerah sangat aktif, karena merupakan bagian dari pertemuan dua lempeng
kulit/kerak bumi, yakni lempeng kerak Samudera Hindia dan lempeng kerak Benua
Eurasia (Eropa dan Asia). Lempeng Samudera Hindia bergerak dari barat daya ke arah
timur laut dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Latief, 2013) membentur kerak Benua Eurasia
yang berada didekatnya. Lempeng Samudera Hindia itu tersusun oleh bahan batuan
berkomposisi basaltik (SiO2 < 52%, banyak mengandung unsur logam berat, seperti besi,
magnesium dan nikel) dan mempunyai berat jenis lebih tinggi dibanding kerak Benua
Eurasia, yang berkomposisi granitik (SiO2 > 64%). Akibatnya, pada benturan/tumbukan

3
4
kedua lempeng kerak bumi tersebut, maka lempeng kerak Samudera Hindia menunjam di
bawah lempeng kerak Benua Eurasia.
Proses tektonika berupa tumbukan kedua lempeng kerak bumi tersebut
menyebabkan terjadinya pergeseran/deformasi batuan, yang dikenal sebagai patahan atau
sesar, yang dirasakan oleh masyarakat umum berupa gempa bumi tektonik. Gempa bumi
tektonik juga membangunkan (mereaktivasi) magma di dalam dapur magma gunung api.
Selanjutnya gempa bumi dan patahan aktif terutama yang bergaya tarikan atau bukaan
menjadi jalan bagi magma untuk keluar ke permukaan bumi atau dasar laut sebagai
proses volkanisme atau pembentukan gunung api. Reaktivasi volkanisme dapat terjadi di
lokasi gunung api aktif masa kini, seperti halnya G. Anak Krakatau, tetapi juga dapat
muncul di tempat lain, yang masih pada zona rekahan/lemah karena adanya patahan
bukaan tersebut.
Proses penunjaman kerak Samudera Hindia di bawah kerak Benua Eurasia yang
masuk ke selubung bumi menyebabkan terbentuknya magma di dalam bumi. Magma itu
melalui zona lemah/rekahan berupa sesar bergerak ke permukaan sehingga menimbulkan
volkanisme atau erupsi gunung api. Erupsi gunung api adalah proses keluarnya
(muntahan) magma dari dalam bumi ke permukaan. Proses ini dapat secara meletus
(explosive eruptions) dalam berbagai tingkatan atau meleleh (effusive eruptions). Dengan
demikian ancaman bahaya utama geologi berupa sesar, gempa bumi tektonik dan
erupsi/letusan gunung api. Dinyatakan sebagai ‘ancaman bahaya’ karena proses geologi
itu menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia, berupa terjadinya jatuh
korban jiwa serta kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan hidup. Ancaman
bahaya dapat terjadi di udara, di air, di darat, baik di permukaan maupun di bawah
permukaan tanah.
Selanjutnya, sesar/gempa bumi tektonik dan erupsi/letusan gunung api dapat
menimbulkan ancaman bahaya geologi yang lain berupa tsunami, banjir pantai, tanah
longsor, banjir lahar dan gunung api lumpur (mud volcanoes). Secara lebih rinci bahaya
erupsi gunung api 14 macam (Bronto, 2001; IAEA, 2008), yaitu:
1. Lontaran batu (ballistic projectiles)
2. Hujan abu/pasir (pyroclastic ashfalls)
3. Awan panas (pyroclastic flows & surges)

4
5
4. Hentakan udara dan petir/halilintar (air shock & lightning)
5. Aliran lava (lava flows)
6. Longsoran tubuh kerucut gunung api (Debris avalanches, landslides, slope
failures)
7. Lahar, banjir (debris flows, lahars & floods)
8. Gas beracun (volcanic gases)
9. Deformasi muka tanah (ground deformation)
10. Gempabumi (earthquakes)
11. Tsunami dan banjir pantai
12. Anomali geothermal (geothermal anomalies)
13. Anomali air tanah (groundwater anomalies)
14. Lubang letusan baru (new opening vents)
Untuk menanggulangi berbagai macam ancaman bahaya geologi tersebut di atas,
maka perlu dilakukan usaha pengurangan risiko bencana. Risiko bencana adalah suatu
perkiraan jumlah kerugian karena kerusakan/ kehilangan harta benda serta jumlah korban
jiwa yang akan terjadi apabila bahaya geologi melanda suatu daerah. Usaha pada situasi
tidak ada bencana sampai dengan situasi terdapat potensi bencana adalah dimulai dari
perencanaan sampai dengan tahap kesiap-siagaan. Tiga hal yang sangat penting di dalam
tindakan ini, terutama yang terkait dengan aspek ilmiah-fisik adalah dengan melakukan
penelitian, mitigasi dan pendidikan. Hasil penelitian dapat menjadi landasan untuk
melakukan mitigasi, tetapi sering kali keduanya dilaksanakan secara beriringan. Kegiatan
pendidikan bermaksud untuk menyiapkan generasi penerus dalam usaha penanggulangan
bencana secara berkelanjutan.
III.Kegiatan Mitigasi
Mitigasi adalah tindakan untuk mengurangi dampak bencana pada masyarakat.
Secara prinsip, kegiatan mitigasi dilakukan dengan berlandaskan tiga azas, yaitu aman,
bermanfaat dan lestari. Pengertian aman berarti terhindar dari malapetaka bencana.
Bermanfaat dimaksudkan secara moril dan materiil bermanfaat atau menguntungkan bagi
masyarakat umum dan pemerintah daerah setempat. Sedangkan lestari artinya kegiatan

5
6
mitigasi itu tidak merusak lingkungan atau tetap menjaga keseimbangan alam, secara
berkesinambungan, turun temurun sampai anak cucu.
Dalam rangka mitigasi regional bencana geologi di dalam proposal ini diusulkan
untuk melakukan mitigasi pada jalur Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku,
Pulau Tiga dan Gunung api Rajabasa. Gunung api Krakatau merupakan gunung api aktif
masa kini (Tipe A), yang letusannya sudah sering diamati oleh masyarakat umum.
Bahkan pada tahun 1883 gunung api tersebut meletus besar sehingga menimbulkan
sangat banyak korban jiwa (36.000 orang meninggal dunia), kerugian/kehilangan harta
benda serta kerusakan lingkungan hidup di kawasan Selat Sunda, termasuk wilayah
Kabupaten Lampung Selatan. Gunung api Rajabasa dipandang sebagai gunung api aktif
Tipe B (Neumann van Padang, 1951), yang sedang beristirahat dan hanya
memperlihatkan kegiatan panas bumi, berupa mata air panas, ubahan hidrotermal aktif
dan lapangan solfatara/fumarola. Pulau Sebesi dipandang sebagai gunung api tua,
berdasarkan bentuk bentang alamnya (sebagai kerucut gunung api) dan batuan hasil
erupsinya (lava dan pirokalstika), meskipun letusannya tidak tercatat dalam sejarah (sejak
1600 Masehi). Ini berarti erupsi Gunung api Sebesi terjadi sebelum tahun 1600 Masehi.
Pulau Sebuku dan Pulau Tiga diyakini sebagai gunung api purba (Bronto, 2010), yang
umurnya jauh lebih tua dibanding Gunung api Sebesi. Kedua gunung api purba itu sudah
mengalami pengikisan/erosi sangat lanjut.
Seluruh gunung api pada jalur Krakatau – Rajabasa tersebut diyakini muncul
melalui zona lemah/rekahan/sesar bukaan berarah utara timurlaut – selatan baratdaya.
Zona lemah itu dihasilkan oleh kegiatan tektonika sebagai akibat tumbukan antara
lempeng kerak Samudera Hindia dengan lempeng kerak Benua Eurasia, seperti dijelaskan
pada Bab II. Perpanjangan zona lemah ke arah utara timurlaut sampai dengan dasar Laut
Jawa di sebelah timur Lampung Selatan, sedangkan ke arah selatan baratdaya mencapai
Pulau Panaitan di Ujung Kulon Pulau Jawa dan dasar Samudera Hindia. Kegiatan
tektonika di kawasan Selat Sunda, yang masih sangat aktif sampai sekarang dan waktu
mendatang tersebut dapat mereaktivasi sesar dan erupsi gunung api pada jalur KrakatauRajabasa, beserta rangkaian bahaya geologi lainnya, termasuk tsunami, banjir pantai,
tanah longsor dan lain-lain. Reaktivasi erupsi gunung api tidak terbatas di gunung api
aktif, seperti halnya Gunung api Anak Krakatau, tetapi bisa pula terjadi pada Gunung api

