1. LAPORAN
PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN
DAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA
DI JAWA TENGAH
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PROVINSI JAWA TENGAH
2008
2. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang: (1)
Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa
PELMO; (2) Implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilaksanakan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan
kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi
PELMO; (4) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang
berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5)
Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK
di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan
tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2)
Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan
100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok
dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu
mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke
Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK
PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual,
operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT,
di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta
kemampuan bekerjasama (team work); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan
swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas
Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari
pelaksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai
pelengkap Ujian Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan
bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan.
Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas
Akhir (TA) disusun di tempat prakerin dengan mengamati salah satu permasalahan di
industri dan diuji dengan melibatkan pihak industri (3) Komunikasi antara BKK,
Disnakertrans dan Dinas Pendidikan perlu ditingkatkan kembali. Rekomendasi untuk
sekolah : (1) bahwa penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan
dilaksnakan secara fleksibel, tidak perlu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan
pemanfaatan bengkel (2) Model magang untuk SMK Negeri dapat menggunakan block
release modifikasi (3) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama
dengan industri dan asosiasi yang kompeten; (4) Memberdayakan semua komponen
sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1)
Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri (2)
Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang
keterampilan produktif.
Kata kunci : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja
1
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pendidikan kejuruan, termasuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) saat ini memasuki fase penting, yaitu fase lulusan pendidikan
kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam percaturan tenaga kerja di wilayah
regional Asia, baik dalam konteks Asean Free Trade Association (AFTA) maupun
Asean Free Labor Association (AFLA). Untuk ini upaya yang harus dilakukan
adalah melakukan penataan dan pembenahan semaksimal mungkin dalam sektor
pendidikan kejuruan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengembangan program
pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan pelatihan,
pengembangan evaluasi serta sertifikasi (Suryadi,1999 )
Isu penting yang harus selalu dikedepankan dalam konteks ini adalah
seberapa besar penyelenggaraan pendidikan kejuruan (SMK) sejalan dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan tenaga kerja, dunia usaha
maupun industri. Dalam bahasa yang populer, seberapa besar dan kuat “link and
match” antara keduanya. Jika pertanyaan mendasar ini terjawab, maka pada
dasarnya bentuk pendidikan kejuruan apapun akan sangat ”matching” dan
mendukung kebutuhan dunia usaha atau industri, khususnya dalam penyediaan
lulusan yang terampil.
Fakta di lapangan saat ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya sendiri, di sisi lain
dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa kualitas tenaga
(lulusan) belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang diharapkan. Gejala
“mismatch” antara lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan dunia
usaha/industri, pada akhirnya melahirkan lulusan “underqualified”. Keadaan seperti
ini sudah cukup lama terjadi, bahkan sampai saat ini (Samsudi, 2004).
Gejala “mismatch” antara program keahlian SMK di Jawa Tengah dengan
dunia usaha/industri saat ini masih juga dirasakan, termasuk program keahlian
Perkayuan, Elektronika dan Listrik, Mesin, serta Otomotif (Samsudi, 2004).,
2
4. Program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah merupakan unggulan, hal ini
dibuktikan dengan ditetapkannya program keahlian ini sebagai Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Depdiknas. Gejala di atas memperlihatkan
adanya paradoks antara penetapan program keahlian unggulan dengan fakta adanya
“mismatch”, sehingga muncul pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya kualitas
penyelenggaraan pendidikan program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah?.
Data program keahlian yang menjadi unggulan SMK di Jawa Tengah seperti
tersaji dalam Tabel I.1 di bawah ini.
Tabel I.1 Data program keahlian unggulan SMK RSBI Tahun 2007
No Propinsi Kab. / Kota SMK Program Unggulan
1. Jawa Tengah Kota Salatiga SMKN 2 a. Mekanik Otomotif
Salatiga b. Elektronika Industri
c. Perkayuan
2. Jawa Tengah Kabupaten Tegal SMKN 1 Mekanik otomotif
Adiwerna
Tegal
3. Jawa Tengah Kota Surakarta SMKN 5 Mesin Perkakas
Surakarta
4. Jawa Tengah Kabupaten SMK Muh. a. Otomotif
Kudus Kudus b. TKJ
5. Jawa Tengah Kabupaten SMK Muh. I Otomotif
Sukoharjo Sukoharjo
Sumber: Depdiknas 2007
Keterkaitan antara pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan
kerja di industri merupakan kombinasi pengaruh antara variabel-variabel pengatur,
peserta pendidikan, penyelenggara pendidikan serta dunia kerja. Keterkaitan antar
variabel-variabel itu bersifat timbal balik, dan masing-masing berpengaruh terhadap
variabel yang lain. Ketimpangan partisipasi atau keterlibatan secara aktif di salah
satu variabel, misalnya variabel penyelenggara pendidikan dapat menyebabkan
sistem tidak bekerja optimal yang akan mengakibatkan hubungan antara pendidikan
dan dunia kerja tidak harmonis, artinya secara fisik akan terjadi pengangguran
secara berkelanjutan. Hubungan timbal balik diantara keempat variabel-variabel itu
disajikan dalam Gambar 1 di bawah ini.
3
5. Gambar 1. Hubungan timbal balik antar empat variabel relevansi
pendidikan kejuruan (SMK) dan dunia kerja
Sumber : Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2006
Merujuk uraian di atas, maka penelitian tentang ”Keterkaitan pendidikan
dan Penyediaan lapangan Kerja di Jawa Tengah” penting untuk dilaksanakan.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan
(SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO) dilakukan untuk mempersiapkan lulusan yang terampil?
2. Bagaimanakah implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilakukan
oleh Dinas Pendidikan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa
pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif
(PELMO)?
3. Bagaimanakah jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa
pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif
(PELMO)?
4. Bagaimanakah kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
otomotif (PELMO)?
4
6. 5. Bagaimanakah sertifikasi yang dilakukan sehingga diperoleh tenaga terlatih
yang standar?
6. Bagaimanakah kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan
dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?
7. Bagaimanakah kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan
dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?
C. Tujuan
Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah
menyediakan informasi tentang:
1. Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa
pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif
(PELMO);
2. Implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilaksanakan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan,
Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);
3. Jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang
studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);
4. Kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada
bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);
5. Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP);
6. Kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan
SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO);
7. Kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan
SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif (PELMO)?
5
7. D. Manfaat
Manfaat hasil penelitian adalah sebagai masukan untuk Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Tengah mengenai kondisi (1) penyelenggaraan pendidikan di SMK
Rekayasa pada bidang studi PELMO; (2) implementasi kebijakan ”link and match”
yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada
bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan SMK Rekayasa pada
bidang studi PELMO; (4) pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); (5) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga
kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang
studi PELMO; dengan demikian dapat segera mengambil kebijakan operasional
dalam rangka mengurangi kelima persoalan tersebut.
E. Hasil yang Diharapkan
Adanya data dan kajian hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai
rekomendasi mengenai upaya menjembatani antara dunia pendidikan (SMK)
dengan lapangan kerja di industri, terutama pada bidang Perkayuan, Elektronika,
Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO) termasuk kesesuaian kompetensi kebutuhan
oleh industri, peluang kerja dan pengajaran di sekolah dan industri.
F. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi sepuluh wilayah yang memiliki SMK yang telah
mampu menerapkan program ”Link and Match” diantaranya :
1. Kota Magelang
2. Kota Surakarta
3. Kota Salatiga
4. Kabupaten Klaten
5. Kabupaten Kudus
6. Kabupaten Pati
7. Kabupaten Tegal
8. Kabupaten Banyumas
9. Kabupaten Cilacap
10. Kabupaten Kendal
6
8. G. Definisi Operasional
Pendidikan dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya untuk kategori atau kelompok teknologi, yang berada di Jawa Tengah.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15
diuraikan bahwa SMK sebagai bentuk satuan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam
PP 29/1990, pendidikan kejuruan dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat 3
menyatakan "pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa
untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu". Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2
disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa
untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.
Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah kejuruan.
Di samping itu definisi SMK merujuk kepada Keputusan Mendikbud No.
323/U/1997. Keputusan ini isinya lebih lengkap dibanding PP 29/90 yang meliputi
komponen-komponen dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda, yang
terdiri dari ketentuan umum, tujuan, penyelenggaraan, program, kerjasama, peserta,
instruktur, Majelis Pertimbangan Kejuruan, penilaian dan sertifikasi, pengelolaan,
pengawasan, insentif, serta pengembangan dan peningkatan mutu.
Lapangan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri atau
perusahaan yang berpasangan dengan SMK PELMO di Jawa Tengah maupun di
luar Jawa Tengah sekaligus merekrut lulusannya. Hal ini dikarenakan tidak semua
lulusan SMK PELMO di Jawa Tengah dapat diserap oleh industri di provinsi ini,
sehingga lapangan kerja mencakup industri di tingkat nasional yang berada di
Jakarta, misalnya PT. KOMATSU, PT. Hanken, PT. United Tracktor, serta PT.
Karya Hidup Sentoso yang berada di Yogyakarta.
7
9. H. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Guru dan Tenaga
Kependidikan Diklat
Industri
Siswa Proses Kualitas
SMK Pembelajaran
Lulusan Disnaker
Sarana dan - Industri
prasarana - Wirausaha
Dinas
Pendidikan
8
10. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Fase Penting Pendidikan Kejuruan
Pada awal millenium ketiga ini dunia pendidikan Indonesia khususnya
pendidkan kejuruan, dihadapkan pada tiga tantangan utama, yaitu tantangan global,
internal, dan praksis pendidikan kejuruan itu sendiri. Dengan berlakunya pasar bebas
pada tingkat regional Asia melalui AFTA yang dimulai pada tahun 2003 dan tingkat
dunia pada tahun 2020, berimplikasi pada terjadinya interaksi antar negara dalam
investasi, bisnis barang dan jasa, sehingga memperketat dan mempertajam
persaingan (Suryadi, 1999). Di samping itu pendidikan kejuruan di Indonesia juga
berhadapan dengan tantangan internal seperti terjadinya pergeseran struktur ekonomi
sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kalau pada dekade 1970
hingga menjelang akhir tahun 1990-an struktur ekonomi bergeser dari sektor
pertanian menuju pada sektor industri manufakturing dan jasa, kini tengah
mengalami distorsi dan mulai ada kecenderungan untuk dikembangkan kearah
“resourse based”, dan itu akan mengalami “set back” (Sidi, 2002).
