SlideShare a Scribd company logo
98 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011
PENGGUNAAN LAHAN KERING DI DAS LIMBOTO
PROVINSI GORONTALO UNTUK PERTANIAN
BERKELANJUTAN
Nurdin
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96122
Telp. (0435) 821125, Faks. (0435) 821752, E-mail: ung@ung.ac.id
Diajukan: 23 Maret 2010; Diterima: 17 Februari 2011
ABSTRAK
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Kata kunci: Lahan kering, penggunaan lahan, pertanian berkelanjutan, daerah aliran sungai, Limboto, Gorontalo
ABSTRACT
The use of upland in Limboto watershed of Gorontalo Province for agriculture sustainability
Upland agroecosystem has a great potential for agricultural development. Limboto watershed has an upland area
that suitable for agricultural development of 37,049 ha. Meanwhile, flat to undulating land that is potential for
agriculture is 33,144 ha. In utilizing the land resource, some strategies and technologies for upland management
can be implemented, which include: 1) upland farming management, including plant grouping in a landscape
following water need, determination of appropriate cropping patterns, and application of mulch, organic matter,
wind breaker, and agroforestry, 2) development of economic, social and cultural aspects through extension,
provision of production facilities, infrastructure, and capital for farmers, empowerment of farmers' institutions
and extensions, and implementation of agribusiness system, and 3) implementation of a pro-agriculture policies,
which include provision of subsidies to farmers in upstream areas for land conservation, granting tax subsidy to
farmers, filling regulations based on land conservation, and land management based on land rights system. Another
most important thing in utilizing upland is syncronization and coordination between government institutions by
involving farmers to avoid interest overlapping.
Keywords: Upland, land use efficiency, sustainable agriculture, watershed, Limboto, Gorontalo
Lahan merupakan salah satu sum-
ber daya alam yang tidak terbaharui
(unrenewable). Hampir semua sektor
pembangunan fisik membutuhkan lahan
(Sitorus 1998). Notohadinegoro (2000)
menjelaskan, lahan kering adalah lahan
yang berada di suatu wilayah yang ber-
kedudukan lebih tinggi yang diusahakan
tanpa penggenangan air. Selanjutnya,
Rukmana(2001) menegaskan,lahan kering
merupakan sebidang lahan yang dapat
digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan
biasanya bergantung pada air hujan.
Sementara itu,Abdurachman et al. (2008)
mendefinisikan lahan kering sebagai salah
satu agroekosistem yang mempunyai
potensi besar untuk usaha pertanian, baik
tanaman pangan, hortikultura (sayuran
dan buah-buahan) maupun tanaman
tahunan dan peternakan. Minardi (2009)
menyatakan, lahan kering umumnya selalu
dikaitkan dengan pengertian usaha tani
bukan sawah yang dilakukan oleh masya-
Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 99
rakat di suatu daerah aliran sungai
(DAS) bagian hulu sebagai lahan atas
atau lahan yang terdapat di wilayah ke-
ring (kekurangan air) dan bergantung
pada air hujan.
BerdasarkanAtlasArahan Tata Ruang
Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000
(Puslitbangtanak 2001), Indonesia me-
miliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri
atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan
40,20 juta ha lahan basah (22%). Namun,
Abdurachman et al. (2008) menyatakan,
pemanfaatan lahan kering untuk pertanian
sering diabaikan oleh para pengambil
kebijakan yang lebih tertarik pada pening-
katan produktivitas lahan sawah, padahal
lahan kering tersedia cukup luas dan
berpotensi untuk dikembangkan.
Kebutuhan akan lahan terus mening-
kat sejalan dengan waktu, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
dan pertambahan jumlah penduduk.
Tekanan kebutuhan penduduk terhadap
lahan menyebabkan pemanfaatan lahan
melampaui daya dukung dan kemam-
puannya sehingga terjadi kelelahan tanah
(soil fatigue) dan kerusakan lahan (Husain
et al. 2006). Menurut Idjudin dan Mar-
wanto (2008), salah satu penyebab ketim-
pangan pengelolaan lahan kering adalah
pertambahan jumlah penduduk sehingga
mendorong petani untuk mengusahakan
lahan kering berlereng di DAS bagian hulu
yang rentan erosi.
DAS Limboto termasuk salah satu
DAS prioritas dari DAS kritis di SWP-
DAS Bone Bolango (Kusmawati 2006).
DAS Limboto didominasi (70%) wilayah
dengan kemiringan lereng lebih dari 40%
(Bapppeda Provinsi Gorontalo 2002).
Dengan demikian, DASini rentan terhadap
degradasi apabila kawasan hulu dan
daerah tangkapan airnya tidak dikelola
secara tepat. Berdasarkan Data Balitbang-
pedalda Provinsi Gorontalo (2004), ke-
giatan pertanian di lahan kering DAS
Limboto telah menyebabkan 23.210,53 ha
lahan menjadi kritis. Kondisi ini menye-
babkan terjadinya erosi dan masuknya
sedimen ke Danau Limboto sehingga ter-
jadi pengendapan dan pendangkalan
yang menurunkan kapasitas tampung
danau (Kusmawati 2006).
Danau Limboto sebagai muara (outlet)
DAS Limboto terus mengalami pendang-
kalan sehingga luas perairan danau makin
menciut. Selain itu, sebagian wilayah DAS
ini tertutup oleh endapan aluvium yang
cukup sesuai untuk pengembangan perta-
nian, memiliki permukaan air tanah yang
dangkal, dan akifernya tergolong pro-
duktif sedang (Husain et al. 2006). Pada
wilayah yang relatiflandai sampai berbukit
banyak diusahakan tanaman pangan,
terutama jagung, dan perkebunan seperti
kelapa. Melihat kondisi tersebut maka
pengelolaan lahan kering secara ber-
kelanjutan di DAS Limboto perlu men-
dapat perhatian. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Husain et al. (2006) bahwa
pengelolaan lahan yang tepat di kawasan
DAS Limboto sangat penting dalam
rangka penyelamatan Danau Limboto
dan pengendalian banjir di Kota Goron-
talo.
Tulisan ini mengulas potensi lahan
kering di DAS Limboto dan status pe-
manfaatan lahan kering saat ini. Di-
ungkap pula permasalahan dan strategi
pengelolaan lahan kering di kawasan
DAS tersebut.
POTENSI LAHAN KERING
DI DAS LIMBOTO
Pengembangan pertanian di lahan kering
diharapkan memberi kontribusi nyata
dalam mewujudkan pertanian tangguh
mengingat potensi dan luas lahan yang
jauh lebih besar daripada lahan sawah dan
atau lahan gambut (Subardja dan Sudar-
sono 2005). Selain itu, lahan kering sangat
berpotensi untuk pengembangan ber-
bagai komoditas andalan dan memberikan
sumbangan cukup besar terhadap penye-
diaan pangan nasional (Badan Litbang
Pertanian 1998, tidak dipublikasikan).
Berdasarkan PetaReProotskala1:250.000
(1988), untuk pertanianlahan kering, lahan
yang sesuai didominasi oleh tanah Incep-
tisol,Alfisol, dan Entisol. Hal ini didukung
oleh laporan Puslittanak (1994) dalam peta
tanah tinjau skala 1 : 150.000, bahwa jenis
tanah yang dominan di DAS Limboto
adalah Inceptisol (27.400 ha) dan Alfisol
(43.849 ha) (Tabel 1).
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pa-
ngan Provinsi Gorontalo (2003) bekerja
sama dengan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah telah
melakukan evaluasi kesesuaian lahan di
DAS Limboto. Hasilnya menunjukkan,
lahan yang sesuai untuk pengembangan
pertanian di DAS tersebut mencapai
37.049 ha, yaitu untuk padi gogo 27.702
ha, jagung 27.938 ha, kacang tanah 27.935
ha,ubijalar 24.838 ha, danubi kayu45.969
ha.
Berdasarkan sifat-sifat tanah, Ilahude
et al. (2007) melaporkan, DAS Limboto
bagian Sub-DAS Biyonga memiliki tanah
bertekstur lempung berdebu, permeabili-
tas dan infiltrasi agak cepat, porositas
tanah sedikit, dan struktur tanah gumpal
bersudut. Selain itu, kesuburan tanah
rendah berdasarkan nilai kapasitas tukar
kation (KTK), kejenuhan basa, N tanah
tersedia, P2
O5
tersedia, K2
O tersedia, dan
C-organik yang dipadankan pada Kunci
Status Kesuburan Tanah (Puslittan
1983). Berbeda dengan DAS Limboto,
Nurdin et al. (2009) melaporkan, bagian
Sub-DAS Alo Pohu Isimu Utara memiliki
kesuburan tanah yang sedang menurut
kriteria Puslittan(1983).Hal inidisebabkan
oleh kadar N total yang rendah, P tersedia
cukup tinggi, K tersedia dan C-organik
rendah, serta KTK dan kejenuhan basa
sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan
bahwa lahan kering di DAS Limboto
cukup potensial untuk pengembangan
komoditas pertanian.
Salah satu faktor yang menentukan
tingkat kesesuaian lahan adalah bentuk
wilayah atau relief (Hikmatullah et al.
2008). Bentuk wilayah DAS Limboto
bervariasi dari datar (03%) sampai ber-
gunung (> 50%). Masing-masing bentuk
wilayah mempunyai lahan datar sampai
agak datar seluas 27.125 ha, lahan ber-
ombak sampai bergelombang 6.336 ha,
lahan berbukit kecil sampai berbukit
21.189 ha, dan lahan bergunung 7.551 ha
(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Provinsi Gorontalo 2009). Menurut Hik-
matullah et al. (2008), lahan yang terletak
pada wilayah datar sampai bergelom-
bang berpotensi untuk pengembangan
pertanian. Lahan yang terletak pada
wilayah berbukit < 40% dapat digunakan
untuk perkebunan dengan menerap-
kan teknik konservasi tanah dan air
(Djaenudin et al. 2003).
Tabel 1. Sebaran jenis tanah di DAS
Limboto, Provinsi Gorontalo.
Ordo Luas
(ha) (%)
Alfisol 43.849 50,01
Molisol 6.027 6,87
Vertisol 5.022 5,73
Entisol 1.965 2,24
Inceptisol 27.400 31,25
Danau 3.415 3,90
Jumlah 87.678 100
Sumber: Puslittanak (1994).
100 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011
Setiap tanaman mempunyai persya-
ratan tumbuh tertentu untuk berproduksi
secara optimal (FAO 1976; Djaenudin
et al. 2003). Di samping itu, agar dapat
tumbuh dan berproduksi tinggi serta
hasilnya berkualitas, tanaman harus di-
budidayakan pada lingkungan yang
sesuai (Amien 1994; Subagjo et al. 1995;
Djaenudin 2001). Komponen lahan yang
memengaruhi pertumbuhan dan produk-
tivitas tanaman selain tanah dan topografi
adalah iklim(Djaenudin 2008).
WilayahDASLimbotomemilikijumlah
curah hujan tahunan 1.505 mm dengan
rata-rata bulanan 125 mm, suhu udara
26,7O
C, dan kelembapan udara 80,3%
(BMG Gorontalo 2009). Berdasarkan data
tersebut maka kondisi iklim setempat cu-
kup potensial, walaupun kelas kesesuai-
annya umumnya cukup sesuai (S2) untuk
pengembangan tanaman pangan dan
perkebunan menurut kriteria kesesuaian
lahan Balai Penelitian Tanah (Djaenudin
et al. 2003). Hal ini sejalan dengan Naylor
et al. (2007) yang menyatakan bahwa
produksi pertanian di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh curah hujan.
Syahbuddin et al. (2004) telah meng-
analisis data curah hujan dan suhu udara
sepuluh tahunan untuk menentukan wak-
tu tanam dan jumlah pemberian air ke
tanaman. Lebih lanjut, Runtunuwu dan
Syahbuddin (2007) melaporkan bahwa
perubahan iklim berimplikasi pada pe-
ngembangan pertanian sehingga diperlu-
kan upaya adaptasi sistem budi daya.
Musa (2006) yang melakukan pene-
litian waktu tanam jagung di DAS Lim-
boto menyimpulkan bahwa waktu tanam
memengaruhi berat kering maksimal
tanaman. Sementara itu, Nurdin et al.
(2006) melaporkan bahwa berdasarkan
faktor iklim, kelas kesesuaian lahan untuk
pengembangan jagung di Longalo Pro-
vinsi Gorontalo termasuk cukup sesuai
dengan faktor pembatas suhu (S2tc), de-
ngan nilai kesesuaian komparatif 86,67%.
Dengan demikian, pengembangan komo-
ditas pertanian di lahan kering merupakan
salah satu pilihan strategis untuk mening-
katkan produksi dan mendukung keta-
hanan pangan nasional (Mulyani 2006).
STATUS PEMANFAATAN
LAHAN SAAT INI
Kondisi lahan kering di bagian tengah dan
hulu DAS Limboto hampir sebagian besar
berstatus lahan kritis. Hal ini sesuai de-
ngan laporan Balitbangpedalda Provinsi
Gorontalo (2004) yang menunjukkan
bahwa penyebaran lahan kritis dalam
kawasan hutan lindung mencapai 14.252
ha. Padahal menurut Kusmawati (2006),
luas kawasan hutan di DAS Limboto pada
tahun 2003 hanya 14.893 ha (Tabel 2).
Artinya, tinggal tersisa 641 ha hutan yang
kondisinya baik.
Penggunaan lahan di wilayah DAS
Limboto adalah tegalan dengan luas
32.117 ha (35,29%)danperkebunankelapa
dengan luas 12.526 ha atau 13,76% dari
total luas DAS. Balitbangpedalda Provinsi
Gorontalo (2004) juga melaporkan, lahan
kritis di kawasan hutan cukup luas, men-
capai 35.343 ha. Jika dijumlahkan dengan
luas lahan kritis yang berada di dalam
kawasan hutan, totalnya mencapai 49.595
ha atau 54,50% dari luas total DAS. Hal ini
mengindikasikan bahwa luas lahan yang
tidak kritis tinggal 41.409 ha atau 45,50%.
Perubahan penggunaan lahan pada
tahun 19992002 menyebabkan luas area
hutan menurun 1,5% dan area pertanian
bertambah 1,9%. Dari total luas DAS,
hanya 16,4% yang ditutupi hutan, yaitu
hutan lahan kering sekunder dan hutan
rawa sekunder, dan sekitar 20% dari
kawasan hutan berubah menjadi semak
belukar, tanah terbuka, atau lahan perta-
nian pada tahun 2003. Konversi lahan
tersebut dilakukan tanpa mengindahkan
kaidah konservasi tanah dan air (BPDAS
2004). Hal ini merupakan salah satu akibat
ketimpangan pengelolaan lahan kering
karena pertambahan jumlah penduduk, ter-
utama akibat perkembangan dan perlu-
asan Kota Limboto, Isimu, dan Kota Te-
laga sehingga mendorong petani untuk
mengusahakan lahan kering berlereng di
DAS hulu yang rentan terhadap erosi
(Idjudin dan Marwanto 2008). Lebih lanjut
Minardi (2009) menyatakan, usaha tani
lahan kering di bagian hulu suatu DAS
sangat bergantung pada air hujan.
Luas lahan tegalan di DAS Limboto
sekitar 32.117 ha dan 9.000 ha atau 28%
dari luasan tersebut merupakan area
pertanaman jagung (PPLH-SDA Unsrat
2002). Berdasarkan data BPS Kabupaten
Gorontalo (2009) yang dikomparasikan
dengan luas lahan sesuai (LLS), luas tanam
jagung mencapai 27.938 ha atau 50,52%
dari LLS, kacang tanah 27.935 ha atau
1,17% dari LLS, ubi kayu 45.969 ha atau
0,21% dari LLS, dan luas tanam ubi jalar
24.838 ha atau 0,15% dari LLS. Untuk
komoditas lainnya belum tersedia data
lahan yang sesuai untuk pengembang-
annya. Walaupun bukan merupakan
komoditas unggulan daerah, pengem-
bangan ubi kayu paling luas, dengan
proporsi luas lahan yang sesuai 99,79%.
Komoditas jagung sebagai entry point
program Agropolitan masih dapat di-
kembangkan selain pada lahan yang
telah ada dengan persentase 49,48%. Hal
ini sejalan dengan rencana perluasan
area pengembangan jagung pada tahun
2009 diKabupatenGorontalo,yaitu 62.340
ha pada lahan kering dan 3.770 ha pada
lahan sawah, terutama sawah tadah hujan
(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Provinsi Gorontalo 2009).
Berdasarkan peta Status Kawasan
dan Perairan Provinsi Gorontalo skala 1 :
250.000 (Badan Planologi 1999), DAS
Limboto hulu ditetapkan sebagai kawasan
hutan lindung (HL). Hal ini diperkuat
dengan Perda No. 32 tahun 2002 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
ProvinsiGorontalo tahun 20022016,yang
menetapkan DAS Limboto hulu sebagai
kawasan hutan lindung.
Dalam review RTRW Provinsi Goron-
talo tahun2008(BapppedaProvinsiGoron-
talo 2008) diusulkan perubahan status
kawasan DAS Limboto, di mana daerah
hulu DAS terdiri atas hutan lindung (HL),
hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan
produksi konversi (HPK). Review RTRW
tersebut, di samping lebih memproteksi
kawasan hulu DAS, juga mengusulkan
perubahan kawasan lain ke area penggu-
naan lain (APL) yang lebih luas sehingga
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan per-
tanian dan nonpertanian. Hal ini cukup
Tabel 2. Penggunaan lahan di DAS
Limboto.
Jenis penggunaan Luas
lahan (ha) (%)
Tegalan 32.117 35,29
Ladang 10.056 11,05
Kebun 676 0,74
Kebun campuran 3.042 3,34
Kelapa 12.526 13,76
Sawah 4.791 5,27
Sawah/rawa 608 0,67
Rawa 143 0,16
Belukar 8.029 8,82
Hutan 14.893 16,37
Pemukiman 708 0,78
Danau 3.415 3,75
Jumlah 91.004 100
Sumber: Peta Citra Landsat Kabupaten Goron-
talo dalam Kusmawati (2006).
Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 101
beralasan karena DAS Limboto memiliki
peran penting sebagai kawasan lindung
bagi daerah di bawahnya, apalagi semua
sungai di wilayah ini bermuara di Danau
Limboto. Danau Limboto juga berperan
penting bagi kehidupan masyarakat di
dalamnya karena banyak yang menggan-
tungkan hidupnya pada danau tersebut.
Namun, kegiatan pertanian yang ber-
langsung di sekitar kawasan lindung per-
lu diperhatikan agar tidak terjadi konflik
pemanfaatan lahan dan keberlanjutan
kehidupan masyarakat di wilayah tersebut
dapat dijaga.
PERMASALAHAN DAN
STRATEGI PENGELOLAAN
LAHAN KERING
Permasalahan Biofisik
Pengelolaan Lahan Kering
DAS Limboto terletak pada 038’070’
LU dan 12248’12300’ BT dengan
elevasi 5 m hingga lebih dari 300 m dpl.
DAS Limboto terdiri atas 23 anak sungai
yang bermuara di Danau Limboto (Balit-
bangpedalda Provinsi Gorontalo 2004,
2006). Dari 23 sungai yang mengalir ke
Danau Limboto, hanya Sungai Biyonga
yang airnya mengalir sepanjang tahun,
padahal luas sub-DAS hanya 68 km2
. Hal
ini karena kondisi mata air yang cukup baik
dengan vegetasi hutan di daerah hulu.
Sungai terbesar adalah Alo-Molalahu
dengan luas 348 km2
dan Pohu seluas
156 km2
. Namun, kedua sungai tersebut
airnya tidak mengalir lagi pada musim
kemarau karena mata airnya terganggu
akibat pembabatan hutan di daerah hulu
(JICA Studi Team 2002). Daerah tengah
telah dikonversi untuk pertanian dan
pemukiman sehingga pada musim hujan
sering terjadi banjir yang merusak lahan
pertanian di sekitar bantaran sungai sam-
pai ke hamparan lahan di bawahnya
(BPDAS 2004). Djaenudin dan Hendris-
man (2008) menyatakan bahwa dari aspek
teknis, komponen lahan kering yang me-
mengaruhi pertumbuhan dan produkti-
vitas tanaman adalah iklim, tanah, dan
topografi. Komponen tersebut sangat
menentukan potensi, kebutuhan input,
dan manajemen lahan (Djaenudin 2008).
Berdasarkan kondisi iklim, wilayah
DAS Limboto secara umum tidak meng-
alami permasalahan bagi tanaman lahan
kering. Namun, jika dirinci menurut jenis
tanaman, jumlah curah hujan 1.505 mm/
tahun dan rata-rata curah hujan 125 mm/
bulan (Tabel 3) menjadi faktor pembatas
bagi tanaman jagung dan palawija serta
tanaman hortikultura. Menurut kriteria
kesesuaian lahan komoditas jagung dan
palawija (Djaenudin et al. 2003), jumlah
hujan yang dibutuhkan tanaman jagung
untuk kelas sangat sesuai(S1) adalah500
1.200 mm/tahun, ubi jalar 8001.500 mm/
tahun, kedelai 3501.100 mm/tahun,
kacang tanah 4001.100 mm/tahun, dan
kacang hijau 350600 mm/tahun. Se-
mentara untuk komoditas hortikultura
adalah bawang merah 350600 mm/ta-
hun, cabai 6001.200 mm/tahun, kacang
