Tesis ini membahas penataan kembali kawasan Paledang-Bogor dengan pendekatan
experience farming untuk membentuk buffer zone Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor
semakin tertekan oleh pembangunan pesat di sekitarnya sehingga diperlukan upaya
pelestarian lingkungan melalui konsep edukasi berbasis pengalaman di kawasan Paledang."
Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
1. UNIVERSITAS INDONESIA
PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR
DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING
TESIS
Buku I
Aryo Hendrawan W.K.
0906651271
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR
DEPOK
JANUARI 2012
2. UNIVERSITAS INDONESIA
PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR
DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING
TESIS
Buku 1
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah seminar
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur
Aryo Hendrawan W.K.
0906651271
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR
PROGRAM STUDI PERANCANGAN KOTA
DEPOK
JANUARI 2012
3.
4.
5.
6. KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah yang Maha Esa karena karunia dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Arsitektur. Saya menyadari bahwa dalam pencapaian ini tidak mungkin
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai
pada penulisan tesis. Oleh karena itu, sepatutnya saya mengucapkan terima kasih
kepada nama-nama berikut:
1. Ir. Evawani Ellisa, M.Eng, Ph.D selaku dosen pembimbing pertama yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penulisan tesis ini.
2. Ir. Achmad Hery Fuad, M.Eng selaku dosen pembimbing kedua yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D, Bapak Anthony
Sihombing, M.Sc, Ph.D., dan Bapak M. Ridwan Kamil, ST., MUD sebagai
Penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam
sidang.
4. Pihak Pemerintah Kota Bogor dalam hal ini Bappeda Kota Bogor dan
Dinas P2B Kota Bogor yang telah memberi berbagai data dan masukan
yang diperlukan.
5. Kedua orang tua, adik dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan
moral dan spiritual;
6. Shanti, Nayunda, dan Adin yang selalu memberi semangat dalam segala
hal.
7. Anindya Fitriyanti dan Berlinda yang sudah menjadi teman diskusi yang
menyenangkan dan mencerahkan.
8. Semua teman pada program pasca sarjana angkatan 2009, 2009 ½, 2010,
dan 2011 terutama yang bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan
vi Universitas Indonesia
7. thesis pada semester ini yaitu Mbak Nina, Mbak Arum, Mbak Dian, Mbak
Endang Yurio, Cynthia, serta Mbak Asdiani.
Akhir kata, saya berharap Allah yang Maha Esa dapat membalas kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan dapat berkontribusi terhadap perkembangan Kota Bogor menjadi
kota yang lebih baik.
Depok, Januari 2012
Penulis
vii Universitas Indonesia
8. ABSTRAK
Nama : Aryo Hendrawaan W.K.
Program Studi : Pascasarjana Dept. Arsitektur Program Studi Perancangan Kota
Judul : Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor Dengan
Pendekatan Experience Farming
Kelestarian Kebun Raya Bogor kini semakin tertekan oleh pesatnya pembangunan
di kawasan sekitarnya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ini, maka
diperlukan sebuah upaya untuk membentuk buffer zone berupa wujud fisik
maupun buffer berupa kegiatan edukasi di sekitar Kebun Raya.
Perancangan kawasan buffer zone tersebut salah satunya adalah di daerah
Paledang, salah satu contact point antara Kebun Raya Bogor dengan kawasan
sekitarnya. Perancangan kawasan ini menggunakan konsep Experience Design.
Experience design ini dilihat sebagai alternatif cara pandang baru terhadap upaya
penyebarluasan kesadaran pelestarian lingkungan.
Dalam proses desain, ditemukan lima keunikan kawasan yaitu curah hujan yang
sangat tinggi, keberadaan kebun raya itu sendiri, keindahan bentang alam,
keadaan topografi, dan kehadiran pekarangan. Keunikan kawasan ini kemudian
dipadukan dengan penerapan lima indera manusia sebagai pemicu terjadinya suatu
pengalaman bersentuhan dengan alam. Penerapan konsep ini dihadirkan melalui
konsep experience farming yang dituangkan dalam wujud zona farming serta zona
greening. Konsep ini juga akan digunakan untuk membentuk legibility kawasan.
Kata kunci: farming, edukasi experience, topografi, pekarangan, kebun raya,
Bogor
viii Universitas Indonesia
9. ABSTRACT
Name : Aryo Hendrawaan W.K.
Program : Urban Design
Title : Redesign Paledang Area in Bogor using Experience Farming Approach
The environment quality of Bogor Botanical Garden is hardly affected by the
development of its surrounding area. An effort is needed to prevent the condition
become even worse. One of the effort is to provide a buffer zone in the form of
physical and educational activity surrounding its periphery.
One area that will be functioned as the buffer zona is Paledang area, one of the
contact point between Bogor Botanical Garden and its surrounding. The designing
of this area is using experience design approach. Experience design is seen as a
new perspective on the education of natural awareness.
In the design process, there are five uniqueness of this urban area. These are the
high amount of rain, the presence of the Bogor Botanical Garden itself, the beauty
of landscape, and the presence of pekarangan. These uniqueness then mixed
together with the aplication of five human senses as the triggers of the experience
gaining. The application of this concept is presented through experience farming
concept that is divided into two zone those are farming and greening. This
experience farming concept also used to form the legibility of the area.
Keywords: : farming, experience, topography, pekarangan, botanical garden,
Bogor
ix Universitas Indonesia
10. DAFTAR ISI
Halaman Judul
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................................ 4
1.3. Pertanyaan Perancangan ........................................................................... 4
1.4. Tujuan Perancangan ................................................................................. 5
1.5. Manfaat Perancangan ............................................................................... 6
1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 6
1.7. Metode Penelitian ..................................................................................... 7
1.7.1. Pengetahuan Faktual .............................................................................. 7
1.7.2. Pengetahuan Deontik ............................................................................. 8
1.7.3. Pengetahuan Konseptual ........................................................................ 8
1.7.4. Pengetahuan Instrumental ...................................................................... 9
1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori ...................................................................... 9
1.8. Epistemic Freedom ................................................................................ 10
BAB II EXPERIENCE FARMING ...................................................................... 11
2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan .................................................... 14
2.2 Experience .............................................................................................. 15
2.2.1. Meaning........................................................................................... 16
2.2.2. Peran Indera dalam Experience ....................................................... 20
2.2.3. Experience Economy ...................................................................... 22
2.2.4. Experience Design .......................................................................... 24
2.3 Urban Farming ....................................................................................... 30
Urban Farming dan Lifestyle ......................................................................... 34
2.4 Experience Farming ............................................................................... 37
2.5 Preseden .................................................................................................. 41
2.5.1. Marina Barrage Singapore .............................................................. 41
2.5.2. Guangming Smartcity ..................................................................... 44
2.5.3. Huangbaiyu dan Dongtan Eco-city ................................................. 49
BAB III KEBUN BOTANI................................................................................... 53
BAB IV TINJAUAN LOKASI ............................................................................. 59
4.1. Tinjauan Lokasi dalam Konteks Kota Bogor ......................................... 59
4.1.1. Sejarah Kota Bogor ......................................................................... 59
4.1.2. RTRW Kota Bogor 2031 ................................................................ 65
4.2. Tinjauan Kebun Raya Bogor .................................................................. 66
x Universitas Indonesia
11. 4.2.1. Sejarah Kebun Raya Bogor ............................................................. 66
4.2.2. Kebun Raya Bogor Saat Ini............................................................. 67
4.2.3. Kondisi di Dalam Kebun Raya Bogor ............................................ 69
4.2.4. Kondisi di Sekitar Kebun Raya Bogor ............................................ 70
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 71
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 72
xi Universitas Indonesia
12. DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon.
Kanan: Logo Earth Hour ....................................................................................... 12
Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu ..................................................... 16
Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi ......................................................... 17
Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences .............................................. 18
Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience ............................... 19
Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi .................................................... 23
Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore ............................. 41
Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya .............................. 42
Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg) ............... 42
Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage................. 43
Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage ............................ 43
Gambar 12 Farm land can be found on the roofs of the circular towers .............. 45
Gambar 13 View Lychee Orhcard sebagai filter polusi ....................................... 47
Gambar 14 Masterplan Guangming Smartcity (Sumber: Lim, 2010).................. 48
Gambar 15 Artist-render Dongtan Eco-city di China .......................................... 49
Gambar 16 Rumah di Desa Huangbaiyu .............................................................. 50
Gambar 17 Eden Project ...................................................................................... 56
Gambar 18 Program untuk generasi muda di Eden Project ................................. 57
Gambar 19 Event musik berjudul Eden Session .................................................. 57
Gambar 20 Foto Kelelawar (kiri) dan Burung (kanan) di Kebun Raya Bogor .... 62
Gambar 21 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69
Gambar 22 Suasana di taman teratai Kebun Raya ............................................... 69
Gambar 23 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69
Gambar 24 Suasana lapangan di depan Kafe Dedaunan ...................................... 69
Gambar 25 View ke Istana Bogor dari dalam KRB ............................................. 69
Gambar 26 Suasana taman bunga di KRB ........................................................... 69
Gambar 27 Bunga Bangkai, salah satu ciri khas Kebun Raya Bogor .................. 69
Gambar 28 Warga yang berekreasi di pinggir danau ........................................... 69
xii Universitas Indonesia
13. Gambar 29 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 30 Gedung LIPI Jl. Ir. H. Juanda............................................................ 70
Gambar 31 Pintu masuk II Kebun Raya Bogor ................................................... 70
Gambar 32 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 33 Museum Zoologi Bogor .................................................................... 70
Gambar 34 Trotoar sebagai tempat mangkal delman .......................................... 70
Gambar 35 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70
Gambar 36 Suasana di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor .......................... 70
xiii Universitas Indonesia
14. 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebun Raya Bogor adalah salah satu kebun botani yang berada di bawah
pengelolaan LIPI. Di antara kebun raya lainnya, Kebun Raya Bogor ini menjadi
kebun raya satu-satunya di Indonesia yang terletak di tengah kota. Oleh karena
itu, keterkaitan antara kebun raya dan kota yang melingkupinya menjadi sesuatu
yang menarik untuk dibahas.