Sementara itu dari praksis pendidikan kejuruan yang berkembang selama ini
belum mampu memenuhi harapan masyarakat dan para pengguna lulusan. Hal ini
dapat dibaca dari setidaknya tiga hal, yaitu; (1) tamatan SMK masih sering dikritik
kurang mampu mengikuti perubahan, karena kurang memperoleh bekal keterampilan
dasar untuk belajar – “basic learning tools” (Indra Djati Sidi,2002); (2) system
pendidikan di sekolah kejuruan sering kurang sesuai dengan tuntutan dunia
usaha/industri, masih ada mismatch antara keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan
dunia kerja (Sukamto, 1998), dan (3) masih banyak kebiasaan salah yang dilakukan
oleh guru SMK yang tidak disadari, misalnya; tidak mengajarkan pelajaran praktek
dasar sesuai dengan prinsip dasar yang benar, membiarkan siswa menghasilkan karya
asal jadi, bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan, serta tanpa memperhatikan
keselamatan kerja (Sidi,2002).
Sementara itu dipertajam pendapat dalam banyak hal misalnya, aspek
pendidikan seperti pengelolaan dan pelayanan pendidikan. Menurut Tilaar yang
9
11. dikutip oleh Suryadi (1991) proses menuju masyarakat industri modern bergerak
dalam suatu jalinan beberapa poros transformasi seperti globalisasi, perubahan
struktur ekonomi, pemantapan kehidupan politik dan ideologi bangsa, kebudayaan
nasional, termasuk pendidikan nasional. Pendidikan nasional dalam hal ini berfungsi
untuk mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk kehidupan masa kini
dan masa mendatang, dimana hal tersebut merupakan suatu proses yang kontinum.
Lebih lanjut, Tilaar yang dikutip oleh Suryadi (1991) menyatakan bahwa pendidikan
nasional kini mengalami beberapa krisis yang bersumber pada (1) kualitas
pendidikan yang masih rendah, (2) pendidikan yang belum relevan dengan
kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil, (3) pendidikan yang masih bersifat
elitisme serta (4) manajemen pendidikan yang belum ditata secara efisien.
Berdasar sumber krisis tersebut, ada beberapa indikator yang dapat
dipergunakan sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan dan
pelatihan, misalnya mutu pengajar yang masih rendah serta alat bantu mengajar
(buku teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum memadai). Dalam
hal relevansi diklat atau efisiensi eksternal suatu sistem diklat dapat diukur dengan
”sampai sejauh mana sistem diklat dapat memasok kebutuhan tenaga-tenaga terampil
dalam jumlah yang memadai yang diperlukan oleh berbagai sektor-sektor
pembangunan?” Khusus dalam hal masalah tidak relevansinya diklat kejuruan, bukan
saja disebabkan oleh adanya kesenjangan antara ”supply ” dan ”demand” semata,
namun bisa jadi disebabkan oleh isi kurikulum kurang mengacu pada kompetensi
keterampilan serta kurang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, perkembangan Iptek
dan perkembangan ekonomi.
Secara umum keberhasilan dalam melaksanakan program latihan kejuruan tidak
hanya tergantung pada kurikulum, namun faktor lain yang terkait seperti kualitas dan
jumlah tenaga pengajar/instruktur, sarana dan prasarana praktek yang memadai serta
efektivitas penggunaan jam mengajar di kelas/laboratorium/bengkel yang dapat
mempengaruhi.
10
12. B. Arah Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan
umum, baik ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, maupun
lulusannya. Kriteria yang melekat pada sistem pendidikan kejuruan menurut Finch
dan Crunkilton (1984: 12-13) antara lain (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2)
justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria
keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan 6)
hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker (1983), menyatakan bahwa dalam
memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti
perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan
kerja. Karakteristik di atas menegaskan bahwa pendidikan kejuruan harus dirancang
dan dikelola sesuai dengan visi dan orientasi yang jelas, terutama berkaitan dengan
kebutuhan individu, masyarakat dan perkembangan IPTEK.
Arah baru pengembangan pendidikan kejuruan merujuk kepada rumusan
”Kompetensi Menjelang 2020” seperti yang tergambarkan oleh Tabel II.1 di bawah
ini.
Tabel II.1 Kompetensi menjelang 2020
Keterampilan menjelang 2020
No. Masa lalu Masa Depan
1. Supply driven Demand driven
2. Berbasis sekolah Berbasis kompetensi
3. Alur dan proses kaku Alur lentur dan prinsip ”multy entry
dan multy exit”
4. Tidak mengakui keterampilan Mengakui kemampuan sebelumnya
sebelumnya
5. Orientasi program studi Diklat mengacu kepada profesi dan
keterampilan kejuruan
6. Pendidikan dan pelatihan Diklat berfokus pada sektor formal
berfokus pada sektor formal dan informal
7. Pemisahan antara pendidikan dan Mengintegerasikan pendidikan dan
pelatihan pelatihan
8. Sistem pengelolaan terpusat Pengelolaan terdesentralisasi
Sumber: Depdiknas 1999, Keterampilan Menjelang 2020
Untuk menghadapi persaingan keahlian tenaga kerja pada era persaingan bebas,
pendidikan kejuruan melalui SMK dituntut meningkatkan kualitas pendidikan serta
mengembangkan konsep pembelajaran yang memberikan hasil signifikan terhadap
11
13. peningkatan keahlian atau kompetensi. SMK, sebagai salah satu satuan pelaksana
pendidikan, perlu melakukan pembenahan dalam proses pembelajaran atau diklat.
Salah satu aspek pokok yang perlu dilakukan pembenahan secara dinamik adalah
kurikulum dan pembelajaran. Beberapa pembenahan sampai saat ini memang telah
dilakukan, namun baru dapat dijangkau oleh sebagian kecil sekolah. Hal ini akibat
kendala struktural dan kultural, sebagian besar SMK belum dapat
mengimplementasikan perbaikan dalam kurikulum maupun pembelajaran.
C. Kurikulum SMK dan Diklat berbasis Kompetensi
Kompetensi, secara substansial mengandung beberapa ciri dan cakupan yang
bersifat spesifik. Seperti dijelaskan Syaodih (1997:6), bahwa kompetensi setidaknya
ditunjukkan oleh tiga ciri sebagai berikut: (1) menunjukkan kebiasaan, kemampuan
nyata, tindakan aktivitas dan performansi dalam bidang atau keahlian tertentu; (2)
dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (TPU) yang harus dikuasai atau ditampilkan
peserta didik setelah selesai proses pembelajaran; (3) dirumuskan dalam kalimat
yang terdiri atas kata kerja/verb dan obyek seperti, melakukan pemetaan wilayah,
menganalisis masalah lingkungan, serta menyusun rencana kerja.
Lingkup dan cakupan kompetensi (profesional) dijelaskan oleh Burke (1995:13)
sebagai berikut: (1) kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan
formulasi teoritis tanggungjawab profesional; (2) kompetensi menjelaskan hasil
belajar yang ditunjukkan oleh kinerja (performansi) yang ditunjukkan secara
profesional; (3) aspek kompetensi menjelaskan kriteria penilaian; (4) kompetensi
diciptakan sebagai prediktor tentatif tentang keefektifan profesional dan mengarah
kepada prosedur validasi.
Pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi secara substansial berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum dan pembelajaran. Implikasi ini secara tegas
menyebut bahwa perlu dikembangkan kurikulum yang mendukung proses
pendidikan dan pelatihan serta memberikan kontribusi terhadap hasil pembelajaran
siswa. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka competency based
education and training (CBET), setidaknya akan menyentuh prinsip relevansi dan
fleksibilitas. Prinsip relevansi menjadi demikian penting dalam kurikulum
pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, karena menyangkut kesesuaian isi
12
14. kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kesesuaian mutu
lulusan dengan standar pengguna. Prinsip ini sejalan dengan arah pembaharuan
pendidikan kejuruan yang bersifat demand driven dan market driven. Fleksibilitas
atau kelenturan kurikulum pendidikan kejuruan sangat perlu diwujudkan, terutama
dalam kaitan melayani keragaman kebutuhan pengguna (dunia usaha/industri), serta
kelenturan dalam melayani perbedaan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
Prinsip fleksibilitas akan memberikan arahan untuk melahirkan beberapa program
pembelajaran yang sesuai, misalnya pola multyentry-multyexit, program eklektif,
serta pembelajaran bervariasi.
Kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan, kompetensi lebih
spesifik mengarah kepada ukuran-ukuran kinerja dan performansi lulusan dalam
menghadapi tugas profesionalnya. National training board Australia (1995)
mendeskripsikan bahwa Competency based Educational and Training (CBET)
adalah pendidikan dan pelatihan yang menitikberatkan pada penguasaan suatu
pengetahuan dan keterampilan khusus serta penerapannya di lapangan kerja.
Pengetahuan dan keterampilan ini harus dapat didemonstrasikan dengan standar
industri yang ada, bukan standar relatif yang ditentukan oleh keberhasilan seseorang
di dalam suatu kelompok. Pengukuran keberhasilannya menggunakan ”criterion
referenced” bukan ”norm referenced”.
