1. PENDIDIKAN SEBAGAI TOLAK UKUR KEMAJUAN BANGSA
Mulyadi1, Eki Turnando2, Sri Wahyu Ningsih3, Ayumi Hasnah ritonga4
1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Prodi Administrasi Pendidikan,
Universitas Jambi
2,3,4Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Prodi Pendidikan Bahasa Arab,
Universitas Jambi
Jl. Jambi - Muara Bulian No.KM. 15, Mendalo Darat, Kec. Jambi Luar Kota,
Kabupaten Muaro Jambi, Jambi
e-mail : mulyadiahmad@unja.ac.id, turnando16@gmail.com,
swhyn976@gmail.com, ayumihasnah1610@gmail.com
Abstrak
Artikel ini berisi tentang bagaimana pendidikan sebagai tolak ukur kemajuan
bangsa untuk melahirkan manusia Indonesia yang unggul, hal ini diperlukan suatu
arah kebijakan pembangunan yang memprioritaskan pendidikan sebagai investasi
masa depan. Sebagai investasi masa depan bangsa, maka pendidikan harus
dimulai sejak anak usia dini sebagai program yang berkelanjutan dan sistemik
yang dikemas dalam berbagai program kebijakan, yang dimulai dari pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai dengan
pendidikan tinggi. Untuk menyukseskan program tersebut dibutuhkan berbagai
perbaikan dalam hal kebijakan pendidikan untuk semua anak bangsa, peningkatan
kualitas pendidik dan program pendidikan di Indonesia.
Abstract
Creating excellent Indonesian generation needs a developmental policy directed
to prioritize education as our future investment. In the role of our nation’s future
investment, education must be started from early ages as a continue and systemic
program in the form of various policy programs, started from education in early
childhood, in elementary, primary, secondary up to university. To make it
successful, many improvements in policy concerning education for the nation as
well as quality enhancement from both educators and educational program in
Indonesia are needed.
Kata Kunci: Pendidikan, Anak Usia Dini, Bangsa
2. PENDAHULUAN :
Kemajuan suatu bangsa ditandai
dengan majunya kesempatan
memperoleh pendidikan yang luas
dan berkualitas bagi masyarakatnya.
Pendidikan yang berkualitas dan
dinikmati secara luas oleh setiap
anggota masyarakat bangsa itu,
termasuk anak usia dini merupakan
usaha bangsa itu untuk memperoleh
kualitas dirinya. Dengan kualitas diri
yang diperoleh lewat pendidikan,
maka bangsa itu akan sanggup hidup
secara tangguh dalam masyarakat
dunia yang ditandai dengan
kehidupan yang penuh dengan
tantangan dan kompetisi secara ketat.
Kehidupan yang kompetitif dan
penuh tantangan itu memerlukan
modal kemampuan manusia yang
berkualitas. Kualitas sumber daya
manusia masa kini menjadi kunci
utama untuk meraih masa depan, ter-
masuk program pengembangan anak
usia dini, sebagai langkah awal
penyiapan kualitas sumber daya
manusia. Mereka yang berkualitas
akan mampu memprediksi apa yang
terjadi di depan, dan merealisasikan
apa yang menjadi kebutuhan di masa
depan. Mereka pulalah yang kelak
akan mampu memetik manfaat dan
menikmati berbagai produk
kehidupan paling maksimal.
Pengalaman empiris telah
membuktikan bahwa bangsa-bangsa
yang telah menikmati kesejahteraan
dan kemakmuran bagi rakyatnya
adalah bangsa yang memulai
pembangunannya melalui pendidikan
meskipun mereka tidak memiliki
sumber daya alam yang cukup.
