SlideShare a Scribd company logo
1 of 86
Download to read offline
UNIVERSITAS INDONESIA



PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR
  DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING




                    TESIS

                    Buku I




              Aryo Hendrawan W.K.
                   0906651271




              FAKULTAS TEKNIK
 PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR
                    DEPOK
                 JANUARI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA




 PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR
   DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING




                                  TESIS
                                    Buku 1
 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah seminar


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur




                          Aryo Hendrawan W.K.
                               0906651271




                 FAKULTAS TEKNIK
    PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR
         PROGRAM STUDI PERANCANGAN KOTA
                       DEPOK
                    JANUARI 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah yang Maha Esa karena karunia dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Arsitektur. Saya menyadari bahwa dalam pencapaian ini tidak mungkin
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai
pada penulisan tesis. Oleh karena itu, sepatutnya saya mengucapkan terima kasih
kepada nama-nama berikut:

   1. Ir. Evawani Ellisa, M.Eng, Ph.D selaku dosen pembimbing pertama yang
       telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
       dalam penulisan tesis ini.
   2. Ir. Achmad Hery Fuad, M.Eng selaku dosen pembimbing kedua yang telah
       menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
       penulisan tesis ini.
   3. Bapak Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D, Bapak Anthony
       Sihombing, M.Sc, Ph.D., dan Bapak M. Ridwan Kamil, ST., MUD sebagai
       Penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam
       sidang.
   4. Pihak Pemerintah Kota Bogor dalam hal ini Bappeda Kota Bogor dan
       Dinas P2B Kota Bogor yang telah memberi berbagai data dan masukan
       yang diperlukan.
   5. Kedua orang tua, adik dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan
       moral dan spiritual;
   6. Shanti, Nayunda, dan Adin yang selalu memberi semangat dalam segala
       hal.
   7. Anindya Fitriyanti dan Berlinda yang sudah menjadi teman diskusi yang
       menyenangkan dan mencerahkan.
   8. Semua teman pada program pasca sarjana angkatan 2009, 2009 ½, 2010,
       dan 2011 terutama yang bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan



                                     vi                   Universitas Indonesia
thesis pada semester ini yaitu Mbak Nina, Mbak Arum, Mbak Dian, Mbak
       Endang Yurio, Cynthia, serta Mbak Asdiani.

Akhir kata, saya berharap Allah yang Maha Esa dapat membalas kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan dapat berkontribusi terhadap perkembangan Kota Bogor menjadi
kota yang lebih baik.




                                                       Depok, Januari 2012

                                                                     Penulis




                                    vii                 Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama           : Aryo Hendrawaan W.K.
Program Studi : Pascasarjana Dept. Arsitektur Program Studi Perancangan Kota
Judul          : Penataan    Kembali      Kawasan     Paledang-Bogor     Dengan
               Pendekatan Experience Farming


Kelestarian Kebun Raya Bogor kini semakin tertekan oleh pesatnya pembangunan
di kawasan sekitarnya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ini, maka
diperlukan sebuah upaya untuk membentuk buffer zone berupa wujud fisik
maupun buffer berupa kegiatan edukasi di sekitar Kebun Raya.

Perancangan kawasan buffer zone tersebut salah satunya adalah di daerah
Paledang, salah satu contact point antara Kebun Raya Bogor dengan kawasan
sekitarnya. Perancangan kawasan ini menggunakan konsep Experience Design.
Experience design ini dilihat sebagai alternatif cara pandang baru terhadap upaya
penyebarluasan kesadaran pelestarian lingkungan.

Dalam proses desain, ditemukan lima keunikan kawasan yaitu curah hujan yang
sangat tinggi, keberadaan kebun raya itu sendiri, keindahan bentang alam,
keadaan topografi, dan kehadiran pekarangan. Keunikan kawasan ini kemudian
dipadukan dengan penerapan lima indera manusia sebagai pemicu terjadinya suatu
pengalaman bersentuhan dengan alam. Penerapan konsep ini dihadirkan melalui
konsep experience farming yang dituangkan dalam wujud zona farming serta zona
greening. Konsep ini juga akan digunakan untuk membentuk legibility kawasan.

Kata kunci: farming, edukasi experience, topografi, pekarangan, kebun raya,
Bogor




                                   viii                    Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name     : Aryo Hendrawaan W.K.
Program : Urban Design
Title    : Redesign Paledang Area in Bogor using Experience Farming Approach

The environment quality of Bogor Botanical Garden is hardly affected by the
development of its surrounding area. An effort is needed to prevent the condition
become even worse. One of the effort is to provide a buffer zone in the form of
physical and educational activity surrounding its periphery.

One area that will be functioned as the buffer zona is Paledang area, one of the
contact point between Bogor Botanical Garden and its surrounding. The designing
of this area is using experience design approach. Experience design is seen as a
new perspective on the education of natural awareness.

In the design process, there are five uniqueness of this urban area. These are the
high amount of rain, the presence of the Bogor Botanical Garden itself, the beauty
of landscape, and the presence of pekarangan. These uniqueness then mixed
together with the aplication of five human senses as the triggers of the experience
gaining. The application of this concept is presented through experience farming
concept that is divided into two zone those are farming and greening. This
experience farming concept also used to form the legibility of the area.




Keywords: : farming, experience, topography, pekarangan, botanical garden,
Bogor




                                        ix                     Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

Halaman Judul
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
 1.2. Permasalahan ............................................................................................ 4
 1.3. Pertanyaan Perancangan ........................................................................... 4
 1.4. Tujuan Perancangan ................................................................................. 5
 1.5. Manfaat Perancangan ............................................................................... 6
 1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 6
 1.7. Metode Penelitian ..................................................................................... 7
   1.7.1. Pengetahuan Faktual .............................................................................. 7
   1.7.2. Pengetahuan Deontik ............................................................................. 8
   1.7.3. Pengetahuan Konseptual ........................................................................ 8
   1.7.4. Pengetahuan Instrumental ...................................................................... 9
   1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori ...................................................................... 9
 1.8.    Epistemic Freedom ................................................................................ 10
BAB II EXPERIENCE FARMING ...................................................................... 11
 2.1    Perkembangan Masyarakat Perkotaan .................................................... 14
 2.2    Experience .............................................................................................. 15
   2.2.1. Meaning........................................................................................... 16
   2.2.2. Peran Indera dalam Experience ....................................................... 20
   2.2.3. Experience Economy ...................................................................... 22
   2.2.4. Experience Design .......................................................................... 24
 2.3    Urban Farming ....................................................................................... 30
   Urban Farming dan Lifestyle ......................................................................... 34
 2.4    Experience Farming ............................................................................... 37
 2.5    Preseden .................................................................................................. 41
   2.5.1. Marina Barrage Singapore .............................................................. 41
   2.5.2. Guangming Smartcity ..................................................................... 44
   2.5.3. Huangbaiyu dan Dongtan Eco-city ................................................. 49
BAB III KEBUN BOTANI................................................................................... 53
BAB IV TINJAUAN LOKASI ............................................................................. 59
 4.1. Tinjauan Lokasi dalam Konteks Kota Bogor ......................................... 59
   4.1.1. Sejarah Kota Bogor ......................................................................... 59
   4.1.2. RTRW Kota Bogor 2031 ................................................................ 65
 4.2. Tinjauan Kebun Raya Bogor .................................................................. 66


                                                    x                                   Universitas Indonesia
4.2.1. Sejarah Kebun Raya Bogor ............................................................. 66
    4.2.2. Kebun Raya Bogor Saat Ini............................................................. 67
    4.2.3. Kondisi di Dalam Kebun Raya Bogor ............................................ 69
    4.2.4. Kondisi di Sekitar Kebun Raya Bogor ............................................ 70
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 71
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 72




                                                         xi                              Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon.
Kanan: Logo Earth Hour ....................................................................................... 12
Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu ..................................................... 16
Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi ......................................................... 17
Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences .............................................. 18
Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience ............................... 19
Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi .................................................... 23
Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore ............................. 41
Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya .............................. 42
Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg) ............... 42
Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage................. 43
Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage ............................ 43
Gambar 12 Farm land can be found on the roofs of the circular towers .............. 45
Gambar 13 View Lychee Orhcard sebagai filter polusi ....................................... 47
Gambar 14 Masterplan Guangming Smartcity (Sumber: Lim, 2010).................. 48
Gambar 15 Artist-render Dongtan Eco-city di China .......................................... 49
Gambar 16 Rumah di Desa Huangbaiyu .............................................................. 50
Gambar 17 Eden Project ...................................................................................... 56
Gambar 18 Program untuk generasi muda di Eden Project ................................. 57
Gambar 19 Event musik berjudul Eden Session .................................................. 57
Gambar 20 Foto Kelelawar (kiri) dan Burung (kanan) di Kebun Raya Bogor .... 62
Gambar 21 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69
Gambar 22 Suasana di taman teratai Kebun Raya ............................................... 69
Gambar 23 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69
Gambar 24 Suasana lapangan di depan Kafe Dedaunan ...................................... 69
Gambar 25 View ke Istana Bogor dari dalam KRB ............................................. 69
Gambar 26 Suasana taman bunga di KRB ........................................................... 69
Gambar 27 Bunga Bangkai, salah satu ciri khas Kebun Raya Bogor .................. 69
Gambar 28 Warga yang berekreasi di pinggir danau ........................................... 69



                                                 xii                               Universitas Indonesia
Gambar 29 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 30 Gedung LIPI Jl. Ir. H. Juanda............................................................ 70
Gambar 31 Pintu masuk II Kebun Raya Bogor ................................................... 70
Gambar 32 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 33 Museum Zoologi Bogor .................................................................... 70
Gambar 34 Trotoar sebagai tempat mangkal delman .......................................... 70
Gambar 35 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 36 Suasana di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor .......................... 70




                                                xiii                       Universitas Indonesia
1




                        BAB I PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Kebun Raya Bogor adalah salah satu kebun botani yang berada di bawah
pengelolaan LIPI. Di antara kebun raya lainnya, Kebun Raya Bogor ini menjadi
kebun raya satu-satunya di Indonesia yang terletak di tengah kota. Oleh karena
itu, keterkaitan antara kebun raya dan kota yang melingkupinya menjadi sesuatu
yang menarik untuk dibahas.

Kebun Raya Bogor sejatinya didirikan untuk keperluan ilmiah yaitu sebagai
kebun konservasi botani oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, sejarah
pendirian Kebun Raya Bogor ini sudah dimulai sejak masa Prabu Siliwangi yaitu
dengan didirikannya Hutan Samida untuk keperluan menjaga kelestarian
lingkungan dan tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan Samida
inilah yang dijadikan sebagai modal awal pendirian kebun botani oleh pemerintah
Belanda. Selain Belanda, pemerintah kolonial Inggris juga memiliki peran yang
sentral dalam pembangunan kebun raya ini melalui Gubernur Jenderal Thomas
Stamford Raffles. Setelah masa penjajahan, pengelolaan Kebun Raya Bogor ini
berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam perkembangannya, keberadaan Kebun Raya Bogor ini seolah semakin
terancam kelestariannya dengan pesatnya pembangunan di kawasan sekitarnya.
Pembangunan yang berlangsung di kawasan sekitar ini seolah bertolak belakang
dengan visi konservasi yang merupakan tujuan berdirinya Kebun Raya Bogor.
Akibatnya kelestarian beberapa spesies flora dan fauna di kebun raya terganggu.
Spesies fauna yang terganggu misalnya adalah beberapa spesies burung dan
kelelawar. Kedua fauna ini tadinya memiliki habitat di sekitar Kebun Raya Bogor,
namun kini habitatnya terganggu dengan semakin berkurangnya pepohonan dan
tingginya polusi di sekitar Kebun Raya Bogor yang merupakan habitat asli
mereka.




                                                           Universitas Indonesia
2




Terganggunya spesies kelelawar dan burung ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kelestarian tanaman koleksi kebun raya. Hal ini
dikarenakan kedua fauna tersebut yaitu burung dan kelelawar tadi turut andil
dalam proses penyerbukan yang diperlukan tumbuhan untuk bereproduksi dan
mempertahankan kelestarianya. Dikhawatirkan, kelestarian tanaman dapat
terganggu dengan keadaan tersebut.

Selain dampak tidak langsung, kelestarian flora juga terancam secara langsung.
Beberapa tanaman yang berada di perbatasan Kebun Raya dengan daerah luar
mengalami perubahan fisiologis akibat tingginya tingkat pencemaran di sekitar
Kebun Raya Bogor ini.1 Beruntung kondisi tersebut saat ini baru terjadi di daerah
yang berada di sekitar pagar Kebun Raya Bogor saja. Namun apabila
pembangunan di sekitar Kebun Raya Bogor ini tidak dikendalikan, bisa saja
pencemaran akan berpengaruh terhadap bagian tengah kebun raya ini yang pada
akhirnya akan mengganggu kegiatan konservasi secara keseluruhan.

Keberadaan kebun raya yang terletak di tengah kota ini juga perlu dikritisi dalam
hal hubungannya dengan kawasan sekitarnya. Salah satu hal yang menarik untuk
dikritisi adalah lemahnya hubungan dan aksesibilitas antara daerah luar dengan
daerah dalam Kebun Raya Bogor. Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini
terjadi baik secara fungsional maupun secara visual.

Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini seakan sebuah ironi dengan visi kebun
raya yang ingin menyebarluaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup. Visi ini
seolah tidak sejalan dengan penerapannya di lapangan. Sebagai kebun raya yang
terletak di tengah kota, mungkin konsep konservasi yang dipegang oleh pengelola
sebaiknya lebih fleksibel. Sehingga dari sudut pandang masyarakat sekitar, Kebun
Raya Bogor tidak hanya menjadi kebun konservasi yang bersifat pasif di tengah




1
 Interview dengan Ir. Rismita Sari, MSc. Kepala Sub Bagian Jasa dan Informasi Pusat Konservasi
Tumbuhan-Kebun Raya Bogor pada 24 Oktober 2011



                                                                     Universitas Indonesia
3




kota namun juga aktif menumbuhkan minat, pengetahuan dan kesadaran tentang
upaya pelestarian lingkungan di kalangan masyarakat.

Kebun Raya Bogor yang lebih memiliki sifat sebagai sesuatu yang pasif,
memerlukan sisi aktif untuk memperkaya upaya edukasi lingkungan yang
diembannya. Kebun Raya Bogor memerlukan suatu kegiatan yang dapat
mendorong siapa saja yang ingin memperoleh pengetahuan tentang alam untuk
secara aktif belajar langsung dari alam itu sendiri. Keaktifan memperoleh
pengetahuan ini diharapkan dapat lebih mendorong kesadaran masyarakat untuk
mencintai lingkungannya.

Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan ini erat
kaitannya dengan perolehan pengalaman bersentuhan langsung dengan alam.
Pengalaman (experience) ini penting untuk dihadirkan agar pesan yang
disampaikan dapat lebih meresap dan dapat menjadi gaya hidup bagi masyarakat.

Dalam perkembangan akhir-akhir ini, experience kerap digunakan terutama dalam
bidang marketing. Marketing berbasis experience saat ini telah digunakan oleh
perusahaan dengan brand-brand ternama seperti Apple, Walt Disney, Harley-
Davidson, dan masih banyak lagi. Penerapan marketing berbasis experience ini
terbukti sukses untuk menumbuhkan minat dan kecintaan pengguna terhadap
produk mereka. Bahkan beberapa produk tidak hanya menghadirkan pengguna
setia namun juga pengguna fanatik seperti Apple dengan Cult of Apple2-nya.

Menarik untuk melihat dan mencoba mengambil pelajaran tentang bagaimana
brand-brand tersebut berhasil menghadirkan experience bagi penggunanya.
Dengan mempelajari konsep dan penerapan experience ini diharapkan akan
muncul suatu cara pandang baru. Cara pandang baru terhadap bagaimana kita
mempromosikan makna dari alam sebagai sesuatu yang harus dicintai dan

2
 Cult of Apple adalah sebutan untuk pengguna setia produk-produk Apple. Mereka juga kerap
disebut Apple Fanboy atau juga Apple Evangelist. (sumber: http://bit.ly/931li8 diunduh pada 24
Desember 2011 )



                                                                       Universitas Indonesia
4




diperjuangkan. Cara pandang baru ini diperlukan karena tidak hanya marketing
produk yang harus menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup masyarakat,
upaya pelestarian alam juga harus up-to-date sesuai dengan perkembangan gaya
hidup masyarakat.


1.2.      Permasalahan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perancangan ini ada beberapa
permasalahan yang akan diangkat, yaitu:

1.     Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di Kebun Raya Bogor sebagai
       akibat pembangunan kota yang tidak serasi dengan visi kebun raya.
2.     Eksklusifitas kebun raya yang membatasi akses secara fungsi maupun visual
       antara bagian dalam kebun raya dan daerah sekitarnya. Hal ini adalah salah
       satu sebab rendahnya kesadaran masyarakat Bogor tentang upaya pelestarian
       yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor.
3.     Upaya pelestarian lingkungan tidak menyesuaikan dengan perubahan gaya
       hidup yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyampaian pesan
       pelestarian menjadi tidak up-to-date dan tidak sesuai lagi dengan gaya hidup
       masyarakat saat ini.



1.3.      Pertanyaan Perancangan

Hal yang menjadi pertanyaan perancangan Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor
ini adalah:

1.     Bagaimana kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dapat menjadi kawasan
       edukasi lingkungan bagi semua lapisan masyarakat untuk memperkuat makna
       dan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani? Jika peran tersebut
       kini mulai luntur, maka apa upaya yang dapat dilakukan untuk
       mengembalikan makna keberadaan Kebun Raya Bogor tersebut?




                                                              Universitas Indonesia
5




2.     Bagaimana pendekatan promosi upaya pelestarian lingkungan yang lebih
       tepat untuk kasus Kebun Raya Bogor? Apakah media yang sesuai? Hal ini
       berguna untuk menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup yang terjadi
       pada masyarakat, terutama masyarakat kota yang perkembangan gaya
       hidupnya sangat cepat.
3.     Bagaimana caranya agar teknik yang dilakukan oleh brand dalam
       menciptakan experience dapat kita terapkan pada desain ruang kota?
       Pengetahuan tentang keberhasilan brand dalam mengarahkan perkembangan
       gaya hidup ini dapat kita pergunakan untuk menumbuhkan kesadaran
       pelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan alami.
4.     Bagaimana pengaruh keadaan alam dalam pembentukan karakter kota? Kota
       Bogor memiliki keadaan alam yang unik dan spesial, apakah hal ini dapat
       dijadikan penguat karakter?



1.4.      Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:

     1. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang dapat mengembangkan
          kawasan sekitar Kebun Raya Bogor sebagai kawasan pelengkap edukasi
          lingkungan hidup dan ilmu botani untuk semua lapisan masyarakat
          bersama Kebun Raya Bogor itu sendiri.
     2. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang bisa memperkuat
          karakter Kota Bogor yang dipengaruhi oleh keberadaan Kebun Raya
          Bogor.




                                                              Universitas Indonesia
6




1.5.      Manfaat Perancangan

Manfaat dari perancangan Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:

1.     Penelitian dan perancangan ini akan menjadi masukan tentang bagaimana
       rancangan perkotaan yang bisa mendukung kegiatan edukasi dan penelitian
       ilmiah di Kebun Raya Bogor dan sekitarnya.
2.     Penelitian dan perancangan ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
       Pemerintah Kota Bogor tentang potensi Kebun Raya Bogor dan kawasan
       sekitarnya yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan pendidikan ilmu
       pengetahuan di Kota Bogor.
3.     Penelitian dan perancangan ini bermanfaat untuk menemukan konsep
       „promosi‟ pelestarian lingkungan yang lebih up-to-date untuk menumbuhkan
       kesadaran pelestarian lingkungan.

1.6.      Ruang Lingkup

Lingkup perancangan adalah penataan kembali kawasan sekitar Kebun Raya
Bogor khususnya daerah Paledang sebagai salah satu kawasan yang memiliki
pintu masuk Kebun Raya Bogor. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
Experience Farming yang merupakan pengembangan dari konsep Experience
Design.

     1. Experience design erat kaitannya dengan bidang marketing. Namun pada
          pembahasan kali ini, saya akan lebih menekankan kepada penerapan
          experience dalam bidang desain produk penataan kota.
     2. Asumsi pada penelitian dan perancangan ini didasarkan kepada Rancangan
          Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031.