D. Kompetensi Produktif dalam Pengembangan Kurikulum SMK
Penerapan prinsip pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, memiliki
konsekuensi adanya pengembangan kurikulum SMK dengan menggunakan beberapa
pendekatan. Dua diantaranya yang pokok adalah pendekatan kompetensi dan
pendekatan produktif. Dalam pelaksanaannya, kedua pendekatan ini pada dasarnya
terintegerasi menjadi satu dalam bentuk paket keahlian produktif, terutama diberikan
pada kelas 3 SMK. Bentuk pembelajaran dalam pendekatan ini adalah pelatihan
keahlian yang mengarah pada pencapaian kompetensi lulusan, dengan memberikan
pengalaman produksi (pada lini produksi) bagi siswa, baik dalam praktik kerja
industri, maupun pengembangan unit produksi sekolah. Integrasi pendekatan di atas,
memerlukan kemampuan dan sikap proaktif sekolah (SMK) terutama dalam
13
15. menggalang kerjasama dengan stakeholders untuk bersama-sama menyelaraskan
kurikulum yang akan diimplementasikan di sekolah.
Kompetensi produktif dengan demikian adalah pendekatan pendidikan dan
pelatihan yang merujuk kepada kriteria keahlian dunia usaha/industri yang
pencapaiannya melalui pelatihan pada proses produksi atau menggunakan proses
produksi sebagai wahana pembelajaran, Pelatihan ini dapat berlangsung di industri,
melalui keterlibatan langsung siswa dalam proses produksi, atau di sekolah melalui
keterlibatan siswa dalam proses produksi di unit produksi.
Untuk mencapai sasaran pendekatan di atas, diperlukan rancangan program
(kurikulum) yang sinkron dan relevan, sebagai panduan dan pedoman pembelajaran.
Upaya-upaya sinkronisasi kurikulum memerlukan model yang teruji, baik secara
konsepsional maupun operasional, sehingga dapat menjadi acuan bagi sebagian besar
SMK, yang ternyata sampai dengan saat ini belum memiliki pola yang efektif dan
efisien.
Salah satu kelemahan pelaksanaan pendidikan menengah kejuruan sampai saat
ini masih berkisar pada relevansi dan fleksibilitas isi program kurikulum. Studi
Samsudi (1999) menemukan bahwa sering program atau kurikulum pendidikan dan
pelatihan masih disusun sepihak oleh penyelenggara, belum melibatkan dunia usaha
atau industri. Penelitian Sudana (1998) menyimpulkan bahwa (1) dalam hal
implementasi kurikulum, SMK masih bersifat sentralistik, artinya masih bertumpu
pada kurikulum nasional, belum banyak terjadi pengembangan kurikulum di
lapangan yang melibatkan DU/DI; (2) SMK masih memiliki penafsiran yang
bervariasi tentang pola sinkronisasi kurikulum pembelajaran; (3) SMK belum
memiliki pola yang efektif dan efisien dalam pengembangan kurikulum, khususnya
dalam bersinergi dengan dunia usaha/industri
Dua studi di atas setidaknya menggambarkan betapa sinkronisasi kurikulum
yang melibatkan stakeholders (DU/DI) belum banyak dilakukan oleh kalangan SMK.
Walaupun dalam penelitian Sudana disebutkan ada satu dua SMK yang melakukan
sinkronisasi, namun belum secara intens melibatkan DU/Di. Dikemukakan bahwa
kendala yang menyolok adalah pemahaman pihak sekolah yang masih mengambang,
di samping rasa kurang percaya diri, terutama karena terbatasnya peralatan SMK jika
harus menyelaraskan program pembelajarannya dengan DU/DI.
14
16. E. Model Sinkronisasi Kurikulum SMK dengan Industri
Secara eksplisit perancangan kurikulum SMK edisi 1999 dan kurikulum SMK
2004 memberikan arahan perlunya dilakukan penyelarasan terhadap kurikulum
sebagai program pembelajaran atau mata diklat. Arahan itu memberikan pengertian
bahwa kurikulum, sebagai suatu program pembelajaran/diklat, untuk dapat
diimplementasikan di lapangan, perlu dilakukan penyelarasan dengan kondisi dan
kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja. Dengan demikian penyelarasan
kurikulum pada dasarnya merupakan bagian dari proses pengembangan kurikulum
SMK sehingga menjadi kurikulum yang siap dilaksanakan. Dalam hubungan ini
dapat dikatakan bahwa penyelarasan kurikulum memiliki kaitan yang erat dengan
konsepsi model pengembangan kurikulum , seperti yang dikenal dalam berbagai
literatur.
Dalam beberapa literatur (Syaodih, 1997:161-170), dapat dijelaskan bahwa
model pengembangan kurikulum pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu pertama, model pengembangan yang berkaitan dengan sistem
pendidikan/pengelolaan kurikulum yang diterapkan. Dalam hubungan ini dikenal tiga
model, yaitu (a) the administrative/line staff model; (b) the demonstrative model.
Line staff atau administrative model pada umumnya diterapkan pada sistem
pendidikan yang bersifat sentralistik. Dalam model ini inisiatif dan gagasan
pengembangan datang dari para administratur pendidikan dan menggunakan
prosedur administrasi. Dengan wewenang adminsitrasinya, administratur pendidikan
membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Tugas tim ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijakan dan strategi
utama dalam pengembangan kurikulum.
Sebaliknya, grass-root dan The demonstration model pada umumnya
diterapkan pada sistem pendidikan yang bersifat desentralistik. Dalam model ini
seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan
upaya-upaya pengembangan kurikulum. Penyempurnaan dan pengembangan
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum. Kedua, model pengembangan kurikulum yang berkaitan
dengan fokus isi atau substansi kurikulum. Dalam hubungan ini dikenal beberapa
model yaitu: (a) Subject academic curriculum, yang terfokus pada bahan pelajaran
15
17. yang berasal dari disiplin ilmu; (b) humanistic curriculum, yang menekankan
kebutuhan pribadi, serta kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa; (3)
technological/competence based curriculum, menekankan penguasaan kompetensi,
dan dalam proses pembelajaran/diklat dibantu dengan alat-alat teknologi; dan (4)
social reconstruction curriculum, yang berfokus pada masalah sosial dan dalam
pembelajarannya menekankan belajar kelompok.
Mendasarkan penjelasan di atas, maka penyelarasan kurikulum SMK berbasis
kompetensi produktif, dipandang dari sistem pendidikan/pengelolaan kurikulum,
pada dasarnya merupakan Grass-root model, serta dipandang dari sisi fokus
isi/substansi merupakan competence-based curriculum. Ciri grass root model, karena
dalam penyelarasan kurikulum SMK diterapkan semangat kolaborasi dengan
lapangan, komite sekolah dan dunia industri, khususnya dalam menyepakati
rumusan-rumusan kurikulum yang siap dilaksanakan di depan kelas. Demikian juga
ciri competence-based, ditunjukkan oleh kesesuaiannya dengan karakteristik
kurikulum SMK yang berbasis kompetensi.
F. Penyerapan Dunia Industri terhadap Lulusan SMK
Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai
investasi jangka panjang. Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan
ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen
pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-
ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis
merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya
pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang
kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat
pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang
berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan.
Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang
diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah
16
18. kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang
dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang
yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar,
master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan
lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang
sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan
perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta
rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang
lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah
perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan
dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki
dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai
balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik
yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi
pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %.
Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang
terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya
dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan
menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain
fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi
budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada
kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada
berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan
membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.
Kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi melalui
kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan
ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga tenaga kerja yang
memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan baru untuk melaksanakan
pekerjaan baru, sejalan dengan perubahan struktur ekonomi dan lapangan kerja (The
17
19. World Bank, 1991). Sementara itu, Hicks (1991), dengan menggunakan data dari
Bank Dunia, menyimpulkan bahwa, negara-negara dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, memiliki tingkat income yang lebih tinggi pula.
Hicks (1991) menjelaskan bagaimana memahami kontribusi pendidikan
dalam pertumbuhan ekonomi, dengan cara mengetahui sebab-sebab pertumbuhan
serta proses pertumbuhan itu sendiri. Menurut Hicks, para ahli ekomomi
mengidentifikasikan tiga faktor produksi, yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal.
Dalam proses pertumbuhan ekonomi, lahan diasumsikan tidak mengalami
perubahan. Sehingga, dua faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi adalah tenaga
kerja dan modal.
Pemerintah terus mendorong minat lulusan SLTP untuk melanjutkan studi di
sekolah menengah kejuruan (SMK) namun sejauh ini daya serap lapangan kerja
terhadap lulusan SMK masih relatif rendah. Dosen Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang (Unnes) Dr. Samsudi dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes,
mengatakan, idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki
dunia kerja sekitar 80-85%, sedangkan selama ini yang terserap baru 61%. Ia
menyebutkan, pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang,
sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun
2007 hanya 385.986 orang atau sekitar 61,43%. "Jumlah ini belum ideal, harus
diupayakan peningkatan daya serap untuk memasuki lapangan kerja maupun
menciptakan peluang kerja," kata Samsudi. Menurutnya, daya serap ideal lulusan
SMK seharusnya mencapai 80-85%, sedangkan sekitar 15-20% lulusan SMK lainnya
dimungkinkan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Ia menjelaskan,
kecenderungan daya serap lapangan kerja menurut program keahlian sejak tahun
2000 hingga 2007 berubah-ubah, menyesuaikan dengan kondisi lapangan kerja pada
waktu tertentu. Pada tahun 2000, misalnya, lulusan Jurusan Teknik Elektronika daya
serapnya 87% namun melorot menjadi 50,5% pada 2006 sebelum akhirnya sedikit
naik menjadi 62%. Daya serap lulusan Jurusan Teknik Mesin juga mengalami nasib
sama, dari 84,86% pada tahun 2000 melorot daya serapnya pada tahun 2007 tinggal
76,52%. Daya serap tinggi ditunjukkan lulusan Jurusan Teknik Perkapalan, yang
mencapai 94,69%. Ia memperkirakan, daya serap lulusan Jurusan Teknologi
Informasi dan Komunikasi masih cukup tinggi. Kebutuhan SDM di bidang teknologi
18
20. komunikasi dan informasi (ICT) di berbagai jenjang, mulai dari menengah, ahli,
hingga profesional, menurut dia, terus membengkak di masa mendatang. Mengutip
data Aizirman Djusan, kebutuhan tenaga ICT pada tahun 2008 diperkirakan
mencapai 32,6 juta orang, sedangkan tenaga ICT yang tersedia hanya 19,8 juta atau
baru terisi 61%.