6
7
Rajabasa, Sebesi, Sebuku atau Pulau Tiga, atau bahkan di antaranya dengan membentuk
lubang letusan baru (new opening vents). Oleh sebab itu di sini ditegaskan perlunya
melakukan mitigasi regional bencana geologi, melalui penelitian, pemantauan dan
pendidikan.
Secara umum, program mitigasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
berdasarkan pada berbagai hal. Pertama, berdasarkan pada waktu capaian, maka mitigasi
dapat dibagi menjadi program jangka pendek dan program jangka panjang. Berdasarkan
pada luasan area capaian, mitigasi dapat dibagi menjadi program mitigasi lokal dan
mitigasi regional. Sedangkan berdasarkan metoda pendekatan dapat dilakukan mitigasi
secara ilmiah-fisik dan mitigasi secara non fisis yang berhubungan dengan aspek sosialkemasyarakatan. Program mitigasi regional dan berjangka panjang (10 tahun atau lebih)
dijabarkan ke dalam recana aksi mitigasi secara lokal dan berjangka waktu pendek
(tahunan).
Di dalam mitigasi ilmiah-fisik, kegiatan mitigasi fisik harus sejalan dan
menopang kegiatan mitigasi ilmiah. Keduanya harus berlandaskan pada hasil-hasil
penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi pemantauan terhadap berbagai jenis
bencana. Secara garis besar, mitigasi secara ilmiah antara lain melalui pendekatan secara
geologi, geofisika, geokimia, geospasial, dan biologi. Pekerjaan ilmiah ini meliputi
pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari sumbersumber ilmiah penyelidik terdahulu, melalui publikasi dan laporan tidak terbit di berbagai
instansi dan perpustakaan, serta internet. Data primer harus diperoleh langsung di
lapangan untuk kemudian diolah di laboratorium yang terpercaya. Untuk menyingkap
data ilmiah tersebut sering diperlukan kegiatan mitigasi secara fisik. Hal itu dikarenakan
data ilmiah tersebut tidak selalu didapat di permukaan karena sudah tertutup oleh
rimbunnya tumbuh-tumbuhan dan atau tebalnya tanah pelapukan. Sedangkan data ilmiah
di bawah dasar laut, selain tertutup oleh tubuh air laut, juga terkadang tertutup sedimen
permukaan (surficial deposits) di dasar laut. Lebih lanjut, lokasi galian/singkapan
mitigasi secara fisik itu dapat dimanfaatkan untuk memasang peralatan penelitian dan
pemantauan, sekaligus pengamatan terhadap gejala perubahan atau fenomena dari dalam
bumi, secara berkelanjutan.

7
8
Mitigasi ilmiah secara geologi adalah dengan melakukan penelitian dan
pemantauan, melalui:
1. Analisis penginderaan jauh terhadap kompleks Gunung api Krakatau, Pulau
Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya.
2. Pemotretan dasar laut di antara Gunung Rajabasa sampai dengan Krakatau.
3. Pemetaan geomorfologi kompleks Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau
Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya.
4. Pemetaan geomorfologi dasar laut di sekitar Gunung api Rajabasa sampai
dengan Krakatau
5. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Anak Krakatau
6. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Sebesi
7. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Sebuku – Tiga
8. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Rajabasa dan sekitarnya
9. Pemetaan geologi kompleks Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau
Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya.
10. Pemetaan sebaran sedimen dasar laut di antara Gunung api Rajabasa sampai
dengan Krakatau
11. Penelitian stratigrafi dan geokronologi secara rinci terhadap batuan gunung
api hasil erupsi Gunung api Rajabasa, Tiga, Sebuku, Sebesi dan Krakatau.
12. Penelitian petrologi batuan gunung api dari Gunung api Rajabasa sampai
Krakatau, termasuk contoh yang didapat dari dasar laut dan kualitas
mineraloginya.
13. Penelitian struktur geologi dan analisis tektonikanya, mulai dari Gunung api
Rajabasa sampai dengan Krakatau.
14. Penelitian geohidrologi di kawasan Gunung api Rajabasa, Pulau Sebuku,
Pulau Sebesi dan Kompleks Krakatau, baik terhadap air tawar maupun
kemungkinan terjadi penerobosan (intrusi) air laut ke dalam zona rekahan atau
bawah gunung api tersebut.
15. Pemetaan kawasan rawan bencana untuk masing-masing bahaya geologi dan
penjabarannya.

8
9
16. Pemetaan

zona

risiko

untuk

masing-masing

bahaya

geologi

dan

penjabarannya, dengan menggabungkan data perolehan dari penelitian ilmiah,
tata ruang dan aspek sosial-ekonomi masyarakat.
Mitigasi ilmiah secara geofisika untuk mendapatkan data geologi bawah
permukaan, baik di daratan, pulau, maupun dasar laut dengan metode pendekatan secara:
1. Kegempaan (seismisitas), mencakup seismik dangkal dan seismik dalam.
Seismik dangkal untuk mengetahui kondisi geologi dekat permukaan, yang
mempunyai kedalaman kurang dari 100 m dari permukaan/dasar laut. Seismik
dalam (100 m – 30 km), terutama seismik tomografi untuk mengetahui ada
tidaknya sumber panas (magma) pada jalur Gunung api Rajabasa – Krakatau.
2. Kemagnetan (geomagnet), untuk mengetahui apakah tubuh magma di bawah
permukaan sudah membeku atau masih panas.
3. Gravity (gaya berat), untuk mendukung data kegempaan dan kemagnetan
dalam menganalisis geologi bawah permukaan
4. Geolistrik, untuk menganalisis berbagai macam lapisan batuan, struktur
geologi dan kandungan air bawah permukaan berdasarkan daya hantar listrik.
5. Penelitian tsunami dengan metode pendekatan geologi, geofisika dan
geospasial.
Mitigasi ilmiah secara geokimia adalah dengan melakukan penelitian dan
pemantauan terhadap air, gas, dan tanah secara kimiawi terhadap kemungkinan
terpengaruh oleh pancaran gas atau bahan volatil dari magma di bawah permukaan yang
sedang bergerak menuju ke permukaan, sebagai tahap awal gejala volkanisme. Penelitian
ini mencakup berbagai macam bahan oksida/unsur mayor, unsur jejak, unsur jarang dan
unsur radioaktif. Bersama dengan penelitian petrologi di bidang geologi juga dilakukan
penelitian terhadap inklusi fluida di dalam kristal mineral dan batuan.
Mitigasi ilmiah secara Geospasial untuk meneliti dan memantau deformasi atau
pergeseran (dislokasi) permukaan tanah/batuan dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) pada titik-titik ikat tertentu dan tetap. Kegiatan ini dilakukan
sekaligus secara regional di seluruh kawasan Gunung api Rajabasa – Krakatau dan secara
lokal dan bertahap di dalam kawasan tersebut.

