Dokumen tersebut membahas konsepsi keamanan bendungan dan rencana tindak darurat balai bendungan. Dokumen tersebut menjelaskan pentingnya keamanan bendungan dan mendefinisikan tiga pilar keamanan bendungan yaitu keamanan struktur, pemantauan dan pemeliharaan, serta kesiapsiagaan tanggap darurat."
1. KONSEPSI KEAMANAN BENDUNGAN
DAN
RENCANA TINDAK DARURAT
BALAI BENDUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Ir. Bastari, M.Eng.
Kepala Balai Bendungan
Makassar, 23 September 2019
3. I. PENDAHULUAN
Dewasa ini pemerintah Indonesia sedang giat melaksanakan
pembangunan bendungan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat.
Membangun bendungan disamping akan memperoleh manfaat
juga berarti dengan sengaja mengundang datangnya potensi
bahaya yang dapat mengancam kehidupan masyarakat luas.
“Bendungan disamping memiliki manfaat yang besar, juga
menyimpan potensi bahaya yang besar pula”.
• Bendungan yang runtuh akan menimbulkan bencana banjir yang
dahsyat yang akan mengakibatkan timbulnya banyak korban
jiwa, harta benda, fasilitas umum dan kerusakan lingkungan yang
sangat parah di daerah hilir.
3
5. Tahap Persetujuan Desain
PEMBANGUNAN
BENDUNGAN SWASTA
TAHUN 2019
5
Bendungan
Kualu, Prov. Sumatera Utara
Wado, Prov. Jawa Barat
Batang Toru, Prov. Sumatera Utara
Kayan I, Prov. Kalimantan Utara
TSF Pomala, Prov. Sulawesi Tenggara
Sei Wampu I, Prov. Sumatera Utara
Karedok, Prov. Jawa Barat
Tahap Pelaksanaan Konstruksi
2
Bendungan
Rencana Pembangunan Bendungan Swasta
5
6. Bendungan Teton – Amerika Serikat
Runtuh pada tanggal 5 Juni
1976 akibat rembesan,
mengakibatkan 14 orang
meninggal dan > 25.000 orang
kehilangan tempat tinggal.
6
7. Bendungan Malpasset - Perancis
Runtuh pada tanggal 2
Desember 1959,
mengakibatkan dua desa
rusak dan > 400 orang
meninggal
7
9. Dam Collapse In Laos, 23 Juli 2018
Pada tanggal 23 Juli 2018 terjadi
keruntuhan saddle dam D (tipe
earth fill dam), yang merupakan
bagian dari sistem Bendungan
Xe Namnoy dan Xe Pian, di
Provinsi Attapeu dan
Champasak.
Akibat keruntuhan tersebut
terjadi banjir bandang di Desa
Yai Thae, Hinlad, Ban
Mai, Thasengchan, Tha Hin, dan
Samong yang seluruhnya
berada di Kabupaten Sanamxay.
Dilaporkan 40 orang
meninggal, dan sedikitnya 98
orang hilang dan 6.600 orang
mengungsi.
(Sumber : Wikipedia)
9
11. Brumadinho Tailing Dam of Vale, 25 Januari 2019
Tipe bendungan : bendungan limbah tambang dengan metode
konstruksi bergeser ke hulu (upstream dam),
Lokasi : Córrego do Feijão iron ore mine, Brumadinho, Minas Gerais.
Penyebab keruntuhan bendungan diduga akibat likuifaksi pada tubuh
bendungan dan fondasi (yang berupa material tailing dengan
kandungan pasir)
Dampak keruntuhan bendungan 237 orang meninggal, 33 orang
hilang, kerusakan areal pertanian, peternakan, ekosistem sungai, dll.
(Sumber : Wikipedia)
11
12. Walaupun bendungan menyimpan potensi bahaya
yang besar, karena tuntutan kebutuhan untuk sumber
air baku, irigasi, tenaga listrik, pengendalian banjir, dll,
pembangunan bendungan-bendungan baru masih
perlu untuk dilaksanakan.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari potensi
bahaya kegagalan bendungan, pemerintah
memandang perlu untuk melakukan pengaturan
keamanan bendungan dalam pembangunan dan
pengelolaan bendungan.
12
13. Pada prinsipnya “Pembangunan bendungan dan
pengelolaan bendungan beserta waduknya, harus
dilaksanakan berdasarkan pada konsepsi keamanan
bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan
yang tertuang dalam berbagai norma, standar, pedoman
dan manual” (Pasal 2 ayat 3 Permen PUPERA no
27/M/PRT/2015 tentang Bendungan).
Pengaturan keamanan bendungan dan konsepsi keamanan
bendungan berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman
dalam pembangunan & pengelolaan bendungan serta
kebutuhan.