panjang dan bayam 350600 mm/tahun,
mentimun, terung,dantomat400700 mm/
tahun. Untuk tanaman buah-buahan dan
perkebunan, jumlah curah hujan tidak
menjadi faktor pembatas.
Kendala utama pemanfaatan lahan
kering untuk pertanian adalah tingkat pro-
duktivitasnya rendah yang dicirikan oleh
reaksi tanah masam, miskin hara, bahan
organik rendah, kandungan besi, mangan,
dan aluminium tinggi (melebihi batas tole-
ransi tanaman), serta peka erosi (Hidayat
et al. 2000). Ilahude et al. (2007) mela-
porkan, reaksi tanah (pH) lahan kering
tergolong netral dengan kadar bahan
organik sedang, sedangkan kadar N, P2
O5
,
dan K2
O masing-masing sangat rendah,
dan nilai KTK sangat tinggi. Berdasarkan
kriteria status kesuburan tanah (nilai
KTK, kadar N, P2
O5
, dan K2
O) (Puslittan
1983) kesuburan tanah di wilayah ini
tergolong rendah. Hal ini karena kadar N,
P, dan K sangat rendah walaupun nilai
KTK-nya sangat tinggi.
JICAStudi Team (2002) melaporkan,
Sungai Biyonga, Meluopo, danAlo-Pohu
merupakan sungai utama pembawa se-
dimen ke Danau Limboto. Dari ketiga
sungai tersebut, Biyonga memberikan
kontribusi 56% dari total sedimen yang
masuk ke danau.Apabila volume sedimen
yang masuk tidak dapat dikendalikan
maka dalamkurun waktu 25 tahun, Danau
Limboto diprediksi akan terisi sedimen
dan menjadi daratan akibat proses pen-
dangkalan.
Kusmawati (2006) yang menduga
erosi dan sedimentasi di DAS Limboto
dengan GeoWEPP memperoleh total erosi
3.409.067,36 t/tahun atau rata-rata 44,69
t/ha/tahun atau 3,72 mm/tahun. Nilai erosi
tersebut telah melewati ambang batas
bahaya erosi yang dapat ditoleransi, yaitu
10 t/ha/tahun (Suripin 2002). Deposit
sedimen pada DAS Limboto sebesar
224.356,54 t/tahun atau 2,94 t/ha/tahun
atau 0,25 mm/tahun, sedangkan sedi-
ment yield 3.184.710,41 t/tahunatau 41,75
t/ha/tahun atau 3,48 mm/tahun (Tabel 4).
Data tersebut sesuai dengan keadaan
DAS Limboto yang sebagian besar
tertutup oleh ladang dan tegalan. Oleh
karena itu, usaha penanganan diarahkan
pada pengelolaan lahan miring dengan
menerapkan kaidah konservasi.
Tabel 3. Sebaran curah hujan di DAS Limboto Provinsi Gorontalo selama 6
tahun (20032008).
Bulan
Curah hujan (mm)
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rata-rata
Januari 89 128 30 112 229 214 133,67
Februari 56 100 103 143 73 94 94,83
Maret 215 79 117 68 76 389 157,33
April 266 175 105 162 129 228 177,50
Mei 192 138 231 65 249 130 167,50
Juni 11 50 84 257 214 123 123,17
Juli 64 66 210 32 80 253 117,50
Agustus 46  17 3 38 147 41,83
September 65 36 20 55 129 66 61,83
Oktober 35 122 223 3 46 188 102,83
November 82 61 85 204 118 206 126,00
Desember 222 77 132 122 400 251 200,67
Jumlah 1.343 1.032 1.357 1.226 1.781 2.289 1.504,66
Rata-rata 111,92 86 113,08 102,12 148,42 190,75 125,39
Sumber: BMG Gorontalo (2009), data diolah.
102 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011
Permasalahan Ekonomi, Sosial,
dan Budaya
Pada usaha tani lahan kering tanaman
semusim, produktivitasnya relatif rendah
serta menghadapi masalah sosial eko-
nomi, terutama karena tekanan penduduk
yang terus meningkat (Syam 2003). Desa-
desa di wilayah DAS Limboto tersebar
pada wilayah administratif Kecamatan
Limboto, Telaga, Batudaa, dan Tibawa
Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 2007,
jumlah penduduk di DAS Limboto
mencapai 247.499 jiwa (Tabel 5) atau me-
ningkat 33,07% dari tahun sebelumnya
(BPS KabupatenGorontalo 2008). Kondisi
ini akan menimbulkan tekanan terhadap
lahan yang tersedia, terutama untuk kegi-
atan pertanian yang menghasilkan bahan
pangan.
Mata pencaharian penduduk di DAS
Limboto bagian hulu masih didominasi
oleh pertanian. Komoditas yang dominan
diusahakan adalah jagung, cabai, dan ubi
kayu. Untuk subsektor perkebunan yang
paling dominan adalah kelapa. Demikian
pula untuk desa lain, penduduknya juga
dominan mengusahakan tanaman pangan
(Tabel 6). Petani lahan kering umumnya
tergolong marginal dengan pendapatan
dan pendidikan rendah dan keterampilan
terbatas, sehingga upaya konservasi la-
han usaha taninya juga terbatas (Kade-
koh 2010). Hal ini merupakan masalah
klasik bagi petani di lahan kering sehingga
memerlukan penanganan yang optimal,
terencana, dan berkelanjutan.
Untuk jagung sebagai komoditas ung-
gulan daerah dalam programAgropolitan,
pemerintah setempat telah menetapkan
harga dasar jagung Rp750/kg dan saat ini
harga jagung di daerah Gorontalo men-
capai Rp1.500/kg (Disperindag Provinsi
Gorontalo 2008). Untuk komoditas lain,
harga dasar belum ditetapkan pemerintah
setempat karena harganya masih stabil.
Hasil panen umumnya dijual langsung ke
pedagang pengumpul dan hanya sedikit
yang diperdagangkan di pasar lokal atau
pasar induk kabupaten. Namun, kondisi
ekonomi tersebut belum dibarengi de-
ngan upaya konservasi lahan untuk perta-
naman jagung maupun komoditas lainnya.
Kehidupan masyarakat petani di wi-
layah DAS Limboto sangat agamais dan
dominan dipengaruhi oleh agama Islam.
Budaya “huyula” atau dalam pengertian
umum gotong royong merupakan salah
satu bentuk kearifan lokal yang saat ini
masih ada, walaupun mulai terkikis oleh
perkembangan zaman (Tolinggi 2010).
Menurut Sunaryo dan Yoshi (2003), ke-
arifan lokal merupakan sekumpulan
pengetahuan yang diciptakan oleh seke-
lompok masyarakat dari generasi ke
generasi yang hidup menyatu dan selaras
dengan alam. Salah satu kearifan lokal
yang berkaitan dengan kegiatan pertanian
adalah penentuan waktu tanam yang
didasarkan pada ilmu perbintangan yang
dikenal dengan istilah “panggoba”
(Tolinggi 2010). Sejak zaman dahulu,
budaya ini dipegang teguh oleh petani.
Namun seiring perubahan iklim mikro
maupun global, panggoba mulai diting-
galkan.
Dariah dan Besuki(2008) melaporkan,
di Nusa Tenggara Timur terdapat kearifan
lokal yang berkaitan langsung dengan
konservasi lahan kering yang disebut
kebekolo. Kebekolo merupakan barisan
kayu atau ranting yang disusun atau
ditumpuk memotong lereng. Tumpukan
kayu/ranting ini berfungsi untuk menahan
tanah yang tergerus aliran permukaan
(erosi).
Gambar 1. Kondisi lahan di kawasan DAS Limboto hulu Provinsi Gorontalo yang
terdegradasi.
Gambar 2. Danau Limboto di Provinsi Gorontalo yang mengalami pendangkalan.
Tabel 4. Erosi dan sedimentasi di DAS
Limboto, Provinsi Gorontalo.
Komponen Nilai
Luas area (ha) 76.276,81
Jumlah erosi (t/ha) 3.409.067,36
Jumlah deposisi 224.356,54
sedimen (t/ha)
Jumlah sediment 3.184.710,41
yield (t/ha)
Rata-rata erosi 44,69
(t/ha/tahun)
Rata-rata deposisi sedimen 2,94
(t/ha/tahun)
Rata-rata sediment yield 41,75
(t/ha/tahun)
Sumber: Kusmawati (2006).
Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 103
Gorontalo memiliki beberapa varietas
jagung (binthe) lokal,seperti kiki, kalingga
(tongkol merah), momala, dan pulo (biji
berwarna putih dan ketan). Untuk meng-
antisipasi serangan hama dan penyakit
pada benih, petani melakukan molude,
yaitu menyimpan benih pada tumpukan
karung yang berisi kapur atau tilo agar
tahan sampai panen berikutnya (Tolinggi
2010).
Pengelolaan Lahan Kering di
DAS Limboto
Pembangunan pertanian berkelanjutan
menerapkan konsep abiotic, biotic, and
culture (ABC). Komponen pertama dan
kedua merupakan satu kesatuan ling-
kungan alami, sedangkan komponen ke-
tiga menjelaskan keseluruhan sistem
berpikir dan kegiatan manusia. Namun,
yang biasanya terlewatkan dalam diskusi
tentang lingkungan adalah integrasi
ketiganya, yang dicirikan dengan kom-
pleksitas, dinamika, dan ketidakpastian
(Mitchell 1997). Sebagai suatusistemling-
kungan, pembangunan di wilayah DAS
Limboto sedang mengalami hal tersebut.
Upaya meningkatkan produksi perta-
nian pada lahan keringmemerlukan pema-
haman menyeluruh mengenai komplek-
sitas persoalan potensi lahan. Pengelolaan
lahan yang keliru akanmenurunkanbahkan
merusak potensi yang ada dan akhirnya
menyengsarakan masyarakat (Husain et
al. 2004). Memburuknya kondisi Danau
Limboto dan terjadinya banjir di Kota/
Kabupaten Gorontalo pada tahun 2002
merupakan indikasi menurunnya kualitas
lingkungan di kawasan tersebut.
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya akan menurunkan
produktivitas lahan. Penurunan kesubur-
an tanah antara lain disebabkan oleh erosi,
penurunan kandungan bahan organik
tanah, kehilangan hara melalui panen, dan
kebiasaan membakar sisa-sisa tanaman
(Tala'ohu et al. 2003).
Permasalahan dalam pengelolaan
lahan kering bervariasi pada setiap wi-
layah (Abdurachman et al. 2008). Namun,
dengan strategi dan teknologi yang tepat,
berbagai masalah tersebut dapat diatasi.
Beberapa strategi dan teknologi pengelo-
laan lahan kering yang dapat diterap-
kan di DAS Limboto diuraikan sebagai
berikut.
Sistem budi daya pertanian
Berdasarkan karakteristik biofisik lahan,
terutama karakteristik tanah dan iklim,
penggunaan lahan harus efektif dan efi-
sien sehingga kualitas tanah dan karak-
teristik lahan dapat dipertahankan bahkan
ditingkatkan. Menurut Lestariya (2005),
pengelolaan lahan untuk mengatasi deg-
radasi lahan dan permasalahan yang
kompleks di suatu DAS harus bersifat
komprehensif dan integral. Salah satu
caranya adalah dengan menerapkan pola
vegetasi mengingat wilayah ini merupakan
lahan terbuka (pemukiman, lahan terlantar,
dan belukar) yang rentan terhadap risiko
limpasan dan kehilangan tanah, terutama
Tabel 5. Jumlah penduduk di wilayah DAS Limboto Provinsi Gorontalo 20002007.
Kecamatan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Batudaa 58.615 58.743 26.314 26.540 28.107 26.824 27.604 27.978
Bongomeme   32.554 33.045 32.455 33.019 33.978 34.438
Tibawa 55.148 55.260 55.314 34.260 34.882 34.436 35.436 35.916
Pulubala    22.683 22.949 22.632 23.290 23.605
Limboto 56.556 56.782 56.223 38.097 39.612 38.152 39.261 39.793
Limboto Barat    21.109 21.415 21.209 21.826 22.122
Telaga 57.674 57.982 36.283 38.167 38.778 38.127 39.235 39.766
Telaga Biru   21.173 22.654 22.697 22.896 23.562 23.881
Jumlah 227.993 228.767 227.861 236.555 240.895 237.295 244.192 247.499
 Kecamatan pemekaran.
Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo (2001, 2004, 2006, 2008).
Tabel 6. Mata pencaharian penduduk di DAS Limboto hulu, Provinsi
Gorontalo.
Jumlah petani
Desa/kelurahan
Tanaman pangan Perikanan Peternakan Perkebunan
Tenilo 93   197
Bolihuangga 396 111 2 113
Hunggaluwa 561 292 2 143
Kayubulan 503 347 6 160
Hepuhulawa 295  6 44
Dutulanaa 175  4 143
Hutuo 438 120 6 70
Bulota 235   184
Malahu 135   8
Biyonga 569   164
Bongohulawa 155   108
Kayumerah 397   173
Jumlah 3.952 870 26 1.507
Sumber: Kecamatan Limboto dalam Angka (2008).
104 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011
di daerah berlereng terjal dan memiliki
curah hujan tinggi. Teknik lain yang dapat
diterapkan adalah membuat teras, gu-
ludan, pematang searah kontur, balong,
rorak, dan saluran drainase permukaan
atau bawah permukaan (Agus et al. 1999;
Subagyono et al. 2003; Arsyad 2006).
Penerapan teknik konservasi tersebut
bertujuan untuk mengurangi kehilangan
tanah, limpasan, dan sedimentasi sungai
(Idjudin dan Marwanto 2008).
Menurut Yongki et al. (2003), bebe-
rapa teknologi budi daya yang dapat
diterapkan dalam pengelolaan lahan
kering pada kawasan DAS meliputi:
1) Pengelompokan tanaman dalam suatu
bentang lahan (land-scape) berdasar-
kan kebutuhan air yang sama sehingga
pengairan dapat dikelompokkan se-
suai kebutuhan tanaman.
2) Penentuan pola tanamyang tepat untuk
area datar maupun berlereng. Gomez
dan Gomez (1983) melaporkan, pada
lahan dengan kemiringan 5%, pola
tanam tumpang sari antara ubi kayu
dan jagung dapat menurunkan aliran
permukaan (run off) dari 43% menjadi
33% dibandingkan dengan penanam-
an jagung monokultur.
3) Pemberian mulsa dan bahan organik
yang tersedia di lokasi untuk mening-
katkan kesuburan tanah. Lal (1980)
melaporkan, penggunaan mulsa 4 t/ha
menurunkan aliran permukaan sampai
ke tingkat 3,5% dan laju erosi 0,5 t/ha.
4) Penggunaan pemecah angin (wind
break) untuk mengurangi kecepatan
angin sehingga menurunkan kehilang-
an air melalui evapotranspirasi dari
permukaan tanah dan tanaman. Kom-
binasi tanaman dengan tajuk yang
berbeda sangat mendukung upaya ini.
Pola tajuk bertingkat (etage bouw)
seperti pada pekarangan tradisional
merupakan contoh yang baik untuk
diterapkan (Setyati 1975).
Agroforestry merupakan salah satu
pilihan pengelolaan sistem budi daya
pertanian di DAS Limboto yang mengom-
binasikan tanaman semusim dan tanaman
tahunan berkayu (pohon) dalam suatu ta-
pak yang sama dan dapat pula dipadukan
dengan peternakan (Nuryanto et al. 2003;
Rauf, 2003). Sistem ini pada hakikatnya
dapat diterapkan pada berbagai kondisi
lahan, terutama, lahan yang mempunyai
lereng > 45%. Menurut Nair (1989) serta
Chundawat dan Gautam (1993), berbagai
tipe agroforestry yang dapat diterapkan
meliputi: 1) agrosilviculture, yaitu kom-
binasi hutan dengan tanaman pertanian,
2) silvopasture, memasukkan ternak dan/
atau tanaman pakan pada lahan hutan, 3)
agrosilvopasture, sistem campuran yang
memadukan tanaman pertanian, hutan,
dan pakan/ternak, serta 4) aquaforestry
atau agroaquaforestry, sistem campuran
yang memadukan tanaman pertanian,
hutan, dan ikan/kolam.
Hasil penelitian Rauf (2003) di kawa-
san penyangga Taman Nasional Gunung
Leuser menunjukkan bahwa agroforestry
berdampak positif terhadap kesejahteraan
sosial dan ekonomi petani, minimal dalam
hal keberlanjutan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga karena
musim panen yang berbeda dari berbagai
komoditas yang dibudidayakan. Selan-
jutnya Nuryanto et al. (2003) menjelaskan
keuntungan sistem agroforestry, antara
lain: 1) menciptakan komunitas yang ber-
fungsi sebagai hutan dan strata tajuk yang
baik sehingga dapat menahan daya hancur
butir hujan, 2) merupakan sistem usaha
tani terpadu antara tanaman pangan dan
komoditas lain, seperti pakan ternak,
buah-buahan, lebah madu, kayu bakar,
atau kayu bangunan, 3) menciptakan
peluang yang lebih banyak bagi petani
untuk memperoleh bahan kebutuhan
sehari-hari, dan 4) kombinasi berbagai
jenis tanaman atau komoditas lain dapat
segera memberikan hasil bagi petani.
Pengembangan ekonomi, sosial,
dan budaya masyarakat
Sebagai penghasil produk pertanian, lahan
kering memberi kontribusi nyata dalam
ketahanan pangan, penyangga ekonomi,
serta nilai sosial dan budaya (Irawan et
al. 2004). Laju pertambahan penduduk
yang cukup pesat akan meningkatkan
permintaan dan intensitas penggunaan
lahan untuk memenuhi kebutuhan pa-
ngan (Abdurachman et al. 2008). Kondisi
ini akan menciptakan pola penggunaan
lahan yang cenderung berorientasi pro-
duksi tanpa memerhatikan konservasi
lahan.Apabila hal ini dibiarkan, kerusakan
lahan yang telah terjadi akan semakin
parah sehingga produktivitas lahan terus
merosot, yang pada akhirnya akan me-
nurunkan kesejahteraan petani (Idjudin
dan Marwanto 2008). Untuk mencegah-
nya, pengelolaan lahan kering di DAS
Limboto perlu melibatkan masyarakat
setempat (Nuryanto et al. 2003). Upaya
tersebut diharapkan dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi petani,
terutama modal, kepemilikan lahan,
penguasaan pengetahuan dan keteram-
pilan, serta hambatan karena adat dan
tradisi setempat.
Beberapa arahan sosial, ekonomi, dan
budaya dalam pengelolaan lahan kering
di suatu DAS (Nuryanto et al. 2003;
Idjudin dan Marwanto 2008) yaitu: 1)
penyuluhan dengan metode dan materi
yang disesuaikan dengan kehidupan
petani, karena menurut Hidayanto et al.
(2008), penyuluhan merupakan salah satu
upaya pengembangan kapasitas kelem-
bagaan petani, 2) penyediaan sarana pro-
duksi dan permodalan serta pembangun-
an infrastruktur pertanian (Idjudin dan
Marwanto 2008), dan 3) pemberdayaan
kelembagaan untuk membina petani.
Menurut Mosher (1991) dan Todaro
(1994), kapasitas kelembagaan petani
sangat penting dan berperan strategis
dalam pembangunan pertanian. Semen-
tara itu, Hidayanto et al. (2008) menya-
takan, pemberdayaan kelembagaan
petani bertujuan untuk meningkatkan
partisipasi petani dalam kelembagaan
usaha tani.
Kelembagaan masyarakat seperti Ba-
dan Perwakilan Desa (BPD) berperan
menggerakkan masyarakat dalam kegiatan
bersama, menumbuhkan dan meningkat-
kan peran masyarakat dalam kegiatan
yang diprakarsai pemerintah setempat,
serta meningkatkan kemandirian petani
dalam pembangunan pertanian. Sementara
itu, koperasi unit desa (KUD) berperan
membantu petani anggotanya dalam
memperoleh kredit, sarana produksi, dan
alat-alat pertanian serta menampung dan
memasarkan hasil (Nuryanto et al. 2003).
Pengembangan ekonomi, sosial, dan
budaya masyarakat di lahan kering dapat
pula dilakukan dengan pendekatan agri-
bisnis. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Antara (2005) bahwa pengembangan per-
tanian lahan kering melalui pendekatan
agribisnis merupakan langkah yang benar
dan tepat (on the right track) karena
pendekatan ini mengintegrasikan secara
vertikal aktivitas hulu hingga hilir dan
secara horizontal berbagai sektor se-
hingga mampu menciptakan keuntungan
yang layak bagi petani. Selanjutnya, Ar-
Riza dan Alkasuma (2008) menyatakan,
lembaga agribisnis yang perlu dikem-
bangkan adalah kelompok tani, perkum-
pulan petani pemakai air (P3A), koperasi
dan lembaga keuangan perdesaan, pe-
nyedia sarana dan prasarana produksi,
Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 105
pemasaran hasil, dan jasa pelayanan
alsintan. Selain kedua lembaga tersebut,
pemberdayaan penyuluh lapangan juga
perlu dilakukan karena mereka yang
langsung berhadapan dengan petani.
Kebijakan yang berpihak
kepada pertanian di kawasan
DAS
Manfaat yang dinikmati masyarakat di
daerah hilir sering kali atas biaya atau
kerja keras masyarakat di daerah hulu
(Nuryanto et al. 2003). Apabila tujuan
pembangunan adalah menciptakan
keadaan sosial ekonomi yang adil dan
merata maka kondisi yang demikian ti-
dak akan mendukung pencapaian tujuan
pembangunan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Fagi dan Las (2006) bahwa
kebijakan pembangunan yang tidak
berpihak kepada pertanian akan meng-
ganggu stabilitas ketahanan pangan,
memperburuk kualitas lingkungan, dan
berdampak buruk terhadap stabilitas
ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena
itu, diperlukan kebijakan pertanian khu-
sus untuk kawasan DAS hulu. Beberapa
arahan kebijakan yang dapat digunakan
adalah: 1) pemberian subsidi kepada pe-
tani di daerah hulu untuk membangun
pengendali erosi, seperti teras dan teknik
konservasi lahan lainnya, 2) pemberian
