SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pesat di bidang radiologi perlu dimanfaatkan dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan;
b. bahwa pemanfaatan radiologi dalam pelayanan kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan persyaratan akan membahayakan
kesehatan baik bagi pasien dan tenaga kesehatan pemberi
pelayanan kesehatan maupun masyarakat sekitar;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan b,
perlu mengatur Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi dengan
Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Nomor 52
Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4202);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber
Radioaktif (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4730);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Nomor 82 Tahun 2007,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan
Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4839);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit sebagaimana diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 145/Menkes/Per/II/1998;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1427/Menkes/SK/XII/2006
tentang Standar Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XII/ 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/ Per/IV/2007
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua
modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan
dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif, ultrasonografi dan
radiasi radio frekwensi elektromagnetik.
2. Pelayanan radiologi diagnostik adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi
yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari
pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi intervensional untuk
menegakkan diagnosis suatu penyakit.
3. Pelayanan radioterapi adalah pelayanan yang menggunakan radiasi pengion
dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radioterapi primer,
pelayanan radioterapi sekunder, pelayanan radioterapi tertier, ditujukan pada
penderita kanker atau non kanker yang memerlukan terapi.
4. Pelayanan kedokteran nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang
memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida yang
meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan proses
fisiologi, metabolisme, dan terapi radiasi internal.
5. Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang
karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya.
6. Fasilitas pelayanan radiologi adalah tempat untuk menyelenggarakan pelayanan
radiologi.
7. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
Pasal 2
Ruang lingkup pelayanan radiologi meliputi pelayanan radiologi diagnostik,
radioterapi dan kedokteran nuklir.
BAB II
PELAYANAN RADIOLOGI
Bagian Kesatu
Radiologi Diagnostik
Pasal 3
Pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat diselenggarakan di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta yang meliputi :
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
a. Rumah Sakit;
b. Puskesmas (hanya untuk yang menggunakan USG);
c. Puskesmas dengan perawatan;
d. BP4/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai Besar Kesehatan
Paru Masyarakat (BBKPM);
e. Praktik perorangan dokter atau praktik perorangan dokter spesialis/praktik
berkelompok dokter atau praktik berkelompok dokter spesialis;
f. Praktik perorangan dokter gigi atau praktik perorangan dokter gigi spesialis,
praktik berkelompok dokter gigi atau praktik berkelompok dokter gigi spesialis;
g. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan;
h. Sarana Kesehatan Pemeriksa Calon Tenaga Kerja Indonesia (Clinic Medical
check up);
i. Laboratorium kesehatan swasta;
j. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4
(1) Setiap penyelenggaraan pelayanan radiologi diagnostik harus memperoleh izin
dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, sumber daya
manusia, dan kemampuan pelayanan radiologi diagnostik sesuai klasifikasinya.
(3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
melampirkan :
a. Struktur organisasi instalasi/unit radiologi diagnostik;
b. Data ketenagaan di instalasi/unit radiologi diagnostik;
c. Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi ruangan;
d. Data peralatan dan spesifikasi teknis radiologi diagnostik;
e. Berita acara uji fungsi alat;
f. Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi
pengion/sinar-X).
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 5
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan setelah dilakukan
penilaian oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan melibatkan organisasi profesi kesehatan terkait.
Pasal 6
(1) Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik dan radiologi
intervensional, fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki izin penggunaan
alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan imejing
diagnostik selain USG harus memiliki izin penggunaan alat dari Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
Pasal 7
Izin penyelenggaraan pelayanan radiologi diagnostik berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
Pasal 8
Fasilitas pelayanan radiologi diagnostik yang telah memiliki izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada
standar pelayanan radiologi diagnostik yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 9
Pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan
dokter gigi spesialis.
Bagian Kedua