                                                            Universitas Indonesia
7




1.7.       Metode Penelitian

Secara umum, metode penelitian yang dipakai adalah case studies. Menurut
Robert Yin, case study adalah: “A case study is an empirical inquiry that
investigates a contemporary phenomenon within its real-life context, especially
when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident.”
Metode case study ini dipilih karena memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1)
fokus kepada satu atau beberapa kasus, yang dipelajari dalam konteks kehidupan
nyata, 2)kapasitasnya untuk menjelaskan hubungan sebab akibat, 3)pentingnya
pengembangan teori pada tahap penelitian dan perancangan, 4)kemampuannya
mewadahi beberapa sumber dan bukti-bukti, 5)kemampuannya membuat teori
umum (generalisir).

Selanjutnya, kita perlu untuk mendapatkan pengetahuan perancangan dengan
berpedoman kepada apa yang disampaikan oleh Horst Rittel. Pengetahuan
perancangan yang diperlukan adalah:

1.7.1. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang menjadi
kasus? Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan faktual, antara lain:

       a. Melakukan pengamatan langsung ke kawasan sekitar Kebun Raya Bogor
          dengan berpedoman kepada the Image of the City3 dan Urban Design
          Elements4.
       b. Mengumpulkan data-data kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, baik berupa
          gambar maupun data statistik yang terdiri atas:
              Peta perkembangan kawasan dari masa lampau hingga saat ini;
              Peta zoning peruntukan lahan;


3
    Image of the City (Lynch, ) terdiri dari: node, path, edge, district, dan landmark.

4
  Urban Design Elements (Shirvani, 1985) terdiri dari Land Use, Building Form and Massing,
Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage, dan
Preservation.



                                                                              Universitas Indonesia
8




          Peta jaringan transportasi;
          Data kependudukan;
          Peta Rencana Tata Ruang Wilayah eksisting (2008)
          Peta Rencana Tata Ruang Wilayah rencana (2011-2031)
   c. Melakukan pemetaan (mapping) terhadap hasil pengamatan dan
      pengumpulan data agar dapat terlihat hubungan yang terjadi di antara
      elemen-elemen tersebut.

1.7.2. Pengetahuan Deontik

Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang seharusnya
terjadi? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan deontik adalah:

Melihat kondisi yang seharusnya dapat terjadi di sekitar Kebun Raya Bogor
berdasarkan potensi dan kesempatan yang ada serta menjelaskan latar belakang
mengapa kondisi tersebut merupakan kondisi yang seharusnya (ideal).

1.7.3. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mempertanyakan dan menjawab: Apa yang dimaksud
dengan kasus itu? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan konseptual
adalah:

   a. Mempelajari konsep experience design serta kebun botani beserta
          perkembangan maknanya.
   b. Mempelajari tentang edukasi terkait dengan Kebun Raya Bogor.
   c. Mempelajari dan melihat hubungan antara konsep experience design
          dengan gaya hidup manusia urban (urban lifestyle).
   d. Mempelajari sejarah dan budaya tradisional Bogor.
   e. Mempelajari berbagai preseden mengenai pengembangan kawasan kota
          sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan perancangan
          kawasan wisata ilmiah.




                                                               Universitas Indonesia
9




1.7.4. Pengetahuan Instrumental

Pengetahuan instrumental mempertanyakan dan menjelaskan: Bagaimana cara
memperoleh suatu kondisi tertentu, faktual menjadi deontik?

Untuk memperoleh keadaan deontik yang seharusnya terjadi, digunakan
instrumen berupa Panduan Rancangan Kota (Urban Design Guidelines) kawasan
sekitar Kebun Raya Bogor dengan pendekatan Experience Design sebagai
konsep perancangan.

1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori

Pengetahuan eksplanatori merupakan upaya untuk mencari tahu tentang:
Mengapa hal tersebut dapat terjadi atau kenapa suatu hal akan terjadi?
Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan eksplanatori adalah:

   a. Faktual – penjelasan
      Menjelaskan mengapa kawasan sekitar Kebun Raya Bogor berkembang
      seperti yang terlihat sekarang beserta permasalahannya. Mencoba
      menjelaskan kecenderungan perkembangan kawasan Kebun Raya Bogor
      di masa depan beserta potensinya.
   b. Deontik – penjelasan
      Menjelaskan mengapa dan bagaimana penerapan konsep Experience
      Design yang memungkinkan diterapkan di kawasan sekitar Kebun Raya
      Bogor untuk mencapai kondisi deontik.
   c. Instrumental – penjelasan
      Menjelaskan dan menguraikan apa saja yang bisa diatur dalam masing-
      masing instrumen, serta instrumen apa saja yang sebaiknya tercakup dalam
      Panduan Rancang Kota.




                                                         Universitas Indonesia
10




1.8.      Epistemic Freedom
  Apakah pendekatan Experience Design sesuai untuk penataan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor?




 Apakah Anda yakin bahwa pendekatan               Apakah ada prasyarat pendekatan                   Adakah efek samping dengan             Akankah kelebihan pendekatan               Apakah ada keinginan untuk mencari
 Experience Design akan berhasil dalam            Experience Design tersebut dapat               menggunakan pendekatan Experience          Experience Design melebihi                  cara lain yang lebih baik untuk
   penataan kembali kawasan sekitar              terpenuhi di kawasan sekitar Kebun             Design pada penataan kembali kawasan             kekurangannya?                        mencapai hasil yang diinginkan?
         Kebun Raya Bogor?                                  Raya Bogor?                              sekitar Kebun Raya Bogor?




Yakin, sebab:                                 Ya, ada.                                       Penerapan experience design akan         Ya, pendekatan secara experience design       Tidak
  Experience telah digunakan dalam           Perancangan kawasan sKRB melalui                menjadikan kawasan ini lebih menarik     memiliki beberapa kelebihan dan
   marketing produk-produk yang               konsep experience design memerlukan             untuk dikunjungi oleh wisatawan dan      kekurangan, yaitu:
   berhasil di masyarakat.                    kondisi sebagai berikut:                        akan menjadi tempat yang menarik
  Experience saat ini sedang menjadi           Perlu adanya lembaga yang mengelola          bagi warga untuk tinggal.                Kelebihan:
   tren marketing yang telah diterapkan           kawasan secara terpadu sehingga            Efek samping yang diperkirakan akan        Pendekatan experience design dapat
   oleh banyak perusahaan dari berbagai           upaya yang dilakukan dapat berjalan         terjadi adalah semakin tingginya arus       merespon perubahan kebudayaan yang
   bidang.                                        dengan sistematis dan tidak berjalan        wisatawan yang berkunjung ke                terjadi di kalangan masyarakat terkait
  Upaya promosi pelestarian lingkungan           sendiri-sendiri.                            kawasan ini khususnya pada akhir            ketertarikannya terhadap suatu produk.
   memerlukan sudut pandang baru agar           Perlu adanya rencana makro kawasan           pekan.                                      Produk dalam hal ini adalah
   pesan yang ingin disampaikan dapat             yang mendukung upaya penerapan             Selain itu, dengan semakin                  pengetahuan tentang pelestarian alam.
   lebih tepat sasaran.                           zona wisata ilmiah sebagai perluasan        menariknya kawasan ini sebagai           Kekurangan:
                                                  dari Kebun Raya Bogor.                      tempat tinggal akan menjadikan             Pendekatan experience design ini
                                                Pihak LIPI sebagai pengelola harus           demand akan hunian di kawasan ini           riskan mengarah kepada komoditisasi
                                                  lebih terbuka terhadap perkembangan         meningkat.                                  alam, yaitu alam sebagai sebuah
                                                  kebudayaan dalam kaitannya dengan                                                       produk harus menghasilkan
                                                  upaya penyampaian pesan pelestarian                                                     keuntungan sebesar-besarnya dengan
                                                  lingkungan.                                                                             upaya sekecil-kecilnya.




  Apakah ada cara/pendekatan lain              Apakah ada cara untuk mengadakan                 Dapatkah anda menghilangkan efek-       Apakah harapan terhadap pendekatan
 agar penataan kawasan sKRB dapat               prasyarat pendekatan Experience                    efek yang tidak diinginkan?           konsep Experience Design terlalu
              berhasil?                                     Design?                                                                      tinggi? Haruskan harapan tersebut
                                                                                                                                                    dikurangi?



 Ada, misalnya dengan pendekatan             Cara mengadakan prasyarat adalah:             Ya, dapat. Yaitu dengan cara:               Experience design dapat diterapkan
  eco-city atau sustainable urbanism.           Membuat lembaga pengelola di bawah           Membuat rencana perkiraan                  melalui beberapa tingkatan penerapan
  Namun pendekatan ini cenderung                 LIPI khusus untuk mengelola kawasan            perkembangan kawasan sekitar Kebun        dan tema. Sehingga harapan terhadap
  hanya bersifat teknis dan kurang               sekitar Kebun Raya Bogor ini.                  Raya Bogor ini untuk jangka waktu         konsep experience design ini tidak
  sesuai untuk diterapkan dalam konteks         Melibatkan institusi pendidikan di             tertentu agar perkembangannya dapat       terlalu tinggi, justru sangat realistis.
  yang membutuhkan sentuhan program              sekitar Kebun Raya Bogor dalam                 lebih dikendalikan.
  yang kuat khsusunya dalam bidang               mengelola kawasan ini.
  edukasi dan promosi.




                                                Penataan Kembali Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor dengan Pendekatan Experience Design
                                                                                                                                                                                                   Universitas Indonesia
11




                        BAB II EXPERIENCE FARMING

Experience farming adalah penggabungan konsep experience design yang menjadi
teori utama pembahasan ini dengan teori urban farming yang dijadikan sebagai
media penerapan teori experience.

Walaupun sudah menjadi perhatian dan menghasilkan beberapa deklarasi. Usaha-
usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan ini nampaknya belum berhasil
secara signifikan. Alih-alih mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dampak
kerusakan lingkungan dan perubahan iklim semakin terasa akibatnya hingga saat
ini. Hal ini dikarenakan upaya penyelamatan lingkungan tersebut belum
menyentuh dasar persoalan dari kerusakan lingkungan tersebut. Masalah
lingkungan hidup adalah masalah moral, masalah perilaku manusia. Manusia
adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.5

Dalam skala regional kepedulian untuk memulai gaya hidup yang lebih ramah
lingkungan ini sudah mulai dimiliki oleh masyarakat. Namun upaya-upaya yang
dilakukan oleh masyarakat ini kebanyakan masih sebatas kegiatan insidentil dan
seremonial saja seperti         „Hari menanam 1 milyar pohon‟ dan „Earth Hour‟.
Kegiatan-kegiatan seremonial seperti ini belum berpengaruh secara signifikan
terhadap upaya pelestarian lingkungan. Yang kita butuhkan adalah sebuah
perubahan gaya hidup yang dilakukan terus-menerus.




5
    A. Sonny Keraf. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Hal. 2



                                                            Universitas Indonesia
12




  Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon. Kanan: Logo Earth Hour
                    (sumber kiri: www.presidenri.go.id, kanan www.earthhour.org)


Selain kegiatan yang hanya bersifat seremonial, upaya pelestarian yang dilakukan
sejauh ini banyak yang terlihat kurang menarik bagi kalangan masyarakat. Cara-
cara seperti penyuluhan kepada anak-anak, atau pemasangan poster-poster
himbauan mungkin sudah tidak terlalu berdampak signifikan. Mendengar kata
penyuluhan saja benak anak-anak akan langsung ciut membayangkan mereka
akan diceramahi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga sering penyuluhan atau
upaya mempromosikan kegiatan pelestarian lingkungan tersebut tidak sampai
sasaran.

Belajar tentang lingkungan dan arti penting keberadaan alam bagi kehidupan
manusia sebaiknya (seharusnya) dilakukan langsung di alam, terlepas dari ruang
kelas. Dengan berinteraksi langsung dengan alam maka pemahaman yang didapat
akan lebih menyeluruh karena yang belajar adalah semua indera manusia. Upaya
pembelajaran ini juga terkait dengan perolehan pengalaman bagi masyarakat tidak
hanya bagi siswa yang masih duduk di bangku sekolah saja.

Aristoteles berkata "For the things we have to learn before we can do them, we
learn by doing them." Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan
melakukannya secara langsung. Hal ini juga sesuai dengan pepatah „experience is
the best teacher‟, maka cara belajar dengan membuat sebuah pengalaman akan
memiliki dampak yang lebih signifikan. David A. Kolb (1983), salah seorang
tokoh experiential learning, menyatakan bahwa “Learning is the process whereby
knowledge is created through the transformation of experience.”



                                                                        Universitas Indonesia
13




Upaya untuk menumbuhkan kesadaran melalui edukasi ini bisa dilakukan dengan
cara melibatkan langsung masyarakat terhadap usaha-usaha pelestarian alam.
Usaha-usaha pelestarian alam yang akhir-akhir ini sering terdengar dimana-mana
terbukti selalu diikuti oleh banyak orang. Ini menandakan bahwa masyarakat
memiliki antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan-kegiatan bertema pelestarian.
Namun kegiatan-kegiatan semacam ini hanya bersifat insidentil saja dan belum
sesuai dengan apa yang disampaikan Lim (2010) bahwa “Sustainable must be
accessible and applicable to the practice of everyday life.” (p.30)

Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari keseharian dan mudah diakses,
upaya edukasi lingkungan ini dapat „diinjeksi‟ ke dalam ruang kota. Ruang kota
menjadi tempat yang menarik untuk meletakkan edukasi ini karena banyak orang
beraktivitas di ruang kota atau minimal melewati suatu bagian dari kota dalam
kesehariannya. Dengan cara seperti ini diharapkan tujuan edukasi sebagai sebuah
bagian dari keseharian masyarakat akan dapat tercapai karena masyarakat
dilibatkan langsung dalam usaha penumbuhan kesadaran dan upaya pelestarian
lingkungan. Mengutip kata-kata Confucius "tell me and I will forget, show me
and I may remember, involve me and I will understand."




                                                              Universitas Indonesia
14




2.1       Perkembangan Masyarakat Perkotaan

Perkembangan dan perubahan gaya hidup ditandai dengan makin pekanya
masyarakat kota terhadap perkembangan teknologi.6 Pekanya masyarakat kota
terhadap perkembangan teknologi dapat terlihat dari penggunaan gadget
berteknologi canggih yang dapat ditemui di seluruh lapisan masyarakat. Namun di
sisi lain hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita semakin konsumtif.

Semakin konsumtifnya masyarakat tidaklah harus selalu disikapi secara skeptis.
Kita bisa mengambil pelajaran dari fenomena tersebut tentang bagaimana teknik
yang diterapkan oleh brand-brand tersebut agar bisa begitu digandrungi oleh
masyarakat atau bisa kita sebut sebagai fanatisme.

Hal yang menarik untuk dilihat dari fenomena fanatisme tersebut adalah sebab
kenapa fanatisme tersebut bisa terjadi. Fanatisme bisa terjadi salah satunya adalah
karena adanya kecocokan makna yang ada pada diri pengguna dengan makna
yang ditawarkan oleh produk seperti dikatakan oleh Diller, Shedroff, & Rhea
(2006)

          If you innovate with an eye to what is meaningful in your customers lives,
          your products and services are more likely to be adopted and retained, not
          tossed aside when the next new sensation arrives. (p.2)

Meaning yang ada di setiap produk yang sukses tersebut adalah yang menjiwai
proses terjadinya user experience. Meaning ini pula yang mempengaruhi cara
pengguna dalam berinteraksi dengan produk atau gadget yang digunakannya.
Inilah yang menjadi dasar dari sebuah meaningful experience.




6
    http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/10/14/ diunduh pada 24 Desember 2011



                                                                      Universitas Indonesia
15




2.2    Experience

Rangkaian kehidupan sehari-hari dapat kita anggap sebagai rangkaian aktivitas
yang membentuk pengalaman untuk diri kita. Pengalaman yang kita rasakan dapat
berupa kejadian-kejadian luar biasa seperti sensasi melakukan bungee jumping
atau hanya kejadian-kejadian kecil namun bermakna yang mengisi hari kita
seperti bisa merasakan segelas minuman dingin di hari yang panas. Pengalaman
lain terkait dengan sesuatu yang didesain sedemikian rupa agar menghadirkan
pengalaman pengguna yang berkesan misalnya menggunakan sebuah Macbook,
atau mengunjungi taman rekreasi seperti Dunia Fantasi.

Experience dalam terjemahan bebas ke dalam Bahasa Indonesia bisa dimaknai
sebagai pengalaman. Dalam arti katanya sendiri menurut Oxford Dictionary,
experience memiliki beberapa arti yaitu: „the knowledge or skill acquired by a
period of practical experience of something, especially that gained in a particular
profession‟ dan „an event or occurrence which leaves an impression on someone‟.

Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) experience merupakan semua proses
dimana kita menyadari akan hal tersebut dan kita terlibat di dalamnya ketika hal
tersebut terjadi. Untuk merasakan experience ini, kita perlu mengenali adanya
perubahan pada lingkungan, pada tubuh, pikiran, jiwa, atau aspek lain pada diri
kita yang bisa merasakan perubahan. Dengan kata lain yang lebih sederhana,
experience adalah sensasi perubahan.

Menurut oleh Darmer dan Sundbo (2008) experience tidak hanya sebuah produk,
namun berkaitan dengan sebuah mental process yang terjadi di dalam pikiran kita
(state of mind). Peran pikiran sangat penting dalam pencapaian experience karena
experience ini sangatlah personal. Experience yang dialami setiap orang
tergantung dengan pengetahuan dan ingatan yang sangat mempengaruhi perolehan
experience oleh orang tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Christrup (2008)
mengutip Pedersen dan Meyhoff (2004) berikut ini




                                                             Universitas Indonesia
16




       Expectations, knowledge and memories influence the experience,and „the
       filtering mechanism of the memory at the moment of perception is always
       influenced by our emotions.... Emotions are not merely a form of
       embedment in the experience of reality; they are fundamental and
       potentially colour and dominate experience or our ability to experience
       anything at all‟ (Engberg- Pedersen and Meyhoff, 2004 p. 57)

Oleh karena itu terdapat kaitan langsung antara pengalaman fisik yang dirasakan
oleh setiap orang dengan apa yang sudah ada di pikirannya seperti dikatakan oleh
Pine dan Gilmore (1999) bahwa “Each experience derives from the interaction
between the staged event and the individual‟s prior state of mind and being.”

2.2.1. Meaning

Konsepsi awal yang ada di dalam diri kita terkait dengan meaning yang kita
punya. Maka meaning adalah hal yang sentral dalam penciptaan experience ini.
Meaning secara harfiah menurut Oxford Dictionary dapat diartikan sebagai
important or worthwhile quality; purpose. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea
(2006), meaning adalah sesuatu yang mendasari semua kegiatan yang kita
lakukan.




                       Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu
                              Sumber: www.nathan.com




                                                                     Universitas Indonesia
17




Meaning adalah salah satu faktor yang kini menjadi pertimbangan orang dalam
melakukan pembelian. Orang cenderung mempertimbangkan meaning yang
dianutnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Kegiatan konsumsi yang
berdasarkan meaning ini oleh Diller, Shedroff, & Rhea (2006) sebagai meaningful
consumption.

Kini, dengan semakin berpengaruhnya meaning bagi seseorang. Perusahaan-
perusahaan mulai melakukan riset yang dalam agar produknya memiliki meaning
yang bisa diterima oleh masyarakat. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) jika
suatu perusahaan melakukan inovasi dengan memperhatikan apa meaning yang
dianut oleh penggunanya, maka produk dari perusahaan tersebut akan disukai dan
akan bertahan lama di masyarakat. Meaning ini juga sebaiknya menjadi dasar
inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan meletakkan meaning di tengah-
tengah proses inovasi ini, maka kerjasama yang dilakukan oleh setiap elemen di
perusahaan juga akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, meaning menjadi
sesuatu yang sangat penting dalam rangka menghadirkan produk yang berhasil
„mencuri hati‟ pelanggannya. Meaning inilah yang menjadi pembeda dari produk-
produk yang berhasil dengan yang kurang berhasil.



                                                        innovation

                                                        meaning




                           Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi
            Sumber: terjemahan ke bentuk diagram dari Diller, Shedroff, & Rhea (2006)


Untuk menerapkan meaning ini menjadi sebuah produk yang dapat diminati oleh
konsumen, maka meaning ini harus didesain sedemikian rupa. Desain suatu
produk yang mengadopsi meaning ini diterapkan dengan menerjemahkan meaning




                                                                         Universitas Indonesia
18




tersebut ke dalam experience untuk mencapai desain experience yang bermakna.
Proses desain meaningful experiences ini dapat dilihat pada diagram berikut ini.