Kebun Raya Bogor sejatinya didirikan untuk keperluan ilmiah yaitu sebagai
kebun konservasi botani oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, sejarah
pendirian Kebun Raya Bogor ini sudah dimulai sejak masa Prabu Siliwangi yaitu
dengan didirikannya Hutan Samida untuk keperluan menjaga kelestarian
lingkungan dan tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan Samida
inilah yang dijadikan sebagai modal awal pendirian kebun botani oleh pemerintah
Belanda. Selain Belanda, pemerintah kolonial Inggris juga memiliki peran yang
sentral dalam pembangunan kebun raya ini melalui Gubernur Jenderal Thomas
Stamford Raffles. Setelah masa penjajahan, pengelolaan Kebun Raya Bogor ini
berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dalam perkembangannya, keberadaan Kebun Raya Bogor ini seolah semakin
terancam kelestariannya dengan pesatnya pembangunan di kawasan sekitarnya.
Pembangunan yang berlangsung di kawasan sekitar ini seolah bertolak belakang
dengan visi konservasi yang merupakan tujuan berdirinya Kebun Raya Bogor.
Akibatnya kelestarian beberapa spesies flora dan fauna di kebun raya terganggu.
Spesies fauna yang terganggu misalnya adalah beberapa spesies burung dan
kelelawar. Kedua fauna ini tadinya memiliki habitat di sekitar Kebun Raya Bogor,
namun kini habitatnya terganggu dengan semakin berkurangnya pepohonan dan
tingginya polusi di sekitar Kebun Raya Bogor yang merupakan habitat asli
mereka.
Universitas Indonesia
15. 2
Terganggunya spesies kelelawar dan burung ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kelestarian tanaman koleksi kebun raya. Hal ini
dikarenakan kedua fauna tersebut yaitu burung dan kelelawar tadi turut andil
dalam proses penyerbukan yang diperlukan tumbuhan untuk bereproduksi dan
mempertahankan kelestarianya. Dikhawatirkan, kelestarian tanaman dapat
terganggu dengan keadaan tersebut.
Selain dampak tidak langsung, kelestarian flora juga terancam secara langsung.
Beberapa tanaman yang berada di perbatasan Kebun Raya dengan daerah luar
mengalami perubahan fisiologis akibat tingginya tingkat pencemaran di sekitar
Kebun Raya Bogor ini.1 Beruntung kondisi tersebut saat ini baru terjadi di daerah
yang berada di sekitar pagar Kebun Raya Bogor saja. Namun apabila
pembangunan di sekitar Kebun Raya Bogor ini tidak dikendalikan, bisa saja
pencemaran akan berpengaruh terhadap bagian tengah kebun raya ini yang pada
akhirnya akan mengganggu kegiatan konservasi secara keseluruhan.
Keberadaan kebun raya yang terletak di tengah kota ini juga perlu dikritisi dalam
hal hubungannya dengan kawasan sekitarnya. Salah satu hal yang menarik untuk
dikritisi adalah lemahnya hubungan dan aksesibilitas antara daerah luar dengan
daerah dalam Kebun Raya Bogor. Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini
terjadi baik secara fungsional maupun secara visual.
Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini seakan sebuah ironi dengan visi kebun
raya yang ingin menyebarluaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup. Visi ini
seolah tidak sejalan dengan penerapannya di lapangan. Sebagai kebun raya yang
terletak di tengah kota, mungkin konsep konservasi yang dipegang oleh pengelola
sebaiknya lebih fleksibel. Sehingga dari sudut pandang masyarakat sekitar, Kebun
Raya Bogor tidak hanya menjadi kebun konservasi yang bersifat pasif di tengah
1
Interview dengan Ir. Rismita Sari, MSc. Kepala Sub Bagian Jasa dan Informasi Pusat Konservasi
Tumbuhan-Kebun Raya Bogor pada 24 Oktober 2011
Universitas Indonesia
16. 3
kota namun juga aktif menumbuhkan minat, pengetahuan dan kesadaran tentang
upaya pelestarian lingkungan di kalangan masyarakat.
Kebun Raya Bogor yang lebih memiliki sifat sebagai sesuatu yang pasif,
memerlukan sisi aktif untuk memperkaya upaya edukasi lingkungan yang
diembannya. Kebun Raya Bogor memerlukan suatu kegiatan yang dapat
mendorong siapa saja yang ingin memperoleh pengetahuan tentang alam untuk
secara aktif belajar langsung dari alam itu sendiri. Keaktifan memperoleh
pengetahuan ini diharapkan dapat lebih mendorong kesadaran masyarakat untuk
mencintai lingkungannya.
Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan ini erat
kaitannya dengan perolehan pengalaman bersentuhan langsung dengan alam.
Pengalaman (experience) ini penting untuk dihadirkan agar pesan yang
disampaikan dapat lebih meresap dan dapat menjadi gaya hidup bagi masyarakat.
Dalam perkembangan akhir-akhir ini, experience kerap digunakan terutama dalam
bidang marketing. Marketing berbasis experience saat ini telah digunakan oleh
perusahaan dengan brand-brand ternama seperti Apple, Walt Disney, Harley-
Davidson, dan masih banyak lagi. Penerapan marketing berbasis experience ini
terbukti sukses untuk menumbuhkan minat dan kecintaan pengguna terhadap
produk mereka. Bahkan beberapa produk tidak hanya menghadirkan pengguna
setia namun juga pengguna fanatik seperti Apple dengan Cult of Apple2-nya.
Menarik untuk melihat dan mencoba mengambil pelajaran tentang bagaimana
brand-brand tersebut berhasil menghadirkan experience bagi penggunanya.
Dengan mempelajari konsep dan penerapan experience ini diharapkan akan
muncul suatu cara pandang baru. Cara pandang baru terhadap bagaimana kita
mempromosikan makna dari alam sebagai sesuatu yang harus dicintai dan
2
Cult of Apple adalah sebutan untuk pengguna setia produk-produk Apple. Mereka juga kerap
disebut Apple Fanboy atau juga Apple Evangelist. (sumber: http://bit.ly/931li8 diunduh pada 24
Desember 2011 )
Universitas Indonesia
17. 4
diperjuangkan. Cara pandang baru ini diperlukan karena tidak hanya marketing
produk yang harus menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup masyarakat,
upaya pelestarian alam juga harus up-to-date sesuai dengan perkembangan gaya
hidup masyarakat.
1.2. Permasalahan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perancangan ini ada beberapa
permasalahan yang akan diangkat, yaitu:
1. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di Kebun Raya Bogor sebagai
akibat pembangunan kota yang tidak serasi dengan visi kebun raya.
2. Eksklusifitas kebun raya yang membatasi akses secara fungsi maupun visual
antara bagian dalam kebun raya dan daerah sekitarnya. Hal ini adalah salah
satu sebab rendahnya kesadaran masyarakat Bogor tentang upaya pelestarian
yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor.
3. Upaya pelestarian lingkungan tidak menyesuaikan dengan perubahan gaya
hidup yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyampaian pesan
pelestarian menjadi tidak up-to-date dan tidak sesuai lagi dengan gaya hidup
masyarakat saat ini.
1.3. Pertanyaan Perancangan
Hal yang menjadi pertanyaan perancangan Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor
ini adalah:
1. Bagaimana kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dapat menjadi kawasan
edukasi lingkungan bagi semua lapisan masyarakat untuk memperkuat makna
dan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani? Jika peran tersebut
kini mulai luntur, maka apa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembalikan makna keberadaan Kebun Raya Bogor tersebut?
Universitas Indonesia
18. 5
2. Bagaimana pendekatan promosi upaya pelestarian lingkungan yang lebih
tepat untuk kasus Kebun Raya Bogor? Apakah media yang sesuai? Hal ini
berguna untuk menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup yang terjadi
pada masyarakat, terutama masyarakat kota yang perkembangan gaya
hidupnya sangat cepat.
3. Bagaimana caranya agar teknik yang dilakukan oleh brand dalam
menciptakan experience dapat kita terapkan pada desain ruang kota?
Pengetahuan tentang keberhasilan brand dalam mengarahkan perkembangan
gaya hidup ini dapat kita pergunakan untuk menumbuhkan kesadaran
pelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan alami.
4. Bagaimana pengaruh keadaan alam dalam pembentukan karakter kota? Kota
Bogor memiliki keadaan alam yang unik dan spesial, apakah hal ini dapat
dijadikan penguat karakter?
1.4. Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:
1. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang dapat mengembangkan
kawasan sekitar Kebun Raya Bogor sebagai kawasan pelengkap edukasi
lingkungan hidup dan ilmu botani untuk semua lapisan masyarakat
bersama Kebun Raya Bogor itu sendiri.
2. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang bisa memperkuat
karakter Kota Bogor yang dipengaruhi oleh keberadaan Kebun Raya
Bogor.
Universitas Indonesia
19. 6
1.5. Manfaat Perancangan
Manfaat dari perancangan Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:
1. Penelitian dan perancangan ini akan menjadi masukan tentang bagaimana
rancangan perkotaan yang bisa mendukung kegiatan edukasi dan penelitian
ilmiah di Kebun Raya Bogor dan sekitarnya.
2. Penelitian dan perancangan ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
Pemerintah Kota Bogor tentang potensi Kebun Raya Bogor dan kawasan
sekitarnya yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan pendidikan ilmu
pengetahuan di Kota Bogor.
3. Penelitian dan perancangan ini bermanfaat untuk menemukan konsep
„promosi‟ pelestarian lingkungan yang lebih up-to-date untuk menumbuhkan
kesadaran pelestarian lingkungan.
1.6. Ruang Lingkup
Lingkup perancangan adalah penataan kembali kawasan sekitar Kebun Raya
Bogor khususnya daerah Paledang sebagai salah satu kawasan yang memiliki
pintu masuk Kebun Raya Bogor. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
Experience Farming yang merupakan pengembangan dari konsep Experience
Design.
1. Experience design erat kaitannya dengan bidang marketing. Namun pada
pembahasan kali ini, saya akan lebih menekankan kepada penerapan
experience dalam bidang desain produk penataan kota.
