Dokumen tersebut membahas peluang dan manfaat penggunaan sapi lokal sebagai bahan baku industri olahan. Pemerintah mendorong penggunaan bahan baku lokal untuk mendukung peternakan sapi lokal dan mengurangi impor. Namun, masih dibutuhkan kerja sama antara peternak, industri, dan pemerintah untuk memaksimalkan manfaatnya."
Peluang pemanfaatan sapi lokal untuk industri olahan
1. Peluang dan Manfaat
Penggunaan Sapi Lokal
sebagai
Bahan Baku Industri Olahan
oleh
Haniwar Syarif
pada
Pelatihan Penyiapan Sapi lokal
Sebagai
bahan baku industri olahan
Mercure Hotel - Bali 28 mMei – 1 juni 2012
Direktorat Industri Makanan
Direktorat Jenderal Industri Agro
Kementrian Perindustrian RI
2. Kebijakan pemerintah
• Dirjen industri Agro telah meminta Nampa untuk membuat road Map
menuju pemakaian bahan baku daging berbasis sapi lokal
• Kebijakan dalam penjatahan kuota impor mengisyaratkan perlu nya
suatu proporsi tertentu pemakaian sapi lokal utk menpapat kuota impor.
Hal ini tertuang misal dalam 6 kriteria penentuan kuota
• Pemerintah juga memiliki program untuk terus memperkecil persentase
impor bahan baku daging menuju swa sembada berkelanjutan
• Secara nasional dikampanyekan untuk sejauh mungkin selalu
menggunakan produk dalam negeri , dan hanya jika dipastikan tidaka bisa
dipenuhi dari dalam negeri baru boleh diimpor,
3. Salah satu Kriteria dalam penentuan kuota
• Sub Kriteria Penyerapan sapi/daging sapi lokal
•
• Serapan sapi/ daging sapi lokal > 10% alokasi impor per pelaku nilai 20
• Serapan sapi/daging sapi lokal 7 - 9.9% alokasi impor per pelaku usaha
nilai 15
• Serapan sapi/daging sapi lokal 4 - 6.9% alokasi impor per pelaku usaha
nilai 10
• Serapan sapildaging sapi lokal 2 - 3.9% alokasi impor per pelaku usaha
nilai 7
• Serapan sapiidaging sapi lokal < 2 % alokasi impor per pelaku usaha nilai 5
• Tidak melakukan sampan sapi/daging sapi lokal nilai 0
4. Pendahuluan
• Nampa pernah menyelenggarakan suatu seminar dgn tema :”Industri Pnegoalahan
dgaing sebagai lokomotip penggerak kemajuan AgrobisniS Peternakan “
• Pada kenyataannya budi daya ternak khusunya sapi hingga kini belum juga
berkembang kearah industri budi daya sapi
• Pemeirntah menghendaki adanya swa sembada dalam pemenuhan kebutuhan
daging sapi, di lain pihak industri pengolahan melihat fakta bahwa daging yang di
produksi oleh peternakan rakyat belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai
bahan baku olahan
• Disatu pihak peternak an rakyat belum maju, dilain pihak industri olahan hanya
pasif menunggu adanya kemajuan , sehingga sampai saat ini belum tampak
pemanfatan sapi lokal dalamjumlahberarti untuk bahan baku industri.
• Jika Nampa benar ingin menjadi lokomotip penggerak, maka sikap proaktip
diperlukan membina langsung peternak dan untuk itu perlu tahu peluang dan
manfaat penggunaan sapi lokal sebagai bahan baku
5. Manfaat dan Peluang
• Pemakaian bahan baku dari produksi dalam negeri akan menyebabkan
ikut majunya peternak , yang efek bergandanya akan besar , dimana
pendapatan peternak yg bertambah pada gilirannya akan menjadi daya
beli bagi produk dalam negeri termasuk daya beli bagi industri pasca
panennya
• Ketersediaan pasokan dalam negeri akan memudahkan operasional
pengadaan bahan karena tidak perlu mengimpor yang harus berjumlah
relatip banyak.
• Semakinbesar kita memakai pasokan lokal semakin mungkin kita
mendapat jatah impor
• Akan ada penghematan devisa yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa
6. Permasalahan
• Untuk dapat proaktip, anggota Nampa harus tahu lebih banyak tentang
hal hal yang mempengaruhi mutu harga dan kontinuitas pasokan dari
sapai lokal
• Disadarai bahwa sebagian besar peternak sapi Indonesia adah peternak
kecil yang hanya memiliki 3- 5 ekor sapi dan lokasinya tersebar dengan
ketiadaan fasiitas pengangkutan, RPH dan rantai dingin akan jadi kendala.