       Finding                  Choosing the           Shaping a            Refining a      Deliver
    Opportunities                Experience             Concept              Concept        Meaning
    for Meaning




   Defining Understanding       Define Define    Product Brand
                                                                  Prototype Positioning     Offering
  the Market Customers          Scope Framework Concepts Concepts




                            Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences
                               sumber: Diller, Shedroff, & Rhea (2006)


Selanjutnya, kita akan membahas langkah kedua dari desain meaningful
experience ini yaitu yang berkaitan dengan experience yang akan diberikan
kepada pengguna. Sesuai dengan diagram di atas, terdapat dua hal yang harus
dilakukan untuk memilih experience. Experience inilah yang akan menghasilkan
meaning yang akan diterima oleh pengguna.

Experience memiliki empat tingkat keterlibatan yang digambarkan melalui
diagram berikut ini. Sumbu horizontal menggambarkan tingkat partisipasi
pengguna, partisipasi pasif berarti pengguna tidak secara langsung terlibat dan
mempengaruhi jalannya suatu pertunjukan. Contoh partisipasi pasif adalah ketika
kita menghadiri acara pagelaran musik. Sedangkan partisipasi aktif adalah ketika
pengguna dapat mempengaruhi jalannya sebuah pertunjukan. Contoh partisipasi
aktif misalnya adalah bersepeda mengelilingi kota.

Sumbu vertikal menggambarkan tingkat hubungan antara pengguna dengan
lingkungan tempat experience tadi berlangsung. Absorption berarti membawa
experience ke pikiran pengguna, sedangkan Immersion berarti pengguna yang



                                                                            Universitas Indonesia
19




menjadi bagian baik secara fisik maupun hanya sebatas visual dari sebuah
pengalaman.


                                       Absorption




                     Entertainment             Education
              Passive                                                 Active
         Participation
                              Esthetic         Escapist               Participation




                                        Immersion



                    Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience
                                Sumber: Pine & Gilmore, 1996


Keempat tingkat keterlibatan pengguna dalam suatu experience secara lebih detail
akan dijelaskan menurut Pine & Gilmore (1999) melalui uraian berikut ini
berdasarkan derajat keterlibatannya.

Entertainment adalah bentuk experience yang paling sederhana. Entertainment ini
terjadi ketika pengguna secara pasif menyerap pengalaman yang ada melalui
indera-indera mereka. Hal ini contohnya terjadi ketika menyaksikan pertunjukan,
mendengarkan musik, atau membaca. Entertainment ini adalah bentuk experience
yang paling populer dan familiar di kalangan masyarakat karena paling sederhana
diantara bentuk-bentuk experience lainnya.

Education adalah bentuk experience dimana penggunanya secara aktif menyerap
experience yang diberikan. Dalam prakteknya, kegiatan belajar harus secara aktif
melibatkan pikiran dan fisik penggunanya.




                                                                      Universitas Indonesia
20




Esthetic adalah ketika individu tenggelam dalam suatu kegiatan atau suatu
lingkungan namun dia tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan tersebut karena
esthetic termasuk ke dalam ranah partisipasi pasif.

Escapist adalah ranah yang memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap suatu
kegiatan atau pengalaman. Ketika dalam situasi escapist, orang akan merasa
tenggelam ke dalam aktivitas tersebut dan keterlibatan keadaan ini semakin dalam
dengan memungkinkannya orang ikut berperan terhadap terjadinya aktivitas pada
kegiatan tersebut. Contoh kegiatan ini adalah di taman bermain, kasino, dan
simulator.

Keempat ranah experience tersebut dapat berlangsung bersama-sama atau berdiri
sendiri tergantung tingkat keterlibatan yang diinginkan oleh perancang
experience.




2.2.2. Peran Indera dalam Experience

Dikatakan oleh John Lang (1987) dan juga oleh Gibson (1966) bahwa dalam
perolehan experience, indera memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai reseptor
sensasi dan juga sebagai pembentuk persepsi. Masing-masing indera dapat
difungsikan untuk memperoleh informasi yang berbeda yang kemudian digunakan
untuk membentuk pemahaman kita akan suatu ruang.

                             Tabel 1 Tabel Indera Sebagai Sistem Persepsi
Name          Mode      of    Anatomy        of Activity of Organ Stimuli             External
              Attention       Organ                                    Available      Information
                                                                                      Obtained
Basic         General        Mechano-            Vestibular organs     Body           Direction      of
Orienting     orientation    receptors                                 equilibrium    gravity,    being
System                                                                                pushed
Auditory      Listening      Mechano-            Cochlear organs       Orienting to   Nature        and
system                       receptors           with middle ear       sounds         locations      of
                                                 and auricle                          vibratory events
Haptic        Touching       Mechano-            Skin     (including   Exploration    Contact with the
system                       receptors    and    attachments and       of     many    earth,
                             possibly thermo-    openings), joints     kinds          mechanical
                             receptors           (including                           encounters,
                                                 ligaments),                          object shapes,



                                                                           Universitas Indonesia
21




                                              muscles (including                     material states-
                                              tendons)                               solidity        or
                                                                                     viscosity
Taste-smell   Smelling     Chemo-receptors    Nasal       cavity   Savoring          Nutritive     and
system                                        (nose)                                 biochemical
                                                                                     values
              Tasting      Chemo-receptors    Oral      activity   Savoring          Nutritive     and
                           and     mechano-   (mouth)                                biochemical
                           receptors                                                 values
Visual        Looking      Photo-receptors    Ocular mechanism     Accomodatio       Everything that
system                                        (eyes,        with   n,     paillary   can be specified
                                              intrinsic     and    adjustment,       by the variables
                                              extrinsic,      as   fixation,         of         optical
                                              related to the       convergence,      structures
                                              vestibular organs,   exploration       (information
                                              the head, and the                      about      object,
                                              whole body)                            animals,
                                                                                     motions, events,
                                                                                     and places)

   Sumber: John, Lang. Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in
                                 Environmental Design. P.91




                                                                        Universitas Indonesia
22




2.2.3. Experience Economy

Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat dunia telah memasuki sebuah era baru
dalam dunia marketing. Perkembangan masyarakat yang sangat cepat tentu tidak
bisa lagi direspon dengan teknik-teknik marketing yang sudah ada sejak ratusan
tahun yang lalu. Jaman berubah dengan cepatnya, begitu juga hubungan antara
konsumen dan produsen. Masyarakat dihadapkan kepada sebuah era baru
marketing, yaitu experience marketing.

Experience marketing adalah sebuah cara baru tentang bagaimana perusahaan
memasarkan produknya kepada konsumen. Umumnya kita mengenal hanya tiga
jenis produk yang diperjualbelikan di masyarakat, produk tersebut adalah: barang
komoditi mentah (commodities), barang olahan (goods), dan jasa (service). Kini
berkembang lagi satu jenis kegiatan yaitu kegiatan marketing experience yang
merupakan pengembangan dari kegiatan jasa.

                       Tabel 2 Perbandingan antara jenis-jenis ekonomi
  Economic        Commodities        Goods                Services            Experiences
  Offering
  Economy         Agrarian           Industrial           Service             Experience
  Economic        Extract            Make                 Deliver             Stage
  functions
  Nature of       Fungible           Tangible             Intangible          Memorable
  offering
  Key attribute   Natural            Standardized         Customized   Personal
  Method of       Stored in bulk     Inventoried          Delivered on Revealed over
  supply                             after                demand       a duration
                                     production
  Seller          Trader             Manufacturer         Provider            Stager
  Buyer           Market             User                 Client              Guest
  Factors of      Characteristics    Features             Benefits            Sensations
  demand
                          Sumber : Pine & Gilmore (1999) p.6


Walaupun hadir dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
ketiga teknik marketing lainnya, namun perkembangan experience marketing ini
cukup signifikan karena pengguna kini menginginkan nilai lebih dalam cara
mereka melakukan konsumsi.



                                                                         Universitas Indonesia
23




Pada diagram di bawah ini yang merupakan penterjemahan dari pernyataan
Darmer dan Sundbo (2008) terlihat bahwa perubahan yang terjadi adalah karena
perkembangan permintaan yang dilakukan oleh konsumen. Pada awal terjadinya
kegiatan ekonomi, pemenuhan barang adalah untuk tetap bertahan hidup. Dalam
perkembangannya, mereka menginginkan bahwa sesuatu yang mereka dapatkan
harus bisa memenuhi kebutuhan dalam hal materialism, pemenuhan pengetahuan,
dan pemecahan masalah, maka semua permintaan ini direspon dengan hadirnya
service economy. Ketika semua itu belum cukup dan konsumen meminta sesuatu
yang lebih menarik, maka hadirlah experience economy yang bisa menghadirkan
pengalaman baru dalam pemenuhan kebutuhan bagi konsumen.




                                          interesting life, experience new aspects
         Experience                          of life, be entertained, learn in an
                                                        enjoyable way



           Service                        materialism, knowledge, solving problem



            Goods                                    satisfy for survival




                       Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi
                     Sumber: diolah dari Darmer dan Sundbo (2008)


Pine & Gilmore (1999) menyatakan bahwa experience dapat digunakan oleh
perusahaan agar nilai produk yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Cara yang
ditempuh agar suatu produk biasa bisa memiliki nilai yang lebih tinggi adalah
dengan cara menambahkan experience pada bagaimana pengguna bisa
mendapatkan nilai tambah ketika menggunakan produknya.




                                                                    Universitas Indonesia
24




2.2.4. Experience Design

Experience design adalah desain yang beorientasi kepada penggunanya. Oleh
karena itu peran pengguna (user) di sini sangatlah penting. Hal ini karena dalam
merancang sebuah experience kita juga harus memahami meaning dari experience
yang akan kita hasilkan berkaitan dengan meaning yang dimiliki oleh pengguna.
Experience design sangat berkaitan dengan identitas dan personal meaning yang
dimiliki oleh seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diller, Shedroff, &
Rhea (2008), “We may still want economic value, status, identity, and emotional
ties, but we want them within an overall meaning or set of meaning that are
exactly right for us.”

Menurut Shedroff (2004), proses perolehan experience itu dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar yaitu attraction, engagement, dan conclusion. Perolehan
experience ini dapat dijadikan sebagai dasar dari experience design. Dengan
memahami bagaimana experience dirasakan oleh individu, maka diharapkan
experience yang dirancang juga dapat berhasil menyesuaikan dengan meaning
yang ada di individu tersebut.




                         attraction   engagement   conclusion




Attraction

Attraction penting dalam sebuah perancangan experience. Attraction inilah yang
mengawali sebuah proses experience. Sesuai dengan uraian sebelumnya dari Pine
& Gilmore (1996) attraction ini terkat dengan kesan atau impresi yang pertama
didapatkan oleh orang. Lebih lanjut Shedroff (2004) menyatakan bahwa attraction
dapat berupa kognitif, visual, auditory, atau rangsangan-rangsangan lain yang
diterima oleh indera kita.




                                                            Universitas Indonesia
25




Engagement

Bagian penting berikutnya dari sebuah experience design adalah engagement
(pelibatan). Engagement ini adalah experience itu sendiri. Dalam penerapannya,
engagement harus terlihat berbeda dengan lingkungan sekitarnya agar experience
dapat menjadi perhatian bagi orang yang mengalaminya.

Conclusion

Conclusion atau kesimpulan adalah bagian terakhir dari sebuah experience design.
Menurut Shedroff (2004) conclusion dapat hadir dalam berbagai bentuk, namun
pada intinya dia harus memberikan suatu resolusi bagi orang yang mengalaminya.
Resolusi yang dihasilkan adalah melalui meaning, cerita, atau aktivitas lain yang
dapat memperkuat kesenangan dalam menikmati pengalaman tersebut. Terkadang
experience hadir tanpa akhir yang jelas. Hal ini mengakibatkan orang yang
mengalami suatu pengalaman merasa bingung dan merasa tidak terpuaskan
tentang emosi dan impresi yang telah mereka dapatkan dari awal. Oleh karena itu,
untuk menghindari kondisi tanpa akhir ini, conclusion harus benar-benar
dirancang agar pengunjung mampu mendapatkan sesuatu dari pengalaman yang
telah dialaminya tadi.

Extension




          attraction     engagement      conclusion             extension




Bagian keempat ini adalah bagian yang bisa membuat sebuah pengalaman
bertahan lebih lama atau menjembatani dengan experience lainnya. Jika akan
dihubungkan dengan pengalaman lain sebagai rangkaian, setiap pengalaman tetap
harus memiliki conclusion masing-masing sebelum berpindah ke pengalaman
lain. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan interpetasi informasi yang telah didapat



                                                             Universitas Indonesia
26




pada saat fase engagement. Pengalaman yang bergabung dengan pengalaman
lainnya ini akan menghasilkan sebuah conclusion yang lebih besar sehingga akan
dihasilkan pula makna yang lebih besar.




          attraction          engagement        conclusion


                                    extension                         conclusion


                       attraction      engagement        conclusion




Pendefinisian yang lebih detail mengenai prinsip-prinsip penerapan experience
design dikemukakan oleh Pine & Gilmore (1999) berikut ini:

   Theme the experience
   Harmonizing impression with positive cues
   Eliminate negative cues
   Mix in memorabilia
   Engage all five senses

Kelima hal ini dapat kita kelompokkan sesuai dengan kelompok besar yang telah
dirumuskan oleh Shedroff (2004) tadi menjadi kombinasi prinsip-prinsip
perancangan experience design berikut ini




                                                                      Universitas Indonesia
27




                  Tabel 3 Tabel Kombinasi Prinsip-prinsip Experience Design
   Prinsip           Prinsip               Aspek
 menurut           experience              Kunci           Detail Aspek Kunci
 Shedroff         design Pine &          Experience        Experience Desain
   (2004)        Gilmore (1999)            Design
Attraction      Theme the              Triggers     Senses: Taste, Sight, Sound,
                 experience                           Smell, Touch
                Harmonize                           Cognitive: Concepts, Symbol
                 impression with        Breadth      Product, Services, Brand,
                 the positive cues                    Nomenclature,
                                                      Channel/Environment,
                                                      Promotion, Price
Engagement      Engage all five        Interaction  Static, Passive, Active,
                 senses                               Interactive
                Eliminate              Duration     Initiation, Immersion,
                 negative effects                     Conclusion, Continuation
                                        Intensity    Reflex, Habit, Engagement
Conclusion
                                                           Meaning, Status, Emotion,
Extension       Mix in                 Significance
                                                            Price, Function
                 memorabilia

              Sumber: diolah dari Shedroff (2004) dan Pine & Gilmore (1999)


Penjelasan masing-masing prinsip perancangan oleh Pine & Gilmore (1999)
adalah sebagai berikut

Theme the Experience

Prinsip pertama adalah merancang dengan membuat pemisahan experience
berdasarkan tema tertentu (tematik). Dengan membuat experience sesuai dengan
tema tertentu, experience tadi akan lebih mudah dicapai oleh pengguna. Hal ini
karena keterbatasan indera kita dalam mengolah informasi, maka informasi yang
diberikan secara tematis akan lebih mudah membangkitkan sensasi pada tiap
pengguna.

Dalam arsitektur, perancangan dengan memisahkan experience ini                        dapat
dilakukan dengan pengelompokkan fungsi ruang berdasarkan kelompok fungsi
tertentu. Selain itu, tema dalam rancangan juga bisa diaplikasikan dengan



                                                                       Universitas Indonesia
28




penggunaan warna, tekstur, dan material yang berbeda untuk menunjukkan kesan
tertentu.

Harmonize impression with the positive cues

Prinsip     kedua   dari   penerapan   experience   ini   adalah   dengan   cara
mengahrmonisasikan kesan (impression) yang didapat dengan informasi-
informasi yang positif. Kesan atau impression ini adalah experience yang akan
dibawa (the take away experiencei) oleh pengguna. Kesan ini adalah hal yang
dirasakan pengunjung ketika mengalami suatu experience yang telah kita rancang
sebelumnya. Impression yang dirasakan oleh pengunjung adalah ketika mereka
bisa merasakan sesuatu seperti “Pengalaman itu membuat saya merasa ...” atau
“Pengalaman itu seperti...” (Pine & Gilmore, 1999). Imrpession ini adalah sesuatu
yang penting dalam experience creation karena hal ini adalah hal yang pertama
kali ditangkap oleh orang yang menjadi sasaran perancangan experience yang kita
buat. Kesan atau impresi inilah yang menentukan apakah orang tersebut akan
melanjutkan perolehan experience setelah merasakan kesan yang dirasakan.

Menurut Pine & Gilmore (1999) mengutip pernyataan Carbone (2004) bahwa
kesan ini dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu mechanics dan humanics.
Mechanics adalah kesan yang melibatkan indera kita dalam bentuk setting fisik
seperti gambar, rekaman suara, aroma, landscaping, dll. Sedangkan humanics
adalah hal-hal yang timbul dari keberadaan orang (pegawai) dalam berinteraksi
dengan pengunjung.

Eliminate Negative Cues

Untuk merancang experience yang baik tidak hanya diperlukan perhatian kepada
hal-hal yang positif saja. Perancang experience juga harus memperhatikan dan
menghilangkan hal-hal yang bisa mengganggu proses perolehan experience.




                                                            Universitas Indonesia
29




Mix in memorabilia

Memorabilia atau biasa kita sebut sebagai souvenir menjadi salah satu prinsip
penting dalam penerapan experience design. Memorabilia ini dapat dijadikan
media untuk mengingat dan memperpanjang experience. Orang membeli
memorabilia ini sebagai bukti (tangible artifacts) dari suatu pengalaman yang
telah dialaminya (Pine & Gilmore, 1996). Dengan adanya memorabilia ini, orang
akan dapat mengingat kembali suatu pengalaman yang pernah dialaminya dulu,
sehingga impresi atau kesan ketika merasakan pengalaman tersebut dapat diingat
kembali.

Engage all five senses

Hal terakhir yang dapat dilakukan dalam merancang experience yang berhasil
adalah dengan cara melibatkan semua panca indera. Hal ini karena semakin
banyak indera yang dilibatkan maka pengalaman yang didapat akan semakin kaya
dan experience tersebut akan lebih mudah diingat (Pine & Gilmore, 1996).




                                                          Universitas Indonesia
30




Ada banyak kegiatan yang bisa menjadi media penerapan experience design
tersebut salah satunya adalah urban farming. Urban farming ini dirasa cocok
sebagai media penerapan experience design karena bisa mengaplikasikan aspek-
aspek experience design. Misalnya ketika kita berkebun maka semua indera akan
bekerja (engage all five sense), selain itu ada durasi ketika kita melakukan
kegiatan berkebun. Maka, selanjutnya akan dibahas mengenai urban farming dan
aplikasi experience design.

2.3    Urban Farming

Dalam perkembanganya, ketika peradaban manusia memasuki masa industrial,
jarak yang memisahkan konsumen dan produsen pangan semakin jauh karena
pertanian yang memakan lahan yang luas harus diusahakan di luar daerah kota.
Akibat industrialisasi, pertanian semata-mata dianggap sebagai komoditi industri.
Hubungan yang terjadi antara manusia, makanan, dan produsen (petani) berubah
dari hubungan sosial-budaya menjadi hanya sebatas hubungan perdagangan.
Manusia tidak merasa perlu untuk mengetahui darimana dan bagaimana makanan
yang hadir di meja makannya berasal.

Dampak selanjutnya dari adanya pemisahan produsen dan konsumen ini
menyebabkan manusia kehilangan kontak kepada alamnya. Konsumen dalam hal
ini masyarakat kota tidak bisa merasakan apa yang terjadi kepada lahan pertanian,
tempat makanan mereka berasal. Mereka juga tidak tahu bahwa pertanian sangat
terpengaruh oleh perubahan iklim dan pemanasan global yang kondisinya
semakin buruk saat ini. Suatu keadaan yang penyebab utamanya adalah gaya
hidup konsumtif yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat kota.

       The consequence of this disassociation is that we, as consumers, are not
       seeing the clear effects of climate change and energy shortage on food
       production. (Lim, 2010) p.15




                                                            Universitas Indonesia
31




Lebih jauh, adanya pemisahan antara manusia dengan alam ini semakin
memperburuk keadaan kerusakan alam yang terjadi selama ini. Menurut Naess
(1980) kerusakan alam dan pencemaran lingkungan yang menimpa manusia saat
ini secara tragis dilakukan juga oleh manusia juga sebagai pelaku utamanya.
Lebih lanjut Naess menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah
moral, masalah perilaku manusia. Sehingga penyelesaian masalah kerusakan
lingkungan bukan hanya persoalan teknis belaka, manusia sebagai pelaku dan
korban harus menjadi titik awal penyelesaian persoalan ini.

