SlideShare a Scribd company logo
1
BAB I
PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.(Roger watson,2002,102)
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat
bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut.
Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya
saluran. (Mansjoer, 2001, 76).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini
masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70%
anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit
ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah
itu insidennya mulai berkurang. Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA.
Insiden sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil
anak menderita penyakit ini pada umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan
awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut
pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan
akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA.
Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan berat
badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke penitipan
anak, variasi musim di mana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim
dingin, predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan
anatomi seperti celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat,
sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap.
OMPA merupakan infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah (sebelah
dalam gendang telinga). Penyakit ini merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
2
yang berhubungan dengan telinga, hidung dan tenggorok yang ringan serta tidak
mendapatkan penanganan yang benar.
http://www.rssemengresik.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&It
emid=25
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan
komplikasi dari Otitis Media Kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah
sambungan dari lapisan epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air cells) yang melekat
ditulang temporal. Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak
dirawat atau perawatannya tidak adekuat.
Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada saat belum ditemukan-
nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta
ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan
untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis.
Dari uraian di atas maka penulis mencoba mengangkat masalah tentang Otitis
Media Purulenta Akut (OMPA) dengan komplikasi Mastoiditis guna meningkatkan
pemahaman dan keluasan pengetahuan mahasiswa ilmu kedokteran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFENISI
A. Otitis Media Purulenta Akut
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius (TE), antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis
media juga didefinisikan suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada
telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari
3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.
Otitis media purulenta akut OMPA merupakan suatu keradangan atau
infeksi yang mengenai mukosa kavum timpani. Keradangan atau infeksi ini
sifatnya akut yang diikuti dengan pembentukan mukopus di dalam kavum
timpani. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara
lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,
diare, serta otore.
B. Mastoiditis
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu
infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- selmastoid yang terletak
pada tulang temporal. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan
oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi
osteomielitis.(Brunner dan Suddarth, 2000).
Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus
mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup
lama. Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga
mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga
tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang
melekat ditulang temporal. (J.Reeves Charlence, 2001 )
4
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali
terlibat,menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan
ekstensif (osteomyelitis). (Parakrama, 2006)
2.2 ANATOMI
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong, tingkap bundar dan promontorium
Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani.
Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya
dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm
dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding inferior liang
telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani mengaitkannya pada sulkus
timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat pada maleus yaitu pada
prosesus lateral dan umbo.
Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas pars flaksid (membran
Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran propria).14 Membran timpani
merupakan struktur trilaminar. Permukaan lateralnya dibentuk oleh epitel
skuamosa, sedangkan lapisan medial merupakan kelanjutan dari epitel mukosa
dari telinga tengah. Di antara lapisan ini terdapat lapisan jaringan ikat, yang
dikenal sebagai pars propria. Pars propria di umbo ini berguna untuk melindungi
ujung distal manubrium.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada memban timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada
pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan
(Gambar 1). Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
5
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta
bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,
inkus dan stapes. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya OMA. Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi
anterior rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi,
membersihkan dan melindungi telinga tengah. Lapisan mukosa tuba dipenuhi
oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya. Bagian dua pertiga
antromedial dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya
adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan
oleh otot tensor veli palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba
lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa (Gambar
2). Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah
17,5 mm.
Gambar 1. Membran timpani normal pada telinga kanan.
Keterangan : 1 = pars flaksid; 2 = prosesus brevis maleus; 3 = tangan dari maleus;
4 = umbo; 5 = resesus supratuba; 6 = orifisium tuba; 7 = sel udara
hipotimpani; 8 = tendon stapedius; c = chorda tympani; I = inkus;
P = promontorium;o=oval window; R=round window; T = tensor
timpani; A = anulus.17
6
Gambar 2. Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa.14
2.3 ETIOLOGI
Penyebab terbesar otitis media purulenta akut yang berkembang menjadi
mastoiditis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang
berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas..
Bakteri yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti
oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan
adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia
tracomatis.
Terjadinya OMPA menjadi awal penyebab mastoiditis yang merupakan
hasil invasi mukoperiusteum organisme yang virulen, terutama berasal dari
nasofaring terbesar pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya tahan
tubuh penderita.
2.4 PATOFISOLOGI
Penyakit ini sering kali diawali dengan infeksi saluran napas bagian atas
(ISPA). Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasofaring ke dalam
kavum timpani dimungkinkan akibat adanya hubungan langsung antara hidung
dan kavum timpani melaui tuba Eustachius serta persamaan jenis mukosa antara
kedua tempat tersebut..
7
Pada bayi, tuba Eustachius relative lebih lebar, lurus, pendek dan posisinya
lebih horizontal sehingga memeprmudah cairan yang diminum (susu) masuk ke
dalam kavum timpani. Hal ini terjadi jika bayi tersebut menyusu dengan posisi
berbaring atau jika bayi muntah. Keadaan ini digolongkan sebagai penyebab
rinogen.
Meskipun jarang, penyakit ini dapat terjadi melalui robekan membrane
timpani yang terjadi akibat fraktur basis kranii, trauma akibat ledakan, pukulan,
atau membrane timpani tertusuk lidi.
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara
tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara
mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena
tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya
mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran
timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri
telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang
keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah
mendapat antibiotik.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA/ OMPA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah
karena:
1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal;
2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan;
3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit
telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan
kelainan sistem imun.
2.5 PATOGENESIS
Faktor pencetus terjadinya otitis media purulenta akut dapat didahului oleh
terjadinya infeksi saluran pernapasan atas yang berulang disertai dengan
gangguan pertahanan tubuh oleh silia dari mukosa tuba eusthachius, enzim dan
8
antibodi yang menimbulkan tekanan negative sehingga terjadi invasi bakteri dari
mukosa nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba eusthachii dan
menetapdi dalam telinga tengah menjadi otitis media akut.
Dalam perjalanannya otitis media purulenta akut dibagi menjadi 4 stadium
yaitu :
1. Stadium Katalaris
Keradangan yang mengenai mukosahidung dan nasofaring akibat adanya
infeksi saluran napas atas berlanjut ke mukosa tuba Eustachius dan mukosa
kavum timpani.
2. Stadium Supurasi (Bombans)
Udem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, terbentuk eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Apabila tekanan di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia
akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-
vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran
timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan
sehingga nanah dengan cepat terbentuk sehingga tekanan di dalam kavum
timpani semakin tinggi.
3. Stadium Perforata
Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat kumpulan mucous dapat
menimbilkan perforasi pada membran timpani. Terlambatnya pemberian
antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi dapat mengakibatkan terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar.
4. Stadium Resolusi
Infeksi di dalam mukosa berangsur normal. Mukosa sudah tidak mengalami
udem lagi, juga sekresi sudah jauh berkurang atau bahkan telah berhenti.
Fungsi tuba sudah membaik.
Lubang perforasi jika tidak melebar masih ada kemungkinan tertutup kembali
oleh jaringan sikatriks. Fungsi pendengaran akan normal kembali setelah 1-2
bulan.
9
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis OMPA harus memenuhi 3 hal berikut ini :
1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda
berikut:
a. Mengembangnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan
adanya salah satu diantara tanda berikut :
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMPA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-
narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-
gejala ini tidak spesifik untuk OMPA sehingga diagnosis OMPA tidak dapat
didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan
jelas keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema
bahkan kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang
telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan
untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umumnya OMA sudah dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.
10
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada
bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member
respon pada beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.
2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan rekurensi.Pada
fase inisial penatalaksanaan ditujukan pada penyembuhan gejala yang
berhubungan dengan nyeri dan demam dan mencegah komplikasi supuratif seperti
mastoiditis atau meningitis. Penatalaksanaan medis OMPA menjadi kompleks
disebabkan perubahan patogen penyebab. Diagnosis yang tidak tepat dapat
menyebabkan pilihan terapi yang tidak tepat. Pada anak di bawah dua tahun, hal
ini bisa menimbulkan komplikasi yang serius. Diagnosis yang tidak tepat dapat
menyebabkan pasien diterapi dengan antibotik yang sebenarnya kurang tepat atau
tidak perlu. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya resistensi antibiotik,
sehingga infeksi menjadi lebih sulit diatasi
Penatalaksanaan OMPA tergantung pada stadium penyakit yaitu:
1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan
pemberian antibiotik.
2. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin
atau penisilin) dan obat tetes hidung.
3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat
juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan masih utuh
untuk mencegah perforasi.
4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan
antibiotika yang adekuat
Pada tahun 2004, American Academy of Pediatrics dan the American
Academy of Family Physicians mengeluarkan rekomendasi penatalaksanaan
OMA/OMPA. Petunjuk rekomendasi ini ditujukan pada anak usia 6 bulan sampai
11
12 tahun. Pada petunjuk ini di rekomendasikan bayi berumur kurang dari 6 bulan
mendapat antibiotika, dan pada anak usia 6-23 bulan observasi merupakan pilihan
pertama pada penyakit yang tidak berat atau diagnosis tidak pasti, antibiotika
diberikan bila diagnosis pasti atau penyakit berat. Pada anak diatas 2 tahun
mendapat antibiotika jika penyakit berat. Jika diagnosis tidak pasti, atau penyakit
tidak berat dengan diagnosis pasti observasi dipertimbangkan sebagai pilihan
terapi.
a. TERAPI SIMTOMATIS
Penatalaksanaan OMA harus memasukkan penilaian adanya nyeri. Jika
terdapat nyeri, harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut.
Penanganan nyeri harus dilakukan terutama dalam 24 jam pertama onset
OMA/OMPA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik. Penanganan nyeri
telinga pada OMA/OMPA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen,
ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic
agent, analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi/
miringotomi.
Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi.
Dasar pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah:
obat tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi,
sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat
menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena,
mengurangi permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau
pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Tetapi penelitian Chonmaitree dkk
menunjukkan tidak ada manfaat yang jelas pemakaian kortikosteroid dan
antihistamin, sendiri atau dalam kombinasi pada pasien yang memakai antibiotik.
penggunaan antihistamin dan kortikosteroid tidak rutin dilakukan, tetapi masih
menganjurkan penggunaan dekongestan topikal (Efedrin HCL 0,5%) terutama
untuk mengatasi sumbatan hidung.
12
b. TERAPI ANTIBIOTIK
Antibiotik direkomendasikan untuk semua anak di bawah 6 bulan, 6 bulan
s/d 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun
dengan infeksi berat (otalgia sedang atau berat atau suhu tubuh lebih dari 39oC).
Jika diputuskan perlunya pemberian antibiotik, lini pertama adalah
amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kg/hari. Pada pasien dengan penyakit berat
dan bila mendapat infeksi β-laktamase positif Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis terapi dimulai dengan amoksisilin-klavulanat dosis tinggi
(90 mg/kg/hari untuk amoksisilin, 6,4 mg/kg/hari klavulanat dibagi 2 dosis). Jika
pasien alergi amoksisilin dan reaksi alergi bukan reaksi hipersensitifitas (urtikaria
atau anafilaksis), dapat diberi cefdinir (14 mg/kg/hari dalam 1 atau 2 dosis),
cefpodoksim (10 mg/kg/hari 1 kali/hari) atau cefuroksim (20 mg/kg/hari dibagi 2
dosis). Pada kasus reaksi tipe I (hipersensitifitas), azitromisin (10 mg/kg/hari
pada hari 1 diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari sebagai dosis tunggal harian) atau
klaritromisin (15 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi). Obat lain yang bisa
digunakan eritromisin-sulfisoksazol (50 mg/kg/hari eritromisin) atau
sulfametoksazol-trimetoprim (6-10 mg/kg/hari trimetoprim).
Alternatif terapi pada pasien alergi penisilin yang diterapi untuk infeksi
yang diketahui atau diduga disebabkan penisilin resistan S.pneumoniae dapat
diberikan klindamisin 30-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada pasien yang
muntah atau tidak tahan obat oral dapat diberikan dosis tunggal parenteral
ceftriakson 50 mg/kg. Hoberman dkk menunjukkan bahwa terapi dengan
amoksisilin-klavulanat selama 10 hari pada anak usia 6 – 23 bulan dapat
menurunkan waktu penyembuhan gejala dan tanda infeksi akut pada pemeriksaan
otoskop. Demikian juga hasil penelitian Tahtinen dkk pada anak 6 – 35 bulan
menunjukkan keuntungan pada anak yang diterapi dengan antibiotik dibandingkan
dengan placebo.
Jika pasien tidak menunjukkan respon pada terapi inisial dalam 48 -72 jam,
harus diperiksa ulang untuk mengkonfirmasi OMA dan menyingkirkan penyebab
lain. Jika OMA terkonfirmasi pada pasien yang pada awalnya diterapi dengan
observasi, harus dimulai pemberian antibiotik. Jika pasien pada awalnya sudah
13
diberi antibiotik, harus diganti dengan antibiotik lini kedua, seperti amoksisilin-
klavulanat dosis tinggi, sefalosporin, dan makrolid.
Waktu yang optimum dalam terapi OMA masih kontroversi. Terapi jangka
pendek (3 hari azitromisin, 5 hari antibiotik lain) adalah pilihan untuk anak umur
diatas 2 tahun dan terapi paket penuh (5 hari azitromisin, 7-10 hari antibiotik lain)
lebih baik untuk anak yang lebih muda. Terdapat beberapa keuntungan dari terapi
jangka pendek yaitu: kurangnya biaya, efek samping lebih sedikit, komplian lebih
baik dan pengaruh terhadap flora komensal dapat diturunkan. Terapi antibiotik
jangka panjang dapat mencegah rekurensi dari OMA/OMPA. Pertanyaan
antibiotik apa yang akan digunakan, untuk berapa lama, dan berapa episode OMA
untuk menilai terapi belum dievaluasi secara adekuat. Timbulnya resistensi
bakteri telah memunculkan pemikiran risiko dibanding keuntungan dalam
meresepkan antibiotik untuk seluruh OMA. Risiko antibiotik termasuk reaksi
alergi, gangguan pencernaan, mempercepat resistensi bakteri dan perubahan pola
flora bakteri di nasofaring. Hal tersebut menyebabkan penggunaan antibiotik
dianjurkan berdasarkan hasil timpanosintesis.
c. TERAPI BEDAH
Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan
pendekatan pertama dalam terapi, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada
anak dengan rekuren, OMA/OMPA, atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis
dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan
OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita
toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA,
anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging)
dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan
14
komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua
antibiotik.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase
cairan dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di
kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan
lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus
(miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Miringotomi hanya dilakukan pada
kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan insisi biasanya
sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan
pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah. Indikasi
untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi, otalgia berat, gagal dengan
terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif.
d. VAKSIN UNTUK MENCEGAH OMA
Vaksin dapat digunakan untuk mencegah anak menderita OMPA. Secara
teori, vaksin terbaik adalah yang menawarkan imunitas terhadap semua patogen
berbeda yang menyebabkan OMPA. Walaupun vaksin polisakarida mengandung
jumlah serotipe yang relatif besar, preparat poliksakarida tidak menginduksi
imunitas seluler yang bertahan lama pada anak dibawah 2 tahun. Oleh karena itu,
strategi vaksin terkini untuk mengontrol OMPA adalah konjungat polisakarida
peneumokokal dengan protein nonpneumokokal imunogenik, pendekatan yang
dapat memicu respon imun yang kuat dan lama pada bayi.
Vaksin pneumokokus konjugat yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) yang dapat menginduksi respon imun lama terhadap
Pneumococcus serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, dan 23F (PCV-7). Serotipe ini
dipilih berdasarkan frekuensinya yang sering ditemukan pada penyakit
pneumokokus invasif dan hubungannya dengan organisme yang
mutltidrugresistant.
15
2.8 KOMPLIKASI
Otitis media akut yang tidak segera terobati dengan antibiotik dapat
berlanjut menjadi otitis media kronik (OMK) dan mastoiditis. Komplikasi lain
yang dapat terjadi seperti abses periosteal sampai dengan meningitis dan
abses otak bahkan dapat pula mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen
akibat rupturnya membrane timpani dan jika telah sampai mengganggu fungsi
pendengaran juga akan menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan
bahasa pada anak.
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Penatalaksanaan OMA meliputi observasi, terapi simtomatis, antibiotik,
timpanosintesis, miringotomi, dan pencegahan dengan vaksin pneumokokus
konjugat.
2. Observasi merupakan pilihan terapi pada anak usia di atas 6 bulan pada
penyakit yang tidak berat atau diagnosis tidak pasti.
3. Terapi simtomatis terutama untuk penanganan nyeri telinga.
4. Penggunaan antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid sebagai terapi
tambahan pada OMPA belum ada bukti yang meyakinkan.
5. Antibiotik diberikan pada anak di bawah 6 bulan, 6 bulan – 2 tahun jika
diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun dengan infeksi berat.
6. Timpanosintesis direkomendasi kan pada anak bila tanda dan gejala OMA
menetap setelah 2 paket terapi antibiotik.
7. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh
ahlinya.
8. Vaksin pneumokokus konjugat dapat diberikan untuk mencegah anak
menderita OMPA.
17
DAFTAR PUSTAKA
Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians.
Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice guideline.
Pediatrics 2004;113(5):1451-1465.
Broides A, Dagan R, Greenberg D, Givon-Lavi N, Leibovitz E. Acute otitis media
caused by Moraxella catarrhalis: Epidemiologic and clinical characteristic.
Clinical Infectious Diseases 2009;49:1641–7. 20. Titisari H. Prevalensi dan
sensitivitas Haemophillus influenza pada otitis media akut di RSCM dan
RSAB Harapan Kita [Tesis]. Jakarta:FKUI;2005.
Buku acuan modul telinga. Radang telinga tengah. Edisi pertama. Kolegium ilmu
kesehatan THT-KL, 2008.
Chonmaitree T, Saeed K, Uchida T, Heikkinen T, Baldwin CD, Freeman DH, et al. A
randomized, placebo-controlled trial of the effect of antihistamine or
corticosteroid treatment in acute otitis media. J Pediatr.2003;143(3):377.
Chonmaitree T. Viral otitis media. In: Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar
JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis media. Ontario:BC Decker
Inc;2004. P.63-8.
Coleman C, Moore M. Decongestants and antihistamines for acute otitis media in
children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008 Issue 3.
Darrow DH, Dash N, Derkay CS. Otitis media: concepts and controversies. Curr Opin
Otolaryngol Head Neck Surg 2003;11:416-423.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar &
Alkes, Jakarta, 2007.
Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI;2007.p.65-9.
dr. Sri Herawati, JPB, SpTHT & dr. Sri Rukmini, SpTHT. Buku Ajar Ilmu Penyakit
THT untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. EGC 2003.
Finkelstein JA, Stille CJ, Rifas-Shiman SL, Goldman D. Watchful waiting for acute
otitis media: are parents and physicians ready? Pediatrics 2005;115:1466-73.
18
Finn R. Corticosteroids, antihistamins, no use in AOM. Available from:
http://findarticles.com/p/articles/mi_hb4384/is_9_40/ai_n29294275/. ccessed
March 4, 2012.
Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka. Palembang:
Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010.
Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscock III ME, Gulya AJ,
editors. Glasscokc-Shambaugh, surgery of the ear. Fifth edition. Ontario:BC
Decker Inc.,2003.p.44.
Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB, Ballenger
JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th edition.
New York: BC Decker;2003. p.249-59.
Helmi. Diagnosis dan penatalaksanaan otitis media. Dalam: Satelit symposium.
Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok, Jakarta, 2003.
Hoberman A, Paradise JL, Rockette HE, Shaikh N, Wald ER, Kearney DH, et al.
Treatment of acute otitis media in children under 2 years of age. N Engl J Med.
2011;364(2):105-115.
Jacobs MR. Current considerations in the management of acute otitis media. Infectious
disease Otitis Media. US Pediatrics review 2007:15-16.
Klein JO. Is acute otitis media a treatable disease? N Engl J Med. 2011;364(2):168-9.
Kong K, Coates HLC. Natural history, definitions, risk factors and burden of otitis
media. MJA.2009;191(9):S39-42. Hunt CE, Lesko SM, Vezina RM, McCoy R,
Corwin MJ, Mandell F, et al. Infant sleep position and associated healh
outcomes. Arch Pediatr Adolesc Med. 2003;157:469-74.
Linsk R, Blackwood A, Cooke J, Harrison V, Lesperance M, Hildebrandt M. Otitis
media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guidelin May, 2002: 1-
12
Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
McCormick DP, Chonmaitree T, Pittman C, Saeed K, Friedman NR, Uchida T, et al.
Nonsevere acute otitis media: a clinical trial comparing outcomes of watchful
waiting ersus immediate antibiotic treatment. Pediatrics 2005;115:1455-65.
Neff MJ. AAP, AAFP release guideline on diagnosis and management of acute otitis
media. Am Fam Physician. 2004;69(11):2713-2715.
O’Neill P. Clinical evidence acute otitis media. BMJ 1999;319:833-5.
19
Pichichero ME. First line treatment of acute otitis media. In: Alper CM, Bluestone
CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis
media. Hamilton:BC Decker Inc;2004. p. 32-8.
Priyono H. Restuti RD, Iswara A. Handryastuti S. Komplikasi intratemporal dan
intrakranial pada otitis media akut anak. Laporan kasus. Jakarta: Departemen
THT-KL FKUI/RSCM OMA dengan komplikasi mastoiditis
Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and treatment of otitis media.
Am Fam Physician. 2007;76(11):1650-58.
Sanna M, Russo A, De Donato G. Color atlas of otoscopy. From diagnosis to surgery.
New York:Thieme;1999.p.4.
Schilder AGM. Management of acute otitis media without antibiotics. In: Alper CM,
Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced
therapy of otitis media. Ontario:BC Decker Inc;2004. p.44-8.
Siegel RM, Kiely M, Bien JP, Joseph EC, Davis JB, Mendel SG, et al. Treatment of
otitis media with observation and a safety-net antibiotic prescription. Pediatrics
2003;112:527-31.
Spiro DM, Tay, KY, Arnold DH, Dziura JD, Baker MD, Shapiro ED. Wait and see
prescription for the treatment of acute otitis media. A randomized controlled
trial. JAMA 2006;296(10):1235-41.
Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tengorok Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1990
Weber SM, Grundfast KM. Modern management of acute otitis media. Pediatr Clin N
Am. 2003;50:399-411.
20
REFERAT
OTITIS MEDIA PURULENTA AKUT
DISUSUN OLEH :
ARIF SETIAWAN
13710015
PEMBIMBING
Dr. Endang Puspitowati. Sp. THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK
SMF THT – RSUD IBNU SIFA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2015
21
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
Referat dengan judul “Otitis Media Purulenta Akut” dapat terselesaikan penyusunannya
dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami sebagai coass yang sedang menjalani
kepaniteraan klinik di bagian THT di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Dengan selesainya referat ini, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih
kepada : Dr. Endang Puspitowati, Sp. THT-KL sebagai pembimbing dalam penyusunan
referat ini dan juga sebagai pembimbing selama kepaniteraan klinik THT ini.
Sepenuhnya saya menyadari bahwa referat ini sangat jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat saya harapkan untuk memperbaiki referat ini maupun untuk
pembuatan selanjutnya.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, semoga presentasi kasus ini berguna
bagi kita semua.
Gresik, Januari 2015
Penyusun
22
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Definisi ....................................................................................... 3
2.2 Anatomi........................................................................................ 4
2.3 Etiologi ....................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi ................................................................................ 6
2.5 Patogenesis ................................................................................. 7
2.6 Diagnosis ................................................................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan..................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi .................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA

More Related Content

What's hot

Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3
Thary's Phyup
 
Otitis media akut & kronik
Otitis media akut & kronikOtitis media akut & kronik
Otitis media akut & kronikAtikah Fatmawati
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
pjj_kemenkes
 
Otitis Media Akut
Otitis Media AkutOtitis Media Akut
Otitis Media Akut
Sri Handawati
 
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaAnatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaNova Mandasari
 
Otitis media akut
Otitis  media  akutOtitis  media  akut
Otitis media akut
Semiani Satsuki
 
Omsk
OmskOmsk
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
Phil Adit R
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
Sri Nala
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahYohanita Tengku
 
Tipus
TipusTipus
Tipus
faizal104
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Otitis eksterna
Otitis eksternaOtitis eksterna
Otitis eksterna
Semiani Satsuki
 
pening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palakpening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palak
Amir Ibnu
 

What's hot (18)

Otitis 222222222222222222 AKPER PEMDA MUN
Otitis 222222222222222222 AKPER PEMDA MUNOtitis 222222222222222222 AKPER PEMDA MUN
Otitis 222222222222222222 AKPER PEMDA MUN
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3Baru laporan modul 2 3
Baru laporan modul 2 3
 
Otitis media akut & kronik
Otitis media akut & kronikOtitis media akut & kronik
Otitis media akut & kronik
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
 
Otitis Media Akut
Otitis Media AkutOtitis Media Akut
Otitis Media Akut
 
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaAnatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
 
Otitis media akut
Otitis  media  akutOtitis  media  akut
Otitis media akut
 
Omsk
OmskOmsk
Omsk
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
OMSK
OMSKOMSK
OMSK
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Sinusitis jamur fix
Sinusitis jamur fixSinusitis jamur fix
Sinusitis jamur fix
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengah
 
Tipus
TipusTipus
Tipus
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Otitis eksterna
Otitis eksternaOtitis eksterna
Otitis eksterna
 
pening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palakpening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palak
 