• Pemerintah dalan hal ini Direktorat Jenderal Industri Agro meminta
kepada Nampa agar membuat road map penggunaan sapi lokal yang
setiap setiap tahun meningkat jumlahnya, sampa akhirnya pebih banyak
menggunakan bahanbaku berupa produk peternakan lokal
• Untuk dapat melaksakan road map jika di buat oleh Nampa, maka untuk
dapat dilaksanakan di pelrukan pemahaman danpersetujuan seluruh
anggota Nampa
7. . Nampa telah membuat walau masih draft dimana akan segra dimulai
kewajiban untuk memakai produk sapi lokal, dalam draft ini Nampa
berharap pmerintah yang menyediakan prasarana RPH yang memadai
fasilitasnya dan infrastruktur berupa fasilitas pengangkutan
berpendingin.
• Di pihak lain,anggota Nampa wajib memulai penggunaan sapi lokal
(bukan daging ) sebagai bahan baku nya yang diharap dimulai dengan
minimal 10 persen.
• Dalam mendapatkan pasokan ini naggota Nampa tidak boleh bersikap
menunggu adanya pasokan daging yang sesuaai kebutuhannya, melainkan
harus ikut membina agar sapai eks peternak lokal dapat menghasilkan
potongan daging yang sesuai kebutuhan.
• Sebagai penyeimbang Pemerintah akan memberi ijin impor bahan baku
daging sapi untuk memenuhi kebutuhan industri yang akan berkurang
prosentasinya seirama dengan peningkatan prosentasi pemakaian lokal
8. Tujuan pelatihan
• Tujuan secara umum adalah agar peserta dapat megusahakan secara
optimal penggunaan sapi lokal sebagai bahan baku anggota Nampa yang
tetap menguntungkan perusahaan, rinciannya :
• membuat peserta memahami berbagai jenis sapi yang ada di Indonesia
• mengetahui titik kritis yang perlu di perhatikan kan seperti jenis sapi
,Yield daging , suhu dan lama ageing , cara cutting. dalam usaha
mendapat hasil yang baik , dari sisi harga dan kwalitas
• Peserta memahami fasilitas dan keahlian apa yang perlu dimiliki
perusahaam untuk dapat ber proaktip mendorong pemanfaatan sapi
lokal sebagai bahan baku
• Mengetahui cara memanfaatkan nya sebagai bahan baku daging olah
dengan memperoleh kwlaitas yang sesuai dengan baiya seeekomis
mungkin
• Pelatihan di tujukanterutama untuk memanfaatkan sapi yang
diternakkan di Indoensia sehingga mendiorong maju peternakan sapi lokal
dan bukan sapi bakalan eks impor .
9. • Ilustrasi harga rata rata bila memakai 10 persen lokal
• Harga lokal senilai 80 CL Rp.70.000
• Harga 80 CL import Rp.45.000
• Harga rata rata : 0.9X 45.000 + 0,1X70.000 = Rp.47.500
• Diperkirakan Harga lokal Rp.70.000 bisa diperoleh dr porosot tanpa prime
cuts sdh di bekukan dan di box dr sapi seharga sekitar Rp.25.000 dgn
yield bagus ( karkas diatas 50 % daging dari karkas diatas 70 % ) sdh di
gudang pabrik
• Harga sapi saat ini di tingkat peternak di Bali masihbisa didapat
dgnharga Rp.25.000
• Haerga impor mungkin dapat di capai jika kuotaimpor di berikan
langsungkepada industri .
• Dengan membeli daging impo rrlangsung kepada exporitr negara asal
,serta membeli sapilangsung ke peternak maka tingkat harga akan
memuaskan semua pihak
10. Daging sapi utk industri yg diijinkan impor berdasar
Permentan 50/2011
Sekunder Variasi Industri Offal
Kunckle Tongue 65-95 CL
( FQ, FH ,HQ dan
Trimming )
Heart
Blade Lips Diced meat
Chuck Head meat
Tendons
11. Definisi HQ , FQ dan FH
• Definisi Hind Quarter (HQ atau paha belakang) dan Fore Quarter (FQ atau
paha depan).
• Daging Hind Quarter adalah diperoleh dari daging yang berasal dari paha
belakang, dan terdiri dari beberapa potongan tertentu dan trimmingnya. Hind
Quarter tidak harus mengandung potongan seperti tender loin, shank dan flank
steak,
spesifikasi khusus yang harus ditentukan : potongan apa saja yang harus ada
apakah termasuk thin flank diapghram termasuk atau tidak intercostal termasuk
atau tidak.