Dengan sumber daya manusia yang
berkualitas serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, mereka
dapat menikmati kemakmuran
bangsanya. Sebagai contoh adalah
negara-negara seperti :
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Cina,
Malaysia, Singapura, Thailand,
Vietnam, dan sebagainya (Mohamad
Surya, dalam Pikiran Rakyat 14 Juli
2004). Lambatnya pertumbuhan
pembangunan di Indonesia selama
ini sesungguhnya mencirikan masih
lemahnya kualitas sumber daya
manusia Indonesia, yang sekaligus
juga mencerminkan masih lemahnya
sistem pendidikan di negara ini.
Ketertinggalan bangsa Indonesia
dalam bidang pendidikan, salah
satunya disebabkan oleh masih
rendahnya keberpihakan pemerintah
sebagai penggagas dan pengayom
masyarakat terhadap bidang
pendidikan, karena itu tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa
kelemahan dalam bidang pendidikan
ini menunjukkan ketidakberhasilan
pemerintahan suatu negara dalam
meningkatkan kualitas bangsanya.
Sebagai contoh keberhasilan negara
Singapura dalam pendidikan
didukung dengan komitmen penuh
3. oleh pemerintah yang memangkas
birokrasi pendidikan. Ini
menunjukkan pentingnya
kesungguhan pemerintah dalam
mendukung keberhasilan pendidikan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut,
Khoe Yao Tung menyatakan
bahwa: “Keberhasilan pendidikan
suatu bangsa merupakan salah satu
barometer keberhasilan pemerintahan
suatu negara.
A. Arah dan substansi
pendidikan
Pendidikan sebagai suatu investasi
masa depan bagi masyarakat suatu
bangsa, tidak hanya sekedar
dinikmati dan didapatkan dalam
kesempatan alakadarnya untuk bisa
baca-tulis-hitung sebagai suatu
pemerataan. Pendidikan yang
didapatkan dan dinikmati itu,
haruslah pendidikan yang berkualitas
dan memiliki keunggulan, sehingga
menjadi bekal hidup dalam
menghadapi tanta-ngan gelobal yang
keras dan kompetitif. Oleh karenanya
pendidikan harus punya arah yang
jelas dan substansinya tegas sebagai
karakter bangsa Indonesia. Dalam
konteks kejelasan arah suatu
pendidikan akan dapat membawa
peserta didik kepada kondisi tentang
keseluruhan potensi yang
dimilikinya. Keseluruhan potensi
peserta didik harus menjadi titik
tumpu dalam arah pendidik yang
dikembangkan. Pendidikan tidak
hanya diarahkan untuk menjadi
manusia sebagai alat produksi,
sebagaimana konsep kapitalis, untuk
penguasaan iptek demi kelangsungan
higemoni kekuasaan. Melainkan
pendidikan harus dibawa kepada
proses pembentukan manusia
sutuhnya, sebagaimana dikatakan
Mendiknas...”pendidikan tidak hanya
menempatkan manusia sebagai alat
produksi melainkan pendidikan
sebagai proses pembentukan manusia
seutuhnya’’, dan wahana strategis
pengembangan potensi individu.
Jadi, pendidikan harus bersifat
menyeluruh dan imbang antara lahir
batin.
Proses pembentukan manusia
seutuhnya mengandung makna
bahwa manusia itu tidak hanya
memiliki jiwa dan raga yang bisa
dikembangkan lewat pendidikan,
melainkan ia memiliki fithrah yang
juga harus dikembangkan.
Mengabaikan pengembangan fithrah
dalam proses pendidikan
mengakibatkan rendahnya moral
yang tercemin dalam perilaku
emosional dan impulsif. Perilaku
emosional dan impulsif itu
merupakan indikasi adanya aspek-
aspek pokok yang terlupakan dalam
proses pendidikan yang selama ini
berlangsung. Aspek itu ialah fithrah
sebagai ciri khusus manusia. Fithrah,
yang merupakan potensi dasar
manusia sebagai makhluk yang
bermoral, makhluk yang berakhlak,
dan makhluk yang sebaikbaiknya
ciptaan (QS. At-Thin:4).
