SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES OPERASI TEKNIK II
MODUL ABSORBSI
KELOMPOK 10
ANGGOTA KELOMPOK:
AGIL RAMADHAN PRIMASTO (1206223940)
AISYAH NUR RIDHA (1306481991)
JUPITER ERESTA (1206230183)
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS INDONESIA
APRIL 2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Tujuan Percoban ..................................................................................................................1
1.2 Prinsip Kerja Percobaan........................................................................................................1
1.3 Prosedur Percobaan..............................................................................................................1
1.3.1 Percobaan 1 Absorpsi CO2 ke dalam Air .......................................................................1
1.3.2 Percobaan 2 Absorpsi CO2 ke dalam NaOH ..................................................................1
BAB II DASAR TEORI ...............................................................................................................3
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Absorbsi ..................................................................................3
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi ..................................................................4
2.3 Hal yang Harus Diperhatikan.................................................................................................5
2.4 Aplikasi Absorbsi ................................................................................................................6
2.5 Neraca Massa Absorbsi.........................................................................................................7
2.6 Laju Absorpsi ......................................................................................................................7
2.7 Kolom Absorber...................................................................................................................8
BAB III HASIL PERCOBAAN..................................................................................................12
3.1. Analisis Gas ..................................................................................................................... 12
3.1.1 Data Percobaan.......................................................................................................... 12
3.1.2 Pengolahan Data........................................................................................................ 12
3.2. Analisis Larutan................................................................................................................. 13
3.2.1 Data Percobaan.......................................................................................................... 13
3.2.2 Pengolahan Data........................................................................................................ 14
BAB IVANALISIS.................................................................................................................... 16
4.1Analisis Percobaan............................................................................................................. 16
4.1.1 Absorbsi CO2 dengan absorben air............................................................................. 16
4.1.2 Absorbsi CO2 dengan absorben NaOH ....................................................................... 17
4.2Analisis Data dan Perhitungan............................................................................................. 19
4.2.1 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas ...................................................................19
4.2.2 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan.............................................................. 20
4.3 Analisis Alat dan Bahan..................................................................................................... 22
4.3.1 Analisis Bahan......................................................................................................... 22
4.3.2 Analisis Alat............................................................................................................. 23
4.4 Analisis Kesalahan ............................................................................................................ 25
BAB V KESIMPULAN.............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1. Menentukan laju absorpsi CO2 dan mempelajari pola absorbsi CO2 dengan air
menggunakan alat analisa gas yang tersedia.
2. Menentukan laju absorpsi CO2dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan
larutan NaOH menggunakan alat analisis larutan yang tersedia.
1.2. Prinsip Kerja Percobaan
Percobaan secara kuantitatif dengan menghitung jumlah CO2 yang
terabsropsi ke dalam air dan larutan NaOH dengan menggunakan analisis gas dan
analisis larutan. Analisis gas dilakukan dengan menggunakan peralatan Hempl
yang menggunakan prinsip analisis volumetrik. Analisis larutan dilakukan dengan
menggunakan proses titrasi.
1.3. Prosedur Percobaan
1.3.1 Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air
 Mengisi kedua globes dengan alat analisis absorpsi, yakni dengan 1 M larutan
NaOH dengan menggunakan sarung tangan dan goggles. Memastikan level
globes semula 0.
 Mengisi liquid reservoir tank dengan ¾ penuh air bersih.
 Dengan control valve (C2 dan C3) untuk aliran udara tertutup, menyalakan
pompa dan memastikan air mengalir melewatkan kolom dengan laju sekitar 6
L/min dengan mengatur flowmeter F1 melalui bukaan control valve C1.
 Menyalakan kompresor, mengatur bukaan control valve C2 untuk
mengalirkan udara dengan laju alir 30 L/min pada flowmeter F2.
 Dengan hati – hati membuka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan
memastikan control valve C3 terbuka dan memberikan aliran F3 yang
besarnya setengah dari F2.
 Setelah 15 menit atau hingga mencapai keadaan tunak, mengambil sampel
dari gas secara simultan pada titik sampel S1 dan S2. Kemudiain
menganalisisnya dengan peralatan analisis yang digunakan.
1.3.2 Percobaan #2 : Absorpsi CO2 ke dalam NaOH
2
 Mengisi liquid reservoir tank dengan sekitar ¾ penuh 0.2 M larutan NaOH.
 Dengan control valve (C2 dan C3) untuk aliran gas tertutup, menyalakan
pompa dan memastikan larutan NaOH mengalir melewati kolom dengan laju
sekitar 3 L/min dengan mengatur flowmeter F1 melalui bukaan control valve
C1.
 Menyalakan kompresor, mengatur bukaan control valve C2 untuk
mengalirkan udara dengan laju alir 30 L/min pada flowmeter F2.
 Dengan hati – hati membuka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan
memastikan control valve C3 terbuka dan memberikan aliran F3 yang
besarnya setengah dari F2.
Setelah 15 menit atau hingga mencapai keadaan tunak, mengambil 250 mL
sampel dari gas secara simultan setiap 20 menit pada titik sampel S4 dan S5.
Kemudiain menganalisisnya dengan peralatan analisis yang digunakan.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Absorbsi
Absorpsi merupakan proses ketika suatu komponen gas (absorbat)
berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar
dari absorpsi memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada
larutan tertentu. Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu
melarutkan salah satu komponen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan
dalam jangka waktu yang cukup lama pada suhu tetap, maka akan terjadi suatu
kesetimbangan dimana tidak terdapat lagi perpindahan massa. Driving force
dalam perpindahan massa ini adalah tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan
parsial) dalam total gas melebihi konsentrasi kesetimbangan dengan cairan pada
setiap waktu.
Sebagai ilustrasi dapat diamati, bila gas (rich gas) yang mudah larut
dalam air dengan konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi,
bergerak naik secara berlawanan arah (countercurrent) dengan air murni yang
bergerak turun melalui bagian atas kolom, akan jelas terlihat bahwa jumlah gas
yang terlarut dalam total gas keluar akan turun (lean gas) dan konsentrasi gas
dalam air akan naik.
Gambar 2.1.Pergerakan Molekul Gas ke Liquid
Laju yang menunjukkan perpindahan molekul terlarut yang terabsorpsi
dikenal dengan interface mass-transfer rate dan bergantung dengan jumlah
4
permukaan kontak kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut berhubungan erat
dengan ukuran dan bentuk material isian (packing), laju cairan, distribusi cairan
antar permukaan packing, potensi cairan untuk menggenang, dan sifat-sifat lain.
Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan
menjadi:
 Absorpsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih
tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan
reaksi kimia.Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM,
RectisolTM (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).
 Absorpsi Kimia
Absorpsi kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat
berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta
meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh:
Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process
(Kalium Karbonat)
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi
a) Luas Permukaan Kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju
absorpsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan
kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke
pelarut.
b) Laju Alir Fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas
dengan pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan
jumlah gas yang berdifusi.
c) Konsentrasi Gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses
difusi yang terjadi antar dua fluida.
d) Tekanan Operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
e) Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
5
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
f) Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk
mengambil kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan
demikian, proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom
absorber sangat dianjurkan.
2.3 Hal yang Harus Diperhatikan
II.3.1 Pemilihan Pelarut
Pertimbangan pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses absorpsi memiliki
kriteria sebagai berikut:
a) Tujuan dari proses absorpsi, di antaranya:
o Jika tujuan utama operasi untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka
pelarut ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contoh: produksi HCl.
o Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka
ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air yang merupakan pelarut paling
murah, tersedia dalam jumlah yang banyak, dan sangat kuat untuk senyawa
polar.
b) Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan
menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya, pelarut yang memiliki
sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.
c) Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak
pelarut yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan pelarut kedua,
yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas teruapkan.
d) Korosivitas
Material bangunan menara dan isinya sedapat mungkin tidak dipengaruhi oleh
sifat pelarut. Pelarut yang korosif dapat merusak menara dan oleh sebab itu
memerlukan material menara yang mahal atau tidak mudah dijumpai, oleh
karenanya kurang disukai.
e) Harga
6
Penggunaan pelarut yang mahal dan tidak mudah ter-recoveryakan meningkatkan
biaya operasi menara absorber.
f) Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negri akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas
harga dan biaya operasi secara keseluruhan.
g) Viskositas
Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi
yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta perpindahan
kalor yang baik.
h) Lain-lain
Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya pelarut
sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku yang rendah.
2.4 Aplikasi Absorbsi
Absorbsi memiliki banyak fungsi dalam industri, antara lain :
1. Pemurnian suatu zat
2. Pereaksian suatu zat
Contonya adalah absorpsi CO2 dari Gas Alam
Pada plant CO2 removal, zat yang akan diabosrb adalah gas pengotor
CO2 yang terdapat pada gas alam. Absorben yang umum digunakan oleh unit
operasi CO2 removal plant adalah metildietanolamin (MDEA) yang telah
ditambahkan aktivator (aMDEA) untuk meningkatkan unjuk kerja untuk
penghilangan CO2 pada gas, yaitu kandungan CO2 tinggi (23-25%) dan H2S
rendah.
Proses absorpsi menggunakan aMDEA adalah sangat fleksibel dan
cocok untuk penghilangan senyawa CO2, H2S, dan sulfur hingga mencapai level
yang diinginkan. Spesifikasi gas yang akan diproses dapat bervariasi mulai dari
5% CO2 untuk sales gas atau lebih rendah untuk spesifikasi LNG (kurang dari 50
ppmv CO2, kurang dari 4 ppmv H2S). aMDEA memiliki sifat tidak korosif
sehingga membuat senyawa ini menjadi pelarut yang stabil secara kimia dan
termal sehingga sebagian besar plant dapat terbuat dari karbon steel. Selain itu
juga tidak dibutuhkan pasivator logam berat atau korosi inhibitor. Sistem aktivator
7
tidak membentuk produk degradasi korosi yang tinggi. Hal tersebut akan
mencegah masalah seperti korosi, erosi, pembentukan scaling, dan foaming.
2.5 Neraca Massa Absorbsi
Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom
absorber, perhatikan gambar berikut:
Gambar 2.2 Skema Neraca Massa pada Kolom Isian
Neraca massa umum :
L out x out + G out y out = L in x in + G in y in
di mana :
Gin = Laju alir molar inlet gas
Gout = Laju alir molar outlet gas
Lin = Laju alir molar outlet liquid
Lout = Laju alir molar inlet liquid
x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni
y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas
2.6 Laju Absorpsi
Laju absorpsi dapat ditunjukkan dalam 4 cara yang berbeda
menggunakan koefisien individual atau koefisien keseluruhan berdasarkan pada
fasa gas atau liquid. Koefisien volumetrik biasa digunakan pada banyak
perhitungan, karena akan lebih sulit untuk menentukan koefisien per unit area dan
karena tujuan dari perhitungan desain secara umum adalah untuk menentukan
volume absorber total.
Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam
beberapa persamaan dimana x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorp :
r = kya (y – yi) r = Kya (y – y*)
8
r = kxa (xi – x) r = Kxa (x* – x)
Komposisi antar-muka (yi, xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi
menggunakan persamaan di atas :
ak
ak
xx
yy
y
x
i
i



Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis
vertikal atau horizontal pada diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari
kyadan kxa menggunakan slope lokal kurva kesetimbangan m.
ak
m
akaK xyy