19
21. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, induktif, lebih menonjolkan proses dan
makna, serta laporan dirancang dalam bentuk narasi, dan mendalam. Namun
demikian penelitian ini juga menggunakan data-data yang sifatnya kuantitatif,
misalnya dalam bentuk nilai-nilai statistik serta tabel-tabel silang. Dengan demikian
penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
B. Sumber dan Informan Penelitian
Sumber data penelitian ini dapat berupa orang, dokumen, atau laboratorium.
Dokumen dapat berupa teks, gambar, film, cetakan, ataupun sketsa. Laboratorium
dapat berupa ruang praktek, praktikum berserta kelengkapan yang ada di dalamnya.
Laboratorium dapat berada di sekolah, industri, atapun bengkel-bengkel yang
digunakan praktik magang oleh siswa dan guru praktik.
Informan adalah sumber data yang berupa orang, yaitu orang yang
diharapkan dapat memberikan keterangan yang diperlukan untuk melengkapi atau
memperjelas jawaban subyek penelitian. Pada penelitian ini informan kadang-
kadang juga bertindak sebagai subyek penelitian. Keabsahan informasi tidak cukup
jika hanya berasal dari satu informan saja, oleh karena itu, informasi digali dari
beberapa informan yang memahami secara luas dan dalam subyek penelitian.
Subyek penelitian ini adalah keterkaitan antara pendidikan dengan
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, subyek penelitian ini adalah sekolah dan industri
beserta pengelola yang ada di dalamnya. Jika subyek penelitian ini adalah
kurikulum maka informan yang berkaitan dengan hal ini adalah Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, pengelola Bursa Kerja Khusus (BKK)
serta guru-guru yang ada di sekolah itu. Jika subyek penelitian adalah laboratorium,
maka informan yang kompeten adalah Kepala Bengkel, guru praktik, foreman, serta
siswa.
20
22. C. Langkah-langkah Penelitian
Gambar 3. Langkah-langkah penelitian
Pengumpulan
Data
Dinas Pendidikan - Disnaker
Sekolah - Industri/Wirausaha
Diklat dan
Produksi
Seminar
Penyusunan Laporan
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Fakta dan data yang akan digali dalam penelitian ini bermacam-macam,
oleh karena itu dibutuhkan metode dan alat pengumpul data (instrument) yang
bervariasi juga, misalnya adalah teknik dan lembar wawancara, teknik dan lembar
observasi, check list, serta dokumentasi dan dokumen. Uraian detil masing-masing
metode dan alat pengumpulan data yang digunakan seperti tersaji di bawah ini.
21
23. a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang mempunyai maksud tertentu, percakapan
ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberi jawaban atas pertanyaan.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang tidak
terstruktur atau wawancara bebas terpimpin.
b. Obeservasi
Penelitian ini menerapkan metode observasi langsung, yaitu di sekolah, industri,
Dinas Pendidikan, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengamatan
dilakukan sendiri menggunakan lembar pengamatan secara langsung ditempat
subyek penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh informasi mengenai hal-hal yang
berwujud catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
paper, lagger, serta agenda. Metode ini digunakan karena beberapa alasan (1)
dokumen merupakan sumber yang stabil dan kaya, (2) berguna sebagai bukti
untuk suatu pengujian, (3) sesuai dengan metode penelitian kualitatif, sebab
mempunyai sifat alamiah, dan (4) hasil pengkajian isi akan membuka
kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap subyek yang diteliti.
Dalam penelitian ini dokumen yang dibutuhkan adalah semua yang berkaitan
dengan kebijakan Dinas Pendidikan terhadap SMK, proses pembelajaran di
SMK, proses magang di industri, serta kemampuan lulusan SMK dalam bekerja
di industri.
E. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir
penelitian, oleh sebab itu, teknik untuk memeriksa keabsahan data adalah
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan atau perbandingan
atas data yang telah dikoleksi. Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa
dengan menggunakan teknik trianggulasi sumber. Trianggulasi ini berarti
membandingkan dan memeriksa balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berlainan. Hal ini dapat dicapai dengan
22
24. langkah (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang
tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)
membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pandangan orang sebagai
rakyat biasa, orang-orang yang berpendidikan, orang kaya, pemerintah, serta (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Pada proses pengumpulan data, keikutsertaan peneliti menjadi suatu hal
yang sangat penting dan menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan
peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama dengan tujuan agar data yang digali
menjadi jenuh. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan
penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal ini dilakukan
maka akan membatasi (1) gangguan peneliti terhadap konteks, (2) bias, (3) dari
kejadian-kejadian yang tidak lazim atau sesat.
F. Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu
(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan atau verifikasi data. Keempat tahapan itu digambarkan dalam bagan di
bawah ini.
Gambar 4. Alur teknik analisis data
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data Emik
dan Etik
Verifikasi Data dan
Penarikan Kesimpulan
23
25. F. RUANG LINGKUP PEKERJAAN
1. Fokus (substansi)
Penelitian ini difokuskan kepada relevansi atau keterkaitan pendidikan dengan
kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri, yang lebih khusus pada
bidang Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO).
Kesesuaian kompetensi kebutuhan oleh industri, peluang kerja dan pengajaran
di sekolah dan industri.
2. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di sekolah, industri, serta lembaga pemerintah yang
berkaitan langsung dengan ketenagakerjaan. Sekolah yang dijadikan populasi
adalah SMK bidang rekayasa, terutama untuk program studi Perkayuan,
Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif. Penentuan lokasi mendasarkan pada
asumsi bahwa memiliki SMK yang maju serta didukung oleh adanya industri-
industri yang selaras dengan program studi PELMO, meliputi 10 lokasi di
Jawa Tengah. Industri yang dijadikan populasi penelitian bisa berada di Jawa
Tengah maupun di luar Jateng. Lembaga pemerintah dalam penelitian ini
adalah Disnakertrans dan Dinas Pendidikan baik propinsi maupun
kabupaten/kota serta Kota tertentu pusat industri penampung lulusan SMK.
24
26. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN SMK DI JAWA TENGAH
Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik menjadi pribadi yang utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan
sebagai mahkluk individu maupun mahkluk sosial baik sebagai warga negara
Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program ini berisi mata diklat yang lebih
menitikberatkan pada norma sikap dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan
dan dilatihkan pada peserta didik, di samping kandungan pengetahuan dan
keterampilan di dalamnya. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku sama
untuk semua program keahlian.
Pada penelitian ini disajikan contoh untuk pelajaran Bahasa Indonesia.
Pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tujuan untuk mendidik siswa agar dapat
bersikap positif, bertutur bahasa yang halus serta menghargai orang lain. Bersikap
positif adalah bersikap yang mempunyai manfaat untuk kepentingan orang lain
dan terbuka untuk menerima masukan atau kritik yang membangun. Bertutur
bahasa yang halus adalah bertutur kata yang tidak menyinggung perasaan orang
lain yang sedang kita ajak bicara.
Media yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran bahasa
Indonesia adalah buku cetak, CD pembelajaran, papan tulis, kapur dan penghapus.
Buku cetak adalah buku yang yang berisi materi pelajaran Bahasa Indonesia guna
menunjang proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. CD pembelajaran
untuk Bahasa Indonesia berisi materi pembelajaran yang ditampilkan dalam
bentuk materi-materi inti, yang penjelasannya akan disampaikan oleh guru.
Contoh materi yang disampaikan adalah cara pembuatan surat permohonan atau
surat ijin melaksanakan Prakerin di industri.
Di samping media pembelajaran di atas, dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia juga disiapkan ruang perpustakaan. Di dalam perpustakaan selain
menyediakan fasilitas peminjaman buku teks dan buku paket juga disediakan satu
25
27. ruangan yang dilengkapi dengan televisi untuk menanyangkan CD pembelajaran
yang akan disampaikan guru.
Metode yang digunakan untuk menunjang kelancaran pembelajaran mata
diklat Bahasa Indonesia adalah ceramah, diskusi, serta penugasan. Sifat
penugasan adalah mandiri, kelompok serta tugas yang harus diselesaikan di
rumah. Metode ceramah digunakan oleh guru dalam menjelaskan suatu materi,
sifatnya searah, yaitu siswa mendengarkan terlebih dahulu materi yang
disampaikan. Metode diskusi digunakan pada saat setelah materi disampaikan
oleh guru, yang selanjutnya dibuka tanya jawab, atau guru memberikan
pertanyaan kepada dan siswa memberikan tanggapan. Guru akan meluruskan
jawaban yang diberikan siswa jika jawaban siswa masih belum lengkap atau
menyimpang. Pemberian tugas dilakukan agar siswa secara berkelompok atau
sendiri memperdalam pemahaman materi yang disajikan pada hari itu. Tugas
rumah diberikan agar siswa mempunyai pemahaman yang lebih dalam terhadap
permasalahan-permasalahan yang kompleks.
Evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia dilakukan pada akhir pertemuan
pada setiap pokok bahasan, hal ini tergantung dari sempit dan luasnya materi yang
ada. Di samping itu evaluasi dilakukan pada akhir semester yang berbentuk tes
tertulis dalam bentuk pilihan ganda serta tes uraian. Kadang-kadang tes dilakukan
secara lesan, yaitu dalam bentuk tes tanya jawab secara langsung antara guru dan
siswa secara individual. Nilai minimal yang harus diperoleh siswa adalah 7,00,
jika kurang maka guru memberikan tugas tambahan kepada siswa yang belum
dapat mencapainya. Siswa yang belum mencapai nilai minimal dianggap belum
tuntas dalam mengikuti mata diklat Bahasa Indonesia. Tugas tambahan lazim
disebut sebagai remedial.