4. B. Keunggulan Manusia
dalam Pendidikan Masa
Depan
Seperti telah dibahas pada bagian
sebelumnya bahwa manusia
memiliki aspek ruhani dan jasmani
yang sempurna sebagai makhluk
yang unggul (QS. At Tiin:4)
dibanding dengan makhluk Allah
lainnya. Keunggulan manusia
sebagai makhluk individu dan
sekaligus sebagi makhluk sosial yang
memiliki potensi ruhaniah dan
jasmaniah. Potensi-potensi yang
dimiliki itu dapat dikembangkan dan
ditumbuhkan secara optimal lewat
pendidikan dan latihan sejak masa
anak usia dini, sehingga memiliki
keseimbangan keduanya. Manusia
dengan jasmaninya
dapat bekerja untuk memenuhi
segala keperluan hidupnya. Untuk
dapat bekerja, ia harus memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang
profesional dan keunggulan
kompetitif, sehingga ia dapat eksis
dan mempertahankan hidupnya
dalam percaturan nasional, regional,
dan global. Hidup dalam percaturan
global memerlukan bekal
pengetahuan yang juga harus
mengglobal lewat pendidikan.
Jadi, pendidikan yang dapat
menghasilkan manusia unggul dan
dapat hidup dalam percaturan global,
harus lah pendidikan yang
berkualitas yang mengembangkan
seluruh potensi ruhani dan jasmani
yang dimiliki manusia secara utuh
dan imbang sejak usia dini.
Dalam konteks pendidikan yang
berkualitas, maka lembaga
pendidikan dapat menjalankan salah
satu fungsi dan tugasnya untuk
menyiapkan tenaga kerja yang
profesional dan trampil yang siap
memasuki pasaran kerja secara
kompetitif dalam pasar global. Selain
itu, lembaga pendidikan juga harus
men-jalankan tugas dan fungsi lain,
berupa pengembang ilmu dan
pewaris budaya kepada peserta
didiknya. Lembaga pendidikan yang
dapat menyiapkan manusia menjadi
tenaga kerja profesional dan trampil,
pengembang ilmu dan pewaris
budaya, dan membangun kesadaran
kolektif, memerlukan suatu
kebijakan dan kemauan politik yang
concern terhadap pendidikan.
Jika pendidikan dianggap sebagai
sesuatu yang dapat menghasilkan
tenaga kerja profesional yang siap
memasuki pasar global, maka
pendidikan harus dijadikan perioritas
utama dalam pembangunan sumber
daya manusia. Suatu bangsa yang
memprioritaskan pendidikan dalam
pembangunan sumber daya
manusianya, ia akan menghasilkan
manusia yang unggul sebagai tenaga
kerja yang berkualitas kompetitif dan
siap memasuki pasar kerja global.
Negara bangsa yang
memprioritaskan pendidikan sebagai
pembangunan sumber daya
5. manusianya (SDM), menganggap
bahwa melalui pendidikan akan
memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan
ekonominya. Kualitas sumber daya
manusia pada suatu negera-bangsa
dapat dilihat dari indek
pembangunan sumber daya manusia
(HDI) sebagai suatu tolok ukur
kemajuan dan keunggulan
pendidikannya. Misalnya, Indonesia
menempati rangking ke 111 dari 177
negara yang disurvey, dan terendah
diatara negara-negara Asean, sedikit
di atas Vietnam dengan rangking ke
112 (UNDP, 2004:141). Lain halnya
dengan Irlandia, dalam waktu kurang
dari satu generasi berhasil menjadi
negara kaya di Eropa. Caranya,
dengan menggratiskan sekolah
menengah pada awal tahun 60-an.