subsidi pajak kepada petani di daerah
hulu, dengan cara membebankan petani
daerah hilir membayar pajak (PBB) lebih
besar daripada petani di hulu sebagai
bentuk keseimbangan dalam pemanfaat-
an sumber daya lahan yang adil dan
bijaksana, 3) penetapan kebijakan di
tingkat kabupaten dan atau provinsi
tentang pengelolaan lahan pertanian
berbasis konservasi beserta petunjuk
teknisnya agar berbagai pihak mengeta-
hui tata hukum dan tata kelola peman-
faatan lahan kering di DAS Limboto
(Nuryanto et al. 2003; Idjudin dan
Marwanto 2008).
Berdasarkan status kawasan, karak-
teristik biofisik lahan, serta kondisi sosial
budaya dan ekonomi, pengelolaan lahan
serta landasan pelaksanaannya dapat
menggunakan sistem hak guna usaha
(HGU) sebagai legal aspek berdasarkan
UUPA No. 5 tahun 1960. Sistem ini di-
mungkinkan bagi petani di kawasan DAS
Limboto hulu dengan membentuk ke-
lompok yang berbadan hukum untuk
pengajuan HGU ke pemerintah, dalam hal
ini Kementerian Kehutanan.
Salah satu kendala dalam pengelolaan
lahan pertanian di suatu DAS adalah tum-
pang tindih kepentingan dalam penge-
lolaan lahan (Soemarno 1991).Agar lahan
kritis, erosi, sedimentasi, dan pendang-
kalan Danau Limboto segera tertangani,
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
petani maka sinkronisasi dan koordinasi
lintas institusi perlu dilakukan untuk
menjamin pelaksanaan program pem-
bangunan di kawasan tersebut. Dibutuh-
kan kearifan semua pemangku kepen-
tingan dalam mengoptimalkan potensi
dan mengurangi permasalahan peng-
gunaan lahan kering di wilayah ini.
KESIMPULAN
DAS Limboto hulu perlu dijaga dan
dipertahankan fungsinya karena berperan
vital dan menguasai hajat hidup masya-
rakat setempat. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa sumber daya lahan
kering di kawasan DAS tersebut potensial
untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan
petani. Lahan yang sesuai untuk pengem-
bangan pertanian mencapai 37.049 ha,
yaitu untuk padi gogo 27.702 ha, jagung
27.938 ha, kacangtanah27.935ha,ubijalar
24.838 ha, dan ubi kayu 45.969 ha. Lahan
datar sampai bergelombang yang poten-
sial untuk pengembangan pertanian
seluas 33.144 ha.
LahandiwilayahDASLimboto umum-
nya termasuk dalam kelas cukup sesuai
(S2). Namun, pemanfaatannya meng-
hadapi kendala dan permasalahan seperti
biofisik lahan (kesuburan tanah rendah,
rentan erosi dan sedimentasi, pendang-
kalan Danau Limboto, dan iklim), serta
permasalahan sosial, ekonomi, dan
budaya. Berbagai masalah tersebut perlu
diatasi dengan teknologi pengelolaan
lahan yang tepat.
Terdapat tiga strategi utama peng-
gunaan lahan kering di wilayah DAS
Limboto, yaitu: 1) pengelolaansistembudi
daya dengan mengelompokkan tanaman
dalam suatu landscape mengikuti ke-
butuhan air yang sama, pola tanam yang
tepat, pemberian mulsa dan bahan
organik yang tersedia di lokasi untuk
meningkatkan kesuburan tanah, pem-
buatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan
ekonomi, sosial, dan budaya yang melipu-
ti penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan
petani, pemberdayaan kelembagaan pe-
tani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) kebijakan yang
berpihak kepada pertanian di DAS Lim-
boto, seperti pemberian subsidi kepada
petani di daerah hulu untuk kegiatan
konservasi lahan, pemberian subsidi
pajak kepada petani di daerah hulu,
penetapan perda pengelolaan lahan
pertanian berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak
guna usaha (HGU).
Dalam penggunaan lahan kering per-
lu sinkronisasi dan koordinasi di antara
institusi pemerintah dan melibatkan pe-
tani agar tidak terjadi tumpang tindih
kepentingan. Kepedulian dan keterli-
batan semua pemangku kepentingan
dalam penggunaan lahan kering di DAS
Limboto menjadi prasyarat mutlak bagi
keberlanjutan fungsi dan peran DAS
tersebut. Kearifan dalam pemanfaatan
lahan kering akan mengurangi dan me-
nekan kerusakan serta peralihan fungsi
dan peran DAS di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani.
2008. Strategi dan teknologi pengelolaan
lahan kering mendukung pengadaan pangan
nasional. Jurnal Penelitian dan Pengem-
bangan Pertanian 27(2): 4349.
Agus, F., A. Adimihardja, A. Rachman, S.H.
Tala’ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra,
B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik
konservasi tanah dan air. Sekretariat Tim
Pengendali Bantuan Penghijauan dan Re-
boisasi Pusat, Jakarta.
Amien, L.I. 1994. Agroekologi dan alternatif
pengembangan pertanian di Sumatera. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
13(1): 18.
106 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011
Antara, M. 2005. Pendekatan agribisnis dalam
pengembangan pertanian lahan kering (kasus
lahan kering di Kabupaten Buleleng, Bali).
Prosiding Seminar Pengembangan Pertanian
di Wilayah Lahan Kering. Sustainable De-
velopment of Irrigated Agriculture in Bu-
leleng and Karangasem (SDIABKA) Project
Management Unit bekerja sama dengan
Bappeda Kabupaten Buleleng, 5 Februari
2004.
Ar-Riza, I. dan Alkasuma. 2008. Pertanian lahan
rawa pasang surut dan strategi pengem-
bangannya dalam era otonomi daerah. Jurnal
Sumberdaya Lahan 2(2): 103.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB
Press, Bogor.
Badan Planologi. 1999. Peta Status Kawasan
Hutan dan Perairan Provinsi Gorontalo Skala
1:250.000. Badan Planologi Departemen
Kehutanan, Bogor.
Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2004.
Kajian dan pemetaan lahan kritis berbasis
GIS dan foto udara di Provinsi Gorontalo.
Laporan Hasil Penelitian Kerja Sama antara
Badan Penelitian, Pengembangan dan Pe-
ngendalian Dampak Lingkungan Daerah
Provinsi Gorontalo dengan CV Mesta Karya
Utama, Gorontalo.
Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2006.
Analisis kesesuaian lahan pengembangan
jagung di Kabupaten Gorontalo Provinsi
Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian. Badan
Penelitian, Pengembangan dan Pengendali-
an Dampak Lingkungan Daerah Provinsi
Gorontalo, Gorontalo.
Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2002. Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo
Tahun 20022016. Badan Perencanaan dan
Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi
Gorontalo, Gorontalo.
Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2008. Review
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Go-
rontalo Tahun 2008. Badan Perencanaan dan
Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi
Gorontalo, Gorontalo.
BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Su-
ngai). 2004. Master Plan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan Provinsi Gorontalo. BPDAS
Limboto.
BMG Gorontalo. 2009. Data iklim wilayah DAS
Limboto dan sekitarnya selama 13 tahun
(19962009). Badan Meteorologi dan Geo-
fisika Bandara Jalaludin, Isimu, Gorontalo.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2001. Kabupaten
Gorontalo dalam Angka Tahun 2001. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Limboto.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2004. Kabupaten
Gorontalo dalam Angka Tahun 2004. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Limboto.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2006. Kabupaten
Gorontalo dalam Angka Tahun 2006. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Limboto.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kabupaten
Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Limboto.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kecamatan
Limboto dalam Angka Tahun 2008. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo,
Limboto.
BPS Kabupaten Gorontalo. 2009. Kabupaten
Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Lim-
boto.
Chundawat, B.S. and S.K. Gautam. 1993. Text-
book of Agroforestry. Oxford and IBH Publ.
Co. Pvt. Ltd, New Delhi.
Dariah, A. dan T. Besuki. 2008. Kebekolo di
NTT: Kearifan lokal dalam konservasi
tanah. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 30(2): 79.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
Gorontalo. 2003. Master Plan Pewilayahan
Komoditas Pertanian di Provinsi Gorontalo.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sula-
wesi Tengah.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
Gorontalo. 2009. Gorontalo the Agropo-
litan; profil pembangunan pertanian Provinsi
Gorontalo. Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Provinsi Gorontalo, Gorontalo.
Djaenudin, D. 2001. Pendekatan pewilayahan
komoditas dalam menyongsong otonomi
daerah. Materi Pelatihan Penyusunan Peta
Pewilayahan Komoditas. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Makassar, 59 Juni
2001.
Djaenudin, D., M. Hendrisman, H. Subagya, A.
Mulyani, dan N. Suharta. 2003. Kriteria Ke-
sesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian.
Ver. 3. Pusat Penelitian Tanah dan Agro-
klimat, Bogor.
Djaenudin, D. 2008. Prospek Penelitian Potensi
Sumber Daya Lahan di Wilayah Indonesia.
Makalah Orasi Pengukuhan Profesor Riset
Bidang Pedologi dan Penginderaan Jarak
Jauh. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo-
nesia, Jakarta.
Djaenudin, D. dan M. Hendrisman. 2008. Prospek
pengembangan tanaman pangan lahan ke-
ring di Kabupaten Merauke. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Pertanian 27(2): 5562.
Fagi, A.M. dan I. Las. 2006. Konsepsi pengen-
dalian pencemaran lingkungan secara terpadu
berbasis DAS. Makalah Seminar Nasional
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Per-
tanian melalui Pendekatan Pengelolaan DAS
secara Terpadu. Kerja Sama Loka Penelitian
Lingkungan Pertanian, UNS, HITI, Sura-
karta, 28 Maret 2006. hlm 14.
FAO. 1976. A framework for land evaluation.
Soils Bull. 32: 1216.
Gomez, A.A. and K.A. Gomez. 1983. Multiple
Cropping in the Humid Tropics of Asia.
International Development Research Centre
(IDRC), Canada.
Hidayanto, M., S. Sabiham, S. Yahya, dan L.I.
Amien. 2008. Arahan pengelolaan lahan ber-
kelanjutan di kawasan perbatasan Kali-
mantan Timur-Malaysia. Jurnal Sumberdaya
Lahan 2(2): 105114.
Hidayat, A., Hikmatullah, dan D. Santoso. 2000.
Potensi dan pengelolaan lahan kering datar-
an rendah. hlm. 197222. Dalam Sumber
Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Hikmatullah, N. Suharta, dan A. Hidayat. 2008.
Potensi sumber daya lahan untuk pengem-
bangan komoditas pertanian di Provinsi
Kalimantan Barat. Jurnal Sumberdaya Lahan
2(1): 4558.
Husain, J., J.N. Luntungan, Y. Kamagi, dan
Nurdin. 2004. Model Usaha Tani Jagung
Berbasis Konservasi di Provinsi Gorontalo.
Laporan Hasil Penelitian, Badan Penelitian,
Pengembangan dan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah Provinsi Gorontalo,
Gorontalo.
Husain, J., Nurdin, dan I. Dunggio. 2006. Uji
optimasi dosis pupuk majemuk pada berbagai
varietas jagung. hlm. 6067. Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Teknologi untuk
Mendukung Revitalisasi Pertanian mela-
lui Pengembangan Agribisnis dan Ketahanan
Pangan, Manado 2223 November 2006.
Badan Penelitian dan Pengembangan Perta-
nian, Jakarta.
Idjudin, A.A. dan S. Marwanto. 2008. Reformasi
pengelolaan lahan kering untuk mendukung
swasembada pangan. Jurnal Sumberdaya
Lahan 2(2): 115125.
Ilahude, Z., F. Zakaria, F. Jamin, dan Nurdin.
2007. Pengembangan sistem usaha tani kon-
servasi tanaman jagung melalui optimali-
sasi produktivitas lahan kering di Provinsi
Gorontalo. Laporan Penelitian Hibah Ber-
saing. Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Gorontalo, Gorontalo.
Irawan, E. Husen, Maswar, R.L. Watung, dan F.
Agus. 2004. Persepsi dan apresiasi masya-
rakat terhadap multifungsi pertanian: studi
kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pro-
siding Seminar Multifungsi Pertanian dan
Konservasi Sumberdaya Lahan, Bogor 18
Desember 2003 dan 7 Januari 2004. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
JICA Studi Team. 2002. The study on flood
control and water management in Limboto-
Bone Bolango Basin in Indonesia. JICA.
Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi pemanfaatan
lahan kering berkelanjutan dengan sistem
polikultur.Http://sulteng.litbang.deptan.go.
id/ind/images/stories/bptp/prosiding 2007/1-
4.pdf [29 Januari 2010].
Kusmawati, I. 2006. Pendugaan erosi dan sedi-
mentasi dengan menggunakan model Geo-
WEPP (studi kasus DAS Limboto, Provinsi
Gorontalo). Tesis Pascasarjana Institut Tek-
nologi Bandung.
Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 107
Lal, R. 1980. Soil erosion as a constraint to crop
production. In Soil-Related Constraints to
Food Production in the Tropics. Internati-
onal Rice Research Institute (IRRI), Los
Banos, the Philippines.
Lestariya, A.W. 2005. Pengelolaan daerah aliran
sungai (DAS) Melawi. Jurnal llmiah Geo-
matika 11(2).
Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan
Lahan Kering untuk Pengembangan Perta-
nian Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan
Guru Besar Universitas Sebelas Maret, Sura-
karta.
Mitchell, B. 1997. Resource and Environmental
Management. Addison Wesley Longman
Ltd., Canada.
Mosher, A.T. 1991. Getting Agriculture Moving.
Frederick A. Praeger, Inc. Publ., New York.
Mulyani, A. 2006. Potensi lahan kering ma-
sam untuk pengembangan pertanian. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
28(2): 1617.
Musa, N. 2006. Produksi potensial dan analisis
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).
Jurnal Ilmiah Agrosains Tropis 1(1): 711.
Nair, P.K.R. 1989. Classification of agroforestry
systems. p. 3952. In P.K.R. Nair (Ed).
Agroforestry Systems in the Tropics.
Kluwer Academic Publ., the Netherlands.
Naylor, R.L., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P.
Falcon, and M.B. Burke. 2007. Assessing risk
of climate variability and climate change
for Indonesian rice agriculture. Proceedings
of National Academy of Science (PNAS)
104(19): 77527757.
Notohadinegoro, T. 2000. Diagnostik fisik kimia
dan hayati kerusakan lahan. hlm 5461.
Prosiding Seminar Pengusutan Kriteria
Kerusakan Tanah/Lahan, Asmendap I LH/
Bapedal, Yogyakarta, 13 Juli 2000.
Nurdin, J. Husain, dan H. Kasim. 2006. Ke-
sesuaian lahan berdasarkan faktor iklim
untuk pengembangan jagung di wilayah
Longalo Tapa Provinsi Gorontalo. hlm.
301307. Prosiding Seminar Nasional Ino-
vasi Teknologi untuk Mendukung Revitalisasi
Pertanian melalui Pengembangan Agribisnis
dan Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Ma-
nado, 2223 November 2006.
Nurdin, Z. Ilahude, F. Zakaria, dan P. Maspeke.
2009. Pertumbuhan dan hasil jagung yang
dipupuk N, P, dan K pada tanah Vertisol Isimu
Utara Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah
Tropika 14(1): 4956.
Nuryanto, A., D. Setyawati, I. Lidiawati, J.
Suyana, L. Karlinasari, M.A. Nasri, N.
Puspaningsih, dan S. Yuwono. 2003. Strategi
pengelolaan DAS dalam rangka optimalisasi
kelestarian sumber daya air (studi kasus DAS
Ciliwung Hulu). Makalah Falsafah Sains
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
PPLH-SDA Unsrat. 2002. Laporan mengenai
dampak lingkungan kegiatan master plan
penanggulangan banjir di DAS Limboto-
Bone-Bolango, Provinsi Gorontalo. PPLH-
SDA Lembaga Penelitian Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
Puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengem-
bangan Tanah dan Agroklimat). 2001. Atlas
Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia
Skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
37 hlm.
Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat). 1994. Ekspose hasil survei
tanah tinjau Kabupaten Gorontalo, Sulawesi
Utara. Puslittanak, Bogor. 128 hlm.
Puslittan (Pusat Penelitian Tanah). 1983. Terms
of Reference Survei Kapabilitas Tanah No
22/1983. Puslittan, Bogor.
Rauf, A. 2003. Pendayagunaan lahan miring
dengan sistem agroforestri di kawasan pe-
nyangga Taman Nasional Gunung Leuser:
Studi kasus di Kabupaten Langkat Sumatera
Utara. hlm 8092. Prosiding Seminar Nasi-
onal dan Kongres Nasional HITI VIII, Pa-
dang, 2123 Juli 2003.
Rukmana, R. 2001. Teknik Pengelolaan Lahan
Kering Berbukit dan Kritis. Kanisius,
Yogyakarta.
Runtunuwu, E. dan H. Syahbuddin. 2007. Peru-
bahan pola curah hujan dan dampaknya
terhadap periode masa tanam. Jurnal Tanah
dan Iklim 26: 12.
Setyati, S.H. 1975. Pengantar Agronomi. Gra-
media, Jakarta.
Sitorus, R.P. 1998. Evaluasi Sumber Daya Lahan.
Tarsito, Bandung.
Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan
Lahan di Sub-DAS Konto, Malang. Disertasi
Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Subagjo, H., Djaenuddin, G. Joyanto, dan A.
Syarifuddin. 1995. Arahan pengembangan
komoditas berdasarkan kesesuaian lahan.
hlm. 2754. Prosiding Pertemuan Teknis
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor
Subagyono, K., S. Marwanto, dan U. Kurnia.
2003. Teknik Konservasi Tanah secara
Vegetatif. Balai Penelitian Tanah, Bogor. hlm
45.
Subardja, D. dan Sudarsono. 2005. Pengaruh
kualitas lahan terhadap produktivitas jagung
pada tanah vulkanik dan batuan sedimen di
daerah Bogor. Jurnal Tanah dan Iklim 23:
3847.
Sunaryo dan L. Yoshi. 2003. Peranan penge-
tahuan ekologi lokal dalam sistem agro-
forestri. ICRAF, Bogor.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah
dan Air. Andi, Yogyakarta.
Syahbuddin, H., M.D. Yamaika, and E. Run-
tunuwu. 2004. Impact of climate change to
upland water budget in Indonesia: Obser-
vation during 19802002 and simulation for
20102039. Presented in 2nd
Annual Meeting
of Asia Oceania Geo-Science Society (AOGS
2005), Singapore, June 2005.
Syam, A. 2003. Sistem pengelolaan lahan kering
di daerah aliran sungai bagian hulu. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
22(4): 162171.
Tala’ohu, S.H., A. Abas, dan U. Kurnia. 2003.
Optimasi produktivitas lahan kering beriklim
kering melalui penerapan sistem usaha tani
konservasi. Prosiding Seminar dan Kongres
Nasional VIII HITI, Padang 2123 Juli 2003.
Todaro, M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga. Jilid I edisi ke-4, terjemahan.
Airlangga, Jakarta.
Tolinggi, W.K. 2010. Modernisasi pertanian dan
kearifan lokal pertanian. hlm. 279284.
Dalam S.Q. Badu (Eds). Energi Peradaban.
UNG Press, Gorontalo.
Yongki, I., I.B. Pramono, dan S.A. Cahyono.
2003. Konservasi air lahan kering sebagai
alternatif pengembangan lahan kering. Pro-
siding Seminar Hasil Penelitian dan Pengem-
bangan Rehabilitasi Lahan Kritis, Banjar-
negara, 6 Desember 2003.