Pelayanan Radioterapi
Pasal 10
Pelayanan radioterapi hanya dapat diselenggarakan di rumah sakit pemerintah atau
rumah sakit swasta.
Pasal 11
(1) Setiap penyelenggaraan pelayanan radioterapi harus memperoleh izin dari
Menteri.
(2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, sumber daya
manusia, dan kemampuan pelayanan radioterapi sesuai klasifikasinya.
(3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan :
a Struktur organisasi instalasi/unit radioterapi;
b Data ketenagaan di instalasi/unit radioterapi;
c Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi ruangan;
d Data peralatan dan spesifikasi teknis radioterapi;
e Berita acara uji fungsi alat;
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
f Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi
pengion/sinar-X);
g rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi dengan melibatkan organisasi
profesi.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12
Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diberikan setelah dilakukan
penilaian oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri dengan melibatkan organisasi profesi
terkait.
Pasal 13
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan radioterapi, fasilitas pelayanan kesehatan
harus memiliki izin penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 14
Izin penyelenggaraan pelayanan radioterapi berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
Pasal 15
(1) Pelayanan radioterapi hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan
keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter
gigi spesialis.
(2) Pelayanan radioterapi harus memperhatikan penempatan peralatan radioterapi
untuk menjamin sistem rujukan di suatu wilayah propinsi tertentu.
(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi bersama organisasi profesi terkait dalam melakukan pemetaan sumber
daya manusia dan peralatan yang ada.
Pasal 16
Fasilitas pelayanan radioterapi yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada standar
pelayanan radioterapi yang ditetapkan oleh Menteri.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Bagian Ketiga
Pelayanan Kedokteran Nuklir
Pasal 17
Pelayanan kedokteran nuklir hanya dapat diselenggarakan di Rumah Sakit atau di
fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 18
(1) Setiap penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir yang menggunakan alat
CT (Computed Tomography), harus memperoleh izin dari Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
(2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, bahan
radiofarmaka/radionuklida, sumber daya manusia, dan kemampuan pelayanan
kedokteran nuklir sesuai klasifikasinya.
(3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dengan
melampirkan :
a. Struktur organisasi instalasi/unit kedokteran nuklir
b. Data ketenagaan di instalasi/unit kedokteran nuklir
c. Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi gedung
d. Data kelengkapan peralatan (peralatan monitoring radiasi, peralatan cacah
sumber, alat pelindung)
e. Data zat radioaktif : nama dan senyawanya, aktivitas, bentuk dan sifat,
jumlah prakiraan pemakaian per tahun
f. Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi
pengion/sinar-X)
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian
oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Pasal 19
Penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan alat PET-CT
(Positron Emission Tomography – Computed Tomography) dan/atau Siklotron, diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersendiri.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 20
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kedokteran nuklir yang menggunakan
alat penunjang CT dan/atau PET-CT dan/atau Siklotron, harus memiliki izin
penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 21
Izin penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal 22
Pelayanan kedokteran nuklir hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan
keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis.
Pasal 23
Fasilitas pelayanan kedokteran nuklir yang telah memiliki izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada
standar pelayanan kedokteran nuklir yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB III
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 24
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan radiologi
diagnostik, pelayanan radioterapi, dan pelayanan kedokteran nuklir wajib
melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan dan merupakan bagian dari sistem pencatatan dan pelaporan
pada fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 25
Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini
dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 26
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil
tindakan administratif.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan pelayanan, atau
pencabutan izin.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Fasilitas pelayanan kesehatan yang telah melaksanakan kegiatan pelayanan
radiologi sebelum ditetapkannya peraturan ini harus menyesuaikan dengan
Peraturan ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Dengan ditetapkan Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
366/Menkes/Per/V/1997 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 29
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2008
MENTERI KESEHATAN,
ttd
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)