2. Asumsi pada penelitian dan perancangan ini didasarkan kepada Rancangan
Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031.
Universitas Indonesia
20. 7
1.7. Metode Penelitian
Secara umum, metode penelitian yang dipakai adalah case studies. Menurut
Robert Yin, case study adalah: “A case study is an empirical inquiry that
investigates a contemporary phenomenon within its real-life context, especially
when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident.”
Metode case study ini dipilih karena memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1)
fokus kepada satu atau beberapa kasus, yang dipelajari dalam konteks kehidupan
nyata, 2)kapasitasnya untuk menjelaskan hubungan sebab akibat, 3)pentingnya
pengembangan teori pada tahap penelitian dan perancangan, 4)kemampuannya
mewadahi beberapa sumber dan bukti-bukti, 5)kemampuannya membuat teori
umum (generalisir).
Selanjutnya, kita perlu untuk mendapatkan pengetahuan perancangan dengan
berpedoman kepada apa yang disampaikan oleh Horst Rittel. Pengetahuan
perancangan yang diperlukan adalah:
1.7.1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang menjadi
kasus? Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan faktual, antara lain:
a. Melakukan pengamatan langsung ke kawasan sekitar Kebun Raya Bogor
dengan berpedoman kepada the Image of the City3 dan Urban Design
Elements4.
b. Mengumpulkan data-data kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, baik berupa
gambar maupun data statistik yang terdiri atas:
Peta perkembangan kawasan dari masa lampau hingga saat ini;
Peta zoning peruntukan lahan;
3
Image of the City (Lynch, ) terdiri dari: node, path, edge, district, dan landmark.
4
Urban Design Elements (Shirvani, 1985) terdiri dari Land Use, Building Form and Massing,
Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage, dan
Preservation.
Universitas Indonesia
21. 8
Peta jaringan transportasi;
Data kependudukan;
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah eksisting (2008)
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah rencana (2011-2031)
c. Melakukan pemetaan (mapping) terhadap hasil pengamatan dan
pengumpulan data agar dapat terlihat hubungan yang terjadi di antara
elemen-elemen tersebut.
1.7.2. Pengetahuan Deontik
Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang seharusnya
terjadi? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan deontik adalah:
Melihat kondisi yang seharusnya dapat terjadi di sekitar Kebun Raya Bogor
berdasarkan potensi dan kesempatan yang ada serta menjelaskan latar belakang
mengapa kondisi tersebut merupakan kondisi yang seharusnya (ideal).
1.7.3. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual mempertanyakan dan menjawab: Apa yang dimaksud
dengan kasus itu? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan konseptual
adalah:
a. Mempelajari konsep experience design serta kebun botani beserta
perkembangan maknanya.
b. Mempelajari tentang edukasi terkait dengan Kebun Raya Bogor.
c. Mempelajari dan melihat hubungan antara konsep experience design
dengan gaya hidup manusia urban (urban lifestyle).
d. Mempelajari sejarah dan budaya tradisional Bogor.
e. Mempelajari berbagai preseden mengenai pengembangan kawasan kota
sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan perancangan
kawasan wisata ilmiah.
Universitas Indonesia
22. 9
1.7.4. Pengetahuan Instrumental
Pengetahuan instrumental mempertanyakan dan menjelaskan: Bagaimana cara
memperoleh suatu kondisi tertentu, faktual menjadi deontik?
Untuk memperoleh keadaan deontik yang seharusnya terjadi, digunakan
instrumen berupa Panduan Rancangan Kota (Urban Design Guidelines) kawasan
sekitar Kebun Raya Bogor dengan pendekatan Experience Design sebagai
konsep perancangan.
1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori
Pengetahuan eksplanatori merupakan upaya untuk mencari tahu tentang:
Mengapa hal tersebut dapat terjadi atau kenapa suatu hal akan terjadi?
Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan eksplanatori adalah:
a. Faktual – penjelasan
Menjelaskan mengapa kawasan sekitar Kebun Raya Bogor berkembang
seperti yang terlihat sekarang beserta permasalahannya. Mencoba
menjelaskan kecenderungan perkembangan kawasan Kebun Raya Bogor
di masa depan beserta potensinya.
b. Deontik – penjelasan
Menjelaskan mengapa dan bagaimana penerapan konsep Experience
Design yang memungkinkan diterapkan di kawasan sekitar Kebun Raya
Bogor untuk mencapai kondisi deontik.
c. Instrumental – penjelasan
Menjelaskan dan menguraikan apa saja yang bisa diatur dalam masing-
masing instrumen, serta instrumen apa saja yang sebaiknya tercakup dalam
Panduan Rancang Kota.
Universitas Indonesia
23. 10
1.8. Epistemic Freedom
Apakah pendekatan Experience Design sesuai untuk penataan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor?
Apakah Anda yakin bahwa pendekatan Apakah ada prasyarat pendekatan Adakah efek samping dengan Akankah kelebihan pendekatan Apakah ada keinginan untuk mencari
Experience Design akan berhasil dalam Experience Design tersebut dapat menggunakan pendekatan Experience Experience Design melebihi cara lain yang lebih baik untuk
penataan kembali kawasan sekitar terpenuhi di kawasan sekitar Kebun Design pada penataan kembali kawasan kekurangannya? mencapai hasil yang diinginkan?
Kebun Raya Bogor? Raya Bogor? sekitar Kebun Raya Bogor?
Yakin, sebab: Ya, ada. Penerapan experience design akan Ya, pendekatan secara experience design Tidak
Experience telah digunakan dalam Perancangan kawasan sKRB melalui menjadikan kawasan ini lebih menarik memiliki beberapa kelebihan dan
marketing produk-produk yang konsep experience design memerlukan untuk dikunjungi oleh wisatawan dan kekurangan, yaitu:
berhasil di masyarakat. kondisi sebagai berikut: akan menjadi tempat yang menarik
Experience saat ini sedang menjadi Perlu adanya lembaga yang mengelola bagi warga untuk tinggal. Kelebihan:
tren marketing yang telah diterapkan kawasan secara terpadu sehingga Efek samping yang diperkirakan akan Pendekatan experience design dapat
oleh banyak perusahaan dari berbagai upaya yang dilakukan dapat berjalan terjadi adalah semakin tingginya arus merespon perubahan kebudayaan yang
bidang. dengan sistematis dan tidak berjalan wisatawan yang berkunjung ke terjadi di kalangan masyarakat terkait
Upaya promosi pelestarian lingkungan sendiri-sendiri. kawasan ini khususnya pada akhir ketertarikannya terhadap suatu produk.
memerlukan sudut pandang baru agar Perlu adanya rencana makro kawasan pekan. Produk dalam hal ini adalah
pesan yang ingin disampaikan dapat yang mendukung upaya penerapan Selain itu, dengan semakin pengetahuan tentang pelestarian alam.
lebih tepat sasaran. zona wisata ilmiah sebagai perluasan menariknya kawasan ini sebagai Kekurangan:
dari Kebun Raya Bogor. tempat tinggal akan menjadikan Pendekatan experience design ini
Pihak LIPI sebagai pengelola harus demand akan hunian di kawasan ini riskan mengarah kepada komoditisasi
lebih terbuka terhadap perkembangan meningkat. alam, yaitu alam sebagai sebuah
kebudayaan dalam kaitannya dengan produk harus menghasilkan
upaya penyampaian pesan pelestarian keuntungan sebesar-besarnya dengan
lingkungan. upaya sekecil-kecilnya.
Apakah ada cara/pendekatan lain Apakah ada cara untuk mengadakan Dapatkah anda menghilangkan efek- Apakah harapan terhadap pendekatan
agar penataan kawasan sKRB dapat prasyarat pendekatan Experience efek yang tidak diinginkan? konsep Experience Design terlalu
berhasil? Design? tinggi? Haruskan harapan tersebut
dikurangi?
Ada, misalnya dengan pendekatan Cara mengadakan prasyarat adalah: Ya, dapat. Yaitu dengan cara: Experience design dapat diterapkan
eco-city atau sustainable urbanism. Membuat lembaga pengelola di bawah Membuat rencana perkiraan melalui beberapa tingkatan penerapan
Namun pendekatan ini cenderung LIPI khusus untuk mengelola kawasan perkembangan kawasan sekitar Kebun dan tema. Sehingga harapan terhadap
hanya bersifat teknis dan kurang sekitar Kebun Raya Bogor ini. Raya Bogor ini untuk jangka waktu konsep experience design ini tidak
sesuai untuk diterapkan dalam konteks Melibatkan institusi pendidikan di tertentu agar perkembangannya dapat terlalu tinggi, justru sangat realistis.
yang membutuhkan sentuhan program sekitar Kebun Raya Bogor dalam lebih dikendalikan.
yang kuat khsusunya dalam bidang mengelola kawasan ini.
edukasi dan promosi.
Penataan Kembali Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor dengan Pendekatan Experience Design
Universitas Indonesia
24. 11
BAB II EXPERIENCE FARMING
Experience farming adalah penggabungan konsep experience design yang menjadi
teori utama pembahasan ini dengan teori urban farming yang dijadikan sebagai
media penerapan teori experience.
Walaupun sudah menjadi perhatian dan menghasilkan beberapa deklarasi. Usaha-
usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan ini nampaknya belum berhasil
secara signifikan. Alih-alih mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dampak
kerusakan lingkungan dan perubahan iklim semakin terasa akibatnya hingga saat
ini. Hal ini dikarenakan upaya penyelamatan lingkungan tersebut belum
menyentuh dasar persoalan dari kerusakan lingkungan tersebut. Masalah
lingkungan hidup adalah masalah moral, masalah perilaku manusia. Manusia
adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.5
Dalam skala regional kepedulian untuk memulai gaya hidup yang lebih ramah
lingkungan ini sudah mulai dimiliki oleh masyarakat. Namun upaya-upaya yang
dilakukan oleh masyarakat ini kebanyakan masih sebatas kegiatan insidentil dan
seremonial saja seperti „Hari menanam 1 milyar pohon‟ dan „Earth Hour‟.