More Related Content

What's hot

Pengantar evaluasi lahan
Pengantar evaluasi lahanPengantar evaluasi lahan
Pengantar evaluasi lahan
Aqyu DenganMyu
 
Makalah konservasi tanah dan air UNSRI
Makalah konservasi tanah dan air UNSRIMakalah konservasi tanah dan air UNSRI
Makalah konservasi tanah dan air UNSRI
Rizki Chairunnisya
 
Makalah konservasi
Makalah konservasiMakalah konservasi
Makalah konservasi
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkanMakalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkanBondan the Planter of Palm Oil
 
4. metode konservasi tanah & air
4. metode konservasi tanah & air4. metode konservasi tanah & air
4. metode konservasi tanah & airdenotsudiana
 
Acara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanahAcara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanah
perdos5 cuy
 
PEMAPARAN AGROFORESTRY
PEMAPARAN AGROFORESTRYPEMAPARAN AGROFORESTRY
PEMAPARAN AGROFORESTRY
EDIS BLOG
 
Agrogeofisika
AgrogeofisikaAgrogeofisika
Agrogeofisika
Adi Yahya Hamdu
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
Nurul Aulia
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruBab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruPurwandaru Widyasunu
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
Andrew Hutabarat
 
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisolSuriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
SuriadiLakata
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Purwandaru Widyasunu
 
KONSERVASI TANAH DAN AIR
KONSERVASI TANAH DAN AIRKONSERVASI TANAH DAN AIR
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EDIS BLOG
 
Konservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimiaKonservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimia
Nurul Aulia
 

What's hot (18)

Pengantar evaluasi lahan
Pengantar evaluasi lahanPengantar evaluasi lahan
Pengantar evaluasi lahan
 