11
amkakaK yxx
111

2.7. Kolom Absorber
2.7.1 Kolom absorber secara umum
a) Packed Bed Column
b) Plate Column
c) Spray Column
Gambar 2.3.Packed Bed Column Gambar 2.4.Plate Column
Gambar 2.5Spray Column
9
2.7.2 Aliran fluida dalam kolom absorber
a) Cross-flow → bersilangan
b) Countercurrent → berlawanan arah
c) Co-current → searah
Gambar 2.5. Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column
2.7.3 Keunggulan Menara Packed Bed :
 Fabrikasi yang minim
Kolom isian hanya membutuhkan sejenis packing support dan sebuah distributor
cairan untuk tiap ketinggian 10 ft.
 Versatilitas
Materi isian dapat dengan mudah ditukar sehingga mudah meningkatkan efisiensi,
menurunkan pressure drop, dan meningkatkan kapasitas.
 Minim Korosi
Larutan asam dan larutan yang bersifat korosif lainnya dapat diatasi oleh packed
bed column karena konstruksi kolom terbuat dari material yang tahan korosi.
 Pressure drop yang rendah
Lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis Sieve Tray.
 Capital cost yang rendah
Bila digunakan isian plastik dengan diameter kurang dari 3 ft, investasi masih
dianggap murah.
Kelemahan Menara Packed Bed :
 Jika terdapat padatan atau pengotor, maka akan sulit dibersihkan
 Isian packed column akan mudah patah selama proses pengisian dan proses
pemanasan
 Tidak ekonomis jika laju alir pelarut tinggi
2.7.4 Ketentuan Isian dari Menara Packed Bed :
a) Bersifat inert terhadap fluida
10
b) Kuat tetapi tidak berat
c) Memiliki fraksi kekosongan yang cukup untuk menjamin kontak yang
optimal namun tidak menaikkan pressure drop
d) Biaya murah
2.7.5 Terdapat dua metode pengisian packing pada kolom absorber, yaitu:
a) Random Packing
Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan
porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun,
pressure drop yang dihasilkan akan lebih besar.
b) Regular or Stack Packing
Pengisian yang tersusun memberikan pressure drop yang lebih kecil dan efektif
untuk laju alir yang tinggi. Namun, investasi lebih besar.
Gambar 2.6 Jenis Isian dalam Packed Bed Column
2.7.7 Pressure Drop pada Packed Bed Column
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan kolom isian
adalah besarnya pressure drop. Hal ini terutama berkaitan dengan fenomena yang
disebut dengan flooding (penggenangan), dimana cairan yang seharusnya
bergerak menuruni kolom, tertahan pergerakannya oleh tekanan gas yang terlalu
besar atau ruang antar isian terlalu rapat.
Fenomena flooding dapat terjadi bila pada laju alir gas konstan, laju alir
cairan dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih banyak ruang antar isian dan
mengurangi ruang gerak gas. Bila hal ini terus terjadi, maka akan timbul
fenomena flooding cairan serta kenaikan pressure drop yang tinggi. Hampir sama
dengan di atas, untuk laju alir cairan turun yang tetap, ternyata laju alir gas
d
11
ditingkatkan sehingga pressure drop ikut naik, maka akan terjadi flooding.
Persamaan Blake-Kozeny digunakan untuk perhitungan pressure drop pada
kolom isian:
 
3
2
20
1150

 