9
10
Mitigasi ilmiah secara biologi, meliputi kondisi flora dan fauna di kawasan
Gunung api Rajabasa – Krakatau dalam merekam tanda-tanda akan datangnya bahaya
geologi, yang mengancam kelestarian hidup mereka. Metode ini belum pernah dilakukan
di tempat lain untuk membantu mitigasi bencana geologi. Tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui perilaku kehidupan flora dan fauna, baik di darat, pantai maupun di laut, pada
saat gunung apinya dalam keadaan tenang (beristirahat) dan apabila proses geologi atau
gunung apinya sedang meningkat kegiatannya, sampai terjadinya bencana. Keberhasilan
penelitian biologis ini akan menjadi sumbangan yang sangat penting dalam mendukung
mitigasi ilmiah bencana geologi.
Untuk mendukung keberhasilan mitigasi ilmiah kebumian tersebut, khususnya
aspek geologi, geofisika dan geokimia, perlu dilakukan kegiatan fisik untuk memperjelas
bukti indikasi potensi bencana, misalnya dengan membuat paritan (trenching), galian
pasir sedimen sungai/laut, atau memperdalam jalur pelayaran. Pembuatan paritan di
daratan dan pulau, serta penggalian sedimen sungai dan dasar laut menjadi salah satu
program mitigasi ilmiah-fisik, karena selain untuk memperjelas bukti geologi akan
potensi bencana sekaligus juga dapat berfungsi sebagai usaha penanggulangan bencana
secara langsung. Selanjutnya di tempat paritan atau galian itu dapat ditempatkan
peralatan ilmiah untuk penelitian dan pemantauan potensi bencana. Usaha untuk
memperdalam jalur pelayaran, selain berguna untuk penelitian dan pemantauan potensi
bencana, juga untuk memperlancar arus pelayaran dan evakuasi apabila sewaktu-waktu
diperlukan. Karena proses sedimentasi secara terus menerus maka hal itu menyebabkan
jalur pelayaran menjadi semakin dangkal dan mengganggu arus pelayaran serta
menghambat proses evakuasi penduduk yang bermukim di kepulauan.
Peralatan untuk mitigasi ilmiah fisik tersebut menggunakan beberapa alat yang
disesuaikan dengan lokasi. Pertama untuk lokasi dipantai dan darat, kita menggunakan
alat Excavator, Boldozer dan Submersible. Dimana Submersible ini berfungsi untuk
menghisap material, yang out put nya langsung ke tongkang. Karena alat ini bisa bekerja
ditempat yang sedikit jumlah airnya, sehingga sangat cocok untuk melakukan pekerjaan
dipinggir pantai dan celah-celah yang sempit. Selain itu juga alatnya simple dan ramah
lingkungan. Untuk kapasitas produksinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

10
11
Sedangkan untuk lokasi dilepas pantai, kita akan menggunakan alat Dredger atau
kapal keruk. Alat ini bisa menghisap material hingga kedalaman 50 meter dibawah
permukaan air. Sehingga untuk di titik-titik tertentu yang akan dipasang alat deteksi
untuk memantau gerakan patahan/sesar, dan terdapat material endapan atau sedimen,
harus dikurangi terlebih dahulu dengan alat Dredger tersebut.
Dengan demikian mitigasi regional secara ilmiah-fisik diupayakan selengkap
mungkin, dengan berbagai disiplin ilmu kebumian terkait. Bahkan dalam proses
pengolahan data masih diperlukan bantuan dari ilmu eksata dasar, seperti halnya
matematika, fisika, kimia dan statistik. Selain itu ilmu penunjang seperti Sistem
Informasi Geografi dan berbagai program komputer lainnya juga sangat diperlukan.
Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan penelitian dan pemantauan ilmiah
kebumian dalam mendukung mitigasi regional bencana geologi, terutama bagi generasi
penerus, diharapkan Universitas Lampung berkenan membuka program pendidikan
geologi atau kebumian. Program pendidikan geologi ini akan menambah wawasan
generasi penerus, khususnya putra daerah Lampung, untuk memahami pentingnya ilmu
pengetahuan kebumian, baik dalam tingkat dasar maupun terapan, yang pada akhirnya
mampu mendukung kesejahteraan hidup dan kehidupan masyarakat di daerah Lampung.
Pada tahap awal pembukaan program pendidikan geologi cukup pada strata 1, yang akan
berkembang sesuai perjalanan waktu untuk meningkat ke jenjang strata 2 dan strata 3.
IV. Jadwal Kegiatan
Berdasarkan uraian berbagai macam bahaya geologi dan metode mitigasinya,
kemudian disusun jadwal kegiatan untuk lima tahun pertama dan kemudian dilanjutkan
ke lima tahun kedua. Dengan demikian seluruh kegiatan memerlukan jangka waktu
selama sepuluh tahun. Dalam rencana aksi, secara konkrit, masing-masing kegiatan
dijabarkan kedalam program kegiatan tahunan (Tabel 1).

Kalianda, November 2013
Penyusun,
Suharsono

11
12
Direktur PT. Energi Vulkano Lestari
Daftar Pustaka
Anonim, 2008. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana,
Badan nasional Penanggulngan Bencana (BNPB), Jakarta.
Bronto, S., 2001, Volkanologi, buku teks bahan ajar, Laporan Proyek Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direkt. P3M, Ditjend. Dikti,
Depdiknas, tahun anggaran 2001.
Bronto, S., 2010. Geologi Gunung Api Purba, Publikasi Khusus, Badan Geologi
Kementerian ESDM, Bandung, 154.
Carter, N.W., 1992, Disaster Management : A Disaster manager’s Hand Book, Asian
Development Bank, Manila, 417.
International Atomic Energy Agency (IAEA), 2008. Volcanic Hazards in Site Evaluation
for Nuclear Installations, IAEA Safety Standards for protecting people and the
environment, DS 405, 58.
Latief, H., 2013. Tsunami Modelling Selat Sunda: Tsunami dari Letusan Anak Krakatau
dan Gempa Tektonik Selat Sunda, Loka Karya dalam rangka memperingati 130
tahun letusan Gunung Api Krakatau 1883, PVMBG, Badan Geologi, K-ESDM,
Serang 28 Agustus 2013.
Neumann van Padang, M., 1951. Catalogue of the Active Volcanoes of the World
Including Solfatara Fields. Part I Indonesia, International Volcanology
Association, Via Tasso I99, Napoli, Italia, 271.
Peraturan Pemerintah nomer 21 tahun 2008 perihal penyelenggaraan penanggulangan
bencana
Undang-Undang nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.