           The severance of man from nature – the essential achievement of
           modernity – has left us in danger of forgetting what, deep down, it means
           to be human. 7 (Steel, 2009) p.239

Penyelesaian permasalahan lingkungan tersebut tidak bisa hanya melalui
penyelesaian secara teknis. Seperti diungkapkan bahwa penyelesaian masalah ini
bisa dilakukan salah satunya dengan mengembalikan ikatan yang sempat terlepas
antara manusia dengan alamnya.

           What is needed is not so much a technological revolution as a mental one:
           a recognition that, once we lose our vital bond with nature, we too are
           lost. Our most urgent mission must be to regain a sense of that bond.8
           (Steel, 2009)

Kita perlu untuk memikirkan cara agar ikatan antara manusia dengan alamnya
tersebut kembali terbangun. Untuk melaksanakan visi ini, kita memerlukan alat
untuk mencapai visi tersebut. Urban farming dapat kita jadikan sebagai alat untuk
mewujudkan kembali ikatan yang sempat terputus itu. Urban farming diyakini




7
    Steel, Carolyn. P.239

8
    Steel, Carolyn. P.239



                                                                Universitas Indonesia
32




memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk menghubungkan kembali
manusia dengan alamnya.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai urban farming, kita perlu membahas
definisi dari urban farming terlebih dahulu. Praktek urban farming yang
dikembangkan oleh banyak pihak dengan tujuan yang berbeda ini menghasilkan
definisi yang berbeda pula. Pertama pengertian urban farming yang digunakan
oleh United Nations Development Programme (UNDP), urban farming adalah:

       An industry that produces, processes and markets food and fuel, largely in
       response to the daily demand of consumers within a town, city, or
       metropolis, on land and water dispersed throughout the urban and peri-
       urban area, applying intensive production methods, using and reusing
       natural resources and urban wastes, to yield a diversity of crops and
       livestock. (Smit, Ratta & Nasr, 1996)

Definisi lain dicetuskan oleh Andre Viljoen (2006) yaitu Continuous Productive
Urban Landscapes (CPULs). Konsep ini menganggap urban farming dapat
berfungsi sebagai ruang terbuka yang produktif dalam bidang ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Menurut Viljoen, urban farming (CPULs) juga dapat
berkontribusi untuk memperindah wajah kota.

       Continuous Productive Urban Landscapes (CPULs) will be open
       landscapes productive in economical and sociological and environmental
       terms. They will be placed within an urban-scale landscape concept
       offering the host city a variety of lifestyle advantages and few, if
       any,unsustainable drawback. (p.11)

Menurut Crawford (2011), urban farming memiliki beberapa manfaat yaitu
menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat, dapat
memperkuat ikatan masyarakat, dapat membawa masyarakat kembali merasakan
alam, melestarikan tradisi dan budaya tradisional, mengedukasi anak-anak tentang
makanan dan makan, menyediakan produk pertanian berkualitas tinggi, dan yang


                                                           Universitas Indonesia
33




terakhir adalah menawarkan kenikmatan dan keindahan sebagai bagian dari proses
menanam dan menikmati makanan.9

Urban farming ini sebenarnya bukan sebuah konsep yang baru dalam bidang
pertanian atau perkotaan. Konsep urban farming seperti sudah dibahas di awal tadi
sudah diterapkan pada perkotaan di Sumeria pada tahun 3000 SM. Selanjutnya
pada masa perang dunia pertama, urban farming juga banyak diterapkan di kota-
kota di Eropa sebagai respon atas langkanya bahan pangan dan minimnya lahan
pertanian karena banyak lahan pertanian dikonversi menjadi pabrik senjata. Pada
waktu Perang Dunia Pertama tujuan utama penerapan urban farming adalah untuk
memberi makan penduduk yang mengalamai kesulitan pangan.

                                             Pada era setelah 1960an, kisah sukses
                                             penerapan urban farming terjadi di
                                             Kuba. Penerapan urban farming di
                                             Kuba     ini    menurut     sejarahnya
                                             dikarenakan oleh adanya embargo
                                             yang dilakukan oleh Uni Soviet
                                             kepada Kuba. Sehingga pasokan
bahan makanan, minyak, dan benda-benda komoditas lainnya terhambat.
Menyikapi kondisi ini, pemerintah dan rakyat Kuba bahu-membahu menerapkan
urban farming untuk memasok kebutuhan pangan mereka. Penerapan urban
farming di Kuba ini menjadi satu-satunya urban farming yang didukung oleh
pemerintah, salah satu buktinya adalah dengan membentuk departemen khusus
yang membidangi masalah urban farming ini.

Dalam beberapa tahun belakangan ini urban farming berkembang sangat pesat.
Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya penerapan urban farming baik dari sisi
kualitas maupun kuantitas. Kemajuan urban farming ini bisa dilihat dari dua


9
 Crawford, Margaret. „Productive Urban Environment‟ in Ecological Urbanism by Mohsen
Mostafavi. 2011



                                                              Universitas Indonesia
34




faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Kedua faktor ini seakan menjadi
katalis cepatnya perkembangan urban farming dewasa ini.

Faktor pendorong kemajuan urban farming ini adalah kemajuan teknologi
pertanian yang memungkinkan pertanian dapat dilakukan dengan cara
intensifikasi yang lebih maju. Salah satu hasil perkembangan teknologi ini adalah
adanya pertanian hidroponik dan aeroponik. Kedua metode pertanian ini
memungkinkan pertanian diusahakan dalam lahan yang sempit atau bahkan tanpa
menggunakan lahan sekalipun. Metode pertanian ini juga memungkinkan
pertanian diusahakan secara vertikal, hal ini merupakan jawaban atas debat yang
dilontarkan oleh kalangan real estate bahwa pertanian yang mengambil lahan
secara luas sangat tidak menguntungkan secara ekonomi.

Sedangkan yang menjadi faktor penarik kemajuan urban farming adalah semakin
mendesaknya pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan terutama bagi warga
kota. Menurut UNFPA pada tahun 2030 nanti, sekitar 5 miliar penduduk dunia
akan tinggal di daerah perkotaan.10 Di lain sisi, dunia kini mengalami penurunan
produksi pangan antara 20 hingga 40 persen karena kekeringan yang
berkepanjangan. Urban farming menjadi salah satu alternatif untuk menjawab
permasalahan ini.

Urban Farming dan Lifestyle

Menurut Hoyos (2010) saat ini kita seolah berada pada sebuah titik balik tentang
kesadaran terhadap masalah lingkungan dan tentang pelestarian alam. Kita juga
mengalami perubahan tentang cara kita memaknai hubungan kita dengan alam
dan lingkungan, dari hubungan eksploitasi dan dominasi menjadi sebuah




10
  J. Moncrieffe et al., „UNFPA State of the world population 2008 Report‟. United Nations
Population Fund, New York, 2008.



                                                                 Universitas Indonesia
35




hubungan belajar kembali kepada alam dan adanya upaya-upaya baru
menghubungkan kembali bangunan dengan lingkungan alami.11

Fenomena „back to nature‟ yang kini menjadi tren gaya hidup masyarakat kota
merupakan celah bagi masuknya kegiatan edukasi lingkungan. Edukasi
lingkungan ini berguna agar gaya hidup ramah lingkungan atau yang lebih dikenal
dengan green lifestyle tersebut tidak hanya menjadi gaya hidup insidentil dan
hanya menjadi marketing gimmick, namun benar-benar menjadi bagian dari
keseharian kehidupan kita.

Diungkapkan oleh P. Nasoetion, aktivis Jaringan Hijau Mandiri, bahwa
perbincangan tentang perubahan iklim sudah bukan lagi monopoli para aktivis
lingkungan namun sudah mulai akrab dengan masyarakat. Lebih lanjut, Nasoetion
menyatakan bahwa telah mulai tumbuh kesadaran masyarakat secara global
khususnya di        negara-negara maju        untuk    mulai    mengoreksi,      kemudian
mengadakan perubahan mendasar dalam semua pola pandang serta gaya hidup
yang selama ini dipraktekkan, khususnya dalam berinteraksi dengan alam
lingkungannya.

Lim (2010) menyatakan bahwa gaya hidup berkelanjutan ini harus bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari
keseharian    dan    mudah      diakses,   upaya      edukasi   lingkungan      ini   dapat
dikombinasikan dengan ruang publik kota. Jika urban farming dapat
dikombinasikan dengan ruang publik kota, maka hal ini akan seperti kata pepatah
„sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui‟. Selain produktif dan dapat
digunakan sebagai sarana pendidikan, urban farming juga dapat digunakan
sebagai sarana urban recreation.




11
  Dr. Carlos Alberto Montana Hoyos. „Reconnecting with Nature‟. On FuturArc 4th quarter 2010
vol. 19



                                                                    Universitas Indonesia
36




Kebutuhan warga kota akan sebuah urban recreation ini relevan dengan keadaan
masyarakat urban yang semakin butuh akan hadirnya ruang publik, seperti
diungkapkan Zukin (1998) bahwa “The (urban) lifestyle bring more pressure on
public space, including parks and art museums.”12

Urban recreation ini merupakan wadah self expression dan perkumpulan-
perkumpulan kelompok yang terjadi secara spontan. Bentuk urban recreation
dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam bentuk taman kota, public
square, atau sarana-sarana hiburan seperti gedung pertunjukan seni.

           If we are to deliver a sustainable built environment, we must create places
           that people will value and to which they can connect emotionally.13

           The urban landscape that we human share with ecological systems and
           plant and animal habitat forms our identity as individuals and becomes
           the image of the city.14

Hubungan manusia dengan lingkungan secara emosional ini penting untuk
diciptakan. Karena dengan adanya hubungan emosional ini, maka manusia akan
merasa memiliki dan menjaga lingkungannya secara sukarela. Setelah itu, dengan
adanya hubungan yang terbangun antara manusia-lingkungan ini maka akan
timbul apa yang disebut sebagai image of the city.




12
  Urban lifestyles: Diversity and standardisation in spaces of consumption Sharon Zukin Urban
Studies; May 1998; 35, 5/6; ProQuest Sociology p. 825

13
 Schwartz, Martha. 2011. Ecological Urbanism and the Landscape. In Ecological Urbanism by
Mohsen Mostafavi. P.524

14
     Ibid. p.254



                                                                    Universitas Indonesia
37




Setelah membahas mengenai experience dan urban farming, maka dapat
dirumuskan konsep experience farming yang akan menjadi pedoman desain.


2.4    Experience Farming

Experience yang memiliki banyak pengertian secara
singkat dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang terjadi
pada diri kita akibat adanya rangsangan yang datang dari
luar tubuh dan diterima melalui reseptor pada indera kita
untuk kemudian membentuk impresi yang ada di pikiran
kita. Experience yang dialami oleh setiap orang tentu
berbeda-beda karena salah satu faktor yang mempengaruhi perolehan experience
adalah kondisi mula individu tersebut sebelum terlibat dalam suatu experience.

Kondisi mula tiap individu ini dapat berbeda terkait dengan meaning atau makna
yang ada pada tiap-tiap individu. Meaning ini tentunya berbeda-beda tergantung
dengan kebudayaan, gaya hidup, dan kondisi lingkungan sekitar. Meaning
terbentuk sejak anak-anak, sehingga faktor yang mempengaruhi pembentukan
meaning tadi sangat penting untuk diperhatikan sejak masa anak-anak.

Meaning ini dalam dunia ekonomi terutama marketing kini adalah salah satu
alasan masyarakat dalam melakukan konsumsi. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea
(2006), konsumsi yang didasari oleh meaning yang dianut oleh masyarakat ini
disebut dengan meaningful consumption.

Melihat kondisi ini, menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) masyarakat ternyata
telah masuk ke dalam tingkatan yang lebih maju dalam melakukan konsumsi.
Dahulu kegiatan konsumsi hanya didasari oleh pemenuhan kebutuhan untuk
bertahan hidup yang diwujudkan dengan konsumsi barang (goods). Lalu
berkembang menjadi konsumsi untuk menyelesaikan suatu masalah atau
memberikan suatu layanan yang diwujudkan dengan konsumsi jasa (service). Kini
konsumsi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan cara baru dalam



                                                            Universitas Indonesia
38




mengkonsumsi barang, mendapatkan kehidupan yang lebih menyenangkan, dan
merasa bangga dalam menggunakan barang, semua ini diwujudkan dengan
konsumsi pengalaman (experience).

Pengalaman inilah yang coba saya padukan dengan kegiatan berkebun. Kegiatan
berkebun ini dalam hipotesa awal saya adalah kegiatan yang mampu melibatkan
semua indera yang ada pada diri kita seperti saya coba gambarkan melalui gambar
berikut ini.




Kegiatan berkebun ini tentu berlangsung dalam suatu ruang dan waktu tertentu.
Pada kegiatan berkebun ini juga terdapat trigger, breadth, interaction, duration,
intensity dan significance seperti yang diungkapkan oleh Shedroff (2004) dalam
subbab sebelumnya.

Selain itu, kegiatan berkebun ini juga berpotensi untuk dikembangkan melalui
konsep experience     yang prinsip-prinsipnya telah dibahas pada subbab
sebelumnya. Jika kita kaitkan dengan prinsip experience menurut Pine & Gilmore
(1999) misalnya, penerapannya menjadi:




                                                           Universitas Indonesia
39




    Prinsip Experience Menurut        Penerapan Pada Kegiatan Berkebun
       Pine & Gilmore (1999)
Theme the experience                  Pengelompokkan tanaman berdasarkan
                                      klasifikasi          tertentu,        misalnya
                                      berdasarkan spesies, genus, atau famili.
                                      Bisa juga berdasarkan sense yang
                                      dihasilkan misalnya berdasarkan aroma,
                                      warna, atau tekstur.
   Harmonizing      impression   with Pengalaman       berkebun        ini     harus
   positive cues                      diserasikan dengan pembentukan ruang
                                      berkegiatan yang dapat mendukung
                                      kegiatan      ini.      misalnya       dengan
                                      mengkhususkan beberapa area sebagai
                                      tempat berkebun.
   Eliminate negative cues            Hal-hal negatif dalam berkebun harus
                                      dihindari misalnya kekurangan air,
                                      serangan hama, gangguan orang-orang
                                      yang tidak bertanggung jawab.
   Mix in memorabilia                 Tanaman atau buah hasil panen dapat
                                      dijadikan       memorabilia.            Ketika
                                      melakukan konsumsi buah hasil panen
                                      tersebut diharapkan akan ada sensasi
                                      proses yang dirasakan oleh individu
                                      tersebut.
   Engage all five senses             Melibatkan      semua        indera     dalam
                                      kegiatan berkebun.




                                                             Universitas Indonesia
40




Perolehan experience yang sebenarnya sudah ada pada kegiatan berkebun ini
dapat diperkuat dengan penerapan prinsip-prinsip experience yang sudah dibahas.
Hal ini diharapkan dapat memiliki dampak yang baik bagi kedua belah pihak.
Alam mendapat kebaikan dengan menjadi semakin lestari dan manusia juga
memperoleh manfaat dari experience yang didapatnya.

Kegiatan berkebun tersebut memiliki dua buah makna yaitu makna tangible dan
intangible. Maksud tangible adalah ketika kegiatan tersebut bisa berdampak
langsung kepada pemenuhan kebutuhan fisik seperti pemenuhan kebutuhan akan
bahan pangan, penghijauan lingkungan, penyerapan air hujan ke dalam tanah, dan
masih banyak lagi. Sedangkan intangible adalah sesuatu yang berkaitan dengan
perolehan experience pada orang yang melakukan kegiatan tersebut, selain itu
kegiatan berkebun ini juga merupakan manifestasi dari semangat untuk memaknai
hubungan kita dengan alam, dan yang paling penting adalah dengan kegiatan
berkebun diharapkan akan terjadi perubahan gaya hidup terkait cara manusia
memandang alamnya.

Pengalaman inilah yang saya tawarkan dalam konsep experience farming.
Pengalaman yang menawarkan meaning tertentu namun juga bisa mempengaruhi
meaning yang akan diperoleh oleh tiap individu. Meaning yang didapat dari
pengalaman merasakan bibit ditanam, memelihara tanamann, melihat tumbuhnya
tanaman di pekarangan, dan pada akhirnya menikmati semua upaya yang telah
dilakukan dari awal dalam kegiatan yang dikenal dengan nama panen.

Dari kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat belajar kembali dari alam bahwa
ada hubungan yang cukup lama terputus. Hubungan yang dahulu berupa
hubungan belajar dan menghargai lalu berubah menjadi hubungan penggunaan
dan eksploitasi berlebihan. Kini seperti dikatakan oleh Hoyos (2010) bahwa
hubungan manusia dengan alam kini seolah berada pada titik balik, dari hubungan
eksploitasi dan dominasi menjadi hubungan belajar dan upaya untuk
menghubungkan kembali lingkungan alam dan lingkungan binaan manusia.




                                                          Universitas Indonesia
41




2.5       Preseden

Preseden yang akan dibahas berikut ini adalah preseden yang saya rasa dapat
menunjukkan penerapan experience dan perancangan kota yang menganut
sustainability (yang merupakan induk dari urban farming). Preseden tersebut
adalah:

      -   Marina Barrage di Singapore, mewakili penerapan konsep experience ke
          dalam ruang publik kota.
      -   Guangming Smartcity, merupakan konsep penerapan urban farming dan
          sustainability ke dalam desain ruang kota.
      -   Dongtan Eco-city dan Huangbaiyu sebagai penerapan sustainabilty yang
          tidak berhasil.

Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam masing-masing preseden
tersebut.

2.5.1. Marina Barrage Singapore

Marina Barrage yang terletak di Marina Bay Singapore adalah salah satu contoh
proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian
masyarakat tentang pelestarian lingkungan. Keunikan dari proyek ini adalah
kemampuannya untuk tampil sesuai fungsinya sebagai fasilitas pengolahan air di
namun bisa juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan ruang publik bagi
masyarakat.




          Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore (sumber: www.pub.gov.sg)




                                                                           Universitas Indonesia
42




                  Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya
                           Sumber: singaporemind.blogspot.com


Di Marina Barrage ini juga terdapat beberapa keunggulan difungsikannya fasilitas
ini sebagai „Sustainable Singapore Gallery‟ dimana terdapat beberapa penerapan
prinsip sustainability. Dengan melihat penerapan prinsip sustainability pada
fasilitas ini diharapkan warga Singapore juga dapat menerapkannya masing-
masing.




              Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg)


Dari preseden Marina Barrage ini dapat diambil pelajaran bahwa upaya edukasi
kepada masyarakat dapat dipromosikan dengan cara yang menarik. Salah satunya



                                                                      Universitas Indonesia
43




dengan menghadirkan ruang tempat masyarakat bisa beraktifitas menikmati
suasana sekitar yang juga atraktif sebagai tempat berkegiatan. Selain itu,
pengelola juga sering mengadakan acara-acara yang mampu mengundang warga
kota untuk datang dan mengikuti acara tersebut. Acara yang diadakan ini tidak
selalu acara yang berhubungan langsung dengan pelestarian lingkungan.
Pelestarian lingkungan dapat dijadikan sebagai pesan yang terselubung dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut.




               Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage
                                 (sumber: asiagreen.com)




                  Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage
                                  (sumber: app.ww.sg)




                                                                         Universitas Indonesia
44




2.5.2. Guangming Smartcity

 Lokasi                    Shenzen, China
 Tahun                     2007
 Klien                     Shenzen Municipal Planning Bureau
 Nilai                     US$ 1.2 Miliar
 Tipe                      Kompetisi Internasional
 Award                     Finalist
 Tim Desain                CJ Lim dan Pascal Brooner, Ed Liu, dan rekan-rekan.
 Konsultan                 Techniker (land engineer), Fulcrum (environmental +
                           sustainability engineers), KMCS (quantity surveyors), alan
                           Baxters + Assoc (transport), Urban Planning + Design
                           Institute of Shanghai

           “A smart city integrates educational, agricultural, environmental, and
           most importantly, social sustainability into the heart of the city.
           GuangMing Smart-city is a city driven by the principles of slow living,
           emphasising a happy balance in life that is firmly rooted in the twenty-first
           century.”15

Guangming Smartcity berdiri di atas lahan seluas 7,97 km2 di Shenzen, China.
Proyek ini mencoba menawarkan suatu tipologi perkotaan baru melebihi konsep
eco-city konvensional. Guangming tidak bisa dianggap sebagai sebuah kota yang
terisolasi, ia harus bisa mendukung, melengkapi, dan bertindak sebagai benih
pertumbuhan kawasan di sekitarnya. Proposal Guangming Smartcity ini didukung
oleh keberadaan infrastruktur transportasi yang efektif, menghubungkan kota ini
dengan kota-kota di sekitarnya.