Program adaftif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk
peserta didik sebagai individu agar mempunyai dasar pengetahuan yang luas serta
kuat dalam menyesuaikan diri atau mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
diri serta beradaftasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya, di samping
itu mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Program
adaftif berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada pemberian kesempatan
26
28. kepada peserta didik untuk memahami dan menguasai konsep/prinsip dasar ilmu
serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan.
Program adaftif diberikan agar siswa tidak hanya memahami dan menguasai
”apa” dan ”bagaimana” suatu pekerjaan itu dilakukan, tetapi juga memberikan
pemahaman dan penguasaan tentang ”mengapa”. Program adaftif terdiri dari
kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua program keahlian dan mata
diklat yang hanya berlaku bagi program keahlian tertentu sesuai dengan
kebutuhan masing-masing program keahlian.
Dalam penelitian ini diberikan contoh mata diklat Keterampilan Komputer
dan Pengolahan Informasi (KKPI). Mata diklat ini mempunyai tujuan untuk
membekali siswa agar dapat menggunakan teknologi komputer dalam kehidupan
sehari-hari dan memiliki kemampuan aplikasi komputer sesuai Standar
Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) pada bidang permesinan.
Media yang dipakai dalam pembelajaran ini berupa buku cetak, kapur,
papan tulis, modul, serta seperangkat komputer. Modul diberikan oleh guru
sebagai panduan saat pelaksanaan pembelajaran, yang mana berisi cara
pengoperasian komputer. Buku penunjang mata diklat ini tersedia di
perpustakaan, sedangkan komputer tersedia di laboratorium. Pembelajaran
langsung dilakukan di dalam laboratorium yang sudah dilengkapi dengan audio
visual, sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara optimal.
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam mata diklat KKPI ini adalah
ceramah, diskusi, serta tugas mandiri. Metode ceramah digunakan pada saat guru
menjelaskan langkah-langkah pengoperasian komputer, metode ini dilengkapi
dengan media audio visual yang telah tersedia. Metode diskusi dilakukan
lazimnya pada saat siswa menemukan hambatan dalam mengoperasikan kompuetr
atau perangkat lunak yang diajarkan, di samping itu jika pada saat ceramah oleh
guru ada beberapa materi yang dirasakan belum jelas. Tugas mandiri diterapkan
setelah pokok bahasa tertentu selesai, hal ini mempunyai tujuan agar siswa
memahami materi dan terampil dalam mengoperasikan perangkat lunak yang
diajarkan oleh guru.
Mata diklat ini bersifat keterampilan, sehingga evaluasi yang dilakukan
adalah berupa praktik mengoperasikan piranti lunak yang diajarkan. Evaluasi
27
29. dilakukan dengan cara melihat tugas yang telah dikerjakan, untuk kemudian
diberikan penilaian. Di samping itu pada akhir semester dilakukan ujian yang
berupa penugasan, yaitu guru memberikan soal yang selanjutnya diselesaikan oleh
siswa. Siswa yang mempunyai nilai minimal 7,00 dianggap telah mencapai tugas
ketuntasan mata diklat KKPI, bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal akan
diberikan tugas tambahan oleh guru untuk dikerjakan di rumah.
2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LINK AND MATCH SMK DI JAWA
TENGAH
a. Prosedur Penyelarasan Kurikulum SMK Negeri dan Swasta di Jawa
Tengah
Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar
Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI). Program produktif bersifat melayani
permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh dunia industri
atau asosiasi profesi. Program produktif diajharkan secara spesifik sesuai
dengan kebutuhan tiap program keahlian.
Evaluasi dalam pembelajaran produktif ini dilakukan pada setiap satu
pokok bahasan atau setiap jenis pekerjaan yang diberikan selesai dikerjakan
dengan tujuan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa telah
menguasai bidang keahlian yang diajarkan sesuai dengan target
kelulusan.Lazimnya nilai yang menjadi patokan adalah 7,00, jika kurang dari
nilai ini maka siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk melakukan remidial.
Waktu remidial lazimnya dilakukan pada saat liburan semester, sehingga
nilainya menjadi 70.
Kurikulum yang digunakan untuk mata diklat produktif ini disusun
bersama antara sekolah dan industri. Kegiatan ini lazimnya diwadahi dalam
bentuk kegiatan berupa In House Training (IHT), yaitu suatu wadah untuk
mensinkronkan antara kurikulum sekolah dengan keterampilan yang sama di
industri, sehingga ditemukan suatu kurikulum terstandar. Kurikulum inilah
yang biasanya digunakan untuk pembelajaran produktif.
28
30. Gambar 5. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif
SMK Negeri di Jawa Tengah
KELOMPOK GURU
PRODUKTIF PROGRAM
KEAHLIAN MESIN PERKAKAS
KTSP MAPEL KONDISI DAN
ADAFTIF DAN KEBUTUHAN
PRODUKTIF INDUSTRI
IN HOUSE TRAINING (IHT)
KEPALA INDUSTRI
SEKOLAH PASANGAN
KURIKULUM
ALTERNATIF
WAKA
SEKOLAH
KURIKULUM
TERSTANDAR YANG
DILAKSANAKAN
29
31. Gambar 6. Prosedur Penyelarasan Kurikulum Program Adaftif dan Produktif
di SMK Mikail Surakarta
KELOMPOK GURU
PRODUKTIF PROGRAM
KEAHLIAN MESIN PERKAKAS
KTSP MAPEL ATMI INDUSTRI
ADAFTIF DAN SURAKARTA MILIK
PRODUKTIF YAYASAN
MIKAIL
KUNJUNGAN
KE INDUSTRI KEPALA
PERMESINAN KURIKULUM SEKOLAH
ALTERNATIF
WAKA
SEKOLAH
KURIKULUM TERSTANDAR
YANG DILAKSANAKAN
30
32. b. Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Beberapa SMK Negeri
di Jawa Tengah
1) Kasus SMK Mikail Surakarta
Di SMK Mikael, pengembangan kurikulum tidak dilakukan dengan
industri di luar kampus. Artinya sinkronisasi kurikulum dilakukan secara
internal bersama-sama dengan ATMI. Di kampus ini, sekolah mempunyai
perusahaan atau industri, lazim disebut juga sebagai ”unit produksi”. Unit
produksi yang sifatnya sudah pabrikasi ini mengerjakan order dari luar.
Pekerjaaanya berkisar pada produk-produk mesin industri beserta
komponen-komposekolah secara otomatis dapat langsung terserap, sehingga
SMK Mikael tidak harus membutuhkan masukan dari industri di luar unit
produksinya. Namun demikian, pada akhir-akhir ini, SMK Mikael
melakukan sinkronisasi secara tidak langsung yaitu pada saat mereka
berkunjung di Pabrik Rokok Gudang Garam, yaitu bahwa siswa-siswa
mereka seharusnya belajar juga mengenai kelistrikan industri. Masukan ini
diakomodasikan di dalam kurikulum, yang saat ini sudah diajarkan di SMK
Mikael.
SMK Mikael Solo memiliki unit produksi yang terintegrasi dengan
pembelajaran mata pelajaran produktif di sekolah. Sejak 2002 sekolah
memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar Internasional ISO
9001-2000. Sekolah juga dipercaya menjadi Sister dari Indonesian German
Institute (IGI) untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di
Indonesia melalui Program Pendidikan SMK dan Social Grassroot Training
Center (SGTC). Di samping itu sekolah memiliki tim penjamin mutu, yaitu
Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI). SMK yang mempunyai kerjasama
dengan dunia usaha dan industri, unit produksi, sistem manajemen mutu
standar internasional ISO
Siswa SMK Mikael tidak ada pemagangan layaknya SMK negeri atau
swasta yang lain. Saat ini pemagangan disebut sebagai kegiatan Prakerin
(Praktik Kerja Industri). Siswa SMK Mikael melaksanakan Prakerin di unit
produksi sekolah yang mekanismenya adalah 5 siswa dikirim ke unit
produksi selama tiga minggu, setelah itu ganti kelompok berikutnya sebesar
31
33. 5 siswa juga selama tiga minggu. Pelaksanaan Prakerin seperti ini disebut
sebagai sistem blok, yaitu 3 minggu di unit produksi dan selanjutnya di
kelas teori.
2) Kasus SMK Cilacap, Pati, Tegal, Magelang dan Kudus
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Cilacap,
SMKN 2 Pati, SMKN 2 Slawi , keahlian otomotif di SMKN 1 Magelang
dan SMKN 2 Kudus di lakukan pada semester pertama di kelas tiga selama
tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua
tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan
tahap kedua bulan November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan
jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke
industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat
prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. PERMIKO Cilacap, PT.
Karya Hidup Sentosa (KHS) Yogyakarta, PT. Saka Nusantara Cilacap, CV.
Sederhana Cilacap, bengkel bubut Prima Teknik Cilacap, PT. Safari Jaya
Cilacap, CV. Bubut Batas Jaya Cilacap, PT. Katshiro Indonesia jakarta, PT.
Sinar Pratama CilacapBengkel bubut Men Jaya Purbalingga, PT. Daihatsu
Motor Pati, PT. NIKOO MAS Cikarang, PT. Komatsu Cikarang, PT.
Polytron Kudus, Pabrik Kacang Garuda Pati, pabrik pengecoran logam di
Adiwerna Kabupaten Tegal, dan Karoseri New Armada Magelang
Di bawah ini disajikan Gambar IV.4 tentang pola pelaksanaan Prakerin yang
diterapkan di SMKN 2 Cilacap, SMKN 2 Pati dan SMKN 2 Slawi, SMKN 1
Magelang dan SMKN 2 Kudus.