13
14. Pedoman Keamanan Bendungan Standar Konstruksi
Bangunan/SKBI 1.7.10.1987
SNI No.1731-1989-F, yang isinya mengatur teknik dan non teknik
(penetapan Komisi, tugas Komisi : penerapan peraturan KB dan
kajian desain, konstruksi, E&P, penghapusan fungsi, dll)
Permen PU No. 72/PRT/1977 tentang Keamanan Bendungan
Peraturan Pemerintah RI No. 37 tahun 2010 tentang Bendungan
Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan
1
2
3
4
5
II. PENGATURAN KEAMANAN BENDUNGAN
14
15. Maksud :
Pedoman bagi Pemerintah Pusat dan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pembangunan bendungan dan pengelolaan
bendungan beserta waduknya.
Tujuan :
Pembangunan bendungan dan pengelolaan
bendungan beserta waduknya dilaksanakan
secara tertib dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan hidup, kelayakan teknis,
kelayakan ekonomis, kelayakan lingkungan,
dan keamanan bendungan.
II.1. Maksud & Tujuan Permen PUPR No 27 Tahun 2015
15
17. II.3. Organisasi Keamanan Bendungan
Dalam melaksanakan pengaturan keamanan bendungan Menteri dibantu
oleh :
Organisasi pelaksana yang susunannya terdiri dari :
1. Komisi Keamanan Bendungan (KKB)
2. Unit Pelaksana Teknis Bidang Bendungan (Balai Bendungan)
17
18. TUGAS
POKOK
Melakukan pengkajian terhadap hasil evaluasi keamanan bendungan;
Memberikan rekomendasi mengenai keamanan bendungan;
Menyelenggarakan inspeksi bendungan
FUNGSI
Pemberian rekomendasi kepada Menteri dalam rangka pemberian persetujuan
desain, izin pengisian awal, izin operasi, persetujuan desain perubahan atau
persetujuan desain rehabilitasi, dan izin penghapusan fungsi bendungan;
Pemberian rekomendasi kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup dalam rangka pemberian izin
penempatan awal limbah tambang dan izin operasi untuk bendungan
penampung limbah tambang;
Pemberian saran teknis bendungan;
Evaluasi terhadap hasil kegiatan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis
Bidang Keamanan Bendungan; dan
Penyelenggaraan inspeksi bendungan.
Berdasarkan Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan
Tugas & Fungsi Komisi Keamanan Bendungan
18
19. Berdasarkan Kepmen PUPR No. 302/KPTS/M/2019 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Keamanan
Bendungan, dan Kepmen PUPR No. 361/KPTS/M/2019 tentang
Perubahan atas Kepmen PUPR No. 302/KPTS/M/2019
Susunan Keanggotaan Komisi Keamanan Bendungan
19
20. TUGAS POKOK
Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015
tentang Bendungan
Permen PUPR No. 20/PRT/M/2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja UPT di Kementerian
PUPR
Memberikan dukungan teknis dan administrasi
kepada Komisi Keamanan Bendungan
Melaksanakan pengkajian dan penyiapan bimbingan teknis
bendungan
Pemantauan perilaku bendungan
Melaksanakan evaluasi laporan berkala
FUNGSI Pengumpulan dan pengolahan data
bendungan;
Pengkajian pembangunan dan pengelolaan
bendungan;
Penyelenggaraan inspeksi bendungan;
Pemberian saran teknis bendungan;
Pemantauan pelaksanaan konstruksi dalam
aspek keamanan bendungan;
Inventarisasi dan registrasi bendungan serta
klasifikasi bahaya bendungan;
Pengelolaan arsip bendungan.
Pengumpulan dan pengolahan data bendungan serta
penyusunan program;
Pengkajian pembangunan untuk mendapatkan persetujuan
Inspeksi berkala dan luar biasa;
Pelaksanaan analisa perilaku bendungan;
Penyiapan bimbingan teknis bendungan;
Pelaksanaan kerjasama dengan instansi terkait dan pihak
pemilik bendungan;
Penyebarluasan dan pemberian bimbingan bendungan;
Penyusunan peraturan, pedoman, petunjuk teknis
bendungan;
Inventarisasi, registrasi, dan klasifikasi bahaya bendungan;
Pelaksanaan penyusunan laporan akuntasi keuangan dan
akuntansi barang milik negara;
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Tugas & Fungsi Balai Bendungan
20
23. Berlaku juga untuk Rehabilitasi, dan perubahan bendungan
Untuk bendungan baru selain izin dan persetujuan desain, juga perlu :
1. Izin Penggunaan Sumber Daya Air dari Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota;
2. Persetujuan Prinsip dari Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota
ALUR SERTIFIKASI
PERSETUJUAN/
IZIN BENDUNGAN
II.4. Kajian Keamanan Bendungan
23
24. III. KONSEPSI KEAMANAN BENDUNGAN
PILAR I : KEAMANAN STRUKTUR
Bendungan harus didesain dan dikonstuksi sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga aman untuk segala kondisi
dan kombinasi beban kerja serta aman
dioperasikan pada segala kondisi (normal, luar
biasa, darurat).