Similar to Ompa

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
pjj_kemenkes
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
Sri Nala
 
otitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptxotitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptx
MuhammadFikiFauzan
 
[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2
Taranida Hanifah
 
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptxOTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
ZulAme
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
Kharima SD
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
otitismediaakut-170326050829.pptx
otitismediaakut-170326050829.pptxotitismediaakut-170326050829.pptx
otitismediaakut-170326050829.pptx
ZulAme
 
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
university of muhammadiyah malang
 
Solusi cepat atasi amandel
Solusi cepat atasi amandelSolusi cepat atasi amandel
Solusi cepat atasi amandel
obatamandel
 
Lapsus mely
Lapsus melyLapsus mely
Lapsus melym3ly22
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
University of Muhammadiyah Malang
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdfBIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
AnggiraGheaSakina
 

Similar to Ompa (20)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
 
otitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptxotitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptx
 
Otalgia kita
Otalgia kitaOtalgia kita
Otalgia kita
 
Sap omsk
Sap omskSap omsk
Sap omsk
 
[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkelAskep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
 
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptxOTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkelAskep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
 
Mastoiditis
MastoiditisMastoiditis
Mastoiditis
 
otitismediaakut-170326050829.pptx
otitismediaakut-170326050829.pptxotitismediaakut-170326050829.pptx
otitismediaakut-170326050829.pptx
 
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
 
Solusi cepat atasi amandel
Solusi cepat atasi amandelSolusi cepat atasi amandel
Solusi cepat atasi amandel
 
Lapsus mely
Lapsus melyLapsus mely
Lapsus mely
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
OMA OMSK
 
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdfBIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
BIOLOGI KELOMPOK 3 INDRA PENDENGARAN.pdf
 
AA
AAAA
AA
 

Recently uploaded

RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
nadyahermawan
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
AFMLS
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
jualobat34
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
MuhammadAlFarizi88
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
jualobat34
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
rrherningputriganisw
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
EmohAsJohn
 
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdfPEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
celli4
 
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan KeperawatanAplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
BayuEkaKurniawan1
 
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptxBAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
lansiapola
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
LyanNurse1
 
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdfFIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
helixyap92
 
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
YernimaDaeli1
 
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FKKelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
pinkhocun
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
fitrianakartikasari5
 
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwaManajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
iskandar186656
 
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
ReniAnjarwati
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
hannanbmq1
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
Jumainmain1
 

Recently uploaded (20)

RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptxRUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
RUU KESEHATAN (apt. Guntur Satrio Pratomo).pptx
 
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdfPresentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
Presentasi Pleno Kelompok 5 Modul 4 Kejang.pdf
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Garut
 
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxxCBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
CBT BOARD INTERNAL Medicine chapter xxxx
 
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
0838-4800-7379Jual Obat Aborsi Cytotec Asli Subang
 
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan txPRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
PRESKAS MALARIA dengan sdki slki siki asuhan keperawatan tx
 
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxPPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptx
 
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdfPEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
PEMERIKSAAN KESEHATAN USIA DASAR DAN SEKOLAH.pdf
 
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan KeperawatanAplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
Aplikasi Teori/Model pada Praktik, Penelitian, dan Pendidikan Keperawatan
 
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptxBAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
BAHAN AJAR 25 KETRAMPILAN KADER POSYANDU.pptx
 
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptxMalpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
Malpraktek & Kelalaian dalam kesehatan.pptx
 
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdfFIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
FIN_Kebijakan Skrining Bayi Baru Lahir.pdf
 
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
80533176-LAPORAN-KASUS-Asma-Bronkial.pptx
 
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FKKelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
Kelainan Genitalia Pria Bedah Urologi FK
 
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.pptAskep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
Askep-Anak-dengan-gangguan malnutris.ppt
 
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwaManajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
Manajemen Keperawatan pada pasien gangguan jiwa
 
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
Jamu Penggugur obat penggugur herbal penggugur kandungan (087776558899)
 
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejoaudit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
audit stunting Desa Bengkak Kecamatan wongsorejo
 
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasiVolumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
Volumetri Redoks, Iodometri, Iodimetri, reduksi Oksidasi, titrasi
 
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.pptPERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
PERHITUNGAN DOSIS OBAT Cara pemberian , Melakukan perhitungan dosis.ppt
 