Dengan cara ini, Irlandia mencapai
kemajuan sehingga anak anak kelas
bawah secara ekonomis bisa
mengakses pendidikan tinggi sejak
tahun 1996. Sekarang ini, Irlandia
telah menikmati hasilnya secara
mencengangkan dan menakjubkan,
terutama bagi negara-negara indistri
maju.
pendidikan dapat membantu
meningkatkan ketrampilan dan pe-
ngetahuan untuk bekerja lebih
produktif. Dengan pendidikan dan
ketrampilan yang berkualitas dapat
meningkatkan penghasilan tenaga
kerja lulusan pendi-dikan di masa
datang. di sisi lain pendidikan juga
dapat memberikan pe-ngaruh
terhadap pemerataan pendapatan
masyarakat melalui pemerataan ke-
sempatan memperoleh pendidikan.
Dengan pendidikan yang dimiliki
secara me-madai, seseorang
memungkinkan untuk mendapatkan
kesempatan dan akses ekonomi.
Bahkan, berbagai akses kehidupan
berpeluang besar dapat dicapainya.
Rendahnya pemahaman konsep
tentang pendidikan sebagai investasi
masa depan, yang menjadikan
manusia sebagai bahan unggul dalam
investasi itu, menjadi ciri para
pejabat negara sejak dari pusat
hingga daerah. Akhirnya,
pengembangan sumber daya manusia
Indonesia tidak terperhatikan secara
baik. Hal ini bisa dilihat dari
rendahnya standar pengajaran yang
ma-sih buruk, kurangnya pelatihan
dan kemampuan guru, rendahnya
gaji guru, dan kurangnya
pengembangan multi potensi anak
sejak usia dini, bahkan terabaikan.
C. Redisain Pendidikan di
Indonesia
Pendidikan yang dipersiapkan untuk
melahirkan manusia Indonesia yang
unggul di masa depan, memerlukan
pengkajian ulang mengenai isi dan
proses pendidikan itu sendiri. Oleh
karena itu, pendidikan harus
berisikan pengembangan potensi
fithrah pikir, hati dan jiwa, rasa, serta
raga. Dalam kaitan ini menyarankan
bahwa manusia unggul itu harus
mengembangkan sifat-sifat
networking, teamwork, dedikasi dan
6. disiplin, jujur, inovatif, tekun, dan
ulet. Manusia unggul perlu memiliki
jaringan kerja yang luas, karena
dunia sekarang ini tidak lagi tersekat
oleh batas-batas negara, sehingga
memerlukan manusia yang memiliki
jaringan luas melampaui batas negara
bahkan mendunia.
D. Kontribusi Pendidikan
dalam Meningkatkan
Kualitas Bangsa Indonesia
Mengacu pada laporan Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)
2004, tingkat kesejahteraan
masyarakat Indonesia diukur dari
indikator kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara
di Asia Tenggara. Indeks
Pembangunan Manusia (HDI)
Indonesia berada pada peringkat 111
dari 175 negara, jauh di bawah
Singapura (25), Brunai Darussalam
(33), Malaysia (58), Thailand (76),
dan Filipina (85). Indikator
pendidikan dalam komponen HDI
memang tidak serta merta
mencerminkan posisi pendidikan
suatu negara karena ukuran-
ukurannya yang bersifat kuantitatif.
Namun melalui ukuran-ukuran
tersebut kita dapat melihat bahwa,
pendidikan di Indonesia secara
makro sesungguhnya masih berada
pada posisi tertinggal.
Disadari bahwa di era tahun 1950-an
semua lulusan perguruan tinggi
langsung mendapatkan pekerjaan
yang layak. Pasalnya, jumlah lulusan
dan pasar tenaga ahli masih
menguntungkan alumni perguruan
tinggi. Kemudian, di era 1980-an,
pasar tenaga kerja mulai selektif dan
bervariasi. Untuk itu lulusan lembaga
pendidikan tinggi tersebut harus
menambah kemampuannya, semisal
mengetik. Selanjutnya ada tuntutan
menguasai bahasa Inggris dan
Mandarin. Sekarang ini tuntutan
makin ketat. Semua alumni
perguruan tinggi harus menguasai
sejumlah bahasa asing, teknologi
informasi, pengetahuan teknologi
tepat guna, serta menguasai
perkembangan yang terjadi di dunia
internasional. Semua tuntutan itu
harus dipenuhi oleh institusi
pendidikan tinggi, karena mereka
berkepentingan menghasilkan
lulusan yang berkemampuan optimal
dan sanggup bersaing di era global
nanti (A Malik Fadjar, dalam Media
Indonesia 6 September 2004).