• Daging Fore quarter adalah dibuat dari daging yang berasal dari paha depan,
dan terdiri dari beberapa potongan utama tertentu dan trimmingnya. Tidak
harus mengandung cube roll, chuck tender, shin/shank, tapi harus mengandung
setidaknya dua dari 3 potongan ini, yaitu chuck, neck dan blade. Hal yang harus
disepakati, potongan apa saja yang harus masuk, apakah brisket termasuk,
apakah thin flank termasuk.
• Kalau Fore Hind (FH) adalah gabungan keduanya.
16. Tentang CL (Chemical Lean)
• Manufacturing packs are generally prepared to a specified lean content
specification assessed visually or tested chemically.
• Chemical Lean is defined as total meat minus the fat content determined
chemically and is generally expressed in percentage terms.
• Visual Lean is the visual assessment of total meat minus fat content and
expressed in percentage terms.
• All bulk packed manufacturing meat prepared to a Chemical Lean
specification must conform to Chemical Lean Statements.
• The Chemical Lean Statement must be accurate and must be supported by
an accurate sampling, testing and recording program for determination.
• Chemical Lean is generally specified as a percentage, example: (85% CL).
The method for determination of Chemical Lean content in manufacturing
meat needs to be agreed between buyer and seller
18. Kategori Pangan 8.daging dan Daging
olah ( BPOM )
• 8.1 Daging, Daging Unggas Mentah
• Contoh : topside, sirloin
• 8.2 Produk Olahan Daging, Daging
Unggas dalam Bentuk Utuh atau
Potongan
• Contoh : Smoked beef , corned silverside,
• 8.3 Produk-produk Olahan Daging,
Daging Unggas yang Dihaluskan
• Contoh : Hamburger,Sosis, Kornet , bakso
19. Using trimming is encouraged
nothing wrong with such meats from a nutritional point of view
Sumber : http://www.wedlinydomowe.com/sausage-
types/emulsified-sausage
• This does not mean that only best lean cuts of meat must be
employed.
• Using meat trimmings is in fact encouraged.
• Those trimmings may consist of cheaper grades of meat such as
heart, cheek meat, pork or beef tripe, and fats.
• A commercial manufacturer can not afford the luxury of using only
top quality meats and to keep the costs down he has to use second
grade meat trimmings.
• Keep in mind that there is nothing wrong with such meats from a
nutritional point of view, but in order to successfully incorporate
them in a sausage we have to resort to water binding agents which
will help to absorb and hold water within the meat structure.
20. Untuk bikin sosis perlu daging dingin
• In modern emulsion-type sausage
manufacture, meats chilled at 0–4°C and
frozen meats are interchangeably used.
The temperature of the mixture during
the cutter process is recommended not
to exceed 12–14°C. Beyond 18°C further
cutter operations may contribute to poor
stability with release of the fat and/or
juices during smoking and chopping
operations.
21. Pengaruh harga sapi dan yield
terhadap harga daging
harga % konv
Sapi ke
karkas
harga
karkas,offal
kulit dll
Nilai
offal,buntut
Kulit dll
Hrg
Karkas
Nett
% konv
karkas
Ke daging
Harga
Daging
boneless
Total
konversi
24.000 48 50.000 5.500 44.500 65 68.462 31.2
24.000 50 48.000 5.500 42,500 70 60.714 35,0
24.000 51.57 46.539 5.500 41.039 78.95 51.981 40.7
26.000 48 54,167 5.500 48.667 65 74.872 31.2
26.000 50 52.000 5.500 46.500 70 66.429 35,0
26.000 51.57 50.417 5.500 44.917 78.96 56.893 40.7
22. Contoh Yield/Hasil daging dr karkas di LN
http://www.askthemeatman.com/yield_on_beef_carcass.htm
YIELD FROM A VERY LEAN, CHOICE 300 LB. SIDE
Fat & bone (waste) 15%
Usable meat cuts
225 lb. take-home meat 85%
YIELD FROM AN AVERAGE, CHOICE 300 LB. SIDE
Fat & bone (waste) 30%
Usable meat cuts
210 lb. take-home meat 70%
YIELD FROM A VERY FAT, CHOICE 300 LB. SIDE
Fat & bone (waste) 45%
Usable meat cuts
165 lb. take-home meat 55%
23. Syarat sapi untuk industri olahan ::
• Harus berasal dari sapi hidup yang harganya wajar, di mana harus diperoleh dari
peternak langsung dan bukan melalui pedagang antara.