Kegiatan-kegiatan seremonial seperti ini belum berpengaruh secara signifikan
terhadap upaya pelestarian lingkungan. Yang kita butuhkan adalah sebuah
perubahan gaya hidup yang dilakukan terus-menerus.
5
A. Sonny Keraf. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Hal. 2
Universitas Indonesia
25. 12
Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon. Kanan: Logo Earth Hour
(sumber kiri: www.presidenri.go.id, kanan www.earthhour.org)
Selain kegiatan yang hanya bersifat seremonial, upaya pelestarian yang dilakukan
sejauh ini banyak yang terlihat kurang menarik bagi kalangan masyarakat. Cara-
cara seperti penyuluhan kepada anak-anak, atau pemasangan poster-poster
himbauan mungkin sudah tidak terlalu berdampak signifikan. Mendengar kata
penyuluhan saja benak anak-anak akan langsung ciut membayangkan mereka
akan diceramahi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga sering penyuluhan atau
upaya mempromosikan kegiatan pelestarian lingkungan tersebut tidak sampai
sasaran.
Belajar tentang lingkungan dan arti penting keberadaan alam bagi kehidupan
manusia sebaiknya (seharusnya) dilakukan langsung di alam, terlepas dari ruang
kelas. Dengan berinteraksi langsung dengan alam maka pemahaman yang didapat
akan lebih menyeluruh karena yang belajar adalah semua indera manusia. Upaya
pembelajaran ini juga terkait dengan perolehan pengalaman bagi masyarakat tidak
hanya bagi siswa yang masih duduk di bangku sekolah saja.
Aristoteles berkata "For the things we have to learn before we can do them, we
learn by doing them." Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan
melakukannya secara langsung. Hal ini juga sesuai dengan pepatah „experience is
the best teacher‟, maka cara belajar dengan membuat sebuah pengalaman akan
memiliki dampak yang lebih signifikan. David A. Kolb (1983), salah seorang
tokoh experiential learning, menyatakan bahwa “Learning is the process whereby
knowledge is created through the transformation of experience.”
Universitas Indonesia
26. 13
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran melalui edukasi ini bisa dilakukan dengan
cara melibatkan langsung masyarakat terhadap usaha-usaha pelestarian alam.
Usaha-usaha pelestarian alam yang akhir-akhir ini sering terdengar dimana-mana
terbukti selalu diikuti oleh banyak orang. Ini menandakan bahwa masyarakat
memiliki antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan-kegiatan bertema pelestarian.
Namun kegiatan-kegiatan semacam ini hanya bersifat insidentil saja dan belum
sesuai dengan apa yang disampaikan Lim (2010) bahwa “Sustainable must be
accessible and applicable to the practice of everyday life.” (p.30)
Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari keseharian dan mudah diakses,
upaya edukasi lingkungan ini dapat „diinjeksi‟ ke dalam ruang kota. Ruang kota
menjadi tempat yang menarik untuk meletakkan edukasi ini karena banyak orang
beraktivitas di ruang kota atau minimal melewati suatu bagian dari kota dalam
kesehariannya. Dengan cara seperti ini diharapkan tujuan edukasi sebagai sebuah
bagian dari keseharian masyarakat akan dapat tercapai karena masyarakat
dilibatkan langsung dalam usaha penumbuhan kesadaran dan upaya pelestarian
lingkungan. Mengutip kata-kata Confucius "tell me and I will forget, show me
and I may remember, involve me and I will understand."
Universitas Indonesia
27. 14
2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan
Perkembangan dan perubahan gaya hidup ditandai dengan makin pekanya
masyarakat kota terhadap perkembangan teknologi.6 Pekanya masyarakat kota
terhadap perkembangan teknologi dapat terlihat dari penggunaan gadget
berteknologi canggih yang dapat ditemui di seluruh lapisan masyarakat. Namun di
sisi lain hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita semakin konsumtif.
Semakin konsumtifnya masyarakat tidaklah harus selalu disikapi secara skeptis.
Kita bisa mengambil pelajaran dari fenomena tersebut tentang bagaimana teknik
yang diterapkan oleh brand-brand tersebut agar bisa begitu digandrungi oleh
masyarakat atau bisa kita sebut sebagai fanatisme.
Hal yang menarik untuk dilihat dari fenomena fanatisme tersebut adalah sebab
kenapa fanatisme tersebut bisa terjadi. Fanatisme bisa terjadi salah satunya adalah
karena adanya kecocokan makna yang ada pada diri pengguna dengan makna
yang ditawarkan oleh produk seperti dikatakan oleh Diller, Shedroff, & Rhea
(2006)
If you innovate with an eye to what is meaningful in your customers lives,
your products and services are more likely to be adopted and retained, not
tossed aside when the next new sensation arrives. (p.2)
Meaning yang ada di setiap produk yang sukses tersebut adalah yang menjiwai
proses terjadinya user experience. Meaning ini pula yang mempengaruhi cara
pengguna dalam berinteraksi dengan produk atau gadget yang digunakannya.
Inilah yang menjadi dasar dari sebuah meaningful experience.
6
http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/10/14/ diunduh pada 24 Desember 2011
Universitas Indonesia
28. 15
2.2 Experience
Rangkaian kehidupan sehari-hari dapat kita anggap sebagai rangkaian aktivitas
yang membentuk pengalaman untuk diri kita. Pengalaman yang kita rasakan dapat
berupa kejadian-kejadian luar biasa seperti sensasi melakukan bungee jumping
atau hanya kejadian-kejadian kecil namun bermakna yang mengisi hari kita
seperti bisa merasakan segelas minuman dingin di hari yang panas. Pengalaman
lain terkait dengan sesuatu yang didesain sedemikian rupa agar menghadirkan
pengalaman pengguna yang berkesan misalnya menggunakan sebuah Macbook,
atau mengunjungi taman rekreasi seperti Dunia Fantasi.
Experience dalam terjemahan bebas ke dalam Bahasa Indonesia bisa dimaknai
sebagai pengalaman. Dalam arti katanya sendiri menurut Oxford Dictionary,
experience memiliki beberapa arti yaitu: „the knowledge or skill acquired by a
period of practical experience of something, especially that gained in a particular
profession‟ dan „an event or occurrence which leaves an impression on someone‟.
Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) experience merupakan semua proses
dimana kita menyadari akan hal tersebut dan kita terlibat di dalamnya ketika hal
tersebut terjadi. Untuk merasakan experience ini, kita perlu mengenali adanya
perubahan pada lingkungan, pada tubuh, pikiran, jiwa, atau aspek lain pada diri
kita yang bisa merasakan perubahan. Dengan kata lain yang lebih sederhana,
experience adalah sensasi perubahan.
Menurut oleh Darmer dan Sundbo (2008) experience tidak hanya sebuah produk,
namun berkaitan dengan sebuah mental process yang terjadi di dalam pikiran kita
(state of mind). Peran pikiran sangat penting dalam pencapaian experience karena
experience ini sangatlah personal. Experience yang dialami setiap orang
tergantung dengan pengetahuan dan ingatan yang sangat mempengaruhi perolehan
experience oleh orang tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Christrup (2008)
mengutip Pedersen dan Meyhoff (2004) berikut ini
Universitas Indonesia
29. 16
Expectations, knowledge and memories influence the experience,and „the
filtering mechanism of the memory at the moment of perception is always
influenced by our emotions.... Emotions are not merely a form of
embedment in the experience of reality; they are fundamental and
potentially colour and dominate experience or our ability to experience
anything at all‟ (Engberg- Pedersen and Meyhoff, 2004 p. 57)
Oleh karena itu terdapat kaitan langsung antara pengalaman fisik yang dirasakan
oleh setiap orang dengan apa yang sudah ada di pikirannya seperti dikatakan oleh
Pine dan Gilmore (1999) bahwa “Each experience derives from the interaction
between the staged event and the individual‟s prior state of mind and being.”
2.2.1. Meaning
Konsepsi awal yang ada di dalam diri kita terkait dengan meaning yang kita
punya. Maka meaning adalah hal yang sentral dalam penciptaan experience ini.
Meaning secara harfiah menurut Oxford Dictionary dapat diartikan sebagai
important or worthwhile quality; purpose. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea
(2006), meaning adalah sesuatu yang mendasari semua kegiatan yang kita
lakukan.
Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu
Sumber: www.nathan.com
Universitas Indonesia
30. 17
Meaning adalah salah satu faktor yang kini menjadi pertimbangan orang dalam
melakukan pembelian. Orang cenderung mempertimbangkan meaning yang
dianutnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Kegiatan konsumsi yang
berdasarkan meaning ini oleh Diller, Shedroff, & Rhea (2006) sebagai meaningful
consumption.
Kini, dengan semakin berpengaruhnya meaning bagi seseorang. Perusahaan-
perusahaan mulai melakukan riset yang dalam agar produknya memiliki meaning
yang bisa diterima oleh masyarakat. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) jika
suatu perusahaan melakukan inovasi dengan memperhatikan apa meaning yang
dianut oleh penggunanya, maka produk dari perusahaan tersebut akan disukai dan
akan bertahan lama di masyarakat. Meaning ini juga sebaiknya menjadi dasar
inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan meletakkan meaning di tengah-
tengah proses inovasi ini, maka kerjasama yang dilakukan oleh setiap elemen di
perusahaan juga akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, meaning menjadi
sesuatu yang sangat penting dalam rangka menghadirkan produk yang berhasil
„mencuri hati‟ pelanggannya. Meaning inilah yang menjadi pembeda dari produk-
produk yang berhasil dengan yang kurang berhasil.
innovation
meaning
Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi
Sumber: terjemahan ke bentuk diagram dari Diller, Shedroff, & Rhea (2006)
Untuk menerapkan meaning ini menjadi sebuah produk yang dapat diminati oleh
konsumen, maka meaning ini harus didesain sedemikian rupa. Desain suatu
produk yang mengadopsi meaning ini diterapkan dengan menerjemahkan meaning
Universitas Indonesia
31. 18
tersebut ke dalam experience untuk mencapai desain experience yang bermakna.