PILAR II : PEMANTAUAN DAN PEMELIHARAAN
Bendungan harus selalu dipantau sehingga dapat
diketahui sedini mungkin setiap masalah yang
sedang berkembang sebelum menjadi ancaman
yang nyata dan selalu dipelihara dengan baik
sehingga selalu siap dioperasikan pada segala
kondisi operasi.
PILAR III : KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT
Pemilik/pengelola bendungan harus selalu siap
siaga menghadapi kondisi darurat sampai
kondisi terburuk dari bendungan yang
dimilikinya/dikelolaya. Penanganan pada kondisi
darurat tidak dibenarkan dilakukan dengan cara
improvisasi/coba-coba tetapi harus berdasarkan
Rencana Tindak Darurat yang telah disiapkan
secara matang. 24
25. III.1. Pilar I – Keamanan Struktur
KEAMANAN STRUKTUR
AMAN TERHADAP
KEGAGALAN STRUKTUR
AMAN TERHADAP
KEGAGALAN HIDRAULIK
AMAN TERHADAP
KEGAGALAN REMBESAN
Bendungan harus selalu
aman pada segala kondisi
dan kombinasi beban
kerja dalam segala
kondisi operasi
Bangunan pelimpah
bendungan harus
mampu mengalirkan
banjir desain dengan
aman.
Aman terhadap
overtopping
Aman terhadap erosi
permukaan dan
gerusan.
Aman terhadap erosi
buluh (piping), didih
pasir, uplift, erosi
internal, rekah
hidraulis, dll.
25
26. 1. Bendungan harus selalu aman pada segala kondisi dan
kombinasi beban kerja dalam segala kondisi operasi.
Didesain dengan berdasar perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Bendungan secara keseluruhan, termasuk tubuh
bendungan, pondasi, abutmen (bukit tumpuan) dan lereng
sekeliling waduk, harus selalu stabil dalam kondisi
apapun termasuk kondisi banjir dan gempa bumi dan
segala kondisi operasi (rembesan langgeng, surut cepat dan
luar biasa) selama umur bendungan Faktor keamanan, harus
memenuhi persyaratan SNI
Aman Terhadap Kegagalan Struktural
26
27. Untuk bendungan urugan, angka/faktor
keamanan minimal yang dipersyaratkan
disajikan dalam tabel dibawah. Analisis
stabilitas paling tidak harus dilakukan
pada kondisi:
• selesainya pembangunan,
• rembesan tetap,
• pengoperasian waduk: surut cepat dari
elevasi muka air normal ke minimum;
dari elevasi muka air maksimum ke
minimum,
• luar biasa: adanya kebuntuan pada
system drainasi; surut cepat karena
penggunaan air melebihi kebutuhan;
surut cepat karena gawat darurat.
27
28. 2. Harus tersedia prasarana dan sarana operasi yang dapat dioperasikan
pada kondisi normal maupun darurat, dan Sarana untuk keperluan
pemantauan, perbaikan dan rehabilitasi.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk mencegah kegagalan
bendungan karena kegagalan operasi, antara lain :
Desain pilar, pintu dan mungkin dinding pelimpah perlu
memperhitungkan vibrasi yang mungkin terjadi akibat aliran air.
Harus tersedia sarana: jalan, jembatan atau tangga menuju lokasi
pengoperasian, yang dapat digunakan dengan aman pada kondisi
normal maupun kondisi luar biasa/darurat.
Pada tempat-tempat pengoperasian yang tertutup, harus dilengkapi
dengan ventilasi atau pengaturan udara dan penerangan yang
memadai.
28
30. Sebagian besar bendungan yang runtuh, disebabkan oleh peluapan air lewat
puncak tubuh bendungan (overtopping). Kejadian ini biasanya terjadi
karena:
1. Kapasitas pelimpah yang tidak mencukupi, sehingga aliran dipelimpah
meluap menimbulkan gerusan pada fondasi di dasar dan samping
pelimpah.
2. Pintu pelimpah gagal dioperasikan karena faktor manusia atau faktor
teknis, sehingga terjadi luapan pada puncak tubuh bendungan;
3. Longsoran besar yang tiba-tibak masuk kewaduk yang menimbulkan
gelombang besar, atau mengakibatkan terganggunya stabilitas tubuh
bendungan atau menyumbat bangunan pelimpah dan
4. Karena tinggi jagaan (freeboard) yang tidak cukup yang mengakibatkan
luapan pada puncak tubuh bendungan.
Aman Terhadap Kegagalan Hidrolik
30
31. – Bangunan pelimpah bendungan harus mampu mengalirkan banjir desain dengan
aman kapasitasnya cukup, aliran di dan dari pelimpah tidak boleh mengancam
(erosi, scouring) stabilitas pelimpah dan bendungan.
– Tinggi jagaan (stlh settlement) harus cukup untuk mencegah terjadinya luapan.