12

More Related Content

What's hot

MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM
MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMMITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM
MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMNesha Mutiara
 
Ppt geo kelas xi bab 7 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 7  std fix yPpt geo kelas xi bab 7  std fix y
Ppt geo kelas xi bab 7 std fix yJopiWildani1
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1nurhychan
 
Mitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerMitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerTuti Lestari
 
Review pengertian bencana alam
Review pengertian bencana alamReview pengertian bencana alam
Review pengertian bencana alamNurul Hanifah
 
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jember
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jemberMohammad nizamuddin.204101090001.iain jember
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jemberNizamNizam15
 
Manusia dan bencana
Manusia dan bencanaManusia dan bencana
Manusia dan bencanaswirawan
 
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesai
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesaiLaporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesai
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesaiRegister Undip
 
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut
Laporan mitigasi bencana pesisir dan lautLaporan mitigasi bencana pesisir dan laut
Laporan mitigasi bencana pesisir dan lautRegister Undip
 
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalMengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalEthelbert Phanias
 
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandi
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandiPpt bencana dan lingkungan ahmad afandi
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandiJackAbidin
 
Melestarikan Lingkungan Hidup
Melestarikan Lingkungan HidupMelestarikan Lingkungan Hidup
Melestarikan Lingkungan Hiduprenald47
 

What's hot (20)

MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM
MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMMITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM
MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAM
 
Ppt geo kelas xi bab 7 std fix y
Ppt geo kelas xi bab 7  std fix yPpt geo kelas xi bab 7  std fix y
Ppt geo kelas xi bab 7 std fix y
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 2
Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 2Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 2
Paparan Mitigasi BPBD Kab.Kuningan 2
 
Mitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerMitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role player
 
Review pengertian bencana alam
Review pengertian bencana alamReview pengertian bencana alam
Review pengertian bencana alam
 
Laporan Mitigasi bancana
 Laporan Mitigasi bancana Laporan Mitigasi bancana
Laporan Mitigasi bancana
 
Makalah upaya pemeliharaan lingkungan hidup
Makalah upaya pemeliharaan lingkungan hidupMakalah upaya pemeliharaan lingkungan hidup
Makalah upaya pemeliharaan lingkungan hidup
 
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jember
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jemberMohammad nizamuddin.204101090001.iain jember
Mohammad nizamuddin.204101090001.iain jember
 
Pengantar Geologi dan Tata Lingkungan
Pengantar Geologi dan Tata LingkunganPengantar Geologi dan Tata Lingkungan
Pengantar Geologi dan Tata Lingkungan
 
3617 3607-1-pb
3617 3607-1-pb3617 3607-1-pb
3617 3607-1-pb
 
Pertambangan
PertambanganPertambangan
Pertambangan
 
Manusia dan bencana
Manusia dan bencanaManusia dan bencana
Manusia dan bencana
 
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesai
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesaiLaporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesai
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut selesai
 
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut
Laporan mitigasi bencana pesisir dan lautLaporan mitigasi bencana pesisir dan laut
Laporan mitigasi bencana pesisir dan laut
 
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan GlobalMengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
Mengurangi Daya Dukung Sampah Penghasil Gas Metana Terhadap Pemanasan Global
 
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandi
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandiPpt bencana dan lingkungan ahmad afandi
Ppt bencana dan lingkungan ahmad afandi
 
Kelompok 10
Kelompok 10Kelompok 10
Kelompok 10
 
K3 lingkungan masyarakat
K3 lingkungan masyarakatK3 lingkungan masyarakat
K3 lingkungan masyarakat
 
Melestarikan Lingkungan Hidup
Melestarikan Lingkungan HidupMelestarikan Lingkungan Hidup
Melestarikan Lingkungan Hidup
 

Viewers also liked

Jurnal geologi cekungan bandung
Jurnal geologi cekungan bandungJurnal geologi cekungan bandung
Jurnal geologi cekungan bandungAulia Nofrianti
 
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smkWinarto Winartoap
 
Proposal+perbaikan+jalan+desa
Proposal+perbaikan+jalan+desaProposal+perbaikan+jalan+desa
Proposal+perbaikan+jalan+desahardimanady
 
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteProposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteUjang Kamiludin
 

Viewers also liked (7)

Proposal penelitian winandar
Proposal penelitian winandarProposal penelitian winandar
Proposal penelitian winandar
 
Jurnal geologi cekungan bandung
Jurnal geologi cekungan bandungJurnal geologi cekungan bandung
Jurnal geologi cekungan bandung
 
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk
09 ps-2014 bantuan ruang kelas baru smk
 
Makalah bencana alam
Makalah bencana alamMakalah bencana alam
Makalah bencana alam
 
Proposal+perbaikan+jalan+desa
Proposal+perbaikan+jalan+desaProposal+perbaikan+jalan+desa
Proposal+perbaikan+jalan+desa
 
proposal-rehab
 proposal-rehab proposal-rehab
proposal-rehab
 
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonteProposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
Proposal pengajuan rehab dan ruang baru mi cibonte
 

Similar to Mitigasi Bencana Geologi

[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptxRioCendrajaya
 
Manajemen bencana erupsi merapi
Manajemen bencana erupsi merapiManajemen bencana erupsi merapi
Manajemen bencana erupsi merapiUssy Rahmawati
 
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...Andrew Hidayat
 
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar Dingin
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar DinginArtikel Poster Mitigasi Bencana Lahar Dingin
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar DinginLybie Odjajian
 
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganMakalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganN Kurniawaty
 
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptx
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptxTUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptx
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptxArSiOnlineCourse
 
Resume gaya dan bencana alam geologi
Resume gaya dan bencana alam geologiResume gaya dan bencana alam geologi
Resume gaya dan bencana alam geologiAdit Kurniawan
 
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptx
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptxPPT bencana alam & mitigasi bencana.pptx
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptxNenoSUPRIADI2
 
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptx
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptxKelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptx
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptxmuhamadanggi9
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
 
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptxKerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptxDariusArkwrightHamis
 
244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologiArdisAgustin
 
Bab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadBab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadDheeaHmz
 

Similar to Mitigasi Bencana Geologi (20)

[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
 
Manajemen bencana erupsi merapi
Manajemen bencana erupsi merapiManajemen bencana erupsi merapi
Manajemen bencana erupsi merapi
 
BENCANA
BENCANABENCANA
BENCANA
 
resume geoling
resume geolingresume geoling
resume geoling
 
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...
Andrew hidayat perencanaan tataruang pesisir kota agung berbasis analsis risi...
 