p
D
v
L
P
12
BAB III
HASIL PERCOBAAN
3.1 Analisis Gas
3.1.1 Data Percobaan
Dari percobaan ini, kami memperoleh data berupa:
V1: volume gas CO2 dan udara
V2: volume gas CO2 yang terlarut dalam air
Kedua data tersebut kami peroleh setelah melakukan pengaturan pada
beberapa variabel, antara lain:
F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi
F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi
F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi
Berikut ini adalah nilai dari data yang kami peroleh beserta dengan nilai
dari masing-masing variabel yang kami atur.
Tabel 3.1. Data Hasil Pengamatan untuk Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas
Variabel Nilai
F1 0,05 L/s
F2 0,5 L/s
F3 0,05 L/s
V1 100 – 15 = 85 ml
V2 3,3 ml
3.1.2 Pengolahan Data
Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan data percobaan yang kami
lakukan untuk mendapatkan laju absorpsi gas CO2 pada kolom absorpsi:
1. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian inlet (yinlet)
𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
𝐹3
𝐹2 + 𝐹3
=
0,05
0,5 + 0,05
= 0,091
2. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian outlet (youtlet)
3. 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
𝑉2
𝑉1
=
3,3
85
= 0,039
4. Menentukan jumlah gas CO2 yang terserap ke dalam air
Menggunakan neraca massa:
13
𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
(𝐹2 + 𝐹3) × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (𝐹2 + (𝐹3 − 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
)) × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
[( 𝐹2 + 𝐹3) × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡] − [(𝐹2 + (𝐹3 − 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
)) × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 ] = 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
(𝐹2 + 𝐹3)(𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 − 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡)
(1 − 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡)
Kemudian kami memasukkan angka ke dalam persamaan tersebut sehingga
kita memperoleh laju penyerapan CO2 dari bagian atas hingga bawah kolom
absorpsi sebagai berikut:
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
(0,5 + 0,05)(0,091 − 0,039)
(1 − 0,039)
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
0,55 × 0,052
0,961
= 0,0298 𝐿/𝑠
5. Mengkonversi nilai laju alir volumetrik gas CO2 menjadi satuan laju alir
molar
𝐺 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
22,4
×
𝑃 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚
760 𝑚𝑚𝐻𝑔
×
273 𝐾
𝑇𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 (dalam K)
Karena kami melakukannya di dalam ruangan, dengan tekanan dan temperatur
ruangan, maka kami anggap bahwa Pkolom adalah sebesar 1 atm atau setara
dengan 760 mmHg serta temperatur kolom adalah sebesar 20 oC atau setara
dengan 293 K. Sehingga perhitungan untuk persamaan di atas akan menjadi:
𝐺 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
0,0298 𝐿/𝑠
22,4
×
760 𝑚𝑚𝐻𝑔
760 𝑚𝑚𝐻𝑔
×
273 𝐾
20 + 273 𝐾
= 1,239 × 10−3
𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
3.2 Analisis Larutan
3.2.1 Data Perobaan
Pada percobaan ini, kami menggunakan larutan NaOH konsentrasi 0,2 M
sebagai fasa cairan yang akan masuk ke dalam kolom absorpsi. Pada percobaan
ini, kami mengatur variable:
F1: 0,05 L/s
F2: 0,5 L/s
F3: 0,05 L/s
14
secara berurutan. Kemudian kami mengambil sampel pada dua titik yang berbeda,
yaitu:
titik inlet (S4) : tangki penampung larutan NaOH
titik outlet (S5) : tempat keluarnya aliran larutan NaOH setelah melewati
kolom absorpsi.
Kepada masing-masing sampel tersebut kemudian kami melakukan serangkaian
uji kimia, yang mana dari serangkaian uji kimia tersebut kami memperoleh
beberapa data, antara lain:
T1: volum HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah
karbonat menjadi bikarbonat
T2: total volum HCl yang dibutuhkan untuk mencapai end point kedua atau
menetralkan NaOH dan Na2CO3
T3: volum asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH.
Nilai dari data-data percobaan tersebut di rangkum pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Data Hasil Pengamatan untuk Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan
Variabel Nilai
F1 0,05 L/s
F2 0,5 L/s
F3 0,05 L/s
Sampel Liquid Inlet (S5)
T1 (i) 3,3 ml
T2 (i) 3,5 ml
T3 (i) 3,3 ml
Sampel Liquid Outlet (S4)
T1 (o) 2,8 ml
T2 (o) 3,3 ml
T3 (o) 2,7 ml
3.2.2 Pengolahan Data
Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan data percobaan yang kami
lakukan:
15
1. Menghitung konsentrasi NaOH pada sampel
- Sampel di titik S4 (outlet)
𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
𝑇3( 𝑜)
50
× 0,20
𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
2,7
50
× 0,20 = 0,0108 𝑀
- Sampel di titik S5 (inlet)
𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
𝑇3( 𝑜)
50
× 0,20
𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
3,3
50
× 0,20 = 0,0132 𝑀
- Menghitung jumlah CO2 terabsorpsi
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
𝐿
2
× (𝐶𝑐 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 − 𝐶𝑐 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡)
𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2
=
0,05
2
× (0,0132− 0,0108) = 0,06 × 10−3
𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
2. Menghitung konsentrasi Na2CO3 pada sampel
- Sampel di titik S4 (outlet)
𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
(𝑇2(𝑖) − 𝑇3(𝑖)) × 0,2 × 0,5
50
𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
(3,3 − 3,7) × 0,2 × 0,5
50
= −0,8 × 10−3
𝑀
- Sampel di titik S5 (inlet)
𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
(𝑇2(𝑖) − 𝑇3(𝑖)) × 0,2 × 0,5
50
𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
(3,5 − 3,3) × 0,2 × 0,5
50
= 0,4 × 10−3
𝑀
- Menghitung jumlah Na2CO3 yang dihasilkan
𝐹𝑁 𝑎2 𝐶𝑂3
= 𝐿 × (𝐶 𝑁 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 − 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡)
𝐹𝑁 𝑎2 𝐶𝑂3
= 0,05 × (0,8 − 0,4) × 10−3
= 0,02 × 10−3
𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
16
BAB IV
ANALISIS
4.1 Analisis Percobaan
4.1.1 Absorbsi CO2 dengan absorben air
Pada percobaan absorpsi digunakan kolom absorpsi untuk mempelajari dan
menentukan laju absorpsi CO2 dengan air dan NaOH dengan menggunakan alat
analisis gas yang tersedia. Percobaan dibagi menjadi dua yaitu absorpsi CO2 ke
dalam air dan NaOH pada packed column. Pada percobaan ini gas CO2 adalah
absorbat yang terkandung dalam aliran masuk pada kolom absorpsi. Sedangkan
air dan CO2 merupakan absorben yang menyerap dan melarutkan CO2 dari udara
tersebut.
Pada percobaan pertama dilakukan percobaan absorpsi karbondiosida ke
dalam absorben air dengan metode analisis gas. Data yang diambil adalah data
yang berupa volume untuk mendapatkan jumlah CO2 yang terabosrpsi dengan
absorben air. Metode yang dignakan adalah metode volumetrik. Hasil dari metode
volumeter tersebut adalah data yang berupa banyaknya gas karbondiosida
diabsorpsi air. Data tersebut didapatkan dengan mengitung selisih antara
karondiosida inlet dan karbondioksida outlet. Pada percobaan absorpsi, driving
force perpindahan massa CO2 adalah perbedaan konsentrasi dari tinggi ke rendah.
Pada awalnya praktikan mengisi Liquid Reservoir dari kran air sampai
mencapai ¾ penuh. Pada kolom abosrpsi, air dipompa masuk ke dalam kolom
absorpsi sampai mencapai S2. Air kemudian ditampung pada sump tank dan
dipompakan kembali ke atas kolom absorber. Kemudian praktikan mengisi kedua
globes dengan alat analisis absorpsi yaitu larutan NaOH dengan konsentrasi 1 M
dan memastikan level globes sudah terkalibrasi pada awalnya yaitu titik – dengan
menarik piston ke titik nol tersebut. Kemudian pompa dan kompresor
dioperasikan dengan menggunakan tombon on/off pada kolom abosrpsi.
Kompresor merupakan alat untuk mengalirkan udara dari laboratorium ke dalam
kolom absorpsi dengan menggunakan prinsip perbeaan tekanan. Pompa
digunakan untuk mengalirkan abosrben ke dalam kolom absorpsi
Praktikan kemudian mengatur laju alir gas karbondioksida dari tabung sebesar
3 L/min, lajur udara sebesar 30 L/min dan lajur alir air ke dalam kolom absorpsi
17
sebesar 3 L/min. Kemudian kolom didiamkan selama 15 menit sampai keadaan
steady state. Setelah mencapai kadaan tunak, praktikan menggunakan alat Hempl
untuk menentukan fraksi volume CO2 pada inlet dan outlet kolom abosrpsi.
Pada kolom absorpsi terjadi kontak dntara CO2 dan udara. CO2 yang
mempunyai konsentrasi lebih tinggi akan terabsorpsi ke air karena konsentrasi
pada air lebih rendah. Waktu kontak air dan gas CO2 pada kolom absorpsi ini
bernilai besar karena laju alir masuk kolom lebih besar daripada laju alir keluar
kolom. Semakin lama waktu kontak anatara absorben dan absorbat, akan semakin
banyak absorbat yang terabsorpsi. Kemudian, untuk memasukan sampel gas ke
dalam absorption globe, piston didorong agar sampel gas mengalami kontak
dengan NaOH 1M di dalamnya. NaOH digunakan untuk mengabosrpsi
karbondioksida. Data yang diambil selanjutnya merupakan V2 pada skala yang
menunjukan volume CO2 yang terabsorpsi oleh NaOH pada skala. Piston
kemudian ditarik kembali dengan maksud untuk menghilangkan udara yang tidak
terabsorpsi oleh NaOH ke dalam atmosfer karena hanya CO2 yang akan terserap
oleh NaOH
4.1.2 Absorbsi CO2 dengan absorben NaOH
Percobaan pertama ditujukan untuk mengetahui seberapa besar laju
absorpsi CO2 dalam narutan NaOH dengan menggunakan analisis larutan. Pada
kolom absorpsi, terjadi reaksi antara gas CO2 dan laruta NaOH dengan reaksi
sebagai berikut:
2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O
Data yang diambil dari percobaan ini adalah hasil yang berupa sampel dari bawah
kolom absorpsi (S4) dan dari tangki (S5) masing-masing sebanyak 100 mL. Dari
kedua data tersebut, praktikan dapat membandingkan kandungan NaOH dan
Na2CO3 setelah reaksi absorpsi yang secara teori bernilai sama pada keadaan
jenuh. Sampel tersebut lalu dipisahkan menjadi dua bagian yaitu sampel S4 dan
S5 pertama dan sampel S4 dan S5 kedua. Sampel kemudian didtrasi dengan
menggunakan larutan HCl untuk mengetahui kandungan NaOH dan Na2CO3
yang diperlukan dalam penghitungan jumlah CO2 yang terabsorpsi pada NaOH.
Fungsi dari pemisahan sampel menjadi dua sebelumnya adalah karena proses
titrasi harus melalui 2 tahap yaitu titrasi pertama dan kedua.
18
Pada sampel S4 dan S5 pertama . dilakukan titrasi larutan sampel dengan
menggunakan HCl. Sebelum dititrasi, sampel diteteskan terlebih dahulu dengan
indicator PP (phenol phtalein) sebanyak 2 tetes sampai berwarna ungu. Kemudian
titrasi dengan menggunakan HCl dilakukan. Tujuan dari titrasi pertama dengan
menggunakan HCl ini adalah untuk mendapatkan jumlah BaCL2 yang harus
ditambahkan agar seluruh Na2CO3 mengendap seingga didapatkan jumlah NaOH
pada kedua sampel pada dititrasi pertama. Titrasi dilakukan sampai terjadi
perubahan warna dari ungu kemerahan menjadi bening akibat penambahan HCl
 Sampel 1
Dari hasil titrasi pertama akan didapatkan volume HCl yang dibutuhkan
untuk mentitrasi NaOH menjadi NaCL yang dicatat sebagai T1. Kemudian titrasi
dilanjutkan dengan titrasi kedua pada S4 dan S5 pertama. Titrasi dilakukan
dengan menggunakan indicator MO (methyl orange) dengan titran yang sama
yaitu HCl. Penambahan indicator MO akan membuat larutan berwarna bening
dengan sedikit jingga. Kemudian sampel tersebut ditambahkan oleh HCl sampai
menjadi pink. Warna pink menandakan terbentuknya zat H2CO3 yang bersifat
asam. Jumlah titran HCl pada titrasi ini dicatat sebagai T2. Volume T2-T1 dicatat
sebagai jumlah total HCl yang ditambahkan pada sampel untuk mengubah
Na2CO3 menjadi H2CO3 berdasarkan reaksi
NaOH + HCl NaCl + H2O
Na2CO3 + HCl NaHCO3 + NaCl
Gambar 4.1. Proses titrasi setelah penambahan metil oranye
19
 Sampel 2
Setelah mengetahui jumlah Na2CO3 pada titrasi pertama, selanjutnya
dilakukan titrasi untuk mendapatkan jumlah NaOH pada sampel S4 dan S5 kedua.
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah NaOH yang
tersisa dengan jumlah CO2 yang terbentuk. Jumlah T2 ini merupakan jumlah
BaCl yang ditambahkan kedalam S4 dan S5 kedua.
Pada sampel kedua, dilakukan penambahan BaCl2 sesuai dengan hasil
yang didapatkan dari titrasi pada titrasi pertama. BaCl2 ditambahkan untuk
mengendapkan Na2CO3 sesuai dengan persamaan reaksi
Na2CO3 + BaCl2 BaCO3 + 2NaCl
Dengan asumsi pada larutan tersebut hanya terdapat NaOH dan Na2CO3,
seelah Na2CO3 mengenda seluruhnya dilakukan penetesan indicator PP pada labu
Erlenmeyer tersebut. Kemudian dilakukan titrasi dengan menggunakan HCl
terhadap labu Erlenmeyer yang berwarna ungu akibat penambahan indicator PP
pada trayek basa sampai larutan berubah warna menjadi bening seperti sebelum
penambahan indicator PP. Penambahan HCl tersebut berdasarkan reaksi:
NaOH + HCl NaCl + H2O
Dari jumlah HCl yang dibutuhkan untuk mengubah warna sampel tersebut,
dapat ditentukan kandungan NaOH yang terdapat pada sampel. Pada akhir titrasi
dapat diketahui perbedaan jumlah Na2CO3 pada sampel S4 dan S5. Perbedaan
jumlah Na2CO3 pada outlet dan inlet merupakan jumlah CO2 yang terabsorpsi
yang digunakan untuk menghitung laju absorpsi
4.2 Analisis Data dan Perhitungan
4.2.1 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas
Dari hasil penghitungan yang telah kami lakukan, kami memperoleh nilai fraksi
gas CO2 pada udara di bagian inlet alat analisis gas HEMPL adalah sebesar 0,091
dan di bagian outlet sebesar 0,033. Hasil tersebut sudah sesuai dengan teori dan
logika yang ada, dimana udara pada inlet pasti akan mengandung fraksi gas CO2
yang lebih besar dibanding udara pada outlet yang mana proses absorpsi telah
dilakukan pada udara tersebut. Selisih fraksi gas CO2 sebesar 0,058 merupakan
gas CO2 yang berhasil diserap oleh solvent yang mana dalam percobaan ini adalah
air. Laju absorpsi CO2 oleh air pada kolom absorpsi dalam percobaan ini telah
20
berhasil kami hitung, yaitu: 0,039 Liter/detik atau setara dengan 1,239 x 10-3
gram-mol/detik. Prosedur konversi nilai laju absorpsi CO2 dari satuan Liter/detik
menjadi gram-mol/detik kami lakukan dengan mengambil asumsi bahwa
temperatur kolom berada pada temperatur standar 20oC, tekanan kolom berada
pada tekanan atmosferik yaitu 1 atm atau setara 760 mmHg, dan tidak terdapat
pressure drop pada keseluruhan bagian kolom absorpsi. Asumsi tersebut
mempermudah kami dalam melakukan prosedur konversi, akan tetapi tidak
menjamin bahwa nilai hasil konversi sepenuhnya benar.
4.2.2 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan
Dari hasil penghitungan yang telah kami lakukan, kami memperoleh nilai CC,
yaitu konsentrasi NaOH pada sampel, untuk masing-masing titik S4 (inlet) dan S5
(outlet) adalah sebesar 0,0148 M dan 0,0132 M. Hasil yang kami peroleh tersebut
sesuai dengan teori dan logika yang ada, dimana konsentrasi NaOH pada bagian
inlet saat sebelum masuk kolom absorpsi pasti akan lebih besar dibandingkan
konsentrasi NaOH pada bagian outlet tepat setelah melewati kolom absorpsi dan
melakukan kontak dengan campuran udara-CO2. Saat melakukan kontak dengan
campuran udara-CO2, maka sebagian dari CO2 akan terserap yang mana secara
simultan akan menurunkan konsentrasi dari NaOH. Akan tetapi, nilai konsentrasi
NaOH pada bagian inlet hasil perhitungan kami berbeda jauh dengan nilai
konsentrasi NaOH pada tangki penampung yang kami atur pada angka 0,2 M.
Besar error yang terjadi dapat di hitung sebagai berikut:
%𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = |
0,0132 − 0,2
0,2
| × 100% = 93,4%
Persen errornya sangat besar, sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan ini gagal
untuk kami lakukan. Error yang sangat besar ini dapat berasal dari berbagai
faktor, diantaranya adalah kesalahan dalam mengatur konsentrasi NaOH dalam
tangki penampung dan ketidaktelitian saat melakukan titrasi sehingga nilai T3
yang diperoleh tidak benar. Ketidaktelitian juga mungkin saja terjadi pada
pengujian sampel dari titik outlet (S4) dimana nilai konsentrasi NaOH hasil
perhitungan sangat kecil (<0,1) yang mana kurang masuk akal. Dengan
mengabaikan kesalahan yang telah kami lakukan tersebut, dari nilai konsentrasi
NaOH pada titik inlet dan outlet tersebut kemudian kami dapat menghitung laju
absorpsi CO2 oleh NaOH yang mana nilainya didapatkan sebesar 0,02 x 10-3
21
gram-mol/detik. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa terdapat 0,00002 gram-
mol CO2 yang ter-absorpsi oleh NaOH setiap detiknya dalam kolom absorpsi.
Selain itu kami juga memperoleh nilai CN, yaitu konsentrasi Na2CO3 pada sampel,
untuk masing-masing titik S5 (inlet) dan S4 (outlet) adalah sebesar 0,4 x 10-3 M
dan 0,8 x 10-3 M. Berdasarkan teori, hasil tersebut sudah benar dimana
konsentrasi Na2CO3 pada bagian outlet pasti lebih besar dibanding pada bagian
inlet karena keberadaan CO2 yang berhasil di absorpsi. Akan tetapi dari hasil
perhitungan didapatkan konsentrasi Na2CO3 pada bagian inlet sebesar 0,4 x 10-3,
yang mana seharusnya tidak seperti itu. Seharusnya konsentrasi Na2CO3 pada
bagian inlet adalah nol (0), karena NaOH pada bagian inlet belum bertemu dengan
aliran udara-CO2 sama sekali. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengukuran
yang kami lakukan tidak benar, atau mungkin terdapat kebocoran aliran udara ke
dalam tangki penampung NaOH. Mengabaikan kesalahan tersebut, dengan kedua
nilai tersebut kami kemudian dapat menghitung laju pembentukan Na2CO3 yaitu
sebesar 0,02 x 10-3 gram-mol/detik.
Dikarenakan hasil perhitungan pada percobaan analisis larutan yang kami
dapatkan salah, maka kami tidak dapat menarik kesimpulan terkait jenis solvent
mana di antara air dan NaOH yang lebih baik dalam mengabsorpsi CO2. Performa
solvent dalam mengabsorpsi CO2 tersebut umumnya dapat kita lihat dan tentukan
dari koefisien perpindahan massa overallnya. Namun, apabila kita tidak memiliki
data ataupun tak menghitugnya, maka kita juga dapat menentukannya dari besar
laju absorpsi CO2 yang terjadi. Semakin besar koefisien perpindahan massa
overall dari suatu solvent, maka akan semakin baik performanya dalam menyerap
CO2. Begitu pula halnya dengan laju absorpsi, semakin besar maka performanya
akan semakin baik. Dari literatur diketahui bahwa NaOH memiliki nilai koefisien
perpindahan massa overall yang lebih besar dibandingkan air dalam menyerap
CO2, yang mana membuat NaOH menjadi solven pengabsorpsi CO2 yang lebih
baik. Selain itu NaOH merupakan absorben CO2 yang lebih baik karena
terdapatnya reaksi pembentukan natrium karbonat (Na2CO3) antara NaOH dengan
CO2 apabila keduanya dipertemukan, yang mana mengindikasikan bahwa NaOH
dapat mengikat/menyerap CO2 dengan baik dan efektif.
22
Dari hasil perhitungan, kami memperoleh laju penyerapan CO2 untuk masing-
masing jenis percobaan adalah sebagai berikut:
Jenis Solven Laju Absorpsi CO2
Air 1,239 x 10-3 gmol/detik
NaOH 0,06 x 10-3 gmol/detik
Hal tersebut tentunya bertentangan dengan teori yang telah disampaikan pada
paragraf sebelumnya, dan secara bersamaan mengindikasikan bahwa percobaan
yang kami lakukan tidak benar. Kesalahan yang kami peroleh tersebut mungkin
disebabkan oleh beberapa hal yang akan di bahas pada bagian analisis kesalahan.
4.3 Analisis Alat dan Bahan
4.3.1 Analisis Bahan
Dalam praktikum absorpsi ini, praktikan menggunakan beberapa bahan-
bahan yang akan dianalisa fungsinya sebagai berikut:
NO NAMA BAHAN GAMBAR FUNGSI
1 NaOH 0,2 M NaOH pada percobaan ini
berfugsi sebagai bahan absorben
untuk menyerap CO2. Pada
praktikum ini dipelajari pola
penyerapan absorben NaOH
pada absorbat CO2
2 HCl 0,2 M HCl digunakan sebagai titran
untuk mentitrasi sampel yang
sudah ditambahkan indicator PP
dan MO. Digunakan untuk
mengetahui kandungan basa
pada sampel yang telah
mengalami proses abropsi
23
3 Air Air digunakan sebagai absorben
pada absorpsi CO2 oleh air dan
juga digunakan dalam
pengenceran pada preparasi
bahan.
4 Indikator PP Digunakan sebagai indicator
akhir ada titrasi
5 Indikator MO Digunakan sebagai indicator
pada titrasi tahap kedua
6 BaCl2 Digunakan untuk mengedapkan
ion karbonat menjadi barium
karbonat pada sampel dua
4.3.2 Analisis Alat
Pada percobaan ini digunakan alat yang berupa kolom absorpsi yang
terdiri dari beberapa alat yang menysunnya yang antara lain
NO NAMA ALAT DAN GAMBAR FUNGSI
1 Kolom Absorbsi Kolom absorpsi merupakan
tempat terjadinya absorpsi gas
oleh larutan absorben yang
berupa air dan NaOH pada
praktikum ini. Kolom terbuat dari
plastik silindrikal yang di
dalamnya terdapat packing yang
terbuat dari plasti. Packing
berguna untuk membuat aliran air
menjadi turbulen sehingga kontak
antara cairan dengan gas akan
24
semakin lama dan maksimal
sehingga proses absorpsi akan
lebih efektif. Terdapat pula
selang inlet dan oulet yang
merupakan tempat gas masuk dan
hasil absorpsi keluar
2 Flowmeter dan Apparatus Hempl Terdapat 3 buah flowmeter pada
percobaan yaitu flowmeter udara,
air, dan CO2 dan juga terdapat
apparatus Hempl. Apparatus
hempl digunakan untuk
mengetahui banyakknya absorbat
yang terabsorpsi dengan prinsip
kerja penarikan piston agar level
fluida pada labu bergerak
3 Sump Tank Sump tank merupakan tempat
penampungan abosrben yang
digunakan untuk melarutkan gas
karbondioksida. Selain itu juga
digunakan untuk tempat
pembuatan larutan NaOH 3,75
liter yang juga digunakan sebagai
absorben. Air dan NaOH dari
sumptank akan dipompakan ke
atas kolom absorpsi untuk
25
mengalami proses absorpsi
4 Tabung Gas Karbondioksida Tabung gas karbon dioksida
merupakan sumber dari absorbet
pada percobaan ini.
Karbondioksida dialirkan ke
dalam tabung dengan cara
memutar valve pada tabung dan
kemudian mengatur laju alir gas
karbondioksida menggunakan
pressure gauge pada kolom
abosrpsi.
5 Labu Erlenmeyer, corong, buret, gelas
ukur, statif, timbangan digital, gelas
beker, dan buret.
Alat-alat tersebut digunakan
untuk menunjang proses titrasi
dan penyiapan bahan pada proses
absorpsi
4.4 Analisis Kesalahan
Dari data hasil percobaan yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan pergeseran nilai hasil dan data yang kurang akurat pada hasil
percobaan. Faktor tersebut diantaranya adalah jumlah titran yang dibutuhkan,
karena pada saat titrasi sering kali terjadi penetesan yang berlebih akibat terlalu
terbukanya katup titran sehingga titik akhir titrasi dapat bergeser menjadi lebih
lama sehingga lebih banyak titran yang dibutuhkan untuk titrasi. Hal tersebut akan
mempengaruhi nilai CO2 yang terserap oleh absorben. Selain itu, pembuatan
NaOH dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara melarutkannya dengan air
juga dapat menimbulkan pergeseran data hasil praktikum. Ini dikarenakan pada
saat penimbangan dan pelarutan terdapat lebih atau kurang NaOH yang dilarutkan
sehingga konsentrasi dapat naik ataupun kurang dari tujuan praktikum. Hal
tersebut akan mempengaruhi proses absorpsi karena perbedaan konsentrasi
absorben.
26
BAB V
KESIMPULAN
 Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari campuran
gas-gas dengan menggunakan pelarut.
 Absorpsi dapat pula ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak,
pada percobaan ini digunakan packing untuk memperbesar luas permukaan
kontak. Dapat juga dengan meningkatkan laju alir dari fluida baik gas maupun
cairan yang melewati kolom absorbsi.
 Absorbsi adalah suatu peristiwa perpindahan massa yang melibatkan pelarutan
suatu bahan dari fasa gas ke fasa cair.
 Feed bagian bawah kolom absorpsi adalah gas sedangkan feed bagian atas
adalah umpan fasa cair.
 Jumlah karbondioksida yang terabsorbsi secara matematis merupakan selisih
antara CO2 inlet dengan CO2 yang keluar menara absorpsi
 Untuk mengetahui jumlah CO2 yang terabsorbsi dapat dilakukan dengan cara
analisis larutan dan analisis gas.
 Data percobaan pasda analisis gas adalah:
1. V1: volume gas CO2 dan udara
2. V2: volume gas CO2 yang terlarut dalam NaOH
3. F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi
4. F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi
5. F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi
 Langkah untuk menentukan jumlah CO2 yang terabsorbsi pada analisis gas
adalah:
1. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian inlet (yinlet). Diperoleh hasil
0,091
2. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian outlet (youtlet). Diperoleh hasil
0, 039
3. Menentukan jumlah gas CO2 yang terserap ke dalam air. Menggunakan
neraca massa, diperoleh hasil 0, 0298 L/s
27
4. Mengkonversi nilai laju alir volumetrik gas CO2 menjadi satuan laju alir
molar. Diperoleh hasil 1,239 × 10−3
gmol/s
 Data percobaan pada analisis larutan adalah:
1. F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi
2. F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi
3. F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi
Sampel untuk dititrasi diambil dari titik:
1. titik outlet (S4) : tempat keluarnya aliran larutan NaOH setelah
melewati kolom absorpsi.
2. titik inlet (S5) : tempat penampung larutan NaOH
Data yang diambil saat titrasi:
1. T1: volum HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan
mengubah karbonat menjadi bikarbonat
2. T2: total volum HCl yang dibutuhkan untuk mencapai end point kedua
atau menetralkan NaOH dan Na2CO3
3. T3: volum asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH.
 Langkah untuk menentukan jumlah CO2 yang terabsorbsi pada analisis
larutan adalah:
1. Menghitung konsentrasi NaOH pada sampel
 Sampel di titik S4 (outlet) = 0,0108 M
 Sampel di titik S5 (inlet) = 0,0132 M
2. Menghitung jumlah CO2 terabsorpsi. Diperoleh hasil 0,06 ×
10−3
gmol/s
3. Menghitung konsentrasi Na2CO3 pada sampel
 Sampel di titik S4 (outlet) = 0,8 × 10−3
M
 Sampel di titik S5 (inlet) = 0,4 × 10−3
M
4. Menghitung jumlah Na2CO3 yang dihasilkan. Diperoleh hasil 0,02 ×
10−3
gmol/s
 Pada literatur diketahui seharusnya laju absorpsi CO2 dalam soda kaustik
(NaOH) lebih besar daripada laju absorpsi CO2 dalam air.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Petunjuk Praktikum: Proses & Operasi Teknik II. Departemen Gas &
Petrokimia Fakultas Teknik: Depok. 1995.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations (3rd
Edition). New York.
Gozan, Misri. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press:
Jakarta. 2006.
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1999. Perry’s Chemical Engineers’
Handbook 7th ed. New York: McGraw-Hill.
Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill.
Tim Dosen. 1989. Modul Operasi Teknik II. Depok : Departemen TGP UI.