– Tidak boleh terjadi erosi permukaan dan gerusan yang membahayakan
bendungan.
Erosi permukaan dan gerusan dapat terjadi pada puncak dan lereng tubuh
bendungan, pada fondasi dan tumpuan, saluran luncur bangunan pelimpah
(kavitasi), peredam energi/kolam olak, plunge pool, dll.
– Sarana pengeluaran darurat (emergency release facility) kapasitasnya cukup utk
mengeluarkan air dengan cepat saat terjadi kondisi darurat .
– Desain pilar, pintu dan dinding pelimpah harus memperhitungkan gaya statis dan
gaya dinamis (vibrasi, pulsating force dan gempa)
– Dinding tebing disekeliling waduk khususnya di dekat bendungan dan bangunan
pelimpah harus aman terhadap longsoran yang dapat membahayakan
bendungan.
31
32. Rembesan melalui tubuh bendungan, fondasi, tumpuan, dan bukit sekeliling waduk
harus terkendali, tidak boleh terjadi:
- gaya angkat (uplift) yang berlebihan,
- ketidak stabilan, longsoran (terkait dengan tekanan pori yang tinggi),
- aliran buluh,
- terhanyutnya material karena pelarutan,
- erosi internal /material terbawa aliran rembesan melalui rekahan, kekar dan
rongga, dll.
Tebing/dinding sekeliling waduk harus stabil pada segala kondisi operasi (severe
operation) tidak boleh terjadi ketidak stabilan pada dinding sekeliling waduk yang
tipis, atau saat waduk terisi kemungkinan terjadinya longsoran besar yang masuk
ke waduk sehingga memicu timbulnya gelombang besar yang dapat
mengakibatkan luapan air waduk.(stabilitas lereng dipengaruhi, tekanan pori dan
rembesan)
Untuk memenuhi fungsi bendungan, total debit rembesan tidak boleh
mengganggu fungsi bendungan.
Aman Terhadap Kegagalan Rembesan
32
34. III.2. Pilar II – Operasi, Pemeliharaan, dan Pemantauan
Bendungan
Bendungan harus selalu dipantau, agar dapat diketahui sedini
mungkin problem yang sedang berkembang sebelum menjadi ancaman
yang nyata, sehingga dapat diambil langkah perbaikan/pencegahan
dengan cepat dan tepat.
Bendungan harus selalu dipelihara, sehingga dapat berfungsi seperti
rencana dan selalu siap dioperasikan pada semua kondisi operasi.
Pengoperasian bendungan harus memperhatikan keamanan bendungan
termasuk keamanan daerah hulu dan hilir bendungan. Pada kondisi
darurat atau pada kondisi yang diperkirakan akan mengancam keamanan
bendungan, operasi bendungan harus diutamakan pada keamanan
bendungan.
34
36. Pengukuran atau pembacaan instrumen secara rutin dilakukan oleh petugas
lapangan (juru pemantauan dan pengamat). Pengukuran atau pembacaan
instrumen, ditujukan untuk mengetahui kondisi didalam tubuh
bendungan, pondasi, tumpuan dan bagian luar bendungan. Pengukuran atau
pembacaan dilakukan terhadap aspek perilaku bendungan dan terhadap
beban luar.
A. Aspek perilaku bendungan, minimal:
Deformasi
Rembesan
Tekanan Pori dan Gaya angkat (up lift)
B. Beban luar:
Elevasi muka air waduk;
Elevasi sedimen;
Gempa bumi;
Data hidro meteorologi (debit inflow dan outflow, hujan, suhu
udara, evaporasi, dll.)
Pengukuran Instrumen dan Evaluasi Datanya
36
37. Dalam Permen PUPR 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, dibedakan
penggunaan istilah pemeriksaan dan inspeksi.
Istilah pemeriksaan, digunakan untuk petugas dari pemilik
bendungan, sedang istilah inspeksi digunakan untuk petugas dari Komisi
Keamanan Bendungan dan Balai Bendungan.
Pemeriksaan dan Inspeksi
37
38. Tujuan pemeriksaan, secara umum adalah untuk mengetahui tanda-tanda perilaku
bendungan, perubahan kondisi yang terjadi, kemungkinan adanya potensi masalah dan
masalah yang sedang berkembang.
Kegiatan pemeriksaan yang harus dilakukan:
1. Pemeriksaan rutin, dilakukan dalam interval harian, mingguan, dan bulanan.
2. Pemeriksaan berkala, meliputi:
Pemeriksaan berkala, dilakukan 2x dalam satu tahun yaitu pada waktu kemarau saat
muka air waduk terendah dan waktu musim hujan saat waduk terisi penuh.
Pemeriksaan besar, dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek teknis dan non
teknis, dilakukan minimal 1x dalam 5 tahun.
3. Pemeriksaan luar biasa dilakukan setelah terjadi kondisi luar biasa, antara lain: hujan
badai (termasuk puting beliung), gempa bumi dan sabotase atau serangan didalam
perang.