Makalah konservasi tanah dan air UNSRI
Makalah konservasi tanah dan air UNSRIMakalah konservasi tanah dan air UNSRI
Makalah konservasi tanah dan air UNSRI
 
Makalah konservasi
Makalah konservasiMakalah konservasi
Makalah konservasi
 
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkanMakalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan
Makalah_58 Pada dasarnya konservasi lahan diarahkan untuk memulihkan
 
4. metode konservasi tanah & air
4. metode konservasi tanah & air4. metode konservasi tanah & air
4. metode konservasi tanah & air
 
Acara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanahAcara i pengolahan tanah
Acara i pengolahan tanah
 
PEMAPARAN AGROFORESTRY
PEMAPARAN AGROFORESTRYPEMAPARAN AGROFORESTRY
PEMAPARAN AGROFORESTRY
 
Agrogeofisika
AgrogeofisikaAgrogeofisika
Agrogeofisika
 
Makalah iis
Makalah iisMakalah iis
Makalah iis
 
Presentasi iis
Presentasi iisPresentasi iis
Presentasi iis
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaruBab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan s1 agrotek by ndaru
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisolSuriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
Suriadi (g2 s119006) bahan presentase tanah ultisol
 
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
Bab 1. pendahuluan evaluasi lahan agroteknologi 2014
 
Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan airKonservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air
 
KONSERVASI TANAH DAN AIR
KONSERVASI TANAH DAN AIRKONSERVASI TANAH DAN AIR
KONSERVASI TANAH DAN AIR
 
Presentasi gita
Presentasi gitaPresentasi gita
Presentasi gita
 
Konservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimiaKonservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimia
 

Similar to Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011

KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
d1051231039
 
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
d1051231034
 
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdfNAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
d1051231034
 
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptxResume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
MqwinMks
 
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptxMODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
RiadhatulUlum1
 
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
d1051231053
 
Pertanian pd lahan lebak (3)
Pertanian pd lahan lebak (3)Pertanian pd lahan lebak (3)
Pertanian pd lahan lebak (3)rizky hadi
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
Mauritsius Gareta
 
G12mqo bab i pendahuluan
G12mqo bab i pendahuluanG12mqo bab i pendahuluan
G12mqo bab i pendahuluan
082196248257
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
People Power
 
Konservasi
KonservasiKonservasi
Konservasi
Hasdir Gates
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutwalhiaceh
 
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
d1051231072
 
Tata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahanTata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahan
nandradr
 
Alih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi KawasanAlih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi Kawasan
marwotosari marwotosari
 
Rdhp peningkatan ip 2018
Rdhp peningkatan ip 2018Rdhp peningkatan ip 2018
Proposal jagung
Proposal jagungProposal jagung
Manajemen rawa-terpadu
Manajemen rawa-terpaduManajemen rawa-terpadu
Manajemen rawa-terpadupdatarawa
 

Similar to Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011 (20)

KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...
 
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI...
 
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdfNAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
NAURA_D1051231034 & RANGGA _D1051231039.pdf
 
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptxResume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
Resume PLK_Wilda Srianti_20011014036 fixx.pptx
 
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptxMODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
MODUL 7 LINGKUNGAN HIDUP.pptx
 
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...
 
Pertanian pd lahan lebak (3)
Pertanian pd lahan lebak (3)Pertanian pd lahan lebak (3)
Pertanian pd lahan lebak (3)
 
188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
G12mqo bab i pendahuluan
G12mqo bab i pendahuluanG12mqo bab i pendahuluan
G12mqo bab i pendahuluan
 
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut KritisPengelolaan Lahan Gambut Kritis
Pengelolaan Lahan Gambut Kritis
 
Konservasi
KonservasiKonservasi
Konservasi
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
 
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...
 
Tata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahanTata ruang dan degradasi lahan
Tata ruang dan degradasi lahan
 
Tanah gambut
Tanah gambut Tanah gambut
Tanah gambut
 
Alih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi KawasanAlih Fungsi Kawasan
Alih Fungsi Kawasan
 
Rdhp peningkatan ip 2018
Rdhp peningkatan ip 2018Rdhp peningkatan ip 2018
Rdhp peningkatan ip 2018
 
Proposal jagung
Proposal jagungProposal jagung
Proposal jagung
 
Lahan
LahanLahan
Lahan
 
Manajemen rawa-terpadu
Manajemen rawa-terpaduManajemen rawa-terpadu
Manajemen rawa-terpadu
 

More from NurdinUng

Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
NurdinUng
 
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
NurdinUng
 
Prosiding seminar nasional pekan pertanian
Prosiding seminar nasional pekan pertanianProsiding seminar nasional pekan pertanian
Prosiding seminar nasional pekan pertanian
NurdinUng
 
Prosiding semnas kimia ung nurdin
Prosiding semnas kimia ung nurdinProsiding semnas kimia ung nurdin
Prosiding semnas kimia ung nurdin
NurdinUng
 
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
NurdinUng
 
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
NurdinUng
 
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
NurdinUng
 
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
NurdinUng
 
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
NurdinUng
 
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
NurdinUng
 
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
NurdinUng
 
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
NurdinUng
 
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
NurdinUng
 
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
NurdinUng
 
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
NurdinUng
 
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
NurdinUng
 
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fixAntisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
NurdinUng
 

More from NurdinUng (17)

Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
Peningkatan kualitas pupuk organik produksi pokta rukun sejahtera desa bualo ...
 
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
Pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan melalui pemberdayaan petani horikultu...
 
Prosiding seminar nasional pekan pertanian
Prosiding seminar nasional pekan pertanianProsiding seminar nasional pekan pertanian
Prosiding seminar nasional pekan pertanian
 
Prosiding semnas kimia ung nurdin
Prosiding semnas kimia ung nurdinProsiding semnas kimia ung nurdin
Prosiding semnas kimia ung nurdin
 
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
Pertumbuhan dan hasil tanaman selada (lactuca sativa l.) dengan interval pemb...
 
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
Peningkatan populasi ternak sapi dan pengetahuan petani dalam pembuatan pupuk...
 
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
Study of-land-quality-and-land-characteristics-that-determine-the-productivit...
 
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
Uji kurang satu pupuk n, p, dan k terhadap pertumbuhan jagung di dutohe agust...
 
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
Serapan hara n, p dan k tanaman jagung (zea mays l.) di dutohe agustus 2012
 
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
Teknologi dan pengembangan agribisnis cabai di kabupaten boalemo provinsi gor...
 
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
Pemberdayaan petani melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan...
 
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
Kajian risiko dan aksi adaptasi perubahan iklim sektor spesifik ketahanan pan...
 
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
Increasing rice productivity by manipulation of calcium fertilizer in ustic e...
 
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
Growth and yield of rice plant by the applications of river sand, coconut and...
 
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
Effect application of sea sand, coconut and banana coir on the growth and yie...
 
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
Development and rainfed paddy soils potency derived from lacustrine material ...
 
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fixAntisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
Antisipasi perubahan iklim_untuk_ketahan-pangan-fix
 

Recently uploaded

Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
SunakonSulistya
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
NurlinaAbdullah1
 
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
WewikAyuPrimaDewi
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
Muhammad Nur Hadi
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
dwiagus41
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
TeguhWinarno6
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
sarahshintia630
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
yardsport
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
WagKuza
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
AlmaDani8
 
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
ansproduction72
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
fuji226200
 

Recently uploaded (12)

Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptxTugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
Tugas DIT Supervisor K3 - Sidik Permana Putra.pptx
 
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptxUji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
Uji Akurasi klasifikasi - Confusion Matrix.pptx
 
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.pptPPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
 
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay..."Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...
 
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptxBahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
Bahan_Ajar_Pelatihan Inda SKLNP_Tahunan_2024-1.pptx
 
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
JAWABAN PMM. guru kemendikbud tahun pelajaran 2024
 
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipaMateri pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
Materi pokok dan media pembelajaran ekosistem ipa
 
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahirPPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
PPT TAP KEL 3.pptx model pembelajaran ahir
 
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docxCONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
CONTOH CATATAN OBSERVASI KEPALA SEKOLAH.docx
 
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdfMINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
MINGGU 03_Metode Consistent Deformation (1).pdf
 
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docxtemplate undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
template undangan Walimatul Khitan 2 seri.docx
 
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdfpemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
pemenuhan SKP dokter 552024 surabaya.pdf
 

Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011

  • 1. 98 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 PENGGUNAAN LAHAN KERING DI DAS LIMBOTO PROVINSI GORONTALO UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN Nurdin Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96122 Telp. (0435) 821125, Faks. (0435) 821752, E-mail: ung@ung.ac.id Diajukan: 23 Maret 2010; Diterima: 17 Februari 2011 ABSTRAK Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha, sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama, penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang tindih kepentingan. Kata kunci: Lahan kering, penggunaan lahan, pertanian berkelanjutan, daerah aliran sungai, Limboto, Gorontalo ABSTRACT The use of upland in Limboto watershed of Gorontalo Province for agriculture sustainability Upland agroecosystem has a great potential for agricultural development. Limboto watershed has an upland area that suitable for agricultural development of 37,049 ha. Meanwhile, flat to undulating land that is potential for agriculture is 33,144 ha. In utilizing the land resource, some strategies and technologies for upland management can be implemented, which include: 1) upland farming management, including plant grouping in a landscape following water need, determination of appropriate cropping patterns, and application of mulch, organic matter, wind breaker, and agroforestry, 2) development of economic, social and cultural aspects through extension, provision of production facilities, infrastructure, and capital for farmers, empowerment of farmers' institutions and extensions, and implementation of agribusiness system, and 3) implementation of a pro-agriculture policies, which include provision of subsidies to farmers in upstream areas for land conservation, granting tax subsidy to farmers, filling regulations based on land conservation, and land management based on land rights system. Another most important thing in utilizing upland is syncronization and coordination between government institutions by involving farmers to avoid interest overlapping. Keywords: Upland, land use efficiency, sustainable agriculture, watershed, Limboto, Gorontalo Lahan merupakan salah satu sum- ber daya alam yang tidak terbaharui (unrenewable). Hampir semua sektor pembangunan fisik membutuhkan lahan (Sitorus 1998). Notohadinegoro (2000) menjelaskan, lahan kering adalah lahan yang berada di suatu wilayah yang ber- kedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan air. Selanjutnya, Rukmana(2001) menegaskan,lahan kering merupakan sebidang lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya bergantung pada air hujan. Sementara itu,Abdurachman et al. (2008) mendefinisikan lahan kering sebagai salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran dan buah-buahan) maupun tanaman tahunan dan peternakan. Minardi (2009) menyatakan, lahan kering umumnya selalu dikaitkan dengan pengertian usaha tani bukan sawah yang dilakukan oleh masya-
  • 2. Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 99 rakat di suatu daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu sebagai lahan atas atau lahan yang terdapat di wilayah ke- ring (kekurangan air) dan bergantung pada air hujan. BerdasarkanAtlasArahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak 2001), Indonesia me- miliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%). Namun, Abdurachman et al. (2008) menyatakan, pemanfaatan lahan kering untuk pertanian sering diabaikan oleh para pengambil kebijakan yang lebih tertarik pada pening- katan produktivitas lahan sawah, padahal lahan kering tersedia cukup luas dan berpotensi untuk dikembangkan. Kebutuhan akan lahan terus mening- kat sejalan dengan waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan pertambahan jumlah penduduk. Tekanan kebutuhan penduduk terhadap lahan menyebabkan pemanfaatan lahan melampaui daya dukung dan kemam- puannya sehingga terjadi kelelahan tanah (soil fatigue) dan kerusakan lahan (Husain et al. 2006). Menurut Idjudin dan Mar- wanto (2008), salah satu penyebab ketim- pangan pengelolaan lahan kering adalah pertambahan jumlah penduduk sehingga mendorong petani untuk mengusahakan lahan kering berlereng di DAS bagian hulu yang rentan erosi. DAS Limboto termasuk salah satu DAS prioritas dari DAS kritis di SWP- DAS Bone Bolango (Kusmawati 2006). DAS Limboto didominasi (70%) wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 40% (Bapppeda Provinsi Gorontalo 2002). Dengan demikian, DASini rentan terhadap degradasi apabila kawasan hulu dan daerah tangkapan airnya tidak dikelola secara tepat. Berdasarkan Data Balitbang- pedalda Provinsi Gorontalo (2004), ke- giatan pertanian di lahan kering DAS Limboto telah menyebabkan 23.210,53 ha lahan menjadi kritis. Kondisi ini menye- babkan terjadinya erosi dan masuknya sedimen ke Danau Limboto sehingga ter- jadi pengendapan dan pendangkalan yang menurunkan kapasitas tampung danau (Kusmawati 2006). Danau Limboto sebagai muara (outlet) DAS Limboto terus mengalami pendang- kalan sehingga luas perairan danau makin menciut. Selain itu, sebagian wilayah DAS ini tertutup oleh endapan aluvium yang cukup sesuai untuk pengembangan perta- nian, memiliki permukaan air tanah yang dangkal, dan akifernya tergolong pro- duktif sedang (Husain et al. 2006). Pada wilayah yang relatiflandai sampai berbukit banyak diusahakan tanaman pangan, terutama jagung, dan perkebunan seperti kelapa. Melihat kondisi tersebut maka pengelolaan lahan kering secara ber- kelanjutan di DAS Limboto perlu men- dapat perhatian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Husain et al. (2006) bahwa pengelolaan lahan yang tepat di kawasan DAS Limboto sangat penting dalam rangka penyelamatan Danau Limboto dan pengendalian banjir di Kota Goron- talo. Tulisan ini mengulas potensi lahan kering di DAS Limboto dan status pe- manfaatan lahan kering saat ini. Di- ungkap pula permasalahan dan strategi pengelolaan lahan kering di kawasan DAS tersebut. POTENSI LAHAN KERING DI DAS LIMBOTO Pengembangan pertanian di lahan kering diharapkan memberi kontribusi nyata dalam mewujudkan pertanian tangguh mengingat potensi dan luas lahan yang jauh lebih besar daripada lahan sawah dan atau lahan gambut (Subardja dan Sudar- sono 2005). Selain itu, lahan kering sangat berpotensi untuk pengembangan ber- bagai komoditas andalan dan memberikan sumbangan cukup besar terhadap penye- diaan pangan nasional (Badan Litbang Pertanian 1998, tidak dipublikasikan). Berdasarkan PetaReProotskala1:250.000 (1988), untuk pertanianlahan kering, lahan yang sesuai didominasi oleh tanah Incep- tisol,Alfisol, dan Entisol. Hal ini didukung oleh laporan Puslittanak (1994) dalam peta tanah tinjau skala 1 : 150.000, bahwa jenis tanah yang dominan di DAS Limboto adalah Inceptisol (27.400 ha) dan Alfisol (43.849 ha) (Tabel 1). Dinas Pertanian dan Ketahanan Pa- ngan Provinsi Gorontalo (2003) bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah telah melakukan evaluasi kesesuaian lahan di DAS Limboto. Hasilnya menunjukkan, lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian di DAS tersebut mencapai 37.049 ha, yaitu untuk padi gogo 27.702 ha, jagung 27.938 ha, kacang tanah 27.935 ha,ubijalar 24.838 ha, danubi kayu45.969 ha. Berdasarkan sifat-sifat tanah, Ilahude et al. (2007) melaporkan, DAS Limboto bagian Sub-DAS Biyonga memiliki tanah bertekstur lempung berdebu, permeabili- tas dan infiltrasi agak cepat, porositas tanah sedikit, dan struktur tanah gumpal bersudut. Selain itu, kesuburan tanah rendah berdasarkan nilai kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa, N tanah tersedia, P2 O5 tersedia, K2 O tersedia, dan C-organik yang dipadankan pada Kunci Status Kesuburan Tanah (Puslittan 1983). Berbeda dengan DAS Limboto, Nurdin et al. (2009) melaporkan, bagian Sub-DAS Alo Pohu Isimu Utara memiliki kesuburan tanah yang sedang menurut kriteria Puslittan(1983).Hal inidisebabkan oleh kadar N total yang rendah, P tersedia cukup tinggi, K tersedia dan C-organik rendah, serta KTK dan kejenuhan basa sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa lahan kering di DAS Limboto cukup potensial untuk pengembangan komoditas pertanian. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesesuaian lahan adalah bentuk wilayah atau relief (Hikmatullah et al. 2008). Bentuk wilayah DAS Limboto bervariasi dari datar (03%) sampai ber- gunung (> 50%). Masing-masing bentuk wilayah mempunyai lahan datar sampai agak datar seluas 27.125 ha, lahan ber- ombak sampai bergelombang 6.336 ha, lahan berbukit kecil sampai berbukit 21.189 ha, dan lahan bergunung 7.551 ha (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo 2009). Menurut Hik- matullah et al. (2008), lahan yang terletak pada wilayah datar sampai bergelom- bang berpotensi untuk pengembangan pertanian. Lahan yang terletak pada wilayah berbukit < 40% dapat digunakan untuk perkebunan dengan menerap- kan teknik konservasi tanah dan air (Djaenudin et al. 2003). Tabel 1. Sebaran jenis tanah di DAS Limboto, Provinsi Gorontalo. Ordo Luas (ha) (%) Alfisol 43.849 50,01 Molisol 6.027 6,87 Vertisol 5.022 5,73 Entisol 1.965 2,24 Inceptisol 27.400 31,25 Danau 3.415 3,90 Jumlah 87.678 100 Sumber: Puslittanak (1994).
  • 3. 100 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 Setiap tanaman mempunyai persya- ratan tumbuh tertentu untuk berproduksi secara optimal (FAO 1976; Djaenudin et al. 2003). Di samping itu, agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi serta hasilnya berkualitas, tanaman harus di- budidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994; Subagjo et al. 1995; Djaenudin 2001). Komponen lahan yang memengaruhi pertumbuhan dan produk- tivitas tanaman selain tanah dan topografi adalah iklim(Djaenudin 2008). WilayahDASLimbotomemilikijumlah curah hujan tahunan 1.505 mm dengan rata-rata bulanan 125 mm, suhu udara 26,7O C, dan kelembapan udara 80,3% (BMG Gorontalo 2009). Berdasarkan data tersebut maka kondisi iklim setempat cu- kup potensial, walaupun kelas kesesuai- annya umumnya cukup sesuai (S2) untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan menurut kriteria kesesuaian lahan Balai Penelitian Tanah (Djaenudin et al. 2003). Hal ini sejalan dengan Naylor et al. (2007) yang menyatakan bahwa produksi pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Syahbuddin et al. (2004) telah meng- analisis data curah hujan dan suhu udara sepuluh tahunan untuk menentukan wak- tu tanam dan jumlah pemberian air ke tanaman. Lebih lanjut, Runtunuwu dan Syahbuddin (2007) melaporkan bahwa perubahan iklim berimplikasi pada pe- ngembangan pertanian sehingga diperlu- kan upaya adaptasi sistem budi daya. Musa (2006) yang melakukan pene- litian waktu tanam jagung di DAS Lim- boto menyimpulkan bahwa waktu tanam memengaruhi berat kering maksimal tanaman. Sementara itu, Nurdin et al. (2006) melaporkan bahwa berdasarkan faktor iklim, kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan jagung di Longalo Pro- vinsi Gorontalo termasuk cukup sesuai dengan faktor pembatas suhu (S2tc), de- ngan nilai kesesuaian komparatif 86,67%. Dengan demikian, pengembangan komo- ditas pertanian di lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk mening- katkan produksi dan mendukung keta- hanan pangan nasional (Mulyani 2006). STATUS PEMANFAATAN LAHAN SAAT INI Kondisi lahan kering di bagian tengah dan hulu DAS Limboto hampir sebagian besar berstatus lahan kritis. Hal ini sesuai de- ngan laporan Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo (2004) yang menunjukkan bahwa penyebaran lahan kritis dalam kawasan hutan lindung mencapai 14.252 ha. Padahal menurut Kusmawati (2006), luas kawasan hutan di DAS Limboto pada tahun 2003 hanya 14.893 ha (Tabel 2). Artinya, tinggal tersisa 641 ha hutan yang kondisinya baik. Penggunaan lahan di wilayah DAS Limboto adalah tegalan dengan luas 32.117 ha (35,29%)danperkebunankelapa dengan luas 12.526 ha atau 13,76% dari total luas DAS. Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo (2004) juga melaporkan, lahan kritis di kawasan hutan cukup luas, men- capai 35.343 ha. Jika dijumlahkan dengan luas lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan, totalnya mencapai 49.595 ha atau 54,50% dari luas total DAS. Hal ini mengindikasikan bahwa luas lahan yang tidak kritis tinggal 41.409 ha atau 45,50%. Perubahan penggunaan lahan pada tahun 19992002 menyebabkan luas area hutan menurun 1,5% dan area pertanian bertambah 1,9%. Dari total luas DAS, hanya 16,4% yang ditutupi hutan, yaitu hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder, dan sekitar 20% dari kawasan hutan berubah menjadi semak belukar, tanah terbuka, atau lahan perta- nian pada tahun 2003. Konversi lahan tersebut dilakukan tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air (BPDAS 2004). Hal ini merupakan salah satu akibat ketimpangan pengelolaan lahan kering karena pertambahan jumlah penduduk, ter- utama akibat perkembangan dan perlu- asan Kota Limboto, Isimu, dan Kota Te- laga sehingga mendorong petani untuk mengusahakan lahan kering berlereng di DAS hulu yang rentan terhadap erosi (Idjudin dan Marwanto 2008). Lebih lanjut Minardi (2009) menyatakan, usaha tani lahan kering di bagian hulu suatu DAS sangat bergantung pada air hujan. Luas lahan tegalan di DAS Limboto sekitar 32.117 ha dan 9.000 ha atau 28% dari luasan tersebut merupakan area pertanaman jagung (PPLH-SDA Unsrat 2002). Berdasarkan data BPS Kabupaten Gorontalo (2009) yang dikomparasikan dengan luas lahan sesuai (LLS), luas tanam jagung mencapai 27.938 ha atau 50,52% dari LLS, kacang tanah 27.935 ha atau 1,17% dari LLS, ubi kayu 45.969 ha atau 0,21% dari LLS, dan luas tanam ubi jalar 24.838 ha atau 0,15% dari LLS. Untuk komoditas lainnya belum tersedia data lahan yang sesuai untuk pengembang- annya. Walaupun bukan merupakan komoditas unggulan daerah, pengem- bangan ubi kayu paling luas, dengan proporsi luas lahan yang sesuai 99,79%. Komoditas jagung sebagai entry point program Agropolitan masih dapat di- kembangkan selain pada lahan yang telah ada dengan persentase 49,48%. Hal ini sejalan dengan rencana perluasan area pengembangan jagung pada tahun 2009 diKabupatenGorontalo,yaitu 62.340 ha pada lahan kering dan 3.770 ha pada lahan sawah, terutama sawah tadah hujan (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo 2009). Berdasarkan peta Status Kawasan dan Perairan Provinsi Gorontalo skala 1 : 250.000 (Badan Planologi 1999), DAS Limboto hulu ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung (HL). Hal ini diperkuat dengan Perda No. 32 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiGorontalo tahun 20022016,yang menetapkan DAS Limboto hulu sebagai kawasan hutan lindung. Dalam review RTRW Provinsi Goron- talo tahun2008(BapppedaProvinsiGoron- talo 2008) diusulkan perubahan status kawasan DAS Limboto, di mana daerah hulu DAS terdiri atas hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan produksi konversi (HPK). Review RTRW tersebut, di samping lebih memproteksi kawasan hulu DAS, juga mengusulkan perubahan kawasan lain ke area penggu- naan lain (APL) yang lebih luas sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan per- tanian dan nonpertanian. Hal ini cukup Tabel 2. Penggunaan lahan di DAS Limboto. Jenis penggunaan Luas lahan (ha) (%) Tegalan 32.117 35,29 Ladang 10.056 11,05 Kebun 676 0,74 Kebun campuran 3.042 3,34 Kelapa 12.526 13,76 Sawah 4.791 5,27 Sawah/rawa 608 0,67 Rawa 143 0,16 Belukar 8.029 8,82 Hutan 14.893 16,37 Pemukiman 708 0,78 Danau 3.415 3,75 Jumlah 91.004 100 Sumber: Peta Citra Landsat Kabupaten Goron- talo dalam Kusmawati (2006).
