Kisah 4 orang sahabat yang bersama mengarungi hari hari indah yang sangat bermakna dalam sebuah pondok pesantren
Berasal dari latar belakang, keinginan, dan karakter yang berbeda, keempatnya saling mendukung dan mengisi dalam menghadapi segala problematika yang mereka hadapi
Akankah persahabatan ini terus terjalin dalam perjalanan mereka mencapai pelabuhan cita mereka?
4. iii
Citaku Berawal dari Pesantren
Penulis. : Dwi H Santoso
Cover : Stok foto dari Canva Pro
ISBN : 978-623-6996-25-6
Penerbit :
PT Insan Mandiri Cendekia
Redaksi. :
Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709
Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950
Telp : (021) 522 8094
Cetakan Pertama, September 2021
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
5. iv
Daftar Isi
Bab 1 – Ujian ........... 1
Bab 2 – Perubahan Arah ........... 27
Bab 3 – Sahabat ........... 56
Bab 4 – Ghosob ........... 93
Bab 5 – Keseharian ........... 112
Bab 6 – Yay! Liburan .. ........... 132
Bab 7 – Kemenangan ........... 161
Bab 8 – Kesedihan ........... 181
Bab 9 – Rasa itu ........... 210
Bab 10 – Pencapaian ........... 232
Bab 11 – Langkah Berlanjut ........... 258
6. v
Untuk Ananda
Fatih Akmal Nabil Santoso
Semoga selalu besemangat menjalani hari hari
penuh makna menimba ilmu di pesantren
Menjadi manusia yang cerdas dan berilmu
dengan tetap beriman dan bertakwa
pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dan selalu mendapat ridho-Nya
7. 1
Bab 1 - Ujian
“Salim, kamu ditunggu Professor di ruangannya untuk
diskusi soal project yang sedang kita kerjakan ya” tiba tiba
Amir memanggilku dari kejauhan. Suara berbahasa ibu ku
yang diteriakkan oleh sahabatku di kampus yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar itu,
terdengar unik di telingaku. Ya saat ini aku memang sedang
menuntut ilmu di Fakultas Teknik di universitas yang
termasuk terbaik di Turki itu. Segera kukemasi laptop ku
yang sebelumnya kugunakan untuk mengerjakan gambar
teknik sambil menikmati udara hangat sore pada awal musim
semi di kursi taman kampus yang sangat asri tersebut.
Setelah kukembalikan laptop dengan casing berwarna
biru cerah itu ke dalam tas laptop yang slimfit dengan laptop
berukuran layar 14 inchi tersebut, segera kuraih tas ranselku
yang kuletakkan di kursi sebelahku beserta beberapa buku
tebal textbook kuliah yang kuletakkan di atasnya. Setelah
kumasukkan laptop kedalamnya, segera kususul dengan
buku buku teknik yang baru saja kubaca sebagian dari nya.
Sambil melakukannya, perlahan pikirannku mulai
8. 2
mengembara ke masa masa di masa lampau di kampung
halaman nun jauh di seberang samudra itu
****
“Selamat ulang tahun ya Salim” kata mama lembut
sambil mencium pipiku sesaat setelah teman temanku selesai
menyanyikan lagu happy birthday. Di atas meja terlihat kue
tart besar dengan lilin bertuliskan angka 10 yang sudah
padam tersebut. “Sekarang Salim sudah besar, sudah 10
tahun. Jadi sudah harus lebih mandiri dan lebih bisa berbuat
baik pada orang lain. Juga sudah harus lebih rajin sholat dan
ibadah yang lain ya” lanjut mama sambil kembali mengecup
pipiku. “Iya ma, terima kasih ya” jawabku sambil tersenyum
malu. Benar juga kata mama, aku sudah besar. Buktinya aku
sudah agak malu di cium mama di depan teman teman
sekolah dan di lingkungan sekitar rumahku. Padahal
beberapa tahun lalu saja, aku justru akan merasa tersenyum
bahagia jika mama atau papa melalukannya. Segera kubalas
ungkapan rasa sayang dengan mencium tangannya.
“Amel juga mau bilang hapi bilthday buat mas Salim
ya” tiba tiba adik perempuanku yang masih berumur 4 tahun
itu maju mencium tanganku dengan suara cadelnya itu.
“Terima kasih ya Amel” balasku cepat sambil memainkan
rambut panjangnya itu dengan tangan kiri ku. “Ayooo ma,
kue talt nya cepat dipotong” pinta Amel kemudian sambil
mengalihkan pandangannya ke kue tart besar di atas meja
tersebut. Semua yang hadir di ruang tamu kami itupun
9. 3
segera tertawa mendengar permintaan itu. “Iya Amel, mama
potong kue nya ya sekarang. Untuk potongan pertama nanti
untuk mas Salim dulu ya” jawab mama lagi sambil
tersenyum. Setelah memotong kue tart tersebut, mama pun
memberikan potongan pertamanya padaku diiringi dengan
pandangan penuh minat pada wajah Amel. Melihat hal itu,
setelah menerima piring kecil berisi potongan kue yang cukup
besar, aku pun segera menyerahkannya pada Amel yang
segera disambutnya dengan riang. Segera dibawanya piring
berisi kue tersebut ke ruang makan untuk kemudian
memakannya. Mama melihatnya sambil tersenyum dan
kemudian melanjutkan memotong kue tart untuk semua
yang datang di acara ulang tahunku itu
“Sayang ya papa nggak bisa hadir” kataku agak
menyesal pada mama sambil menikmati kue tart
bersamanya. “Iya tadi papa telepon tidak jadi pulang cepat,
karena mendadak ada rapat dengan pimpinan di kantor.
Papa tadi titip minta maaf ke Salim lewat mama. Salim
jangan kecewa ya” pinta mama sambil mengusap kepalaku.
“Iya ma” jawabku cepat. Iya memang rencananya memang
papa akan izin setengah hari dari kantor, sehingga
seharusnya bisa hadir di acara ulang tahunku. Tapi karena
ada perubahan seperti yang disampaikan mama tadi, ya tidak
jadi terlaksana. Papa memang bekerja di Jakarta yang cukup
jauh dari tempat tinggal kami di kota Bekasi yang berjarak
sekitar 40 km itu. Kalaupun rapat selesainya cepat pun,
10. 4
mungkin juga tidak akan terkejar juga untuk hadir di pesta
ulang tahunku ini.
Papa ku memang saat ini bekerja di sebuah
perusahaan produsen makanan besar di Jakarta Selatan
sebagai seorang manajer dibidang keuangan. Aku sih nggak
tahu persis apa yang dilakukan papa di kantor selain
mengurus tentang penggunaan uang dalam perusahaan.
Yang jelas papa sangat sibuk di kantor. Papa biasa berangkat
setelah sholat subuh agar tidak terkena macet di jalan jalan
Jakarta, dan pulang setelah sholat Maghrib bahkan
terkadang setelah sholat Isya. Akibatnya sampai rumah
sudah cukup malam sekitar jam 9. Karenanya aku di hari
kerja juga jarang ketemu papa karena aku biasa tidur jam 9
malam. Sehingga aku biasa ketemu papa ya biasa akhir
pekan saja. Itulah kenapa setiap Sabtu malam kami biasanya
jalan jalan ke mall di dekat rumah, serta terkadang juga jalan
jalan ke tempat wisata saat hari Ahad paginya.
Memang sih, berbeda dengan mama yang banyak
berbicara dan bahkan menurutku terkadang termasuk
cerewet itu, papa sebenarnya termasuk pendiam dan tidak
banyak bicara. Di rumah saat sedang beristirahat pun, papa
lebih senang membaca buku sambil menemaniku bermain
game di laptop atau smartphone, ketimbang mengomentari
permainanku. Memang sih papa pernah cerita tidak pernah
suka dengan game sejak papa masih kecil, saat game hanya
bisa dimainkan di komputer dengan ukuran besar atau
11. 5
perangkat game yang masih sangat sederhana itu. Papa lebih
suka baca buku berjilid jilid. Makanya papa pernah bilang
nggak bisa nyambung dengan yang sedang kumainkan. Tapi
kalau kupikir pikir kalau sedang bermain game aku selalu
berkonsentrasi penuh sih, nggak mungkin juga ngajak
ngobrol papa
Berbeda dengan papa, sejak aku punya gadget dan
laptop sendiri, aku senang sekali bermain game, baik yang
online ataupun offline. Saat aku sudah pulang dari sekolah
yang adalah SDIT alias Sekolah Dasar Islam Terpadu yang
berada di kompleks perumahanku itu, aku pasti langsung
menghidupkan laptop dan menghubungkannya dengan WiFi
rumah untuk bermain game online. Maklum sekolahku
menerapkan full day school, sehingga aku baru bisa keluar
sekolah dengan sepedaku sekitar jam 4 sore, dan sampai
rumah 20 menit setelahnya. Jadi penat juga rasa sekolah
seharian dan aku perlu refreshing dengan bermain game.
Tapi ini juga yang sering membuatku ditegur mama karena
aku melakukannya sebelum mandi dan sholat ashar. Bahkan
terkadang dengan nada marah, mama mengancam akan
mematikan paksa laptop ku jika aku tidak melakukannya.
Terpaksa aku menuruti permintaannya
Saat malam pun, jam bermain gameku seringkali
menabrak jam belajarku. Beruntung sekolahku tidak sering
memberikan PR sehingga waktu belajar bisa “kucuri” untuk
bermain game, sesuatu yang sering membuat mama marah
12. 6
padaku. Hanya saat akhir pekan saja aku bebas bermain
game tanpa mendengar suara omelan mama. Itupun saat
kami akan jalan jalan ke mall atau tempat wisata dan aku
menghabiskan waktu dalam perjalanan dengan bermain
game dengan smartphone ku, kembali nada nada omelan
tersebut terdengar kembali he..he. Saat mama kemudian
mengadukan hal ini ke papa, papa hanya tersenyum saja
tanpa banyak berkomentar. Yess!! Walaupun pendiam dan
kami jarang membicarakan sesuatu dalam waktu yang cukup
lama saat papa di rumah, tapi aku tahu papa sangat sayang
dan perhatian padaku, sehingga urusan mengomeliku cukup
diserahkan pada mama he..he..
“Selamat ulang tahun lagi ya Salim” kembali kudengar
ucapan itu dari teman temanku saat mereka akan pulang ke
rumahnya masing masing sekitar jam setengah enam sore
itu. Akupun membalasnya sambil tersenyum, sampai semua
temanku itu sudah meninggalkan rumah. Mama dengan di
bantu mbak ART alias Assisten Rumah Tangga itupun segera
membereskan sisa sisa pesta itu dengan merapikan kembali
ruang tamu dan mencuci segala peralatan makan yang tadi
dipergunakan. Aku juga membantu sebisaku, sementara
Amel ikut membantu dengan menghabiskan sisa sisa kue tart
yang ada dipiring.Untung mama sudah memisahkan jatah
kue tart untuk Papa, kalau tidak semuanya dihabiskan oleh
Amel he..he..he
13. 7
Setelah selesai dengan semua pekerjaannya tadi,
mama pun duduk menemaniku membongkar kado ulang
tahun dari teman temanku sambil menikmati secangkir teh
hangat tersebut. Tapi alih alih aku yang melakukannya,
justru Amel yang mendahuluiku membuka semua kado
tersebut. Ya sudah, kuterima semua hasilnya saja dari Amel.
Sampai saat terdengar adzan maghrib dari masjid dekat
rumah, mama segera menyuruhku untuk berwudhu untuk
menunaikan Sholat maghrib bersamanya dan Amel. Setelah
itu, segera kuhidupkan laptop yang hari itu belum
kuhidupkan karena sejak sampai rumah dari sekolah tadi,
aku langsung bersiap untuk pesta ulang tahun tadi. Dari
dapur kudengar mama berkata bahwa setelah sholat Isya aku
harus mematikan laptopku untuk kemudian mengulang
pelajaran walau tidak ada PR yang harus dikerjakan.
Sekitar jam 19.15 kudengar mobil Papa sudah parkir
di halaman rumah. Tumben, biasanya paling cepat jam 8
malam baru sampai, pikirku dalam hati. Mama segera
menyambut kedatangan Papa. Kulihat mama mencium
tangan Papa yang disambut dengan kecupan Papa di kening
mama. Aku segera menyusul mencium tangan Papa yang
disambut dengan permintaan maaf Papa,”maafkan Papa ya
Salim tadi tidak bisa hadir di acara ulang tahunnya. Tadi
Direktur Utama mendadak mengadakan rapat. Ada hal
mendesak yang harus dibicarakan, jadi Papa nggak bisa
nolak juga” katanya dengan wajah sangat menyesal
14. 8
“Nggak apa apa pa, Salim mengerti kok” jawabku
sambil tersenyum. Kulihat Papa pun tersenyum dan bertanya
kembali,”Tadi sukses kan acaranya, ramai teman teman yang
datang?”. “Ramai pa, semua yang diundang datang kok. Sini
pa, salim bantuin bawa tas nya” jawabku lagi. Papa pun
memberikan tas kerjanya padaku sementara tas laptop tetap
ditentengnya sendiri. Kami pun segera masuk ke dalam
rumah.
Sesaat sampai di ruang keluarga, papa segera duduk
di sofa sambil menjulurkan kakinya. Sepertinya papa cukup
lelah dan ingin beristirahat sebentar sebelum kemudian
mandi. Jika jam segini sudah sampai rumah, setelah mandi
sepertinya papa dapat makan malam bersama kami. “Eh iya
Salim, papa ada yang ketinggalan di mobil. Bisa minta tolong
diambilkan nggak” pinta papa. Walaupun agak sedikit malas,
akupun menjawab,”iya pa, Salim ambilkan” kataku sambil
mengambil kunci mobil yang diletakkan di meja TV. Aku
segera menuju pintu depan untuk kembali keluar rumah.
Sesampai di mobil, kubuka pintu depan dan
kulonggokan kepalaku kedalam mobil. Kosong nggak ada apa
apa, pikirku dalam hati. Segera kututup pintu dan beralih ke
pintu belakang. Setelah membukanya, kulihat sebuah dus
yang cukup besar terletak di atas jok mobil. Tidak bisa
kuketahui benda apa itu, karena situasi di dalam mobil
cukup gelap. Segera ku cari tombol lampu kabin mobil dan
15. 9
segera kunyalakan lampunya. Pemandangan yang tampak di
depan mataku kemudian membuatku berteriak histeris.
“Ahhhh ... PlayStation” teriakku sebagai ekspresi rasa
terkejut dan kebahagiaanku melihatnya. Memang sudah
sejak lama aku mengidamkan untuk memilikinya. Sebab
selama ini aku hanya bisa memainkannya di persewaan
playstation di ruko depan kompleks pada hari Ahad sore saja,
sebab hari Sabtu sore nya kami biasa jalan jalan ke mall.