More Related Content

What's hot

Swenson Walker Crystalizer
Swenson Walker CrystalizerSwenson Walker Crystalizer
Swenson Walker Crystalizernurul isnaini
 
Pik 2 bab 8_oksidasi
Pik 2 bab 8_oksidasiPik 2 bab 8_oksidasi
Pik 2 bab 8_oksidasiwahyuddin S.T
 
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-millBetaHakim
 
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)RafidimSeptian
 
Alat laboratorium kendis
Alat laboratorium kendisAlat laboratorium kendis
Alat laboratorium kendisKendis Salim
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaasterias
 
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docxAnnisaSeptiana14
 
Pelatihan dasar microsoft visio
Pelatihan dasar microsoft visioPelatihan dasar microsoft visio
Pelatihan dasar microsoft visio123hap
 
73732690 laporan-biologi-hati-ayam
73732690 laporan-biologi-hati-ayam73732690 laporan-biologi-hati-ayam
73732690 laporan-biologi-hati-ayamThursy Anag Thoyyibb
 
Laporan pembuatandan analisa vco
Laporan pembuatandan analisa vcoLaporan pembuatandan analisa vco
Laporan pembuatandan analisa vcoPoetra Chebhungsu
 
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiPemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiCarlosEnvious
 

What's hot (20)

Swenson Walker Crystalizer
Swenson Walker CrystalizerSwenson Walker Crystalizer
Swenson Walker Crystalizer
 
Mixing
MixingMixing
Mixing
 
Pik 2 bab 8_oksidasi
Pik 2 bab 8_oksidasiPik 2 bab 8_oksidasi
Pik 2 bab 8_oksidasi
 
Asam basa
Asam basaAsam basa
Asam basa
 
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill
318692765 perhitungan-neraca-massa-raw-mill
 
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)
Laporan praktikum aliran fluida praktikum instruksional i (1)
 
Alat laboratorium kendis
Alat laboratorium kendisAlat laboratorium kendis
Alat laboratorium kendis
 
permanganometri
permanganometripermanganometri
permanganometri
 
Distilasi fraksionasi
Distilasi fraksionasiDistilasi fraksionasi
Distilasi fraksionasi
 
Vaporizer
VaporizerVaporizer
Vaporizer
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
 
Ppt reaktor
Ppt reaktorPpt reaktor
Ppt reaktor
 
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx
328793143-Laporan-Praktikum-Heat-Exchanger.docx
 
Laporan Praktikum Timbal Balik Fenol-Air
Laporan Praktikum Timbal Balik Fenol-AirLaporan Praktikum Timbal Balik Fenol-Air
Laporan Praktikum Timbal Balik Fenol-Air
 
Pelatihan dasar microsoft visio
Pelatihan dasar microsoft visioPelatihan dasar microsoft visio
Pelatihan dasar microsoft visio
 
73732690 laporan-biologi-hati-ayam
73732690 laporan-biologi-hati-ayam73732690 laporan-biologi-hati-ayam
73732690 laporan-biologi-hati-ayam
 
Laporan pembuatandan analisa vco
Laporan pembuatandan analisa vcoLaporan pembuatandan analisa vco
Laporan pembuatandan analisa vco
 
Fluidisasi
FluidisasiFluidisasi
Fluidisasi
 
Asam lemak
Asam lemakAsam lemak
Asam lemak
 
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiPemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
 

Viewers also liked (17)

Jurnal absorpsi
Jurnal absorpsiJurnal absorpsi
Jurnal absorpsi
 
Renita new
Renita newRenita new
Renita new
 
Metode pemisahan
Metode pemisahanMetode pemisahan
Metode pemisahan
 
Atmosphere
AtmosphereAtmosphere
Atmosphere
 
Fourier Transform Infrared Spectrophotometer
Fourier Transform Infrared SpectrophotometerFourier Transform Infrared Spectrophotometer
Fourier Transform Infrared Spectrophotometer
 