  • 4. Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 101 beralasan karena DAS Limboto memiliki peran penting sebagai kawasan lindung bagi daerah di bawahnya, apalagi semua sungai di wilayah ini bermuara di Danau Limboto. Danau Limboto juga berperan penting bagi kehidupan masyarakat di dalamnya karena banyak yang menggan- tungkan hidupnya pada danau tersebut. Namun, kegiatan pertanian yang ber- langsung di sekitar kawasan lindung per- lu diperhatikan agar tidak terjadi konflik pemanfaatan lahan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut dapat dijaga. PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN KERING Permasalahan Biofisik Pengelolaan Lahan Kering DAS Limboto terletak pada 038’070’ LU dan 12248’12300’ BT dengan elevasi 5 m hingga lebih dari 300 m dpl. DAS Limboto terdiri atas 23 anak sungai yang bermuara di Danau Limboto (Balit- bangpedalda Provinsi Gorontalo 2004, 2006). Dari 23 sungai yang mengalir ke Danau Limboto, hanya Sungai Biyonga yang airnya mengalir sepanjang tahun, padahal luas sub-DAS hanya 68 km2 . Hal ini karena kondisi mata air yang cukup baik dengan vegetasi hutan di daerah hulu. Sungai terbesar adalah Alo-Molalahu dengan luas 348 km2 dan Pohu seluas 156 km2 . Namun, kedua sungai tersebut airnya tidak mengalir lagi pada musim kemarau karena mata airnya terganggu akibat pembabatan hutan di daerah hulu (JICA Studi Team 2002). Daerah tengah telah dikonversi untuk pertanian dan pemukiman sehingga pada musim hujan sering terjadi banjir yang merusak lahan pertanian di sekitar bantaran sungai sam- pai ke hamparan lahan di bawahnya (BPDAS 2004). Djaenudin dan Hendris- man (2008) menyatakan bahwa dari aspek teknis, komponen lahan kering yang me- mengaruhi pertumbuhan dan produkti- vitas tanaman adalah iklim, tanah, dan topografi. Komponen tersebut sangat menentukan potensi, kebutuhan input, dan manajemen lahan (Djaenudin 2008). Berdasarkan kondisi iklim, wilayah DAS Limboto secara umum tidak meng- alami permasalahan bagi tanaman lahan kering. Namun, jika dirinci menurut jenis tanaman, jumlah curah hujan 1.505 mm/ tahun dan rata-rata curah hujan 125 mm/ bulan (Tabel 3) menjadi faktor pembatas bagi tanaman jagung dan palawija serta tanaman hortikultura. Menurut kriteria kesesuaian lahan komoditas jagung dan palawija (Djaenudin et al. 2003), jumlah hujan yang dibutuhkan tanaman jagung untuk kelas sangat sesuai(S1) adalah500 1.200 mm/tahun, ubi jalar 8001.500 mm/ tahun, kedelai 3501.100 mm/tahun, kacang tanah 4001.100 mm/tahun, dan kacang hijau 350600 mm/tahun. Se- mentara untuk komoditas hortikultura adalah bawang merah 350600 mm/ta- hun, cabai 6001.200 mm/tahun, kacang panjang dan bayam 350600 mm/tahun, mentimun, terung,dantomat400700 mm/ tahun. Untuk tanaman buah-buahan dan perkebunan, jumlah curah hujan tidak menjadi faktor pembatas. Kendala utama pemanfaatan lahan kering untuk pertanian adalah tingkat pro- duktivitasnya rendah yang dicirikan oleh reaksi tanah masam, miskin hara, bahan organik rendah, kandungan besi, mangan, dan aluminium tinggi (melebihi batas tole- ransi tanaman), serta peka erosi (Hidayat et al. 2000). Ilahude et al. (2007) mela- porkan, reaksi tanah (pH) lahan kering tergolong netral dengan kadar bahan organik sedang, sedangkan kadar N, P2 O5 , dan K2 O masing-masing sangat rendah, dan nilai KTK sangat tinggi. Berdasarkan kriteria status kesuburan tanah (nilai KTK, kadar N, P2 O5 , dan K2 O) (Puslittan 1983) kesuburan tanah di wilayah ini tergolong rendah. Hal ini karena kadar N, P, dan K sangat rendah walaupun nilai KTK-nya sangat tinggi. JICAStudi Team (2002) melaporkan, Sungai Biyonga, Meluopo, danAlo-Pohu merupakan sungai utama pembawa se- dimen ke Danau Limboto. Dari ketiga sungai tersebut, Biyonga memberikan kontribusi 56% dari total sedimen yang masuk ke danau.Apabila volume sedimen yang masuk tidak dapat dikendalikan maka dalamkurun waktu 25 tahun, Danau Limboto diprediksi akan terisi sedimen dan menjadi daratan akibat proses pen- dangkalan. Kusmawati (2006) yang menduga erosi dan sedimentasi di DAS Limboto dengan GeoWEPP memperoleh total erosi 3.409.067,36 t/tahun atau rata-rata 44,69 t/ha/tahun atau 3,72 mm/tahun. Nilai erosi tersebut telah melewati ambang batas bahaya erosi yang dapat ditoleransi, yaitu 10 t/ha/tahun (Suripin 2002). Deposit sedimen pada DAS Limboto sebesar 224.356,54 t/tahun atau 2,94 t/ha/tahun atau 0,25 mm/tahun, sedangkan sedi- ment yield 3.184.710,41 t/tahunatau 41,75 t/ha/tahun atau 3,48 mm/tahun (Tabel 4). Data tersebut sesuai dengan keadaan DAS Limboto yang sebagian besar tertutup oleh ladang dan tegalan. Oleh karena itu, usaha penanganan diarahkan pada pengelolaan lahan miring dengan menerapkan kaidah konservasi. Tabel 3. Sebaran curah hujan di DAS Limboto Provinsi Gorontalo selama 6 tahun (20032008). Bulan Curah hujan (mm) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata Januari 89 128 30 112 229 214 133,67 Februari 56 100 103 143 73 94 94,83 Maret 215 79 117 68 76 389 157,33 April 266 175 105 162 129 228 177,50 Mei 192 138 231 65 249 130 167,50 Juni 11 50 84 257 214 123 123,17 Juli 64 66 210 32 80 253 117,50 Agustus 46  17 3 38 147 41,83 September 65 36 20 55 129 66 61,83 Oktober 35 122 223 3 46 188 102,83 November 82 61 85 204 118 206 126,00 Desember 222 77 132 122 400 251 200,67 Jumlah 1.343 1.032 1.357 1.226 1.781 2.289 1.504,66 Rata-rata 111,92 86 113,08 102,12 148,42 190,75 125,39 Sumber: BMG Gorontalo (2009), data diolah.
  • 5. 102 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 Permasalahan Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pada usaha tani lahan kering tanaman semusim, produktivitasnya relatif rendah serta menghadapi masalah sosial eko- nomi, terutama karena tekanan penduduk yang terus meningkat (Syam 2003). Desa- desa di wilayah DAS Limboto tersebar pada wilayah administratif Kecamatan Limboto, Telaga, Batudaa, dan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 2007, jumlah penduduk di DAS Limboto mencapai 247.499 jiwa (Tabel 5) atau me- ningkat 33,07% dari tahun sebelumnya (BPS KabupatenGorontalo 2008). Kondisi ini akan menimbulkan tekanan terhadap lahan yang tersedia, terutama untuk kegi- atan pertanian yang menghasilkan bahan pangan. Mata pencaharian penduduk di DAS Limboto bagian hulu masih didominasi oleh pertanian. Komoditas yang dominan diusahakan adalah jagung, cabai, dan ubi kayu. Untuk subsektor perkebunan yang paling dominan adalah kelapa. Demikian pula untuk desa lain, penduduknya juga dominan mengusahakan tanaman pangan (Tabel 6). Petani lahan kering umumnya tergolong marginal dengan pendapatan dan pendidikan rendah dan keterampilan terbatas, sehingga upaya konservasi la- han usaha taninya juga terbatas (Kade- koh 2010). Hal ini merupakan masalah klasik bagi petani di lahan kering sehingga memerlukan penanganan yang optimal, terencana, dan berkelanjutan. Untuk jagung sebagai komoditas ung- gulan daerah dalam programAgropolitan, pemerintah setempat telah menetapkan harga dasar jagung Rp750/kg dan saat ini harga jagung di daerah Gorontalo men- capai Rp1.500/kg (Disperindag Provinsi Gorontalo 2008). Untuk komoditas lain, harga dasar belum ditetapkan pemerintah setempat karena harganya masih stabil. Hasil panen umumnya dijual langsung ke pedagang pengumpul dan hanya sedikit yang diperdagangkan di pasar lokal atau pasar induk kabupaten. Namun, kondisi ekonomi tersebut belum dibarengi de- ngan upaya konservasi lahan untuk perta- naman jagung maupun komoditas lainnya. Kehidupan masyarakat petani di wi- layah DAS Limboto sangat agamais dan dominan dipengaruhi oleh agama Islam. Budaya “huyula” atau dalam pengertian umum gotong royong merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang saat ini masih ada, walaupun mulai terkikis oleh perkembangan zaman (Tolinggi 2010). Menurut Sunaryo dan Yoshi (2003), ke- arifan lokal merupakan sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh seke- lompok masyarakat dari generasi ke generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Salah satu kearifan lokal yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah penentuan waktu tanam yang didasarkan pada ilmu perbintangan yang dikenal dengan istilah “panggoba” (Tolinggi 2010). Sejak zaman dahulu, budaya ini dipegang teguh oleh petani. Namun seiring perubahan iklim mikro maupun global, panggoba mulai diting- galkan. Dariah dan Besuki(2008) melaporkan, di Nusa Tenggara Timur terdapat kearifan lokal yang berkaitan langsung dengan konservasi lahan kering yang disebut kebekolo. Kebekolo merupakan barisan kayu atau ranting yang disusun atau ditumpuk memotong lereng. Tumpukan kayu/ranting ini berfungsi untuk menahan tanah yang tergerus aliran permukaan (erosi). Gambar 1. Kondisi lahan di kawasan DAS Limboto hulu Provinsi Gorontalo yang terdegradasi. Gambar 2. Danau Limboto di Provinsi Gorontalo yang mengalami pendangkalan. Tabel 4. Erosi dan sedimentasi di DAS Limboto, Provinsi Gorontalo. Komponen Nilai Luas area (ha) 76.276,81 Jumlah erosi (t/ha) 3.409.067,36 Jumlah deposisi 224.356,54 sedimen (t/ha) Jumlah sediment 3.184.710,41 yield (t/ha) Rata-rata erosi 44,69 (t/ha/tahun) Rata-rata deposisi sedimen 2,94 (t/ha/tahun) Rata-rata sediment yield 41,75 (t/ha/tahun) Sumber: Kusmawati (2006).
  • 6. Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 103 Gorontalo memiliki beberapa varietas jagung (binthe) lokal,seperti kiki, kalingga (tongkol merah), momala, dan pulo (biji berwarna putih dan ketan). Untuk meng- antisipasi serangan hama dan penyakit pada benih, petani melakukan molude, yaitu menyimpan benih pada tumpukan karung yang berisi kapur atau tilo agar tahan sampai panen berikutnya (Tolinggi 2010). Pengelolaan Lahan Kering di DAS Limboto Pembangunan pertanian berkelanjutan menerapkan konsep abiotic, biotic, and culture (ABC). Komponen pertama dan kedua merupakan satu kesatuan ling- kungan alami, sedangkan komponen ke- tiga menjelaskan keseluruhan sistem berpikir dan kegiatan manusia. Namun, yang biasanya terlewatkan dalam diskusi tentang lingkungan adalah integrasi ketiganya, yang dicirikan dengan kom- pleksitas, dinamika, dan ketidakpastian (Mitchell 1997). Sebagai suatusistemling- kungan, pembangunan di wilayah DAS Limboto sedang mengalami hal tersebut. Upaya meningkatkan produksi perta- nian pada lahan keringmemerlukan pema- haman menyeluruh mengenai komplek- sitas persoalan potensi lahan. Pengelolaan lahan yang keliru akanmenurunkanbahkan merusak potensi yang ada dan akhirnya menyengsarakan masyarakat (Husain et al. 2004). Memburuknya kondisi Danau Limboto dan terjadinya banjir di Kota/ Kabupaten Gorontalo pada tahun 2002 merupakan indikasi menurunnya kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menurunkan produktivitas lahan. Penurunan kesubur- an tanah antara lain disebabkan oleh erosi, penurunan kandungan bahan organik tanah, kehilangan hara melalui panen, dan kebiasaan membakar sisa-sisa tanaman (Tala'ohu et al. 2003). Permasalahan dalam pengelolaan lahan kering bervariasi pada setiap wi- layah (Abdurachman et al. 2008). Namun, dengan strategi dan teknologi yang tepat, berbagai masalah tersebut dapat diatasi. Beberapa strategi dan teknologi pengelo- laan lahan kering yang dapat diterap- kan di DAS Limboto diuraikan sebagai berikut. Sistem budi daya pertanian Berdasarkan karakteristik biofisik lahan, terutama karakteristik tanah dan iklim, penggunaan lahan harus efektif dan efi- sien sehingga kualitas tanah dan karak- teristik lahan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Menurut Lestariya (2005), pengelolaan lahan untuk mengatasi deg- radasi lahan dan permasalahan yang kompleks di suatu DAS harus bersifat komprehensif dan integral. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan pola vegetasi mengingat wilayah ini merupakan lahan terbuka (pemukiman, lahan terlantar, dan belukar) yang rentan terhadap risiko limpasan dan kehilangan tanah, terutama Tabel 5. Jumlah penduduk di wilayah DAS Limboto Provinsi Gorontalo 20002007. Kecamatan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Batudaa 58.615 58.743 26.314 26.540 28.107 26.824 27.604 27.978 Bongomeme   32.554 33.045 32.455 33.019 33.978 34.438 Tibawa 55.148 55.260 55.314 34.260 34.882 34.436 35.436 35.916 Pulubala    22.683 22.949 22.632 23.290 23.605 Limboto 56.556 56.782 56.223 38.097 39.612 38.152 39.261 39.793 Limboto Barat    21.109 21.415 21.209 21.826 22.122 Telaga 57.674 57.982 36.283 38.167 38.778 38.127 39.235 39.766 Telaga Biru   21.173 22.654 22.697 22.896 23.562 23.881 Jumlah 227.993 228.767 227.861 236.555 240.895 237.295 244.192 247.499  Kecamatan pemekaran. Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo (2001, 2004, 2006, 2008). Tabel 6. Mata pencaharian penduduk di DAS Limboto hulu, Provinsi Gorontalo. Jumlah petani Desa/kelurahan Tanaman pangan Perikanan Peternakan Perkebunan Tenilo 93   197 Bolihuangga 396 111 2 113 Hunggaluwa 561 292 2 143 Kayubulan 503 347 6 160 Hepuhulawa 295  6 44 Dutulanaa 175  4 143 Hutuo 438 120 6 70 Bulota 235   184 Malahu 135   8 Biyonga 569   164 Bongohulawa 155   108 Kayumerah 397   173 Jumlah 3.952 870 26 1.507 Sumber: Kecamatan Limboto dalam Angka (2008).
  • 7. 104 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 di daerah berlereng terjal dan memiliki curah hujan tinggi. Teknik lain yang dapat diterapkan adalah membuat teras, gu- ludan, pematang searah kontur, balong, rorak, dan saluran drainase permukaan atau bawah permukaan (Agus et al. 1999; Subagyono et al. 2003; Arsyad 2006). Penerapan teknik konservasi tersebut bertujuan untuk mengurangi kehilangan tanah, limpasan, dan sedimentasi sungai (Idjudin dan Marwanto 2008). Menurut Yongki et al. (2003), bebe- rapa teknologi budi daya yang dapat diterapkan dalam pengelolaan lahan kering pada kawasan DAS meliputi: 1) Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan (land-scape) berdasar- kan kebutuhan air yang sama sehingga pengairan dapat dikelompokkan se- suai kebutuhan tanaman. 2) Penentuan pola tanamyang tepat untuk area datar maupun berlereng. Gomez dan Gomez (1983) melaporkan, pada lahan dengan kemiringan 5%, pola tanam tumpang sari antara ubi kayu dan jagung dapat menurunkan aliran permukaan (run off) dari 43% menjadi 33% dibandingkan dengan penanam- an jagung monokultur. 3) Pemberian mulsa dan bahan organik yang tersedia di lokasi untuk mening- katkan kesuburan tanah. Lal (1980) melaporkan, penggunaan mulsa 4 t/ha menurunkan aliran permukaan sampai ke tingkat 3,5% dan laju erosi 0,5 t/ha. 4) Penggunaan pemecah angin (wind break) untuk mengurangi kecepatan angin sehingga menurunkan kehilang- an air melalui evapotranspirasi dari permukaan tanah dan tanaman. Kom- binasi tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung upaya ini. Pola tajuk bertingkat (etage bouw) seperti pada pekarangan tradisional merupakan contoh yang baik untuk diterapkan (Setyati 1975). Agroforestry merupakan salah satu pilihan pengelolaan sistem budi daya pertanian di DAS Limboto yang mengom- binasikan tanaman semusim dan tanaman tahunan berkayu (pohon) dalam suatu ta- pak yang sama dan dapat pula dipadukan dengan peternakan (Nuryanto et al. 2003; Rauf, 2003). Sistem ini pada hakikatnya dapat diterapkan pada berbagai kondisi lahan, terutama, lahan yang mempunyai lereng > 45%. Menurut Nair (1989) serta Chundawat dan Gautam (1993), berbagai tipe agroforestry yang dapat diterapkan meliputi: 1) agrosilviculture, yaitu kom- binasi hutan dengan tanaman pertanian, 2) silvopasture, memasukkan ternak dan/ atau tanaman pakan pada lahan hutan, 3) agrosilvopasture, sistem campuran yang memadukan tanaman pertanian, hutan, dan pakan/ternak, serta 4) aquaforestry atau agroaquaforestry, sistem campuran yang memadukan tanaman pertanian, hutan, dan ikan/kolam. Hasil penelitian Rauf (2003) di kawa- san penyangga Taman Nasional Gunung Leuser menunjukkan bahwa agroforestry berdampak positif terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi petani, minimal dalam hal keberlanjutan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena musim panen yang berbeda dari berbagai komoditas yang dibudidayakan. Selan- jutnya Nuryanto et al. (2003) menjelaskan keuntungan sistem agroforestry, antara lain: 1) menciptakan komunitas yang ber- fungsi sebagai hutan dan strata tajuk yang baik sehingga dapat menahan daya hancur butir hujan, 2) merupakan sistem usaha tani terpadu antara tanaman pangan dan komoditas lain, seperti pakan ternak, buah-buahan, lebah madu, kayu bakar, atau kayu bangunan, 3) menciptakan peluang yang lebih banyak bagi petani untuk memperoleh bahan kebutuhan sehari-hari, dan 4) kombinasi berbagai jenis tanaman atau komoditas lain dapat segera memberikan hasil bagi petani. Pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Sebagai penghasil produk pertanian, lahan kering memberi kontribusi nyata dalam ketahanan pangan, penyangga ekonomi, serta nilai sosial dan budaya (Irawan et al. 2004). Laju pertambahan penduduk yang cukup pesat akan meningkatkan permintaan dan intensitas penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pa- ngan (Abdurachman et al. 2008). Kondisi ini akan menciptakan pola penggunaan lahan yang cenderung berorientasi pro- duksi tanpa memerhatikan konservasi lahan.Apabila hal ini dibiarkan, kerusakan lahan yang telah terjadi akan semakin parah sehingga produktivitas lahan terus merosot, yang pada akhirnya akan me- nurunkan kesejahteraan petani (Idjudin dan Marwanto 2008). Untuk mencegah- nya, pengelolaan lahan kering di DAS Limboto perlu melibatkan masyarakat setempat (Nuryanto et al. 2003). Upaya tersebut diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi petani, terutama modal, kepemilikan lahan, penguasaan pengetahuan dan keteram- pilan, serta hambatan karena adat dan tradisi setempat. Beberapa arahan sosial, ekonomi, dan budaya dalam pengelolaan lahan kering di suatu DAS (Nuryanto et al. 2003; Idjudin dan Marwanto 2008) yaitu: 1) penyuluhan dengan metode dan materi yang disesuaikan dengan kehidupan petani, karena menurut Hidayanto et al. (2008), penyuluhan merupakan salah satu upaya pengembangan kapasitas kelem- bagaan petani, 2) penyediaan sarana pro- duksi dan permodalan serta pembangun- an infrastruktur pertanian (Idjudin dan Marwanto 2008), dan 3) pemberdayaan kelembagaan untuk membina petani. Menurut Mosher (1991) dan Todaro (1994), kapasitas kelembagaan petani sangat penting dan berperan strategis dalam pembangunan pertanian. Semen- tara itu, Hidayanto et al. (2008) menya- takan, pemberdayaan kelembagaan petani bertujuan untuk meningkatkan partisipasi petani dalam kelembagaan usaha tani. Kelembagaan masyarakat seperti Ba- dan Perwakilan Desa (BPD) berperan menggerakkan masyarakat dalam kegiatan bersama, menumbuhkan dan meningkat- kan peran masyarakat dalam kegiatan yang diprakarsai pemerintah setempat, serta meningkatkan kemandirian petani dalam pembangunan pertanian. Sementara itu, koperasi unit desa (KUD) berperan membantu petani anggotanya dalam memperoleh kredit, sarana produksi, dan alat-alat pertanian serta menampung dan memasarkan hasil (Nuryanto et al. 2003). Pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di lahan kering dapat pula dilakukan dengan pendekatan agri- bisnis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Antara (2005) bahwa pengembangan per- tanian lahan kering melalui pendekatan agribisnis merupakan langkah yang benar dan tepat (on the right track) karena pendekatan ini mengintegrasikan secara vertikal aktivitas hulu hingga hilir dan secara horizontal berbagai sektor se- hingga mampu menciptakan keuntungan yang layak bagi petani. Selanjutnya, Ar- Riza dan Alkasuma (2008) menyatakan, lembaga agribisnis yang perlu dikem- bangkan adalah kelompok tani, perkum- pulan petani pemakai air (P3A), koperasi dan lembaga keuangan perdesaan, pe- nyedia sarana dan prasarana produksi,