Pendidikan sebagai kunci
peningkatan kualitas bangsa
Indonesia masih dipandang sebelah
mata oleh pihak-pihak pengambil
keputusan, terutama pemerintah
sebagai pengayom masyarakat.
Padahal sejarah membuktikan bahwa
negara-negara maju seperti Inggris,
Rusia, Jepang, Cina, dan juga India
menjadi maju karena negara-negara
tersebut membangun pondasi
pembangunannya melalui sektor
pendidikan. Mereka membangun
sistem pendidikan yang berkualitas.
7. Cina dan India sekarang telah
menjadi negara besar yang tumbuh
berkembang setelah kualitas sumber
daya manusianya maju (Muhammad
Surya dalam Pikiran Rakyat 28 Juni
2003). Pada sisi lain, bidang
pendidikan di Indonesia
menunjukkan, profesi guru dan
dosen belum mendapatkan
penghargaan yang baik. Padahal
profesi guru dan dosen harus menjadi
profesi yang bergengsi seperti
diJerman.
Dengan berbagai krisis yang melanda
bangsa ini, pendidikan belum mampu
berfungsi sebagaimana mestinya
dalam mendukung kualitas bangsa
Indonesia yang terpuruk (Pikiran
Rakyat, 22 Mei 2004). Lulusan dari
lembaga pendidikan di Indonesia
juga kurang relevan dengan
kebutuhan tenaga yang diperlukan,
sehingga hasilnya kurang efektif dan
mendorong terjadinya pengangguran
intelektual. Ada dua hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi masalah
mutu pendidikan yang masih rendah
di Indonesia, yaitu pertama, adalah
revitalisasi budaya bangsa. Artinya
bangsa ini harus kembali
berpedoman kepada pembukaan
UUD 1945, bahwa pendidikan
adalah upaya utama untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa
yang berbudaya, yang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki semangat juang yang tinggi
dan memiliki kreativitas pribadi yang
terpuji. Kedua adalah manajemen
pendidikan, dimana sistem
pendidikan nasional yang
disempurnakan dan disahkan pada
2003, implementasinya harus
dilakukan dengan manajemen yang
proporsional dan profesional, baik
ditingkat makro maupun mikro.
Sejak krisis melanda Indonesia di
masa Orde Baru (1996) penduduk
miskin di Indonesia sebanyak 22,5
juta atau 22,2% dari seluruh jumlah
penduduk Indonesia. Angka
penduduk miskin ini kemudian
meningkat menjadi 49,5 juta orang
atau 24,2% dari seluruh jumlah
penduduk Indonesia pada tahun
1998, dan turun pada tahun 2002
menjadi 17,6%. Paralel dengan
angka kemiskinan tersebut tingkat
pendidikan masyarakat menunjukkan
bahwa, pada tahun 2000 data sensus
nasional menunjukkan 34%
penduduk Indonesia berumur 10
tahun ke atas tidak tamat SD atau
belum pernah sekolah, 32,4% tamat
SD, dan 15% tamat SLTP. Menurut
laporan BPS tahun 2002 terdapat
14% anak berusia 7-12 tahun dan
24% anak berusia 13-14 tahun tidak
dapat melanjutkan pendidikan karena
alasan tidak mampu dalam
pembiayaan. Sekalipun tidak ada
data tahun 2004, bisa jadi angka
tersebut tidak jauh berubah karena
krisis ekonomi dan maraknya
pungutan di sekolah-sekolah sebagai
salah satu penyebab tingginya biaya
sekolah (Media Indonesia, 22 Juni
2004).
