Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: تفسير القرآن) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi
1. Sumber Hukum (Ijma’ dan Qiyas)
Arini (19.62202.056)
Nurhayati (19.62202.057)
Dosen Pengampuh : Afidatul Asmar, S.Sos.M.
2. Ijma’
Kata ijma’ secara bahasa berarti kebulatan tekad
terhadap suatu persoalan atau kesepakatan tentang
suatu masalah. Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah
kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin
dalam masa setelah wafat Rasulullah SAW atas hukum
syara’.
3. Qiyas
Qiyas secara bahasa adalah ukuran atau mengukur,
mengetahui ukuran sesuatu, atau menyamakan sesuatu
dengan yang lain. Qiyas juga bisa berarti menyamakan
sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu
yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat
hukum.
4. A. Ijma’
Yang telibat dalam pembahasan hukum syara’ melalui Ijma’
tersebut adalah seluruh mujtahid. Apabila ada diantara mujtahid
yang tidak setujuh, sekalipun jumlahnya kecil, maka hukum yang
dihasilkan itu tidak dinamakan hukum Ijma’.
Mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum itu adalah
seluruh mujtahid yang ada pada masa tersebut dari berbagai
belahan dunia islam.
Kesepakatan itu diawali setelah masing-masing mujtahid
mengemukakan pandangannya.
Hukum yang disepakati itu adalah hukum syara’ yang bersifat
actual dan tidak ada hukumnya secara rinci dalam Al-Qur’an.
Sandaran hukum Ijma’ tersebut secara haruslah Al-Qur’an dan
atau hadits Rasulullah SAW.
5. B. Qiyas
Adanya semua ahli Ijtihad ketika terjadi suatu
kejadian, karena kebulatan pendapat tidak mungkin
terjadi tanpa adanya beberapa pendapat yang
masing-masing terdapat persesuaian.
Kebulatan pendapat ahli ijtihad itu diiringi dengan
pendapat-pendapat mereka masing-masing secara
jelas mengenai kejadian, baik yang dikemukakan
secara qauli (perkataan), maupun secara fi’li
(perbuatan).
Pribadi dan setelah pendapat-pendapat mereka
terkumpul tampak melahirkan kebulatan pendapat
sepakat atau menampilakan pendapatnya secara
kelompok, maka terdapatlah secara kelompok,
maka terdapat ijma’.
6. A. Ijma’
Ijma’Sharih adalah ijma’ yang terjadi setelah semua
mujtahid dalam satu masa mengemukakan pendapatnya
tentang hukum tertentu secara jelas dan terbuka, baik
melalui ucapan (hasil ijtihadnya disebarkan melalui
fatwa), melalui tulisan atau dalam bentuk perbuatan
(mujtahid yang menjadi hakim memutuskan suatu
perkara) dan ternyata seluruh pendapat mereka
menghasilakan hukum yang sama atas hukum tersebut.
7. Ijma’ Sukuti tidak dapat dijadikan landasan
pembentukan hukum. Alasannya, diamnya sebagian
ulama para mujtahid belum tentu menandakan setuju,
karena bisa jadi disebabkan takut kepada penguasa
bilamana pendapat itu telah didukung oleh penguasa,
atau boleh jadi juga disebabkan merasa sungkan
menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat itu
karena dianggap lebih senior.
8. A. Qiyas Aula
Yaitu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya
hukum dan yang disamakan (mulhaq) dan mempunyai
hukum yang lebih utama daripada tempat
menyamakannya (mulhaq bih), misalnya memukulkedua
orang tua dengan mengatakan “ahh” kepadanya.
B. Qiyas Musaw’I
Yaitu suatu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya
hukum yang terdapat pada mulhaq-nya sama dengan illat
hukum yang terdapat dalam mulhaq bih. Misalnya
merusak harta benda anak yatim mempunyai illat hukum
yang sama dengan memakan harta anak yatim, yakni
sama-sama merusakkan harta.
9. C. Qiyas dalalah
Yakni suatu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq
menunjukkan hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum
padanya, seperti menqiyaskan harta milik anak kecil pada
harta orang dewasa dalam kewajibannya mengeluarkan zakat,
dengan illat bahwa seluruhnya adalah harta benda yang
mempunyai sifat dapat bertambah.
D. Qiyas syibhi
Yakni suati qiyas dimana mulhaq-nya dapat diqiyaskan
pada dua mulhaq bih, tetapi diqiyaskan dengan mulhaq bih
yang mengandung banyak persamaannya dengan mulhaq.
Misalnya seorang hamba sahaya yang dirusakkan oleh
seseorang.