Atmosfer bumi
Atmosfer bumiAtmosfer bumi
Atmosfer bumi
 
Atmosfer
AtmosferAtmosfer
Atmosfer
 
Atmosfer
AtmosferAtmosfer
Atmosfer
 
Farmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanFarmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutan
 
Atmosfer
AtmosferAtmosfer
Atmosfer
 
Lapisan – Lapisan Atmosfer
Lapisan – Lapisan AtmosferLapisan – Lapisan Atmosfer
Lapisan – Lapisan Atmosfer
 
Spektroskopi (pendahuluan)
Spektroskopi (pendahuluan)Spektroskopi (pendahuluan)
Spektroskopi (pendahuluan)
 
Perpindahan panasd
Perpindahan panasdPerpindahan panasd
Perpindahan panasd
 
Dasar neraca massa dan energi
Dasar neraca massa dan energiDasar neraca massa dan energi
Dasar neraca massa dan energi
 
petrochemical
petrochemicalpetrochemical
petrochemical
 
Lapisan atmosfer
Lapisan atmosfer Lapisan atmosfer
Lapisan atmosfer
 
Gas chromatography . ppt
Gas chromatography . ppt  Gas chromatography . ppt
Gas chromatography . ppt
 

Similar to OPTIMASI ABSORPSI

Laporan praktikum kimia laju reaksi
Laporan praktikum kimia laju reaksiLaporan praktikum kimia laju reaksi
Laporan praktikum kimia laju reaksianggundiantriana
 
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1Health Polytechnic of Bandung
 
Apriliyanti ppt prospen
Apriliyanti ppt prospenApriliyanti ppt prospen
Apriliyanti ppt prospenAprili yanti
 
Falling film evaporator
Falling film evaporatorFalling film evaporator
Falling film evaporatorIffa M.Nisa
 
Makalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralMakalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralYogi Tampubolon
 
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhi
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhipenentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhi
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhirendrafauzi
 
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan Klimatologi
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan KlimatologiLaporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan Klimatologi
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan KlimatologiSansanikhs
 
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidrat
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidratLaporan percobaan biokim fermentasi karbohidrat
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidratSafira Amalia Fardiana
 
Pratikum Oksigen Terlarut
Pratikum Oksigen TerlarutPratikum Oksigen Terlarut
Pratikum Oksigen TerlarutAchmad Efendy
 
5. kimia permukaan
5. kimia permukaan5. kimia permukaan
5. kimia permukaanbima wandika
 
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksiLaporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksianggundiantriana
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...Muhamad Imam Khairy
 
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia IndustriTransfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industririzwahyung
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiNurul Afdal Haris
 

Similar to OPTIMASI ABSORPSI (20)

Laporan praktikum kimia laju reaksi
Laporan praktikum kimia laju reaksiLaporan praktikum kimia laju reaksi
Laporan praktikum kimia laju reaksi
 
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1
Laporan praktikum mekanika fluida ( hydraulic bench ) itb modul 1
 
Biologi tingkatan 5
Biologi tingkatan 5Biologi tingkatan 5
Biologi tingkatan 5
 
Apriliyanti ppt prospen
Apriliyanti ppt prospenApriliyanti ppt prospen
Apriliyanti ppt prospen
 
2
22
2
 
Falling film evaporator
Falling film evaporatorFalling film evaporator
Falling film evaporator
 
Makalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas IntegralMakalah Difusivitas Integral
Makalah Difusivitas Integral
 
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhi
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhipenentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhi
penentuan laju reaksi dan faktor faktor yang mempengaruhi
 
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan Klimatologi
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan KlimatologiLaporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan Klimatologi
Laporan Praktek Lapangan Meteorologi Dan Klimatologi
 
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidrat
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidratLaporan percobaan biokim fermentasi karbohidrat
Laporan percobaan biokim fermentasi karbohidrat
 
Pratikum Oksigen Terlarut
Pratikum Oksigen TerlarutPratikum Oksigen Terlarut
Pratikum Oksigen Terlarut
 
Tekanan
TekananTekanan
Tekanan
 
5. kimia permukaan
5. kimia permukaan5. kimia permukaan
5. kimia permukaan
 
Laporan Praktikum Laju Reaksi
Laporan Praktikum Laju ReaksiLaporan Praktikum Laju Reaksi
Laporan Praktikum Laju Reaksi
 
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksiLaporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Laporan praktikum kimia-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
 
1.01 absorpsi
1.01 absorpsi1.01 absorpsi
1.01 absorpsi
 
12gravimetrik
12gravimetrik12gravimetrik
12gravimetrik
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
 
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia IndustriTransfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
 

Recently uploaded

Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxSitiRukmanah5
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxSDN1Wayhalom
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanhormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanAprissiliaTaifany1
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 

Recently uploaded (10)

Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanamanhormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
hormon Asam Jasmonat dan Lainnya, pengatur tumbuh tanaman
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 