Itupun harus berebutan dengan penyewa yang lain karena
hari tersebut biasanya banyak penyewa yang datang. Aku
pernah menanyakannya ke papa, saat itu papa hanya
menjawab nanti jika papa sudah ada uangnya, sebab
harganya memang cukup mahal. Aku mengerti dan sejak saat
itu aku tidak pernah menanyakannya lagi, walau sebenarnya
aku sangat ingin memilikinya. Dan rupanya papa sangat
mengetahuinya, hingga saat ini.
“Ada apa Salim?” tanya mama tiba tiba muncul dari
balik pintu depan dengan diikuti oleh Amel. “Iiniii ma”
jawabku dengan nada setengah histeris itu sambil
mengeluarkan kardus itu dan mencoba membawanya ke
dalam rumah. Mama pun membantuku untuk kemudian
meletakkannya di meja ruang tamu. Akupun kembali ke
mobil untuk menutup pintu untuk kemudian kembali masuk
ke ruang tamu. Dari sana aku segera membawa kardus
PlayStation tersebut ke ruang keluarga dimana kulihat papa
memperhatikanku sambil tersenyum lebar
16. 10
Segera kuhampiri papa dan kucium pipi kanan dan
kirinya sambil berkata,”terima kasih hadiah ulang tahunnya
ya pa” kataku dengan nada sangat bahagia itu. “Sama sama
Salim. Ini sekaligus juga hadiah waktu kenaikan kelas
kemarin ke kelas 4, kamu masih bisa juara kelas walau
belum juara umum. Ini juga hadiah saat ini kamu sudah
besar, sudah 10 tahun. Jadi harus lebih dewasa dan
mematuhi perintah orang tua, termasuk saat mama
menyuruhmu berhenti main game untuk melakukan kegiatan
lain ya,” jawab papa lembut. “Iya pa, Salim janji” kataku
sambil mencium tangan papa
“Sudah sana di setting saja playstation nya. Nanti
kalau bingung, sehabis papa mandi, papa bantuin. Eh iya,
kamu nggak ada PR kan malam ini?” tanya papa lagi.
“Enggak ada pa” jawabku dengan riang sambil membuka
kardus playstation itu. Disela sela kesibukanku itu, kudengar
mama bertanya kepada papa dengan suara pelan,”Jadi
dibelikan pa? Kan cukup mahal ya pa?” tanya mama yang
segera dijawab papa,”Nggak apa apa ma. Kan bonus setengah
tahunan juga sudah keluar” jawab papa. Aku kurang
mengerti apa yang papa maksud dengan kata 'bonus' itu,
yang jelas dengan itu papa membelikan PlayStation yang
kuidam idamkan selama ini tersebut
****
Dan saat aku di kelas 5 menjelang libur semester
ganjil terjadilah sebuah peristiwa yang akan mengubah jalan
17. 11
hidupku selamanya. Pada suatu malam saat papa pulang
kantor, kulihat raut muka papa sangat muram tidak seperti
biasanya. Terlihat sepertinya ada hal berat yang sedang
dipikirkannya. Mama tidak banyak bertanya saat itu, akan
tetapi menyiapkan pakaian bersih untuk dikenakan papa
setelah mandi nanti
Setelah mandi, sambil makan malam yang ditemani
mama, papa mengobrol di ruang makan. Aku yang saat itu
sedang bermain PlayStation setelah mengerjakan semua PR
ku, tidak dapat mendengar pembicaraan mereka, secara aku
juga sedang berkonsentrasi dengan game game strategi yang
biasa aku mainkan. Hanya beberapa kali kudengar kata
'fitnah' tapi aku juga tak paham makna pembicaraannya.
Biarlah itu menjadi urusan orang dewasa saja, pikirku saat
itu sebelum kembali tenggelam dalam permainan yang
sedang kujalankan
Sampai beberapa hari kemudian, di malam hari di
hari Sabtu yang kebetulan saat itu kami tidak jalan jalan ke
mall seperti biasanya, papa mengajak berbicara di kamarku
saat aku sedang bermain game online di laptop. Sambil
meletakkan buku yang sedang dibacanya, papa bertanya
lembut padaku,”Salim, kamu pernah kejadian di sekolah saat
ada temanmu yang berbuat salah, tapi kemudian justru
kamu yang di salahkan?” tanyanya tiba tiba.
Segera kupandang wajah papa yang sedang tersenyum
itu, sambil mengerenyitkan dahiku sebagai pertanda sedang
18. 12
berfikir keras itu. “Hmmmhh sebentar Salim pikir pikir dulu
pa. Hmmmhh ... pernah pa. Waktu itu kan ada ulangan
menggambar. Tiba tiba Bu guru nya bilang ijin akan pulang
karena dapat kabar anaknya mendadak sakit. Jadi Bu guru
berpesan ke ketua kelas untuk nanti setelah semua selesai
agar dikumpulkan dan diletakkan di mejanya di ruang guru.
Nah ketika jam pelajaran selesai, ketua kelas mengumpulkan
hasil gambar semua anak di kelas termasuk hasil gambar nya
Salim, kemudian membawanya ke ruang guru” jawabku
sambil mengingat ngingat lagi kejadiannya. “Lantas apa yang
terjadi Salim?” tanya papa lagi
“Nah pas minggu berikutnya Bu guru masuk lagi,
katanya ada 2 anak yang tidak mengumpulkan hasil gambar.
Temen Salim dan Salim sendiri pa. Kami ya bilang ke Bu
guru bahwa kami sudah mengumpulkan hasil gambar, tapi
ketua kelas juga bersikeras bahwa semua sudah
mengumpulkan. Jadi katanya yang tidak ada hasil
gambarnya ya belum mengumpulkan. Tapi ketika Bu guru
tanya siapa yang belum mengumpulkan, ketua kelas tidak
bisa jawab, katanya lupa” jawabku lagi dengan sedikit rasa
kesal mengingat kejadian itu
“Lantas Bu guru mu itu memutuskan apa Salim”
tanya papa kembali. “Ya akhirnya karena tidak ketahuan
siapa yang salah, Salim dan teman salim tadi diminta Bu
guru mengulangi lagi ujian gambarnya. Sebenarnya bukan
masalah mengulanginya lagi pa, toh ini hanya ulangan
19. 13
gambar, gampang nggak perlu belajar lagi. Tapi malunya
karena dianggap tidak mengumpulkan ulangan itu
masalahnya. Nggak tahu yang menghilangkan itu ketua kelas
atau Bu gurunya sendiri” kataku dengan nada kesal.
Papa kulihat tertawa melihat ekspresi kesalku itu, hal
yang kemudian memancingku untuk bertanya
padanya,”memangnya kenapa bertanya seperti itu pa?”.
Kulihat papa menghentikan tertawanya dan terlihat berfikir
sejenak untuk kemudian menjawab pertanyaanku,”Nah
kejadian yang dialami Salim itu bisa terjadi di mana saja dan
juga bisa karena tidak sengaja atau justru karena
kesengajaan orang yang menghilangkan sesuatu yang
berharga tadi, termasuk di kantor” jelas papa sambil
tersenyum.
“Di kantor, memangnya bisa? Kan nggak ada guru
dan ketua kelas?” tanyaku lugu. “Haa haaaa haaaa ... Nggak
harus guru dan ketua kelas yang melakukannya, tapi kan
bisa juga orang lain. Kalau di kantor ya orang orang kantor,
baik itu pimpinan atau anak buah. Bisa karena tidak
sengaja, tapi seringkali memang karena sengaja untuk
mencelakakan orang lain” jawab papa sambil tertawa lebar
itu. Jarang jarang aku melihat papa berbicara sambil tertawa
lebar seperti itu. “Oohhh begitu ya pa. Memangnya di kantor
papa ada juga yang seperti itu” tanyaku ingin tahu lebih
lanjut. Mendadak wajah papa yang tadi terlihat ceria itu
menjadi agak muram
20. 14
“Ini yang mau papa ceritakan ke Salim. Agar salim
mengerti keadaannya, jadi nanti tidak bertanya tanya sendiri
atau malah berfikir yang tidak tidak” kata papa mulai
menjelaskan dengan wajah yang kembali serius. Aku segera
meletakkan laptopku di atas meja belajar dan kembali duduk
di tempat tidurku menghadap papa untuk mendengarkan
ceritanya
“Salim tahu kan kalau di kantor papa diberi tugas
untuk menjadi manajer keuangan?” tanya papa memulai
penjelasannya. “Iya pa, Salim masih ingat papa pernah
jelaskan kalau tugas papa menjaga uang perusahaan juga
menggunakannya secara tepat untuk keperluan perusahaan
menjalankan usahanya” jawabku yakin. “100 untuk salim.
Ingatanmu sangat kuat ya. Nah selama ini papa dapat
menjalankan hal itu dengan baik. Termasuk menjaga dari
tangan tangan jahat yang akan mengambilnya. Tapi papa ada
terlewat orang yang ternyata juga bisa melakukannya” keluh
papa
“Siapa pa?” tanyaku cepat. “papa cerita ini bukannya
mau menjelek jelekkan orang ya. Apa itu istilahnya hmmmm
... oh iya, nggak mau ghibah. Tapi hanya agar Salim tahu
kejadiannya. Namanya Pak Tanto, dia Direktur Administrasi
atasannya papa di kantor” jelas papa sambil menghela nafas
panjang. Sepertinya berat bagi papa untuk menyebut
namanya.
21. 15
“Nah ternyata dia itu ada rencana jahat untuk
mengambil uang perusahaan yang papa jaga itu. Tapi karena
dia atasan papa ya papa tidak menyangka dia akan
melakukannya. Singkatnya dia sudah melakukannya dan
papa terlambat menyadarinya. Ya pak Tanto itu ya seperti
ketua kelas Salim tadi, hanya dia sengaja melakukan
kesalahan itu. Tapi karena pandainya dia bisa lepas dari
kesalahannya dan melemparkannya ke papa, seperti ketua
kelas Salim melemparkannya ke Salim dan teman mu itu”
jelas papa lagi dengan nada suara yang terdengar semakin
berat itu.
“Terus Bu guru nya dikantor bagaimana?” tanya ku
lagi mencoba beranalogi. Kulihat ada tawa kecil di wajah
papa mendengar pertanyaanku itu. “ha..ha ya Bu gurunya
kalau di kantor ya namanya Direktur Utama, itu kepalanya
para direktur termasuk pak Tanto tadi. Namanya pak Ronald.
Dia juga tidak tahu siapa yang salah, tapi ya mau nya
uangnya kembali” jelas papa lagi. “Maksud papa, pak Ronald
itu minta papa mengembalikan uang itu, sama dengan Salim
diminta membuat ulang gambarnya?” tanyaku lagi, kali ini
dengan nada cemas
“Ya enggak juga sih Salim. Karena Alhamdulillah
selama ini papa bekerja dengan sangat hati hati dan tidak
pernah melanggar aturan. Jadi tidak ada bukti apapun yang
mengarah bahwa papa mengambil uang itu. Tapi karena pak
Tanto pintar, dia pun bisa menghapus bukti yang mengarah
22. 16
ke diri nya yang mengambil uang itu. Jadinya sama dengan
Bu guru mu tadi, pak Ronald bingung siapa yang salah dan
harus bertanggung jawab” jelas papa lagi
“Berarti papa aman dong nggak disuruh menggambar
ulang eh maksudnya disuruh mengembalikan uang itu”
kataku sambil tersenyum. Papa pun menyambut senyumku
sambil berkata,”ya nggak begitu juga sih Salim. Walaupun
uangnya nggak bisa kembali, tapi pak Ronald tetap mau ada
orang yang perlu dipersalahkan. Dan itu lebih mudah jika
yang disalahkan papa daripada pak Tanto yang direktur itu.
Paling ya pak Ronald kedepannya akan lebih berhati hati
dalam menghadapi pak Tanto” jelas papa lagi. Kudengar ada
nada mengeluh pada nada suara papa.
“Yang paling penting dengan papa menceritakan hal
ini ke Salim, Salim tahu kejadian ini dan juga tahu bahwa
papa tidak salah. Ya walaupun papa selama ini kurang kuat
dalam beragama, hanya menjalankan yang fardhu saja
seperti sholat dan puasa ramadhan, serta jarang
mengerjakan yang Sunnah seperti puasa sunah atau
membaca Al Qur'an atau mempelajari ilmu agama, tapi sejak
kecil papa diajarkan oleh kakek dan nenekmu untuk tidak
mengambil hak orang lain. Jadi Insyaallah tidak akan lah
mengambil milik orang lain, termasuk uang perusahaan,
walau hanya sepeserpun” jelas papa lagi, kali ini dengan nada
suara tegas.
23. 17
“Insyaallah Salim sangat yakin akan hal itu pa.
Selama ini tidak pernah sekalipun Salim melihat papa tidak
jujur dalam hal apa pun. Selanjutnya yang terjadi apa pa,”
tanyaku sok bijak itu. Papa tersenyum melihat gaya bicaraku
tersebut
“Ya pak Ronald tetap perlu ada orang yang dapat
dipersalahkan, dan orang itu adalah papa walau dia tidak
dapat membuktikan sama sekali papa yang mengambil uang
itu. Makanya dia juga tidak bisa melaporkan kasus ini ke
polisi. Dia hanya bisa mengatakan bahwa papa dianggap lalai
dan tidak mengerjakan tugas dengan baik sehingga
perusahaan kehilangan uang, walaupun ini sebenarnya hasil
kejahatan pak Tanto. Jadi ya papa di minta untuk
mengundurkan diri dan nanti akan ada kompensasi uang
sekian kali gaji papa selama ini” jawab papa lirih.
“Tapi kan papa tidak salah dan pak Ronald sama
sekali tidak bisa membuktikan bahwa papa bersalah
mengambil uang itu. Semestinya kan papa bisa melawan
dengan menolak untuk mengundurkan diri” protesku dengan
nada suara sok dewasa tersebut. Papa tersenyum kecil
melihat ekspresi kemarahan di wajahku
“Ya nggak nyamanlah Salim bekerja dengan orang
yang sudah tidak percaya walaupun dia yang salah, apalagi
pak Tanto masih di situ karena dianggap hanya lalai tidak
mengawasi papa bekerja dengan benar. Lebih baik papa pergi
saja dari lingkungan yang sudah tidak baik itu. Tenang saja
24. 18
Salim, rezeki itu sudah Allah atur dan tentukan bagi setiap
manusia kok. Keran rezeki ditutup di perusahaan sekarang,
jika Allah berkehendak memberikan rezeki Nya, Insyaallah
akan dibukakan keran rezeki yang lain” balas papa
meyakinkanku.
“Mungkin ini juga teguran dari Allah terhadap papa
yang selama ini lebih banyak mengabaikan ibadah kepada
Nya demi mengejar kehidupan dunia walaupun alasannya
demi memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga kita. Dari
subuh sampai malam, papa di kantor hanya mengerjakan
shalat fardhu saja dan tidak melakukan ibadah lainnya.
