Makalah ini membahas perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional Indonesia untuk membangun karakter lulusan yang baik. Ia menganalisis berbagai masalah pendidikan saat ini seperti rendahnya kualitas pendidikan dan moral lulusan yang merosot, serta menyarankan perlunya mengintegrasikan pendidikan akhlak dan spiritual ke dalam kurikulum.
9 PILAR MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN.docxsoparidah
9 pilar pendidikan: merupakan rambu-rambu yang dapat digunakan oleh tenaga pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. di harapkan dengan sistem pendidikan yang bertransformasi dengan mengakomodasi kcakapan abad 21
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...Goes Jiant
Seiring dengan perkembangan zaman di abad 21 ini, pembelajaran mengalami pergeseran paradigma, dari siswa “diajar” menjadi siswa “belajar” dengan pendekatan konstruktivistik yang menitikberatkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan adalah menciptakan empat pilar pendidikan, yakni: peserta didik belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi dirinya sendiri (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama-sama (learning to life together) (Yamin, 2011:13). Bertitik tolak dari empat pilar pendidikan tersebut, konsekuensi logis yang ditawarkan oleh para pakar pendidikan adalah dengan menciptakan model pembelajaran berbasis siswa aktif, yakni pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Pembelajaran berbasis PAIKEM merupakan salah satu desain pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivistik. Belajar merupakan proses penuangan ide-ide ke dalam pengalaman baru. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang tidak terbatas dan tidak tidak dengan tiba-tiba. Menurut pandangan konstruktivistik, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Sedangkan peran guru selama proses pembelajaran adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi pembelajaran siswa.
1. MAKALAH DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN PENDIDIKAN
DOSEN: PROF.DR.H. BASUKI WIBAWA. MM
DISUSUN OLEH : AHMAD RIFA’I
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
2011
PENDAHULUAN
Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia maka diselenggarakanlah suatu sistem
pendidikan nasional. Negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan dan pengajaran. Dengan pendidikan dan pengajaran itu diharapkan akan memperoleh pengetahuan dan
kemampuan dasar sebagai bekal untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kemampuan dasar yang dimaksud adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung, serta menggunakan Bahasa
Indonesia.
Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah
Dasar dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Pada jalur luar sekolah,
pemerintah menyediakan program paket A dan paket B (setara SLTP) bagi anak usia sekolah yang orang tuanya tidak
mampu membiayai untuk masuk SD ataupun SLTP.
Pendidikan Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Oleh karena itu, pendidikan memerlukan penanganan yang sangat serius, khususnya pemerintah yang memiliki otoritas
anggaran. Melalui tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pemerintah harus berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Permasalahan di dunia pendidikan memang sangat kompleks. Bahkan dikatakan, dunia pendidikan di negeri ini seperti
benang kusut yang sulit memulainya dari mana. Di antara permasalahan tersebut adalah kualitas pendidikan yang rendah
yang mengakibatkan matinya kreativitas anak didik pasca sekolah dan jatuhnya rasa percaya diri siswa didik ketika
menghadapi dunia kerja yang keras. Lulusan sekolah sering kali justru menjadi anak cengeng dengan sifat ABG-nya yang
kental, dan semakin jauh dari realitas masyarakat di sekitarnya. Karakter lulusan sebagai produk pendidikan dinilai jauh
dari yang diharapkan. Indikatornya adalah maraknya kejahatan, penipuan dan berkembangnya korupsi yang nota benenya
dilakukan oleh orang-orang terdidik.
Kemerosotan moral lulusan, tidak lepas dari system pendidikan yang diterapkan di In donesia. Dimana orientasi dari
pendidikan hanya terbatas pada ranah kognitif, sehingga aspek moral dan budi pekerti menjadi terabaikan. Porsi
pendidikan agama dan pendidikan moral yang diperkecil menandakan ketidak seriusan pemerintah di dalam mengatasi
dekadensi moral yang melanda generasi mudanya. Seyogyanya pemerintah bersikap aktif dalam menggalakan program
pembinaan moral, serta menjadikan akhlakul karimah sebagai tujuan utama yang harus dicapai dalam pendidikan ini.
Kaitan Sistem Pendidikan Dengan Pembinaan Karakter Lulusan
Karakter lulusan yang meliputi kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kesopanan dan kearifan dewasa ini sudah mulai pudar
bahkan hilang. Banyaknya tawuran, pencurian dan criminal lainnya merupakan bukti konkret bagaimana bobroknya moral
2. lulusan. Mestinya pendidikan yang ditempuh selama bertahun-tahun, dapat memberikan dampak positif bagi
perkembangan kepribadian siswa. Input yang diterima kemudian diproses dalam pendidikan, mestinya dapat
menghasilkan output yang baik.