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar Dingin
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar DinginArtikel Poster Mitigasi Bencana Lahar Dingin
Artikel Poster Mitigasi Bencana Lahar Dingin
 
PPT IPBA 10.pptx
PPT IPBA 10.pptxPPT IPBA 10.pptx
PPT IPBA 10.pptx
 
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan LingkunganMakalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
Makalah Bencana Tsunami NAD serta Dampak Pasca-tsunami bagi Kesehatan Lingkungan
 
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptx
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptxTUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptx
TUGAS MITIGASI BENCANA ARI SETIAWAN 2220922009.pptx
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Resume gaya dan bencana alam geologi
Resume gaya dan bencana alam geologiResume gaya dan bencana alam geologi
Resume gaya dan bencana alam geologi
 
Makalah kesiapsiagaan banjir
Makalah kesiapsiagaan banjirMakalah kesiapsiagaan banjir
Makalah kesiapsiagaan banjir
 
Mitigasi Bencana..pptx
Mitigasi Bencana..pptxMitigasi Bencana..pptx
Mitigasi Bencana..pptx
 
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptx
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptxPPT bencana alam & mitigasi bencana.pptx
PPT bencana alam & mitigasi bencana.pptx
 
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptx
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptxKelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptx
Kelas-XI-Mitigasi-Bencana.pptx
 
Mitigasi Bencana.pdf
Mitigasi Bencana.pdfMitigasi Bencana.pdf
Mitigasi Bencana.pdf
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
 
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptxKerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
Kerentanan Tsunami di Cilegon Banten.pptx
 
244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi244871618 makalah-bencana-geologi
244871618 makalah-bencana-geologi
 
Bab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nadBab 1 tugas nad
Bab 1 tugas nad
 