Memang papa selau berusaha berbuat baik pada semua
orang di kantor, tapi mungkin itu masih belum cukup” kata
papa lagi dengan tatapan mata yang menerawang ke depan
itu. Aku tak tahu harus berkata apa sehingga hanya bisa
menepuk nepuk pergelangan tangan papa dengan telapak
tanganku. Papa tersenyum melihat hal ini
“Sudah kamu nggak usah khawatir. Tugas kamu
belajar yang sebaik baiknya saja. Kamu nanti nya mau
masuk SMP Negeri terbaik di kota ini kan. Biar masalah ini
papa dan mama yang pikirkan. Sementara papa belum
bekerja lagi, papa mau bantu bantu mama di toko busana
muslim mama di ruko depan komplek itu. Kebetulan juga
mama mau buka toko lagi kerjasama dengan temannya yang
punya ruko di tempat lain yang menganggur” kata papa
25. 19
menenangkanku. “Iya pa, Salim janji akan belajar dengan
sebaik baiknya” jawabku yakin
“Ya sudah, ini sudah malam. Papa tidur dulu.
Walaupun besok hari libur, Salim jangan tidur terlalu malam
ya. Biar besok nggak kesiangan sholat subuh nya” kata papa
kemudian sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan
keluar kamar. “Baik pa” jawabku lirih
****
“Salim berangkat sekolah dulu Pa” kataku pagi itu.
Segera kuhampiri papa yang sedang membaca buku di teras
rumah kami yang asri dengan berbagai tanaman anggrek
milik mama itu. Kuraih tangan papa dan segera menciumnya
Ya memang sudah beberapa Minggu ini papa punya
kebiasaan baru. Setelah selesai sarapan pagi bersama ku dan
mama di meja makan -sesuatu yang biasanya hanya bisa
dilakukan saat akhir pekan itu- papa selalu membaca buku
di teras sambil menungguku siap berangkat sekolah. Ya
selain membantu mama di toko busana muslimnya di ruko
depan komplek rumah kami itu, Papa lebih banyak mengisi
waktu dengan melakukan kegiatan yang menjadi
kegemarannya sejak masih kecil tersebut, yaitu membaca
buku. Hanya berbeda dengan saat waktu masih bekerja dulu
dimana buku yang biasa dibacanya adalah buku buku
mengenai ekonomi dan bisnis itu, saat ini Papa mulai banyak
membaca buku buku mengenai agama.
26. 20
Bahkan saat kami berjalan jalan ke mall di minggu
minggu awal tidak bekerja itu, Papa selalu mengajak kami
mampir ke toko buku besar di mall tersebut untuk membeli
buku buku agama guna menambah koleksi buku agama Papa
yang sangat sedikit jumlahnya dibanding buku buku ekonomi
dan bisnis itu. Papa terlihat antusias memilih buku buku
agama itu, selain juga membantu Amel memilih milih buku
bacaan untuknya.
Kalau untuk aku, Papa kelihatannya sudah
menyerah. Dulu saat aku masih duduk di bangku TK alias
Taman Kanak Kanak dan sudah mulai bisa membaca itu,
Papa sering juga mengajak membeli buku buku buatku. Dan
saat di rumah, Papa dan mama sering membacakannya
untukku atau memintaku untuk membaca nya sendiri
walaupun masih terbata bata itu. Lambat laun minat baca ku
pun mulai tumbuh. Sampai perkenalanku dengan gadget
seperti handphone dan laptop merusak segala hal yang telah
dilakukan papa itu. Kebiasaan membacaku pun mulai beralih
ke gadget terutama untuk urusan yang terkait dengan game
tersebut. Dan tampaknya Papa tidak ingin pengalaman buruk
ini kembali berulang pada Amel he..he
“Iya hati hati dijalan dan belajar yang rajinn di
sekolah ya. Jangan nakal” pesan Papa setelah aku mencium
tangannya itu. Dengan diiringi pandangan mata Papa dan
mama, serta Amel dengan wajah yang masih terlihat
mengantuk karena baru bangun tidur itu, aku pun segera
27. 21
mengambil sepedaku yang terparkir di halaman dan
mengayuhnya menuju ke sekolahku yang hanya berjarak
sekitar 2 kilometer itu.
Sampai sekolah yang biasanya sekitar jam 6.45 itu,
setelah memarkir sepeda di tempat parkir, aku segera
menuju kelasku yang terletak di ujung bangunan sekolah.
Biasanya saat aku sampai kelas, sudah ada beberapa
temanku yang datang. Aku pun segera mengobrol ramai
dengan mereka.
Ya berbeda dengan Papa yang pendiam dan terkesan
serius tersebut, aku dikenal sebagai anak yang periang dan
banyak bicara, walau tidak secerewet mama sih he..he.. Aku
juga dikenal anak baik dan suka menolong teman teman
lainnya. Sangking sukanya menolong, bahkan aku juga
sering membantu teman teman yang belum mengerjakan PR
dengan memberi jawaban PR yang telah kukerjakan di
rumah, atau bahkan jawaban ulangan saat kami sedang
ulangan harian. Hadeeeuuuhhh .....
Tapi dengan semua hal baik tersebut, aku juga
dikenal anak yang tidak suka diganggu, walau aku juga tidak
suka menganggu orang lain. Jangan coba coba ganggu aku
ya, kalau tidak ingin mendapat balasan dariku. Kalau lagi
baik sih biasanya aku akan ajak bicara teman yang
menganggu itu. Dengan baik baik atau dengan nada agak
keras. Tapi kalau sudah kuanggap keterlaluan sih aku ajak
untuk menyelesaikan dengan baik baik ... secara laki laki.
28. 22
Biasanya sih tidak ada yang berani melanjutkan sampai ke
tahap ini, secara badanku tergolong tinggi besar untuk
ukuran usiaku itu. Apalagi di sekolah aku ikut ekstrakukuler
olahraga bela diri. Tapi terkadang ada juga yang berani adu
otot sih. Ya sudah terjadilah perkelahian yang berakhir
dengan dipanggilnya mama ke sekolah he..he..
Sehabis itu, biasanya aku seharian diomeli mama
yang kemudian mengadukanku pada Papa saat pulang dari
kantor. Biasanya Papa hanya tersenyum dan sambil
mengusap usap kepalaku Papa berkata,”Salim, walau kamu
merasa benar, tidak semua bisa diselesaikan dengan
memaksakan orang untuk menerima kebenaran tersebut.
Bisa jadi kamu harus mengalah dan secara perlahan kamu
tanamkan kebenaran pada orang itu. Saat orang itu sudah
menerima kebenaran itu, percayalah tanpa kamu harus
berkata apa apa lagi, orang itu akan menjadi pendukungmu
dalam menegakkan kebenaran itu” kata Papa. Terus terang
sebenarnya aku kurang mengerti apa yang dimaksudkan
Papa tersebut. Paling yang aku tahu maksud Papa agar aku
tidak berkelahi saja. Ya sudahlah, yang penting aku tidak
diomeli atau bahkan dijewer seperti saat aku dimarahi mama
he..he..he
Ya begitulah hari hari kujalani di sekolah. Hari Hari
yang kujalani dengan ceria walau terkadang ada juga duka
kecil seperti saat nilai ulangan harianku yang tidak mencapai
nilai 9 atau bahkan nilai penuh 10. Entah kenapa walau aku
29. 23
termasuk jarang belajar dan lebih sering bermain game itu,
tapi nilai ulangan harian ku selalu berada disekitar nilai itu.
Mungkin benar kata Papa kalau aku mempunyai ingatan
yang sangat kuat. Tapi memang, saat di dalam kelas, aku
selalu memperhatikan penjelasan guru dengan seksama.
Tidak ada acara mengobrol, bercanda, apalagi tidur saat jam
pelajaran. Dan walaupun aku laki laki, tapi buku catatan
pelajaranku termasuk lengkap dan rapi, sehingga sering juga
dipinjam teman teman dan di foto lopi saat akan ada ulangan
harian atau bahkan ulangan semester. Bahkan juga dipinjam
teman teman perempuanku. Mungkin itu semua yang
membuatku bisa menjadi langganan juara kelas walau
tergolong kurang rajin belajar di rumah itu. Karenanya hanya
nilai di bawah 9 adalah hal yang dapat membuatku agak
sedih, dan selain itu semua hal di sekolah adalah hal yang
menceriakanku. Ehhh ... kecuali saat guru memanggil mama
karena aku berkelahi di sekolah dan kemudian aku seharian
diomelin mama ding he..he..
Karenanya waktuku di sekolah seharian penuh itu
selalu menyenangkan dan tidak terasa jam menunjukkan jam
4 sore saat bel sekolah berbunyi tanda jam sekolah hari itu
sudah berakhir. Akupun segera mengambil sepedaku dan
bersama teman teman yang lain mengayuhnya ke rumah
kami masing masing. Dan biasanya masa aku diomeli mama
pun dimulai
30. 24
Sesampainya di rumah biasanya aku segera
menghidupkan playstation ku yang segera disambut dengan
tatapan tajam mama sambil berkata,”Salim, kamu mandi
dulu terus Sholat ashar. Setelah itu boleh kamu main
playstation sambil waktu sholat maghrib. Nanti sehabis
sholat Isya, kamu belajar sampai Papa pulang dari kantor”.
Begitu saja terus perintah mama setiap sore, yang aku sudah
sangat hafal hingga setiap kata per katanya itu he..he
Hingga minggu minggu ini suara perintah mama
tersebut sudah jarang terdengar ditelingaku. Bukan karena
aku sudah benar benar patuh pada perintah mama, atau
apalagi karena mama sudah bosan memarahiku sih he..he..
Akan tetapi saat saati itu, ketika aku masuk ke rumah
setelah memarkir sepedaku di halaman, segera disambut oleh
lantunan ayat ayat suci Al Qur'an yang dibawakan oleh Papa
di ruang keluarga. Hal yang sudah lama tidak dilakukan papa
kecuali saat akhir pekan saja. Itupun juga tidak sering
Karena playstationku berada di ruang keluarga ya
otomatis aku tidak bisa memainkannya saat itu. Tanpa
disuruhpun terpaksa aku segera mandi dan Sholat ashar.
Setelah itu aku hanya bisa menghidupkan laptop ku untuk
bermain game online sampai adzan Sholat maghrib
berkumandang dari masjid yang terletak tidak jauh dari
rumahku. Dan mama pun juga tidak perlu lagi mengomel
untuk menyuruhku Sholat, karena saat itu juga Papa segera
bersiap untuk pergi Sholat berjamaah di masjid dan
31. 25
mengajakku ikut. Kalau mama yang meminta mungkin aku
masih bisa menawar untuk sholat di rumah, tapi karena
papa yang mengajak aku ya susah aku untuk menolaknya
Dan hal ini berulang lagi saat Sholat Isya. Belum
genap setengah jam aku memainkan playstation ku, Papa
kembali mengajak sholat jamaah di masjid. Lagi lagi aku
tidak bisa menolaknya. Sepulang dari masjid yang kemudian
disambung dengan makan malam bersama, setelah
mengerjakan PR ku, aku hanya punya waktu tidak sampai 1
jam bermain dengan playstation ku. Karena menjelang jam
10 malam aku sudah harus kembali ke peraduan untuk tidur
agar besok pagi dapat bangun jam 5 pagi untuk sholat subuh
berjamaah di masjid bersama papa dan bersiap untuk ke
sekolah
Hmmh .... rupanya perubahan jadwal kegiatan Papa
yang saat ini lebih banyak di rumah dan menggunakan
waktunya untuk dapat lebih mendekatkan diri pada Allah ini,
berdampak pula pada jadwal kegiatannya. Termasuk juga
pada kegiatanku bermain playstation heuuheuuuu
Tapi di sisi lain aku juga harus mensyukuri hal yang
terjadi ini sih. Tentunya diluar berkurangnya waktuku
bermain playstation terutama pada saat hari sekolah ya
he..he Perubahan pada diri Papa sebagai perwujudan
janjinya pada diri sendiri untuk menggunakan waktu
luangnya yang cukup banyak saat saat banyak di rumah ini,
32. 26
untuk menggunakannya untuk menjadi jauh lebih dekat
pada Allah itu, ini tentu hal yang patut kami syukuri.
Termasuk dengan dampaknya terhadapku yang saat
ini jadi lebih sering Sholat di masjid. Juga saat Papa
memintaku agar aku lebih banyak menggunakan waktu lebih
baik daripada sekedar bermain play station, dengan
menggunakan sebagian waktuku untuk membaca Al Qur'an
dengan juga dibimbing oleh Papa. Terus terang, walaupun
saat ini aku sudah kelas V semester genap, kemampuan baca
Al Qur'an ku masih belum lancar dan masih terbata bata itu
Tapi tetap saja waktu bermain playstation ku
mengalami degradasi alias pengurangan waktu itu. Terpaksa
kualihkan waktunya di akhir pekan, jika perlu tidak perlu
berjalan jalan ke mall di Sabtu malam, kecuali jika Amel yang
memintanya. Nggak apa apa lah, agar aku juga jadi terlalu
terlalu tergantung pada bermain playstation atau game online
lagi. Karena ditahun ajaran depan kan Insyaallah aku sudah
kelas VI, dan harus lebih serius belajar agar dapat lulus Ujian
Nasional alias UN itu, dengan nilai yang baik, sehingga dapat
menggapai cita citaku melanjutkan pendidikan di SMP Negeri
terbaik dan paling favorit di kota ku itu
33. 27
Bab 2 – Perubahan Arah
“Alhamdulillah, selamat ya pa” kata mama
menyambut kedatangan papa di sore yang cerah itu, sambil
memberikan kecupan mesra di pipi Papa. Aku yang baru saja
akan menghidupkan play station segera melonggok ke arah
ruang tamu yang bersebelahan dengan ruang keluarga. Oh
Papa sudah pulang, pikirku dalam hati. Tadinya karena tidak
seperti biasanya Papa tidak ada di rumah dan membaca ayat
ayat suci Al Qur'an di ruang keluarga, aku menggunakan
kesempatan untuk bermain play station. Ternyata papa
sudah pulang, keluhku dalam hati
Kulihat Papa yang menggunakan pakaian yang sangat
rapi dengan dasi yang warnanya senada dengan pakaiannya
itu, memasuki ruang keluarga dengan wajah yang sangat
ceria yang digandeng mama dengan mesra. Segera
kuhampiri Papa yang kemudian duduk di sofa itu sambil
berkata,”sudah pulang pa, rapi sekali hari ini ya pa” tanyaku
lagi
34. 28
“Sini Salim duduk sini, Papa mau cerita” kata Papa.