Proses desain meaningful experiences ini dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Finding Choosing the Shaping a Refining a Deliver
Opportunities Experience Concept Concept Meaning
for Meaning
Defining Understanding Define Define Product Brand
Prototype Positioning Offering
the Market Customers Scope Framework Concepts Concepts
Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences
sumber: Diller, Shedroff, & Rhea (2006)
Selanjutnya, kita akan membahas langkah kedua dari desain meaningful
experience ini yaitu yang berkaitan dengan experience yang akan diberikan
kepada pengguna. Sesuai dengan diagram di atas, terdapat dua hal yang harus
dilakukan untuk memilih experience. Experience inilah yang akan menghasilkan
meaning yang akan diterima oleh pengguna.
Experience memiliki empat tingkat keterlibatan yang digambarkan melalui
diagram berikut ini. Sumbu horizontal menggambarkan tingkat partisipasi
pengguna, partisipasi pasif berarti pengguna tidak secara langsung terlibat dan
mempengaruhi jalannya suatu pertunjukan. Contoh partisipasi pasif adalah ketika
kita menghadiri acara pagelaran musik. Sedangkan partisipasi aktif adalah ketika
pengguna dapat mempengaruhi jalannya sebuah pertunjukan. Contoh partisipasi
aktif misalnya adalah bersepeda mengelilingi kota.
Sumbu vertikal menggambarkan tingkat hubungan antara pengguna dengan
lingkungan tempat experience tadi berlangsung. Absorption berarti membawa
experience ke pikiran pengguna, sedangkan Immersion berarti pengguna yang
Universitas Indonesia
32. 19
menjadi bagian baik secara fisik maupun hanya sebatas visual dari sebuah
pengalaman.
Absorption
Entertainment Education
Passive Active
Participation
Esthetic Escapist Participation
Immersion
Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience
Sumber: Pine & Gilmore, 1996
Keempat tingkat keterlibatan pengguna dalam suatu experience secara lebih detail
akan dijelaskan menurut Pine & Gilmore (1999) melalui uraian berikut ini
berdasarkan derajat keterlibatannya.
Entertainment adalah bentuk experience yang paling sederhana. Entertainment ini
terjadi ketika pengguna secara pasif menyerap pengalaman yang ada melalui
indera-indera mereka. Hal ini contohnya terjadi ketika menyaksikan pertunjukan,
mendengarkan musik, atau membaca. Entertainment ini adalah bentuk experience
yang paling populer dan familiar di kalangan masyarakat karena paling sederhana
diantara bentuk-bentuk experience lainnya.
Education adalah bentuk experience dimana penggunanya secara aktif menyerap
experience yang diberikan. Dalam prakteknya, kegiatan belajar harus secara aktif
melibatkan pikiran dan fisik penggunanya.
Universitas Indonesia
33. 20
Esthetic adalah ketika individu tenggelam dalam suatu kegiatan atau suatu
lingkungan namun dia tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan tersebut karena
esthetic termasuk ke dalam ranah partisipasi pasif.
Escapist adalah ranah yang memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap suatu
kegiatan atau pengalaman. Ketika dalam situasi escapist, orang akan merasa
tenggelam ke dalam aktivitas tersebut dan keterlibatan keadaan ini semakin dalam
dengan memungkinkannya orang ikut berperan terhadap terjadinya aktivitas pada
kegiatan tersebut. Contoh kegiatan ini adalah di taman bermain, kasino, dan
simulator.
Keempat ranah experience tersebut dapat berlangsung bersama-sama atau berdiri
sendiri tergantung tingkat keterlibatan yang diinginkan oleh perancang
experience.
2.2.2. Peran Indera dalam Experience
Dikatakan oleh John Lang (1987) dan juga oleh Gibson (1966) bahwa dalam
perolehan experience, indera memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai reseptor
sensasi dan juga sebagai pembentuk persepsi. Masing-masing indera dapat
difungsikan untuk memperoleh informasi yang berbeda yang kemudian digunakan
untuk membentuk pemahaman kita akan suatu ruang.
Tabel 1 Tabel Indera Sebagai Sistem Persepsi
Name Mode of Anatomy of Activity of Organ Stimuli External
Attention Organ Available Information
Obtained
Basic General Mechano- Vestibular organs Body Direction of
Orienting orientation receptors equilibrium gravity, being
System pushed
Auditory Listening Mechano- Cochlear organs Orienting to Nature and
system receptors with middle ear sounds locations of
and auricle vibratory events
Haptic Touching Mechano- Skin (including Exploration Contact with the
system receptors and attachments and of many earth,
possibly thermo- openings), joints kinds mechanical
receptors (including encounters,
ligaments), object shapes,
Universitas Indonesia
34. 21
muscles (including material states-
tendons) solidity or
viscosity
Taste-smell Smelling Chemo-receptors Nasal cavity Savoring Nutritive and
system (nose) biochemical
values
Tasting Chemo-receptors Oral activity Savoring Nutritive and
and mechano- (mouth) biochemical
receptors values
Visual Looking Photo-receptors Ocular mechanism Accomodatio Everything that
system (eyes, with n, paillary can be specified
intrinsic and adjustment, by the variables
extrinsic, as fixation, of optical
related to the convergence, structures
vestibular organs, exploration (information
the head, and the about object,
whole body) animals,
motions, events,
and places)
Sumber: John, Lang. Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in
Environmental Design. P.91
Universitas Indonesia
35. 22
2.2.3. Experience Economy
Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat dunia telah memasuki sebuah era baru
dalam dunia marketing. Perkembangan masyarakat yang sangat cepat tentu tidak
bisa lagi direspon dengan teknik-teknik marketing yang sudah ada sejak ratusan
tahun yang lalu. Jaman berubah dengan cepatnya, begitu juga hubungan antara
konsumen dan produsen. Masyarakat dihadapkan kepada sebuah era baru
marketing, yaitu experience marketing.
Experience marketing adalah sebuah cara baru tentang bagaimana perusahaan
memasarkan produknya kepada konsumen. Umumnya kita mengenal hanya tiga
jenis produk yang diperjualbelikan di masyarakat, produk tersebut adalah: barang
komoditi mentah (commodities), barang olahan (goods), dan jasa (service). Kini
berkembang lagi satu jenis kegiatan yaitu kegiatan marketing experience yang
merupakan pengembangan dari kegiatan jasa.
Tabel 2 Perbandingan antara jenis-jenis ekonomi
Economic Commodities Goods Services Experiences
Offering
Economy Agrarian Industrial Service Experience
Economic Extract Make Deliver Stage
functions
Nature of Fungible Tangible Intangible Memorable
offering
Key attribute Natural Standardized Customized Personal
Method of Stored in bulk Inventoried Delivered on Revealed over
supply after demand a duration
production
Seller Trader Manufacturer Provider Stager
Buyer Market User Client Guest
Factors of Characteristics Features Benefits Sensations
demand
Sumber : Pine & Gilmore (1999) p.6
Walaupun hadir dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
ketiga teknik marketing lainnya, namun perkembangan experience marketing ini
cukup signifikan karena pengguna kini menginginkan nilai lebih dalam cara
mereka melakukan konsumsi.
Universitas Indonesia
36. 23
Pada diagram di bawah ini yang merupakan penterjemahan dari pernyataan
Darmer dan Sundbo (2008) terlihat bahwa perubahan yang terjadi adalah karena
perkembangan permintaan yang dilakukan oleh konsumen. Pada awal terjadinya
kegiatan ekonomi, pemenuhan barang adalah untuk tetap bertahan hidup. Dalam
perkembangannya, mereka menginginkan bahwa sesuatu yang mereka dapatkan
harus bisa memenuhi kebutuhan dalam hal materialism, pemenuhan pengetahuan,
dan pemecahan masalah, maka semua permintaan ini direspon dengan hadirnya
service economy. Ketika semua itu belum cukup dan konsumen meminta sesuatu
yang lebih menarik, maka hadirlah experience economy yang bisa menghadirkan
pengalaman baru dalam pemenuhan kebutuhan bagi konsumen.
interesting life, experience new aspects
Experience of life, be entertained, learn in an
enjoyable way
Service materialism, knowledge, solving problem
Goods satisfy for survival
Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi
Sumber: diolah dari Darmer dan Sundbo (2008)
Pine & Gilmore (1999) menyatakan bahwa experience dapat digunakan oleh
perusahaan agar nilai produk yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Cara yang
ditempuh agar suatu produk biasa bisa memiliki nilai yang lebih tinggi adalah
dengan cara menambahkan experience pada bagaimana pengguna bisa
mendapatkan nilai tambah ketika menggunakan produknya.
Universitas Indonesia
37. 24
2.2.4. Experience Design
Experience design adalah desain yang beorientasi kepada penggunanya. Oleh
karena itu peran pengguna (user) di sini sangatlah penting. Hal ini karena dalam
merancang sebuah experience kita juga harus memahami meaning dari experience
yang akan kita hasilkan berkaitan dengan meaning yang dimiliki oleh pengguna.
Experience design sangat berkaitan dengan identitas dan personal meaning yang
dimiliki oleh seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diller, Shedroff, &
Rhea (2008), “We may still want economic value, status, identity, and emotional
ties, but we want them within an overall meaning or set of meaning that are
exactly right for us.”
Menurut Shedroff (2004), proses perolehan experience itu dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar yaitu attraction, engagement, dan conclusion. Perolehan
experience ini dapat dijadikan sebagai dasar dari experience design. Dengan
memahami bagaimana experience dirasakan oleh individu, maka diharapkan
experience yang dirancang juga dapat berhasil menyesuaikan dengan meaning
yang ada di individu tersebut.
attraction engagement conclusion
Attraction
Attraction penting dalam sebuah perancangan experience. Attraction inilah yang
mengawali sebuah proses experience. Sesuai dengan uraian sebelumnya dari Pine
& Gilmore (1996) attraction ini terkat dengan kesan atau impresi yang pertama
didapatkan oleh orang. Lebih lanjut Shedroff (2004) menyatakan bahwa attraction
dapat berupa kognitif, visual, auditory, atau rangsangan-rangsangan lain yang
diterima oleh indera kita.