4. Pemeriksaan khusus: dilakukan setelah terjadinya kondisi khusus, seperti : adanya
perubahan perilaku bendungan yang mencolok, longsoran besar, retakan besar, amblesan
pada puncak bendungan
Pemeriksaan oleh Pengelola Bendungan
38
39. Inspeksi dilakukan oleh petugas dari Komisi Keamanan Bendungan dan
Balai Bendungan. Inspeksi dilakukan pada tahap penyiapan
desain, pelaksanaan konstruksi dan tahap pengelolaan bendungan.
Inspeksi oleh Komisi Keamanan Bendungan dan Balai Bendungan dilakukan
untuk :
Pengumpulan data lapangan,
Mengkonfirmasi laporan dari pembangun/pengelola/pemilik bendungan
terhadap kondisi riil dilapangan, atau
Untuk memastikan bahwa pembangunan atau pengelolaan bendungan
telah dilaksanakan sesuai dengan konsepsi keamanan bendungan dan
kaidah-kaidah keamanan bendungan (NSPM).
Inspeksi
39
40. Semua peralatan yang terkait dengan keamanan bendungan harus selalu siap
untuk dioperasikan pada segala kondisi. Untuk mengetahui kesiapan alat
tersebut, minimal sekali dalam satu tahun perlu dilakukan uji operasi.
Uji operasi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan jadwal pemeliharaan dan
disinkronkan dengan pola operasi waduk. Uji dilakukan terhadap pintu
pengeluaran bawah, pintu pelimpah, system gawar darurat (flood warning
system,) dan lain-lain.
Frekuensi pemeriksaan rutin oleh petugas pengelola bendungan
Uji Operasi
40
41. Pemelihaaraan
Pemeliharaan, Perbaikan dan Rehabilitasi
Mencakup: bangunan sipil, peralatan mekanik, listrik, hidrolik agar tetap
dlm kondisi aman dan berfungsi baik. Setiap bendungan harus memiliki
program pemeliharaan rutin/tahunan, berkala jangka menengah (5 tahunan)
dan jangka panjang (20 s/d 30 tahun) bagi: tubuh bendungan, bang
pelengkap dan peralatan (sesuai referensi pabrik), serta kebutuhan bahan
dan peralatan khusus yg diperlukan untuk pemeliharaan.
Perbaikan Dengan bertambahnya umur bendungan, juga akan terjadi kerusakan pada
bendungan atau komponen bendungan. Untuk mencegah berkembangnya
kerusakan menjadi lebih parah dan mengembalikan fungsinya seperti
semula, kerusakan yang terjadi perlu segera diperbaiki.
Rehabilitasi Bila kerusakan terjadi sudah sedemikian parah sehingga berpengaruh pada
keamanan struktur mendasar bendungan, pemilik bendungan perlu segera
mengambil langkah pengamanan bendungan dengan melakukan rehabilitasi
endungan untuk mengembalikan kondisi bendungan seperti kondisi semula.
41
42. Operasi bendungan adalah merupakan operasi waduk yang dilakukan dengan mengatur
pengeluaran air waduk melalui pintu-pintu atau katup pada bangunan pelengkap, yang terdiri
dari:
Bangunan sadap/intake;
Bangunan pelimpah;
Fasilitas pengeluaran darurat (emergency release).
Jenis operasi waduk, dibedakan menjadi:
Operasi normal/operasi harian rutin, adalah: operasi sehari-hari sesuai dengan
rencanan operasi tahunan untuk melayani kebutuhan air dihilir.
Operasi darurat, adalah: operasi waduk yang dilakukan untuk merespon suatu kejadian
yang dapat mengancam keamanan dan keutuhan bendungan. Operasi ini dilakukan dengan
cara penurunanan muka air waduk secara cepat sampai elevasi yang aman, melalui pintu
pengeluaran darurat dan atau pintu-pintu pengeluaran yang lain seperti pintu pelimpah dan
pintu intake.
Operasi banjir: operasi banjir hanya dilakukan pada bendungan yang dilengkapi dengan
bangunan pelimpah berpintu. Operasi ini dilakukan pada saat musim banjir untuk
menjaga/mempertahankan agar muka air waduk pada elevasi yang aman/sesuai dengan
pola operasi waduk.
Operasi Bendungan
42
43. III.3. Kesiapsiagaan Tindak Darurat
Keadaan darurat adalah suatu keadaan yang
diperkirakan mempengaruhi keamanan
bendungan dan terjadinya keluaran air
yang tak terkendali sehingga diperlukan
tindakan darurat guna melindungi
manusia, harta benda di bagian hilir
bendungan dan bendungan.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna
Pemilik/pengelola bendungan harus memiliki
kesiapsiagaan menghadapi berbagai
ancaman bahaya tersebut, termasuk
kemungkinan terjadinya kegagalan
bendungan. 43
44. Ancaman : air waduk
(rembesan, piping
didih
pasir, dll), banjir, gem
pa, kondisi
bendungan sendiri
yang kurang
aman, sabotase
Konsepsi Penanganan Kondisi Darurat
44
45. IV. RENCANA TINDAK DARURAT
Berdasar pasal 53 Permen
PUPR No. 27/PRT/M/2015
tentang Bendungan, setiap
bendungan diwajibkan
memiliki rencana tindak
darurat.