Aku pun segera duduk di sebelahnya. “Salim pasti masih
ingat kan Papa pernah mengobrol tentang isi buku yang
pernah papa baca, bahwa semua yang kita merasa memiliki
di dunia ini sebenarnya adalah hanya pinjaman dari Allah
semata, sehingga sebenarnya kita tidak memiliki apa apa?”
tanya Papa begitu aku duduk di sebelahnya itu. “Ingat sekali
pa, waktu itu Papa juga bercerita bahwa semuanya baik itu
keluarga, pekerjaan dan jabatan, harta benda, usaha,
kepintaran, kesuksesan dan lain lain yang ada pada kita ya
hanya pinjaman Allah, sehingga sewaktu waktu dapat
diberikan dan juga dapat diambil kembali oleh Allah ya kita
harus ikhlas dan tidak boleh marah” jawabku yakin
“100 untuk Salim. Nah ketika Allah mengambil
sesuatu yang telah dipinjamkan kepada kita tersebut, Allah
tentu punya maksud dan tujuan yang baik bagi kita,
walaupun bagi kita tampaknya terasa menyakitkan saat itu.
Misalnya bisa saja Allah akan menggantinya dengan sesuatu
yang jauh lebih baik dan memberikan keberkahan yang jauh
lebih besar” jelas Papa lebih lanjut lagi. “Benar pa, seperti
waktu sepeda Salim yang lama hilang waktu dipakai ke rental
playstation dulu, eh diganti dengan hadiah kenaikan kelas
dari kakek berupa sepeda yang jauh lebih bagus. Setelah itu
dapat lagi hadiah ulang tahun berupa playstation dari Papa”
jawabku sambil tersenyum lebar
35. 29
“Benar makanya setiap Allah meminta kembali
sesuatu yang dipinjamkan pada kita ya kita tidak boleh
marah marah. Kita ya harus sabar. Sama saja dengan Salim
kalau misalnya minjam buku ke teman, masak malah marah
saat teman nya Salim meminta bukunya dikembalikan” kata
Papa lagi yang segera kusambut dengan anggukan kepalaku
sebagai tanda setuju
“Demikian pula saat Allah memberikan pinjaman
sesuatu yang sangat berharga dan sangat kita sukai dan kita
banggakan, kita tidak boleh terlalu senang apalagi sampai
sombong. Senang boleh, tapi sedikit saja dan tidak
berlebihan. Justru kita harus banyak banyak bersyukur
karena Allah mau meminjamkannya pada kita” jelas Papa
lagi. “Benar pa, seperti Salim banyak banyak bersyukur pada
Allah pada saat dapat sepeda baru yang bagus dan
playstation” jawabku sok dewasa itu.
“Nah ketika kita diminta kembali apa yang telah
dipinjamkan Allah tadi dan Allah belum memberikan
penggantinya itu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Papa
tiba tiba. Sambil memegang dagu ku, aku segera berfikir
keras kita kira apa jawabannya,” Hmmmmhh ... Kita harus
berdoa pada Allah agar kita diberi pengganti yang jauh lebih
baik. Juga beribadah pada Allah yang sebaik baiknya agar
Allah ridho pada kita dan berkenan memberinya pada kita.
Hhhhmmhhh ... mungkin gambarannya seperti Salim ada
permintaan pada Papa dan mama, ya selain meminta secara
36. 30
langsung, Salim juga akan berbuat baik dan yang di sukai
Papa dan mama, agar Papa dan mama jadi lebih suka pada
Salim. Jadinya permintaan Salim dikabulkan Papa mama
deh” jawabku sambil tersenyum lebar itu
“100 lagi untuk Salim. Waahh ... anak Papa sudah
semakin paham dengan ilmu agama ya” puji Papa yang
segera kusambut dengan tersipu malu sambil berkata,”Aahh
biasa saja pa .... Eh iya lantas hubungannya dengan
pertanyaan awal dari Salim tadi apa pa?” tanyaku lagi saat
teringat bahwa pertanyaan awalku tadi belum dijawab oleh
Papa.
“Ha..ha..ha.. inget saja kamu Salim. Tentu sangat
terkait dengan semua yang kita obrolkan tadi. Nah kamu
masih ingat kan apa yang terjadi sekitar 7 bulan yang lalu?”
Papa balik bertanya. “Ingatlah pa, saat Papa harus berhenti
bekerja karena perbuatan jahatnya Direktur Administrasi nya
papa, siapa itu namanya hmmmmhh ... Pak Tanto” jawabku
sambil berfikir itu
“Nah saat itu berarti Allah memang berkehendak
mengambil kembali pinjaman Nya ke Papa berupa pekerjaan.
Dan kita semua berusaha bersabar dan bertawakal atas
keputusan Allah ini, sambil juga berdoa dan meningkatkan
ibadah kita kepada Allah”kata Papa mulai menjelaskan. “Iya
Papa jadi jauh lebih rajin sholat sunnah, puasa sunnah,
membaca Al Qur'an dan belajar ilmu agama dari buku buku
dan Youtube. Juga lebih banyak infaq dan sedekah” jawabku
37. 31
membenarkan sambil menyebutkan hal hal yang aku lihat
sudah dilakukan papa
“Nah, Insyaallah semua yang sudah Papa dan kita
semua jalankan itu akan semakin mendekatkan kita pada
Allah dan akan mendapat ridho Nya” kata Papa lagi yang
segera kujawab dengan anggukan kepala. “Ternyata Allah
memang mempunyai maksud dan tujuan ketika mengambil
kembali pinjaman pekerjaan dari Papa saat itu. Misalnya saja
kan dulu kantor Papa jauh dari rumah ya, Papa harus
berangkat setelah sholat subuh, pulang sampai rumah juga
sudah malam saat Salim akan tidur. Allah ambil kembali
pinjaman itu agar dapat memberikan pinjaman pekerjaan
lain yang jauh lebih dekat. Misalnya di kota Bekasi ini juga,
sehingga dapat berangkat ke kantor saat Salim berangkat
sekolah, dan sampai rumah lagi sebelum Sholat maghrib atau
paling tidak sebelum sholat isya” jelas Papa lagi
“Iya pa, enak sekali seandainya bisa seperti itu ya”
kataku berharap. Tiba tiba aku merasa ada yang aneh
dengan penjelasan Papa sebelumnya,”Eh maksudnya papa
sudah Allah berikan pinjaman pekerjaan baru di kota Bekasi
ini?” tanyaku ingin tahu bangett. Kulihat Papa senyum
senyum saja yang kemudian kuartikan bahwa dugaannku itu
benar
“Alhamdulillah .... jadi manajer keuangan lagi ya pa?”
tanyaku dengan nada suara gembira itu. Sambil tersenyum,
Papa menjawab pertanyaanku,”Alhamdulillah Salim, berkat
38. 32
doa mama, Salim, dan Amel juga. Hanya bukan manajer
keuangan lagi” jawab Papa lagi. “Oohhh, berarti manajer yang
lain ya pa, seperti manajer pemasaran. Atau.... masih di
keuangan juga tapi bukan manajer? Nggak apa apalah pa,
yang penting Allah sudah memberikan pinjaman pekerjaan ke
Papa lagi” kataku sok bijak. Papa tersenyum saja melihat
tingkah ku tersebut
“Alhamdulillah masih di keuangan juga Salim, tapi
sebagai ....” Papa menghentikan perkataannya yang semakin
membuatku tidak sabar itu. “Sebagai apa pa?” tanyaku cepat.
“.... Sebagai .... Direktur Administrasi ..... Alhamdulillah”
jawab Papa yang segera kusambut dengan ucapan gembira
itu “Selamat ya pa .... Wah sekarang Salim jadi anaknya
Direktur “ kataku sambil menjabat tangan Papa yang segera
disambut oleh Papa dengan senyum lebarnya
“Alhamdulillah Salim, memang perusahaannya belum
sebesar perusahaan kantor Papa sebelumnya. Tapi lumayan
besar lah. Produk produknya sebagian kamu mungkin juga
sudah kenal” kata Papa sambil menyebutkan beberapa merek
makanan ringan itu. Memang benar aku sudah mengenalnya
dan bahkan beberapa dijual di minimarket dan warung di
komplek perumahan kami tinggal
“Ya begitulah Salim. Jika Allah meminta kembali
pinjamannya kepada kita, pasti ada maksud dan tujuan, atau
yang biasa kita sebut hikmah nya. Insyaallah akan
digantikan yang lebih baik” kata Papa lagi. “Iya pa, Salim juga
39. 33
jadi yakin akan hal itu. Terima kasih ya pa sudah di beri
pengetahuan ilmu agama” kataku dengan tulus
“Sama sama Salim. Tapi Papa juga merasa ilmu
agama Papa masih sangat kurang. Tapi hikmah dari kejadian
ini, Papa jadi punya waktu dan kesempatan untuk belajar
ilmu agama lebih baik dari sebelumnya walaupun baru
sekitar 7 bulan. Insyaallah walau mulai minggu depan Papa
sudah mulai bekerja lagi, Allah masih beri kesempatan pada
Papa untuk belajar ilmu agama lebih banyak lagi” kata Papa
dengan nada serius itu. “Aamiin Ya Robaallamin” balasku
segera.
“Amel juga pingin ucapin celamat ke Papa” tiba tiba
Amel datang menghampiri papa diikuti oleh mama. Kami pun
tertawa bersama melihat tingkah Amel tersebut
****
Ahad malam itu, setelah makan malam bersama Papa,
mama, dan Amel, aku memutuskan untuk bermain game
online di kamarku. Baru saja aku memulai 1 game online
strategi kegemaranku, kudengar suara ketukan pelan di
pintu kamarku yang tidak kututup itu. Refleks segera kulihat
ke arah pintu, dan kulihat Papa berdiri disana sambil
berkata,”Bisa ikut nebeng ngadem di AC kamarnya Salim
nggak” katanya dengan tersenyum lebar
“Boleh dong pa, mau sambil baca buku ya pa?”
tanyaku juga sambil tersenyum. Tapi kulihat ada sesuatu
40. 34
yang aneh, tangannya tidak memegang satu bukupun. Papa
hanya tersenyum dan kemudian duduk di sebelahku di atas
tempat tidur. “Nggak ada PR buat besok ya Salim?” tanya
Papa kemudian. “Ya nggak ada dong pa, kan minggu lalu
baru ujian semester ganjil. Jadi minggu depan di sekolah
hanya ada lomba lomba untuk menunggu penerimaan raport
di minggu depan” jawabku cepat
“Oh iya, Papa lupa” katanya sambil menepuk
keningnya. Aku hanya tertawa melihatnya. “Iya, Salim sudah
mau masuk semester genap di kelas 6 ya. Waahh sudah mau
Ujian Nasional dan nyari SMP ya?” balas Papa. Mendadak ada
sedikit mulas pada perutku
“Papa ingetin tentang Ujian Nasional sih, Salim jadi
sakit perut nih” protesku yang disambut Papa dengan tawa
lebar sambil berkata,” ha..ha..ha mengapa sakit perut,
selama ini kan Salim selalu juara kelas”. “Tapi kan Ujian
Nasional itu beda pa. Nilainya sangat menentukan lulus
tidaknya. Jadi nasib sekolah selama 6 tahun ditentukan
hanya oleh Ujian Nasional yang hanya beberapa hari itu”
kataku melanjutkan protesku. “Sama lah dengan ujian
lainnya. Salim hanya perlu menyiapkan lebih baik saja.
Kurangi main playstation dan game online ya di semester
genap nanti” balas Papa sambil tersenyum. Akupun merasa
tersindir dengan ucapan Papa tersebut. “Iya pa, Salim janji
akan belajar lebih giat lagi” kataku sambil tersenyum malu
41. 35
tersebut, yang disambut dengan anjungan jempol kedua
tangan Papa
“Eh iya, jadinya Salim milih SMP yang mana?” tanya
Papa lagi. “Ya yang seperti pernah Salim bilang pa, di SMP
Negeri favorit yang paling baik di kota Bekasi ini. Kan kata
Papa juga membuat sangat bangga nantinya. Apalagi kan
dekat rumah pa, cukup naik angkulan kota hanya 1 kali saja.
Tapi ya itu pa, syarat nilai Ujian Nasional nya tinggi. Tingkat
persaingannya tinggi. Tapi Insyaallah Salim cukup yakin lah
bisa mendapatkannya” jawabku mencoba meyakinkan Papa.