OPTIMASI ABSORPSI

  • 1. UNIVERSITAS INDONESIA PROSES OPERASI TEKNIK II MODUL ABSORBSI KELOMPOK 10 ANGGOTA KELOMPOK: AGIL RAMADHAN PRIMASTO (1206223940) AISYAH NUR RIDHA (1306481991) JUPITER ERESTA (1206230183) DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA APRIL 2015
  • 2. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1 1.1 Tujuan Percoban ..................................................................................................................1 1.2 Prinsip Kerja Percobaan........................................................................................................1 1.3 Prosedur Percobaan..............................................................................................................1 1.3.1 Percobaan 1 Absorpsi CO2 ke dalam Air .......................................................................1 1.3.2 Percobaan 2 Absorpsi CO2 ke dalam NaOH ..................................................................1 BAB II DASAR TEORI ...............................................................................................................3 2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Absorbsi ..................................................................................3 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi ..................................................................4 2.3 Hal yang Harus Diperhatikan.................................................................................................5 2.4 Aplikasi Absorbsi ................................................................................................................6 2.5 Neraca Massa Absorbsi.........................................................................................................7 2.6 Laju Absorpsi ......................................................................................................................7 2.7 Kolom Absorber...................................................................................................................8 BAB III HASIL PERCOBAAN..................................................................................................12 3.1. Analisis Gas ..................................................................................................................... 12 3.1.1 Data Percobaan.......................................................................................................... 12 3.1.2 Pengolahan Data........................................................................................................ 12 3.2. Analisis Larutan................................................................................................................. 13 3.2.1 Data Percobaan.......................................................................................................... 13 3.2.2 Pengolahan Data........................................................................................................ 14 BAB IVANALISIS.................................................................................................................... 16 4.1Analisis Percobaan............................................................................................................. 16 4.1.1 Absorbsi CO2 dengan absorben air............................................................................. 16 4.1.2 Absorbsi CO2 dengan absorben NaOH ....................................................................... 17 4.2Analisis Data dan Perhitungan............................................................................................. 19 4.2.1 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas ...................................................................19 4.2.2 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan.............................................................. 20 4.3 Analisis Alat dan Bahan..................................................................................................... 22 4.3.1 Analisis Bahan......................................................................................................... 22 4.3.2 Analisis Alat............................................................................................................. 23
  • 3. 4.4 Analisis Kesalahan ............................................................................................................ 25 BAB V KESIMPULAN.............................................................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 28
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Percobaan 1. Menentukan laju absorpsi CO2 dan mempelajari pola absorbsi CO2 dengan air menggunakan alat analisa gas yang tersedia. 2. Menentukan laju absorpsi CO2dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan larutan NaOH menggunakan alat analisis larutan yang tersedia. 1.2. Prinsip Kerja Percobaan Percobaan secara kuantitatif dengan menghitung jumlah CO2 yang terabsropsi ke dalam air dan larutan NaOH dengan menggunakan analisis gas dan analisis larutan. Analisis gas dilakukan dengan menggunakan peralatan Hempl yang menggunakan prinsip analisis volumetrik. Analisis larutan dilakukan dengan menggunakan proses titrasi. 1.3. Prosedur Percobaan 1.3.1 Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air  Mengisi kedua globes dengan alat analisis absorpsi, yakni dengan 1 M larutan NaOH dengan menggunakan sarung tangan dan goggles. Memastikan level globes semula 0.  Mengisi liquid reservoir tank dengan ¾ penuh air bersih.  Dengan control valve (C2 dan C3) untuk aliran udara tertutup, menyalakan pompa dan memastikan air mengalir melewatkan kolom dengan laju sekitar 6 L/min dengan mengatur flowmeter F1 melalui bukaan control valve C1.  Menyalakan kompresor, mengatur bukaan control valve C2 untuk mengalirkan udara dengan laju alir 30 L/min pada flowmeter F2.  Dengan hati – hati membuka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan memastikan control valve C3 terbuka dan memberikan aliran F3 yang besarnya setengah dari F2.  Setelah 15 menit atau hingga mencapai keadaan tunak, mengambil sampel dari gas secara simultan pada titik sampel S1 dan S2. Kemudiain menganalisisnya dengan peralatan analisis yang digunakan. 1.3.2 Percobaan #2 : Absorpsi CO2 ke dalam NaOH
  • 5. 2  Mengisi liquid reservoir tank dengan sekitar ¾ penuh 0.2 M larutan NaOH.  Dengan control valve (C2 dan C3) untuk aliran gas tertutup, menyalakan pompa dan memastikan larutan NaOH mengalir melewati kolom dengan laju sekitar 3 L/min dengan mengatur flowmeter F1 melalui bukaan control valve C1.  Menyalakan kompresor, mengatur bukaan control valve C2 untuk mengalirkan udara dengan laju alir 30 L/min pada flowmeter F2.  Dengan hati – hati membuka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan memastikan control valve C3 terbuka dan memberikan aliran F3 yang besarnya setengah dari F2. Setelah 15 menit atau hingga mencapai keadaan tunak, mengambil 250 mL sampel dari gas secara simultan setiap 20 menit pada titik sampel S4 dan S5. Kemudiain menganalisisnya dengan peralatan analisis yang digunakan.
  • 6. 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Absorbsi Absorpsi merupakan proses ketika suatu komponen gas (absorbat) berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari absorpsi memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu. Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarutkan salah satu komponen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan dalam jangka waktu yang cukup lama pada suhu tetap, maka akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak terdapat lagi perpindahan massa. Driving force dalam perpindahan massa ini adalah tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan parsial) dalam total gas melebihi konsentrasi kesetimbangan dengan cairan pada setiap waktu. Sebagai ilustrasi dapat diamati, bila gas (rich gas) yang mudah larut dalam air dengan konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi, bergerak naik secara berlawanan arah (countercurrent) dengan air murni yang bergerak turun melalui bagian atas kolom, akan jelas terlihat bahwa jumlah gas yang terlarut dalam total gas keluar akan turun (lean gas) dan konsentrasi gas dalam air akan naik. Gambar 2.1.Pergerakan Molekul Gas ke Liquid Laju yang menunjukkan perpindahan molekul terlarut yang terabsorpsi dikenal dengan interface mass-transfer rate dan bergantung dengan jumlah
  • 7. 4 permukaan kontak kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut berhubungan erat dengan ukuran dan bentuk material isian (packing), laju cairan, distribusi cairan antar permukaan packing, potensi cairan untuk menggenang, dan sifat-sifat lain. Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi:  Absorpsi Fisika Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan reaksi kimia.Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM, RectisolTM (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).  Absorpsi Kimia Absorpsi kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process (Kalium Karbonat) 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi a) Luas Permukaan Kontak Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut. b) Laju Alir Fluida Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang berdifusi. c) Konsentrasi Gas Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang terjadi antar dua fluida. d) Tekanan Operasi Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan. e) Temperatur Komponen Terlarut dan Pelarut
  • 8. 5 Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi. f) Kelembaban Gas Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat dianjurkan. 2.3 Hal yang Harus Diperhatikan II.3.1 Pemilihan Pelarut Pertimbangan pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses absorpsi memiliki kriteria sebagai berikut: a) Tujuan dari proses absorpsi, di antaranya: o Jika tujuan utama operasi untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka pelarut ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contoh: produksi HCl. o Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air yang merupakan pelarut paling murah, tersedia dalam jumlah yang banyak, dan sangat kuat untuk senyawa polar. b) Kelarutan Gas Kelarutan gas harus tinggi sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya, pelarut yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan. c) Volatilitas Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak pelarut yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan pelarut kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas teruapkan. d) Korosivitas Material bangunan menara dan isinya sedapat mungkin tidak dipengaruhi oleh sifat pelarut. Pelarut yang korosif dapat merusak menara dan oleh sebab itu memerlukan material menara yang mahal atau tidak mudah dijumpai, oleh karenanya kurang disukai. e) Harga
  • 9. 6 Penggunaan pelarut yang mahal dan tidak mudah ter-recoveryakan meningkatkan biaya operasi menara absorber. f) Ketersediaan Ketersediaan pelarut di dalam negri akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas harga dan biaya operasi secara keseluruhan. g) Viskositas Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta perpindahan kalor yang baik. h) Lain-lain Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya pelarut sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku yang rendah. 2.4 Aplikasi Absorbsi Absorbsi memiliki banyak fungsi dalam industri, antara lain : 1. Pemurnian suatu zat 2. Pereaksian suatu zat Contonya adalah absorpsi CO2 dari Gas Alam Pada plant CO2 removal, zat yang akan diabosrb adalah gas pengotor CO2 yang terdapat pada gas alam. Absorben yang umum digunakan oleh unit operasi CO2 removal plant adalah metildietanolamin (MDEA) yang telah ditambahkan aktivator (aMDEA) untuk meningkatkan unjuk kerja untuk penghilangan CO2 pada gas, yaitu kandungan CO2 tinggi (23-25%) dan H2S rendah. Proses absorpsi menggunakan aMDEA adalah sangat fleksibel dan cocok untuk penghilangan senyawa CO2, H2S, dan sulfur hingga mencapai level yang diinginkan. Spesifikasi gas yang akan diproses dapat bervariasi mulai dari 5% CO2 untuk sales gas atau lebih rendah untuk spesifikasi LNG (kurang dari 50 ppmv CO2, kurang dari 4 ppmv H2S). aMDEA memiliki sifat tidak korosif sehingga membuat senyawa ini menjadi pelarut yang stabil secara kimia dan termal sehingga sebagian besar plant dapat terbuat dari karbon steel. Selain itu juga tidak dibutuhkan pasivator logam berat atau korosi inhibitor. Sistem aktivator
  • 10. 7 tidak membentuk produk degradasi korosi yang tinggi. Hal tersebut akan mencegah masalah seperti korosi, erosi, pembentukan scaling, dan foaming. 2.5 Neraca Massa Absorbsi Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber, perhatikan gambar berikut: Gambar 2.2 Skema Neraca Massa pada Kolom Isian Neraca massa umum : L out x out + G out y out = L in x in + G in y in di mana : Gin = Laju alir molar inlet gas Gout = Laju alir molar outlet gas Lin = Laju alir molar outlet liquid Lout = Laju alir molar inlet liquid x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas 2.6 Laju Absorpsi Laju absorpsi dapat ditunjukkan dalam 4 cara yang berbeda menggunakan koefisien individual atau koefisien keseluruhan berdasarkan pada fasa gas atau liquid. Koefisien volumetrik biasa digunakan pada banyak perhitungan, karena akan lebih sulit untuk menentukan koefisien per unit area dan karena tujuan dari perhitungan desain secara umum adalah untuk menentukan volume absorber total. Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam beberapa persamaan dimana x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorp : r = kya (y – yi) r = Kya (y – y*)
  • 11. 8 r = kxa (xi – x) r = Kxa (x* – x) Komposisi antar-muka (yi, xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi menggunakan persamaan di atas : ak ak xx yy y x i i    Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis vertikal atau horizontal pada diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari kyadan kxa menggunakan slope lokal kurva kesetimbangan m. ak m akaK xyy  11 amkakaK yxx 111  2.7. Kolom Absorber 2.7.1 Kolom absorber secara umum a) Packed Bed Column b) Plate Column c) Spray Column Gambar 2.3.Packed Bed Column Gambar 2.4.Plate Column Gambar 2.5Spray Column