45
46. Pengamanan bendungan; dan
Penyelamatan masyarakat dan lingkungan
1
2
Rencana tindak darurat merupakan suatu petunjuk yang
digunakan untuk melakukan tindakan yang diperlukan apabila
terdapat gejala kegagalan bendungan atau terjadi kegagalan
bendungan, yang isinya memuat 2 (dua) kelompok kegiatan :
IV.1. Rencana Tindak Darurat
46
47. Mengenali masalah yang mengancam keamanan bendungan;
Mempercepat respon yang efektif untuk pencegahan terjadinya
keruntuhan bendungan;
Tujuan RTD adalah memberi petunjuk yang sistematis, untuk :
1
2
Mempersiapkan upaya-upaya untuk memperkecil risiko jatuhnya
korban jiwa dan mengurangi kerusakan harta benda, bila terjadi
keruntuhan bendungan.
3
IV.2. Tujuan Rencana Tindak Darurat
47
48. IV.3. Pengamanan bendungan
Tindakan pengamanan bendungan merupakan tanggung jawab
pembangun, pemilik atau pengelola bendungan.
Tindakan pengamanan bendungan adalah merupakan langkah
pertama yang harus dilakukan saat terjadi keadaan darurat
bendungan untuk mencegah terjadinya bencana keruntuhan
bendungan.
Oleh karena itu, di dalam RTD perlu dilengkapi dengan petunjuk
yang jelas mengenai :
→ Indikasi-indikasi ancaman keamanan bendungan dan;
→ Tindakan pencegahannya sesuai dengan masing-masing
tingkat keseriusan kondisi darurat bendungan.
48
50. IV.4. Penyelamatan masyarakat dan lingkungan
Tindakan penyelamatan masyarakat yang terkena dampak potensi
keruntuhan bendungan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan
pemerintah daerah (pemerintah provinsi, kabupaten, kota).
Penyelamatan masyarakat dilaksanakan di bawah pengkoordinasian
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan melibatkan berbagai
instansi dan unsur masyarakat.
Dalam rangka penyelamatan masyarakat, RTD perlu dilengkapi dengan
petunjuk :
→ Penyiapan sistem pemberitahuan, pelaporan dan komunikasi (karena
melibatkan banyak instansi lain);
→ Penyiapan peta genangan banjir dan rencana jalur evakuasi;
→ Penyiapan sistem peringatan dini;
→ Pelatihan dan sosialiasi. 50
52. IV.6. Format Rencana Tindak Darurat
Setiap bendungan harus memiliki Rencana Tindak Darurat, yang isinya paling sedikit meliputi :
Tujuan penyusunan RTD;
Deskripsi bendungan;
Tanggung jawab;
Identifikasi keadaan darurat dan tindak pencegahan;
Kesiapsiagaan tindak darurat;
Peralatan dan bahan;
Peta genangan banjir dan rencana jalur evakuasi;
Pelatihan dan sosialiasi;
Di dalam dokumen RTD juga perlu dilengkapi dengan :
- Peta lokasi bendungan, yang memperlihatkan lokasi bendungan, jalan raya, jalan
desa, sungai, pemukiman, dll;
- Peta genangan dan rencana jalur evakuasi;
- Deskripsi bendungan (rinci);
- Contoh pemberitahuan keadaan darurat;
- Indikasi problem keamanan bendungan dan tindak pencegahannya;
- Peralatan dan sumber material;
- Daftar perkiraan jumlah penduduk terkena risiko,
- Dan lain-lain. 52
53. IV.7. Referensi Penyusunan Rencana Tindak Darurat
Penyusunan
RTD, harus mengacu
kepada Pedoman
Penyusunan Rencana
Tindak Darurat.
Versi Revisi dari Pedoman RTD 94/KPTS/A/1998, 30 Juli 1998
53
54. IV.8. Penyusunan Rencana Tindak Darurat
Penyusunan RTD dilakukan dengan mengikutsertakan instansi teknis dan
unsur masyarakat yang terpengaruh terhadap potensi kegagalan
bendungan, kemudian dikonsultasikan kepada gubernur/bupati/walikota yang
wilayahnya terpengaruh oleh potensi kegagalan bendungan.
RTD bendungan, perlu dilegalkan dengan ditandatangani oleh instansi
yang berwenang (gubernur/bupati/walikota). Hal tersebut selain
mempunyai kekuatan hukum untuk dapat dilaksanakan, juga dapat menjadi
perekat dari masing-masing instansi sekaligus untuk mengetahui tugas dan
fungsi masing-masing pelaku di dalam wilayah tersebut.