“Aamiin Ya Robaallamin” balas Papa segera
“Hmmmh tapi Salim nggak menyesal nanti pelajaran
agamanya lebih sedikit dari SDIT?” tanya Papa lagi. “Ya
memang sih pa kalau SMP Negeri pelajaran agama paling
hanya sekali satu minggu. Tapi kan waktu di SDIT sudah
dapat banyak pelajaran agama, jadi sudah cukup lah
pelajaran agamanya” balasku meyakinkan Papa. “Yakin kamu
Salim?” tanya Papa lagi sambil tersenyum itu. Akupun segera
menggaruk garuk kepalaku yang tidak gatal itu sambil
berkata,”ya nggak begitu yakin sih pa. Tapi paling nggak
cukup untuk ukuran anak anak lah” jawabku berusaha
menghindari menjawab pertanyaan Papa itu
“Ha..ha..ha walaupun misalnya memang sudah dirasa
cukup untuk anak anak seusia Salim, memangnya tidak
akan tumbuh berkembang lebih besar lagi?” tanya Papa
sambil tertawa lebar itu. “Yaa pasti tumbuh besar lah pa, tapi
42. 36
berarti ilmu agama yang dibutuhkan juga perlu bertambah ya
pa?” kataku sambil menggaruk garuk kepala ku lagi. Papa
kembali tertawa melihat ekspresi bingung di wajahku itu
“Sini sini Salim mendekat ke Papa” panggil Papa yang
segera kuikuti dengan menutup laptopku dan segera duduk
disebelah Papa. Setelah dekat, Papa segera memgang bahu
kuku dan kemudian melepaskannya sambil berkata dengan
menatap tajam wajahku. “Yang Salim pikirkan itu sama
dengan yang Papa pikirkan waktu kecil. Dulu Papa berfikir
ilmu agama Papa sudah cukup untuk kehidupan Papa. Papa
sudah tahu dan menjalankan Sholat fardhu, sudah puasa
Ramadhan, sudah memberikan zakat, infaq, dan sadakoh,
juga sudah selalu berusaha membantu dan berbuat baik
pada orang lain. Papa pikir itu sudah cukup dan Papa
jalankan bertahun tahun. Sampai kemudian Allah
mengingatkan Papa bahwa apa yang Papa ketahui dan
amalkan masih seujung kuku dan masih banyak ilmu agama
seluas samudera yang sebenarnya Papa belum ketahui” kata
Papa sambil pandangannya menerawang ke depan dan
terdiam sejenak. Aku pun menunggu penjelasan Papa
selanjutnya juga sambil terdiam
Setelah menghela nafas panjang, Papa pun
melanjutkan perkataannya,”Cara Allah mengingatkan Papa
melalui jalan yang mungkin awalnya terasa menyulitkan
seperti Papa harus berhenti dari kantor yang dulu. Salim
ingat kan sejak kejadian itu, papa jadi seperti diingatkan
43. 37
Allah untuk belajar agama lebih banyak melalui buku,
tayangan tausiah melalui Youtube, atau mengikuti pengajian
di masjid?” tanya Papa lagi. “Iya pa, Salim masih ingat betul”
jawabku cepat
“Nah, saat Papa mulai belajar kembali mengenai ilmu
agama yang terakhir Papa pelajari secara cukup serius saat
Papa dulu di SMA Negeri melalui kegiatan ekstrakukuler
kerohanian Islam itu, di sini Papa baru sadar bahwa ilmu
agama yang Papa punya selama ini masih sangat sedikit dari
yang seharusnya Papa punyai sebagai seorang muslim yang
berusaha menjadi mukminun atau orang yang beriman itu”
kata Papa sambil sekali lagi menghembuskan nafas panjang
Tak lama Papa melanjutkan perkataannya,”Papa jadi
seperti merasa sudah mensia-siakan umur Papa yang sampai
saat ini sudah Allah berikan selama 42 tahun ini dengan
tidak belajar agama dengan baik, bahkan tingkat yang
Standar saja tidak mencapai. Berapa banyak kesempatan
Papa untuk beribadah dan juga beramal soleh Papa lepaskan
selama ini karena papa belum punya ilmu nya, dan berapa
banyak pula dosa yang bisa Papa hindari selama itu pula jika
seandainya Papa sudah tahu ilmunya. Bayangkan Salim,
sudah 42 tahun seperti ini. Coba seandainya Papa tahu
semua ilmu agama ini dari sejak Papa muda, katakanlah
selepas SMA Papa sudah mendapatkannya semua, tentu
situasinya akan lebih baik” sesal Papa dan kembali
pandangannya menerawang kedepan seperti pikirannya
44. 38
sedang mengembara ke masa masa yang sudah berlalu. Aku
tidak tahu harus bertindak apa dalam situasi ini dan hanya
bisa menepuk nepuk punggung tangan Papa dengan telapak
tanganku. Papa pun tersenyum melihat tindakanku itu
“Maafkan Papa ya Salim, Papa agak sentimentil waktu
bercerita tadi” kata Papa kemudian sambil mengusap usap
kepalaku. Aku pun menganggukan kepalaku. “Begitulah
Salim, Papa jadi tidak ingin kamu dan Amel juga mengalami
penyesalan yang Papa rasakan saat ini. Memang Insyaallah
Papa sedikit demi sedikit bisa mengejar ketertinggalan Papa
soal ilmu agama di usia Papa sekarang ini, tapi akan jauh
lebih baik jika anak anak Papa bisa mendapatkannya sejak
usia muda. Insyaallah amal ibadah dan pahala kalian akan
jauhhhhh lebih banyak daripada jika memulainya seperti di
usia seperti papa saat ini” terang Papa sambil tersenyum
“Hmmhh ... berarti selain belajar di sekolah, Salim
juga perlu ikut pelajaran atau kursus kursus tentang agama
diluar sekolah ya pa?” tanyaku balik. Papa tersenyum
kembali sebelum kembali berkata untuk menjawab
pertanyaanku. “Ya kalau memang bisa dilakukan seperti itu
ya bagus. Hanya sepertinya, untuk kursus kursus agama
sepertinya saat ini masih sangat jarang ya apalagi untuk
tingkat anak anak. Kalaupun ada mungkin tempatnya jauh
dari sini, sehingga akan cukup merepotkan jika harus
dilakukan tiap hari kan?” tanya Papa yang segera
kujawab,”Iya sih pa, repot. Kasihan mama juga kalau harus
45. 39
mengantar setiap hari. Jadi bagaimana ya pa, agar Salim
sudah dapat belajar agama sejak usia muda. Apa Salim tidak
usah menjadi kebanggaan Papa dengan bersekolah di SMP
Negeri paling favorit di kota ini, dan melanjutkan ke SMP
Islam Terpadu atau SMP IT saja” tanyaku. Aku agak sedikit
kecewa dengan perkataanku ini secara memasuki SMP Negeri
favoritku ini adalah juga impian dan akan menjadi
kebanggaan ku
“Jika memang SMP Negeri favorit dan tempat kursus
atau kegiatan pengajian rutin tiap hari untuk anak anak ini
ada dan berada di jarak yang cukup dekat, ya pilihan ini
mungkin yang bisa diambil. Tapi jika pilihan ini tidak
tersedia, ya mungkin melanjutkan ke SMP IT bisa menjadi
pilihan. Lagipula kebanggaan bersekolah di SMP Negeri paling
hanya perasaan bangga di dunia saja. Atau bahkan hanya
saat bersekolah di sana saja, seperti saat dulu Papa
bersekolah di sekolah favorit. Sedangkan ilmu agama yang
diamalkan, pahala dan terhindarnya dari dosa akan terus
dirasakan saat nanti di akhirat” jelas Papa lagi. “Iya bener
juga pa” jawabku mengakui walau masih menyimpan rasa
kecewa jika tidak meneruskan ke SMP Negeri paling favorit di
kotaku itu.
“Hanya di SMP IT juga masih banyak kendala sih jika
memang benar benar ingin belajar dan memahami ilmu
agama sejak usia muda” kata Papa yang kembali membuatku
46. 40
bingung sehingga akhirnya berkata,”maksudnya bagaimana
pa?” tanyaku yang disambut dengan senyuman Papa itu.
“Yang jelas materi ilmu agamanya juga terbatas
karena waktu yang tersedia juga terbatas kan. Seperti
sekarang Salim di SDIT kan sekolah sehari penuh alias full
day school itu kan pulang jam 4 sore. SMP IT juga pulang jam
4 sore, sementara SMP Negeri biasa pulang jam 2 siang ya,
berarti hanya beda 2 jam setiap hari atau 10 jam dalam
seminggu” kata Papa berusaha menjelaskannya secara
perlahan agar aku dapat memahami maksudnya. Aku
menganggukan kepalaku tanda mengerti.
“Nah, ilmu agama yang sebenarnya wajib untuk
dipelajari oleh setiap muslim itu kan cukup banyak ya.
Seperti sekarang di SDIT sekarang di kelas 6, coba Salim
sebutkan apa saja ilmu agama yang dipelajari,” tanya Papa
padaku. Setelah berfikir sejenak, akupun
menjawab,”Hmmmhh cukup banyak juga sih pa, ada mata
pelajaran sejarah Islam, membaca Al Qur’an, Tadabur atau
memahami Al Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, serta
Pengetahuan Agama Islam termasuk ibadah dan akhlak pa”
jawabku kemudian
“Berarti sudah 6 mata pelajaran ya, bisa saja di SDIT
lain ada tambahan 1 atau 2 mata pelajaran lainnya. Jika tadi
hanya ada tambahan 10 jam seminggu di SDIT dibanding SD
Negeri, berarti setiap mata pelajaran agama tadi hanya di
pelajari selama 1,5 – 2 jam seminggu. Sangat sedikit kan,
47. 41
padahal di SMP IT mata pelajaran agamanya harusnya lebih
banyak dari SDIT, berarti waktu yang tersedia setiap mata
pelajarannya juga lebih sedikit kan?” tanya papa lagi. Aku
pun segera menganggukan kepalaku membenarkan pendapat
papa.
“Nah waktu 2 jam seminggu untuk mempelajari setiap
mata pelajaran itu menurut papa masih sangat sedikit sekali.
Ini berdasarkan pengalaman Papa saat tidak bekerja selama
7 bulan lebih itu dan menggunakan sebagian besar waktunya
untuk mempelajari agama. Saat Papa Alhamdulillah sudah
bekerja lagi, ilmu agama yang sudah Papa pelajari selama 7
bulan itu rasanya masih sedikit sekali dan masih banyak hal
yang harus dipelajari. Bagaimana yang hanya 10 jam
seminggu he..he” kata Papa sambil tertawa kecil itu.
“Dan juga Salim, ilmu agama itu bukan hanya sekedar
untuk diketahui saja, tapi yang paling penting harus di
amalkan bukan?” tanya Papa yang membuatku agak
kelabakan untuk menjawabnya itu. “Hmmmmhhh ....
seharusnya memang begitu sih pa. Setahu Salim, Allah tidak
ridho jika seseorang mempunyai ilmu agama tapi dia tidak
mau menjalankannya” kataku setelah sebelumnya berfikir
sejenak
“Benar Salim. Nah kalau di SMP IT misalnya diajarkan
tentang Sholat tahajud. Bagaimana memastikan para siswa
siswi nya menjalankan sholat tahajud di rumah?” tanya Papa
48. 42
lagi. “Yaaa susah pa, memangnya ada sekolah yang 24 jam
he..he” jawabku sambil tertawa itu
“Ada Salim” jawab Papa cepat yang membuatku
tercengang tersebut. “Memang ada pa? Ngeri sekali kalau ada
sekolah yang seperti itu” kataku agak bergidik
membayangkannya. “Ada Salim, namanya PESANTREN”
jawab Papa. “Yaaa, itu kan sekolah yang memang hanya
belajar agama saja. Sekolah untuk calon ustadz. Salim pikir
tadi sekolah yang mempelajari ilmu ilmu umum juga” kataku
menanggapi pernyataan Papa tadi. “Eehh kamu salah Salim”
balas Papa cepat. “Lhoo maksud Papa?” tanyaku heran.
“Yang Salim bilang tadi, itu untuk pesantren
tradisional, atau sering juga disebut sebagai pesantren salafi
atau pesantren salafiyah yang memang sudah ada sejak
beberapa ratus tahun lalu di sini. Di pondok pesantren ini
memang yang dipelajari sehari hari memang hanya ilmu
agama saja. Karenanya memang ilmu agama yang
dipelajarinya sangat mendalam sehingga nggak salah juga
kalau Salim tadi bilang ini adalah sekolah untuk calon ustadz
dan udtadzah. Disini kamu benar” jelas Papa. “Lho terus
salahnya Salim di mana pa?” tanyaku heran yang segera
disambut tawa Papa
“Ha..ha..ha salahnya kamu adalah, sekitar 40
tahunan lebih ini sudah ada jenis pondok pesantren lainnya,
namanya pondok pesantren modern. Apa bedanya pesantren
modern dengan pesantren tradisional? Ya di bidang ilmu ilmu
49. 43
yang tadi kamu katakan. Di pondok pesantren modern, selain
belajar ilmu agama secara mendalam, juga belajar ilmu ilmu
umum seperti di sekolah lainnya. Jadi SMP di pesantren
modern ya pelajarannya sama dengan di SMP Negeri yang
favorit yang memakan waktu belajar 7 jam dalam sehari itu.
Nah yang 17 jam lagi dipergunakan untuk belajar agama, ya
tentunya dikurangi waktu tidur dan waktu waktu lainnya
untuk keperluan pribadi seperti makan dan lain lain. Nah
berarti waktu belajar agama nya jauh lebih banyak daripada
SMP IT yang hanya 2 jam sehari kan?” tanya Papa lagi.
“Benar pa” jawabku cepat
“Karena waktu belajar agama yang banyak, jadi
pesantren dapat menjamin bahwa ilmu agama yang sudah
dipelajari, dapat diamalkan semuanya. Misalnya Sholat
tahajud tadi. Ketika di kelas di ajarkan tentang sholat
tahajud dan juga tata cara nya, ketika jam 3 pagi semua
santri dan santriwati -sebutan untuk siswa dan siswi di
pesantren- akan dibangunkan ustadz dan udtadzah nya
untuk menunaikannya” jelas Papa lagi. “Jam 3 pagi pa?”
tanyaku sambil bergidik membayangkan aku harus bangun
jam segitu
“Ya jam 3 pagi. Ibadah seperti Sholat tahajud walau
terlihat berat tapi jika sudah terbiasa akan terasa ringan.
Karena ini ibadah yang memerlukan pembiasaan. Dan
sekolah seperti pesantren inilah yang dapat melakukannya.
Papa saja terus terang ya Salim, walau Allah sebelumnya
50. 44
sudah memberi Papa waktu 7 bulan di rumah tidak bekerja,
sampai sekarang masih susah untuk bangun jam 3 untuk
sholat tahajud. Apalagi sekarang Alhamdulillah sudah
bekerja lagi, tambah sulit. Karena apa? Karena tidak terbiasa
dari kecil” jelas Papa panjang lebar
“Iya sih pa. Tapi bukannya Salim dengar di pesantren
itu seperti di penjara ya pa? Apa apa serba di atur, kalau
melanggar langsung di hukum. Kemudian nggak bebas keluar
masuk, harus selalu di pesantren. Keluar halaman pesantren
hanya untuk keperluan tertentu itupun juga susah dan ketat
aturannya?” tanyaku lagi menceritakan hal yang sering
kudengar dari teman temanku itu. Papa tersenyum saja
mendengar argumenku tersebut
“ Salim tidak merasa seperti di penjara dan banyak
hukuman kalau lagi berbuat salah? Coba diingat ingat dulu,
kalau di rumah, Papa dan mama juga menetapkan aturan
untuk Salim nggak? Dan ada hukumannya kalau berbuat
salah nggak?” tanya Papa mengejar pernyataanku barusan.
Aku terkaget Papa menanyakan hal tersebut. Setelah berfikir
sebentar, aku pun berusaha untuk memberikan jawaban
terbaik.
“Hmmmmhhh ... Ada sih pa. Misalnya sehabis sholat
Isya dan makan malam harus belajar dan baru setelah itu
boleh main playstation lagi. Kalau Salim melanggar ya pasti
mama akan mengomel sampai Salim kemudian belajar. Dan
kalau Salim melanggar beberapa kali ya Papa akan
51. 45
mengambil konsol playstation nya untuk di tahan 1 minggu.
Ada miripnya sih dengan aturan di pesantren. Tapi kan kalau
di rumah bebas keluar masuk rumah tidak seperti di
pesantren yang tidak bisa keluar masuk semaunya sendiri”
kataku mencoba membela argumentasiku tadi.
“Salim sudah setengah mengakui ya kalau kehidupan
di pesantren seperti menegakkan disiplin tidak berbeda jauh
dengan di rumah. Nah sekarang soal rasa seperti di penjara
karena tidak bebas keluar masuk. Coba Salim ingat ingat
berapa sering Salim keluar rumah dalam 1 minggu, diluar
pergi ke sekolah ya” tanya Papa lagi mengejar argumenku
tersebut.
“Hhhmmmhh ... Kalau hari sekolah sih, selain ke
sekolah Salim nggak pernah keluar rumah. Karena pulang
sekolah Salim langsung main playstation atau game online
sampai waktu belajar. Hari Sabtu pagi, Salim capek sekolah
jadi di rumah saja sambil main playstation, sore nya baru
biasanya pergi ke mall sama Papa, mama, dan Amel sampai
malam. Ahad pagi juga masih cape jadi main playstation atau
game online. Sorenya paling main dengan teman teman
disekitar sini” jawabku panjang lebar
“Berarti dalam 1 minggu selain ke sekolah, Salim
hanya keluar rumah 2 kali, ke mall pada Sabtu sore dan
main dengan teman teman pada Ahad sore nya. Sisanya
Salim dipenjara juga, oleh play station” kata Papa lagi sambil
tersenyum. Tiba tiba aku merasa malu dengan diriku sendiri.