15
     http://www.ucl.ac.uk/news/news-articles/0703/07032301 diunduh pada 1 November 2011



                                                                     Universitas Indonesia
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

More Related Content

Viewers also liked (8)

Berpikir ilmiah
Berpikir ilmiahBerpikir ilmiah
Berpikir ilmiah
 
Makalah berpikir ilmiah(1)
Makalah berpikir ilmiah(1)Makalah berpikir ilmiah(1)
Makalah berpikir ilmiah(1)
 
Judul mk seminar arsitektur
Judul mk seminar arsitekturJudul mk seminar arsitektur
Judul mk seminar arsitektur
 
The Experience Economy
The Experience EconomyThe Experience Economy
The Experience Economy
 
The Experience Economy
The Experience EconomyThe Experience Economy
The Experience Economy
 
teorema limit
teorema limitteorema limit
teorema limit
 
The Experience Economy - Experience Realms
The Experience Economy - Experience RealmsThe Experience Economy - Experience Realms
The Experience Economy - Experience Realms
 
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahanPermasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
 

Similar to Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesiaKbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
Jasmin Jasin
 
Proposal skripsi pendidikan geografi
Proposal skripsi pendidikan geografiProposal skripsi pendidikan geografi
Proposal skripsi pendidikan geografi
imron_akun
 
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, ItalyProposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
Khaira Al Hafi
 
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesiaKbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
Jasmin Jasin
 
Bahasa sastraindonesia
Bahasa sastraindonesiaBahasa sastraindonesia
Bahasa sastraindonesia
thantowirais
 
Proposal penelitian johan paramita 5215 07 2379
Proposal penelitian johan paramita  5215 07 2379 Proposal penelitian johan paramita  5215 07 2379
Proposal penelitian johan paramita 5215 07 2379
jepe07
 
Kbk sd 03 bahasa indonesia
Kbk sd 03 bahasa indonesiaKbk sd 03 bahasa indonesia
Kbk sd 03 bahasa indonesia
Jasmin Jasin
 

Similar to Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming (20)

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) BAHASA INDONESIA SMK
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) BAHASA INDONESIA SMKLAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) BAHASA INDONESIA SMK
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) BAHASA INDONESIA SMK
 
Pengembangan Model Desain Sistem Pembelajaran Blended
Pengembangan Model Desain Sistem Pembelajaran BlendedPengembangan Model Desain Sistem Pembelajaran Blended
Pengembangan Model Desain Sistem Pembelajaran Blended
 
Proceeding jilid 2
Proceeding jilid 2Proceeding jilid 2
Proceeding jilid 2
 
Proceeding jilid 2
Proceeding jilid 2Proceeding jilid 2
Proceeding jilid 2
 
Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesiaKbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk smp 03. bahasa & sastra indonesia
 
Buku ajar-plh-2014 feb
Buku ajar-plh-2014 febBuku ajar-plh-2014 feb
Buku ajar-plh-2014 feb
 
Doc 32
Doc 32Doc 32
Doc 32
 
Pelaksanaan Projek KurikulumMerdeka.pptx
Pelaksanaan Projek KurikulumMerdeka.pptxPelaksanaan Projek KurikulumMerdeka.pptx
Pelaksanaan Projek KurikulumMerdeka.pptx
 
Proposal skripsi pendidikan geografi
Proposal skripsi pendidikan geografiProposal skripsi pendidikan geografi
Proposal skripsi pendidikan geografi
 
Proposal ptk br
Proposal ptk brProposal ptk br
Proposal ptk br
 
Proposal ptk new
Proposal ptk newProposal ptk new
Proposal ptk new
 
proposal PTK
proposal PTKproposal PTK
proposal PTK
 
LPJ HIMA PBI 21.22. CC.docx
LPJ HIMA PBI 21.22. CC.docxLPJ HIMA PBI 21.22. CC.docx
LPJ HIMA PBI 21.22. CC.docx
 
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, ItalyProposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
Proposal Sponsorship International Interdisciplinary Conference, Venice, Italy
 
IRFAN JAYA (MODUL P5).pdf
IRFAN JAYA (MODUL P5).pdfIRFAN JAYA (MODUL P5).pdf
IRFAN JAYA (MODUL P5).pdf
 
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesiaKbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
Kbk sma 03. bahasa & sastra indonesia
 
Bahasa sastraindonesia
Bahasa sastraindonesiaBahasa sastraindonesia
Bahasa sastraindonesia
 
Panduan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP Tahun 2014
Panduan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP Tahun 2014Panduan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP Tahun 2014
Panduan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP Tahun 2014
 
Proposal penelitian johan paramita 5215 07 2379
Proposal penelitian johan paramita  5215 07 2379 Proposal penelitian johan paramita  5215 07 2379
Proposal penelitian johan paramita 5215 07 2379
 
Kbk sd 03 bahasa indonesia
Kbk sd 03 bahasa indonesiaKbk sd 03 bahasa indonesia
Kbk sd 03 bahasa indonesia
 

Recently uploaded

Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Jajang Sulaeman
 
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
luqmanhakimkhairudin
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
furqanridha
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
EirinELS
 

Recently uploaded (20)

Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMASBAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
 
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docxcontoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
SISTEM SARAF OTONOM_.SISTEM SARAF OTONOM
SISTEM SARAF OTONOM_.SISTEM SARAF OTONOMSISTEM SARAF OTONOM_.SISTEM SARAF OTONOM
SISTEM SARAF OTONOM_.SISTEM SARAF OTONOM
 
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SDMateri Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
Materi Sistem Pernapasan Pada Manusia untuk kelas 5 SD
 
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
 
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
Detik-Detik Proklamasi Indonesia pada Tahun 1945
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
 

Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

  • 1. UNIVERSITAS INDONESIA PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING TESIS Buku I Aryo Hendrawan W.K. 0906651271 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JANUARI 2012
  • 2. UNIVERSITAS INDONESIA PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING TESIS Buku 1 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah seminar Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur Aryo Hendrawan W.K. 0906651271 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR PROGRAM STUDI PERANCANGAN KOTA DEPOK JANUARI 2012
  • 3.
  • 4.
  • 5.
  • 6. KATA PENGANTAR Puji syukur saya haturkan kepada Allah yang Maha Esa karena karunia dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur. Saya menyadari bahwa dalam pencapaian ini tidak mungkin tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penulisan tesis. Oleh karena itu, sepatutnya saya mengucapkan terima kasih kepada nama-nama berikut: 1. Ir. Evawani Ellisa, M.Eng, Ph.D selaku dosen pembimbing pertama yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penulisan tesis ini. 2. Ir. Achmad Hery Fuad, M.Eng selaku dosen pembimbing kedua yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penulisan tesis ini. 3. Bapak Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D, Bapak Anthony Sihombing, M.Sc, Ph.D., dan Bapak M. Ridwan Kamil, ST., MUD sebagai Penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam sidang. 4. Pihak Pemerintah Kota Bogor dalam hal ini Bappeda Kota Bogor dan Dinas P2B Kota Bogor yang telah memberi berbagai data dan masukan yang diperlukan. 5. Kedua orang tua, adik dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan moral dan spiritual; 6. Shanti, Nayunda, dan Adin yang selalu memberi semangat dalam segala hal. 7. Anindya Fitriyanti dan Berlinda yang sudah menjadi teman diskusi yang menyenangkan dan mencerahkan. 8. Semua teman pada program pasca sarjana angkatan 2009, 2009 ½, 2010, dan 2011 terutama yang bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan vi Universitas Indonesia
  • 7. thesis pada semester ini yaitu Mbak Nina, Mbak Arum, Mbak Dian, Mbak Endang Yurio, Cynthia, serta Mbak Asdiani. Akhir kata, saya berharap Allah yang Maha Esa dapat membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan dapat berkontribusi terhadap perkembangan Kota Bogor menjadi kota yang lebih baik. Depok, Januari 2012 Penulis vii Universitas Indonesia
  • 8. ABSTRAK Nama : Aryo Hendrawaan W.K. Program Studi : Pascasarjana Dept. Arsitektur Program Studi Perancangan Kota Judul : Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor Dengan Pendekatan Experience Farming Kelestarian Kebun Raya Bogor kini semakin tertekan oleh pesatnya pembangunan di kawasan sekitarnya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ini, maka diperlukan sebuah upaya untuk membentuk buffer zone berupa wujud fisik maupun buffer berupa kegiatan edukasi di sekitar Kebun Raya. Perancangan kawasan buffer zone tersebut salah satunya adalah di daerah Paledang, salah satu contact point antara Kebun Raya Bogor dengan kawasan sekitarnya. Perancangan kawasan ini menggunakan konsep Experience Design. Experience design ini dilihat sebagai alternatif cara pandang baru terhadap upaya penyebarluasan kesadaran pelestarian lingkungan. Dalam proses desain, ditemukan lima keunikan kawasan yaitu curah hujan yang sangat tinggi, keberadaan kebun raya itu sendiri, keindahan bentang alam, keadaan topografi, dan kehadiran pekarangan. Keunikan kawasan ini kemudian dipadukan dengan penerapan lima indera manusia sebagai pemicu terjadinya suatu pengalaman bersentuhan dengan alam. Penerapan konsep ini dihadirkan melalui konsep experience farming yang dituangkan dalam wujud zona farming serta zona greening. Konsep ini juga akan digunakan untuk membentuk legibility kawasan. Kata kunci: farming, edukasi experience, topografi, pekarangan, kebun raya, Bogor viii Universitas Indonesia
  • 9. ABSTRACT Name : Aryo Hendrawaan W.K. Program : Urban Design Title : Redesign Paledang Area in Bogor using Experience Farming Approach The environment quality of Bogor Botanical Garden is hardly affected by the development of its surrounding area. An effort is needed to prevent the condition become even worse. One of the effort is to provide a buffer zone in the form of physical and educational activity surrounding its periphery. One area that will be functioned as the buffer zona is Paledang area, one of the contact point between Bogor Botanical Garden and its surrounding. The designing of this area is using experience design approach. Experience design is seen as a new perspective on the education of natural awareness. In the design process, there are five uniqueness of this urban area. These are the high amount of rain, the presence of the Bogor Botanical Garden itself, the beauty of landscape, and the presence of pekarangan. These uniqueness then mixed together with the aplication of five human senses as the triggers of the experience gaining. The application of this concept is presented through experience farming concept that is divided into two zone those are farming and greening. This experience farming concept also used to form the legibility of the area. Keywords: : farming, experience, topography, pekarangan, botanical garden, Bogor ix Universitas Indonesia
  • 10. DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Permasalahan ............................................................................................ 4 1.3. Pertanyaan Perancangan ........................................................................... 4 1.4. Tujuan Perancangan ................................................................................. 5 1.5. Manfaat Perancangan ............................................................................... 6 1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 6 1.7. Metode Penelitian ..................................................................................... 7 1.7.1. Pengetahuan Faktual .............................................................................. 7 1.7.2. Pengetahuan Deontik ............................................................................. 8 1.7.3. Pengetahuan Konseptual ........................................................................ 8 1.7.4. Pengetahuan Instrumental ...................................................................... 9 1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori ...................................................................... 9 1.8. Epistemic Freedom ................................................................................ 10 BAB II EXPERIENCE FARMING ...................................................................... 11 2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan .................................................... 14 2.2 Experience .............................................................................................. 15 2.2.1. Meaning........................................................................................... 16 2.2.2. Peran Indera dalam Experience ....................................................... 20 2.2.3. Experience Economy ...................................................................... 22 2.2.4. Experience Design .......................................................................... 24 2.3 Urban Farming ....................................................................................... 30 Urban Farming dan Lifestyle ......................................................................... 34 2.4 Experience Farming ............................................................................... 37 2.5 Preseden .................................................................................................. 41 2.5.1. Marina Barrage Singapore .............................................................. 41 2.5.2. Guangming Smartcity ..................................................................... 44 2.5.3. Huangbaiyu dan Dongtan Eco-city ................................................. 49 BAB III KEBUN BOTANI................................................................................... 53 BAB IV TINJAUAN LOKASI ............................................................................. 59 4.1. Tinjauan Lokasi dalam Konteks Kota Bogor ......................................... 59 4.1.1. Sejarah Kota Bogor ......................................................................... 59 4.1.2. RTRW Kota Bogor 2031 ................................................................ 65 4.2. Tinjauan Kebun Raya Bogor .................................................................. 66 x Universitas Indonesia
  • 11. 4.2.1. Sejarah Kebun Raya Bogor ............................................................. 66 4.2.2. Kebun Raya Bogor Saat Ini............................................................. 67 4.2.3. Kondisi di Dalam Kebun Raya Bogor ............................................ 69 4.2.4. Kondisi di Sekitar Kebun Raya Bogor ............................................ 70 BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 71 Daftar Pustaka ....................................................................................................... 72 xi Universitas Indonesia
  • 12. DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon. Kanan: Logo Earth Hour ....................................................................................... 12 Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu ..................................................... 16 Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi ......................................................... 17 Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences .............................................. 18 Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience ............................... 19 Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi .................................................... 23 Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore ............................. 41 Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya .............................. 42 Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg) ............... 42 Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage................. 43 Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage ............................ 43 Gambar 12 Farm land can be found on the roofs of the circular towers .............. 45 Gambar 13 View Lychee Orhcard sebagai filter polusi ....................................... 47 Gambar 14 Masterplan Guangming Smartcity (Sumber: Lim, 2010).................. 48 Gambar 15 Artist-render Dongtan Eco-city di China .......................................... 49 Gambar 16 Rumah di Desa Huangbaiyu .............................................................. 50 Gambar 17 Eden Project ...................................................................................... 56 Gambar 18 Program untuk generasi muda di Eden Project ................................. 57 Gambar 19 Event musik berjudul Eden Session .................................................. 57 Gambar 20 Foto Kelelawar (kiri) dan Burung (kanan) di Kebun Raya Bogor .... 62 Gambar 21 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69 Gambar 22 Suasana di taman teratai Kebun Raya ............................................... 69 Gambar 23 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69 Gambar 24 Suasana lapangan di depan Kafe Dedaunan ...................................... 69 Gambar 25 View ke Istana Bogor dari dalam KRB ............................................. 69 Gambar 26 Suasana taman bunga di KRB ........................................................... 69 Gambar 27 Bunga Bangkai, salah satu ciri khas Kebun Raya Bogor .................. 69 Gambar 28 Warga yang berekreasi di pinggir danau ........................................... 69 xii Universitas Indonesia
  • 13. Gambar 29 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70 Gambar 30 Gedung LIPI Jl. Ir. H. Juanda............................................................ 70 Gambar 31 Pintu masuk II Kebun Raya Bogor ................................................... 70 Gambar 32 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70 Gambar 33 Museum Zoologi Bogor .................................................................... 70 Gambar 34 Trotoar sebagai tempat mangkal delman .......................................... 70 Gambar 35 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70 Gambar 36 Suasana di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor .......................... 70 xiii Universitas Indonesia
  • 14. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun Raya Bogor adalah salah satu kebun botani yang berada di bawah pengelolaan LIPI. Di antara kebun raya lainnya, Kebun Raya Bogor ini menjadi kebun raya satu-satunya di Indonesia yang terletak di tengah kota. Oleh karena itu, keterkaitan antara kebun raya dan kota yang melingkupinya menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas. Kebun Raya Bogor sejatinya didirikan untuk keperluan ilmiah yaitu sebagai kebun konservasi botani oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, sejarah pendirian Kebun Raya Bogor ini sudah dimulai sejak masa Prabu Siliwangi yaitu dengan didirikannya Hutan Samida untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan dan tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan Samida inilah yang dijadikan sebagai modal awal pendirian kebun botani oleh pemerintah Belanda. Selain Belanda, pemerintah kolonial Inggris juga memiliki peran yang sentral dalam pembangunan kebun raya ini melalui Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Setelah masa penjajahan, pengelolaan Kebun Raya Bogor ini berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam perkembangannya, keberadaan Kebun Raya Bogor ini seolah semakin terancam kelestariannya dengan pesatnya pembangunan di kawasan sekitarnya. Pembangunan yang berlangsung di kawasan sekitar ini seolah bertolak belakang dengan visi konservasi yang merupakan tujuan berdirinya Kebun Raya Bogor. Akibatnya kelestarian beberapa spesies flora dan fauna di kebun raya terganggu. Spesies fauna yang terganggu misalnya adalah beberapa spesies burung dan kelelawar. Kedua fauna ini tadinya memiliki habitat di sekitar Kebun Raya Bogor, namun kini habitatnya terganggu dengan semakin berkurangnya pepohonan dan tingginya polusi di sekitar Kebun Raya Bogor yang merupakan habitat asli mereka. Universitas Indonesia
  • 15. 2 Terganggunya spesies kelelawar dan burung ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelestarian tanaman koleksi kebun raya. Hal ini dikarenakan kedua fauna tersebut yaitu burung dan kelelawar tadi turut andil dalam proses penyerbukan yang diperlukan tumbuhan untuk bereproduksi dan mempertahankan kelestarianya. Dikhawatirkan, kelestarian tanaman dapat terganggu dengan keadaan tersebut. Selain dampak tidak langsung, kelestarian flora juga terancam secara langsung. Beberapa tanaman yang berada di perbatasan Kebun Raya dengan daerah luar mengalami perubahan fisiologis akibat tingginya tingkat pencemaran di sekitar Kebun Raya Bogor ini.1 Beruntung kondisi tersebut saat ini baru terjadi di daerah yang berada di sekitar pagar Kebun Raya Bogor saja. Namun apabila pembangunan di sekitar Kebun Raya Bogor ini tidak dikendalikan, bisa saja pencemaran akan berpengaruh terhadap bagian tengah kebun raya ini yang pada akhirnya akan mengganggu kegiatan konservasi secara keseluruhan. Keberadaan kebun raya yang terletak di tengah kota ini juga perlu dikritisi dalam hal hubungannya dengan kawasan sekitarnya. Salah satu hal yang menarik untuk dikritisi adalah lemahnya hubungan dan aksesibilitas antara daerah luar dengan daerah dalam Kebun Raya Bogor. Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini terjadi baik secara fungsional maupun secara visual. Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini seakan sebuah ironi dengan visi kebun raya yang ingin menyebarluaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup. Visi ini seolah tidak sejalan dengan penerapannya di lapangan. Sebagai kebun raya yang terletak di tengah kota, mungkin konsep konservasi yang dipegang oleh pengelola sebaiknya lebih fleksibel. Sehingga dari sudut pandang masyarakat sekitar, Kebun Raya Bogor tidak hanya menjadi kebun konservasi yang bersifat pasif di tengah 1 Interview dengan Ir. Rismita Sari, MSc. Kepala Sub Bagian Jasa dan Informasi Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor pada 24 Oktober 2011 Universitas Indonesia
  • 16. 3 kota namun juga aktif menumbuhkan minat, pengetahuan dan kesadaran tentang upaya pelestarian lingkungan di kalangan masyarakat. Kebun Raya Bogor yang lebih memiliki sifat sebagai sesuatu yang pasif, memerlukan sisi aktif untuk memperkaya upaya edukasi lingkungan yang diembannya. Kebun Raya Bogor memerlukan suatu kegiatan yang dapat mendorong siapa saja yang ingin memperoleh pengetahuan tentang alam untuk secara aktif belajar langsung dari alam itu sendiri. Keaktifan memperoleh pengetahuan ini diharapkan dapat lebih mendorong kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungannya. Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan ini erat kaitannya dengan perolehan pengalaman bersentuhan langsung dengan alam. Pengalaman (experience) ini penting untuk dihadirkan agar pesan yang disampaikan dapat lebih meresap dan dapat menjadi gaya hidup bagi masyarakat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, experience kerap digunakan terutama dalam bidang marketing. Marketing berbasis experience saat ini telah digunakan oleh perusahaan dengan brand-brand ternama seperti Apple, Walt Disney, Harley- Davidson, dan masih banyak lagi. Penerapan marketing berbasis experience ini terbukti sukses untuk menumbuhkan minat dan kecintaan pengguna terhadap produk mereka. Bahkan beberapa produk tidak hanya menghadirkan pengguna setia namun juga pengguna fanatik seperti Apple dengan Cult of Apple2-nya. Menarik untuk melihat dan mencoba mengambil pelajaran tentang bagaimana brand-brand tersebut berhasil menghadirkan experience bagi penggunanya. Dengan mempelajari konsep dan penerapan experience ini diharapkan akan muncul suatu cara pandang baru. Cara pandang baru terhadap bagaimana kita mempromosikan makna dari alam sebagai sesuatu yang harus dicintai dan 2 Cult of Apple adalah sebutan untuk pengguna setia produk-produk Apple. Mereka juga kerap disebut Apple Fanboy atau juga Apple Evangelist. (sumber: http://bit.ly/931li8 diunduh pada 24 Desember 2011 ) Universitas Indonesia
  • 17. 4 diperjuangkan. Cara pandang baru ini diperlukan karena tidak hanya marketing produk yang harus menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup masyarakat, upaya pelestarian alam juga harus up-to-date sesuai dengan perkembangan gaya hidup masyarakat. 1.2. Permasalahan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perancangan ini ada beberapa permasalahan yang akan diangkat, yaitu: 1. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di Kebun Raya Bogor sebagai akibat pembangunan kota yang tidak serasi dengan visi kebun raya. 2. Eksklusifitas kebun raya yang membatasi akses secara fungsi maupun visual antara bagian dalam kebun raya dan daerah sekitarnya. Hal ini adalah salah satu sebab rendahnya kesadaran masyarakat Bogor tentang upaya pelestarian yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor. 3. Upaya pelestarian lingkungan tidak menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyampaian pesan pelestarian menjadi tidak up-to-date dan tidak sesuai lagi dengan gaya hidup masyarakat saat ini. 1.3. Pertanyaan Perancangan Hal yang menjadi pertanyaan perancangan Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah: 1. Bagaimana kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dapat menjadi kawasan edukasi lingkungan bagi semua lapisan masyarakat untuk memperkuat makna dan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani? Jika peran tersebut kini mulai luntur, maka apa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan makna keberadaan Kebun Raya Bogor tersebut? Universitas Indonesia
  • 18. 5 2. Bagaimana pendekatan promosi upaya pelestarian lingkungan yang lebih tepat untuk kasus Kebun Raya Bogor? Apakah media yang sesuai? Hal ini berguna untuk menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup yang terjadi pada masyarakat, terutama masyarakat kota yang perkembangan gaya hidupnya sangat cepat. 3. Bagaimana caranya agar teknik yang dilakukan oleh brand dalam menciptakan experience dapat kita terapkan pada desain ruang kota? Pengetahuan tentang keberhasilan brand dalam mengarahkan perkembangan gaya hidup ini dapat kita pergunakan untuk menumbuhkan kesadaran pelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan alami. 4. Bagaimana pengaruh keadaan alam dalam pembentukan karakter kota? Kota Bogor memiliki keadaan alam yang unik dan spesial, apakah hal ini dapat dijadikan penguat karakter? 1.4. Tujuan Perancangan Tujuan perancangan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah: 1. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang dapat mengembangkan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor sebagai kawasan pelengkap edukasi lingkungan hidup dan ilmu botani untuk semua lapisan masyarakat bersama Kebun Raya Bogor itu sendiri. 2. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang bisa memperkuat karakter Kota Bogor yang dipengaruhi oleh keberadaan Kebun Raya Bogor. Universitas Indonesia
  • 19. 6 1.5. Manfaat Perancangan Manfaat dari perancangan Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah: 1. Penelitian dan perancangan ini akan menjadi masukan tentang bagaimana rancangan perkotaan yang bisa mendukung kegiatan edukasi dan penelitian ilmiah di Kebun Raya Bogor dan sekitarnya. 2. Penelitian dan perancangan ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada Pemerintah Kota Bogor tentang potensi Kebun Raya Bogor dan kawasan sekitarnya yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan pendidikan ilmu pengetahuan di Kota Bogor. 3. Penelitian dan perancangan ini bermanfaat untuk menemukan konsep „promosi‟ pelestarian lingkungan yang lebih up-to-date untuk menumbuhkan kesadaran pelestarian lingkungan. 1.6. Ruang Lingkup Lingkup perancangan adalah penataan kembali kawasan sekitar Kebun Raya Bogor khususnya daerah Paledang sebagai salah satu kawasan yang memiliki pintu masuk Kebun Raya Bogor. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Experience Farming yang merupakan pengembangan dari konsep Experience Design. 1. Experience design erat kaitannya dengan bidang marketing. Namun pada pembahasan kali ini, saya akan lebih menekankan kepada penerapan experience dalam bidang desain produk penataan kota. 2. Asumsi pada penelitian dan perancangan ini didasarkan kepada Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031. Universitas Indonesia
  • 20. 7 1.7. Metode Penelitian Secara umum, metode penelitian yang dipakai adalah case studies. Menurut Robert Yin, case study adalah: “A case study is an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon within its real-life context, especially when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident.” Metode case study ini dipilih karena memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1) fokus kepada satu atau beberapa kasus, yang dipelajari dalam konteks kehidupan nyata, 2)kapasitasnya untuk menjelaskan hubungan sebab akibat, 3)pentingnya pengembangan teori pada tahap penelitian dan perancangan, 4)kemampuannya mewadahi beberapa sumber dan bukti-bukti, 5)kemampuannya membuat teori umum (generalisir). Selanjutnya, kita perlu untuk mendapatkan pengetahuan perancangan dengan berpedoman kepada apa yang disampaikan oleh Horst Rittel. Pengetahuan perancangan yang diperlukan adalah: 1.7.1. Pengetahuan Faktual Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang menjadi kasus? Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan faktual, antara lain: a. Melakukan pengamatan langsung ke kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dengan berpedoman kepada the Image of the City3 dan Urban Design Elements4. b. Mengumpulkan data-data kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, baik berupa gambar maupun data statistik yang terdiri atas:  Peta perkembangan kawasan dari masa lampau hingga saat ini;  Peta zoning peruntukan lahan; 3 Image of the City (Lynch, ) terdiri dari: node, path, edge, district, dan landmark. 4 Urban Design Elements (Shirvani, 1985) terdiri dari Land Use, Building Form and Massing, Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage, dan Preservation. Universitas Indonesia
  • 21. 8  Peta jaringan transportasi;  Data kependudukan;  Peta Rencana Tata Ruang Wilayah eksisting (2008)  Peta Rencana Tata Ruang Wilayah rencana (2011-2031) c. Melakukan pemetaan (mapping) terhadap hasil pengamatan dan pengumpulan data agar dapat terlihat hubungan yang terjadi di antara elemen-elemen tersebut. 1.7.2. Pengetahuan Deontik Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang seharusnya terjadi? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan deontik adalah: Melihat kondisi yang seharusnya dapat terjadi di sekitar Kebun Raya Bogor berdasarkan potensi dan kesempatan yang ada serta menjelaskan latar belakang mengapa kondisi tersebut merupakan kondisi yang seharusnya (ideal). 1.7.3. Pengetahuan Konseptual Pengetahuan konseptual mempertanyakan dan menjawab: Apa yang dimaksud dengan kasus itu? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan konseptual adalah: a. Mempelajari konsep experience design serta kebun botani beserta perkembangan maknanya. b. Mempelajari tentang edukasi terkait dengan Kebun Raya Bogor. c. Mempelajari dan melihat hubungan antara konsep experience design dengan gaya hidup manusia urban (urban lifestyle). d. Mempelajari sejarah dan budaya tradisional Bogor. e. Mempelajari berbagai preseden mengenai pengembangan kawasan kota sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan perancangan kawasan wisata ilmiah. Universitas Indonesia
  • 22. 9 1.7.4. Pengetahuan Instrumental Pengetahuan instrumental mempertanyakan dan menjelaskan: Bagaimana cara memperoleh suatu kondisi tertentu, faktual menjadi deontik? Untuk memperoleh keadaan deontik yang seharusnya terjadi, digunakan instrumen berupa Panduan Rancangan Kota (Urban Design Guidelines) kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dengan pendekatan Experience Design sebagai konsep perancangan. 1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori Pengetahuan eksplanatori merupakan upaya untuk mencari tahu tentang: Mengapa hal tersebut dapat terjadi atau kenapa suatu hal akan terjadi? Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan eksplanatori adalah: a. Faktual – penjelasan Menjelaskan mengapa kawasan sekitar Kebun Raya Bogor berkembang seperti yang terlihat sekarang beserta permasalahannya. Mencoba menjelaskan kecenderungan perkembangan kawasan Kebun Raya Bogor di masa depan beserta potensinya. b. Deontik – penjelasan Menjelaskan mengapa dan bagaimana penerapan konsep Experience Design yang memungkinkan diterapkan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor untuk mencapai kondisi deontik. c. Instrumental – penjelasan Menjelaskan dan menguraikan apa saja yang bisa diatur dalam masing- masing instrumen, serta instrumen apa saja yang sebaiknya tercakup dalam Panduan Rancang Kota. Universitas Indonesia