32
34. Gambar 7. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK N 2 Cilacap,
SMK N 2 Pati, SMK N 2 Slawi, SMKN 1 Magelang dan SMKN
2 Kudus tahun ajaran 2006/2007 dan 2007/2008
I II III
(1) (1) (3c)
(2) (2)
(3a) (3a) (1)
(3b) (3b) (2)
Pada tahun ajaran 2008/2009, khusus untuk SMKN 2 Cilacap pola
pelaksanaan prakerin diubah menjadi empat gelombang, yaitu gelombang
pertama pada tanggal 30 Juni 2008 sampai dengan 27 September 2008,
gelombang kedua 29 September 2008 sampai dengan 27 Desember 2008,
gelombang ketiga 29 Desember 2008 sampai dengan Maret 2009, serta
gelombang keempat 30 Maret 2009 sampai dengan 27 Juni 2009. Pola
penyelenggaraannya seperti tersaji dalam Gambar 8. di bawah ini.
Gambar 8. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Cilacap
tahun ajaran 2008/2009
I II III
(1) (3c) (1)
(2) (3c) (2)
(3a) (1) (3a)
(3b) (2) (3b)
Prakerin dilaksanakan sejak kelas dua, yaitu pada bulan Desember
sampai dengan bulan Juni bergantian, artinya diadakan dua gelombang yaitu
Desember sampai dengan Maret dan Maret sampai dengan Juni. Prakerin
dibimbing oleh tiga sampai dengan empat guru pembimbing, yaitu satu
koordinator dan dua atau tiga gur pembimbing yang berasal dari kelompok
Kerja PSG (Pendidikan Sistem Ganda).
Guru pembimbing melaksanakan monitoring lazimnya dilakukan dua
kali, untuk tempat prakerin yang jauh, misalnya Jakarta dan Yogyakarta
dilakukan sekali. Monitoring dilakukan untuk mengamati permasalahan
siswa di industri, hal in lebih ke permasalahan mental dan psikologis siswa.
33
35. Evaluasi kemampuan siswa di industri diserahkan langsung kepada
pembimbing lapangan. Dalam hal ini industri atau perusahaan sudah
mempunyai format penilaian masing-masing yang tidak jauh dari tuntutan
sekolah. Bagi industri yang belum memiliki format penilaian, biasanya
menggunakan format yang dimiliki oleh sekolah yang merujuk kepada buku
panduan penyelenggraan prakerin dari Direktorat pendidikan Menengah
Kejuruan.
3) Kasus SMKN 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik perkayuan SMKN 2
Salatiga dan SMKN 2 Kendal di lakukan pada semester pertama di kelas
tiga selama tiga bulan penuh di industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan
dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada bulan Juli sampai dengan
September; dan tahap kedua bulan November sampai dengan Januari.
Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan antara
sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Pelaksanaan prakerin di SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal untuk
program keahlian teknik perkayuan menggunakan sistem blok. Artinya
siswa selama tiga bulan berada di industri perkayuan, tidak ada kegiatan
pembalajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri, lazimnya adalah
kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang diperoleh di industri
tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah, sehingga diharapkan
keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah masa tiga bulan terpenuhi
siswa dikembalikan ke sekolah. Di bawah ini disajikan model
34
36. penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian teknik
perkayuan SMK 2 Salatiga dan SMKN 2 Kendal.
Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali
selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses
pembelajaran di industri. Di samping itu pembimbing dari sekolah biasanya
menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri, ada
permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah menanyak
hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya mengalami
permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru pembimbing
tidak mempunyai wewenang membarikan penilaian keterampilan siswa.
Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri.
Gambar 9. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK 2 Salatiga
dan SMKN 2 Kendal program keahlian Teknik Perkayuan
I II III
(1) (1) (3c)
(2) (2) (1)
(3a) (3a) (2)
(3b) (3b) (3a) dan
(3b)
Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan
dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi.
Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di
industri. Misalnya untuk industri yang bergerak di bidang permebelan,
kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa menggunakan
kerja bangku dan mesin. Di samping itu diberikan juga penilaian mengenai
menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini
dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan
kepada sekolah.
Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat
laporan pelaksanaan prakerin di industri. Setelah laporan jadi, selanjutnya
siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa memperoleh
hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa merupakan
35
37. rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari
pembimbing lapangan.
4) Kasus di SMK TELKOM Sandhy Putra Purwokerto
Berdasarkan naskah perjanjian kerjasama yang tertuang dalam
perjanjian kerjasama antara PT. TELKOM dengan Yayasan Sandhykara
Putra Telkom (YSPT) No. Tel.518/PD000/SDM-23/1999 dan nomor:
01/PDD/DPP-YSPT, tanggal 2 November 1999, tentang Pelaksanaan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang mana PT. TELKOM sebagai salah
satu institusi pasangan dan telah sepakat mengikat diri untuk membantu
penyelenggaraan/pengelolaan pendidikan SMK TELKOM, sehingga
pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dengan cara Praktik kerja
Industri dapat terwujud.
Tujuan Umum PSG di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto
adalah: (1) menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian profesional yaitu
lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan etos kerjasama
dengan tuntutan lapangan kerja yang makin kompetitif; (2) keterkaitan dan
kesepadanan (Link and Match) antara sekolah dengan dunia usaha atau
industri dapat tercapai; (3) meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas dan profesional; dan
(4) memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja
sebagai bagian dari proses pendidikan.
Tujuan khusus adalah (1) mempersiapkan siswa untuk belajar, bekerja
mandiri, bekerjasama dalam bentuk tim dan mengembangkan potensi dan
kreativitas sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing; (2)
meningkatkan status dan kepribadian siswa sehingga mampu berorientasi,
berkomunikasi dan meiliki rasa tanggungjawab serta disiplin yang tinggi;
dan (3) memberi kesempatan bagi siswa yang berpotensi untuk menjadi
tenaga terampil dan produktif berdasarkan pengakuan standar profesi.
Kerjasama antara SMK dengan dunia industri dan usaha dilaksanakan
dalam prinsip saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi untuk
keuntungan bersama. Berdasarkan prinsip ini, pelaksanaan PSG akan
36
38. memberikan nilai tambah bagi pihak-pihak yang bekerjasama, seperti
dijelaskan beberapa paragraf di bawah ini.
Nilai tambah bagi industri atau perusahaan adalah (1) industri dapat
mengenal kualitas peserta PSG yang belajar dan bekerja di perusahaannya;
(2) pada umumnya peserta PSG telah mengikuti proses produksi secara
aktif, sehingga pada penegertian tertentu peserta PSG adalah tenaga kerja
yang memberikan keuntungan; (3) selama proses pendidikan melalui kerja
di industri, peserta PSG lebih mudah diatur dalam al disiplin berupa
kepatuhan terhadap aturan industri, karena itu sokap peserta PSG dapat
dibentuk sesuai ciri khas tertentu dari perusahaan yang mana peserta
melaksanakan PSG; (4) industri dapat memberi tugas kepada peserta PSG
untuk mencari pengetahuan dan teknologi (sekolah) untuk kepentingan
perusahaan; dan (5) memberikan kepuasan bagi industri atau perusahaan
karena diakui ikut serta menentukan hari depan bangsa, melalui PSG.
Nilai tambah bagi sekolah adalah (1) tujuan pendidikan untuk
memberi keahlian profesional bagi peserta didik lebih terjamin
pencapaiannya; (2) terdapat kesesuaian yang lebih tinggi antara program
pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja, hal ini sesuai dengan prinsip
link and match; (3) memberi kepuasan bagi penyelenggara pendidikan atau
sekolah karena tamatannya lebih terjamin memperoleh bekal yang
bermakna, baik untuk kepentingan tamatan, industri, serta bangsa.
Nilai tambah bagi peserta praktik PSG adalah (1) hasil belajar peserta
di industri akan lebih bermakna, karena setelah tamat akan betul-betul
memiliki keahlian profesional sebagai bekal untuk meningkatkan taraf
hidup dan sebagai bekal untuk mengembangkan dirinya secara
berkelanjutan; dan (2) keahlian profesional yang diperoleh dapat
mengangkat harga diri dan rasa percaya diri tamatan yang selanjutnya akan
mendorong siswa untuk meningkatkan keahlian profesionalnya pada tingkat
yang lebih tinggi.
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian teknik informatika dan teknik
jaringan di lakukan pada semester pertama di kelas dua selama dua bulan
penuh di industri (Bulan Januari sampai dengan Februari). Prakerin lanjutan
37
39. dilaksanakan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh (Juli, Agustus, dan
September). Pengaturan hari dan jam kerja disesuaikan dengan kesepakatan
antara sekolah dengan industri.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri (PT. TELKOM). Biasanya kegiatan
ini dilakukan di sekolah. Industri (PT. TELKOM) didatangkan ke sekolah
untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang profil industri mereka,
serta gambaran kegiatan siswa pada saat ada di industri. Di samping itu,
disampaikan juga norma, keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan
Prakerin. Pembekalan dilaksanakan selama tiga hari. Di bawah ini disajikan
Tabel IV. 1. tentang materi pembekalan dalam rangka PSG di PT.
TELKOM
Tabel IV.1 Materi pembekalan dalam rangka PSG di PT. TELKOM
No. Hari ke- Materi Petugas
1. Pertama 1. Teknik pelaksanaan PSG Sekolah
2. Pengantar umum tentang Teknik PT. TELKOM
Jaringan dan Akses Pelanggan;
3. Pengantar umum tentang Teknik
Komputer Jaringan. PT. TELKOM
2. Kedua 1. Penyampaian project work untuk Sekolah
proyek tugas akhir;
2. Etika pergaulan dan penyesuaian Psikolog
diri di lingkungan kerja;
3. Penyampaian format penilaian PSG
dan pembagian surat pengantar Sekolah
PSG
3. Ketiga 1. Pengarahan pelaksanaan PSG; Kepala Sekolah
2. Pengenalan PT. TELKOM; PT. TELKOM
3. Pembagian dan pengambilan surat Sekolah
pengantar PSG.
Sumber: Program PSG SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto
Pelaksanaan prakerin SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto untuk
program keahlian teknik jaringan menggunakan sistem semi blok.
Penyelenggaraan prakerin dibagi menjadi dua tahapan, yaitu yang pertama
dilaksanakan pada kelas dua, di samping itu diadakan juga pada kelas tiga.