Mitigasi Bencana Geologi

  • 1. 1 Proposal Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara Ilmiah-Fisik di Daerah Kabupaten Lampung Selatan I. Pendahuluan Mengacu kepada Undang-Undang nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Peraturan Pemerintah nomer 21 tahun 2008 perihal penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka pada tahap Pra Bencana tindakan nyata penanggulangan bencana perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tahap Pra Bencana itu mencakup situasi tidak ada bencana dan situasi terdapat potensi bencana. Pada situasi tidak ada bencana tindakan yang harus dilakukan mencakup perencanaan, pencegahan, pengurangan risiko, pendidikan, pelatihan, penelitian dan penataan tata ruang. Pada situasi terdapat potensi bencana kegiatan yang juga harus dilaksanakan meliputi mitigasi, peringatan dini dan kesiap-siagaan. Seluruh kegiatan tersebut mencerminkan bahwa pada saat ini paradigma penanggulangan bencana berdasarkan pada UU no. 24 tahun 2007 itu telah bergeser dari tindakan responsif ke pengurangan risiko bencana. Berdasarkan tataan tektonika geologi, yang akan diuraikan di dalam Bab II, daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai potensi bencana geologi. Dengan dilandasi oleh rasa ikut memiliki, bertanggung jawab dan mencintai daerah Kabupaten Lampung Selatan, maka proposal ini disusun untuk membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan dalam rangka usaha mengurangi risiko bencana, atau secara umum dikenal dengan istilah Mitigasi Bencana Geologi. Mitigasi adalah tindakan utk mengurangi dampak bencana pada masyarakat. Pengertian bencana menurut Carter (1991) adalah suatu peristiwa, alamiah/ulah manusia, secara mendadak/ berlangsung cepat yang mengakibatkan penderitaan berat sehingga masyarakat yang tertimpa harus menanggulangi dengan berbagai usaha secara luar biasa. Sementara itu di dalam UU no. 24 tahun 2007, pasal 1, bencana dinyatakan sebagai peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta 1
  • 2. 2 benda, dampak psikologis. Berhubung proposal ini dibatasi pada bencana geologi, maka peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat disebabkan oleh faktor alam geologis, seperti halnya letusan gunung api dan gempa bumi. Meskipun demikian peristiwa geologis tersebut dapat berkembang menjadi penyebab terjadinya tsunami, tanah longsor dan kekurangan air bersih, serta akibat lebih lanjut berupa kekeringan, kelaparan, penyakit dan lain-lain. Sesuai dengan judul, yakni Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara IlmiahFisik di daerah Kabupaten Lampung Selatan, maka ruang lingkup proposal ini mencakup: 1. Wilayah yang sangat luas (regional) di daerah Kabupaten Lampung Selatan, terutama pada jalur Gunung api Krakatau sampai dengan Rajabasa, yang berarah utara timurlaut – selatan baratdaya. 2. Penanggulangan bencana dibatasi terhadap bahaya yang disebabkan oleh peristiwa/proses secara geologis. 3. Dari rangkaian tahapan pengurangan bencana tersebut di atas, hanya akan diambil usaha yang bersifat ilmiah, mencakup penelitian dan pemantauan serta kegiatan fisik pendukungnya, yang utamanya meliputi penelitian, pendidikan dan mitigasi. Kegiatan yang lain pada tahap pra-bencana akan dituangkan ke dalam proposal Mitigasi Regional Bencana Geologi Secara Non Fisik – Kemasyarakatan. 4. Usulan kerja ini disusuntuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, yang akan dijabarkan dalam bentuk kegiatan tahunan. Kerjasama mitigasi bencana geologi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan pada tahap pertama berjangka waktu 5 (lima) tahun (2014-2019), diharapkan dapat berlanjut lima tahun kedua (2020-2025) 5. Daerah kerja mencakup jalur gunung api Krakatau sampai dengan Rajabasa. Daerah Bakauheni dan sekitarnya sedang dalam proses studi kelayakan, termasuk studi potensi bencana geologi, oleh Pemerintah Pusat dalam rangka pembangunan jembatan Selat Sunda. Sementara itu daerah Gunung api Tanggamus dan sekitarnya akan diusulkan pada tahap sepuluh tahun kedua (2025 – 2035) dan bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Lampung. 2
  • 3. 3 Secara umum dan prinsip, apalagi dilandasi oleh UU no. 24 tahun 2007 serta PP no. 21 tahun 2008, maka usaha penanggulangan bencana geologi di tingkat daerah Kabupaten Lampung Selatan perlu didukung penuh oleh berbagai pihak. Apalagi proposal ini, selain dimotori oleh anggota masyarakat (pihak swasta) dan Pemerintah daerah Kabupaten lampung Selatan, juga akan melibatkan Perguruan Tinggi Setempat, dalam hal ini Universitas Lampung, dan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat. Peranan perguruan tinggi tersebut akan menjadi pusat pendidikan, pusat penelitian dan think tank bagi Pemerintah Daerah setempat, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan penanggulangan bencana. Diharapkan program mitigasi dan penanggulangan bencana yang telah didukung oleh banyak pihak didaerah Kabupaten Lampung Selatan ini dapat berjalan dengan baik, karena selain untuk mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat, juga sekaligus dalam rangka menjalankan amanat kebijakan otonomi daerah dan semangat desentralisasi. Selain itu kegiatan penanggulangan bencana oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan akan menjadi contoh untuk pemerintah daerah lain di Indonesia, sekaligus juga memperingan beban tanggung jawab Pemerintah Pusat Republik Indonesia dalam usaha penanggulangan bencana secara umum. Selanjutnya, apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana sudah berjalan baik dan benar, maka Pemerintah Pusat akan lebih bertindak sebagai Pembina/supervisi dan pengawas terhadap keberlangsungan usaha penanggulangan bencana oleh Pemerintah Daerah. II. Tataan Tektonika dan Ancaman Bahaya Geologi Secara tektonika, wilayah Kabupaten Lampung Selatan dan kawasan Selat Sunda termasuk daerah sangat aktif, karena merupakan bagian dari pertemuan dua lempeng kulit/kerak bumi, yakni lempeng kerak Samudera Hindia dan lempeng kerak Benua Eurasia (Eropa dan Asia). Lempeng Samudera Hindia bergerak dari barat daya ke arah timur laut dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Latief, 2013) membentur kerak Benua Eurasia yang berada didekatnya. Lempeng Samudera Hindia itu tersusun oleh bahan batuan berkomposisi basaltik (SiO2 < 52%, banyak mengandung unsur logam berat, seperti besi, magnesium dan nikel) dan mempunyai berat jenis lebih tinggi dibanding kerak Benua Eurasia, yang berkomposisi granitik (SiO2 > 64%). Akibatnya, pada benturan/tumbukan 3
  • 4. 4 kedua lempeng kerak bumi tersebut, maka lempeng kerak Samudera Hindia menunjam di bawah lempeng kerak Benua Eurasia. Proses tektonika berupa tumbukan kedua lempeng kerak bumi tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran/deformasi batuan, yang dikenal sebagai patahan atau sesar, yang dirasakan oleh masyarakat umum berupa gempa bumi tektonik. Gempa bumi tektonik juga membangunkan (mereaktivasi) magma di dalam dapur magma gunung api. Selanjutnya gempa bumi dan patahan aktif terutama yang bergaya tarikan atau bukaan menjadi jalan bagi magma untuk keluar ke permukaan bumi atau dasar laut sebagai proses volkanisme atau pembentukan gunung api. Reaktivasi volkanisme dapat terjadi di lokasi gunung api aktif masa kini, seperti halnya G. Anak Krakatau, tetapi juga dapat muncul di tempat lain, yang masih pada zona rekahan/lemah karena adanya patahan bukaan tersebut. Proses penunjaman kerak Samudera Hindia di bawah kerak Benua Eurasia yang masuk ke selubung bumi menyebabkan terbentuknya magma di dalam bumi. Magma itu melalui zona lemah/rekahan berupa sesar bergerak ke permukaan sehingga menimbulkan volkanisme atau erupsi gunung api. Erupsi gunung api adalah proses keluarnya (muntahan) magma dari dalam bumi ke permukaan. Proses ini dapat secara meletus (explosive eruptions) dalam berbagai tingkatan atau meleleh (effusive eruptions). Dengan demikian ancaman bahaya utama geologi berupa sesar, gempa bumi tektonik dan erupsi/letusan gunung api. Dinyatakan sebagai ‘ancaman bahaya’ karena proses geologi itu menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia, berupa terjadinya jatuh korban jiwa serta kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan hidup. Ancaman bahaya dapat terjadi di udara, di air, di darat, baik di permukaan maupun di bawah permukaan tanah. Selanjutnya, sesar/gempa bumi tektonik dan erupsi/letusan gunung api dapat menimbulkan ancaman bahaya geologi yang lain berupa tsunami, banjir pantai, tanah longsor, banjir lahar dan gunung api lumpur (mud volcanoes). Secara lebih rinci bahaya erupsi gunung api 14 macam (Bronto, 2001; IAEA, 2008), yaitu: 1. Lontaran batu (ballistic projectiles) 2. Hujan abu/pasir (pyroclastic ashfalls) 3. Awan panas (pyroclastic flows & surges) 4