52. 46
“Iya sih pa, Salim mengakui. Tapi kan dipenjara playstation
kan enak pa” kataku mencoba berargumentasi lagi dengan
sisa sisa alasan yang terakhir
“Nah bagi para santri dan santriwati, di penjara
pesantren jauh lebih menyenangkan daripada hanya sekedar
bermain playstation, karena mendapatkan banyak ilmu
agama dan dapat mengamalkannya dengan sebaik baiknya
karena dibimbing oleh para ustadz dan udtadzah. Ini yang
Insyaallah akan menjadikan mereka dekat dengan ridho dan
rahmat Allah” balas Papa yang kali ini sudah tidak dapat
kubalas lagi dengan argumentasiku yang telah benar benar
telah habis itu. Aku hanya dapat membalas penjelasan papa
tadi dengan berkata,”iya, Papa benar”. Tiba tiba aku
terfikirkan hal yang sebelumnya belum terfikirkan
“Dari tadi obrolan Salim dengan Papa, sepertinya Papa
menginginkan Salim melanjutkan sekolah ke pesantren ya?”
tanyaku ke Papa dengan nada hati hati. Papa pun segera
tertawa lebar sambil kembali mengusap usap rambutku.
“Ha..ha..ha Papa hanya memberikan gambaran mengenai 3
pilihan Salim melanjutkan pendidikan setelah lulus dari SD.
Mengenai pertimbangan ilmu agama, karena itulah yang
paling Papa rasakan selama 7 bulan yang Papa tidak bekerja
pada waktu lalu itu. Papa baru menyadari bahwa ilmu agama
itu harus sudah dipelajari serius sejak usia muda. Untuk
papa mungkin sudah terlambat, walau Insyaallah secara
perlahan masih bisa Papa kejar walau mungkin tidak bisa
53. 47
maksimal. Nah untuk Salim dan Amel kesempatannya
Insyaallah masih terbuka sangat lebar. Sehingga Papa
melihatnya sayang kalau kalian lewatkan” kata Papa dengan
wajah serius saat mengucapkan kalimat terakhir dari
penjelasannya itu.
“Tapi Papa tidak bermaksud meminta apalagi
memaksa Salim untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren
ya. Semua pilihan ada di tangan Salim karena Salim kan
sekarang sudah akan masuk ke masa akil baligh yang berarti
sudah dewasa. Jadi semua tindakan dan langkah yang
diambil Salim, nantinya Salim sendirilah yang harus
mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah di hari
akhirat nanti. Papa hanya mencoba memberikan
pertimbangan yang terbaik berdasarkan pengalaman dan hal
yang dirasakan Papa. Hanya kalau Salim menanyakan
harapan papa, ya Papa akan sangat senang sekali kalau
Salim memutuskan melanjutkan ke pesantren. Bukan untuk
papa dan mama, akan tetapi untuk kebaikan Salim sendiri di
masa mendatang. Insyaallah” jelas Papa panjang lebar
“Berarti Papa sudah tidak meminta Salim untuk
melanjutkan’ sekolah ke SMP Negeri paling favorit di kota
Bekasi lagi ya pa?” kataku memberanikan diri untuk
bertanya. “Insyaallah permintaan itu sudah Papa cabut.
Selanjutnya Papa serahkan semuanya pada keputusan Salim.
Insyaallah akan diberikan petunjuk yang terbaik oleh Allah”.
54. 48
“Aamiin Ya Robaallamin. Salim berfikir dulu ya pa” jawabku
lirih
“Iya salim pikirkan saja dulu baik baik. Pondok
pesantren biasanya juga baru mulai membuka pendaftaran
mulai bulan Februari. Jadi masih ada waktu sekitar 2 bulan
lagi. Nanti kalau ada hal hal yang perlu didiskusikan dengan
Papa dan mama, Salim tinggal bilang saja ya” kata Papa
lembut sambil kembali mengusap usap rambutku.
“Baik Pa, terima kasih ya sarannya” kataku sambil
mencium tangan Papa. “Ya sudah ini malam sudah cukup
larut. Papa tidur dulu ya karena besok kerja. Salim besok
juga masuk sekolah jam biasanya kan walaupun tidak ada
pelajaran. Langsung tidur juga ya” kata Papa sambil bangkit
dari tempat tidurku dan berjalan menuju pintu kamarku
****
“Salim, ayo cepat bersiap siapnya. Nanti kesiangan”
kata mama agak berteriak dari ruang tamu. “Iya ma sebentar
lagi Salim siap” kataku sambil mengenakan baju pergi di
kamarku. Tak lama aku pun sudah di ruang tamu dimana
Papa, mama, dan Amel sudah menunggu itu. “Makanya Salim
kalau sudah tahu akan pergi kamu segera bersiap, jangan
hanya playstation saja yang kamu pikirkan” omel mama saat
aku menjumpainya. “Iya ma” jawabku dengan nada suara
menyesal. “Ya sudah, ayo kita berangkat. Perjalanan kita hari
ini kan cukup jauh ke wilayah Bogor dan Depok. Agar kita
55. 49
tidak kesorean semua tempat yang akan kita kunjungi dapat
kita kunjungi” kata Papa menengahi kami. Kami pun segera
menuju mobil yang terparkir di car port.
Saat kami semua sudah berada di dalamnya, sebelum
mengendarainya Papa sekali lagi melihat daftar tempat yang
akan kami kunjungi dan kemudian mengatur GPS yang
menyatu dengan dashboard mobil untuk menuju tempat
tujuan pertama kami. Ya hari ini kami memang akan menuju
ke 9 tujuan di daerah Bogor dan Depok yang berada beberapa
puluh kilometer dari rumah kami itu. Banyak sekali tempat
jalan jalannya? He..he.. sebenarnya kami bukan mau sekedar
jalan jalan sih, kami akan melakukan survey ke tempat
tempat tersebut. Bukan jalan jalan, malah survey? Survey
apa di hari Sabtu, mengajak anak balita seperti Amel pula?
Tenangg .. Kami hanya akan survey ke beberapa
pondok pesantren kok. Haahh ... ke pesantren? Memangnya
siapa yang mau masuk ke sana?? Ha..ha..ha sabarrr teman
teman, aku ceritakan perlahan yaa ....
Setelah pembicaraan pertama tentang pesantren
dengan Papa sekitar 2 bulan lalu itu, aku terlibat dalam
beberapa pembicaraan dan diskusi lagi mengenai hal tersebut
dengan papa dan mama. Semakin kami berdiskusi, semakin
aku memahami bahwa keinginan papa, yang kemudian juga
diikuti oleh mama itu, sebenarnya adalah semata mata untuk
kepentinganku sendiri. Agar aku dapat menjadi paham
tentang ilmu agama dengan baik sejak usia muda dengan
56. 50
juga tidak mengabaikan minatku pada ilmu ilmu dunia
terutama dengan teknologi tersebut. Sehingga saat aku
dewasa, walaupun nantinya aku menjadi ahli teknik yang
terkemuka sekalipun, aku selalu berada dalam jalan yang
diatur oleh Allah sehingga kesuksesanku ltu selalu dalam
keridho an dan keberkahan Nya. Dan itu Insyaallah akan
lebih mungkin aku raih jika aku bersekolah di pondok
pesantren
Kalau mau jujur, menurut papa dan mama, mereka
sebenarnya lebih senang jika dapat selalu bertemu denganku
setiap harinya, suatu hal yang tidak bisa dilakukan jika aku
bersekolah di pondok pesantren dimana aku harus tinggal di
asrama pesantren dan hanya dapat bertemu Papa dan mama
dalam waktu satu bulan sekali saat waktu kunjungan wali
santri itu. Apalagi mama, walaupun hari hari nya selalu diisi
dengan omelan dan terkadang jeweran ringan di telingaku,
tapi akan terasa sangat berat jika hanya dapat bertemu
denganku satu bulan sekali saja itu
Tapi menurut papa dan mama, demi kepentingan ku
lah mereka ikhlas melakukan hal ini. Mendengar hal ini,
tumbuh rasa haru dalam hatiku, yang lambat laun
menumbuhkan minat dan ketertarikanku untuk melanjutkan
pendidikan ke pesantren.
Aku mulai mencari informasi dari berbagai pihak
diluar papa dan mama, seperti pada ustadz dan guru di
sekolahku juga bertanya pada teman teman yang kakaknya
57. 51
tinggal di pondok pesantren. Termasuk juga bertanya pada
Om Google dengan berselancar di dunia maya dengan
mengunjungi berbagai situs internet milik pondok pesantren.
Semakin banyak informasi yang aku dapatkan, semakin aku
memahami alasan papa dan mama menginginkan aku
meneruskan pendidikan ke pesantren. Dan pada akhirnya
setelah aku beberapa kali melakukan Sholat Istikharoh
untuk meminta petunjuk Allah mengenai hal ini, akupun
membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikan ku ke
SMP di pondok pesantren. Dan aku dapat merasakan
kebahagiaan yang terpancar pada wajah papa dan mama saat
aku menyampaikan hal tersebut pada mereka. Mama pun
segera memelukku dengan penuh rasa bahagia, sementara
Papa seperti biasa membelai rambutku sebagai ekspresi rasa
sayangnya padaku tersebut.
Dan disinilah kami sekarang melakukan survey
beberapa pondok pesantren yang informasinya kami peroleh
dari beberapa sumber informasi tersebut. Minggu lalu kami
sudah melakukan survey 7 pondok pesantren di wilayah ku
di Bekasi, dan aku tertarik untuk mengikuti test masuk di 2
pondok pesantren. Pertimbangannya selain dari mata
pelajaran agama yang diajarkan, juga pada peringkat
pendidikan ilmu dunia nya juga. Aku memilih yang
mempunyai akreditasi A menurut kementrian pendidikan itu.
Sebab sampai saat ini aku masih bercita cita untuk menjadi
ahli teknologi pada masa depan, dengan tetap memiliki dan
58. 52
mengamalkan ilmu agama. Jadi pendidikan ilmu dunia nya
juga harus bagus, jadi aku bisa lolos test masuk ujian masuk
perguruan tinggi Negeri di bidang teknologi tersebut.
Selain kurikulum, aku juga menyukai pondok
pesantren dengan halaman yang luas, sehingga walaupun
aku tidak dapat keluar dari area pondok pesantren dalam
waktu cukup lama, tapi aku tidak merasa terpenjara dan
bosan, sebab aku bisa beraktivitas dengan berbagai kegiatan
luar ruang di halaman yang luas tersebut. Oleh sebab itu,
ekstrakukuler yang disediakan juga menjadi
pertimbanganku. Kalau fasilitas sih tidak begitu penting.
Tidak perlu gedungnya harus mewah atau penuh fasilitas
kenyamanan seperti Air Conditioner.
Dan dari survey di 9 pondok pesantren hari ini yang
kami survey di wilayah Bogor dan Depok sampai menjelang
malam hari ini, aku tertarik pada 5 pondok pesantren.
Sehingga total ada 7 pondok pesantren yang semuanya sudah
Papa bayar biaya test seleksi masuknya. Hanya memang
waktu seleksi masuknya beda beda ada di bulan Februari ini
juga ada yang di bulan Maret depan.
Dari 7 pondok pesantren itupun aku sudah membuat
peringkat dari mulai yang paling aku sukai. Tapi dimana pun
aku diterima, Insyaallah aku akan tetap suka lah, pikirku
dalam hati. Toh semuanya sudah memenuhi berbagai kriteria
yang tadi aku sebutkan
59. 53
Begitulah, di bulan Februari ini aku melakukan test
seleksi masuk di 4 pondok pesantren, 2 di Bogor, sedang 2
lainnya di Depok dan Bekasi. Pengumuman hasil nya di
bulan Maret saat aku melakukan test seleksi masuk di 3
pondok pesantren lainnya
Dari 7 pondok pesantren tersebut, Alhamdulillah aku
diterima di 5 pondok pesantren dan 2 pondok pesantren aku
tidak diterima. Sepertinya aku tidak lolos saat test membaca
Al Qur’an, sebab sepertinya 2 pesantren itu menggunakan
nama Pondok Pesantren Al Qur’an, sehingga persyaratan
kemampuan Al Qur’an bagi calon santri dan santriwati nya
relatif lebih berat.
Padahal karena waktu pelajaran membaca Al Qur’an
di sekolah kurang serius memperhatikan ustadz saat
mengajarnya kemampuan membaca Al Qur’an ku ya biasa
biasa saja. Cukup lancar tapi masih banyak yang harus di
tahsin, yang berarti banyak yang harus aku perbaiki dari
pengucapan huruf huruf hijiyah pada saat membaca Al
Qur’an tersebut. Hafalan Al Qur’an ku pun masih sangat
terbatas. Padahal kemampuan mengingat pada diriku
dianggap sangat baik oleh banyak orang, termasuk oleh papa.
Akan tetapi kenapa hafalan Al Qur’an ku sangat terbatas ya
he..he..
Alhamdulillah, dari 5 pesantren yang aku diterima
tadi, termasuk pondok pesantren yang masuk peringkat
pertama yang paling aku sukai saat survey lalu. Sehingga
60. 54
tanpa berfikir dua kali, aku segera memutuskan untuk
memilih pondok pesantren tersebut. Saat aku sampaikan
pada apa dan mama, mereka langsung setuju dengan
pilihanku tersebut. Sepertinya pondok pesantren pilihanku
tersebut juga menjadi pilihan favorit mereka
Pondok Pesantren yang terletak di kabupaten Bogor
itu memang paling memenuhi kriteria yang sudah kutetapkan
sebelumnya. Dari website yang aku baca, ilmu agama yang
diberikan beragam dan juga sepertinya juga diberikan dengan
proses mengajar yang baik. Secara ilmu sains alias ilmu
dunia itu juga sangat baik. Akreditasi dimiliki dari
kementrian pendidikan itu adalah akreditasi A dengan nilai
yang sangat tinggi : 97. Boleh dibilang secara akademis
setara lah dengan SMP Negeri paling favorit di kota-ku atau
bahkan bisa jadi malah lebih tinggi
Secara luas area pondok pesantren menurutku juga
sangat ideal. Luas keseluruhan pondok pesantren yang 4,5
hektar dengan jumlah santri dan santriwati yang tidak terlalu
banyak, menyebabkan masih banyak ruang terbuka baik
berupa lapangan atau lahan dengan pohon pohon besar yang
membuat ruang terbuka yang ada sangat asri dengan
pemandangan pohon pohon yang menghijau. Itulah
sepertinya yang memungkinkan diadakannya berbagai
kegiatan ekstrakukuler luar ruang seperti olah raga.
Aku pun juga mempunyai kesempatan untuk bermain
di luar asrama di halaman yang luas tersebut, sehingga aku
61. 55
tidak akan merasa ‘terpenjara’ di pondok pesantren ini.
Bangunan di sini memang bukan bangunan mewah, tapi
tetap terlihat kokoh dan sangat terawat. Tata letak bangunan
yang ada menurutku juga sangat rapi dengan arsitektur yang
cukup baik sehingga membuat nyaman di mata jika
memandangnya
Pokoknya dua jempol lah dari ku untuk pondok
pesantren ini. Insyaallah aku sudah sangat cocok dan akan
betah di sini. Dan keinginanku dulu untuk mencari
kebanggaan dengan bersekolah di SMP Negeri favorit itu
seketika sirna saat aku mendapatkan informasi diterima di
pondok pesantren ini. Rasanya sudah tidak sabar untuk
bersekolah di pondok pesantren ini
Akan tetapi tetap saja sebelumnya aku harus melalui
Ujian Nasional dulu untuk dapat mencapai status lulus dari
jenjang pendidikan SD. Heuuu .... heuuuu ...
62. 56
Bab 3 - Sahabat
“Baik baik di sini ya Salim. Jangan nakal dan ikuti
semua arahan dari kakak kakak pembimbing dan ustadz
asrama. Belajar yang rajin dan patuh dengan para guru dan
para ustadz. Berteman baik dengan teman teman dan jangan
berkelahi ya” kata mama sendu untuk kemudian memelukku
kembali. Aku sempat melihat mata mama mulai berkaca kaca
saat mengatakan hal tersebut. Walau dari awal tiba disini
aku berusaha untuk menegarkan diri, tetap saja emosi diriku
juga terbawa larut dalam situasi ini. Kurasakan mataku
mulai terasa berkaca kaca tapi segera kutahan.
Tak lama mama melepaskan pelukannya padaku
dengan tetap memandang wajahku. Kulihat air mata mulai
menetes dari mata beningnya yang tadi hanya berkaca kaca
itu. “Iya ma, Salim akan selalu ingat pesan pesan mama tadi.
Insyaallah akan Salim jalankan semua” kataku sambil terus
menahan agar mataku tidak semakin berkaca kaca itu
“Salim harus selalu ingat peristiwa hari ini ya. Ini
adalah hari yang menjadi awal dari perjalanan Salim untuk
63. 57
menjadi insan manusia yang akan menjadi khalifah di dunia
dengan selalu mengikuti jalan yang ditetapkan oleh Allah.
Inilah saatnya salim memulai untuk belajar bagaimana
menjadi bagian dari insan manusia yang diberi tugas Allah
untuk mengelola dunia tanpa melupakan kodratnya sebagai
hamba yang selalu patuh terhadap semua perintah Allah dan
menjauhi segala larangan larangan Nya” pesan Papa panjang
lebar.
Sebenarnya aku belum bisa memahami maksud pesan
Papa ini sepenuhnya. Tapi aku pun menjawab,”Iya pa, Salim
akan selalu mengingat hari ini, dan juga mengingat pesan
papa tadi” jawabku sendu. Papa pun segera memelukku
sambil berkata,”Buat Papa, mama, dan Amel bangga ya
dengan semua yang nanti Salim akan lakukan disini” kata
Papa sambil menahan haru, kemudian melanjutkan,”nanti
sebelum lulus dari sini, berikan papa dan mama mu ini
mahkota di surga ya” kata Papa sambil sedikit terisak sambil
semakin mempererat pelukannya padaku. Selama 12 tahun
menjadi anak papa, belum pernah sekalipun aku melihat
papa terisak seperti ini
“Iya pa, Insyaallah Salim akan usahakan sekerasnya”
jawabku lirih. “Terima kasih ya nak” balas Papa sambil
melepaskan pelukannya. Sayup sayup kudengar suara
pengumuman dari pengurus pondok pesantren melalui
pengeras suara masjid besar yang terletak di tengah tengah
area pondok pesantren itu. Suara yang cukup jelas
64. 58
menginformasikan bahwa waktu untuk orang tua santri dan
santriwati atau sering disebut sebagai wali santri itu, telah
habis untuk melepas putra putri nya memulai kehidupan
baru mereka di pesantren. Para wali santri dimohon untuk
dapat berpamitan dengan putra putrinya dan meninggalkan
area pondok pesantren, karena para santri dan santriwati
baru sudah akan memulai kegiatannya. Tiba tiba kami
dengar suara khas berkata,”Amel juga mau peluk mas Salim
dong” katanya sambil berusaha memelukku. Akupun segera
berjongkok untuk dapat memeluk tubuh mungil adikku
tersayang yang masih berumur 5 tahunan itu sambil
tersenyum. Walaupun dalam hatiku ada rasa sedih karena
aku tidak dapat lagi setiap hari melihat tingkah lucunya itu
“Mas Salim mau menginap di sini ya. Kapan mas
Salim pulang ke rumahnya” tanyanya yang membuat kami
tertawa. “Mas Salim mau sekolah di sini, masih lama
pulangnya. Mungkin nanti sebulan sekali Amel bisa
menengok di sini” jawabku sambil mengecup keningnya.
“Ooohh begitu ya” balas Amel yang lagi lagi memancing tawa
kami. Tak lama kemudian kami sudah berjalan ke arah mobil
papa yang diparkir di halaman parkir pondok pesantren itu.
Setelah kembali memelukku, papa dan mama serta Amel pun
masuk ke dalam mobil. Aku pun terus memandang mobil
Papa sampai menghilang dari pandangan saat keluar gerbang
pondok pesantren. Kali ini aku benar benar merasa sedih dan
sendiri dalam diriku. Aku pun melepas kendali emosi dengan
65. 59
membiarkan air mata yang tadi sangat kuat kutahan itu,
mulai menetes membasahi pipiku
“Adik tidak perlu sedih ya, tidak perlu merasa sendiri.
Disini banyak teman teman dan kakak kakak yang juga
adalah saudara saudara adik ya” tiba tiba terdengar suara
dari sebelahku. Kulihat ternyata kakak pembimbing ruang
kamarku di asrama memandangku sambil tersenyum. “Ayo
kita balik ke asrama untuk persiapan acara pengarahan dari
pembina pesantren nanti selepas sholat maghrib di masjid”
katanya mengajakku dan beberapa santri baru lainnya untuk
berjalan menuju asrama kami. Kami pun mengikuti
langkahnya dengan tetap menyimpan rasa sedih dalam diri
kami masing masing
****
Sampai di ruang kamar ku di lantai 3 asrama putra
untuk SMP itu, aku melihat sudah cukup banyak teman
senasib yang sedang menunggu pengarahan dari kakak
pembina kamar dan ustadz pengasuh untuk asrama putra
lantai 3 itu
Ruangan kamar kami cukup luas dengan kapasitas
untuk 30 anak itu. Kulihat di pojok ruangan terdapat
beberapa tumpuk matras agak tebal sebagai alas tidur kami
nanti. Di pondok pesantren kami memang kami tidak
menggunakan tempat tidur bertingkat seperti kebanyakan
pondok pesantren lainnya, akan tetapi menggunakan matras
66. 60
untuk tidur, yang saat tidak digunakan dapat di tumpuk di
sudut ruangan kamar
Mungkin tujuannya agar saat tidak dipergunakan
tidur pada malam harinya, ruangan kamar cukup leluasa
untuk berbagai kegiatan lainnya seperti belajar dan bermain
di dalam ruangan. Jika menggunakan tempat tidur bertingkat
yang bersifat permanen, selain menimbulkan kesan sempit
pada ruangan, juga susah untuk dipindah pindah jika untuk
suatu keperluan memerlukan ruang yang lebih luas.
Mungkin ya, aku juga hanya menduga duga saja sih he..he
Di lantai 3 asrama putra untuk tingkat SMP ini,
memang diperuntukkan untuk kelas 7 yang adalah para
santri baru itu. Karena santri baru ada sekitar 90 orang,
lantai 3 terdiri dari 3 kamar. Kamarku kebetulan berada
paling pojok, sehingga berada paling jauh dari tangga akses
naik turun yang berada pada satu sisi gedung saja. Untung
setiap kamar memiliki deretan kamar mandi dan toilet
masing masing, sehingga tidak harus repot pergi jauh dari
kamar.
Tak lama kemudian setelah 30 santri di ruangan
kamarku lengkap berkumpul, kakak pembina kamar yang
bertemu denganku di parkiran mobil tadi berbicara meminta
perhatian kami. Kami pun segera bergerak mendekatinya.
Ternyata dia bernama kak Luqman yang adalah kakak kelas
11 yang ditugaskan menjadi kakak pembimbing kamar kami.
Setelah memperkenalkan diri, kak Luqman pun
67. 61
memperkenalkan kak Hanif dan kak Rudi yang juga akan
menjadi kakak pembimbing kamar kami yang adalah teman
sekelas kak Luqman. Oohh ... rupanya satu kamar dibimbing
oleh 3 orang kakak pembimbing, pikirku dalam hati.
Kemudian Kak Luqman juga memperkenalkan 1 orang lain
lagi yang terlihat lebih senior dan sepertinya bukan santri
SMA. Ternyata betul, dia adalah Ustadz Fadli yang akan
menjadi ustadz pembina kelas 7 dan kebetulan tinggal di
ruangan kamarku di ruang yang disekat terpisah. Ustadz
Fadli ternyata adalah alumni pondok pesantren kami juga
beberapa tahun yang lalu. Oke, aku sudah mulai terbayang
bagaimana kami nanti akan dibimbing. Awalnya aku berfikir
kami akan dilepas begitu saja tanpa bimbingan. Bisa kacau
balau jika begitu ceritanya ha..ha..ha
Setelah memperkenalkan diri, giliran kami diminta
memperkenalkan diri kami masing masing. Kami pun mulai
memperkenalkan diri masing masing, termasuk juga diriku.
Aku pun mengamati setiap santri menyebutkan namanya
sambil berusaha menghafalnya. Tapi dasar aku agak sulit
kalau menghafal nama orang, walaupun untuk banyak hal
lain aku dinilai mempunyai ingatan yang sangat kuat, begitu
santri terakhir memperkenalkan diri aku sudah lupa nama
santri yang awal awal memperkenalkan diri he..he... Ya
sudahlah, nanti aku hafal lagi saat di antara kami saling
berinteraksi, pikirku dalam hati
68. 62
Selesai saling memperkenalkan diri itu selesai, kak
Luqman pun meminta kami untuk segera mandi dan
kemudian mengenakan “seragam” keseharian pesantren,
berupa baju koko dan sarung, serta peci hitam menghiasi
kepala kami. Selepas itu kami diminta untuk segera menuju
masjid yang terletak di tengah area pondok pesantren kami,
untuk menunaikan sholat Maghrib berjamaah dan kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan dan pimpinan pondok
pesantren mengenai hari hari yang akan kami jalani ke
depannya. Selepas kak Luqman menutup pertemuan sore itu,
maka dimulailah “kenyataan hidup” yang harus kami hadapi
kedepannya
Setelah mengambil pakaian yang akan aku kenakan
setelah mandi nanti dari lemariku yang terletak di deretan
lemari santri yang terletak menempel pada dinding kamar
kami itu, segera aku menuju kamar mandi yang terletak di
bagian belakang kamar kami. Dan pemandangan yang
membuatku shock itu terlihat. Kulihat antrian teman
temanku di depan 7 kamar mandi dan toilet. Aku pun segera
mengantri di depan salah satu kamar mandi. Sudah ada 3
santri di depanku. Sambil sedikit kesal terpaksa aku ikut
mengantri. Kucoba mengobrol dengan santri di antrianku,
tapi sepertinya semuanya masih belum rela untuk berpisah
dengan orang tua masing masing dan mulai dihinggapi home
sick alias rindu rumah itu. Ya sudah, aku pun juga akhirnya
ikut melamun dengan pikiran melayang kembali ke rumah.
69. 63
Sampai aku agak terkaget saat pintu kamar mandi di depan
ku terbuka dan seorang santri keluar dari sana. Aku pun
segera masuk kedalamnya
Setelah semua selesai mandi, dengan dipandu kak
Luqman kami segera menuju masjid saat adzan Maghrib
berkumandang dengan suara muadzin yang terdengar sangat
merdu itu. Dan setelah selesai melaksanakan sholat
berjamaah yang diikuti dzikir bersama itu, terdengar
pengumuman agar santri dan santriwati kelas 7 untuk tetap
tinggal di masjid dan juga tetap menjaga ketenangan dengan
tidak saling mengobrol itu. Tak lama setelah di dekat mimbar
imam di atur sebuah meja panjang dengan beberapa kursi,
beberapa orang pun duduk di sana. Tak lama pembawa acara
memperkenalkan pimpinan pondok pesantren dan kepala
sekolah SMP yang akan memberikan wejangan dan nasehat
bagi kami semua dalam menjalani kehidupan di pondok
pesantren
Banyak yang disampaikan beliau beliau tersebut. Tapi
karena sebagian hatiku masih tertambat di rumah dengan
pikiran yang melanglang buana kemana mana, aku hanya
menangkap hal hal yang paling penting saja, seperti bahwa
kami para santri dan juga dengan para pembina di pondok
pesantren adalah sebuah keluarga besar sehingga tidak ada
alasan kami untuk merasa sendiri. Dan sebagai saudara
kami pun akan saling membantu dan mendukung dalam
suasana dan harmoni yang terjaga baik.
70. 64
Dalam kehidupan pesantren kami juga diharapkan
menjadi anak yang mandiri yang dapat menyelesaikan semua
urusannya dengan usahanya tersendiri tanpa tergantung
pada orang lain. Dan yang paling terekam dalam ingatanku
adalah bahwa kami juga akan dididik menjadi anak yang
sabar. Ya SABAR! Suatu hal yang tadi mulai aku rasakan
saat antri mandi tadi. Secara biasanya aku bebas melakukan
banyak hal dengan seketika tanpa harus repot repot
mengantri. Belum lagi untuk hal hal sabar yang lain. Semoga
saja tidak ada hal hal lain yang dapat membuatku tidak
sabar, seperti saat aku harus sedikit berolah tubuh dengan
sedikit ber bela diri saat beberapa kali aku berkelahi di
sekolah ku dulu he..he.. Walau aku tidak tidak terlalu yakin
...
Dan setelah penjelasan panjang yang kemudian di
akhiri menjelang saat adzan isya berkumandang itu, kami
pun segera menunaikan sholat berjamaah bersama santri
santri kakak kelas kami yang berdatangan ke masjid saat
adzan berkumandang tadi. Selepas itu kami pun menuju ke
asrama untuk makan malam dengan menu yang sudah
disiapkan di lantai dasar asrama santri putra untuk tingkat
SMP tersebut. Dan pemandangan pun lebih “mengerikan”
lagi, saat sekitar 270 santri putra SMP tersebut harus
mengantri untuk mengambil nasi dan menerima lauk pauk
yang diberikan oleh petugas katering pesantren. Dan setelah
mengambil piring dan sendok garpu dari lemari ku di kamar,
71. 65
aku segera kembali turun ke lantai dasar untuk turut
bergabung dalam antrian
Namun berbeda dengan suasana pada kegiatan
mengantri kami sebelumnya, diantara kami para santri baru
sudah mulai saling mengobrol saat mengantri tersebut.
Mungkin penjelasan para pembina pesantren tadi sudah lebih
memberi semangat kami untuk menjalani hari hari kami di
pesantren, atau justru karena kami sudah dalam keadaan
cukup lapar sehingga kami mencobanya untuk
mengalihkannya dengan mengobrol? Entahlah he..he. Yang
jelas aku memanfaatkan situasi ini untuk juga mengobrol
dan saling mengenal antara para santri baru, terutama yang
kuingat satu kamar denganku. Dan setelah mengantri lebih
dari 20 menit itu, aku pun sudah dapat mengambil nasi
secukupnya dan menerima lauk yang diberikan petugas
katering langsung ke piringku. He..he.. rupanya mereka
paham benar ika kami dibiarkan mengambil sendiri, tentu
kami akan “kalap” mengambilnya. Bisa bisa yang berada di
antrian belakang tidak kebagian lauk pauk deh .... he..he..
Setelah tuntas piringku terisi nasi dan lauk nya, aku
segera kembali ke kamarku di lantai 3 tersebut. Kulihat
beberapa temanku sudah ada di sana sambil menyantap
makan malamnya. Aku pun segera bergabung dengan mereka
untuk mengobrol sambil makan. Kami pun segera mengobrol
dengan beberapa macam topik, termasuk menu makan
malam kami saat itu. Menu yang terdiri dari lauk sayur
72. 66
bayam dengan kebanyakan kuah dan sayur sedikit itu, terasa
klop dengan sepotong tempe dan sebongkah kecil tahu,
dengan beberapa ikan teri sebagai asesoris itu, terasa sebagai
HSS alias Hidangan Sangat Sederhana bagi sebagian dari
kami. Sebetulnya juga bagiku sih, dimana hidangan ayam
atau daging sapi dengan berbagai olahan menu itu, pasti
setiap hari tersedia di meja makan. Tapi karena aku memang
pada dasarnya bukan tipe anak yang senang pilih pilih
makanan, jadi menu makan malam ini masih bisalah aku
nikmati dengan lahap, apalagi dalam keadaan lapar seperti
ini he..he..he
Selesai makan malam, aku kembali mengalami
pengalaman baru, yaitu mencuci peralatan makan yang tadi
ku pakai. Biasanya sehabis makan, mama yang
membereskannya dan membawanya ke dapur untuk
selanjutnya di cuci oleh Asisten Rumah Tangga kami. Dan
walaupun mama telah membawakan cairan pencuci piring
dalam botol kecil itu, tetap saja aku tidak tahu bagaimana
cara menggunakannya. Akhirnya dengan alasan memberikan
kesempatan temanku untuk mencuci peralatan makannya
duluan di tempat cuci didekat kamar mandi itu, aku
mengamati temanku itu mencuci peralatan makannya.
Beberapa teman lain juga tampak memperhatikan sambil
memegang peralatan makan masing masing yang belum di
cuci itu. Tampaknya mereka mempunyai persoalan yang
sama denganku, juga cara untuk menyelesaikannya he..he..
73. 67
Selepas acara cuci mencuci dan peralatan makan
yang telah kukeringkan dengan kain lap itu mendarat manis
di lemari ku, aku pun kembali mengobrol dengan teman
teman. Ya malam itu acara kami memang masih bebas,
hanya disarankan kak Luqman untuk saling bersosialisasi
dan berkenalan saja dulu sampai nanti paling lambat jam 10
malam kami sudah harus tidur. Esok pagi sekitar jam 7 pagi
baru kami mulai kegiatan orientasi dan pengenalan kegiatan
di pesantren selama 2 hari.
Eitss tapi jangan salah duga semua ya. Mulai jam 7
pagi bukan berarti kami bisa bangun 1 – 2 jam sebelumnya
ya. Tadi saat pengarahan dari pimpinan pesantren, kami
setiap hari diminta bangun jam 3 pagi. Jam 3 pagi ?? Aku
yang saat pengarahan tadi sudah terkantuk kantuk itu
mendadak seperti disiram air satu ember saat mendengar hal
tersebut. Ya kami memang diminta untuk bangun jam 3 pagi
untuk kemudian menunaikan sholat tahajud. Setelah itu
kami diijinkan untuk tidur sebentar sampai saat adzan
subuh berkumandang, atau disarankan untuk membaca Al
Qur’an dan banyak banyak beristighfar sampai menjelang
sholat subuh
Memang sih untuk kami para santri baru masih diberi
keringanan selama 2 minggu bisa mundur bangun sampai 15
menit sebelum sholat subuh, untuk membiasakan diri. Tapi
setelah itu, kami semua harus sudah bangun jam 3 dini hari.
Bagaimanapun caranya. Dari mulai tepuk tepuk halus dari
74. 68
kakak pembimbing, disemprot air dari botol spray yang berisi
air, sampai dengan cara pamungkas yang paling ekstrem,
disiram air dengan menggunakan gayung ke badan kami.
Bergidik aku membayangkannya. Jangankan bangun jam 3,
saat di rumah saja saat adzan subuh berkumandang mama
cukup kesulitan untuk membangunkanku
Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk langsung
dapat bangun jam 3 walau setelah sholat tahajud aku akan
tidur lagi. Kenyataannya seperti apa, ya lihat saja besok
he..he.. Dan saat kami ber 30 santri mulai asyik mengobrol
dalam beberapa kelompok kecil itu, sekitar jam 9.20 an
malam kak Luqman meminta kami untuk menurunkan
matras dari tumpukannya dan mengaturnya agar cukup
untuk dipergunakan kami tidur di ruangan kamar kami.
Sebagian dari kami pun bersiap untuk tidur, sedang
sebagian lainnya termasuk diriku tetap mengobrol sampai
setengah jam kemudian terpaksa tidur karena lampu kamar
semua dimatikan oleh kakak pembimbing dan hanya
menyisakan 1 lampu dengan Watt kecil di tengah ruangan
untuk sekedar ada sedikit cahaya di ruangan
Ahhhh ... benar benar hari yang melelahkan,
menyedihkan, mengharukan, mengesalkan, akan tetapi juga
menyenangkan sekaligus menantang. Pokoknya campur aduk
deh sehingga aku saat itu tidak mau memikirkannya lagi.
Yang aku inginkan hanya satu. Tidurrrrrr .... dan berharap
hari esok akan lebih baik ....
75. 69
****
Dengan tergagap aku terbangun dari tidurku, saat
kurasakan percikan air menerpa wajahku. Mataku pun
segera terbuka saat kulihat kak Hanif dengan semprotan air
berdiri di depanku. Aku pun segera duduk sambil mengusap
usap wajahku yang basah karena semprotan air tersebut
sambil bertanya padanya,” jam berapa sekarang kak”. “Jam
4.20 pagi. 15 menit lagi sudah adzan subuh. Ayo segera
berwudhu dan bersiap siap ya” kata kak Hanif sambil
berjalan menuju ke “korban” berikutnya yang masih
mendengkur itu.
Waduh ternyata aku gagal bangun jam 3 keluhku
dalam hati. Kulihat sekeliling, sebagian besar teman temanku
sudah bangun, tapi kebanyakan ya masih dalam keadaan
seperti diriku yang baru saja jadi “korban” kak Hanif. Hanya
sebagian kecil saja yang kulihat sedang khusyuk sholat
tahajud, dan hanya 2 orang yang sedang membaca Al Qur’an
termasuk seorang anak bertubuh kecil dan kurus yang
membaca Al Qur’an dengan suara yang merdu di dekat
matrasku. Aku lupa siapa nama nya .... dibilangin aku susah
menghafal nama nama he..he Segera aku bangkit dari matras
dan menuju kamar mandi untuk bersiap siap menunaikan
ibadah sholat subuh berjamaah di mesjid
Selesai menunaikan sholat subuh berjamaah, kami
diwajibkan untuk berada di dalam masjid untuk berbagai
kegiatan yang terkait dengan Al Qur’an. Kalau kami kelas 7
76. 70
yang adalah santri baru sih hanya membaca Al Qur’an
bersama saja baik bagi yang sudah lancar atau belum. Tapi
kulihat kakak kelas juga melakukan kegiatan lain, termasuk
setoran hafalan Al Qur’an. Dan semua itu kami lakukan
sampai waktu memasuki waktu syuruq dan kami melakukan
sholat Isrok atau sholat Dhuha di awal waktu itu saat
matahari mulai terbit. Kurang lebih sekitar jam 6 pagi lah
Balik dari masjid, kami pun kembali ke asrama untuk
melakukan kegiatan rutin di sini, antri mandi ! Hmmh 30
santri dengan 7 kamar mandi dan jam 7 sudah harus siap.
Berarti masing masing maksimal hanya punya waktu 15
menit. Hitungan mundur dimulai !!
Tapi karena waktu siap kami berbeda berdasarkan
urutan antrian mandi, antrian makan pagi pun juga tidak
begitu panjang karena santri datangnya bergelombang dan
tidak sekaligus, sehingga sekitar jam 7 pun kami semua
sudah siap dan kami pun segera menuju ke lapangan di
depan gedung kelas kami untuk melakukan upacara dan
pengarahan untuk acara orientasi santri selama 2 hari ini.
Kegiatannya lebih banyak orientasi di kelas dan hanya
sebagian kecil berada di luar ruangan yang bersifat kegiatan
permainan. Tidak ada yang aneh aneh seperti yang banyak
terjadi di sekolah lain saat masa orientasi siswa sih. Pakaian
pun kami hanya menggunakan seragam sekolah dan tidak
ditambahkan dengan asesories yang aneh aneh
77. 71
Setelah selesai upacara, kami pun segera memasuki
kelas kami masing masing. Ternyata kami yang berada dalam
1 kamar di asrama menempati kelas yang sama. Jadilah kami
yang dari kemarin berkegiatan bersama di kamar di asrama,
kembali melakukan kegiatan bersama di kelas. Dan hari pun
bergulir dari satu sesi orientasi santri ke sesi sesi berikutnya
Aku pun mengikuti semua sesi dengan berbagai
tingkat konsentrasi. Dari tingkat konsentrasi penuh, sampai
dengan pikiran yang melanglang buana kemana mana.
Termasuk aku kembali teringan pesan papa sewaktu aku
masih di rumah. Papa saat itu berkata bahwa di pondok
pesantren saatnya aku untuk berteman dengan teman teman
dengan berbagai karakter dan sifatnya. Dan aku harus dapat
bersikap baik dengan semuanya. Walaupun demikian, karena
aku juga tidak akan mungkin bisa benar benar cocok dengan
semua teman, tidak ada salahnya juga kalau aku memilih
beberapa di antaranya untuk dijadikan sahabat, dengan tetap
berteman baik dengan yang lainnya
Hhhmmhh, kira kira dari teman teman yang di sini
siapa ya, pikirku sambil pandangan mataku mengelilingi
ruang kelas tersebut. Dari kemarin sampai pagi ini aku
belum dapat yang sepertinya bisa sedekat sampai tingkat
sahabat di antara 29 orang santri teman temanku itu, walau
aku sudah berusaha untuk mengobrol dengan banyak teman
temanku sekamar dan sekelas ku itu. Hmmh mungkin aku
tidak perlu harus punya sahabat kali ya, cukup teman teman
78. 72
biasa yang aku berinteraksi yang baik dengan mereka,
keluhku dalam hati
Tiba tiba pandanganku berhenti pada sesosok santri
bertubuh kecil dan kurus itu. Oh iya aku ingat, dia yang tadi
sebelum subuh sudah membaca Al Qur’an. Waahh berarti
sebelumnya dia sudah sholat tahajud ya .... hebat dia,
pikirku dalam hati. Aku coba ingat ingat namanya, kenapa
aku jadi lupa ya? Hmmmhh .... memang sih anak nya
pendiam banget, jadi walaupun aku sempat sekelompok kecil
mengobrol dengannya, dia hanya diam sambil tersenyum saja
mengikuti kami yang lainnya mengobrol itu
Aku coba ingat ingat lagi apa yang unik dari anak ini
saat kemarin kami diantar orang tua kami masing masing ke
sini. Ahaaaaa .... aku ingat sekarang. Anak ini sepanjang
yang aku lihat kemarin hampir tidak pernah lepas dari
mamanya. Dia selalu memegang mamanya seolah olah tidak
mau berpisah sedikit pun darinya. Papanya pun dengan logat
bicara medok yang khas daerah di jawa itu selalu berusaha
terus untuk membujuknya. Namun anak itu dengan logat
suara yang juga medok berulang kali juga menolak untuk
melepaskannya.
Yang paling dramatis ya saat orang tua kami masing
masing sudah harus meninggalkan pondok pesantren.
Dengan sedikit memaksa, papa nya akhirnya berhasil
membujuknya untuk dapat ditinggal. Tapi kulihat anak itu
menangis sesenggukan dan membiarkan air matanya
79. 73
bercucuran di wajahnya, saat papa dan mamanya menaiki
taksi yang menjemput mereka. Kulihat mama nya pergi
dengan mata berkaca kaca dengan sesekali mengusap air
mata di pipinya, sementara papa nya terlihat untuk menahan
rasa haru yang ada di hatinya. Sesaat taksi itu berjalan dan
hilang dari pandangan, anak itu berjalan menuju asrama
sambil terus menangis sesenggukan
Saat itu aku yang juga sedang berjalan menuju
asrama dan melihatnya seperti itu, menjadi sangat prihatin.
Memang saat itu aku juga sedih harus berpisah dengan papa,
mama, dan Amel. Tapi sepertinya kesedihan anak itu jauh
lebih mendalam, entah apa sebabnya. Aku pun segera
menghampirinya. Melihat ku datang anak itu terlihat cukup
malu karena ketahuan sedang menangis. Segera dia
berusaha menghapus air mata di wajahnya dengan lengan
bajunya. Tapi yang ada malah air mata malah semakin
tersebar di wajahnya yang membuatnya semakin panik.
Segera kuambil sapu tangan dari dalam saku baju
koko ku dan kuberikan padanya. Sambil malu malu dia
menerimanya dan segera menyeka wajahnya sampai kering
yang kemudian membuat saputangan ku menjadi basah
tersebut. Dengan raut wajah tidak enak, dia mengembalikan
saputangan ku sambil berkata,”maaf ya saputangan kamu
jadi basah begini” katanya lirih. “Nggak apa apa, nanti bisa di
cuci kok. Eh iya nama kamu siapa. Kalau aku Salim” kataku
sambil mengulurkan tanganku padanya. Dia pun segera