Universitas Indonesia
38. 25
Engagement
Bagian penting berikutnya dari sebuah experience design adalah engagement
(pelibatan). Engagement ini adalah experience itu sendiri. Dalam penerapannya,
engagement harus terlihat berbeda dengan lingkungan sekitarnya agar experience
dapat menjadi perhatian bagi orang yang mengalaminya.
Conclusion
Conclusion atau kesimpulan adalah bagian terakhir dari sebuah experience design.
Menurut Shedroff (2004) conclusion dapat hadir dalam berbagai bentuk, namun
pada intinya dia harus memberikan suatu resolusi bagi orang yang mengalaminya.
Resolusi yang dihasilkan adalah melalui meaning, cerita, atau aktivitas lain yang
dapat memperkuat kesenangan dalam menikmati pengalaman tersebut. Terkadang
experience hadir tanpa akhir yang jelas. Hal ini mengakibatkan orang yang
mengalami suatu pengalaman merasa bingung dan merasa tidak terpuaskan
tentang emosi dan impresi yang telah mereka dapatkan dari awal. Oleh karena itu,
untuk menghindari kondisi tanpa akhir ini, conclusion harus benar-benar
dirancang agar pengunjung mampu mendapatkan sesuatu dari pengalaman yang
telah dialaminya tadi.
Extension
attraction engagement conclusion extension
Bagian keempat ini adalah bagian yang bisa membuat sebuah pengalaman
bertahan lebih lama atau menjembatani dengan experience lainnya. Jika akan
dihubungkan dengan pengalaman lain sebagai rangkaian, setiap pengalaman tetap
harus memiliki conclusion masing-masing sebelum berpindah ke pengalaman
lain. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan interpetasi informasi yang telah didapat
Universitas Indonesia
39. 26
pada saat fase engagement. Pengalaman yang bergabung dengan pengalaman
lainnya ini akan menghasilkan sebuah conclusion yang lebih besar sehingga akan
dihasilkan pula makna yang lebih besar.
attraction engagement conclusion
extension conclusion
attraction engagement conclusion
Pendefinisian yang lebih detail mengenai prinsip-prinsip penerapan experience
design dikemukakan oleh Pine & Gilmore (1999) berikut ini:
Theme the experience
Harmonizing impression with positive cues
Eliminate negative cues
Mix in memorabilia
Engage all five senses
Kelima hal ini dapat kita kelompokkan sesuai dengan kelompok besar yang telah
dirumuskan oleh Shedroff (2004) tadi menjadi kombinasi prinsip-prinsip
perancangan experience design berikut ini
Universitas Indonesia
40. 27
Tabel 3 Tabel Kombinasi Prinsip-prinsip Experience Design
Prinsip Prinsip Aspek
menurut experience Kunci Detail Aspek Kunci
Shedroff design Pine & Experience Experience Desain
(2004) Gilmore (1999) Design
Attraction Theme the Triggers Senses: Taste, Sight, Sound,
experience Smell, Touch
Harmonize Cognitive: Concepts, Symbol
impression with Breadth Product, Services, Brand,
the positive cues Nomenclature,
Channel/Environment,
Promotion, Price
Engagement Engage all five Interaction Static, Passive, Active,
senses Interactive
Eliminate Duration Initiation, Immersion,
negative effects Conclusion, Continuation
Intensity Reflex, Habit, Engagement
Conclusion
Meaning, Status, Emotion,
Extension Mix in Significance
Price, Function
memorabilia
Sumber: diolah dari Shedroff (2004) dan Pine & Gilmore (1999)
Penjelasan masing-masing prinsip perancangan oleh Pine & Gilmore (1999)
adalah sebagai berikut
Theme the Experience
Prinsip pertama adalah merancang dengan membuat pemisahan experience
berdasarkan tema tertentu (tematik). Dengan membuat experience sesuai dengan
tema tertentu, experience tadi akan lebih mudah dicapai oleh pengguna. Hal ini
karena keterbatasan indera kita dalam mengolah informasi, maka informasi yang
diberikan secara tematis akan lebih mudah membangkitkan sensasi pada tiap
pengguna.
Dalam arsitektur, perancangan dengan memisahkan experience ini dapat
dilakukan dengan pengelompokkan fungsi ruang berdasarkan kelompok fungsi
tertentu. Selain itu, tema dalam rancangan juga bisa diaplikasikan dengan
Universitas Indonesia
41. 28
penggunaan warna, tekstur, dan material yang berbeda untuk menunjukkan kesan
tertentu.
Harmonize impression with the positive cues
Prinsip kedua dari penerapan experience ini adalah dengan cara
mengahrmonisasikan kesan (impression) yang didapat dengan informasi-
informasi yang positif. Kesan atau impression ini adalah experience yang akan
dibawa (the take away experiencei) oleh pengguna. Kesan ini adalah hal yang
dirasakan pengunjung ketika mengalami suatu experience yang telah kita rancang
sebelumnya. Impression yang dirasakan oleh pengunjung adalah ketika mereka
bisa merasakan sesuatu seperti “Pengalaman itu membuat saya merasa ...” atau
“Pengalaman itu seperti...” (Pine & Gilmore, 1999). Imrpession ini adalah sesuatu
yang penting dalam experience creation karena hal ini adalah hal yang pertama
kali ditangkap oleh orang yang menjadi sasaran perancangan experience yang kita
buat. Kesan atau impresi inilah yang menentukan apakah orang tersebut akan
melanjutkan perolehan experience setelah merasakan kesan yang dirasakan.
Menurut Pine & Gilmore (1999) mengutip pernyataan Carbone (2004) bahwa
kesan ini dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu mechanics dan humanics.
Mechanics adalah kesan yang melibatkan indera kita dalam bentuk setting fisik
seperti gambar, rekaman suara, aroma, landscaping, dll. Sedangkan humanics
adalah hal-hal yang timbul dari keberadaan orang (pegawai) dalam berinteraksi
dengan pengunjung.
Eliminate Negative Cues
Untuk merancang experience yang baik tidak hanya diperlukan perhatian kepada
hal-hal yang positif saja. Perancang experience juga harus memperhatikan dan
menghilangkan hal-hal yang bisa mengganggu proses perolehan experience.
Universitas Indonesia
42. 29
Mix in memorabilia
Memorabilia atau biasa kita sebut sebagai souvenir menjadi salah satu prinsip
penting dalam penerapan experience design. Memorabilia ini dapat dijadikan
media untuk mengingat dan memperpanjang experience. Orang membeli
memorabilia ini sebagai bukti (tangible artifacts) dari suatu pengalaman yang
telah dialaminya (Pine & Gilmore, 1996). Dengan adanya memorabilia ini, orang
akan dapat mengingat kembali suatu pengalaman yang pernah dialaminya dulu,
sehingga impresi atau kesan ketika merasakan pengalaman tersebut dapat diingat
kembali.
Engage all five senses
Hal terakhir yang dapat dilakukan dalam merancang experience yang berhasil
adalah dengan cara melibatkan semua panca indera. Hal ini karena semakin
banyak indera yang dilibatkan maka pengalaman yang didapat akan semakin kaya
dan experience tersebut akan lebih mudah diingat (Pine & Gilmore, 1996).
Universitas Indonesia
43. 30
Ada banyak kegiatan yang bisa menjadi media penerapan experience design
tersebut salah satunya adalah urban farming. Urban farming ini dirasa cocok
sebagai media penerapan experience design karena bisa mengaplikasikan aspek-
aspek experience design. Misalnya ketika kita berkebun maka semua indera akan
bekerja (engage all five sense), selain itu ada durasi ketika kita melakukan
kegiatan berkebun. Maka, selanjutnya akan dibahas mengenai urban farming dan
aplikasi experience design.
2.3 Urban Farming
Dalam perkembanganya, ketika peradaban manusia memasuki masa industrial,
jarak yang memisahkan konsumen dan produsen pangan semakin jauh karena
pertanian yang memakan lahan yang luas harus diusahakan di luar daerah kota.
Akibat industrialisasi, pertanian semata-mata dianggap sebagai komoditi industri.
Hubungan yang terjadi antara manusia, makanan, dan produsen (petani) berubah
dari hubungan sosial-budaya menjadi hanya sebatas hubungan perdagangan.
Manusia tidak merasa perlu untuk mengetahui darimana dan bagaimana makanan
yang hadir di meja makannya berasal.
Dampak selanjutnya dari adanya pemisahan produsen dan konsumen ini
menyebabkan manusia kehilangan kontak kepada alamnya. Konsumen dalam hal
ini masyarakat kota tidak bisa merasakan apa yang terjadi kepada lahan pertanian,
tempat makanan mereka berasal. Mereka juga tidak tahu bahwa pertanian sangat
terpengaruh oleh perubahan iklim dan pemanasan global yang kondisinya
semakin buruk saat ini. Suatu keadaan yang penyebab utamanya adalah gaya
hidup konsumtif yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat kota.
The consequence of this disassociation is that we, as consumers, are not
seeing the clear effects of climate change and energy shortage on food
production. (Lim, 2010) p.15
Universitas Indonesia
44. 31
Lebih jauh, adanya pemisahan antara manusia dengan alam ini semakin
memperburuk keadaan kerusakan alam yang terjadi selama ini. Menurut Naess
(1980) kerusakan alam dan pencemaran lingkungan yang menimpa manusia saat
ini secara tragis dilakukan juga oleh manusia juga sebagai pelaku utamanya.
Lebih lanjut Naess menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah
moral, masalah perilaku manusia. Sehingga penyelesaian masalah kerusakan
lingkungan bukan hanya persoalan teknis belaka, manusia sebagai pelaku dan
korban harus menjadi titik awal penyelesaian persoalan ini.
The severance of man from nature – the essential achievement of
modernity – has left us in danger of forgetting what, deep down, it means
to be human. 7 (Steel, 2009) p.239
Penyelesaian permasalahan lingkungan tersebut tidak bisa hanya melalui
penyelesaian secara teknis. Seperti diungkapkan bahwa penyelesaian masalah ini
bisa dilakukan salah satunya dengan mengembalikan ikatan yang sempat terlepas
antara manusia dengan alamnya.