Kelas dua dilaksanakan selama dua bulan, sedangkan kelas tiga
dilaksanakan selama tiga bulan. Semi blok disini merupakan bentuk dari
38
40. pelaksanaan PSG tipe blok yang dimodifikasi, jika sistem blok pelaksanaan
PSG dilakukan pada kelas tiga selama tiga bulan penuh, maka semi blok
merupakan modifikasinya. Dalam hal ini pada tahap pertama yang
dilakukan di kelas dua siswa selama dua bulan berada di PT. TELKOM,
tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas, siswa tinggal di sekitar industri,
lazimnya adalah kost. Sistem ini digunakan agar keterampilan yang
diperoleh di industri tidak terganggu oleh mata diklat yang ada di sekolah,
sehingga diharapkan keterampilan yang diperoleh adalah bulat. Setelah
masa dua bulan terpenuhi siswa dikembalikan ke sekolah. Kegiatan ini
diulangi lagi pada saat siswa kelas tiga, bahkan waktunya lebih lama lagi
yaitu selama tiga bulan penuh di PT. TELKOM. Di bawah ini disajikan
model penyelenggaraan prakerin yang dilakukan oleh program keahlian
teknik jaringan di SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto.
Gambar 10. Pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMK Telkom
Sandy Putra Purwokerto
Klas I Klas II Klas III
(1) (3c) (1)
(3c)
(1)
(2) (2) (2)
(3a) (3a) (3c)
(3c)
(3c)
(3b) (3b) (3a) dan (3b)
Tata tertib siswa yang melaksanakan PSG di lingkungan Divre IV
Jawa Tegah dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah (1) hari dan jam kerja
praktik siswa disesuaikan dengan jam kerja pegawai yaitu untuk hari Senin
sampai dengan Kamis mulai pukul 07.30 sampai dengan 17.00 WIB,
sedangkan hari Jumat mulai pukul 08.00 sampai dengan 16.00, hari Sabtu
libur; (2) siswa diharuskan memakai pakaian seragam OSIS atau pakaian
kerja lapangan dan tidak diperkenankan memakai pakaian lain di luar
pakain tersebut; (3) siswa diwajibkan menyerahkan laporan PSG dalam
bentuk makalah, dibuat rangkap tiga; (4) siswa dilarang menyebarkan hasil
39
41. laporan atau penelitiannya kepada pihak lain; (5) siswa di lokasi PSG harus
menandatangani surat pernyataan di atas materai Rp. 6000,-; (6)
menyerahkan dua lembar pas foto hitam putih ukuran 3x4; (7)
melaksanakan dan mengisi daftar hadir setiap hari serta diparaf oleh Kepala
Unit kerja atau pembimbing lapangan; (8) menjaga nama abaik sekolah,
selalu bersikap santun dan ramah terhadap sesama; dan (9) dilarang
menggunakan fasilitas atau sarana PT. TELKOM tanpa ijin, seperti telepon,
foto copy, komputer untuk kepentingan pribadi.
Kegiatan monitoring yang dilakukan sekolah hanya dilakukan sekali
selama tiga bulan, hal ini dilakukan agar sekolah tidak mengganggu proses
pembelajaran di PT. TELKOM. Di samping itu pembimbing dari sekolah
biasanya menanyakan mengenai hambatan yang dialami siswa di industri,
ada permasalahan tidak dalam beradaptasi. Demikian juga sekolah
menanyakan hal itu kepada industri, apakah siswa dari sekolahnya
mengalami permasalahan, etika, moral atau semangat kerja misalnya. Guru
pembimbing tidak mempunyai wewenang memberikan penilaian
keterampilan siswa. Kegiatan penilaian dilakukan sepenuhnya oleh industri.
Bentuk penilaian yang dilakukan oleh industri adalah berkaitan
dengan kinerja siswa dalam menyelesaikan bahan menjadi produk jadi.
Penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi yang ditempuh siswa di
industri. Misalnya untuk PT. TELKOM yang bergerak di bidang jaringan,
kompetensi yang dinilai antara lain adalah hasil kerja siswa dalam bidang
sistem penyambungan kabel. Di samping itu diberikan juga penilaian
mengenai menegenai sikap, etika, semangat kerja, yang mana penilaian ini
dimasukkan dalam jurnal harian, yang nantinya dari industri diberikan
kepada sekolah.
Aspek yang dinilai dalam laporan kemajuan siswa peserta PSG di PT.
TELKOM seperti tersaji dalam Tabel IV. 2 di bawah ini.
40
42. Tabel IV.2. Aspek penilaian PSG siswa SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto
No. Aspek yang Kriteria Penilaian Bobot
Dinilai
1. Disiplin a. Ketentuan jam kerja 40
b. Penggunaan pakaian seragam dan 30
atribut;
c. Sikap sopan santun 30
Sub Total 100
2. Kerjasama a. Kemampuan bekerjasama; 40
b. Penyesuaian pendapat; 30
c. Pertimbangan dan penerimaan usul 30
orang lain
Sub Total 100
3. Inisiatif a. Mencari tata kerja baru; 25
b. Pemberian saran yang baik; 25
c. Mampu mengemukakan pendapat 50
Sub Total 100
4. Kerajinan a. Mempelajari setiap hal baru; 40
b. Membentu pelaksanaan tugas 30
kelompok;
c. Membantu pelaksanaan tugas 30
pembimbing
Sub Total 100
5. Tanggungjawab a. Memelihara barang milik perusahaan; 40
b. Penyelesaian tugas sampai tuntas; 30
c. Tidak melempar tanggungjawab 30
Sub Total 100
6. Sikap a. Keiklasan dalam melaksanakan tugas; 30
b. Penghargaan terhadap bidang tugas
orang lain; 30
c. Jujur dan bertanggungjawab 40
Sub Total 100
7. Prestasi a. Kesungguhan; 30
b. Kecakapan; 30
c. Hasil kerja 40
Sub Total 100
Sumber: Program PSG SMK Telkom Shandy Putra Purwokerto
Setelah penarikan, siswa biasanya diminta sekolah untuk membuat
laporan pelaksanaan prakerin di PT. TELKOM Setelah laporan jadi,
selanjutnya siswa diuji oleh pembimbing yang berasal dari sekolah. Siswa
memperoleh hasil nilai prakerin dari sekolah, yang mana nilai dari siswa
merupakan rerata dari kedua nilai itu, yaitu nilai ujian prakerin dan nilai dari
pembimbing lapangan.
41
43. 5).Kasus SMKN 2 Klaten
Pelaksanaan Prakerin pada keahlian mesin Perkakas SMKN 2 Klaten
di lakukan pada semester kedua di kelas tiga selama tiga bulan penuh di
industri. Pelaksanaan Prakerin dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
pertama pada bulan Juli sampai dengan September; dan tahap kedua bulan
November sampai dengan Januari. Pengaturan hari dan jam kerja
disesuaikan dengan kesepakatan antara sekolah dengan industri.
Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN 2 Klaten dirancang
dalam empat tahun. Klas satu sampai dengan klas tiga muatan kurikulumnya
sama dengan Program Keahlian Mesin Perkakas di SMK tiga tahun. Pada
kelas empat siswa melaksanakan prakerin di industri selama satu tahun, di
samping Prakerin yang diadakan di kelas tiga. Pada siswa yang tidak
memperoleh tempat Prakerin, atau mengikuti Prakerin tetapi sebelum masa
satu tahun sudah selesai, maka SMK membekali mereka dengan praktik
produktif hingga mencapai satu tahun. Pada akhir semester delapan siswa
yang memiliki keterampilan kategori sangat baik, didaftarkan mengikuti
ujian kompetensi di ATMI Surakarta. Biasanya jumlah peserta yang
diikutsertakan ujian kompetensi sekiutar 10 siswa. Hal ini dilakukan, karena
biaya untuk ujian kompetensi sangat besar untuk ukuran sekolah, yaitu per
peserta adalah 1,5 juta rupiah. Jika pihak panitia ujian kompetensi dalam hal
ini ATMI Surakarta meminta sekolah menyediakan mesin ujinya, maka
jumlah pesertanya menjadi berkurang, karena jumlah mesin yang memenuhi
syarat untuk ujian kompetensi hanya tiga unit. Pada tahun 2007 jumlah
siswa yang lulus ujian kompetensi adalah tiga orang.
Siswa yang mengikuti Prakerin selama di kelas empat di PT. KHS,
biasanya memperoleh sertifikat yang setara dengan hasil ujian kompetensi.
Namun demikian menurut guru SMKN 2 Klaten Program Keahlian Mesin
Perkakas, kualitas sertifikat dari PT. KHS masih di bawah sertifikat yang
diperoleh dari ATMI Surakarta. Selanjutnya dikatakan bahwa, nilai rata-rata
hasil uji kompetensi dari ATMI sebesar 5,5 lebih dihargai dibanding nilai
delapan atau sembilan yang diperoleh dari PT. KHS. Hal ini disebabkan
42
44. industri tempat Prakerin merasa “hutang budi” kepada siswa karena sudah
dibantu, sehingga ketika memberikan nilai dalam sertifikat cenderung tinggi
yaitu antara delapan sampai dengan sembilan.
Siswa yang melaksanakan Prakerin di sekolah juga memperoleh
sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah. Hal ini sangat dimungkinkan,
karena salah satu guru Program Keahlian Mesin Perkakas di SMKN2 Klaten
telah memiliki sertifikat asesor sebagai penguji ujian kompetensi.
Meskipun kualitas sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolah masih kurang
dihargai, namun dirasakan sangat berarti bagi siswa.
Sebelum pelaksanaan Prakerin di industri, siswa memperoleh
pembekalan dari sekolah dan industri. Biasanya kegiatan ini dilakukan di
sekolah. Industri didatangkan ke sekolah untuk memberikan pemahaman
kepada siswa tentang profil industri mereka, serta gambaran kegiatan siswa
pada saat ada di industri. Di samping itu, disampaikan juga norma,
keselamatan kerja dan aturan selama pelaksanaan Prakerin. Pembekalan
dilaksanakan selama dua hari.