  • 8. Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 105 pemasaran hasil, dan jasa pelayanan alsintan. Selain kedua lembaga tersebut, pemberdayaan penyuluh lapangan juga perlu dilakukan karena mereka yang langsung berhadapan dengan petani. Kebijakan yang berpihak kepada pertanian di kawasan DAS Manfaat yang dinikmati masyarakat di daerah hilir sering kali atas biaya atau kerja keras masyarakat di daerah hulu (Nuryanto et al. 2003). Apabila tujuan pembangunan adalah menciptakan keadaan sosial ekonomi yang adil dan merata maka kondisi yang demikian ti- dak akan mendukung pencapaian tujuan pembangunan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fagi dan Las (2006) bahwa kebijakan pembangunan yang tidak berpihak kepada pertanian akan meng- ganggu stabilitas ketahanan pangan, memperburuk kualitas lingkungan, dan berdampak buruk terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pertanian khu- sus untuk kawasan DAS hulu. Beberapa arahan kebijakan yang dapat digunakan adalah: 1) pemberian subsidi kepada pe- tani di daerah hulu untuk membangun pengendali erosi, seperti teras dan teknik konservasi lahan lainnya, 2) pemberian subsidi pajak kepada petani di daerah hulu, dengan cara membebankan petani daerah hilir membayar pajak (PBB) lebih besar daripada petani di hulu sebagai bentuk keseimbangan dalam pemanfaat- an sumber daya lahan yang adil dan bijaksana, 3) penetapan kebijakan di tingkat kabupaten dan atau provinsi tentang pengelolaan lahan pertanian berbasis konservasi beserta petunjuk teknisnya agar berbagai pihak mengeta- hui tata hukum dan tata kelola peman- faatan lahan kering di DAS Limboto (Nuryanto et al. 2003; Idjudin dan Marwanto 2008). Berdasarkan status kawasan, karak- teristik biofisik lahan, serta kondisi sosial budaya dan ekonomi, pengelolaan lahan serta landasan pelaksanaannya dapat menggunakan sistem hak guna usaha (HGU) sebagai legal aspek berdasarkan UUPA No. 5 tahun 1960. Sistem ini di- mungkinkan bagi petani di kawasan DAS Limboto hulu dengan membentuk ke- lompok yang berbadan hukum untuk pengajuan HGU ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Salah satu kendala dalam pengelolaan lahan pertanian di suatu DAS adalah tum- pang tindih kepentingan dalam penge- lolaan lahan (Soemarno 1991).Agar lahan kritis, erosi, sedimentasi, dan pendang- kalan Danau Limboto segera tertangani, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani maka sinkronisasi dan koordinasi lintas institusi perlu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan program pem- bangunan di kawasan tersebut. Dibutuh- kan kearifan semua pemangku kepen- tingan dalam mengoptimalkan potensi dan mengurangi permasalahan peng- gunaan lahan kering di wilayah ini. KESIMPULAN DAS Limboto hulu perlu dijaga dan dipertahankan fungsinya karena berperan vital dan menguasai hajat hidup masya- rakat setempat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya lahan kering di kawasan DAS tersebut potensial untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan petani. Lahan yang sesuai untuk pengem- bangan pertanian mencapai 37.049 ha, yaitu untuk padi gogo 27.702 ha, jagung 27.938 ha, kacangtanah27.935ha,ubijalar 24.838 ha, dan ubi kayu 45.969 ha. Lahan datar sampai bergelombang yang poten- sial untuk pengembangan pertanian seluas 33.144 ha. LahandiwilayahDASLimboto umum- nya termasuk dalam kelas cukup sesuai (S2). Namun, pemanfaatannya meng- hadapi kendala dan permasalahan seperti biofisik lahan (kesuburan tanah rendah, rentan erosi dan sedimentasi, pendang- kalan Danau Limboto, dan iklim), serta permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya. Berbagai masalah tersebut perlu diatasi dengan teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Terdapat tiga strategi utama peng- gunaan lahan kering di wilayah DAS Limboto, yaitu: 1) pengelolaansistembudi daya dengan mengelompokkan tanaman dalam suatu landscape mengikuti ke- butuhan air yang sama, pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik yang tersedia di lokasi untuk meningkatkan kesuburan tanah, pem- buatan pemecah angin, dan penerapan sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya yang melipu- ti penyuluhan, penyediaan sarana dan prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan pe- tani dan penyuluh, serta penerapan sistem agribisnis, dan 3) kebijakan yang berpihak kepada pertanian di DAS Lim- boto, seperti pemberian subsidi kepada petani di daerah hulu untuk kegiatan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di daerah hulu, penetapan perda pengelolaan lahan pertanian berbasis konservasi, dan pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Dalam penggunaan lahan kering per- lu sinkronisasi dan koordinasi di antara institusi pemerintah dan melibatkan pe- tani agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Kepedulian dan keterli- batan semua pemangku kepentingan dalam penggunaan lahan kering di DAS Limboto menjadi prasyarat mutlak bagi keberlanjutan fungsi dan peran DAS tersebut. Kearifan dalam pemanfaatan lahan kering akan mengurangi dan me- nekan kerusakan serta peralihan fungsi dan peran DAS di kemudian hari. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Penelitian dan Pengem- bangan Pertanian 27(2): 4349. Agus, F., A. Adimihardja, A. Rachman, S.H. Tala’ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik konservasi tanah dan air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Re- boisasi Pusat, Jakarta. Amien, L.I. 1994. Agroekologi dan alternatif pengembangan pertanian di Sumatera. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13(1): 18.
  • 9. 106 Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 Antara, M. 2005. Pendekatan agribisnis dalam pengembangan pertanian lahan kering (kasus lahan kering di Kabupaten Buleleng, Bali). Prosiding Seminar Pengembangan Pertanian di Wilayah Lahan Kering. Sustainable De- velopment of Irrigated Agriculture in Bu- leleng and Karangasem (SDIABKA) Project Management Unit bekerja sama dengan Bappeda Kabupaten Buleleng, 5 Februari 2004. Ar-Riza, I. dan Alkasuma. 2008. Pertanian lahan rawa pasang surut dan strategi pengem- bangannya dalam era otonomi daerah. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(2): 103. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Badan Planologi. 1999. Peta Status Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Gorontalo Skala 1:250.000. Badan Planologi Departemen Kehutanan, Bogor. Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2004. Kajian dan pemetaan lahan kritis berbasis GIS dan foto udara di Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian Kerja Sama antara Badan Penelitian, Pengembangan dan Pe- ngendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Gorontalo dengan CV Mesta Karya Utama, Gorontalo. Balitbangpedalda Provinsi Gorontalo. 2006. Analisis kesesuaian lahan pengembangan jagung di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian. Badan Penelitian, Pengembangan dan Pengendali- an Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Gorontalo, Gorontalo. Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo Tahun 20022016. Badan Perencanaan dan Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi Gorontalo, Gorontalo. Bapppeda Provinsi Gorontalo. 2008. Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Go- rontalo Tahun 2008. Badan Perencanaan dan Percepatan Pembangunan Daerah Provinsi Gorontalo, Gorontalo. BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Su- ngai). 2004. Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Gorontalo. BPDAS Limboto. BMG Gorontalo. 2009. Data iklim wilayah DAS Limboto dan sekitarnya selama 13 tahun (19962009). Badan Meteorologi dan Geo- fisika Bandara Jalaludin, Isimu, Gorontalo. BPS Kabupaten Gorontalo. 2001. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Tahun 2001. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Limboto. BPS Kabupaten Gorontalo. 2004. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Tahun 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Limboto. BPS Kabupaten Gorontalo. 2006. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Tahun 2006. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Limboto. BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Limboto. BPS Kabupaten Gorontalo. 2008. Kecamatan Limboto dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Limboto. BPS Kabupaten Gorontalo. 2009. Kabupaten Gorontalo dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo, Lim- boto. Chundawat, B.S. and S.K. Gautam. 1993. Text- book of Agroforestry. Oxford and IBH Publ. Co. Pvt. Ltd, New Delhi. Dariah, A. dan T. Besuki. 2008. Kebekolo di NTT: Kearifan lokal dalam konservasi tanah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(2): 79. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2003. Master Plan Pewilayahan Komoditas Pertanian di Provinsi Gorontalo. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sula- wesi Tengah. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. 2009. Gorontalo the Agropo- litan; profil pembangunan pertanian Provinsi Gorontalo. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, Gorontalo. Djaenudin, D. 2001. Pendekatan pewilayahan komoditas dalam menyongsong otonomi daerah. Materi Pelatihan Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Makassar, 59 Juni 2001. Djaenudin, D., M. Hendrisman, H. Subagya, A. Mulyani, dan N. Suharta. 2003. Kriteria Ke- sesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Ver. 3. Pusat Penelitian Tanah dan Agro- klimat, Bogor. Djaenudin, D. 2008. Prospek Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan di Wilayah Indonesia. Makalah Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pedologi dan Penginderaan Jarak Jauh. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo- nesia, Jakarta. Djaenudin, D. dan M. Hendrisman. 2008. Prospek pengembangan tanaman pangan lahan ke- ring di Kabupaten Merauke. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(2): 5562. Fagi, A.M. dan I. Las. 2006. Konsepsi pengen- dalian pencemaran lingkungan secara terpadu berbasis DAS. Makalah Seminar Nasional Pengendalian Pencemaran Lingkungan Per- tanian melalui Pendekatan Pengelolaan DAS secara Terpadu. Kerja Sama Loka Penelitian Lingkungan Pertanian, UNS, HITI, Sura- karta, 28 Maret 2006. hlm 14. FAO. 1976. A framework for land evaluation. Soils Bull. 32: 1216. Gomez, A.A. and K.A. Gomez. 1983. Multiple Cropping in the Humid Tropics of Asia. International Development Research Centre (IDRC), Canada. Hidayanto, M., S. Sabiham, S. Yahya, dan L.I. Amien. 2008. Arahan pengelolaan lahan ber- kelanjutan di kawasan perbatasan Kali- mantan Timur-Malaysia. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(2): 105114. Hidayat, A., Hikmatullah, dan D. Santoso. 2000. Potensi dan pengelolaan lahan kering datar- an rendah. hlm. 197222. Dalam Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hikmatullah, N. Suharta, dan A. Hidayat. 2008. Potensi sumber daya lahan untuk pengem- bangan komoditas pertanian di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(1): 4558. Husain, J., J.N. Luntungan, Y. Kamagi, dan Nurdin. 2004. Model Usaha Tani Jagung Berbasis Konservasi di Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian, Badan Penelitian, Pengembangan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Gorontalo, Gorontalo. Husain, J., Nurdin, dan I. Dunggio. 2006. Uji optimasi dosis pupuk majemuk pada berbagai varietas jagung. hlm. 6067. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi untuk Mendukung Revitalisasi Pertanian mela- lui Pengembangan Agribisnis dan Ketahanan Pangan, Manado 2223 November 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Perta- nian, Jakarta. Idjudin, A.A. dan S. Marwanto. 2008. Reformasi pengelolaan lahan kering untuk mendukung swasembada pangan. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(2): 115125. Ilahude, Z., F. Zakaria, F. Jamin, dan Nurdin. 2007. Pengembangan sistem usaha tani kon- servasi tanaman jagung melalui optimali- sasi produktivitas lahan kering di Provinsi Gorontalo. Laporan Penelitian Hibah Ber- saing. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Irawan, E. Husen, Maswar, R.L. Watung, dan F. Agus. 2004. Persepsi dan apresiasi masya- rakat terhadap multifungsi pertanian: studi kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pro- siding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Lahan, Bogor 18 Desember 2003 dan 7 Januari 2004. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. JICA Studi Team. 2002. The study on flood control and water management in Limboto- Bone Bolango Basin in Indonesia. JICA. Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi pemanfaatan lahan kering berkelanjutan dengan sistem polikultur.Http://sulteng.litbang.deptan.go. id/ind/images/stories/bptp/prosiding 2007/1- 4.pdf [29 Januari 2010]. Kusmawati, I. 2006. Pendugaan erosi dan sedi- mentasi dengan menggunakan model Geo- WEPP (studi kasus DAS Limboto, Provinsi Gorontalo). Tesis Pascasarjana Institut Tek- nologi Bandung.
  • 10. Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011 107 Lal, R. 1980. Soil erosion as a constraint to crop production. In Soil-Related Constraints to Food Production in the Tropics. Internati- onal Rice Research Institute (IRRI), Los Banos, the Philippines. Lestariya, A.W. 2005. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) Melawi. Jurnal llmiah Geo- matika 11(2). Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan Perta- nian Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret, Sura- karta. Mitchell, B. 1997. Resource and Environmental Management. Addison Wesley Longman Ltd., Canada. Mosher, A.T. 1991. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Praeger, Inc. Publ., New York. Mulyani, A. 2006. Potensi lahan kering ma- sam untuk pengembangan pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(2): 1617. Musa, N. 2006. Produksi potensial dan analisis pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Jurnal Ilmiah Agrosains Tropis 1(1): 711. Nair, P.K.R. 1989. Classification of agroforestry systems. p. 3952. In P.K.R. Nair (Ed). Agroforestry Systems in the Tropics. Kluwer Academic Publ., the Netherlands. Naylor, R.L., D.S. Battisti, D.J. Vimont, W.P. Falcon, and M.B. Burke. 2007. Assessing risk of climate variability and climate change for Indonesian rice agriculture. Proceedings of National Academy of Science (PNAS) 104(19): 77527757. Notohadinegoro, T. 2000. Diagnostik fisik kimia dan hayati kerusakan lahan. hlm 5461. Prosiding Seminar Pengusutan Kriteria Kerusakan Tanah/Lahan, Asmendap I LH/ Bapedal, Yogyakarta, 13 Juli 2000. Nurdin, J. Husain, dan H. Kasim. 2006. Ke- sesuaian lahan berdasarkan faktor iklim untuk pengembangan jagung di wilayah Longalo Tapa Provinsi Gorontalo. hlm. 301307. Prosiding Seminar Nasional Ino- vasi Teknologi untuk Mendukung Revitalisasi Pertanian melalui Pengembangan Agribisnis dan Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Ma- nado, 2223 November 2006. Nurdin, Z. Ilahude, F. Zakaria, dan P. Maspeke. 2009. Pertumbuhan dan hasil jagung yang dipupuk N, P, dan K pada tanah Vertisol Isimu Utara Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah Tropika 14(1): 4956. Nuryanto, A., D. Setyawati, I. Lidiawati, J. Suyana, L. Karlinasari, M.A. Nasri, N. Puspaningsih, dan S. Yuwono. 2003. Strategi pengelolaan DAS dalam rangka optimalisasi kelestarian sumber daya air (studi kasus DAS Ciliwung Hulu). Makalah Falsafah Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. PPLH-SDA Unsrat. 2002. Laporan mengenai dampak lingkungan kegiatan master plan penanggulangan banjir di DAS Limboto- Bone-Bolango, Provinsi Gorontalo. PPLH- SDA Lembaga Penelitian Universitas Sam Ratulangi, Manado. Puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Tanah dan Agroklimat). 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor. 37 hlm. Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat). 1994. Ekspose hasil survei tanah tinjau Kabupaten Gorontalo, Sulawesi Utara. Puslittanak, Bogor. 128 hlm. Puslittan (Pusat Penelitian Tanah). 1983. Terms of Reference Survei Kapabilitas Tanah No 22/1983. Puslittan, Bogor. Rauf, A. 2003. Pendayagunaan lahan miring dengan sistem agroforestri di kawasan pe- nyangga Taman Nasional Gunung Leuser: Studi kasus di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. hlm 8092. Prosiding Seminar Nasi- onal dan Kongres Nasional HITI VIII, Pa- dang, 2123 Juli 2003. Rukmana, R. 2001. Teknik Pengelolaan Lahan Kering Berbukit dan Kritis. Kanisius, Yogyakarta. Runtunuwu, E. dan H. Syahbuddin. 2007. Peru- bahan pola curah hujan dan dampaknya terhadap periode masa tanam. Jurnal Tanah dan Iklim 26: 12. Setyati, S.H. 1975. Pengantar Agronomi. Gra- media, Jakarta. Sitorus, R.P. 1998. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung. Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub-DAS Konto, Malang. Disertasi Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subagjo, H., Djaenuddin, G. Joyanto, dan A. Syarifuddin. 1995. Arahan pengembangan komoditas berdasarkan kesesuaian lahan. hlm. 2754. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor Subagyono, K., S. Marwanto, dan U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah, Bogor. hlm 45. Subardja, D. dan Sudarsono. 2005. Pengaruh kualitas lahan terhadap produktivitas jagung pada tanah vulkanik dan batuan sedimen di daerah Bogor. Jurnal Tanah dan Iklim 23: 3847. Sunaryo dan L. Yoshi. 2003. Peranan penge- tahuan ekologi lokal dalam sistem agro- forestri. ICRAF, Bogor. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogyakarta. Syahbuddin, H., M.D. Yamaika, and E. Run- tunuwu. 2004. Impact of climate change to upland water budget in Indonesia: Obser- vation during 19802002 and simulation for 20102039. Presented in 2nd Annual Meeting of Asia Oceania Geo-Science Society (AOGS 2005), Singapore, June 2005. Syam, A. 2003. Sistem pengelolaan lahan kering di daerah aliran sungai bagian hulu. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22(4): 162171. Tala’ohu, S.H., A. Abas, dan U. Kurnia. 2003. Optimasi produktivitas lahan kering beriklim kering melalui penerapan sistem usaha tani konservasi. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional VIII HITI, Padang 2123 Juli 2003. Todaro, M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I edisi ke-4, terjemahan. Airlangga, Jakarta. Tolinggi, W.K. 2010. Modernisasi pertanian dan kearifan lokal pertanian. hlm. 279284. Dalam S.Q. Badu (Eds). Energi Peradaban. UNG Press, Gorontalo. Yongki, I., I.B. Pramono, dan S.A. Cahyono. 2003. Konservasi air lahan kering sebagai alternatif pengembangan lahan kering. Pro- siding Seminar Hasil Penelitian dan Pengem- bangan Rehabilitasi Lahan Kritis, Banjar- negara, 6 Desember 2003.