What is needed is not so much a technological revolution as a mental one:
a recognition that, once we lose our vital bond with nature, we too are
lost. Our most urgent mission must be to regain a sense of that bond.8
(Steel, 2009)
Kita perlu untuk memikirkan cara agar ikatan antara manusia dengan alamnya
tersebut kembali terbangun. Untuk melaksanakan visi ini, kita memerlukan alat
untuk mencapai visi tersebut. Urban farming dapat kita jadikan sebagai alat untuk
mewujudkan kembali ikatan yang sempat terputus itu. Urban farming diyakini
7
Steel, Carolyn. P.239
8
Steel, Carolyn. P.239
Universitas Indonesia
45. 32
memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk menghubungkan kembali
manusia dengan alamnya.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai urban farming, kita perlu membahas
definisi dari urban farming terlebih dahulu. Praktek urban farming yang
dikembangkan oleh banyak pihak dengan tujuan yang berbeda ini menghasilkan
definisi yang berbeda pula. Pertama pengertian urban farming yang digunakan
oleh United Nations Development Programme (UNDP), urban farming adalah:
An industry that produces, processes and markets food and fuel, largely in
response to the daily demand of consumers within a town, city, or
metropolis, on land and water dispersed throughout the urban and peri-
urban area, applying intensive production methods, using and reusing
natural resources and urban wastes, to yield a diversity of crops and
livestock. (Smit, Ratta & Nasr, 1996)
Definisi lain dicetuskan oleh Andre Viljoen (2006) yaitu Continuous Productive
Urban Landscapes (CPULs). Konsep ini menganggap urban farming dapat
berfungsi sebagai ruang terbuka yang produktif dalam bidang ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Menurut Viljoen, urban farming (CPULs) juga dapat
berkontribusi untuk memperindah wajah kota.
Continuous Productive Urban Landscapes (CPULs) will be open
landscapes productive in economical and sociological and environmental
terms. They will be placed within an urban-scale landscape concept
offering the host city a variety of lifestyle advantages and few, if
any,unsustainable drawback. (p.11)
Menurut Crawford (2011), urban farming memiliki beberapa manfaat yaitu
menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat, dapat
memperkuat ikatan masyarakat, dapat membawa masyarakat kembali merasakan
alam, melestarikan tradisi dan budaya tradisional, mengedukasi anak-anak tentang
makanan dan makan, menyediakan produk pertanian berkualitas tinggi, dan yang
Universitas Indonesia
46. 33
terakhir adalah menawarkan kenikmatan dan keindahan sebagai bagian dari proses
menanam dan menikmati makanan.9
Urban farming ini sebenarnya bukan sebuah konsep yang baru dalam bidang
pertanian atau perkotaan. Konsep urban farming seperti sudah dibahas di awal tadi
sudah diterapkan pada perkotaan di Sumeria pada tahun 3000 SM. Selanjutnya
pada masa perang dunia pertama, urban farming juga banyak diterapkan di kota-
kota di Eropa sebagai respon atas langkanya bahan pangan dan minimnya lahan
pertanian karena banyak lahan pertanian dikonversi menjadi pabrik senjata. Pada
waktu Perang Dunia Pertama tujuan utama penerapan urban farming adalah untuk
memberi makan penduduk yang mengalamai kesulitan pangan.
Pada era setelah 1960an, kisah sukses
penerapan urban farming terjadi di
Kuba. Penerapan urban farming di
Kuba ini menurut sejarahnya
dikarenakan oleh adanya embargo
yang dilakukan oleh Uni Soviet
kepada Kuba. Sehingga pasokan
bahan makanan, minyak, dan benda-benda komoditas lainnya terhambat.
Menyikapi kondisi ini, pemerintah dan rakyat Kuba bahu-membahu menerapkan
urban farming untuk memasok kebutuhan pangan mereka. Penerapan urban
farming di Kuba ini menjadi satu-satunya urban farming yang didukung oleh
pemerintah, salah satu buktinya adalah dengan membentuk departemen khusus
yang membidangi masalah urban farming ini.
Dalam beberapa tahun belakangan ini urban farming berkembang sangat pesat.
Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya penerapan urban farming baik dari sisi
kualitas maupun kuantitas. Kemajuan urban farming ini bisa dilihat dari dua
9
Crawford, Margaret. „Productive Urban Environment‟ in Ecological Urbanism by Mohsen
Mostafavi. 2011
Universitas Indonesia
47. 34
faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Kedua faktor ini seakan menjadi
katalis cepatnya perkembangan urban farming dewasa ini.
Faktor pendorong kemajuan urban farming ini adalah kemajuan teknologi
pertanian yang memungkinkan pertanian dapat dilakukan dengan cara
intensifikasi yang lebih maju. Salah satu hasil perkembangan teknologi ini adalah
adanya pertanian hidroponik dan aeroponik. Kedua metode pertanian ini
memungkinkan pertanian diusahakan dalam lahan yang sempit atau bahkan tanpa
menggunakan lahan sekalipun. Metode pertanian ini juga memungkinkan
pertanian diusahakan secara vertikal, hal ini merupakan jawaban atas debat yang
dilontarkan oleh kalangan real estate bahwa pertanian yang mengambil lahan
secara luas sangat tidak menguntungkan secara ekonomi.
Sedangkan yang menjadi faktor penarik kemajuan urban farming adalah semakin
mendesaknya pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan terutama bagi warga
kota. Menurut UNFPA pada tahun 2030 nanti, sekitar 5 miliar penduduk dunia
akan tinggal di daerah perkotaan.10 Di lain sisi, dunia kini mengalami penurunan
produksi pangan antara 20 hingga 40 persen karena kekeringan yang
berkepanjangan. Urban farming menjadi salah satu alternatif untuk menjawab
permasalahan ini.
Urban Farming dan Lifestyle
Menurut Hoyos (2010) saat ini kita seolah berada pada sebuah titik balik tentang
kesadaran terhadap masalah lingkungan dan tentang pelestarian alam. Kita juga
mengalami perubahan tentang cara kita memaknai hubungan kita dengan alam
dan lingkungan, dari hubungan eksploitasi dan dominasi menjadi sebuah
10
J. Moncrieffe et al., „UNFPA State of the world population 2008 Report‟. United Nations
Population Fund, New York, 2008.
Universitas Indonesia
48. 35
hubungan belajar kembali kepada alam dan adanya upaya-upaya baru
menghubungkan kembali bangunan dengan lingkungan alami.11
Fenomena „back to nature‟ yang kini menjadi tren gaya hidup masyarakat kota
merupakan celah bagi masuknya kegiatan edukasi lingkungan. Edukasi
lingkungan ini berguna agar gaya hidup ramah lingkungan atau yang lebih dikenal
dengan green lifestyle tersebut tidak hanya menjadi gaya hidup insidentil dan
hanya menjadi marketing gimmick, namun benar-benar menjadi bagian dari
keseharian kehidupan kita.
Diungkapkan oleh P. Nasoetion, aktivis Jaringan Hijau Mandiri, bahwa
perbincangan tentang perubahan iklim sudah bukan lagi monopoli para aktivis
lingkungan namun sudah mulai akrab dengan masyarakat. Lebih lanjut, Nasoetion
menyatakan bahwa telah mulai tumbuh kesadaran masyarakat secara global
khususnya di negara-negara maju untuk mulai mengoreksi, kemudian
mengadakan perubahan mendasar dalam semua pola pandang serta gaya hidup
yang selama ini dipraktekkan, khususnya dalam berinteraksi dengan alam
lingkungannya.
Lim (2010) menyatakan bahwa gaya hidup berkelanjutan ini harus bisa diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari
keseharian dan mudah diakses, upaya edukasi lingkungan ini dapat
dikombinasikan dengan ruang publik kota. Jika urban farming dapat
dikombinasikan dengan ruang publik kota, maka hal ini akan seperti kata pepatah
„sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui‟. Selain produktif dan dapat
digunakan sebagai sarana pendidikan, urban farming juga dapat digunakan
sebagai sarana urban recreation.
11
Dr. Carlos Alberto Montana Hoyos. „Reconnecting with Nature‟. On FuturArc 4th quarter 2010
vol. 19
Universitas Indonesia
49. 36
Kebutuhan warga kota akan sebuah urban recreation ini relevan dengan keadaan
masyarakat urban yang semakin butuh akan hadirnya ruang publik, seperti
diungkapkan Zukin (1998) bahwa “The (urban) lifestyle bring more pressure on
public space, including parks and art museums.”12
Urban recreation ini merupakan wadah self expression dan perkumpulan-
perkumpulan kelompok yang terjadi secara spontan. Bentuk urban recreation
dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam bentuk taman kota, public
square, atau sarana-sarana hiburan seperti gedung pertunjukan seni.
If we are to deliver a sustainable built environment, we must create places
that people will value and to which they can connect emotionally.13
The urban landscape that we human share with ecological systems and
plant and animal habitat forms our identity as individuals and becomes
the image of the city.14
Hubungan manusia dengan lingkungan secara emosional ini penting untuk
diciptakan. Karena dengan adanya hubungan emosional ini, maka manusia akan
merasa memiliki dan menjaga lingkungannya secara sukarela. Setelah itu, dengan
adanya hubungan yang terbangun antara manusia-lingkungan ini maka akan
timbul apa yang disebut sebagai image of the city.
12
Urban lifestyles: Diversity and standardisation in spaces of consumption Sharon Zukin Urban
Studies; May 1998; 35, 5/6; ProQuest Sociology p. 825
13
Schwartz, Martha. 2011. Ecological Urbanism and the Landscape. In Ecological Urbanism by
Mohsen Mostafavi. P.524
14
Ibid. p.254
Universitas Indonesia
50. 37
Setelah membahas mengenai experience dan urban farming, maka dapat
dirumuskan konsep experience farming yang akan menjadi pedoman desain.