Disamping itu, untuk bendungan milik badan usaha swasta dan bendungan
yang pengelolaannya berbeda dengan pengelola wilayah sungai yang
bersangkutan, RTD juga perlu ditandatangani oleh instansi pengelola
wilayah sungai tersebut karena tindakan darurat suatu bendungan memiliki
kaitan yang erat dengan operasi sistem sungai. 54
55. IV.9. Rencana Koordinasi
Pada keadaan darurat, Pemimpin pelaksanaan RTD bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan operasi bendungan, dan memiliki otoritas untuk melaksanakan semua
prosedur yang tercantum dalam RTD. Pemimpin pelaksanaan RTD juga bertanggung
jawab terhadap laporan/pemberitahuan awal di saat pertama kali muncul tanda-tanda
ancaman atau keruntuhan bendungan.
Pada keadaan dimana diperkirakan problem/kerusakan dapat berkembang menjadi
keruntuhan bendungan atau bendungan akan segera runtuh, Pemimpin pelaksanaan RTD
harus segera melapor/menyampaikan pemberitahuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
dan BNPB/BPBD untuk menyampaikan peringatan dini banjir dan melaksanakan evakuasi
penduduk terkena risiko/dambak potensi keruntuhan bendungan. Semua instansi, lembaga
dan pihak lain yang tercantum di dalam bagan alir laporan dan pemberitahuan harus
diberitahu agar dapat melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam RTD.
Laporan dan pemberitahuan disampaikan kepada instansi yang membidangi sumber daya
air dan instansi teknis keamanan bendungan yaitu :
- Direktur Jenderal SDA dan
- Komisi Keamanan Bendungan/Balai Bendungan, Direktur Bina OP SDA, serta
- Kepada instansi dan lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana. 55
56. Contoh bagan alir laporan dan
pemberitahuan pada kondisi waspada
Alur Laporan/Pemberitahuan disesuaikan dengan tingkat keseriusan problem
Alur Laporan/Pemberitahuan disesuaikan dengan kondisi setempat
56
57. Contoh bagan alir laporan dan
pemberitahuan pada kondisi Siaga dan Awas
Alur Laporan/Pemberitahuan disesuaikan dengan tingkat keseriusan problem
Alur Laporan/Pemberitahuan disesuaikan dengan kondisi setempat
57
58. IV.10. Prosedur Tindak Darurat
Setelah bendungan dinyatakan dalam keadaan darurat, Pemimpin
pelaksanaan RTD harus :
− Segera memobilisasi peralatan dan personil untuk mengendalikan situasi
di bendungan dan
− Segera menyampaikan laporan dan pemberitahuan (notifikasi) kepada
pejabat/instansi terkait sesuai nama-nama pejabat instansi di dalam
bagan alir.
Penetapan status darurat bencana untuk skala provinsi dilakukan oleh
Gubernur dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota (ps 51
UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) berdasar laporan dari
Pemimpin pelaksanaan RTD bendungan dan BPBD.
58
59. IV.11. Tanggung Jawab
Laporan dan pemberitahuan awal mengenai keadaan
darurat bendungan.
Pemantauan perkembangan situasi bendungan dan
menyampaikan laporan/pemberitahuan perkembangan
situasi bendungan.
Berkoordinasi dengan petugas kepolisian untuk menjaga
situasi keamanan lingkungan bendungan.
Pengakhiran keadaan darurat bendungan.
Mengaktifkan Kantor Pusat Operasi Keadaan Darurat atau
Pusat Komando Operasi (Posko) Keadaan Darurat pada
kondisi waspada atau keadaan yang lebih buruk untuk
mengendalikan dan memberikan arahan kegiatan-kegiatan
tindak darurat di bendungan dan
Melakukan koordinasi dengan pejabat, instansi dan pihak
terkait.
Pemimpin
pelaksanaan RTD
Kepala Pengelola
bendungan (Kepala
BBWS/BWS, Kabid
OP, Kadin SDA,
pejabat lain yang
setingkat atau
pejabat lain yang
ditunjuk oleh Pemilik
Bendungan.
59
60. Penetapan keadaan darurat bencana dan perintah untuk
pelaksanaan evakuasi, setelah menerima laporan dari
Pemimpin pelaksanaan RTD dan BPBD.
Menyampaikan peringatan dini kepada penduduk terkait
bencana potensi keruntuhan bendungan, bersama
Pengelola bendungan dengan koordinator BPBD.
Penetapan akhir status/keadaan darurat di hilir
bendungan, berdasar laporan dari Pemimpin pelaksanaan
RTD dan BPBD.
Pemerintah Daerah
Skala provinsi
dilakukan Gubernur
dan untuk skala
kabupaten/kota
dilakukan oleh
Bupati/Walikota.