• Harus memiliki ratio konversi yang tinggi,
Contoh Perhitungan harga pokok daging industri, dapat dilihat pada tabel berikut
Dengan asumsi
Daging industri berupa FH/porosot yang mengeluarkan Striploin, Tenderloin, cube
roll, knuckle, top side ,silver side
Harga sapi hidup Rp. 24.000
Berat sapi hidup 350 kg
Konversi sapi jadi karkas 51.57% jadi berat karkas 180 kg
Konversi karkas jadi daging 78.95% jadi berat daging tanpa tulang 143 kg
Konversi total daging ke sapi hidup 40.71%
Harga daging tanpa tulang per kg Rp. 51.981
24.
25. Konsumsi daging sapi perkapita 2010 ( sumber USDA )
http://www.indexmundi.com/agriculture/?country=vn&commodity=beef-and-veal-
mea
Argentina 56 Australia 36
Malaysia 7 Singapore 7
Brazil 39 Vietnam 7
Mexico 17 Egypt 8
Philipine 4 Japan 10
Indonesia 2 Iran 10
26. Kesimpulan
• Industri pengolahan daging wajib ikut berpartisipasi untuk majunya
industri hulu, atau peternakan sapi lokal, dengan berbasis saling
menguntungkan
• Untuk mendapat bahan baku daging olah maka harus dilakukan
pemotonagn rantai dimana spai diperoleh langsung drai peternak, bukan
melalui pedagang antara.
• Harus dimiliki kemapuan mencari sapi yang hasilkan cost terendah
dengan mengingat yield yang baik dan perlakuan pasca panen yangbenar
( pemotonagn pelayuan pengemasan dll )
• Dapat di pastikan pada awalnya biaya bahan baku dr sapi lokal masih
relatip tinggi, untuk kompenasaisnya maka industri olahan mendapat
kuota khusus industri , dimana kuota bukan di berikan kepada importir,
melainkan importir hanya ditunjuk selaku importir bagi industri yang
belum memeiliki ijin impor. Dengan demikian produsen dapat
memperoleh harga yang lebih wajar yang dapat mengkompensasi
tingginya harga bahan baku lokal
27. • Dalam simulasi biaya harga daging di slide 23 ,dihasilkan daging industri
rata rata seharga Rp.42.588/kg
• Dan daging dipsahkan( yangbukan untuk industri ) rata rata Rp.66.500, itu
jika sapi hidupnya berharga Rp.24.000 dgn yield/kadar daging 40.71 %.
• Harga akan berebda jika harga sapi lebih tinggi , yield lebih rendah dan
harga jual produl lain lain lebih rendah
• Pihak Afindio dgn basis hrg lebih tinggi ( Rp.26.500 per kg ) dan yield lebh
rendah menawarkan harga Rp.68.000 per kg ( porosot hanya
mengeluarkan prime cuts).
• Seandianya pun terpaksa membeli sapi dgn harga sapi hidup Rp26.500 dr
petani dgn harga industri jadi Rp.68.000 tapi bila pemerintah berseda
memberi kuota langsung utk 90 % kebutuhannya hingga harga 85 CL
eksp impor Rp.45.000 , maka hrg rata rata adalah ( 0.1X 68.000 +
0.9X45.000) = Rp, 47.340 , masih akan jadi harga affordable, mengingat
kini kita membeli dari importir lebih mahal dr Rp.50.000
28. • Diharapkan setelah beberapa tahun , porsi impor dikurang dan porsi
dalam negeri ditingkatkan , tapi karena produktivitas dan efisiensi produk
dalam negeri berkembang , maka harga tetap affordable.
• Pasokan sapi lokal yang potential ada di tiga daerah. Pertama Bali Nusa
tenggara, kedua Jawa Timur Jawa Tengah dan ketiga di Sulawesi Selatan.
Ketiganya pernah dijajagi oleh pengurus Nampa dan sudah ada
kemungkinan kontak langsung dengan peternak lokal.
• Yang dibutuhkan adalah fasilitas RPH yg memadai dan lengkap . Untuk Bali
RPH Temesi bisa jadi contoh yg walau kecil tapi lengkap dan memadai.
• Usaha lain juga dpat berkembang, dimana anggota Nampa bisa
melakukan pasca panen yang benar terhadap prime cuts seheingga bisa
dijual dengan harga amat pantas kekonsumen hotel dan restoran kelas
atas.
• Mengingat konsumsi per kapita baru 2 kg, sedang pola konsumsiharapan
meminta tingkat minimal 2,7 kg, dan di ngeara Asean sudah 8 kg, Maka
maish sangat banyak peluang berkembangnya industri olahan daging sapi,
dan akan jauh lebh baik jika berkembang bersama industri hilirnya