Output pendidikan teknologi dan kejuruan adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar
mengajar diselenggarakan. Artinya prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses belajar
mengajar. Prestasi belajar ditunjukan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan
dasar meliputi daya piker, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh siswa untuk terjun dimasyarakat dan untuk
mengembangkan dirinya. Daya piker meliputi daya pikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis kreatif, eksploratif, diskoveri,
nalar, lateral dan berfikir system. Daya kalbu terdiri dari daya spiritual, emosional, moral, rasa kasih sayang, kesopanan,
toleransi, kejujuran, kebersihan, disiplin diri harga diri, tanggung jawab, keberanian moral, kerajinan, komitmen, estetika
dan etika. Daya raga meliputi kesehatan, stamina, ketahanan dan ketrampilan (olah raga, kesenian dan kejuruan ).
Kemampuan fungsional meliputi kemampuan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan, kemampuan mengelola
sumberdaya (sumber daya uang, bahan, alat, bekal, dsb ), kemampuan kerjasama, kemampuan memanfaatkan informasi,
kemampuan menggunakan sistem dalam kehidupan, kemampuan berwirausaha, kemampuan kejuruan, kemampuan
menjaga harmoni dengan lingkungan, kemampuan mengembangkan karir, dan kemampuan menyatukan bangsa
berdasarkan pancasila.( Basuki Wibawa,2005).
Sistem pendidikan tersusun dari komponen konteks, input, proses, output dan outcome. Konteks berpengaruh pada input,
input berpengaruh pada proses, proses berpengaruh pada output dan output berpengaruh pada outcome. ( Basuki
Wibawa, 2005)
Pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus
dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran,
pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan
pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil,
politik, media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga satuan
pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan karakter yang berjalan secara sistemik dan integratif bersama
dengan komponen lainnya.
Langkah-langkah Perbaikan Sistem Pendidikan Untuk Membangun Karakter
Lulusan.
Untuk menjadikan pendidikan benar-benar sebagai pembangun karakter budaya bangsa Indonesia maka pendidikan harus
dikelola secara professional. Karena itu pengelolaan pendidikan harus terdiri dari orang-orang yang paham tentang
perkembangan dewasa ini dan sekaligus dapat mengantisipasi kebutuhan apa yang diperlukan bangsa Indonesia ke depan.
Belajar dari pengalaman sejarah, dewasa ini kita dengan mudah menyaksikan berbagai keadaan janggal setiap hari,
misalnya orang dibakar hidup-hidup oleh masa karena mencuri sepatu, muncul perkelahian antar pelajar, maraknya
perkelahian ditengah masyarakat yang disebabkan oleh persoalan kecil,masih banyak penipuan,pembakaran rumah, dan
merebaknay perzinaan, kini bangsa Indonesia hrus berani mengambil pelajaran dan melakukan instrospeksi untuk
nmemperbaiki diri melalui pendidikan.
Secara sekilas dapat dirasakan bahwa selama ini yang dikejar dijadikan target dalam pengelolaaan pendidikan adalah
tercapainya nilai tinggi dan baik dalam ujian nasional, ujian tengah semester maupun ujian semester. Hamper semuanya
dipersiapkan untuk mengejar kemampuan mencapai hasil akhir pendidikan secara kuantitatif, semua serba angka, sedikit
yang berbicara tentang mutu, prosedur, dan perkembangan akhlak individu dari hari kehari.
Dari segi esensi materi pendidikan bangsa kita belakangan ini sekedar lebih mengumakan pembinaan akal atau kekuatan
intelektual yang sektoral dan sedikit tentang pengembangan fisik atau jasmanai. Selain kedua aspek di atas yakni jasmani
dan otak, masih ada dua aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dan diberikan pendidikan yang memadai dalam
rangka menggapai pendidikan yang sempurna yakni kecerdasan hati dan kehalusan ruh. Dua yang tersebut terakhir ini,
selama ini luput tidak memperoleh perhatian hampir oleh semua penyelengggara pendidikan termasuk pesantren. Hal ini
terbukti para lulusan cukup lumayan dalam menguasai ilmu, akan tetapi ilmu itu tidak dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ilmu hanya sebatas teori tapi tidak bisa menjelma sebagai sikap hidup positif atau kepribadian.
3. Jika bangsa indonesia ingin berhail dalam pendidikan maka empat faktor yang diurakan diatas harus memperoleh
perhatian yang memadai. ( Qomari Anwar,2002)
Menurut Rahmat Ismail (dalam Khozin, 2006) bahwa ada beberapa hal yang perlu dibangun dan diperbaiki kembali dalam
pendidikan supaya dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu:
Pertama : Rekontruksi paradigma, dengan mengganti paradigma yang lama dengan paradigma baru, bahwa konsep
pendidikan yang benar harus selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Rekontruksi ini
diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi pendidikan Islam, yakni keluar dari belenggu
dikotomi ilmu pengetahuan, keluar dari sistem pendidikan yang doktrinir dan otoriter, terlepas dari penyimpangan
profesionalitas pendidik.