Mengkoordinasi pelaksanaan evakuasi penduduk terkena
dampak potensi keruntuhan bendungan dan pekerjaan lain
di daerah hilir bendungan, yang dilakukan oleh berbagai
instansi terkait, lembaga dan pihak-pihak lain.
Badan
Penanggulangan
Bencana Daerah
(BPBD)
60
61. 61
IV.12. Analisis Keruntuhan Bendungan
Analisis Keruntuhan
Bendungan
(Dam Break Analysis)
Kondisi Hidrologi
Daerah Hilir
Bendungan
Keruntuhan pada cuaca cerah, dengan
kondisi MAN
Keruntuhan akibat peluapan, atau kondisi
MAW setinggi puncak
Keruntuhan pada kondisi banjir desain
Pada keruntuhan bendungan akibat peluapan
dan saat terjadi banjir desain, debit banjir di
sungai hilir bendungan harus ditambah debit
banjir dari anak-anak sungai di hilirnya yang
berada dalam satu elips hidrologi
Parameter
Rekahan
a. Lokasi rekahan;
b. Konfigurasi rekahan pada tubuh
bendungan dan bagian struktur beton
c. Waktu keruntuhan tubuh bendungan
urugan dan komponen struktur beton;
63. 63
Analisis Keruntuhan Bendungan Kaskade
1
Kombinasi Analisis
2
Hulu
Hilir
Apabila terdiri dari 2 (dua) bendungan
dalam satu alur sungai
1
Kombinasi Analisis
2
Hulu
Tengah
Apabila terdiri dari lebih 2 (dua)
bendungan dalam satu alur sungai
Hilir
3
Keterangan
Kondisi Aman
Mengalami Keruntuhan
64. IV.12. Peta Genangan
Peta genangan daerah hilir dimaksudkan untuk memberi gambaran daerah
yang akan tergenang banjir bila terjadi keruntuhan bendungan.
Peta genangan dibuat berdasar pada hasil analisis keruntuhan
bendungan yang dilakukan oleh tenaga ahli professional.
Di dalam peta harus diberi keterangan antara lain : perkiraan waktu datang
banjir (dihitung sejak terjadinya rekahan), perkiraan elevasi atau kedalaman
banjir dan kecepatan aliran banjir.
Daerah genangan banjir dibagi dalam zona-zona bahaya yang ditetapkan
berdasar kedalaman genangan, bila memungkinkan dibuat berdasar nilai
hubungan antara kecepatan dan kedalaman.
Berdasarkan peta tersebut, kemudian dibuat zona-zona evakuasi dan
rencana jalur/rute evakuasi yang akan dipakai oleh Pemda untuk
melakukan peringatan dini dan evakuasi penduduk yang terkena risiko 64
65. Contoh Peta Genangan Banjir Akibat Potensi Keruntuhan Bendungan
(Bendungan Seri Sungai Larona PT. Vale Indonesia) (1)
65
66. 66
Contoh Peta Genangan Banjir Akibat Potensi Keruntuhan Bendungan
(Bendungan Seri Sungai Larona PT. Vale Indonesia) (2)
69. V. PENUTUP
Kesimpulan
Membangun bendungan disamping akan memperoleh manfaat juga
berarti dengan sengaja mengundang datangnya potensi bahaya yang
dapat mengancam kehidupan masyarakat luas. “Bendungan
disamping memiliki manfaat yang besar, juga menyimpan potensi
bahaya yang besar pula”.
Bendungan dianggap aman apabila pembangunan dan pengelolaan
bendungan dilaksanakan sesuai dengan konsepsi dan kaidah-
kaidah/NSPM keamanan bendungan.
Konsepsi Keamanan Bendungan memiliki 3 pilar sebagai berikut:
− Pilar 1 : Keamanan struktur;
− Pilar 2 : Pemantauan, pemeliharaan dan operasi;
− Pilar 3 : Kesiapsiagaan tanggap darurat
69
70. Pemilik/pengelola bendungan harus memiliki kesiapsiagaan
menghadapi berbagai ancaman bahaya tersebut, termasuk
kemungkinan terjadinya kegagalan bendungan.
Berdasar pasal 53 Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015 tentang
Bendungan, setiap bendungan diwajibkan memiliki rencana tindak
darurat. RTD merupakan suatu petunjuk yang digunakan untuk
melakukan tindakan yang diperlukan apabila terdapat gejala
kegagalan bendungan atau terjadi kegagalan bendungan, yang isinya
memuat 2 (dua) kelompok kegiatan yaitu pengamanan bendungan dan
penyelamatan masyarakat dan lingkungan.
Penyusunan RTD dilakukan dengan mengikutsertakan instansi teknis
dan unsur masyarakat yang terpengaruh terhadap potensi kegagalan
bendungan, kemudian dikonsultasikan kepada
gubernur/bupati/walikota yang wilayahnya terpengaruh oleh potensi
kegagalan bendungan.
70