8. Mangunwidjaya, dalam Taliziduhu
Ndraha (1999:31), menyatakan arti
pentingnya pendidikan dalam
mencerdaskan bangsa. Menurutnya
bangsa yang tidak cerdas hanya
mengikuti emosi belaka atau dangkal
cara penggagasannya. Tidak
mengetahui hubungan kausal sebab
dan akibat, apalagi urusan
prioritas….Akhirnya hanya tahu
kekerasan, penindasan hakhak asasi
warganegara, khususnya kaum
lemah, suka berbahasa teror serta
merekayasa paksaan-paksaan yang
justru senjata makan tuan. Orang
yang tidak cerdas biasanya mudah
memakai kekerasan sebagai cara
penyelesaian sosial. Gejala-gejala
kekerasan dalam dasawarsa-
dasawarsa terakhir ini merupakan
indikator yang harus kita perhatikan
secara sungguh-sungguh.
Pendidikan yang bermutu akan
menghasilkan sumber daya manusia
yang bermutu, dalam arti kualitas
bangsa yang baik. Sebaliknya
rendahnya mutu pendidikan pada
suatu negara menyebabkan lemahnya
mutu sumber daya manusia negara
tersebut. Ini artinya, tidak mungkin
kita mengharapkan untuk menjadi
negara dengan sumber daya manusia
unggul tanpa didukung oleh sistem
pendidikan yang bermutu baik.
Negara-negara maju di dunia ini
telah membuktikan bahwa,
pendidikan memainkan peran kunci
dalam mencerdaskan bangsanya,
sehingga mereka menjadi bangsa
yang maju dan besar. Karena itu
sesungguhnya dapat dipahami jika
keberpihakan pemerintah sangat
penting dalam menumbuh-
kembangkan sistem pendidikan yang
berorientasi pada kualitas. Selain
pemerintah, para pengelola
pendidikan termasuk swasta, dan
masyarakat juga memainkan peran
yang penting. Keterpaduan dari
berbagai pihak tersebut sangat
dibutuhkan dalam mengupayakan
dan mengoptimalkan secara nyata
kontribusi pendidikan dalam
meningkatkan kualitas bangsa ini.
E. Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan Nasional
(Sisdiknas) sebagaimana tercantum
di dalam UUSPN No.2 Tahun 1989
Pasal 1 ayat 3 adalah keselurhan
yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan yang berkaitan satu dengan
lainnya untuk mengusahakan
tercapainya pendidikan nasional.
Adapaun di dalam UUSPN N0.20
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 3
dirumuskan bahwa sisdiknas adalah
keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Sisdiknas dirumuskan dengan misi
utama dapat memberi pendidikan
dasar bagi setiap warga negara
Republik Indonesia, agar tiap-tiap
warga memperoleh sekurang-
kurangnya pengetahuan dan
kemampuan dasar, meliputi;
kemampuan membaca, menulis dan
9. berhitung serta mampu
menggunakan bahasa Indonesia yang
diperlukan oleh setiap warga negara
untuk dapt berperan serta dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Penyebab utama kegagalan
pendidikan sebuah negara, salah
satunya adalah disebabkan oleh
sistem pendidikan yang digunakan,
disampinng faktor-faktor lain yang
sifatnya lebih kepada masalah-
masalah praksis pendidikan seperti,
biaya pendidikan, pemertaan
pendidikan, serta kualitas pengajar
dan pengelolaan pendidikan.
f. Permasalahan Pendidikan
a. Masalah Pemerataan Pendidikan
Pemerataan pendidikan adalah
persoalan yang terkait dengan sistem
pelaksanan sistem pendidikan yang
dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada warga negara
untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan menjadi wahana
bagi pembangunan sumber daya
manusia dalam menunjang
pembangunan suatu bangsa. Masalah
pemerataan pendidikan dipandang
penting karena pendidikan yang
bermutu dimulai dari pemerataan
pada pendidikan dasar, karena anak
usia sekolah tingkat dasar
memperoleh kesempatan belajar
berupa kemampuan membaca,
menulis dan berhitung sehingga
mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui
berbagai media massa dan sumber
belajar yang tersedia.