Ompa

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson,2002,102) Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2001, 76). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang. Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA. Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke penitipan anak, variasi musim di mana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin, predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomi seperti celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap. OMPA merupakan infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah (sebelah dalam gendang telinga). Penyakit ini merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
  • 2. 2 yang berhubungan dengan telinga, hidung dan tenggorok yang ringan serta tidak mendapatkan penanganan yang benar. http://www.rssemengresik.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&It emid=25 Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari Otitis Media Kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air cells) yang melekat ditulang temporal. Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada saat belum ditemukan- nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis. Dari uraian di atas maka penulis mencoba mengangkat masalah tentang Otitis Media Purulenta Akut (OMPA) dengan komplikasi Mastoiditis guna meningkatkan pemahaman dan keluasan pengetahuan mahasiswa ilmu kedokteran.
  • 3. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFENISI A. Otitis Media Purulenta Akut Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius (TE), antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media juga didefinisikan suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik. Otitis media purulenta akut OMPA merupakan suatu keradangan atau infeksi yang mengenai mukosa kavum timpani. Keradangan atau infeksi ini sifatnya akut yang diikuti dengan pembentukan mukopus di dalam kavum timpani. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore. B. Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- selmastoid yang terletak pada tulang temporal. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.(Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal. (J.Reeves Charlence, 2001 )
  • 4. 4 Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis). (Parakrama, 2006) 2.2 ANATOMI Telinga tengah berbentuk kubus dengan: - Batas luar : membran timpani - Batas depan : tuba Eustachius - Batas bawah : vena jugularis - Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis - Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) - Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani. Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding inferior liang telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani mengaitkannya pada sulkus timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat pada maleus yaitu pada prosesus lateral dan umbo. Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas pars flaksid (membran Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran propria).14 Membran timpani merupakan struktur trilaminar. Permukaan lateralnya dibentuk oleh epitel skuamosa, sedangkan lapisan medial merupakan kelanjutan dari epitel mukosa dari telinga tengah. Di antara lapisan ini terdapat lapisan jaringan ikat, yang dikenal sebagai pars propria. Pars propria di umbo ini berguna untuk melindungi ujung distal manubrium. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada memban timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan (Gambar 1). Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
  • 5. 5 umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA. Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan melindungi telinga tengah. Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya. Bagian dua pertiga antromedial dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan oleh otot tensor veli palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa (Gambar 2). Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Gambar 1. Membran timpani normal pada telinga kanan. Keterangan : 1 = pars flaksid; 2 = prosesus brevis maleus; 3 = tangan dari maleus; 4 = umbo; 5 = resesus supratuba; 6 = orifisium tuba; 7 = sel udara hipotimpani; 8 = tendon stapedius; c = chorda tympani; I = inkus; P = promontorium;o=oval window; R=round window; T = tensor timpani; A = anulus.17
  • 6. 6 Gambar 2. Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa.14 2.3 ETIOLOGI Penyebab terbesar otitis media purulenta akut yang berkembang menjadi mastoiditis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas.. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis. Terjadinya OMPA menjadi awal penyebab mastoiditis yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang virulen, terutama berasal dari nasofaring terbesar pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya tahan tubuh penderita. 2.4 PATOFISOLOGI Penyakit ini sering kali diawali dengan infeksi saluran napas bagian atas (ISPA). Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasofaring ke dalam kavum timpani dimungkinkan akibat adanya hubungan langsung antara hidung dan kavum timpani melaui tuba Eustachius serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat tersebut..
  • 7. 7 Pada bayi, tuba Eustachius relative lebih lebar, lurus, pendek dan posisinya lebih horizontal sehingga memeprmudah cairan yang diminum (susu) masuk ke dalam kavum timpani. Hal ini terjadi jika bayi tersebut menyusu dengan posisi berbaring atau jika bayi muntah. Keadaan ini digolongkan sebagai penyebab rinogen. Meskipun jarang, penyakit ini dapat terjadi melalui robekan membrane timpani yang terjadi akibat fraktur basis kranii, trauma akibat ledakan, pukulan, atau membrane timpani tertusuk lidi. Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik. Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA/ OMPA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun. 2.5 PATOGENESIS Faktor pencetus terjadinya otitis media purulenta akut dapat didahului oleh terjadinya infeksi saluran pernapasan atas yang berulang disertai dengan gangguan pertahanan tubuh oleh silia dari mukosa tuba eusthachius, enzim dan
  • 8. 8 antibodi yang menimbulkan tekanan negative sehingga terjadi invasi bakteri dari mukosa nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba eusthachii dan menetapdi dalam telinga tengah menjadi otitis media akut. Dalam perjalanannya otitis media purulenta akut dibagi menjadi 4 stadium yaitu : 1. Stadium Katalaris Keradangan yang mengenai mukosahidung dan nasofaring akibat adanya infeksi saluran napas atas berlanjut ke mukosa tuba Eustachius dan mukosa kavum timpani. 2. Stadium Supurasi (Bombans) Udem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, terbentuk eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Apabila tekanan di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena- vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan sehingga nanah dengan cepat terbentuk sehingga tekanan di dalam kavum timpani semakin tinggi. 3. Stadium Perforata Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat kumpulan mucous dapat menimbilkan perforasi pada membran timpani. Terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi dapat mengakibatkan terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. 4. Stadium Resolusi Infeksi di dalam mukosa berangsur normal. Mukosa sudah tidak mengalami udem lagi, juga sekresi sudah jauh berkurang atau bahkan telah berhenti. Fungsi tuba sudah membaik. Lubang perforasi jika tidak melebar masih ada kemungkinan tertutup kembali oleh jaringan sikatriks. Fungsi pendengaran akan normal kembali setelah 1-2 bulan.
  • 9. 9 2.6 DIAGNOSIS Diagnosis OMPA harus memenuhi 3 hal berikut ini : 1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut: a. Mengembangnya gendang telinga b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. Cairan yang keluar dari telinga 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut : a. Kemerahan pada gendang telinga b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Anak dengan OMPA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik- narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala- gejala ini tidak spesifik untuk OMPA sehingga diagnosis OMPA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata. Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umumnya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.