More Related Content

What's hot

Transformasi (ppt)
Transformasi (ppt)Transformasi (ppt)
Transformasi (ppt)Mathbycarl
 
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...Ich Bin Fandy
 
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologirahmaarifatun
 
Regulasi Rumah Sakit
Regulasi Rumah SakitRegulasi Rumah Sakit
Regulasi Rumah SakitSariana Csg
 
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PAB
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PABStandar akreditasi rumah sakit APK AP PP PAB
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PABJumpa Utama Amrannur
 
SOP rekam-medis-elektronik
SOP rekam-medis-elektronikSOP rekam-medis-elektronik
SOP rekam-medis-elektronikHarkel Marthinu
 
Standar pelayanan radiologi
Standar pelayanan radiologiStandar pelayanan radiologi
Standar pelayanan radiologiAmalia Annisa
 
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposi
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposiRadiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposi
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposiNona Zesifa
 
Lkpd luas permukaan kubus
Lkpd luas permukaan kubusLkpd luas permukaan kubus
Lkpd luas permukaan kubusIndah Pe
 
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)Akbar Zhagtris
 
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icuthe yulia
 
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)ADam Raeyoo
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemenmataharitimoer MT
 
Denah dan Skala Kelas 5
Denah dan Skala Kelas 5Denah dan Skala Kelas 5
Denah dan Skala Kelas 5Eko Supriyadi
 
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...Cut Ampon Lambiheue
 
power point sistem koordinat
power point sistem koordinatpower point sistem koordinat
power point sistem koordinatmalonasp25
 
Formulir general consent
Formulir general consentFormulir general consent
Formulir general consentCut Fathani
 
LKPD Perbandingan dan SKala
LKPD Perbandingan dan SKalaLKPD Perbandingan dan SKala
LKPD Perbandingan dan SKalarifal jusnawan
 
Teknik Radiografi 2 Tomografi
Teknik Radiografi 2 TomografiTeknik Radiografi 2 Tomografi
Teknik Radiografi 2 TomografiNona Zesifa
 

What's hot (20)

Transformasi (ppt)
Transformasi (ppt)Transformasi (ppt)
Transformasi (ppt)
 
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...
Kemenkes no 1250 tahun 2009 tentang kendali mutu (quality control) peralatan ...
 
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi
96684456 menghitung-kebutuhan-tenaga-di-instalasi-radiologi
 
Regulasi Rumah Sakit
Regulasi Rumah SakitRegulasi Rumah Sakit
Regulasi Rumah Sakit
 
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PAB
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PABStandar akreditasi rumah sakit APK AP PP PAB
Standar akreditasi rumah sakit APK AP PP PAB
 
SOP rekam-medis-elektronik
SOP rekam-medis-elektronikSOP rekam-medis-elektronik
SOP rekam-medis-elektronik
 
Standar pelayanan radiologi
Standar pelayanan radiologiStandar pelayanan radiologi
Standar pelayanan radiologi
 
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposi
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposiRadiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposi
Radiofotografi 2 Modifikasi faktor eksposi
 
Lkpd luas permukaan kubus
Lkpd luas permukaan kubusLkpd luas permukaan kubus
Lkpd luas permukaan kubus
 
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
 
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
 
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
 
Gamma kamera
Gamma kameraGamma kamera
Gamma kamera
 
Denah dan Skala Kelas 5
Denah dan Skala Kelas 5Denah dan Skala Kelas 5
Denah dan Skala Kelas 5
 
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...
144 penyakit yang tidak boleh di rujuk (Wajib dilayani di tingkat Pelayanan P...
 
power point sistem koordinat
power point sistem koordinatpower point sistem koordinat
power point sistem koordinat
 
Formulir general consent
Formulir general consentFormulir general consent
Formulir general consent
 
LKPD Perbandingan dan SKala
LKPD Perbandingan dan SKalaLKPD Perbandingan dan SKala
LKPD Perbandingan dan SKala
 
Teknik Radiografi 2 Tomografi
Teknik Radiografi 2 TomografiTeknik Radiografi 2 Tomografi
Teknik Radiografi 2 Tomografi
 

Similar to PERATURAN RADIOLOGI

pmk no. 1249 thn 2009 ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir
pmk no. 1249 thn 2009  ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklirpmk no. 1249 thn 2009  ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir
pmk no. 1249 thn 2009 ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklirFamiliantoro Maun
 