Tujuan pemerataan pendidikan
adalah menyiapkan masyarakat
untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan dan pengembangan
bangsa, oleh karena itu setelah upaya
pelaksanaan pemerataan pendidikan
terpenuhi maka yang harus dilakukan
selanjutnya peningkatan mutu
pendidikan.
Berdasarkan data statistik tahun 2000
tentang jenjang pendidikan yang
berhasil dilaluinya menunjukkan
bahwa jumlah penduduk usia kerja
sebanyak 144.033.873 orang, hanya
21.699.066 orang atau 15.06 persen
saja tamatan SLTA ke atas,
selebihnya (122.334.807) orang,
84,94 persen hanya tamatan SLTP ke
bawah. Data ini menunjukkan bahwa
masalah penyelenggaraan wajib
belajar sembilan tahun masih
menjadi tujuan utama dalam
mengembangkan SDM yang siap
pakai dalam mengatasi permasalahan
global.
Ada beberapa masalah utama
pendidikan saat ini yang perlu
dicermati, yakni rendahnya kualitas
SDM pendidikan dan sistem
pendidikan yang siap pakai. Dengan
membandingkan beberapa negara
tetangga seperti Jepang, Korea,
Australia, Thailand atau Malaysia
hanya satu diantara sepuluh pelajar
disana yang belajar dalam taraf
menghafal. Untuk mengatasi masalah
10. itu, perlu usaha keras dari pelajar,
pengajar, dan pemerintah sebagai
pemegang wewenang dan mengelola
dana serta penyedia sarana prasarana
harus berupaya untuk mencukupi
sarana dan prasarana yang
dibutuhkan lembaga pendidikan.
Karena buruknya sarana prasarana
pendidikan, kurikulum kurang
efektif, akan berakibat pada
lemahnya manajemen institusi
pendidikan.
b. Masalah Mutu Pendidikan
Masalah mutu pendidikan
merupakan suatu kebutuhan yang
paling mendasar dalam sebuah
negara, karena keberhasilan
pembangunan suatu bangsa dan
negara ditentukan oleh keberadaan
sumber daya manusia yang
berkualitas, yang dihasilkan antara
lain lewat pendidikan yang
berkualitas.
Menurut survei Political and
Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di Indonesia
berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia
berada di bawah Vietnam. Data yang
dialporkan The World Economic
Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urtuan ke-37
dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Menurut Suyanto (1996)
survei di atas dimaksudkan untuk
melihat profil kualitas tenaga kerja di
Asia Tenggara. Asumsinya ialah
untuk mendapatkan tenaga kerja
yang berkualitas harus dilihat dari
kualitas sistem pendidikan di suatu
negara.
Tujuan dari mutu pendidikan adalah
untuk memberikan jaminan kualitas
pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Oleh karena itu
mutlak dilakukan atau diterapkan
oleh lembaga pendidikan. Mutu
pendidikan erat kaitannya dengan
lembaga pendidikan, yaitu sekolah
yang merupakan lembaga secara
khusus mengembangkan sumber
daya mansuia.
c. Masalah Efisiensi Pendidikan
Efisien erat kaitannya dengan cara
menghasilkan efektivitas dari suatu
tujuan dengan proses yang lebih
‘murah’. Pada proses pendidikan
akan jauh lebih baik jika
memperhitungkan untuk memperoleh
hasil yang baik tanpa melupakan
proses yang baik pula. Pendidikan
disebut efisien apabila hasil yang
dicapai maksimal, dengan biaya yang
wajar, karena biaya merupakan
ukuran efisien dalam proses
pendidikan teutama apabila dalam
proses pendidikan dapat
menghasilkan output pendidikan
dengan biaya yang efisien.