  • 23. 10 1.8. Epistemic Freedom Apakah pendekatan Experience Design sesuai untuk penataan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor? Apakah Anda yakin bahwa pendekatan Apakah ada prasyarat pendekatan Adakah efek samping dengan Akankah kelebihan pendekatan Apakah ada keinginan untuk mencari Experience Design akan berhasil dalam Experience Design tersebut dapat menggunakan pendekatan Experience Experience Design melebihi cara lain yang lebih baik untuk penataan kembali kawasan sekitar terpenuhi di kawasan sekitar Kebun Design pada penataan kembali kawasan kekurangannya? mencapai hasil yang diinginkan? Kebun Raya Bogor? Raya Bogor? sekitar Kebun Raya Bogor? Yakin, sebab: Ya, ada.  Penerapan experience design akan Ya, pendekatan secara experience design Tidak  Experience telah digunakan dalam Perancangan kawasan sKRB melalui menjadikan kawasan ini lebih menarik memiliki beberapa kelebihan dan marketing produk-produk yang konsep experience design memerlukan untuk dikunjungi oleh wisatawan dan kekurangan, yaitu: berhasil di masyarakat. kondisi sebagai berikut: akan menjadi tempat yang menarik  Experience saat ini sedang menjadi  Perlu adanya lembaga yang mengelola bagi warga untuk tinggal. Kelebihan: tren marketing yang telah diterapkan kawasan secara terpadu sehingga  Efek samping yang diperkirakan akan  Pendekatan experience design dapat oleh banyak perusahaan dari berbagai upaya yang dilakukan dapat berjalan terjadi adalah semakin tingginya arus merespon perubahan kebudayaan yang bidang. dengan sistematis dan tidak berjalan wisatawan yang berkunjung ke terjadi di kalangan masyarakat terkait  Upaya promosi pelestarian lingkungan sendiri-sendiri. kawasan ini khususnya pada akhir ketertarikannya terhadap suatu produk. memerlukan sudut pandang baru agar  Perlu adanya rencana makro kawasan pekan. Produk dalam hal ini adalah pesan yang ingin disampaikan dapat yang mendukung upaya penerapan  Selain itu, dengan semakin pengetahuan tentang pelestarian alam. lebih tepat sasaran. zona wisata ilmiah sebagai perluasan menariknya kawasan ini sebagai Kekurangan: dari Kebun Raya Bogor. tempat tinggal akan menjadikan  Pendekatan experience design ini  Pihak LIPI sebagai pengelola harus demand akan hunian di kawasan ini riskan mengarah kepada komoditisasi lebih terbuka terhadap perkembangan meningkat. alam, yaitu alam sebagai sebuah kebudayaan dalam kaitannya dengan produk harus menghasilkan upaya penyampaian pesan pelestarian keuntungan sebesar-besarnya dengan lingkungan. upaya sekecil-kecilnya. Apakah ada cara/pendekatan lain Apakah ada cara untuk mengadakan Dapatkah anda menghilangkan efek- Apakah harapan terhadap pendekatan agar penataan kawasan sKRB dapat prasyarat pendekatan Experience efek yang tidak diinginkan? konsep Experience Design terlalu berhasil? Design? tinggi? Haruskan harapan tersebut dikurangi?  Ada, misalnya dengan pendekatan Cara mengadakan prasyarat adalah: Ya, dapat. Yaitu dengan cara:  Experience design dapat diterapkan eco-city atau sustainable urbanism.  Membuat lembaga pengelola di bawah  Membuat rencana perkiraan melalui beberapa tingkatan penerapan Namun pendekatan ini cenderung LIPI khusus untuk mengelola kawasan perkembangan kawasan sekitar Kebun dan tema. Sehingga harapan terhadap hanya bersifat teknis dan kurang sekitar Kebun Raya Bogor ini. Raya Bogor ini untuk jangka waktu konsep experience design ini tidak sesuai untuk diterapkan dalam konteks  Melibatkan institusi pendidikan di tertentu agar perkembangannya dapat terlalu tinggi, justru sangat realistis. yang membutuhkan sentuhan program sekitar Kebun Raya Bogor dalam lebih dikendalikan. yang kuat khsusunya dalam bidang mengelola kawasan ini. edukasi dan promosi. Penataan Kembali Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor dengan Pendekatan Experience Design Universitas Indonesia
  • 24. 11 BAB II EXPERIENCE FARMING Experience farming adalah penggabungan konsep experience design yang menjadi teori utama pembahasan ini dengan teori urban farming yang dijadikan sebagai media penerapan teori experience. Walaupun sudah menjadi perhatian dan menghasilkan beberapa deklarasi. Usaha- usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan ini nampaknya belum berhasil secara signifikan. Alih-alih mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dampak kerusakan lingkungan dan perubahan iklim semakin terasa akibatnya hingga saat ini. Hal ini dikarenakan upaya penyelamatan lingkungan tersebut belum menyentuh dasar persoalan dari kerusakan lingkungan tersebut. Masalah lingkungan hidup adalah masalah moral, masalah perilaku manusia. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.5 Dalam skala regional kepedulian untuk memulai gaya hidup yang lebih ramah lingkungan ini sudah mulai dimiliki oleh masyarakat. Namun upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat ini kebanyakan masih sebatas kegiatan insidentil dan seremonial saja seperti „Hari menanam 1 milyar pohon‟ dan „Earth Hour‟. Kegiatan-kegiatan seremonial seperti ini belum berpengaruh secara signifikan terhadap upaya pelestarian lingkungan. Yang kita butuhkan adalah sebuah perubahan gaya hidup yang dilakukan terus-menerus. 5 A. Sonny Keraf. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Hal. 2 Universitas Indonesia
  • 25. 12 Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon. Kanan: Logo Earth Hour (sumber kiri: www.presidenri.go.id, kanan www.earthhour.org) Selain kegiatan yang hanya bersifat seremonial, upaya pelestarian yang dilakukan sejauh ini banyak yang terlihat kurang menarik bagi kalangan masyarakat. Cara- cara seperti penyuluhan kepada anak-anak, atau pemasangan poster-poster himbauan mungkin sudah tidak terlalu berdampak signifikan. Mendengar kata penyuluhan saja benak anak-anak akan langsung ciut membayangkan mereka akan diceramahi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga sering penyuluhan atau upaya mempromosikan kegiatan pelestarian lingkungan tersebut tidak sampai sasaran. Belajar tentang lingkungan dan arti penting keberadaan alam bagi kehidupan manusia sebaiknya (seharusnya) dilakukan langsung di alam, terlepas dari ruang kelas. Dengan berinteraksi langsung dengan alam maka pemahaman yang didapat akan lebih menyeluruh karena yang belajar adalah semua indera manusia. Upaya pembelajaran ini juga terkait dengan perolehan pengalaman bagi masyarakat tidak hanya bagi siswa yang masih duduk di bangku sekolah saja. Aristoteles berkata "For the things we have to learn before we can do them, we learn by doing them." Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan melakukannya secara langsung. Hal ini juga sesuai dengan pepatah „experience is the best teacher‟, maka cara belajar dengan membuat sebuah pengalaman akan memiliki dampak yang lebih signifikan. David A. Kolb (1983), salah seorang tokoh experiential learning, menyatakan bahwa “Learning is the process whereby knowledge is created through the transformation of experience.” Universitas Indonesia
  • 26. 13 Upaya untuk menumbuhkan kesadaran melalui edukasi ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan langsung masyarakat terhadap usaha-usaha pelestarian alam. Usaha-usaha pelestarian alam yang akhir-akhir ini sering terdengar dimana-mana terbukti selalu diikuti oleh banyak orang. Ini menandakan bahwa masyarakat memiliki antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan-kegiatan bertema pelestarian. Namun kegiatan-kegiatan semacam ini hanya bersifat insidentil saja dan belum sesuai dengan apa yang disampaikan Lim (2010) bahwa “Sustainable must be accessible and applicable to the practice of everyday life.” (p.30) Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari keseharian dan mudah diakses, upaya edukasi lingkungan ini dapat „diinjeksi‟ ke dalam ruang kota. Ruang kota menjadi tempat yang menarik untuk meletakkan edukasi ini karena banyak orang beraktivitas di ruang kota atau minimal melewati suatu bagian dari kota dalam kesehariannya. Dengan cara seperti ini diharapkan tujuan edukasi sebagai sebuah bagian dari keseharian masyarakat akan dapat tercapai karena masyarakat dilibatkan langsung dalam usaha penumbuhan kesadaran dan upaya pelestarian lingkungan. Mengutip kata-kata Confucius "tell me and I will forget, show me and I may remember, involve me and I will understand." Universitas Indonesia
  • 27. 14 2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan Perkembangan dan perubahan gaya hidup ditandai dengan makin pekanya masyarakat kota terhadap perkembangan teknologi.6 Pekanya masyarakat kota terhadap perkembangan teknologi dapat terlihat dari penggunaan gadget berteknologi canggih yang dapat ditemui di seluruh lapisan masyarakat. Namun di sisi lain hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita semakin konsumtif. Semakin konsumtifnya masyarakat tidaklah harus selalu disikapi secara skeptis. Kita bisa mengambil pelajaran dari fenomena tersebut tentang bagaimana teknik yang diterapkan oleh brand-brand tersebut agar bisa begitu digandrungi oleh masyarakat atau bisa kita sebut sebagai fanatisme. Hal yang menarik untuk dilihat dari fenomena fanatisme tersebut adalah sebab kenapa fanatisme tersebut bisa terjadi. Fanatisme bisa terjadi salah satunya adalah karena adanya kecocokan makna yang ada pada diri pengguna dengan makna yang ditawarkan oleh produk seperti dikatakan oleh Diller, Shedroff, & Rhea (2006) If you innovate with an eye to what is meaningful in your customers lives, your products and services are more likely to be adopted and retained, not tossed aside when the next new sensation arrives. (p.2) Meaning yang ada di setiap produk yang sukses tersebut adalah yang menjiwai proses terjadinya user experience. Meaning ini pula yang mempengaruhi cara pengguna dalam berinteraksi dengan produk atau gadget yang digunakannya. Inilah yang menjadi dasar dari sebuah meaningful experience. 6 http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/10/14/ diunduh pada 24 Desember 2011 Universitas Indonesia
  • 28. 15 2.2 Experience Rangkaian kehidupan sehari-hari dapat kita anggap sebagai rangkaian aktivitas yang membentuk pengalaman untuk diri kita. Pengalaman yang kita rasakan dapat berupa kejadian-kejadian luar biasa seperti sensasi melakukan bungee jumping atau hanya kejadian-kejadian kecil namun bermakna yang mengisi hari kita seperti bisa merasakan segelas minuman dingin di hari yang panas. Pengalaman lain terkait dengan sesuatu yang didesain sedemikian rupa agar menghadirkan pengalaman pengguna yang berkesan misalnya menggunakan sebuah Macbook, atau mengunjungi taman rekreasi seperti Dunia Fantasi. Experience dalam terjemahan bebas ke dalam Bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai pengalaman. Dalam arti katanya sendiri menurut Oxford Dictionary, experience memiliki beberapa arti yaitu: „the knowledge or skill acquired by a period of practical experience of something, especially that gained in a particular profession‟ dan „an event or occurrence which leaves an impression on someone‟. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) experience merupakan semua proses dimana kita menyadari akan hal tersebut dan kita terlibat di dalamnya ketika hal tersebut terjadi. Untuk merasakan experience ini, kita perlu mengenali adanya perubahan pada lingkungan, pada tubuh, pikiran, jiwa, atau aspek lain pada diri kita yang bisa merasakan perubahan. Dengan kata lain yang lebih sederhana, experience adalah sensasi perubahan. Menurut oleh Darmer dan Sundbo (2008) experience tidak hanya sebuah produk, namun berkaitan dengan sebuah mental process yang terjadi di dalam pikiran kita (state of mind). Peran pikiran sangat penting dalam pencapaian experience karena experience ini sangatlah personal. Experience yang dialami setiap orang tergantung dengan pengetahuan dan ingatan yang sangat mempengaruhi perolehan experience oleh orang tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Christrup (2008) mengutip Pedersen dan Meyhoff (2004) berikut ini Universitas Indonesia
  • 29. 16 Expectations, knowledge and memories influence the experience,and „the filtering mechanism of the memory at the moment of perception is always influenced by our emotions.... Emotions are not merely a form of embedment in the experience of reality; they are fundamental and potentially colour and dominate experience or our ability to experience anything at all‟ (Engberg- Pedersen and Meyhoff, 2004 p. 57) Oleh karena itu terdapat kaitan langsung antara pengalaman fisik yang dirasakan oleh setiap orang dengan apa yang sudah ada di pikirannya seperti dikatakan oleh Pine dan Gilmore (1999) bahwa “Each experience derives from the interaction between the staged event and the individual‟s prior state of mind and being.” 2.2.1. Meaning Konsepsi awal yang ada di dalam diri kita terkait dengan meaning yang kita punya. Maka meaning adalah hal yang sentral dalam penciptaan experience ini. Meaning secara harfiah menurut Oxford Dictionary dapat diartikan sebagai important or worthwhile quality; purpose. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006), meaning adalah sesuatu yang mendasari semua kegiatan yang kita lakukan. Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu Sumber: www.nathan.com Universitas Indonesia
  • 30. 17 Meaning adalah salah satu faktor yang kini menjadi pertimbangan orang dalam melakukan pembelian. Orang cenderung mempertimbangkan meaning yang dianutnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Kegiatan konsumsi yang berdasarkan meaning ini oleh Diller, Shedroff, & Rhea (2006) sebagai meaningful consumption. Kini, dengan semakin berpengaruhnya meaning bagi seseorang. Perusahaan- perusahaan mulai melakukan riset yang dalam agar produknya memiliki meaning yang bisa diterima oleh masyarakat. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) jika suatu perusahaan melakukan inovasi dengan memperhatikan apa meaning yang dianut oleh penggunanya, maka produk dari perusahaan tersebut akan disukai dan akan bertahan lama di masyarakat. Meaning ini juga sebaiknya menjadi dasar inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan meletakkan meaning di tengah- tengah proses inovasi ini, maka kerjasama yang dilakukan oleh setiap elemen di perusahaan juga akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, meaning menjadi sesuatu yang sangat penting dalam rangka menghadirkan produk yang berhasil „mencuri hati‟ pelanggannya. Meaning inilah yang menjadi pembeda dari produk- produk yang berhasil dengan yang kurang berhasil. innovation meaning Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi Sumber: terjemahan ke bentuk diagram dari Diller, Shedroff, & Rhea (2006) Untuk menerapkan meaning ini menjadi sebuah produk yang dapat diminati oleh konsumen, maka meaning ini harus didesain sedemikian rupa. Desain suatu produk yang mengadopsi meaning ini diterapkan dengan menerjemahkan meaning Universitas Indonesia
  • 31. 18 tersebut ke dalam experience untuk mencapai desain experience yang bermakna. Proses desain meaningful experiences ini dapat dilihat pada diagram berikut ini. Finding Choosing the Shaping a Refining a Deliver Opportunities Experience Concept Concept Meaning for Meaning Defining Understanding Define Define Product Brand Prototype Positioning Offering the Market Customers Scope Framework Concepts Concepts Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences sumber: Diller, Shedroff, & Rhea (2006) Selanjutnya, kita akan membahas langkah kedua dari desain meaningful experience ini yaitu yang berkaitan dengan experience yang akan diberikan kepada pengguna. Sesuai dengan diagram di atas, terdapat dua hal yang harus dilakukan untuk memilih experience. Experience inilah yang akan menghasilkan meaning yang akan diterima oleh pengguna. Experience memiliki empat tingkat keterlibatan yang digambarkan melalui diagram berikut ini. Sumbu horizontal menggambarkan tingkat partisipasi pengguna, partisipasi pasif berarti pengguna tidak secara langsung terlibat dan mempengaruhi jalannya suatu pertunjukan. Contoh partisipasi pasif adalah ketika kita menghadiri acara pagelaran musik. Sedangkan partisipasi aktif adalah ketika pengguna dapat mempengaruhi jalannya sebuah pertunjukan. Contoh partisipasi aktif misalnya adalah bersepeda mengelilingi kota. Sumbu vertikal menggambarkan tingkat hubungan antara pengguna dengan lingkungan tempat experience tadi berlangsung. Absorption berarti membawa experience ke pikiran pengguna, sedangkan Immersion berarti pengguna yang Universitas Indonesia
  • 32. 19 menjadi bagian baik secara fisik maupun hanya sebatas visual dari sebuah pengalaman. Absorption Entertainment Education Passive Active Participation Esthetic Escapist Participation Immersion Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience Sumber: Pine & Gilmore, 1996 Keempat tingkat keterlibatan pengguna dalam suatu experience secara lebih detail akan dijelaskan menurut Pine & Gilmore (1999) melalui uraian berikut ini berdasarkan derajat keterlibatannya. Entertainment adalah bentuk experience yang paling sederhana. Entertainment ini terjadi ketika pengguna secara pasif menyerap pengalaman yang ada melalui indera-indera mereka. Hal ini contohnya terjadi ketika menyaksikan pertunjukan, mendengarkan musik, atau membaca. Entertainment ini adalah bentuk experience yang paling populer dan familiar di kalangan masyarakat karena paling sederhana diantara bentuk-bentuk experience lainnya. Education adalah bentuk experience dimana penggunanya secara aktif menyerap experience yang diberikan. Dalam prakteknya, kegiatan belajar harus secara aktif melibatkan pikiran dan fisik penggunanya. Universitas Indonesia
  • 33. 20 Esthetic adalah ketika individu tenggelam dalam suatu kegiatan atau suatu lingkungan namun dia tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan tersebut karena esthetic termasuk ke dalam ranah partisipasi pasif. Escapist adalah ranah yang memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap suatu kegiatan atau pengalaman. Ketika dalam situasi escapist, orang akan merasa tenggelam ke dalam aktivitas tersebut dan keterlibatan keadaan ini semakin dalam dengan memungkinkannya orang ikut berperan terhadap terjadinya aktivitas pada kegiatan tersebut. Contoh kegiatan ini adalah di taman bermain, kasino, dan simulator. Keempat ranah experience tersebut dapat berlangsung bersama-sama atau berdiri sendiri tergantung tingkat keterlibatan yang diinginkan oleh perancang experience. 2.2.2. Peran Indera dalam Experience Dikatakan oleh John Lang (1987) dan juga oleh Gibson (1966) bahwa dalam perolehan experience, indera memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai reseptor sensasi dan juga sebagai pembentuk persepsi. Masing-masing indera dapat difungsikan untuk memperoleh informasi yang berbeda yang kemudian digunakan untuk membentuk pemahaman kita akan suatu ruang. Tabel 1 Tabel Indera Sebagai Sistem Persepsi Name Mode of Anatomy of Activity of Organ Stimuli External Attention Organ Available Information Obtained Basic General Mechano- Vestibular organs Body Direction of Orienting orientation receptors equilibrium gravity, being System pushed Auditory Listening Mechano- Cochlear organs Orienting to Nature and system receptors with middle ear sounds locations of and auricle vibratory events Haptic Touching Mechano- Skin (including Exploration Contact with the system receptors and attachments and of many earth, possibly thermo- openings), joints kinds mechanical receptors (including encounters, ligaments), object shapes, Universitas Indonesia
  • 34. 21 muscles (including material states- tendons) solidity or viscosity Taste-smell Smelling Chemo-receptors Nasal cavity Savoring Nutritive and system (nose) biochemical values Tasting Chemo-receptors Oral activity Savoring Nutritive and and mechano- (mouth) biochemical receptors values Visual Looking Photo-receptors Ocular mechanism Accomodatio Everything that system (eyes, with n, paillary can be specified intrinsic and adjustment, by the variables extrinsic, as fixation, of optical related to the convergence, structures vestibular organs, exploration (information the head, and the about object, whole body) animals, motions, events, and places) Sumber: John, Lang. Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design. P.91 Universitas Indonesia
  • 35. 22 2.2.3. Experience Economy Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat dunia telah memasuki sebuah era baru dalam dunia marketing. Perkembangan masyarakat yang sangat cepat tentu tidak bisa lagi direspon dengan teknik-teknik marketing yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Jaman berubah dengan cepatnya, begitu juga hubungan antara konsumen dan produsen. Masyarakat dihadapkan kepada sebuah era baru marketing, yaitu experience marketing. Experience marketing adalah sebuah cara baru tentang bagaimana perusahaan memasarkan produknya kepada konsumen. Umumnya kita mengenal hanya tiga jenis produk yang diperjualbelikan di masyarakat, produk tersebut adalah: barang komoditi mentah (commodities), barang olahan (goods), dan jasa (service). Kini berkembang lagi satu jenis kegiatan yaitu kegiatan marketing experience yang merupakan pengembangan dari kegiatan jasa. Tabel 2 Perbandingan antara jenis-jenis ekonomi Economic Commodities Goods Services Experiences Offering Economy Agrarian Industrial Service Experience Economic Extract Make Deliver Stage functions Nature of Fungible Tangible Intangible Memorable offering Key attribute Natural Standardized Customized Personal Method of Stored in bulk Inventoried Delivered on Revealed over supply after demand a duration production Seller Trader Manufacturer Provider Stager Buyer Market User Client Guest Factors of Characteristics Features Benefits Sensations demand Sumber : Pine & Gilmore (1999) p.6 Walaupun hadir dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga teknik marketing lainnya, namun perkembangan experience marketing ini cukup signifikan karena pengguna kini menginginkan nilai lebih dalam cara mereka melakukan konsumsi. Universitas Indonesia
  • 36. 23 Pada diagram di bawah ini yang merupakan penterjemahan dari pernyataan Darmer dan Sundbo (2008) terlihat bahwa perubahan yang terjadi adalah karena perkembangan permintaan yang dilakukan oleh konsumen. Pada awal terjadinya kegiatan ekonomi, pemenuhan barang adalah untuk tetap bertahan hidup. Dalam perkembangannya, mereka menginginkan bahwa sesuatu yang mereka dapatkan harus bisa memenuhi kebutuhan dalam hal materialism, pemenuhan pengetahuan, dan pemecahan masalah, maka semua permintaan ini direspon dengan hadirnya service economy. Ketika semua itu belum cukup dan konsumen meminta sesuatu yang lebih menarik, maka hadirlah experience economy yang bisa menghadirkan pengalaman baru dalam pemenuhan kebutuhan bagi konsumen. interesting life, experience new aspects Experience of life, be entertained, learn in an enjoyable way Service materialism, knowledge, solving problem Goods satisfy for survival Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi Sumber: diolah dari Darmer dan Sundbo (2008) Pine & Gilmore (1999) menyatakan bahwa experience dapat digunakan oleh perusahaan agar nilai produk yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Cara yang ditempuh agar suatu produk biasa bisa memiliki nilai yang lebih tinggi adalah dengan cara menambahkan experience pada bagaimana pengguna bisa mendapatkan nilai tambah ketika menggunakan produknya. Universitas Indonesia
  • 37. 24 2.2.4. Experience Design Experience design adalah desain yang beorientasi kepada penggunanya. Oleh karena itu peran pengguna (user) di sini sangatlah penting. Hal ini karena dalam merancang sebuah experience kita juga harus memahami meaning dari experience yang akan kita hasilkan berkaitan dengan meaning yang dimiliki oleh pengguna. Experience design sangat berkaitan dengan identitas dan personal meaning yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diller, Shedroff, & Rhea (2008), “We may still want economic value, status, identity, and emotional ties, but we want them within an overall meaning or set of meaning that are exactly right for us.” Menurut Shedroff (2004), proses perolehan experience itu dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu attraction, engagement, dan conclusion. Perolehan experience ini dapat dijadikan sebagai dasar dari experience design. Dengan memahami bagaimana experience dirasakan oleh individu, maka diharapkan experience yang dirancang juga dapat berhasil menyesuaikan dengan meaning yang ada di individu tersebut. attraction engagement conclusion Attraction Attraction penting dalam sebuah perancangan experience. Attraction inilah yang mengawali sebuah proses experience. Sesuai dengan uraian sebelumnya dari Pine & Gilmore (1996) attraction ini terkat dengan kesan atau impresi yang pertama didapatkan oleh orang. Lebih lanjut Shedroff (2004) menyatakan bahwa attraction dapat berupa kognitif, visual, auditory, atau rangsangan-rangsangan lain yang diterima oleh indera kita. Universitas Indonesia
  • 38. 25 Engagement Bagian penting berikutnya dari sebuah experience design adalah engagement (pelibatan). Engagement ini adalah experience itu sendiri. Dalam penerapannya, engagement harus terlihat berbeda dengan lingkungan sekitarnya agar experience dapat menjadi perhatian bagi orang yang mengalaminya. Conclusion Conclusion atau kesimpulan adalah bagian terakhir dari sebuah experience design. Menurut Shedroff (2004) conclusion dapat hadir dalam berbagai bentuk, namun pada intinya dia harus memberikan suatu resolusi bagi orang yang mengalaminya. Resolusi yang dihasilkan adalah melalui meaning, cerita, atau aktivitas lain yang dapat memperkuat kesenangan dalam menikmati pengalaman tersebut. Terkadang experience hadir tanpa akhir yang jelas. Hal ini mengakibatkan orang yang mengalami suatu pengalaman merasa bingung dan merasa tidak terpuaskan tentang emosi dan impresi yang telah mereka dapatkan dari awal. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi tanpa akhir ini, conclusion harus benar-benar dirancang agar pengunjung mampu mendapatkan sesuatu dari pengalaman yang telah dialaminya tadi. Extension attraction engagement conclusion extension Bagian keempat ini adalah bagian yang bisa membuat sebuah pengalaman bertahan lebih lama atau menjembatani dengan experience lainnya. Jika akan dihubungkan dengan pengalaman lain sebagai rangkaian, setiap pengalaman tetap harus memiliki conclusion masing-masing sebelum berpindah ke pengalaman lain. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan interpetasi informasi yang telah didapat Universitas Indonesia