Kedua : Memperkuat landasan moral. Kita melihat pengaruh dari globalisasi yang telah menimpa Indonesia, moral barat
dengan mudahnya masuk ke dalam negari ini dan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia, Maka sangat urgen sekali
kalau moral para praktisi pendidikan Islam dibangun dan dibentuk dengan kokoh, supaya tidak terpengaruh dengan
budaya barat tersebut.
Ketiga : Menguasai lebih dari dua bahasa.
Keempat : Menguasai komputer dan berbagai program dasarnya.
Kelima : Pengembangan kompetensi kepemimpinan.
Engkoswara (2001), secara sadar ataupun tidak, nyata dan diyakini oleh semua orang yang bergama bahwa
membicarakan paradigma pendidikan nasional Indonesia hendaknya secara jelas mencakup hal-hal berikut ini :
1. Hubungan antara manusia dengan Tuhan penciptanya, sehingga tercipta praktek beragama dalam kehidupan
sehari-hari
2. Hubungan manusia dengan dirinya yang dicerminkan dalam berbagai etika, akhlak dan ilmu kependudukan
lainnya.
3. Hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya, sehingga tercipta kehidupan yang tidak merusak
ekosistem lingkungan.
4. Hubungan anatar sesama manusia tetapi terkosentrasi pada sistem nilai yang sangat terbatas.
Sistem pendidikan yang dianut di Indonesia adalah system pendidikan dari barat yang menekankan aspek fisiknya dan
pemberdayaan otak, namun hampa dan kering dalam wilayah ruhani. Perlu adanya keseimbangan antara aspek fisik dan
aspek spiritual. Kurikulum yang diterapkanpun mestinya memuat pendidikan karakter.
Di dalam bangsa yang kuat, terdapat karakter yang kuat. Demikianlah pemeo yang menggambarkan betapa karakter
merupakan suatu aset yang tak ternilai harganya dalam membangun suatu negara dan bangsa. Lihat saja, Jepang.
Karakter ‘Samurai’ yang penuh integritas dan penuh semangat juang telah menjadikan Jepang bangsa yang besar dan
selalu berhasil bangkit dari berbagai malapetaka: mulai dari bom atom sampai gempa bumi.
Oleh karena itu, pembangunan karakter (character building) merupakan suatu keniscayaan apabila kita di Indonesia ingin
bermetamorfosa dari sebuah negara dan bangsa yang sering dirundung masalah (seperti korupsi) menjadi bangsa yang
besar di pentas dunia. Di sinilah, sektor pendidikan dapat memainkan peran strategis.
Nah, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, khazanah pemikiran Islam secara logis tentu merupakan
sumber yang kaya untuk memberikan kontribusi berharga bagi perumusan formula pendidikan character building. Adapun
salah satu pemikir dunia Islam yang banyak memberikan perhatian pada isu tersebut adalah Ibnu Miskawaih (932 M –
1030 M).
Sebagaimana dikemukakan oleh Prof Suwito dalam disertasinya di UIN bertajuk Spiritualitas Pendidikan Akhlak (2004), Ibn
Miskawaih adalah seorang filsuf Islam yang menemukan doktrin jalan tengah (The Golden Mean) dalam pendidikan
karakter. Sudah lama John Locke telah mengemukakan konsep empirisismenya yang mengasumsikan manusia sebagai
4. tabula rasa alias kertas putih bersih yang karakternya menunggu untuk diisi oleh pengajaran dari luar. Kemudian, Arthur
Schopenhauer menggagas konsep nativisme yang beranggapan karakter manusia itu tergantung pada bakat bawaan di
dalam dirinya.
Miskawaih telah meretas jalan tengah dengan mengatakan karakter manusia itu dibentuk oleh faktor dasar (nativisme)
dan faktor ajar (empirisisme). Selanjutnya, dalam bahasa Miskawaih, karakter itu disebut sebagai akhlak. Sesuai dengan
doktrin jalan tengah Miskawaih, pendidikan akhlak atau character building bertujuan membentuk akhlak yang bersifat
tengah-tengah alias adil dan seimbang. Maksudnya, pendidikan akhlak mesti secara serasi membentuk komponen-
komponen akhlak dalam diri manusia sehingga manusia (baca: anak didik) dapat menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Melihat pendapat Ibnu Miskaweh tersebut, karakter atau akhlak bisa diupayakan lewat pendidikan. Dan pelaksanaan
pendidikan karakter merupakan harga mati yang harus dilakukan oleh pemerintah agar karakter lulusan menjadi baik dan
mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Qomari, Prof. Dr, Reorientasi Pendidikan dan Profesi Keguruan, Uhamka Press, Jakarta : 2002
http://www.dikti.kemendiknas.go.id
http://www.riaumandiri.net
http://pendidikan.anekanews.com/2011/02/sistem-pendidikan-di-indonesia.html
Ramayulis, Prof. Dr. Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta : 2002
Wibawa, Basuki, Prof. Dr. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Kertajaya Duta Media, Surabaya :2005