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdfpepensutendi3
 
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja radiasi
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja  radiasiPmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja  radiasi
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja radiasiPariJatim1
 
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKREGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKPariJatim1
 
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga Sanitarian
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga SanitarianPMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga Sanitarian
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga SanitarianUFDK
 
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarianPmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarianppidkemenkes
 
Permenkes 9 2014 klinik
Permenkes 9 2014 klinikPermenkes 9 2014 klinik
Permenkes 9 2014 klinikfalkenmadara
 
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang klinik
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang  klinikPeraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang  klinik
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang klinikUlfah Hanum
 
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdf
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdfPPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdf
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdfDiahMulyaDwiPutri
 
Permenkes No 32 Tahun 2013 Ttg Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian
Permenkes  No 32  Tahun 2013 Ttg  Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga SanitarianPermenkes  No 32  Tahun 2013 Ttg  Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian
Permenkes No 32 Tahun 2013 Ttg Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga SanitarianAdelina Hutauruk
 
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdf
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdfRAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdf
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdfIFRSCitraHusada
 
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan Vektor
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan VektorPMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan Vektor
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan VektorUFDK
 
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdfPermenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdfPUTRA ADI IRAWAN
 
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdfPermenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdfRyanHyde7
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitratu ayu
 
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1melodycguitarista
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitseptian57
 

Similar to PERATURAN RADIOLOGI (20)

pmk no. 1249 thn 2009 ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir
pmk no. 1249 thn 2009  ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklirpmk no. 1249 thn 2009  ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir
pmk no. 1249 thn 2009 ttg penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir
 
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf
3_KMK_410_th_2010_ttg_Perubahan_atas_KMK_1014_ttg_std_yan_rad_diag.pdf
 
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja radiasi
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja  radiasiPmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja  radiasi
Pmk no. 56 ttg tunjangan bahaya radiasi pns pekerja radiasi
 
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIKREGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
REGULASI PERIZINAN RADIODIAGNOSTIK
 
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga Sanitarian
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga SanitarianPMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga Sanitarian
PMK no.32 Tentang Pekerjaan Tenaga Sanitarian
 
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarianPmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
 
Permenkes 9 2014 klinik
Permenkes 9 2014 klinikPermenkes 9 2014 klinik
Permenkes 9 2014 klinik
 
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang klinik
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang  klinikPeraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang  klinik
Peraturan menteri kesehatan no. 9 tahun 2014 tentang klinik
 
Syarat pendirian klinik
Syarat pendirian klinikSyarat pendirian klinik
Syarat pendirian klinik
 
Pasien pedoman dosis
Pasien pedoman dosisPasien pedoman dosis
Pasien pedoman dosis
 
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdf
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdfPPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdf
PPT ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN.pdf
 
Permenkes No 32 Tahun 2013 Ttg Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian
Permenkes  No 32  Tahun 2013 Ttg  Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga SanitarianPermenkes  No 32  Tahun 2013 Ttg  Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian
Permenkes No 32 Tahun 2013 Ttg Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian
 
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdf
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdfRAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdf
RAKONTEK_1.11.22_BPFKSBY.pdf
 
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan Vektor
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan VektorPMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan Vektor
PMK no.50_Tentang Standar Baku Mutu Kesling dan Persyaratan Kesehatan Vektor
 
Permenkes Nomor 50 Tahun 2017.pdf
Permenkes Nomor 50 Tahun 2017.pdfPermenkes Nomor 50 Tahun 2017.pdf
Permenkes Nomor 50 Tahun 2017.pdf
 
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdfPermenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
 
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdfPermenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdf
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010.pdf
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
 
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
permenkes no-340-ttg-klasifikasi-rumah-sakit-1
 
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakitPeraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
Peraturan menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-klasifikasi-rumah-sakit
 

More from Martindra K

KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007
KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007
KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007Martindra K
 
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!Martindra K
 
Cara transfer file via wifi
Cara transfer file via wifiCara transfer file via wifi
Cara transfer file via wifiMartindra K
 
CARA PARTISI SD CARD
CARA PARTISI SD CARDCARA PARTISI SD CARD
CARA PARTISI SD CARDMartindra K
 
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH Martindra K
 
Jenis jenis gemstone
Jenis jenis gemstoneJenis jenis gemstone
Jenis jenis gemstoneMartindra K
 

More from Martindra K (8)

KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007
KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007
KEMENKES no. 375 TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007
 
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!
JENIS JENIS NARKOBA DAN BAHAYANYA..!!
 
Cara transfer file via wifi
Cara transfer file via wifiCara transfer file via wifi
Cara transfer file via wifi
 
CARA PARTISI SD CARD
CARA PARTISI SD CARDCARA PARTISI SD CARD
CARA PARTISI SD CARD
 
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN KONTRAK RUMAH
 
Jenis jenis gemstone
Jenis jenis gemstoneJenis jenis gemstone
Jenis jenis gemstone
 
DOA UMROH
DOA UMROHDOA UMROH
DOA UMROH
 
STOP NETCUT..!!
STOP NETCUT..!!STOP NETCUT..!!
STOP NETCUT..!!
 

Recently uploaded

Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 

Recently uploaded (18)

Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 

PERATURAN RADIOLOGI

  • 1. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di bidang radiologi perlu dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; b. bahwa pemanfaatan radiologi dalam pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan akan membahayakan kesehatan baik bagi pasien dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan maupun masyarakat sekitar; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan b, perlu mengatur Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi dengan Peraturan Menteri Kesehatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
  • 2. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Nomor 52 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4202); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4730); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Nomor 82 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4839); 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 145/Menkes/Per/II/1998; 13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1427/Menkes/SK/XII/2006 tentang Standar Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit; 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XII/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007; 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/ Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI.
  • 3. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik. 2. Pelayanan radiologi diagnostik adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. 3. Pelayanan radioterapi adalah pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radioterapi primer, pelayanan radioterapi sekunder, pelayanan radioterapi tertier, ditujukan pada penderita kanker atau non kanker yang memerlukan terapi. 4. Pelayanan kedokteran nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan proses fisiologi, metabolisme, dan terapi radiasi internal. 5. Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya. 6. Fasilitas pelayanan radiologi adalah tempat untuk menyelenggarakan pelayanan radiologi. 7. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan. Pasal 2 Ruang lingkup pelayanan radiologi meliputi pelayanan radiologi diagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir. BAB II PELAYANAN RADIOLOGI Bagian Kesatu Radiologi Diagnostik Pasal 3 Pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang meliputi :
  • 4. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA a. Rumah Sakit; b. Puskesmas (hanya untuk yang menggunakan USG); c. Puskesmas dengan perawatan; d. BP4/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM); e. Praktik perorangan dokter atau praktik perorangan dokter spesialis/praktik berkelompok dokter atau praktik berkelompok dokter spesialis; f. Praktik perorangan dokter gigi atau praktik perorangan dokter gigi spesialis, praktik berkelompok dokter gigi atau praktik berkelompok dokter gigi spesialis; g. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan; h. Sarana Kesehatan Pemeriksa Calon Tenaga Kerja Indonesia (Clinic Medical check up); i. Laboratorium kesehatan swasta; j. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 4 (1) Setiap penyelenggaraan pelayanan radiologi diagnostik harus memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, sumber daya manusia, dan kemampuan pelayanan radiologi diagnostik sesuai klasifikasinya. (3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan melampirkan : a. Struktur organisasi instalasi/unit radiologi diagnostik; b. Data ketenagaan di instalasi/unit radiologi diagnostik; c. Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi ruangan; d. Data peralatan dan spesifikasi teknis radiologi diagnostik; e. Berita acara uji fungsi alat; f. Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi pengion/sinar-X). (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 5 Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi kesehatan terkait. Pasal 6 (1) Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik dan radiologi intervensional, fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki izin penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • 5. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA (2) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan imejing diagnostik selain USG harus memiliki izin penggunaan alat dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Pasal 7 Izin penyelenggaraan pelayanan radiologi diagnostik berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 8 Fasilitas pelayanan radiologi diagnostik yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada standar pelayanan radiologi diagnostik yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 9 Pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis. Bagian Kedua Pelayanan Radioterapi Pasal 10 Pelayanan radioterapi hanya dapat diselenggarakan di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta. Pasal 11 (1) Setiap penyelenggaraan pelayanan radioterapi harus memperoleh izin dari Menteri. (2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, sumber daya manusia, dan kemampuan pelayanan radioterapi sesuai klasifikasinya. (3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan : a Struktur organisasi instalasi/unit radioterapi; b Data ketenagaan di instalasi/unit radioterapi; c Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi ruangan; d Data peralatan dan spesifikasi teknis radioterapi; e Berita acara uji fungsi alat;