  • 10. 10 Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. 2.7 PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan rekurensi.Pada fase inisial penatalaksanaan ditujukan pada penyembuhan gejala yang berhubungan dengan nyeri dan demam dan mencegah komplikasi supuratif seperti mastoiditis atau meningitis. Penatalaksanaan medis OMPA menjadi kompleks disebabkan perubahan patogen penyebab. Diagnosis yang tidak tepat dapat menyebabkan pilihan terapi yang tidak tepat. Pada anak di bawah dua tahun, hal ini bisa menimbulkan komplikasi yang serius. Diagnosis yang tidak tepat dapat menyebabkan pasien diterapi dengan antibotik yang sebenarnya kurang tepat atau tidak perlu. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya resistensi antibiotik, sehingga infeksi menjadi lebih sulit diatasi Penatalaksanaan OMPA tergantung pada stadium penyakit yaitu: 1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan pemberian antibiotik. 2. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin atau penisilin) dan obat tetes hidung. 3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan masih utuh untuk mencegah perforasi. 4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan antibiotika yang adekuat Pada tahun 2004, American Academy of Pediatrics dan the American Academy of Family Physicians mengeluarkan rekomendasi penatalaksanaan OMA/OMPA. Petunjuk rekomendasi ini ditujukan pada anak usia 6 bulan sampai
  • 11. 11 12 tahun. Pada petunjuk ini di rekomendasikan bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat antibiotika, dan pada anak usia 6-23 bulan observasi merupakan pilihan pertama pada penyakit yang tidak berat atau diagnosis tidak pasti, antibiotika diberikan bila diagnosis pasti atau penyakit berat. Pada anak diatas 2 tahun mendapat antibiotika jika penyakit berat. Jika diagnosis tidak pasti, atau penyakit tidak berat dengan diagnosis pasti observasi dipertimbangkan sebagai pilihan terapi. a. TERAPI SIMTOMATIS Penatalaksanaan OMA harus memasukkan penilaian adanya nyeri. Jika terdapat nyeri, harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut. Penanganan nyeri harus dilakukan terutama dalam 24 jam pertama onset OMA/OMPA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik. Penanganan nyeri telinga pada OMA/OMPA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi/ miringotomi. Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi. Dasar pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah: obat tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi, sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Tetapi penelitian Chonmaitree dkk menunjukkan tidak ada manfaat yang jelas pemakaian kortikosteroid dan antihistamin, sendiri atau dalam kombinasi pada pasien yang memakai antibiotik. penggunaan antihistamin dan kortikosteroid tidak rutin dilakukan, tetapi masih menganjurkan penggunaan dekongestan topikal (Efedrin HCL 0,5%) terutama untuk mengatasi sumbatan hidung.
  • 12. 12 b. TERAPI ANTIBIOTIK Antibiotik direkomendasikan untuk semua anak di bawah 6 bulan, 6 bulan s/d 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun dengan infeksi berat (otalgia sedang atau berat atau suhu tubuh lebih dari 39oC). Jika diputuskan perlunya pemberian antibiotik, lini pertama adalah amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kg/hari. Pada pasien dengan penyakit berat dan bila mendapat infeksi β-laktamase positif Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis terapi dimulai dengan amoksisilin-klavulanat dosis tinggi (90 mg/kg/hari untuk amoksisilin, 6,4 mg/kg/hari klavulanat dibagi 2 dosis). Jika pasien alergi amoksisilin dan reaksi alergi bukan reaksi hipersensitifitas (urtikaria atau anafilaksis), dapat diberi cefdinir (14 mg/kg/hari dalam 1 atau 2 dosis), cefpodoksim (10 mg/kg/hari 1 kali/hari) atau cefuroksim (20 mg/kg/hari dibagi 2 dosis). Pada kasus reaksi tipe I (hipersensitifitas), azitromisin (10 mg/kg/hari pada hari 1 diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari sebagai dosis tunggal harian) atau klaritromisin (15 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi). Obat lain yang bisa digunakan eritromisin-sulfisoksazol (50 mg/kg/hari eritromisin) atau sulfametoksazol-trimetoprim (6-10 mg/kg/hari trimetoprim). Alternatif terapi pada pasien alergi penisilin yang diterapi untuk infeksi yang diketahui atau diduga disebabkan penisilin resistan S.pneumoniae dapat diberikan klindamisin 30-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi. Pada pasien yang muntah atau tidak tahan obat oral dapat diberikan dosis tunggal parenteral ceftriakson 50 mg/kg. Hoberman dkk menunjukkan bahwa terapi dengan amoksisilin-klavulanat selama 10 hari pada anak usia 6 – 23 bulan dapat menurunkan waktu penyembuhan gejala dan tanda infeksi akut pada pemeriksaan otoskop. Demikian juga hasil penelitian Tahtinen dkk pada anak 6 – 35 bulan menunjukkan keuntungan pada anak yang diterapi dengan antibiotik dibandingkan dengan placebo. Jika pasien tidak menunjukkan respon pada terapi inisial dalam 48 -72 jam, harus diperiksa ulang untuk mengkonfirmasi OMA dan menyingkirkan penyebab lain. Jika OMA terkonfirmasi pada pasien yang pada awalnya diterapi dengan observasi, harus dimulai pemberian antibiotik. Jika pasien pada awalnya sudah
  • 13. 13 diberi antibiotik, harus diganti dengan antibiotik lini kedua, seperti amoksisilin- klavulanat dosis tinggi, sefalosporin, dan makrolid. Waktu yang optimum dalam terapi OMA masih kontroversi. Terapi jangka pendek (3 hari azitromisin, 5 hari antibiotik lain) adalah pilihan untuk anak umur diatas 2 tahun dan terapi paket penuh (5 hari azitromisin, 7-10 hari antibiotik lain) lebih baik untuk anak yang lebih muda. Terdapat beberapa keuntungan dari terapi jangka pendek yaitu: kurangnya biaya, efek samping lebih sedikit, komplian lebih baik dan pengaruh terhadap flora komensal dapat diturunkan. Terapi antibiotik jangka panjang dapat mencegah rekurensi dari OMA/OMPA. Pertanyaan antibiotik apa yang akan digunakan, untuk berapa lama, dan berapa episode OMA untuk menilai terapi belum dievaluasi secara adekuat. Timbulnya resistensi bakteri telah memunculkan pemikiran risiko dibanding keuntungan dalam meresepkan antibiotik untuk seluruh OMA. Risiko antibiotik termasuk reaksi alergi, gangguan pencernaan, mempercepat resistensi bakteri dan perubahan pola flora bakteri di nasofaring. Hal tersebut menyebabkan penggunaan antibiotik dianjurkan berdasarkan hasil timpanosintesis. c. TERAPI BEDAH Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan pendekatan pertama dalam terapi, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan rekuren, OMA/OMPA, atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi. Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan
  • 14. 14 komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik. Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. d. VAKSIN UNTUK MENCEGAH OMA Vaksin dapat digunakan untuk mencegah anak menderita OMPA. Secara teori, vaksin terbaik adalah yang menawarkan imunitas terhadap semua patogen berbeda yang menyebabkan OMPA. Walaupun vaksin polisakarida mengandung jumlah serotipe yang relatif besar, preparat poliksakarida tidak menginduksi imunitas seluler yang bertahan lama pada anak dibawah 2 tahun. Oleh karena itu, strategi vaksin terkini untuk mengontrol OMPA adalah konjungat polisakarida peneumokokal dengan protein nonpneumokokal imunogenik, pendekatan yang dapat memicu respon imun yang kuat dan lama pada bayi. Vaksin pneumokokus konjugat yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) yang dapat menginduksi respon imun lama terhadap Pneumococcus serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, dan 23F (PCV-7). Serotipe ini dipilih berdasarkan frekuensinya yang sering ditemukan pada penyakit pneumokokus invasif dan hubungannya dengan organisme yang mutltidrugresistant.
  • 15. 15 2.8 KOMPLIKASI Otitis media akut yang tidak segera terobati dengan antibiotik dapat berlanjut menjadi otitis media kronik (OMK) dan mastoiditis. Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti abses periosteal sampai dengan meningitis dan abses otak bahkan dapat pula mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen akibat rupturnya membrane timpani dan jika telah sampai mengganggu fungsi pendengaran juga akan menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
