Dokumen tersebut membahas beberapa konsep genetika seperti komplementer, polimeri, atavisme. Komplementer adalah interaksi gen dimana salah satu gen tidak dapat menghasilkan sifat tanpa gen lainnya. Polimeri terjadi pada persilangan hibrid di mana rasio fenotipe generasi F2 adalah 15:1. Atavisme adalah munculnya sifat leluhur pada keturunan, misalnya munculnya jengger tunggal pada ay
2. KOMPLEMENTER
Fenomena gen komplementer kali pertama diamati oleh .
Bateson dan R.C. Punnet saat mengamati persilangan bunga
athyrus odoratus. Komplementer merupakan interaksi gen
yang saling melengkapi. Jika salah satu gen tidak muncul,
sifat yang dimaksud juga tidak muncul atau tidak sempurna.
Pada bunga athyrus odoratus, terdapat dua gen yang saling
berinteraksi dalam memunculkan pigmen pada bunga.
Gen C : membentuk pigmen warna
Gen c : tidak membentuk pigmen warna
Gen P : membentuk enzim pengaktif pigmen
Gen p : tidak membentuk enzim pengaktif pigmen
4. POLIMERI
Elson Ehle membuktikan polimeri ketika
menyilangkan gandum kulit merah dengan kulit
putih. Generasi F1 hasil perbandingan tersebut
menghasilkan 100% gandum kulit merah.
Persilangan F1 menghasilkan generasi F2
dengan perbandingan kulit merah dan putih
sebesar 15:1. Dari perbandingan tersebut
dapat diduga bahwa persilangan yang
dilakukan merupakan persilangan dihibrid.
6. ATAVISME
Fenomena ini diungkapkan kali pertama oleh William
Bateson dan R.C Punnett. Mereka mengawinkan berbagai
macam ayam dengan memerhatikan bentuk jengger.
Persilangan antara ayam berjengger tipe rose (mawar)
dengan tipe pea (ercis) menghasilkan 100% ayam
berjengger walnut. Semula, munculnya ayam berjengger
alnut diduga merupakan sifat intermedier (sifat antara)
yang muncul jika gennya heterozigot. Akan tetapi, jika
ayam F1 berjengger walnut tersebut dikawinkan
sesamanya, dihasilkan empat fenotipe dengan
perbandingan 9:3:3:1. Selain fenotipe jengger ayam rose,
pea, dan walnut muncul satu sifat baru lain, yakni single
(tunggal).
9. Sepasang alel (RR) menentukan tipe
jengger rose dan sepasang alel (PP)
menentukan tipe jengger pea. Interaksi
antar gen rose dan pea menghasilkan
fenotipe alnut (R-P-) dan single (rrpp). Gen
R dominan terhadap alel r dan gen P
dominan terhadap p. Satu atau sepasang
gen R dominan terhadap gen r, dalam hal
ini menghasilkan fenotipe baru, yakni
walnut. Sepasang gen rrpp menghasilkan
fenotipe baru, single. Meskipun terdapat
dominansi antara gen P dan gen R, gengen tersebut bukanlah gen sealel (Suryo,
2001: 131).
Berdasarkan gen-gen tersebut, warna pada bunga hanya akan timbul jika kedua gen, penghasil pigmen (C) dan penghasil enzim pengaktif pigmen (P), muncul. Jika salah satu atau kedua gen tidak muncul, bunga tidak berwarna (putih). Perhatikan persilangan berikut.
Berdasarkan hasil persilangan, generasi F2 menghasilkan perbandingan fenotipe ungu dan putih sebesar 9:7. Sepintas, tampak hal tersebut tidak sesuai hukum Mendel. Akan tetapi, sebenarnya perbandingan 9:7 tersebut hanya modifikasi dari perbandingan 9 : (3+3+1).
Perbandingan 15:1 merupakan modifikasi dari hukum Mendel mengenai persilangan dihibrid. Perbandingan 15:1 dihasilkan dari modifikasi perbandingan (9+3+3) : 1. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa gen pembawa sifat merah adalah dominan dan terdapat dua pasang alel yang menentukan sifat kulit merah. Perhatikan persilangan berikut.
Berdasarkan hasil generasi F2, diketahui bahwa terdapat 15 dari 16 kemungkinan perkawinan menghasilkan fenotipe merah, karena mengandung gen dominan M. Adapun satu kemungkinan menghasilkan fenotipe putih karena tidak memiliki gen dominan M. Hasil generasi F2 juga mengungkapkan bahwa semakin banyak gen dominan M, semakin tua warna kulit gandum tersebut. Jika terjadi sebaliknya, warna kulit gandum semakin putih.Dari percobaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa polimeri merupakan peristiwa dipengaruhinya satu ciri oleh banyak gen yang berdiri sendiri dan terjadi secara akumulatif. Semakin banyak gen yang memengaruhi, semakin nyata perbedaannya. Contoh lain polimeri terjadi pada warna iris mata manusia dan warna kulit.
Jengger tipe walnut dan single merupakan tipe jengger baru yang muncul dan tidak dijumpai pada kedua induk. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antargen. Adanya empat sifat beda dengan perbandingan 9:3:3:1 memberikan petunjuk bahwa terdapat dua pasang alel yang berbeda ikut mempengaruhi bentuk jengger ayam.