Efisiensi dapat diklasifikasikan
menjadi efisiensi internal dan
efisiensi eksternal
• Efisiensi internal merujuk
kepada hubungan antara output
11. pendidikan (prestasi belajar) dan
input (sumber daya) yang digunakan
untuk memroses/ menghasilkan
output pendidikan. Efisiensi internal
sering diukur dengan biaya
efektivitas.
• Efisiensi eksternl adalah hubungan
biaya yang digunakan untuk
menghasilkan tamatan dan
kemanfaatan / keuntungab kumulatif
(individual-sosial dan ekonomik-
bukan ekonomik) yang didapat
setelah kurun waktu yang panjang di
luar sekolah. Termasuk analisis biaya
manfaat merupakan alat utama untuk
mengukur efisiensi eksternal.
Tujuan efisiensi pendidikan dalam
konteks penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia erat kaitannya dengan
profesional dalam manajemen
nasional pendidikan yang diterapkan,
antara lain (1) disiplin keahlian,(2)
etos kerja, dan (3) cost effectiveness
Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam meningkatkan
efisiensi pendidikan menurut Fattah
(2000) dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemerataan kesempatan
memasuki sekolah (equality
of access)
2. Pemerataan untuk bertahan di
sekolah (equality of survival)
3. Pemerataan kesempatan
untuk memperoleh
kebrhasilan dalam belajar
(equality of output)
4. Pemerataan kesempatan
menikmati manfaat
pendidikan dalam kehidupan
masyarakat (equality of
outcame)
d. Masalah Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan adalah
kesesuaian program pendidikan yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat sebagi
pengguna atau stakeholders
pendidikan. Artinya apa yang
dihasilkan oleh lembaga pendidikan
dapat dinikmati hasilnya oleh
masyarakat atau tepat guna.
Upaya peningkatan relevansi
pendidikan bertujuan agar hasil
pendidikan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, dalam arti dapat
memberi dampak bagi pemenuhan
kebutuhan peserta didik, baik
kebutuhan kerja, kebutuhan di
mayarakat dan melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Langkah –langkah yang haus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyediakan
kesempatan pemerataan
belajar, artinya semua warga
negara yang butuh
pendidikan dapat ditampung
dalam suatu satuan
pendidikan.
2. Dapat mencapai hasil yang
bermutu, artinya
perencanaan, pemrosesan
pendidikan dapat mencapai
hasil sesuai dengan tujuan
yang telah dirumuskan
12. 3. Dapat terlaksana secara
efisien, artinya pemrosesan
pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang
ditulis dalam rancangan.
4. Produknya yang bermutu
tersebut relevan, artinya hasil
pendidikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan
pembangunan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa masalah
pemertaan pendidikan berkaitan erat
dengan masalah mutu pendidikan,
diamping itu masalah efisiensi sangat
penting karena kondisi pelaksanaan
pendidikan tidak sempurna,
selanjutnya masalah relevansi
dengan kebutuhan masyarakat
pembangunan baik kuantitatif
(jumlah dan jenisnya tidak dapat
mengisi beraneka ragam kebutuhan/
lapangan kerja di masyarakat)
maupun kualitatif (kualitasnya belum
sesuai dengan tuntutan persyaratan
kerja di lapangan).
DAFTAR PUSTAKA
Kadir, Abdul; Ahmad Fauzi dkk.
2012. Dasar-dasar Pendidikan.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Mahardi, 2019. Kontribusi
Pendidikan dalam Meningkatkan
Kualitas Bangsa Indonesia.
file:///C:/Users/HP/Downloads/153-
7179-1-PB%20(2).pdf
Pengantar Pendidikan Teori,
Konsep, dan Aplikasi,Abdul Rahmat,
Ideal Publising, Gorontalo, 2014.