  • 5. 5 4. Hentakan udara dan petir/halilintar (air shock & lightning) 5. Aliran lava (lava flows) 6. Longsoran tubuh kerucut gunung api (Debris avalanches, landslides, slope failures) 7. Lahar, banjir (debris flows, lahars & floods) 8. Gas beracun (volcanic gases) 9. Deformasi muka tanah (ground deformation) 10. Gempabumi (earthquakes) 11. Tsunami dan banjir pantai 12. Anomali geothermal (geothermal anomalies) 13. Anomali air tanah (groundwater anomalies) 14. Lubang letusan baru (new opening vents) Untuk menanggulangi berbagai macam ancaman bahaya geologi tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha pengurangan risiko bencana. Risiko bencana adalah suatu perkiraan jumlah kerugian karena kerusakan/ kehilangan harta benda serta jumlah korban jiwa yang akan terjadi apabila bahaya geologi melanda suatu daerah. Usaha pada situasi tidak ada bencana sampai dengan situasi terdapat potensi bencana adalah dimulai dari perencanaan sampai dengan tahap kesiap-siagaan. Tiga hal yang sangat penting di dalam tindakan ini, terutama yang terkait dengan aspek ilmiah-fisik adalah dengan melakukan penelitian, mitigasi dan pendidikan. Hasil penelitian dapat menjadi landasan untuk melakukan mitigasi, tetapi sering kali keduanya dilaksanakan secara beriringan. Kegiatan pendidikan bermaksud untuk menyiapkan generasi penerus dalam usaha penanggulangan bencana secara berkelanjutan. III.Kegiatan Mitigasi Mitigasi adalah tindakan untuk mengurangi dampak bencana pada masyarakat. Secara prinsip, kegiatan mitigasi dilakukan dengan berlandaskan tiga azas, yaitu aman, bermanfaat dan lestari. Pengertian aman berarti terhindar dari malapetaka bencana. Bermanfaat dimaksudkan secara moril dan materiil bermanfaat atau menguntungkan bagi masyarakat umum dan pemerintah daerah setempat. Sedangkan lestari artinya kegiatan 5
  • 6. 6 mitigasi itu tidak merusak lingkungan atau tetap menjaga keseimbangan alam, secara berkesinambungan, turun temurun sampai anak cucu. Dalam rangka mitigasi regional bencana geologi di dalam proposal ini diusulkan untuk melakukan mitigasi pada jalur Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Tiga dan Gunung api Rajabasa. Gunung api Krakatau merupakan gunung api aktif masa kini (Tipe A), yang letusannya sudah sering diamati oleh masyarakat umum. Bahkan pada tahun 1883 gunung api tersebut meletus besar sehingga menimbulkan sangat banyak korban jiwa (36.000 orang meninggal dunia), kerugian/kehilangan harta benda serta kerusakan lingkungan hidup di kawasan Selat Sunda, termasuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Gunung api Rajabasa dipandang sebagai gunung api aktif Tipe B (Neumann van Padang, 1951), yang sedang beristirahat dan hanya memperlihatkan kegiatan panas bumi, berupa mata air panas, ubahan hidrotermal aktif dan lapangan solfatara/fumarola. Pulau Sebesi dipandang sebagai gunung api tua, berdasarkan bentuk bentang alamnya (sebagai kerucut gunung api) dan batuan hasil erupsinya (lava dan pirokalstika), meskipun letusannya tidak tercatat dalam sejarah (sejak 1600 Masehi). Ini berarti erupsi Gunung api Sebesi terjadi sebelum tahun 1600 Masehi. Pulau Sebuku dan Pulau Tiga diyakini sebagai gunung api purba (Bronto, 2010), yang umurnya jauh lebih tua dibanding Gunung api Sebesi. Kedua gunung api purba itu sudah mengalami pengikisan/erosi sangat lanjut. Seluruh gunung api pada jalur Krakatau – Rajabasa tersebut diyakini muncul melalui zona lemah/rekahan/sesar bukaan berarah utara timurlaut – selatan baratdaya. Zona lemah itu dihasilkan oleh kegiatan tektonika sebagai akibat tumbukan antara lempeng kerak Samudera Hindia dengan lempeng kerak Benua Eurasia, seperti dijelaskan pada Bab II. Perpanjangan zona lemah ke arah utara timurlaut sampai dengan dasar Laut Jawa di sebelah timur Lampung Selatan, sedangkan ke arah selatan baratdaya mencapai Pulau Panaitan di Ujung Kulon Pulau Jawa dan dasar Samudera Hindia. Kegiatan tektonika di kawasan Selat Sunda, yang masih sangat aktif sampai sekarang dan waktu mendatang tersebut dapat mereaktivasi sesar dan erupsi gunung api pada jalur KrakatauRajabasa, beserta rangkaian bahaya geologi lainnya, termasuk tsunami, banjir pantai, tanah longsor dan lain-lain. Reaktivasi erupsi gunung api tidak terbatas di gunung api aktif, seperti halnya Gunung api Anak Krakatau, tetapi bisa pula terjadi pada Gunung api 6
  • 7. 7 Rajabasa, Sebesi, Sebuku atau Pulau Tiga, atau bahkan di antaranya dengan membentuk lubang letusan baru (new opening vents). Oleh sebab itu di sini ditegaskan perlunya melakukan mitigasi regional bencana geologi, melalui penelitian, pemantauan dan pendidikan. Secara umum, program mitigasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian, berdasarkan pada berbagai hal. Pertama, berdasarkan pada waktu capaian, maka mitigasi dapat dibagi menjadi program jangka pendek dan program jangka panjang. Berdasarkan pada luasan area capaian, mitigasi dapat dibagi menjadi program mitigasi lokal dan mitigasi regional. Sedangkan berdasarkan metoda pendekatan dapat dilakukan mitigasi secara ilmiah-fisik dan mitigasi secara non fisis yang berhubungan dengan aspek sosialkemasyarakatan. Program mitigasi regional dan berjangka panjang (10 tahun atau lebih) dijabarkan ke dalam recana aksi mitigasi secara lokal dan berjangka waktu pendek (tahunan). Di dalam mitigasi ilmiah-fisik, kegiatan mitigasi fisik harus sejalan dan menopang kegiatan mitigasi ilmiah. Keduanya harus berlandaskan pada hasil-hasil penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi pemantauan terhadap berbagai jenis bencana. Secara garis besar, mitigasi secara ilmiah antara lain melalui pendekatan secara geologi, geofisika, geokimia, geospasial, dan biologi. Pekerjaan ilmiah ini meliputi pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari sumbersumber ilmiah penyelidik terdahulu, melalui publikasi dan laporan tidak terbit di berbagai instansi dan perpustakaan, serta internet. Data primer harus diperoleh langsung di lapangan untuk kemudian diolah di laboratorium yang terpercaya. Untuk menyingkap data ilmiah tersebut sering diperlukan kegiatan mitigasi secara fisik. Hal itu dikarenakan data ilmiah tersebut tidak selalu didapat di permukaan karena sudah tertutup oleh rimbunnya tumbuh-tumbuhan dan atau tebalnya tanah pelapukan. Sedangkan data ilmiah di bawah dasar laut, selain tertutup oleh tubuh air laut, juga terkadang tertutup sedimen permukaan (surficial deposits) di dasar laut. Lebih lanjut, lokasi galian/singkapan mitigasi secara fisik itu dapat dimanfaatkan untuk memasang peralatan penelitian dan pemantauan, sekaligus pengamatan terhadap gejala perubahan atau fenomena dari dalam bumi, secara berkelanjutan. 7
  • 8. 8 Mitigasi ilmiah secara geologi adalah dengan melakukan penelitian dan pemantauan, melalui: 1. Analisis penginderaan jauh terhadap kompleks Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya. 2. Pemotretan dasar laut di antara Gunung Rajabasa sampai dengan Krakatau. 3. Pemetaan geomorfologi kompleks Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya. 4. Pemetaan geomorfologi dasar laut di sekitar Gunung api Rajabasa sampai dengan Krakatau 5. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Anak Krakatau 6. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Sebesi 7. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Sebuku – Tiga 8. Pemetaan Geomorfologi Gunung api Rajabasa dan sekitarnya 9. Pemetaan geologi kompleks Gunung api Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Tiga, dan Gunung api Rajabasa dan sekitarnya. 10. Pemetaan sebaran sedimen dasar laut di antara Gunung api Rajabasa sampai dengan Krakatau 11. Penelitian stratigrafi dan geokronologi secara rinci terhadap batuan gunung api hasil erupsi Gunung api Rajabasa, Tiga, Sebuku, Sebesi dan Krakatau. 12. Penelitian petrologi batuan gunung api dari Gunung api Rajabasa sampai Krakatau, termasuk contoh yang didapat dari dasar laut dan kualitas mineraloginya. 13. Penelitian struktur geologi dan analisis tektonikanya, mulai dari Gunung api Rajabasa sampai dengan Krakatau. 14. Penelitian geohidrologi di kawasan Gunung api Rajabasa, Pulau Sebuku, Pulau Sebesi dan Kompleks Krakatau, baik terhadap air tawar maupun kemungkinan terjadi penerobosan (intrusi) air laut ke dalam zona rekahan atau bawah gunung api tersebut. 15. Pemetaan kawasan rawan bencana untuk masing-masing bahaya geologi dan penjabarannya. 8