Setelah memperoleh pembekalan di sekolah siswa diberangkatkan ke
industri atau perusahaan. Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 ini tempat
prakerin siswa dilkat mesin perkakas adalah PT. Karya Hidup Sentosa
(KHS) Yogyakarta, PT. Katshiro Indonesia jakarta. Pada tahun 2006, 2007
siswa diberangkatkan dalam dua gelombang secara bersama-sama, namun
pada tahun 2008 ini jumlah gelombang lebih banyak lagi, semua itu
tergantung kepada industri pasangan. Di bawah ini disajikan gambar tentang
pola pelaksanaan Prakerin yang diterapkan di SMKN2 Klaten.
Gambar 11. Prakerin Model 1 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin
di PT. KHS Gelombang pertama
I II III IV
(1) (1) (1) (3c)
(2) (2) (2)
(3a) (3a) (3c)
(3b) (3b) (3b)
43
45. Gambar 12. Prakerin Model 2 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin
di PT. KHS Gelombang kedua
I II III IV
(1) (1) (1) (3c)
(2) (2) (2)
(3a) (3a) (3b)
(3b) (3b) (3c)
Gambar 13. Prakerin Model 3 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah
dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah
I II III IV
(1) (1) (1) (3c)
(2) (2) (2)
(3a) (3a) (3c)
(3b) (3b) (3b)
Gambar 14. Prakerin Model 4 yaitu pada siswa yang mengikuti Prakerin di sekolah
dan mengikuti ujian kompetensi di ATMI Surakarta atau di sekolah
I II III IV
(1) (1) (1) (3c)
(2) (2) (2)
(3a) (3a) (3b)
(3b) (3b) (3c)
Keterangan:
: Prakerin di industri
: Ujian kompetensi dengan ATMI atau dengan SMK 3
: Prakerin di industri atau di sekolah
Pada saat kelas tiga, semua siswa mengikuti Ujian Nasional (UN).
Jadi UN tidak dilaksanakan pada klas empat. Pada kelas tiga itulah siswa
memperoleh ijasah atau STTB, namun demikian mereka belum dianggap
tamat, sebab masih ada waktu satu tahun untuk menyelesaikan studi di
Program Keahlian Mesin perkakas. Pada tahun keempat itulah mereka
melaksanakan Prakerin yang kedua, sedapat mungkin sampai memperoleh
44
46. sertifikat kompetensi dari industri ataupun dari lembaga tempat uji
kompetensi, misalnya ATMI Surakarta.
3. JUMLAH DAN KEMAMPUAN LULUSAN SMK DI JAWA TENGAH
a. Kasus SMK St. Mikail Surakarta
Di SMK Mikael Solo tingkat angka mengulang kelas sebesar 0,8% dan
terjadi pada tahun pelajaran 2005/2006, sedangkan pada tahun pelajaran
2004/2005 dan 2006/2007 angka mengulang kelas nol persen. Nilai rerata UN
Bahasa Inggris tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007)
berturut-turut 6,82; 8,04; dan 8,29. Nilai rerata UN untuk mata pelajaran
Matematika tiga tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, dan 2006/2007)
berturut-turut 7,75; 7,68; dan 8,23. Persentase lulusan empat tahun terakhir
(2004, 2005, 2006, dan 2007) berturut-turut 95%; 97,5%; 100%; dan 100%.
Dengan demikian angka pengulang kelas, jumlah DO, nilai UN, dan jumlah
lulusan yang demikian di kedua sekolah tersebut menjadi salah satu good
practice dan ciri keberhasilan pengelolaan SMK bertaraf internasional.
Di SMK Mikael Solo jumlah lulusan empat tahun terakhir (2004, 2005,
2006, dan 2007) yang mengisi kesempatan kerja sesuai dengan program
studinya berturut-turut sebanyak 43 orang, 57 orang, 59 orang, 60 orang.
Sisanya lebih kurang 50% lulusan dari tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007
melanjutkan ke perguruan tinggi. Mayoritas ke Akademik Teknik Mesin dan
Industri (ATMI) Solo, Universitas Sanata Dharma, Atmajaya Yogyakarta, dan
sejumlah perguruan tinggi negeri. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan
pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu permintaan tenaga kerja oleh
industri selama empat tahun terakhir (2004, 2005, 2006, dan 2007) berturut-
turut 42 orang, 50 orang, 43 orang, dan 50 orang. Dari permintaan tersebut
hanya dapat dipenuhi sebanyak 10 orang, 16 orang, 13 orang, dan 15 orang,
sehingga terdapat surplus permintaan sebesar 32 orang, 34 orang, 30 orang,
dan 35 orang tenaga kerja. Dengan demikian banyaknya lulusan yang terserap
oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga kerja, dan masa tunggu yang relatif
pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama merupakan good practice
pengelolaan SMK bertaraf internasional.
45
47. b. Kasus SMKN 2 Cilacap
Gambaran kemampuan lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap dapat diprediksi
dari data lulusan, serta status kelulusannya. Di bawah ini disajikan Tabel IV.
Tentang data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; dan 2006/2007.
Tabel IV.3. Data lulusan SMKN Negeri 2 Cilacap tahun ajaran 2004/2005;
2005/2006; dan 2006/2007
No. Tahun Jumlah Jumlah Status Pekerjaan
Pelajaran Peserta Lulusan Dikontrak Bekerja Tidak tahu
Ujian sebelum Setelah
lulus Lulus
1. 2004/2005 395 393 (99,5) 116 (29,5) 132 (33,6) 145
2. 2005/2006 400 396 (99) 67 (16,9) 101 (25,5) 228
3. 2006/2007 397 394 97 (24,6) 2 (0,5) 295
(99,25)
Sumber: Data lulusan SMK Negeri 2 Cilacap Tahun 2007
Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa jumlah lulusan berturut-turut
mulai tahun 2004 sampai dengan 2007 adalah 99,5%; 99% dan 99,25%, ini
berarti bahwa terdapat fluktuasi prosentase jumlah lulusan, meskipun
fluktuasinya sangat kecil. Meskipun demikian prosentase jumlah siswa yang
lulus dibandingkan angka kelulusan Propinsi Jawa Tengah adalah lebih besar,
sebab tahun 2005/2006 (99%>87,46%), serta tahun pelajaran 2006/2007
(99,25%>91,88%). Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di
SMK Negeri 2 Cilacap relatif baik.
Berdasarkan tabel di atas nampak juga bahwa prosentase siswa yang
dikontrak bekerja di industri terjadi fluktuasi yaitu naik turun antara tahun
2004 sampai dengan 2007. Secara agregatif nampak bahwa pada tahun
2004/2005 lulusan yang dikontrak bekerja di industri sebesar 29,5%, sementara
lulusan tahun pelajaran 2005/2006 menurun menjadi 16,9% serta pada tahun
pelajaran 2006/2007 naik lagi menjadi 24,6%. Hal ini selaras dengan kondisi
industri di bidang rekayasa yang berfluktuatif antara tahun 2004 sampai dengan
2007. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan sekolah dalam
berkomunikasi dengan industri terjadi cukup baik, sehingga belum lulus pun
siswa sudah banyak yang dikontrak oleh industri.
46
48. Secara kasus per kasus, di alinea di bawah ini akan disajikan dinamika
perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh BKK SMK Negeri 2 Cilacap.
Sebanyak 310 siswa kelas III Bidang Keahlian Teknik Mesin dan Listrik dari
SMK negeri dan SMK swasta di Kabupaten Cilacap mengikuti seleksi calon
karyawan yang diselenggarakan perusahaan shock absorber PT Showa
Indonesia MFG Industri.Seleksi yang berlangsung di aula SMK Negeri 2 Jl
Budi Utomo 8, Cilacap itu dilaksanakan secara ketat. Setiap siswa harus
mengikuti ujin tertulis sesuai dengan bidang keahliannya, tes fisik, sikap
mental, dan penampilan. Selain itu, setiap peserta juga harus memenuhi
persyaratan bebas narkoba, tidak bertato, dan tidak ada lubang tindik di
telinganya. Seleksi berlangsung selama dua hari dan baru berakhir Rabu petang
31 Maret 2008. Selain diikuti 310 siswa kelas III, proses seleksi calon
karyawan PT Showa Indonesia MG Industri juga diikuti 28 alumni SMK
Negeri 2 Cilacap. Peserta sebanyak itu yang dinyatakan lolos seleksi 106 anak.
''Mereka sekarang hanya tinggal mengikuti medical test. Dalam usianya yang
masih muda, saya kira mereka akan lolos medical test semua,'' kata
Koordinator Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK Negeri 2 Cilacap, Sudirman
SPd.
Sampai tahun 2008 sudah ada lima perusahaan yang mengadakan seleksi
calon karyawan bekerja sama dengan BKK SMK Negeri 2. Yaitu, PT Paraso,
PT Astra Motor, PT Berjaya Bintang Samudera, PT Kinoria Gayu Mukti, dan
PT Showa Indonesia MFG Industri. Jumlah siswa yang telah berhasil direkrut
sebagai karyawan di perusahaan tersebut sebanyak 414 anak yang terdiri atas
243 siswa kelas III yang belum lulus dan 171 alumni. ''Lima orang yang lulus
seleksi yang diadakan oleh PT Berjaya Bintang Samudera akan dipekerjakan di
Jepang. Mereka seluruhnya berasa dari Program Keahlian Nautika Perikanan
Laut,'' katanya.
BKK SMK Negeri 2 Cilacap, mulai melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga dalam hal penyaluran lulusan SMK sejak 2001. Sampai saat ini jumlah
lulusan SMK, baik negeri maupun swasta, yang telah berhasil ditempatkan di
sejumlah industri di Jakarta 1.913 orang. Dari jumlah itu, 782 di antaranya dari
SMK Negeri 2 Cilacap. Kepala SMK Negeri 2 Drs H Kisyamto MM
47