  • 39. 26 pada saat fase engagement. Pengalaman yang bergabung dengan pengalaman lainnya ini akan menghasilkan sebuah conclusion yang lebih besar sehingga akan dihasilkan pula makna yang lebih besar. attraction engagement conclusion extension conclusion attraction engagement conclusion Pendefinisian yang lebih detail mengenai prinsip-prinsip penerapan experience design dikemukakan oleh Pine & Gilmore (1999) berikut ini:  Theme the experience  Harmonizing impression with positive cues  Eliminate negative cues  Mix in memorabilia  Engage all five senses Kelima hal ini dapat kita kelompokkan sesuai dengan kelompok besar yang telah dirumuskan oleh Shedroff (2004) tadi menjadi kombinasi prinsip-prinsip perancangan experience design berikut ini Universitas Indonesia
  • 40. 27 Tabel 3 Tabel Kombinasi Prinsip-prinsip Experience Design Prinsip Prinsip Aspek menurut experience Kunci Detail Aspek Kunci Shedroff design Pine & Experience Experience Desain (2004) Gilmore (1999) Design Attraction  Theme the Triggers  Senses: Taste, Sight, Sound, experience Smell, Touch  Harmonize  Cognitive: Concepts, Symbol impression with Breadth  Product, Services, Brand, the positive cues Nomenclature, Channel/Environment, Promotion, Price Engagement  Engage all five Interaction  Static, Passive, Active, senses Interactive  Eliminate Duration  Initiation, Immersion, negative effects Conclusion, Continuation Intensity  Reflex, Habit, Engagement Conclusion  Meaning, Status, Emotion, Extension  Mix in Significance Price, Function memorabilia Sumber: diolah dari Shedroff (2004) dan Pine & Gilmore (1999) Penjelasan masing-masing prinsip perancangan oleh Pine & Gilmore (1999) adalah sebagai berikut Theme the Experience Prinsip pertama adalah merancang dengan membuat pemisahan experience berdasarkan tema tertentu (tematik). Dengan membuat experience sesuai dengan tema tertentu, experience tadi akan lebih mudah dicapai oleh pengguna. Hal ini karena keterbatasan indera kita dalam mengolah informasi, maka informasi yang diberikan secara tematis akan lebih mudah membangkitkan sensasi pada tiap pengguna. Dalam arsitektur, perancangan dengan memisahkan experience ini dapat dilakukan dengan pengelompokkan fungsi ruang berdasarkan kelompok fungsi tertentu. Selain itu, tema dalam rancangan juga bisa diaplikasikan dengan Universitas Indonesia
  • 41. 28 penggunaan warna, tekstur, dan material yang berbeda untuk menunjukkan kesan tertentu. Harmonize impression with the positive cues Prinsip kedua dari penerapan experience ini adalah dengan cara mengahrmonisasikan kesan (impression) yang didapat dengan informasi- informasi yang positif. Kesan atau impression ini adalah experience yang akan dibawa (the take away experiencei) oleh pengguna. Kesan ini adalah hal yang dirasakan pengunjung ketika mengalami suatu experience yang telah kita rancang sebelumnya. Impression yang dirasakan oleh pengunjung adalah ketika mereka bisa merasakan sesuatu seperti “Pengalaman itu membuat saya merasa ...” atau “Pengalaman itu seperti...” (Pine & Gilmore, 1999). Imrpession ini adalah sesuatu yang penting dalam experience creation karena hal ini adalah hal yang pertama kali ditangkap oleh orang yang menjadi sasaran perancangan experience yang kita buat. Kesan atau impresi inilah yang menentukan apakah orang tersebut akan melanjutkan perolehan experience setelah merasakan kesan yang dirasakan. Menurut Pine & Gilmore (1999) mengutip pernyataan Carbone (2004) bahwa kesan ini dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu mechanics dan humanics. Mechanics adalah kesan yang melibatkan indera kita dalam bentuk setting fisik seperti gambar, rekaman suara, aroma, landscaping, dll. Sedangkan humanics adalah hal-hal yang timbul dari keberadaan orang (pegawai) dalam berinteraksi dengan pengunjung. Eliminate Negative Cues Untuk merancang experience yang baik tidak hanya diperlukan perhatian kepada hal-hal yang positif saja. Perancang experience juga harus memperhatikan dan menghilangkan hal-hal yang bisa mengganggu proses perolehan experience. Universitas Indonesia
  • 42. 29 Mix in memorabilia Memorabilia atau biasa kita sebut sebagai souvenir menjadi salah satu prinsip penting dalam penerapan experience design. Memorabilia ini dapat dijadikan media untuk mengingat dan memperpanjang experience. Orang membeli memorabilia ini sebagai bukti (tangible artifacts) dari suatu pengalaman yang telah dialaminya (Pine & Gilmore, 1996). Dengan adanya memorabilia ini, orang akan dapat mengingat kembali suatu pengalaman yang pernah dialaminya dulu, sehingga impresi atau kesan ketika merasakan pengalaman tersebut dapat diingat kembali. Engage all five senses Hal terakhir yang dapat dilakukan dalam merancang experience yang berhasil adalah dengan cara melibatkan semua panca indera. Hal ini karena semakin banyak indera yang dilibatkan maka pengalaman yang didapat akan semakin kaya dan experience tersebut akan lebih mudah diingat (Pine & Gilmore, 1996). Universitas Indonesia
  • 43. 30 Ada banyak kegiatan yang bisa menjadi media penerapan experience design tersebut salah satunya adalah urban farming. Urban farming ini dirasa cocok sebagai media penerapan experience design karena bisa mengaplikasikan aspek- aspek experience design. Misalnya ketika kita berkebun maka semua indera akan bekerja (engage all five sense), selain itu ada durasi ketika kita melakukan kegiatan berkebun. Maka, selanjutnya akan dibahas mengenai urban farming dan aplikasi experience design. 2.3 Urban Farming Dalam perkembanganya, ketika peradaban manusia memasuki masa industrial, jarak yang memisahkan konsumen dan produsen pangan semakin jauh karena pertanian yang memakan lahan yang luas harus diusahakan di luar daerah kota. Akibat industrialisasi, pertanian semata-mata dianggap sebagai komoditi industri. Hubungan yang terjadi antara manusia, makanan, dan produsen (petani) berubah dari hubungan sosial-budaya menjadi hanya sebatas hubungan perdagangan. Manusia tidak merasa perlu untuk mengetahui darimana dan bagaimana makanan yang hadir di meja makannya berasal. Dampak selanjutnya dari adanya pemisahan produsen dan konsumen ini menyebabkan manusia kehilangan kontak kepada alamnya. Konsumen dalam hal ini masyarakat kota tidak bisa merasakan apa yang terjadi kepada lahan pertanian, tempat makanan mereka berasal. Mereka juga tidak tahu bahwa pertanian sangat terpengaruh oleh perubahan iklim dan pemanasan global yang kondisinya semakin buruk saat ini. Suatu keadaan yang penyebab utamanya adalah gaya hidup konsumtif yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat kota. The consequence of this disassociation is that we, as consumers, are not seeing the clear effects of climate change and energy shortage on food production. (Lim, 2010) p.15 Universitas Indonesia
  • 44. 31 Lebih jauh, adanya pemisahan antara manusia dengan alam ini semakin memperburuk keadaan kerusakan alam yang terjadi selama ini. Menurut Naess (1980) kerusakan alam dan pencemaran lingkungan yang menimpa manusia saat ini secara tragis dilakukan juga oleh manusia juga sebagai pelaku utamanya. Lebih lanjut Naess menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah moral, masalah perilaku manusia. Sehingga penyelesaian masalah kerusakan lingkungan bukan hanya persoalan teknis belaka, manusia sebagai pelaku dan korban harus menjadi titik awal penyelesaian persoalan ini. The severance of man from nature – the essential achievement of modernity – has left us in danger of forgetting what, deep down, it means to be human. 7 (Steel, 2009) p.239 Penyelesaian permasalahan lingkungan tersebut tidak bisa hanya melalui penyelesaian secara teknis. Seperti diungkapkan bahwa penyelesaian masalah ini bisa dilakukan salah satunya dengan mengembalikan ikatan yang sempat terlepas antara manusia dengan alamnya. What is needed is not so much a technological revolution as a mental one: a recognition that, once we lose our vital bond with nature, we too are lost. Our most urgent mission must be to regain a sense of that bond.8 (Steel, 2009) Kita perlu untuk memikirkan cara agar ikatan antara manusia dengan alamnya tersebut kembali terbangun. Untuk melaksanakan visi ini, kita memerlukan alat untuk mencapai visi tersebut. Urban farming dapat kita jadikan sebagai alat untuk mewujudkan kembali ikatan yang sempat terputus itu. Urban farming diyakini 7 Steel, Carolyn. P.239 8 Steel, Carolyn. P.239 Universitas Indonesia
  • 45. 32 memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk menghubungkan kembali manusia dengan alamnya. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai urban farming, kita perlu membahas definisi dari urban farming terlebih dahulu. Praktek urban farming yang dikembangkan oleh banyak pihak dengan tujuan yang berbeda ini menghasilkan definisi yang berbeda pula. Pertama pengertian urban farming yang digunakan oleh United Nations Development Programme (UNDP), urban farming adalah: An industry that produces, processes and markets food and fuel, largely in response to the daily demand of consumers within a town, city, or metropolis, on land and water dispersed throughout the urban and peri- urban area, applying intensive production methods, using and reusing natural resources and urban wastes, to yield a diversity of crops and livestock. (Smit, Ratta & Nasr, 1996) Definisi lain dicetuskan oleh Andre Viljoen (2006) yaitu Continuous Productive Urban Landscapes (CPULs). Konsep ini menganggap urban farming dapat berfungsi sebagai ruang terbuka yang produktif dalam bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menurut Viljoen, urban farming (CPULs) juga dapat berkontribusi untuk memperindah wajah kota. Continuous Productive Urban Landscapes (CPULs) will be open landscapes productive in economical and sociological and environmental terms. They will be placed within an urban-scale landscape concept offering the host city a variety of lifestyle advantages and few, if any,unsustainable drawback. (p.11) Menurut Crawford (2011), urban farming memiliki beberapa manfaat yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat, dapat memperkuat ikatan masyarakat, dapat membawa masyarakat kembali merasakan alam, melestarikan tradisi dan budaya tradisional, mengedukasi anak-anak tentang makanan dan makan, menyediakan produk pertanian berkualitas tinggi, dan yang Universitas Indonesia
  • 46. 33 terakhir adalah menawarkan kenikmatan dan keindahan sebagai bagian dari proses menanam dan menikmati makanan.9 Urban farming ini sebenarnya bukan sebuah konsep yang baru dalam bidang pertanian atau perkotaan. Konsep urban farming seperti sudah dibahas di awal tadi sudah diterapkan pada perkotaan di Sumeria pada tahun 3000 SM. Selanjutnya pada masa perang dunia pertama, urban farming juga banyak diterapkan di kota- kota di Eropa sebagai respon atas langkanya bahan pangan dan minimnya lahan pertanian karena banyak lahan pertanian dikonversi menjadi pabrik senjata. Pada waktu Perang Dunia Pertama tujuan utama penerapan urban farming adalah untuk memberi makan penduduk yang mengalamai kesulitan pangan. Pada era setelah 1960an, kisah sukses penerapan urban farming terjadi di Kuba. Penerapan urban farming di Kuba ini menurut sejarahnya dikarenakan oleh adanya embargo yang dilakukan oleh Uni Soviet kepada Kuba. Sehingga pasokan bahan makanan, minyak, dan benda-benda komoditas lainnya terhambat. Menyikapi kondisi ini, pemerintah dan rakyat Kuba bahu-membahu menerapkan urban farming untuk memasok kebutuhan pangan mereka. Penerapan urban farming di Kuba ini menjadi satu-satunya urban farming yang didukung oleh pemerintah, salah satu buktinya adalah dengan membentuk departemen khusus yang membidangi masalah urban farming ini. Dalam beberapa tahun belakangan ini urban farming berkembang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya penerapan urban farming baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Kemajuan urban farming ini bisa dilihat dari dua 9 Crawford, Margaret. „Productive Urban Environment‟ in Ecological Urbanism by Mohsen Mostafavi. 2011 Universitas Indonesia
  • 47. 34 faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Kedua faktor ini seakan menjadi katalis cepatnya perkembangan urban farming dewasa ini. Faktor pendorong kemajuan urban farming ini adalah kemajuan teknologi pertanian yang memungkinkan pertanian dapat dilakukan dengan cara intensifikasi yang lebih maju. Salah satu hasil perkembangan teknologi ini adalah adanya pertanian hidroponik dan aeroponik. Kedua metode pertanian ini memungkinkan pertanian diusahakan dalam lahan yang sempit atau bahkan tanpa menggunakan lahan sekalipun. Metode pertanian ini juga memungkinkan pertanian diusahakan secara vertikal, hal ini merupakan jawaban atas debat yang dilontarkan oleh kalangan real estate bahwa pertanian yang mengambil lahan secara luas sangat tidak menguntungkan secara ekonomi. Sedangkan yang menjadi faktor penarik kemajuan urban farming adalah semakin mendesaknya pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan terutama bagi warga kota. Menurut UNFPA pada tahun 2030 nanti, sekitar 5 miliar penduduk dunia akan tinggal di daerah perkotaan.10 Di lain sisi, dunia kini mengalami penurunan produksi pangan antara 20 hingga 40 persen karena kekeringan yang berkepanjangan. Urban farming menjadi salah satu alternatif untuk menjawab permasalahan ini. Urban Farming dan Lifestyle Menurut Hoyos (2010) saat ini kita seolah berada pada sebuah titik balik tentang kesadaran terhadap masalah lingkungan dan tentang pelestarian alam. Kita juga mengalami perubahan tentang cara kita memaknai hubungan kita dengan alam dan lingkungan, dari hubungan eksploitasi dan dominasi menjadi sebuah 10 J. Moncrieffe et al., „UNFPA State of the world population 2008 Report‟. United Nations Population Fund, New York, 2008. Universitas Indonesia
  • 48. 35 hubungan belajar kembali kepada alam dan adanya upaya-upaya baru menghubungkan kembali bangunan dengan lingkungan alami.11 Fenomena „back to nature‟ yang kini menjadi tren gaya hidup masyarakat kota merupakan celah bagi masuknya kegiatan edukasi lingkungan. Edukasi lingkungan ini berguna agar gaya hidup ramah lingkungan atau yang lebih dikenal dengan green lifestyle tersebut tidak hanya menjadi gaya hidup insidentil dan hanya menjadi marketing gimmick, namun benar-benar menjadi bagian dari keseharian kehidupan kita. Diungkapkan oleh P. Nasoetion, aktivis Jaringan Hijau Mandiri, bahwa perbincangan tentang perubahan iklim sudah bukan lagi monopoli para aktivis lingkungan namun sudah mulai akrab dengan masyarakat. Lebih lanjut, Nasoetion menyatakan bahwa telah mulai tumbuh kesadaran masyarakat secara global khususnya di negara-negara maju untuk mulai mengoreksi, kemudian mengadakan perubahan mendasar dalam semua pola pandang serta gaya hidup yang selama ini dipraktekkan, khususnya dalam berinteraksi dengan alam lingkungannya. Lim (2010) menyatakan bahwa gaya hidup berkelanjutan ini harus bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari keseharian dan mudah diakses, upaya edukasi lingkungan ini dapat dikombinasikan dengan ruang publik kota. Jika urban farming dapat dikombinasikan dengan ruang publik kota, maka hal ini akan seperti kata pepatah „sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui‟. Selain produktif dan dapat digunakan sebagai sarana pendidikan, urban farming juga dapat digunakan sebagai sarana urban recreation. 11 Dr. Carlos Alberto Montana Hoyos. „Reconnecting with Nature‟. On FuturArc 4th quarter 2010 vol. 19 Universitas Indonesia
  • 49. 36 Kebutuhan warga kota akan sebuah urban recreation ini relevan dengan keadaan masyarakat urban yang semakin butuh akan hadirnya ruang publik, seperti diungkapkan Zukin (1998) bahwa “The (urban) lifestyle bring more pressure on public space, including parks and art museums.”12 Urban recreation ini merupakan wadah self expression dan perkumpulan- perkumpulan kelompok yang terjadi secara spontan. Bentuk urban recreation dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam bentuk taman kota, public square, atau sarana-sarana hiburan seperti gedung pertunjukan seni. If we are to deliver a sustainable built environment, we must create places that people will value and to which they can connect emotionally.13 The urban landscape that we human share with ecological systems and plant and animal habitat forms our identity as individuals and becomes the image of the city.14 Hubungan manusia dengan lingkungan secara emosional ini penting untuk diciptakan. Karena dengan adanya hubungan emosional ini, maka manusia akan merasa memiliki dan menjaga lingkungannya secara sukarela. Setelah itu, dengan adanya hubungan yang terbangun antara manusia-lingkungan ini maka akan timbul apa yang disebut sebagai image of the city. 12 Urban lifestyles: Diversity and standardisation in spaces of consumption Sharon Zukin Urban Studies; May 1998; 35, 5/6; ProQuest Sociology p. 825 13 Schwartz, Martha. 2011. Ecological Urbanism and the Landscape. In Ecological Urbanism by Mohsen Mostafavi. P.524 14 Ibid. p.254 Universitas Indonesia
  • 50. 37 Setelah membahas mengenai experience dan urban farming, maka dapat dirumuskan konsep experience farming yang akan menjadi pedoman desain. 2.4 Experience Farming Experience yang memiliki banyak pengertian secara singkat dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang terjadi pada diri kita akibat adanya rangsangan yang datang dari luar tubuh dan diterima melalui reseptor pada indera kita untuk kemudian membentuk impresi yang ada di pikiran kita. Experience yang dialami oleh setiap orang tentu berbeda-beda karena salah satu faktor yang mempengaruhi perolehan experience adalah kondisi mula individu tersebut sebelum terlibat dalam suatu experience. Kondisi mula tiap individu ini dapat berbeda terkait dengan meaning atau makna yang ada pada tiap-tiap individu. Meaning ini tentunya berbeda-beda tergantung dengan kebudayaan, gaya hidup, dan kondisi lingkungan sekitar. Meaning terbentuk sejak anak-anak, sehingga faktor yang mempengaruhi pembentukan meaning tadi sangat penting untuk diperhatikan sejak masa anak-anak. Meaning ini dalam dunia ekonomi terutama marketing kini adalah salah satu alasan masyarakat dalam melakukan konsumsi. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006), konsumsi yang didasari oleh meaning yang dianut oleh masyarakat ini disebut dengan meaningful consumption. Melihat kondisi ini, menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) masyarakat ternyata telah masuk ke dalam tingkatan yang lebih maju dalam melakukan konsumsi. Dahulu kegiatan konsumsi hanya didasari oleh pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup yang diwujudkan dengan konsumsi barang (goods). Lalu berkembang menjadi konsumsi untuk menyelesaikan suatu masalah atau memberikan suatu layanan yang diwujudkan dengan konsumsi jasa (service). Kini konsumsi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan cara baru dalam Universitas Indonesia
  • 51. 38 mengkonsumsi barang, mendapatkan kehidupan yang lebih menyenangkan, dan merasa bangga dalam menggunakan barang, semua ini diwujudkan dengan konsumsi pengalaman (experience). Pengalaman inilah yang coba saya padukan dengan kegiatan berkebun. Kegiatan berkebun ini dalam hipotesa awal saya adalah kegiatan yang mampu melibatkan semua indera yang ada pada diri kita seperti saya coba gambarkan melalui gambar berikut ini. Kegiatan berkebun ini tentu berlangsung dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Pada kegiatan berkebun ini juga terdapat trigger, breadth, interaction, duration, intensity dan significance seperti yang diungkapkan oleh Shedroff (2004) dalam subbab sebelumnya. Selain itu, kegiatan berkebun ini juga berpotensi untuk dikembangkan melalui konsep experience yang prinsip-prinsipnya telah dibahas pada subbab sebelumnya. Jika kita kaitkan dengan prinsip experience menurut Pine & Gilmore (1999) misalnya, penerapannya menjadi: Universitas Indonesia
  • 52. 39 Prinsip Experience Menurut Penerapan Pada Kegiatan Berkebun Pine & Gilmore (1999) Theme the experience Pengelompokkan tanaman berdasarkan klasifikasi tertentu, misalnya berdasarkan spesies, genus, atau famili. Bisa juga berdasarkan sense yang dihasilkan misalnya berdasarkan aroma, warna, atau tekstur. Harmonizing impression with Pengalaman berkebun ini harus positive cues diserasikan dengan pembentukan ruang berkegiatan yang dapat mendukung kegiatan ini. misalnya dengan mengkhususkan beberapa area sebagai tempat berkebun. Eliminate negative cues Hal-hal negatif dalam berkebun harus dihindari misalnya kekurangan air, serangan hama, gangguan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mix in memorabilia Tanaman atau buah hasil panen dapat dijadikan memorabilia. Ketika melakukan konsumsi buah hasil panen tersebut diharapkan akan ada sensasi proses yang dirasakan oleh individu tersebut. Engage all five senses Melibatkan semua indera dalam kegiatan berkebun. Universitas Indonesia
  • 53. 40 Perolehan experience yang sebenarnya sudah ada pada kegiatan berkebun ini dapat diperkuat dengan penerapan prinsip-prinsip experience yang sudah dibahas. Hal ini diharapkan dapat memiliki dampak yang baik bagi kedua belah pihak. Alam mendapat kebaikan dengan menjadi semakin lestari dan manusia juga memperoleh manfaat dari experience yang didapatnya. Kegiatan berkebun tersebut memiliki dua buah makna yaitu makna tangible dan intangible. Maksud tangible adalah ketika kegiatan tersebut bisa berdampak langsung kepada pemenuhan kebutuhan fisik seperti pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan, penghijauan lingkungan, penyerapan air hujan ke dalam tanah, dan masih banyak lagi. Sedangkan intangible adalah sesuatu yang berkaitan dengan perolehan experience pada orang yang melakukan kegiatan tersebut, selain itu kegiatan berkebun ini juga merupakan manifestasi dari semangat untuk memaknai hubungan kita dengan alam, dan yang paling penting adalah dengan kegiatan berkebun diharapkan akan terjadi perubahan gaya hidup terkait cara manusia memandang alamnya. Pengalaman inilah yang saya tawarkan dalam konsep experience farming. Pengalaman yang menawarkan meaning tertentu namun juga bisa mempengaruhi meaning yang akan diperoleh oleh tiap individu. Meaning yang didapat dari pengalaman merasakan bibit ditanam, memelihara tanamann, melihat tumbuhnya tanaman di pekarangan, dan pada akhirnya menikmati semua upaya yang telah dilakukan dari awal dalam kegiatan yang dikenal dengan nama panen. Dari kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat belajar kembali dari alam bahwa ada hubungan yang cukup lama terputus. Hubungan yang dahulu berupa hubungan belajar dan menghargai lalu berubah menjadi hubungan penggunaan dan eksploitasi berlebihan. Kini seperti dikatakan oleh Hoyos (2010) bahwa hubungan manusia dengan alam kini seolah berada pada titik balik, dari hubungan eksploitasi dan dominasi menjadi hubungan belajar dan upaya untuk menghubungkan kembali lingkungan alam dan lingkungan binaan manusia. Universitas Indonesia
  • 54. 41 2.5 Preseden Preseden yang akan dibahas berikut ini adalah preseden yang saya rasa dapat menunjukkan penerapan experience dan perancangan kota yang menganut sustainability (yang merupakan induk dari urban farming). Preseden tersebut adalah: - Marina Barrage di Singapore, mewakili penerapan konsep experience ke dalam ruang publik kota. - Guangming Smartcity, merupakan konsep penerapan urban farming dan sustainability ke dalam desain ruang kota. - Dongtan Eco-city dan Huangbaiyu sebagai penerapan sustainabilty yang tidak berhasil. Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam masing-masing preseden tersebut. 2.5.1. Marina Barrage Singapore Marina Barrage yang terletak di Marina Bay Singapore adalah salah satu contoh proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang pelestarian lingkungan. Keunikan dari proyek ini adalah kemampuannya untuk tampil sesuai fungsinya sebagai fasilitas pengolahan air di namun bisa juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan ruang publik bagi masyarakat. Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore (sumber: www.pub.gov.sg) Universitas Indonesia
  • 55. 42 Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya Sumber: singaporemind.blogspot.com Di Marina Barrage ini juga terdapat beberapa keunggulan difungsikannya fasilitas ini sebagai „Sustainable Singapore Gallery‟ dimana terdapat beberapa penerapan prinsip sustainability. Dengan melihat penerapan prinsip sustainability pada fasilitas ini diharapkan warga Singapore juga dapat menerapkannya masing- masing. Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg) Dari preseden Marina Barrage ini dapat diambil pelajaran bahwa upaya edukasi kepada masyarakat dapat dipromosikan dengan cara yang menarik. Salah satunya Universitas Indonesia
  • 56. 43 dengan menghadirkan ruang tempat masyarakat bisa beraktifitas menikmati suasana sekitar yang juga atraktif sebagai tempat berkegiatan. Selain itu, pengelola juga sering mengadakan acara-acara yang mampu mengundang warga kota untuk datang dan mengikuti acara tersebut. Acara yang diadakan ini tidak selalu acara yang berhubungan langsung dengan pelestarian lingkungan. Pelestarian lingkungan dapat dijadikan sebagai pesan yang terselubung dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage (sumber: asiagreen.com) Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage (sumber: app.ww.sg) Universitas Indonesia
  • 57. 44 2.5.2. Guangming Smartcity Lokasi Shenzen, China Tahun 2007 Klien Shenzen Municipal Planning Bureau Nilai US$ 1.2 Miliar Tipe Kompetisi Internasional Award Finalist Tim Desain CJ Lim dan Pascal Brooner, Ed Liu, dan rekan-rekan. Konsultan Techniker (land engineer), Fulcrum (environmental + sustainability engineers), KMCS (quantity surveyors), alan Baxters + Assoc (transport), Urban Planning + Design Institute of Shanghai “A smart city integrates educational, agricultural, environmental, and most importantly, social sustainability into the heart of the city. GuangMing Smart-city is a city driven by the principles of slow living, emphasising a happy balance in life that is firmly rooted in the twenty-first century.”15 Guangming Smartcity berdiri di atas lahan seluas 7,97 km2 di Shenzen, China. Proyek ini mencoba menawarkan suatu tipologi perkotaan baru melebihi konsep eco-city konvensional. Guangming tidak bisa dianggap sebagai sebuah kota yang terisolasi, ia harus bisa mendukung, melengkapi, dan bertindak sebagai benih pertumbuhan kawasan di sekitarnya. Proposal Guangming Smartcity ini didukung oleh keberadaan infrastruktur transportasi yang efektif, menghubungkan kota ini dengan kota-kota di sekitarnya. 15 http://www.ucl.ac.uk/news/news-articles/0703/07032301 diunduh pada 1 November 2011 Universitas Indonesia