  • 12. 9 2.7.2 Aliran fluida dalam kolom absorber a) Cross-flow → bersilangan b) Countercurrent → berlawanan arah c) Co-current → searah Gambar 2.5. Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column 2.7.3 Keunggulan Menara Packed Bed :  Fabrikasi yang minim Kolom isian hanya membutuhkan sejenis packing support dan sebuah distributor cairan untuk tiap ketinggian 10 ft.  Versatilitas Materi isian dapat dengan mudah ditukar sehingga mudah meningkatkan efisiensi, menurunkan pressure drop, dan meningkatkan kapasitas.  Minim Korosi Larutan asam dan larutan yang bersifat korosif lainnya dapat diatasi oleh packed bed column karena konstruksi kolom terbuat dari material yang tahan korosi.  Pressure drop yang rendah Lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis Sieve Tray.  Capital cost yang rendah Bila digunakan isian plastik dengan diameter kurang dari 3 ft, investasi masih dianggap murah. Kelemahan Menara Packed Bed :  Jika terdapat padatan atau pengotor, maka akan sulit dibersihkan  Isian packed column akan mudah patah selama proses pengisian dan proses pemanasan  Tidak ekonomis jika laju alir pelarut tinggi 2.7.4 Ketentuan Isian dari Menara Packed Bed : a) Bersifat inert terhadap fluida
  • 13. 10 b) Kuat tetapi tidak berat c) Memiliki fraksi kekosongan yang cukup untuk menjamin kontak yang optimal namun tidak menaikkan pressure drop d) Biaya murah 2.7.5 Terdapat dua metode pengisian packing pada kolom absorber, yaitu: a) Random Packing Pengisian secara acak memberikan luas permukaan spesifik yang besar dan porositas yang lebih kecil, sehingga menurunkan biaya investasi. Namun, pressure drop yang dihasilkan akan lebih besar. b) Regular or Stack Packing Pengisian yang tersusun memberikan pressure drop yang lebih kecil dan efektif untuk laju alir yang tinggi. Namun, investasi lebih besar. Gambar 2.6 Jenis Isian dalam Packed Bed Column 2.7.7 Pressure Drop pada Packed Bed Column Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan kolom isian adalah besarnya pressure drop. Hal ini terutama berkaitan dengan fenomena yang disebut dengan flooding (penggenangan), dimana cairan yang seharusnya bergerak menuruni kolom, tertahan pergerakannya oleh tekanan gas yang terlalu besar atau ruang antar isian terlalu rapat. Fenomena flooding dapat terjadi bila pada laju alir gas konstan, laju alir cairan dinaikkan sehingga cairan mengisi lebih banyak ruang antar isian dan mengurangi ruang gerak gas. Bila hal ini terus terjadi, maka akan timbul fenomena flooding cairan serta kenaikan pressure drop yang tinggi. Hampir sama dengan di atas, untuk laju alir cairan turun yang tetap, ternyata laju alir gas d
  • 14. 11 ditingkatkan sehingga pressure drop ikut naik, maka akan terjadi flooding. Persamaan Blake-Kozeny digunakan untuk perhitungan pressure drop pada kolom isian:   3 2 20 1150      p D v L P
  • 15. 12 BAB III HASIL PERCOBAAN 3.1 Analisis Gas 3.1.1 Data Percobaan Dari percobaan ini, kami memperoleh data berupa: V1: volume gas CO2 dan udara V2: volume gas CO2 yang terlarut dalam air Kedua data tersebut kami peroleh setelah melakukan pengaturan pada beberapa variabel, antara lain: F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi Berikut ini adalah nilai dari data yang kami peroleh beserta dengan nilai dari masing-masing variabel yang kami atur. Tabel 3.1. Data Hasil Pengamatan untuk Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas Variabel Nilai F1 0,05 L/s F2 0,5 L/s F3 0,05 L/s V1 100 – 15 = 85 ml V2 3,3 ml 3.1.2 Pengolahan Data Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan data percobaan yang kami lakukan untuk mendapatkan laju absorpsi gas CO2 pada kolom absorpsi: 1. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian inlet (yinlet) 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹3 𝐹2 + 𝐹3 = 0,05 0,5 + 0,05 = 0,091 2. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian outlet (youtlet) 3. 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 𝑉2 𝑉1 = 3,3 85 = 0,039 4. Menentukan jumlah gas CO2 yang terserap ke dalam air Menggunakan neraca massa:
  • 16. 13 𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 (𝐹2 + 𝐹3) × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (𝐹2 + (𝐹3 − 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 )) × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 [( 𝐹2 + 𝐹3) × 𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡] − [(𝐹2 + (𝐹3 − 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 )) × 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 ] = 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = (𝐹2 + 𝐹3)(𝑦𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 − 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡) (1 − 𝑦 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡) Kemudian kami memasukkan angka ke dalam persamaan tersebut sehingga kita memperoleh laju penyerapan CO2 dari bagian atas hingga bawah kolom absorpsi sebagai berikut: 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = (0,5 + 0,05)(0,091 − 0,039) (1 − 0,039) 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = 0,55 × 0,052 0,961 = 0,0298 𝐿/𝑠 5. Mengkonversi nilai laju alir volumetrik gas CO2 menjadi satuan laju alir molar 𝐺 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 22,4 × 𝑃 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 273 𝐾 𝑇𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 (dalam K) Karena kami melakukannya di dalam ruangan, dengan tekanan dan temperatur ruangan, maka kami anggap bahwa Pkolom adalah sebesar 1 atm atau setara dengan 760 mmHg serta temperatur kolom adalah sebesar 20 oC atau setara dengan 293 K. Sehingga perhitungan untuk persamaan di atas akan menjadi: 𝐺 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = 0,0298 𝐿/𝑠 22,4 × 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 273 𝐾 20 + 273 𝐾 = 1,239 × 10−3 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠 3.2 Analisis Larutan 3.2.1 Data Perobaan Pada percobaan ini, kami menggunakan larutan NaOH konsentrasi 0,2 M sebagai fasa cairan yang akan masuk ke dalam kolom absorpsi. Pada percobaan ini, kami mengatur variable: F1: 0,05 L/s F2: 0,5 L/s F3: 0,05 L/s
  • 17. 14 secara berurutan. Kemudian kami mengambil sampel pada dua titik yang berbeda, yaitu: titik inlet (S4) : tangki penampung larutan NaOH titik outlet (S5) : tempat keluarnya aliran larutan NaOH setelah melewati kolom absorpsi. Kepada masing-masing sampel tersebut kemudian kami melakukan serangkaian uji kimia, yang mana dari serangkaian uji kimia tersebut kami memperoleh beberapa data, antara lain: T1: volum HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat T2: total volum HCl yang dibutuhkan untuk mencapai end point kedua atau menetralkan NaOH dan Na2CO3 T3: volum asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH. Nilai dari data-data percobaan tersebut di rangkum pada tabel berikut. Tabel 3.2. Data Hasil Pengamatan untuk Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan Variabel Nilai F1 0,05 L/s F2 0,5 L/s F3 0,05 L/s Sampel Liquid Inlet (S5) T1 (i) 3,3 ml T2 (i) 3,5 ml T3 (i) 3,3 ml Sampel Liquid Outlet (S4) T1 (o) 2,8 ml T2 (o) 3,3 ml T3 (o) 2,7 ml 3.2.2 Pengolahan Data Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan data percobaan yang kami lakukan:
  • 18. 15 1. Menghitung konsentrasi NaOH pada sampel - Sampel di titik S4 (outlet) 𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 𝑇3( 𝑜) 50 × 0,20 𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 2,7 50 × 0,20 = 0,0108 𝑀 - Sampel di titik S5 (inlet) 𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 𝑇3( 𝑜) 50 × 0,20 𝐶 𝐶 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 3,3 50 × 0,20 = 0,0132 𝑀 - Menghitung jumlah CO2 terabsorpsi 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = 𝐿 2 × (𝐶𝑐 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 − 𝐶𝑐 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡) 𝐹𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖𝐶 𝑂2 = 0,05 2 × (0,0132− 0,0108) = 0,06 × 10−3 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠 2. Menghitung konsentrasi Na2CO3 pada sampel - Sampel di titik S4 (outlet) 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (𝑇2(𝑖) − 𝑇3(𝑖)) × 0,2 × 0,5 50 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (3,3 − 3,7) × 0,2 × 0,5 50 = −0,8 × 10−3 𝑀 - Sampel di titik S5 (inlet) 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (𝑇2(𝑖) − 𝑇3(𝑖)) × 0,2 × 0,5 50 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = (3,5 − 3,3) × 0,2 × 0,5 50 = 0,4 × 10−3 𝑀 - Menghitung jumlah Na2CO3 yang dihasilkan 𝐹𝑁 𝑎2 𝐶𝑂3 = 𝐿 × (𝐶 𝑁 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 − 𝐶 𝑁 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡) 𝐹𝑁 𝑎2 𝐶𝑂3 = 0,05 × (0,8 − 0,4) × 10−3 = 0,02 × 10−3 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
  • 19. 16 BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Percobaan 4.1.1 Absorbsi CO2 dengan absorben air Pada percobaan absorpsi digunakan kolom absorpsi untuk mempelajari dan menentukan laju absorpsi CO2 dengan air dan NaOH dengan menggunakan alat analisis gas yang tersedia. Percobaan dibagi menjadi dua yaitu absorpsi CO2 ke dalam air dan NaOH pada packed column. Pada percobaan ini gas CO2 adalah absorbat yang terkandung dalam aliran masuk pada kolom absorpsi. Sedangkan air dan CO2 merupakan absorben yang menyerap dan melarutkan CO2 dari udara tersebut. Pada percobaan pertama dilakukan percobaan absorpsi karbondiosida ke dalam absorben air dengan metode analisis gas. Data yang diambil adalah data yang berupa volume untuk mendapatkan jumlah CO2 yang terabosrpsi dengan absorben air. Metode yang dignakan adalah metode volumetrik. Hasil dari metode volumeter tersebut adalah data yang berupa banyaknya gas karbondiosida diabsorpsi air. Data tersebut didapatkan dengan mengitung selisih antara karondiosida inlet dan karbondioksida outlet. Pada percobaan absorpsi, driving force perpindahan massa CO2 adalah perbedaan konsentrasi dari tinggi ke rendah. Pada awalnya praktikan mengisi Liquid Reservoir dari kran air sampai mencapai ¾ penuh. Pada kolom abosrpsi, air dipompa masuk ke dalam kolom absorpsi sampai mencapai S2. Air kemudian ditampung pada sump tank dan dipompakan kembali ke atas kolom absorber. Kemudian praktikan mengisi kedua globes dengan alat analisis absorpsi yaitu larutan NaOH dengan konsentrasi 1 M dan memastikan level globes sudah terkalibrasi pada awalnya yaitu titik – dengan menarik piston ke titik nol tersebut. Kemudian pompa dan kompresor dioperasikan dengan menggunakan tombon on/off pada kolom abosrpsi. Kompresor merupakan alat untuk mengalirkan udara dari laboratorium ke dalam kolom absorpsi dengan menggunakan prinsip perbeaan tekanan. Pompa digunakan untuk mengalirkan abosrben ke dalam kolom absorpsi Praktikan kemudian mengatur laju alir gas karbondioksida dari tabung sebesar 3 L/min, lajur udara sebesar 30 L/min dan lajur alir air ke dalam kolom absorpsi
  • 20. 17 sebesar 3 L/min. Kemudian kolom didiamkan selama 15 menit sampai keadaan steady state. Setelah mencapai kadaan tunak, praktikan menggunakan alat Hempl untuk menentukan fraksi volume CO2 pada inlet dan outlet kolom abosrpsi. Pada kolom absorpsi terjadi kontak dntara CO2 dan udara. CO2 yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi akan terabsorpsi ke air karena konsentrasi pada air lebih rendah. Waktu kontak air dan gas CO2 pada kolom absorpsi ini bernilai besar karena laju alir masuk kolom lebih besar daripada laju alir keluar kolom. Semakin lama waktu kontak anatara absorben dan absorbat, akan semakin banyak absorbat yang terabsorpsi. Kemudian, untuk memasukan sampel gas ke dalam absorption globe, piston didorong agar sampel gas mengalami kontak dengan NaOH 1M di dalamnya. NaOH digunakan untuk mengabosrpsi karbondioksida. Data yang diambil selanjutnya merupakan V2 pada skala yang menunjukan volume CO2 yang terabsorpsi oleh NaOH pada skala. Piston kemudian ditarik kembali dengan maksud untuk menghilangkan udara yang tidak terabsorpsi oleh NaOH ke dalam atmosfer karena hanya CO2 yang akan terserap oleh NaOH 4.1.2 Absorbsi CO2 dengan absorben NaOH Percobaan pertama ditujukan untuk mengetahui seberapa besar laju absorpsi CO2 dalam narutan NaOH dengan menggunakan analisis larutan. Pada kolom absorpsi, terjadi reaksi antara gas CO2 dan laruta NaOH dengan reaksi sebagai berikut: 2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O Data yang diambil dari percobaan ini adalah hasil yang berupa sampel dari bawah kolom absorpsi (S4) dan dari tangki (S5) masing-masing sebanyak 100 mL. Dari kedua data tersebut, praktikan dapat membandingkan kandungan NaOH dan Na2CO3 setelah reaksi absorpsi yang secara teori bernilai sama pada keadaan jenuh. Sampel tersebut lalu dipisahkan menjadi dua bagian yaitu sampel S4 dan S5 pertama dan sampel S4 dan S5 kedua. Sampel kemudian didtrasi dengan menggunakan larutan HCl untuk mengetahui kandungan NaOH dan Na2CO3 yang diperlukan dalam penghitungan jumlah CO2 yang terabsorpsi pada NaOH. Fungsi dari pemisahan sampel menjadi dua sebelumnya adalah karena proses titrasi harus melalui 2 tahap yaitu titrasi pertama dan kedua.
  • 21. 18 Pada sampel S4 dan S5 pertama . dilakukan titrasi larutan sampel dengan menggunakan HCl. Sebelum dititrasi, sampel diteteskan terlebih dahulu dengan indicator PP (phenol phtalein) sebanyak 2 tetes sampai berwarna ungu. Kemudian titrasi dengan menggunakan HCl dilakukan. Tujuan dari titrasi pertama dengan menggunakan HCl ini adalah untuk mendapatkan jumlah BaCL2 yang harus ditambahkan agar seluruh Na2CO3 mengendap seingga didapatkan jumlah NaOH pada kedua sampel pada dititrasi pertama. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari ungu kemerahan menjadi bening akibat penambahan HCl  Sampel 1 Dari hasil titrasi pertama akan didapatkan volume HCl yang dibutuhkan untuk mentitrasi NaOH menjadi NaCL yang dicatat sebagai T1. Kemudian titrasi dilanjutkan dengan titrasi kedua pada S4 dan S5 pertama. Titrasi dilakukan dengan menggunakan indicator MO (methyl orange) dengan titran yang sama yaitu HCl. Penambahan indicator MO akan membuat larutan berwarna bening dengan sedikit jingga. Kemudian sampel tersebut ditambahkan oleh HCl sampai menjadi pink. Warna pink menandakan terbentuknya zat H2CO3 yang bersifat asam. Jumlah titran HCl pada titrasi ini dicatat sebagai T2. Volume T2-T1 dicatat sebagai jumlah total HCl yang ditambahkan pada sampel untuk mengubah Na2CO3 menjadi H2CO3 berdasarkan reaksi NaOH + HCl NaCl + H2O Na2CO3 + HCl NaHCO3 + NaCl Gambar 4.1. Proses titrasi setelah penambahan metil oranye