  • 16. 16 BAB III KESIMPULAN 1. Penatalaksanaan OMA meliputi observasi, terapi simtomatis, antibiotik, timpanosintesis, miringotomi, dan pencegahan dengan vaksin pneumokokus konjugat. 2. Observasi merupakan pilihan terapi pada anak usia di atas 6 bulan pada penyakit yang tidak berat atau diagnosis tidak pasti. 3. Terapi simtomatis terutama untuk penanganan nyeri telinga. 4. Penggunaan antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid sebagai terapi tambahan pada OMPA belum ada bukti yang meyakinkan. 5. Antibiotik diberikan pada anak di bawah 6 bulan, 6 bulan – 2 tahun jika diagnosis pasti, dan untuk semua anak besar dari dua tahun dengan infeksi berat. 6. Timpanosintesis direkomendasi kan pada anak bila tanda dan gejala OMA menetap setelah 2 paket terapi antibiotik. 7. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. 8. Vaksin pneumokokus konjugat dapat diberikan untuk mencegah anak menderita OMPA.
  • 17. 17 DAFTAR PUSTAKA Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians. Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice guideline. Pediatrics 2004;113(5):1451-1465. Broides A, Dagan R, Greenberg D, Givon-Lavi N, Leibovitz E. Acute otitis media caused by Moraxella catarrhalis: Epidemiologic and clinical characteristic. Clinical Infectious Diseases 2009;49:1641–7. 20. Titisari H. Prevalensi dan sensitivitas Haemophillus influenza pada otitis media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita [Tesis]. Jakarta:FKUI;2005. Buku acuan modul telinga. Radang telinga tengah. Edisi pertama. Kolegium ilmu kesehatan THT-KL, 2008. Chonmaitree T, Saeed K, Uchida T, Heikkinen T, Baldwin CD, Freeman DH, et al. A randomized, placebo-controlled trial of the effect of antihistamine or corticosteroid treatment in acute otitis media. J Pediatr.2003;143(3):377. Chonmaitree T. Viral otitis media. In: Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis media. Ontario:BC Decker Inc;2004. P.63-8. Coleman C, Moore M. Decongestants and antihistamines for acute otitis media in children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008 Issue 3. Darrow DH, Dash N, Derkay CS. Otitis media: concepts and controversies. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2003;11:416-423. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes, Jakarta, 2007. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;2007.p.65-9. dr. Sri Herawati, JPB, SpTHT & dr. Sri Rukmini, SpTHT. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. EGC 2003. Finkelstein JA, Stille CJ, Rifas-Shiman SL, Goldman D. Watchful waiting for acute otitis media: are parents and physicians ready? Pediatrics 2005;115:1466-73.
  • 18. 18 Finn R. Corticosteroids, antihistamins, no use in AOM. Available from: http://findarticles.com/p/articles/mi_hb4384/is_9_40/ai_n29294275/. ccessed March 4, 2012. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka. Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010. Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscock III ME, Gulya AJ, editors. Glasscokc-Shambaugh, surgery of the ear. Fifth edition. Ontario:BC Decker Inc.,2003.p.44. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB, Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59. Helmi. Diagnosis dan penatalaksanaan otitis media. Dalam: Satelit symposium. Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok, Jakarta, 2003. Hoberman A, Paradise JL, Rockette HE, Shaikh N, Wald ER, Kearney DH, et al. Treatment of acute otitis media in children under 2 years of age. N Engl J Med. 2011;364(2):105-115. Jacobs MR. Current considerations in the management of acute otitis media. Infectious disease Otitis Media. US Pediatrics review 2007:15-16. Klein JO. Is acute otitis media a treatable disease? N Engl J Med. 2011;364(2):168-9. Kong K, Coates HLC. Natural history, definitions, risk factors and burden of otitis media. MJA.2009;191(9):S39-42. Hunt CE, Lesko SM, Vezina RM, McCoy R, Corwin MJ, Mandell F, et al. Infant sleep position and associated healh outcomes. Arch Pediatr Adolesc Med. 2003;157:469-74. Linsk R, Blackwood A, Cooke J, Harrison V, Lesperance M, Hildebrandt M. Otitis media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guidelin May, 2002: 1- 12 Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. McCormick DP, Chonmaitree T, Pittman C, Saeed K, Friedman NR, Uchida T, et al. Nonsevere acute otitis media: a clinical trial comparing outcomes of watchful waiting ersus immediate antibiotic treatment. Pediatrics 2005;115:1455-65. Neff MJ. AAP, AAFP release guideline on diagnosis and management of acute otitis media. Am Fam Physician. 2004;69(11):2713-2715. O’Neill P. Clinical evidence acute otitis media. BMJ 1999;319:833-5.
  • 19. 19 Pichichero ME. First line treatment of acute otitis media. In: Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis media. Hamilton:BC Decker Inc;2004. p. 32-8. Priyono H. Restuti RD, Iswara A. Handryastuti S. Komplikasi intratemporal dan intrakranial pada otitis media akut anak. Laporan kasus. Jakarta: Departemen THT-KL FKUI/RSCM OMA dengan komplikasi mastoiditis Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and treatment of otitis media. Am Fam Physician. 2007;76(11):1650-58. Sanna M, Russo A, De Donato G. Color atlas of otoscopy. From diagnosis to surgery. New York:Thieme;1999.p.4. Schilder AGM. Management of acute otitis media without antibiotics. In: Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis media. Ontario:BC Decker Inc;2004. p.44-8. Siegel RM, Kiely M, Bien JP, Joseph EC, Davis JB, Mendel SG, et al. Treatment of otitis media with observation and a safety-net antibiotic prescription. Pediatrics 2003;112:527-31. Spiro DM, Tay, KY, Arnold DH, Dziura JD, Baker MD, Shapiro ED. Wait and see prescription for the treatment of acute otitis media. A randomized controlled trial. JAMA 2006;296(10):1235-41. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 Weber SM, Grundfast KM. Modern management of acute otitis media. Pediatr Clin N Am. 2003;50:399-411.
  • 20. 20 REFERAT OTITIS MEDIA PURULENTA AKUT DISUSUN OLEH : ARIF SETIAWAN 13710015 PEMBIMBING Dr. Endang Puspitowati. Sp. THT-KL KEPANITERAAN KLINIK SMF THT – RSUD IBNU SIFA GRESIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2015
  • 21. 21 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya Referat dengan judul “Otitis Media Purulenta Akut” dapat terselesaikan penyusunannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami sebagai coass yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di bagian THT di RSUD Ibnu Sina Gresik. Dengan selesainya referat ini, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada : Dr. Endang Puspitowati, Sp. THT-KL sebagai pembimbing dalam penyusunan referat ini dan juga sebagai pembimbing selama kepaniteraan klinik THT ini. Sepenuhnya saya menyadari bahwa referat ini sangat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk memperbaiki referat ini maupun untuk pembuatan selanjutnya. Lepas dari segala kekurangan yang ada, semoga presentasi kasus ini berguna bagi kita semua. Gresik, Januari 2015 Penyusun
  • 22. 22 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3 2.1 Definisi ....................................................................................... 3 2.2 Anatomi........................................................................................ 4 2.3 Etiologi ....................................................................................... 6 2.4 Patofisiologi ................................................................................ 6 2.5 Patogenesis ................................................................................. 7 2.6 Diagnosis ................................................................................................................ 9 2.7 Penatalaksanaan..................................................................................................... 10 2.8 Komplikasi .................................................................................. 15 BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA