Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas upaya mitigasi bencana lahar dingin di kawasan Gunung Merapi. Termasuk di dalamnya adalah pembuatan peta kawasan rawan bencana, upaya pemerintah sebelum dan sesudah letusan 2010, serta pentingnya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang bahaya lahar dingin.
1. ARTIKEL
MITIGASI BENCANA LAHAR DINGIN
KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG MERAPI
Oleh:
Lilis Subiyanti (103654012)
Adhiesta Kurnia F.R. (103654014)
Septy Sulistyaningrum (103654028)
Leilia Nur Rahmawati (103654038)
Zumrotul Firdaus (103654042)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN SAINS
2013
2. MITIGASI BENCANA LAHAR DINGIN
KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG MERAPI
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana). Bencana sendiri adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa
bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya. Kegiatan mitigasi
bencana di antaranya:
a. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana.
b. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
c. Pengembangan budaya sadar bencana
d. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana
e. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana
f. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam
g. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi
h. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
i. Kegiatan mitigasi bencana lainnya.
Penduduk desa di lereng Gunung Merapi berpendapat terdapat dua bahaya yang
dianggap penting, yaitu awan panas dan lahar dingin. Salah satu aspek bahaya yang paling
ditakuti masyarakat di lereng Gunung Merapi yakni lahar dingin. Lahar dingin adalah
batuan cair yang keluar dari letusan gunung berapi, suhunya mencapai setinggi 1.300-
2000˚F. Dalam letusan gunung berapi, lahar dalam bentuk cair. Ketika mengeras,
membentuk batuan beku. Namun bisa memakan waktu yang cukup lama untuk
mendinginkannya, dan akan mengalir dalam jarak yang jauh sebelum menjadi padat,
dimana proses tersebut dikenal sebagai lahar dingin.
Lahar dingin merupakan jenis ancaman bahaya sekunder dari bencana letusan
gunung berapi. Proses bencana ini terjadi justru ketika fase letusan gunung berapi primer
sudah berhenti. Meskipun demikian, ancaman dan dampak yang ditimbulkan lahar dingin
3. tidak kalah mengerikan dengan ancaman bencana primer yakni semburan awan panas serta
lahar panas.
Tumpukan lahar dingin berisi material vulkanik, merupakan ancaman yang tidak
boleh dianggap remeh. Karena apabila hujan turun dikawasan puncak gunung, akan
berpotensi mengalirkan tumpukan material yang jumlahnya tidak sedikit. Hal ini harus
diwaspadai karena aliran lahar dingin bisa membawa beberapa ancaman pada manusia.
Ada beberapa alasan mengapa manusia harus mewaspadai akan bahaya lahar dingin ini,
diantaranya adalah:
1. Lahar dingin memiliki daya terjang yang sangat kuat. Terbukti dengan robohnya
beberapa jembatan yang terbuat dari pondasi beton
2. Material vulkanink yang berukuran besar. Seperti batu, pasir yang dapat menimbun
apa saja yang dilewatinya
3. Lahar dingin juga bias terjadi dalam jangka waktu yang lama, karena tumpukan
material yang hanyut menjadi lahar dingin tidak terjadi dengan seketika. Namun
berlangsung secara bertahap
4. Kawasan yang bisa dijangkau oleh arus lahar dingin, jaraknya bisa lebih jauh dari
pada jarak yang bisa dijangkau oleh awan panas atau lahar panas. Sehingga bukan
tidak mungkin kawasan yang jauh dari gunung berapi bisa pula terkena dampak
lahar dingin.
Letusan Gunung Merapi tahun 2010 adalah letusan yang terbesar dalam 100 tahun
terakhir yang mengeluarkan banyak sedimen yang menjadi lahar dingin pada musim
penghujan. Lahar dingin terjadi sebanyak 280 kali selama bulan Oktober tahun 2010
hingga Februari tahun 2011 dengan sekitar 10 juta kubik material vulkanik yang
bercampur dengan air hujan mengalir di 13 sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Lahar
dingin menerjang wilayah hilir dan jumlah kerugian diantaranya 678 rumah rusak, 20 dam
rusak berat, 12 jembatan rusak, dan jalan provinsi Yogyakarta-Semarang terendam oleh
material vulkanik sekitar 2 meter. Dampak kerugian lahar dingin terparah terdapat di
lereng sebelah barat daya Gunung Merapi, yaitu pada bantaran Sungai Kali Putih.
Kerugian bencana lahar di wilayah ini, yaitu 2.082 jiwa mengungsi, 67 rumah hanyut, 262
rumah rusak berat, 32 rumah rusak sedang, dan 47 rumah rusak ringan (Data Pemerintah
Kabupaten Magelang per 26 November 2010 – 16 Maret 2011).
Upaya pemerintah untuk mengurangi risiko bencana sudah banyak dilakukan
sebelum terjadinya peristiwa erupsi ataupun lahar dingin yang mengakibatkan bencana.
Upaya pengurangan risiko pemerintah tersebut diantaranya, normalisasi sungai, pembuatan
4. sabo dam, pembuatan tanggul penahan lahar, pengadaan alat untuk monitoring aktivitas
gunung api, pemetaan kawasan rawan bencana, dan lainnya. Namun, upaya tersebut masih
belum maksimal mengurangi kerugian akibat peristiwa erupsi ataupun lahar dingin bila
terjadi kembali. Hal ini terbukti pada besarnya dampak kerugian bencana lahar dingin
pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
Pasca erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 dan peristiwa lahar dingin bulan
November 2010 – Maret 2011, berdampak adanya kegiatan penambangan pasir yang
terbawa arus lahar dingin di Sungai beberapa sungai terutama di Kali Putih. Material pasir
Gunung Merapi merupakan salah satu komoditi yang bernilai ekonomis untuk konstruksi
bahan bangunan. Namun di sisi lain kegiatan penambangan pasir menjadi salah satu
memperbesar risiko lahar dingin terhadap permukiman di bantaran sungai-sungai di
Gunung Merapi. Salah satu yang memperbesar risiko tersebut adalah berpotensi terjadinya
longsor tanah di bantaran sungai, memperlebar ruas sungai atau memperkecil jarak dari
bibir sungai ke permukiman dan penambangan pasir dan batu membuat aliran lahar dingin
dapat lebih cepat mengalir di Sungai Kali Putih. Belum maksimalnya upaya mitigasi yang
dilakukan oleh pembuat kebijakan disebabkan tidak didukung dengan peningkatan
kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakatnya akan bahaya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan diperlukan upaya peningkatan pengetahuan
melalui informasi yang diberikan kepada masyarakat. Permukiman merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia. Semakin banyak penduduk semakin banyak pula
kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk permukiman. Daerah bermukim umumnya
mempunyai karakteristik tertentu yang harus terpenuhi. Sebagai contoh, bila mereka
mengetahui bahwa masyarakat tinggal di kawasan yang berisiko, maka mereka akan
meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bahaya yang mengancam.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia. Sebagian
wilayahnya berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB III), sehingga tidak layak
untuk dihuni. Namun demikian banyak penduduk yang tinggal di Lereng Merapi. Hasil
identifikasi melalui uji statistik tentang pengetahuan masyarakat tentang dusunnya
termasuk dalam kawasan rawan lahar dingin menunjukkan bahwa sebagian besar
responden (79.9%) tidak mengetahui dusunnya masuk dalam peta KRB lahar dingin yang
ditetapkan pemerintah. Bahkan, responden tidak banyak yang mengetahui adanya peta
KRB (77,7%).
5. Pemerintah, melalui PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi),
telah memetakan kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi. Kawasan rawan
bencana Gunung Merapi tersebut meliputi:
a. Kawasan Rawan Bencana Merapi III
Kawasan KRB III merupakan kawasan yang selalu terancam awan panas, gas
racun, lahar letusan dan kemungkinan aliran lava. Daerah yang masuk kedalam KRB
III seluas kurang lebih 4.672 hektar di Kecamatan Turi, Pakem, Cangkringan, dan
Ngemplak.
b. Kawasan Rawan Bencana Merapi II
Kawasan KRB II merupakan kawasan yang berpotensi terlanda awan panas,
aliran lava, lahar letusan dan lahar hujan. Daerah yang masuk kedalam KRB II ini
seluas kurang lebih 3.273 hektar di Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan,
dan Ngemplak.
c. Kawasan Rawan Bencana Merapi I
Kawasan KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar hujan dan
kemungkinan dapat terlanda lahar letusannya. Daerah yang masuk kedalam KRB I
seluas kurang lebih 1.371 hektar di Kecamatan Tempel, Pakem, Ngaglik, Mlati,
Depok, Ngemplak, Cangkringan, Kalasan, Prambanan, dan Berbah.
Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bencana lahar dingin
diperlukan upaya peningkatan pengetahuan melalui informasi. Diantara informasi yang
harus diberikan kepada masyarakat adalah untuk selalu memperhatikan komando tanda
bahaya.
Status Makna Tindakan
NORMAL
Cuaca cerah/ tidak hujan/ tidak berawan
Muka air normal, atau lebih rendah dari 3 m
dibawah tebing sungai
Aliran sungai relatif sangat kecil atau
normal
Pengamatan rutin
Survei dan
penyelidikan
WASPADA
Cuaca hulu mulai mendung atau mulai
hujan
Muka lebih tinggi dari 3 m dibawah tebing
sungai
Aliran sungai kecepatan diatas normal
Warna air jernih hingga agak keruh
Penyuluhan/sosialis
asi
Penilaian bahaya
Pengecekan sarana
Pelaksanaan piket
terbatas
6. SIAGA
Hulu hujan deras
Sedimen di hulu mulai bergerak
Muka lebih tinggi dari 2 m dibawah tebing
sungai
Aliran sungai kecepatan diatas normal
Warna air coklat pekat, bisa disertai ranting/
sampah & sisa bangunan dari hulu
Sosialisasi di
wilayah terancam
Penyiapan sarana
darurat
Koordinasi harian
Piket penuh
AWAS
Muka lebih tinggi dari 1 m dibawah tebing
sungai
Aliran sungai sangat cepat
Warna air coklat pekat, membawa pasir
campur kerikil/ batu.
Wilayah yang
terancam bahaya
direkomendasikan
untuk dikosongkan
Koordinasi
dilakukan secara
harian
Piket penuh
Selain itu masyarakat juga perlu memahami upaya penyelamatan diri ketika tanda-
tanda datangnya lahar dingin muncul. Ketika terdengar suara gemuruh, benturan antara
batu & suara aliran air yang deras setelah hujan deras berdurasi lama di hulu. Upaya
penyelamatan diri yang harus dilakukan yaitu:
1. Harus memahami rute jalan menjauhi sungai, jangan berjalan/ melarikan diri
sepanjang aliran sungai dan jangan menyebrangi jembatan/ badan sungai.
2. Jangan mencari tahu dan menunggu sumber gemuruh terlihat, Harus segera berlari
sejauh mungkin dari sungai.
3. Harus menyelamatkan nyawa terlebih dahulu, bukan harta benda.
7. Daftar Pustaka :
Antaranews.com. 2012. Lahar Merapi Lewati Empat Sungai.
(http://www.antaranews.com/berita/298832/lahar-merapi-lewati-empat-
sungai) diakses tanggal 15 November 2013.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Magelang. 2012. Peta Kawasan
Bencana Merapi. (http://bpbd.magelangkab.go.id/content/view/185?
cid=25) diakses tanggal 15 November 2013.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2008. Peta Kawasan Rawan
Bencana Gunung Merapi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Satgas Mitigasi Bahaya Merapi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 2010.
Poster mengenai mitigasi lahar dingin. (http://mountmerapi.net/2010/11/
16/poster-mengenai-mitigasi-lahar-dingin/) diakses tanggal 15 November
2013.
Wimbardana, Ramanditya dan Saut A H Sagala. 2013. Jurnal Bumi Lestari :
Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bahaya Lahar Dingin Gunung
Merapi. Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 394-406