2.4 Experience Farming
Experience yang memiliki banyak pengertian secara
singkat dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang terjadi
pada diri kita akibat adanya rangsangan yang datang dari
luar tubuh dan diterima melalui reseptor pada indera kita
untuk kemudian membentuk impresi yang ada di pikiran
kita. Experience yang dialami oleh setiap orang tentu
berbeda-beda karena salah satu faktor yang mempengaruhi perolehan experience
adalah kondisi mula individu tersebut sebelum terlibat dalam suatu experience.
Kondisi mula tiap individu ini dapat berbeda terkait dengan meaning atau makna
yang ada pada tiap-tiap individu. Meaning ini tentunya berbeda-beda tergantung
dengan kebudayaan, gaya hidup, dan kondisi lingkungan sekitar. Meaning
terbentuk sejak anak-anak, sehingga faktor yang mempengaruhi pembentukan
meaning tadi sangat penting untuk diperhatikan sejak masa anak-anak.
Meaning ini dalam dunia ekonomi terutama marketing kini adalah salah satu
alasan masyarakat dalam melakukan konsumsi. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea
(2006), konsumsi yang didasari oleh meaning yang dianut oleh masyarakat ini
disebut dengan meaningful consumption.
Melihat kondisi ini, menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) masyarakat ternyata
telah masuk ke dalam tingkatan yang lebih maju dalam melakukan konsumsi.
Dahulu kegiatan konsumsi hanya didasari oleh pemenuhan kebutuhan untuk
bertahan hidup yang diwujudkan dengan konsumsi barang (goods). Lalu
berkembang menjadi konsumsi untuk menyelesaikan suatu masalah atau
memberikan suatu layanan yang diwujudkan dengan konsumsi jasa (service). Kini
konsumsi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan cara baru dalam
Universitas Indonesia
51. 38
mengkonsumsi barang, mendapatkan kehidupan yang lebih menyenangkan, dan
merasa bangga dalam menggunakan barang, semua ini diwujudkan dengan
konsumsi pengalaman (experience).
Pengalaman inilah yang coba saya padukan dengan kegiatan berkebun. Kegiatan
berkebun ini dalam hipotesa awal saya adalah kegiatan yang mampu melibatkan
semua indera yang ada pada diri kita seperti saya coba gambarkan melalui gambar
berikut ini.
Kegiatan berkebun ini tentu berlangsung dalam suatu ruang dan waktu tertentu.
Pada kegiatan berkebun ini juga terdapat trigger, breadth, interaction, duration,
intensity dan significance seperti yang diungkapkan oleh Shedroff (2004) dalam
subbab sebelumnya.
Selain itu, kegiatan berkebun ini juga berpotensi untuk dikembangkan melalui
konsep experience yang prinsip-prinsipnya telah dibahas pada subbab
sebelumnya. Jika kita kaitkan dengan prinsip experience menurut Pine & Gilmore
(1999) misalnya, penerapannya menjadi:
Universitas Indonesia
52. 39
Prinsip Experience Menurut Penerapan Pada Kegiatan Berkebun
Pine & Gilmore (1999)
Theme the experience Pengelompokkan tanaman berdasarkan
klasifikasi tertentu, misalnya
berdasarkan spesies, genus, atau famili.
Bisa juga berdasarkan sense yang
dihasilkan misalnya berdasarkan aroma,
warna, atau tekstur.
Harmonizing impression with Pengalaman berkebun ini harus
positive cues diserasikan dengan pembentukan ruang
berkegiatan yang dapat mendukung
kegiatan ini. misalnya dengan
mengkhususkan beberapa area sebagai
tempat berkebun.
Eliminate negative cues Hal-hal negatif dalam berkebun harus
dihindari misalnya kekurangan air,
serangan hama, gangguan orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.
Mix in memorabilia Tanaman atau buah hasil panen dapat
dijadikan memorabilia. Ketika
melakukan konsumsi buah hasil panen
tersebut diharapkan akan ada sensasi
proses yang dirasakan oleh individu
tersebut.
Engage all five senses Melibatkan semua indera dalam
kegiatan berkebun.
Universitas Indonesia
53. 40
Perolehan experience yang sebenarnya sudah ada pada kegiatan berkebun ini
dapat diperkuat dengan penerapan prinsip-prinsip experience yang sudah dibahas.
Hal ini diharapkan dapat memiliki dampak yang baik bagi kedua belah pihak.
Alam mendapat kebaikan dengan menjadi semakin lestari dan manusia juga
memperoleh manfaat dari experience yang didapatnya.
Kegiatan berkebun tersebut memiliki dua buah makna yaitu makna tangible dan
intangible. Maksud tangible adalah ketika kegiatan tersebut bisa berdampak
langsung kepada pemenuhan kebutuhan fisik seperti pemenuhan kebutuhan akan
bahan pangan, penghijauan lingkungan, penyerapan air hujan ke dalam tanah, dan
masih banyak lagi. Sedangkan intangible adalah sesuatu yang berkaitan dengan
perolehan experience pada orang yang melakukan kegiatan tersebut, selain itu
kegiatan berkebun ini juga merupakan manifestasi dari semangat untuk memaknai
hubungan kita dengan alam, dan yang paling penting adalah dengan kegiatan
berkebun diharapkan akan terjadi perubahan gaya hidup terkait cara manusia
memandang alamnya.
Pengalaman inilah yang saya tawarkan dalam konsep experience farming.
Pengalaman yang menawarkan meaning tertentu namun juga bisa mempengaruhi
meaning yang akan diperoleh oleh tiap individu. Meaning yang didapat dari
pengalaman merasakan bibit ditanam, memelihara tanamann, melihat tumbuhnya
tanaman di pekarangan, dan pada akhirnya menikmati semua upaya yang telah
dilakukan dari awal dalam kegiatan yang dikenal dengan nama panen.
Dari kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat belajar kembali dari alam bahwa
ada hubungan yang cukup lama terputus. Hubungan yang dahulu berupa
hubungan belajar dan menghargai lalu berubah menjadi hubungan penggunaan
dan eksploitasi berlebihan. Kini seperti dikatakan oleh Hoyos (2010) bahwa
hubungan manusia dengan alam kini seolah berada pada titik balik, dari hubungan
eksploitasi dan dominasi menjadi hubungan belajar dan upaya untuk
menghubungkan kembali lingkungan alam dan lingkungan binaan manusia.
Universitas Indonesia
54. 41
2.5 Preseden
Preseden yang akan dibahas berikut ini adalah preseden yang saya rasa dapat
menunjukkan penerapan experience dan perancangan kota yang menganut
sustainability (yang merupakan induk dari urban farming). Preseden tersebut
adalah:
- Marina Barrage di Singapore, mewakili penerapan konsep experience ke
dalam ruang publik kota.
- Guangming Smartcity, merupakan konsep penerapan urban farming dan
sustainability ke dalam desain ruang kota.
- Dongtan Eco-city dan Huangbaiyu sebagai penerapan sustainabilty yang
tidak berhasil.
Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam masing-masing preseden
tersebut.
2.5.1. Marina Barrage Singapore
Marina Barrage yang terletak di Marina Bay Singapore adalah salah satu contoh
proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian
masyarakat tentang pelestarian lingkungan. Keunikan dari proyek ini adalah
kemampuannya untuk tampil sesuai fungsinya sebagai fasilitas pengolahan air di
namun bisa juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan ruang publik bagi
masyarakat.
Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore (sumber: www.pub.gov.sg)
Universitas Indonesia
55. 42
Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya
Sumber: singaporemind.blogspot.com
Di Marina Barrage ini juga terdapat beberapa keunggulan difungsikannya fasilitas
ini sebagai „Sustainable Singapore Gallery‟ dimana terdapat beberapa penerapan
prinsip sustainability. Dengan melihat penerapan prinsip sustainability pada
fasilitas ini diharapkan warga Singapore juga dapat menerapkannya masing-
masing.
Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg)
Dari preseden Marina Barrage ini dapat diambil pelajaran bahwa upaya edukasi
kepada masyarakat dapat dipromosikan dengan cara yang menarik. Salah satunya
Universitas Indonesia
56. 43
dengan menghadirkan ruang tempat masyarakat bisa beraktifitas menikmati
suasana sekitar yang juga atraktif sebagai tempat berkegiatan. Selain itu,
pengelola juga sering mengadakan acara-acara yang mampu mengundang warga
kota untuk datang dan mengikuti acara tersebut. Acara yang diadakan ini tidak
selalu acara yang berhubungan langsung dengan pelestarian lingkungan.
Pelestarian lingkungan dapat dijadikan sebagai pesan yang terselubung dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage
(sumber: asiagreen.com)
Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage
(sumber: app.ww.sg)
Universitas Indonesia
57. 44
2.5.2. Guangming Smartcity
Lokasi Shenzen, China
Tahun 2007
Klien Shenzen Municipal Planning Bureau
Nilai US$ 1.2 Miliar
Tipe Kompetisi Internasional
Award Finalist
Tim Desain CJ Lim dan Pascal Brooner, Ed Liu, dan rekan-rekan.
Konsultan Techniker (land engineer), Fulcrum (environmental +
sustainability engineers), KMCS (quantity surveyors), alan
Baxters + Assoc (transport), Urban Planning + Design
Institute of Shanghai
“A smart city integrates educational, agricultural, environmental, and
most importantly, social sustainability into the heart of the city.
GuangMing Smart-city is a city driven by the principles of slow living,
emphasising a happy balance in life that is firmly rooted in the twenty-first
century.”15
Guangming Smartcity berdiri di atas lahan seluas 7,97 km2 di Shenzen, China.
Proyek ini mencoba menawarkan suatu tipologi perkotaan baru melebihi konsep
eco-city konvensional. Guangming tidak bisa dianggap sebagai sebuah kota yang
terisolasi, ia harus bisa mendukung, melengkapi, dan bertindak sebagai benih
pertumbuhan kawasan di sekitarnya. Proposal Guangming Smartcity ini didukung
oleh keberadaan infrastruktur transportasi yang efektif, menghubungkan kota ini
dengan kota-kota di sekitarnya.
15
http://www.ucl.ac.uk/news/news-articles/0703/07032301 diunduh pada 1 November 2011
Universitas Indonesia