  • 22. 19  Sampel 2 Setelah mengetahui jumlah Na2CO3 pada titrasi pertama, selanjutnya dilakukan titrasi untuk mendapatkan jumlah NaOH pada sampel S4 dan S5 kedua. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah NaOH yang tersisa dengan jumlah CO2 yang terbentuk. Jumlah T2 ini merupakan jumlah BaCl yang ditambahkan kedalam S4 dan S5 kedua. Pada sampel kedua, dilakukan penambahan BaCl2 sesuai dengan hasil yang didapatkan dari titrasi pada titrasi pertama. BaCl2 ditambahkan untuk mengendapkan Na2CO3 sesuai dengan persamaan reaksi Na2CO3 + BaCl2 BaCO3 + 2NaCl Dengan asumsi pada larutan tersebut hanya terdapat NaOH dan Na2CO3, seelah Na2CO3 mengenda seluruhnya dilakukan penetesan indicator PP pada labu Erlenmeyer tersebut. Kemudian dilakukan titrasi dengan menggunakan HCl terhadap labu Erlenmeyer yang berwarna ungu akibat penambahan indicator PP pada trayek basa sampai larutan berubah warna menjadi bening seperti sebelum penambahan indicator PP. Penambahan HCl tersebut berdasarkan reaksi: NaOH + HCl NaCl + H2O Dari jumlah HCl yang dibutuhkan untuk mengubah warna sampel tersebut, dapat ditentukan kandungan NaOH yang terdapat pada sampel. Pada akhir titrasi dapat diketahui perbedaan jumlah Na2CO3 pada sampel S4 dan S5. Perbedaan jumlah Na2CO3 pada outlet dan inlet merupakan jumlah CO2 yang terabsorpsi yang digunakan untuk menghitung laju absorpsi 4.2 Analisis Data dan Perhitungan 4.2.1 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Gas Dari hasil penghitungan yang telah kami lakukan, kami memperoleh nilai fraksi gas CO2 pada udara di bagian inlet alat analisis gas HEMPL adalah sebesar 0,091 dan di bagian outlet sebesar 0,033. Hasil tersebut sudah sesuai dengan teori dan logika yang ada, dimana udara pada inlet pasti akan mengandung fraksi gas CO2 yang lebih besar dibanding udara pada outlet yang mana proses absorpsi telah dilakukan pada udara tersebut. Selisih fraksi gas CO2 sebesar 0,058 merupakan gas CO2 yang berhasil diserap oleh solvent yang mana dalam percobaan ini adalah air. Laju absorpsi CO2 oleh air pada kolom absorpsi dalam percobaan ini telah
  • 23. 20 berhasil kami hitung, yaitu: 0,039 Liter/detik atau setara dengan 1,239 x 10-3 gram-mol/detik. Prosedur konversi nilai laju absorpsi CO2 dari satuan Liter/detik menjadi gram-mol/detik kami lakukan dengan mengambil asumsi bahwa temperatur kolom berada pada temperatur standar 20oC, tekanan kolom berada pada tekanan atmosferik yaitu 1 atm atau setara 760 mmHg, dan tidak terdapat pressure drop pada keseluruhan bagian kolom absorpsi. Asumsi tersebut mempermudah kami dalam melakukan prosedur konversi, akan tetapi tidak menjamin bahwa nilai hasil konversi sepenuhnya benar. 4.2.2 Percobaan Absorpsi dengan Analisis Larutan Dari hasil penghitungan yang telah kami lakukan, kami memperoleh nilai CC, yaitu konsentrasi NaOH pada sampel, untuk masing-masing titik S4 (inlet) dan S5 (outlet) adalah sebesar 0,0148 M dan 0,0132 M. Hasil yang kami peroleh tersebut sesuai dengan teori dan logika yang ada, dimana konsentrasi NaOH pada bagian inlet saat sebelum masuk kolom absorpsi pasti akan lebih besar dibandingkan konsentrasi NaOH pada bagian outlet tepat setelah melewati kolom absorpsi dan melakukan kontak dengan campuran udara-CO2. Saat melakukan kontak dengan campuran udara-CO2, maka sebagian dari CO2 akan terserap yang mana secara simultan akan menurunkan konsentrasi dari NaOH. Akan tetapi, nilai konsentrasi NaOH pada bagian inlet hasil perhitungan kami berbeda jauh dengan nilai konsentrasi NaOH pada tangki penampung yang kami atur pada angka 0,2 M. Besar error yang terjadi dapat di hitung sebagai berikut: %𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = | 0,0132 − 0,2 0,2 | × 100% = 93,4% Persen errornya sangat besar, sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan ini gagal untuk kami lakukan. Error yang sangat besar ini dapat berasal dari berbagai faktor, diantaranya adalah kesalahan dalam mengatur konsentrasi NaOH dalam tangki penampung dan ketidaktelitian saat melakukan titrasi sehingga nilai T3 yang diperoleh tidak benar. Ketidaktelitian juga mungkin saja terjadi pada pengujian sampel dari titik outlet (S4) dimana nilai konsentrasi NaOH hasil perhitungan sangat kecil (<0,1) yang mana kurang masuk akal. Dengan mengabaikan kesalahan yang telah kami lakukan tersebut, dari nilai konsentrasi NaOH pada titik inlet dan outlet tersebut kemudian kami dapat menghitung laju absorpsi CO2 oleh NaOH yang mana nilainya didapatkan sebesar 0,02 x 10-3
  • 24. 21 gram-mol/detik. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa terdapat 0,00002 gram- mol CO2 yang ter-absorpsi oleh NaOH setiap detiknya dalam kolom absorpsi. Selain itu kami juga memperoleh nilai CN, yaitu konsentrasi Na2CO3 pada sampel, untuk masing-masing titik S5 (inlet) dan S4 (outlet) adalah sebesar 0,4 x 10-3 M dan 0,8 x 10-3 M. Berdasarkan teori, hasil tersebut sudah benar dimana konsentrasi Na2CO3 pada bagian outlet pasti lebih besar dibanding pada bagian inlet karena keberadaan CO2 yang berhasil di absorpsi. Akan tetapi dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi Na2CO3 pada bagian inlet sebesar 0,4 x 10-3, yang mana seharusnya tidak seperti itu. Seharusnya konsentrasi Na2CO3 pada bagian inlet adalah nol (0), karena NaOH pada bagian inlet belum bertemu dengan aliran udara-CO2 sama sekali. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengukuran yang kami lakukan tidak benar, atau mungkin terdapat kebocoran aliran udara ke dalam tangki penampung NaOH. Mengabaikan kesalahan tersebut, dengan kedua nilai tersebut kami kemudian dapat menghitung laju pembentukan Na2CO3 yaitu sebesar 0,02 x 10-3 gram-mol/detik. Dikarenakan hasil perhitungan pada percobaan analisis larutan yang kami dapatkan salah, maka kami tidak dapat menarik kesimpulan terkait jenis solvent mana di antara air dan NaOH yang lebih baik dalam mengabsorpsi CO2. Performa solvent dalam mengabsorpsi CO2 tersebut umumnya dapat kita lihat dan tentukan dari koefisien perpindahan massa overallnya. Namun, apabila kita tidak memiliki data ataupun tak menghitugnya, maka kita juga dapat menentukannya dari besar laju absorpsi CO2 yang terjadi. Semakin besar koefisien perpindahan massa overall dari suatu solvent, maka akan semakin baik performanya dalam menyerap CO2. Begitu pula halnya dengan laju absorpsi, semakin besar maka performanya akan semakin baik. Dari literatur diketahui bahwa NaOH memiliki nilai koefisien perpindahan massa overall yang lebih besar dibandingkan air dalam menyerap CO2, yang mana membuat NaOH menjadi solven pengabsorpsi CO2 yang lebih baik. Selain itu NaOH merupakan absorben CO2 yang lebih baik karena terdapatnya reaksi pembentukan natrium karbonat (Na2CO3) antara NaOH dengan CO2 apabila keduanya dipertemukan, yang mana mengindikasikan bahwa NaOH dapat mengikat/menyerap CO2 dengan baik dan efektif.
  • 25. 22 Dari hasil perhitungan, kami memperoleh laju penyerapan CO2 untuk masing- masing jenis percobaan adalah sebagai berikut: Jenis Solven Laju Absorpsi CO2 Air 1,239 x 10-3 gmol/detik NaOH 0,06 x 10-3 gmol/detik Hal tersebut tentunya bertentangan dengan teori yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya, dan secara bersamaan mengindikasikan bahwa percobaan yang kami lakukan tidak benar. Kesalahan yang kami peroleh tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal yang akan di bahas pada bagian analisis kesalahan. 4.3 Analisis Alat dan Bahan 4.3.1 Analisis Bahan Dalam praktikum absorpsi ini, praktikan menggunakan beberapa bahan- bahan yang akan dianalisa fungsinya sebagai berikut: NO NAMA BAHAN GAMBAR FUNGSI 1 NaOH 0,2 M NaOH pada percobaan ini berfugsi sebagai bahan absorben untuk menyerap CO2. Pada praktikum ini dipelajari pola penyerapan absorben NaOH pada absorbat CO2 2 HCl 0,2 M HCl digunakan sebagai titran untuk mentitrasi sampel yang sudah ditambahkan indicator PP dan MO. Digunakan untuk mengetahui kandungan basa pada sampel yang telah mengalami proses abropsi
  • 26. 23 3 Air Air digunakan sebagai absorben pada absorpsi CO2 oleh air dan juga digunakan dalam pengenceran pada preparasi bahan. 4 Indikator PP Digunakan sebagai indicator akhir ada titrasi 5 Indikator MO Digunakan sebagai indicator pada titrasi tahap kedua 6 BaCl2 Digunakan untuk mengedapkan ion karbonat menjadi barium karbonat pada sampel dua 4.3.2 Analisis Alat Pada percobaan ini digunakan alat yang berupa kolom absorpsi yang terdiri dari beberapa alat yang menysunnya yang antara lain NO NAMA ALAT DAN GAMBAR FUNGSI 1 Kolom Absorbsi Kolom absorpsi merupakan tempat terjadinya absorpsi gas oleh larutan absorben yang berupa air dan NaOH pada praktikum ini. Kolom terbuat dari plastik silindrikal yang di dalamnya terdapat packing yang terbuat dari plasti. Packing berguna untuk membuat aliran air menjadi turbulen sehingga kontak antara cairan dengan gas akan
  • 27. 24 semakin lama dan maksimal sehingga proses absorpsi akan lebih efektif. Terdapat pula selang inlet dan oulet yang merupakan tempat gas masuk dan hasil absorpsi keluar 2 Flowmeter dan Apparatus Hempl Terdapat 3 buah flowmeter pada percobaan yaitu flowmeter udara, air, dan CO2 dan juga terdapat apparatus Hempl. Apparatus hempl digunakan untuk mengetahui banyakknya absorbat yang terabsorpsi dengan prinsip kerja penarikan piston agar level fluida pada labu bergerak 3 Sump Tank Sump tank merupakan tempat penampungan abosrben yang digunakan untuk melarutkan gas karbondioksida. Selain itu juga digunakan untuk tempat pembuatan larutan NaOH 3,75 liter yang juga digunakan sebagai absorben. Air dan NaOH dari sumptank akan dipompakan ke atas kolom absorpsi untuk
  • 28. 25 mengalami proses absorpsi 4 Tabung Gas Karbondioksida Tabung gas karbon dioksida merupakan sumber dari absorbet pada percobaan ini. Karbondioksida dialirkan ke dalam tabung dengan cara memutar valve pada tabung dan kemudian mengatur laju alir gas karbondioksida menggunakan pressure gauge pada kolom abosrpsi. 5 Labu Erlenmeyer, corong, buret, gelas ukur, statif, timbangan digital, gelas beker, dan buret. Alat-alat tersebut digunakan untuk menunjang proses titrasi dan penyiapan bahan pada proses absorpsi 4.4 Analisis Kesalahan Dari data hasil percobaan yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pergeseran nilai hasil dan data yang kurang akurat pada hasil percobaan. Faktor tersebut diantaranya adalah jumlah titran yang dibutuhkan, karena pada saat titrasi sering kali terjadi penetesan yang berlebih akibat terlalu terbukanya katup titran sehingga titik akhir titrasi dapat bergeser menjadi lebih lama sehingga lebih banyak titran yang dibutuhkan untuk titrasi. Hal tersebut akan mempengaruhi nilai CO2 yang terserap oleh absorben. Selain itu, pembuatan NaOH dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara melarutkannya dengan air juga dapat menimbulkan pergeseran data hasil praktikum. Ini dikarenakan pada saat penimbangan dan pelarutan terdapat lebih atau kurang NaOH yang dilarutkan sehingga konsentrasi dapat naik ataupun kurang dari tujuan praktikum. Hal tersebut akan mempengaruhi proses absorpsi karena perbedaan konsentrasi absorben.
  • 29. 26 BAB V KESIMPULAN  Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari campuran gas-gas dengan menggunakan pelarut.  Absorpsi dapat pula ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak, pada percobaan ini digunakan packing untuk memperbesar luas permukaan kontak. Dapat juga dengan meningkatkan laju alir dari fluida baik gas maupun cairan yang melewati kolom absorbsi.  Absorbsi adalah suatu peristiwa perpindahan massa yang melibatkan pelarutan suatu bahan dari fasa gas ke fasa cair.  Feed bagian bawah kolom absorpsi adalah gas sedangkan feed bagian atas adalah umpan fasa cair.  Jumlah karbondioksida yang terabsorbsi secara matematis merupakan selisih antara CO2 inlet dengan CO2 yang keluar menara absorpsi  Untuk mengetahui jumlah CO2 yang terabsorbsi dapat dilakukan dengan cara analisis larutan dan analisis gas.  Data percobaan pasda analisis gas adalah: 1. V1: volume gas CO2 dan udara 2. V2: volume gas CO2 yang terlarut dalam NaOH 3. F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi 4. F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi 5. F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi  Langkah untuk menentukan jumlah CO2 yang terabsorbsi pada analisis gas adalah: 1. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian inlet (yinlet). Diperoleh hasil 0,091 2. Menentukan fraksi mol gas CO2 pada bagian outlet (youtlet). Diperoleh hasil 0, 039 3. Menentukan jumlah gas CO2 yang terserap ke dalam air. Menggunakan neraca massa, diperoleh hasil 0, 0298 L/s
  • 30. 27 4. Mengkonversi nilai laju alir volumetrik gas CO2 menjadi satuan laju alir molar. Diperoleh hasil 1,239 × 10−3 gmol/s  Data percobaan pada analisis larutan adalah: 1. F1: laju alir volumetrik air masuk kolom absorpsi 2. F2: laju alir volumetrik gas udara masuk kolom absorpsi 3. F3: laju alir volumetrik gas CO2 masuk kolom absorpsi Sampel untuk dititrasi diambil dari titik: 1. titik outlet (S4) : tempat keluarnya aliran larutan NaOH setelah melewati kolom absorpsi. 2. titik inlet (S5) : tempat penampung larutan NaOH Data yang diambil saat titrasi: 1. T1: volum HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat 2. T2: total volum HCl yang dibutuhkan untuk mencapai end point kedua atau menetralkan NaOH dan Na2CO3 3. T3: volum asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH.  Langkah untuk menentukan jumlah CO2 yang terabsorbsi pada analisis larutan adalah: 1. Menghitung konsentrasi NaOH pada sampel  Sampel di titik S4 (outlet) = 0,0108 M  Sampel di titik S5 (inlet) = 0,0132 M 2. Menghitung jumlah CO2 terabsorpsi. Diperoleh hasil 0,06 × 10−3 gmol/s 3. Menghitung konsentrasi Na2CO3 pada sampel  Sampel di titik S4 (outlet) = 0,8 × 10−3 M  Sampel di titik S5 (inlet) = 0,4 × 10−3 M 4. Menghitung jumlah Na2CO3 yang dihasilkan. Diperoleh hasil 0,02 × 10−3 gmol/s  Pada literatur diketahui seharusnya laju absorpsi CO2 dalam soda kaustik (NaOH) lebih besar daripada laju absorpsi CO2 dalam air.
  • 31. 28 DAFTAR PUSTAKA Anonim. Petunjuk Praktikum: Proses & Operasi Teknik II. Departemen Gas & Petrokimia Fakultas Teknik: Depok. 1995. Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations (3rd Edition). New York. Gozan, Misri. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press: Jakarta. 2006. Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1999. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook 7th ed. New York: McGraw-Hill. Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill. Tim Dosen. 1989. Modul Operasi Teknik II. Depok : Departemen TGP UI.