  • 9. 9 16. Pemetaan zona risiko untuk masing-masing bahaya geologi dan penjabarannya, dengan menggabungkan data perolehan dari penelitian ilmiah, tata ruang dan aspek sosial-ekonomi masyarakat. Mitigasi ilmiah secara geofisika untuk mendapatkan data geologi bawah permukaan, baik di daratan, pulau, maupun dasar laut dengan metode pendekatan secara: 1. Kegempaan (seismisitas), mencakup seismik dangkal dan seismik dalam. Seismik dangkal untuk mengetahui kondisi geologi dekat permukaan, yang mempunyai kedalaman kurang dari 100 m dari permukaan/dasar laut. Seismik dalam (100 m – 30 km), terutama seismik tomografi untuk mengetahui ada tidaknya sumber panas (magma) pada jalur Gunung api Rajabasa – Krakatau. 2. Kemagnetan (geomagnet), untuk mengetahui apakah tubuh magma di bawah permukaan sudah membeku atau masih panas. 3. Gravity (gaya berat), untuk mendukung data kegempaan dan kemagnetan dalam menganalisis geologi bawah permukaan 4. Geolistrik, untuk menganalisis berbagai macam lapisan batuan, struktur geologi dan kandungan air bawah permukaan berdasarkan daya hantar listrik. 5. Penelitian tsunami dengan metode pendekatan geologi, geofisika dan geospasial. Mitigasi ilmiah secara geokimia adalah dengan melakukan penelitian dan pemantauan terhadap air, gas, dan tanah secara kimiawi terhadap kemungkinan terpengaruh oleh pancaran gas atau bahan volatil dari magma di bawah permukaan yang sedang bergerak menuju ke permukaan, sebagai tahap awal gejala volkanisme. Penelitian ini mencakup berbagai macam bahan oksida/unsur mayor, unsur jejak, unsur jarang dan unsur radioaktif. Bersama dengan penelitian petrologi di bidang geologi juga dilakukan penelitian terhadap inklusi fluida di dalam kristal mineral dan batuan. Mitigasi ilmiah secara Geospasial untuk meneliti dan memantau deformasi atau pergeseran (dislokasi) permukaan tanah/batuan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) pada titik-titik ikat tertentu dan tetap. Kegiatan ini dilakukan sekaligus secara regional di seluruh kawasan Gunung api Rajabasa – Krakatau dan secara lokal dan bertahap di dalam kawasan tersebut. 9
  • 10. 10 Mitigasi ilmiah secara biologi, meliputi kondisi flora dan fauna di kawasan Gunung api Rajabasa – Krakatau dalam merekam tanda-tanda akan datangnya bahaya geologi, yang mengancam kelestarian hidup mereka. Metode ini belum pernah dilakukan di tempat lain untuk membantu mitigasi bencana geologi. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui perilaku kehidupan flora dan fauna, baik di darat, pantai maupun di laut, pada saat gunung apinya dalam keadaan tenang (beristirahat) dan apabila proses geologi atau gunung apinya sedang meningkat kegiatannya, sampai terjadinya bencana. Keberhasilan penelitian biologis ini akan menjadi sumbangan yang sangat penting dalam mendukung mitigasi ilmiah bencana geologi. Untuk mendukung keberhasilan mitigasi ilmiah kebumian tersebut, khususnya aspek geologi, geofisika dan geokimia, perlu dilakukan kegiatan fisik untuk memperjelas bukti indikasi potensi bencana, misalnya dengan membuat paritan (trenching), galian pasir sedimen sungai/laut, atau memperdalam jalur pelayaran. Pembuatan paritan di daratan dan pulau, serta penggalian sedimen sungai dan dasar laut menjadi salah satu program mitigasi ilmiah-fisik, karena selain untuk memperjelas bukti geologi akan potensi bencana sekaligus juga dapat berfungsi sebagai usaha penanggulangan bencana secara langsung. Selanjutnya di tempat paritan atau galian itu dapat ditempatkan peralatan ilmiah untuk penelitian dan pemantauan potensi bencana. Usaha untuk memperdalam jalur pelayaran, selain berguna untuk penelitian dan pemantauan potensi bencana, juga untuk memperlancar arus pelayaran dan evakuasi apabila sewaktu-waktu diperlukan. Karena proses sedimentasi secara terus menerus maka hal itu menyebabkan jalur pelayaran menjadi semakin dangkal dan mengganggu arus pelayaran serta menghambat proses evakuasi penduduk yang bermukim di kepulauan. Peralatan untuk mitigasi ilmiah fisik tersebut menggunakan beberapa alat yang disesuaikan dengan lokasi. Pertama untuk lokasi dipantai dan darat, kita menggunakan alat Excavator, Boldozer dan Submersible. Dimana Submersible ini berfungsi untuk menghisap material, yang out put nya langsung ke tongkang. Karena alat ini bisa bekerja ditempat yang sedikit jumlah airnya, sehingga sangat cocok untuk melakukan pekerjaan dipinggir pantai dan celah-celah yang sempit. Selain itu juga alatnya simple dan ramah lingkungan. Untuk kapasitas produksinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan. 10
  • 11. 11 Sedangkan untuk lokasi dilepas pantai, kita akan menggunakan alat Dredger atau kapal keruk. Alat ini bisa menghisap material hingga kedalaman 50 meter dibawah permukaan air. Sehingga untuk di titik-titik tertentu yang akan dipasang alat deteksi untuk memantau gerakan patahan/sesar, dan terdapat material endapan atau sedimen, harus dikurangi terlebih dahulu dengan alat Dredger tersebut. Dengan demikian mitigasi regional secara ilmiah-fisik diupayakan selengkap mungkin, dengan berbagai disiplin ilmu kebumian terkait. Bahkan dalam proses pengolahan data masih diperlukan bantuan dari ilmu eksata dasar, seperti halnya matematika, fisika, kimia dan statistik. Selain itu ilmu penunjang seperti Sistem Informasi Geografi dan berbagai program komputer lainnya juga sangat diperlukan. Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan penelitian dan pemantauan ilmiah kebumian dalam mendukung mitigasi regional bencana geologi, terutama bagi generasi penerus, diharapkan Universitas Lampung berkenan membuka program pendidikan geologi atau kebumian. Program pendidikan geologi ini akan menambah wawasan generasi penerus, khususnya putra daerah Lampung, untuk memahami pentingnya ilmu pengetahuan kebumian, baik dalam tingkat dasar maupun terapan, yang pada akhirnya mampu mendukung kesejahteraan hidup dan kehidupan masyarakat di daerah Lampung. Pada tahap awal pembukaan program pendidikan geologi cukup pada strata 1, yang akan berkembang sesuai perjalanan waktu untuk meningkat ke jenjang strata 2 dan strata 3. IV. Jadwal Kegiatan Berdasarkan uraian berbagai macam bahaya geologi dan metode mitigasinya, kemudian disusun jadwal kegiatan untuk lima tahun pertama dan kemudian dilanjutkan ke lima tahun kedua. Dengan demikian seluruh kegiatan memerlukan jangka waktu selama sepuluh tahun. Dalam rencana aksi, secara konkrit, masing-masing kegiatan dijabarkan kedalam program kegiatan tahunan (Tabel 1). Kalianda, November 2013 Penyusun, Suharsono 11
  • 12. 12 Direktur PT. Energi Vulkano Lestari Daftar Pustaka Anonim, 2008. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana, Badan nasional Penanggulngan Bencana (BNPB), Jakarta. Bronto, S., 2001, Volkanologi, buku teks bahan ajar, Laporan Proyek Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direkt. P3M, Ditjend. Dikti, Depdiknas, tahun anggaran 2001. Bronto, S., 2010. Geologi Gunung Api Purba, Publikasi Khusus, Badan Geologi Kementerian ESDM, Bandung, 154. Carter, N.W., 1992, Disaster Management : A Disaster manager’s Hand Book, Asian Development Bank, Manila, 417. International Atomic Energy Agency (IAEA), 2008. Volcanic Hazards in Site Evaluation for Nuclear Installations, IAEA Safety Standards for protecting people and the environment, DS 405, 58. Latief, H., 2013. Tsunami Modelling Selat Sunda: Tsunami dari Letusan Anak Krakatau dan Gempa Tektonik Selat Sunda, Loka Karya dalam rangka memperingati 130 tahun letusan Gunung Api Krakatau 1883, PVMBG, Badan Geologi, K-ESDM, Serang 28 Agustus 2013. Neumann van Padang, M., 1951. Catalogue of the Active Volcanoes of the World Including Solfatara Fields. Part I Indonesia, International Volcanology Association, Via Tasso I99, Napoli, Italia, 271. Peraturan Pemerintah nomer 21 tahun 2008 perihal penyelenggaraan penanggulangan bencana Undang-Undang nomer 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. 12