  • 6. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA f Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi pengion/sinar-X); g rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi dengan melibatkan organisasi profesi. (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 12 Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri dengan melibatkan organisasi profesi terkait. Pasal 13 Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan radioterapi, fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki izin penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 14 Izin penyelenggaraan pelayanan radioterapi berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12. Pasal 15 (1) Pelayanan radioterapi hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis. (2) Pelayanan radioterapi harus memperhatikan penempatan peralatan radioterapi untuk menjamin sistem rujukan di suatu wilayah propinsi tertentu. (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi bersama organisasi profesi terkait dalam melakukan pemetaan sumber daya manusia dan peralatan yang ada. Pasal 16 Fasilitas pelayanan radioterapi yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada standar pelayanan radioterapi yang ditetapkan oleh Menteri.
  • 7. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Bagian Ketiga Pelayanan Kedokteran Nuklir Pasal 17 Pelayanan kedokteran nuklir hanya dapat diselenggarakan di Rumah Sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 18 (1) Setiap penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir yang menggunakan alat CT (Computed Tomography), harus memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. (2) Izin penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan bangunan, peralatan, bahan radiofarmaka/radionuklida, sumber daya manusia, dan kemampuan pelayanan kedokteran nuklir sesuai klasifikasinya. (3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dengan melampirkan : a. Struktur organisasi instalasi/unit kedokteran nuklir b. Data ketenagaan di instalasi/unit kedokteran nuklir c. Data denah, ukuran, konstruksi dan proteksi gedung d. Data kelengkapan peralatan (peralatan monitoring radiasi, peralatan cacah sumber, alat pelindung) e. Data zat radioaktif : nama dan senyawanya, aktivitas, bentuk dan sifat, jumlah prakiraan pemakaian per tahun f. Surat izin importir alat dari BAPETEN (untuk alat yang menggunakan radiasi pengion/sinar-X) (4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri. (5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pasal 19 Penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan alat PET-CT (Positron Emission Tomography – Computed Tomography) dan/atau Siklotron, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersendiri.
  • 8. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Pasal 20 Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kedokteran nuklir yang menggunakan alat penunjang CT dan/atau PET-CT dan/atau Siklotron, harus memiliki izin penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 Izin penyelenggaraan pelayanan kedokteran nuklir berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pasal 22 Pelayanan kedokteran nuklir hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis. Pasal 23 Fasilitas pelayanan kedokteran nuklir yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dalam penyelenggaraan pelayanan harus mengacu pada standar pelayanan kedokteran nuklir yang ditetapkan oleh Menteri. BAB III PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 24 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan radiologi diagnostik, pelayanan radioterapi, dan pelayanan kedokteran nuklir wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dan merupakan bagian dari sistem pencatatan dan pelaporan pada fasilitas pelayanan kesehatan. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25 Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
  • 9. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Pasal 26 (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan pelayanan, atau pencabutan izin. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Fasilitas pelayanan kesehatan yang telah melaksanakan kegiatan pelayanan radiologi sebelum ditetapkannya peraturan ini harus menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Dengan ditetapkan Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 366/Menkes/Per/V/1997 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 29 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2008 MENTERI KESEHATAN, ttd Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp. JP (K)