SlideShare a Scribd company logo
1 of 269
Download to read offline
i
ii
Dwi H Santoso
Citaku Berawal
dari
Pesantren
Insanmandiricendekia

iii
Citaku Berawal dari Pesantren
Penulis. : Dwi H Santoso
Cover : Stok foto dari Canva Pro
ISBN : 978-623-6996-25-6
Penerbit :
PT Insan Mandiri Cendekia
Redaksi. :
Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709
Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950
Telp : (021) 522 8094
Cetakan Pertama, September 2021
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
iv
Daftar Isi
Bab 1 – Ujian ........... 1
Bab 2 – Perubahan Arah ........... 27
Bab 3 – Sahabat ........... 56
Bab 4 – Ghosob ........... 93
Bab 5 – Keseharian ........... 112
Bab 6 – Yay! Liburan .. ........... 132
Bab 7 – Kemenangan ........... 161
Bab 8 – Kesedihan ........... 181
Bab 9 – Rasa itu ........... 210
Bab 10 – Pencapaian ........... 232
Bab 11 – Langkah Berlanjut ........... 258
v
Untuk Ananda
Fatih Akmal Nabil Santoso
Semoga selalu besemangat menjalani hari hari
penuh makna menimba ilmu di pesantren
Menjadi manusia yang cerdas dan berilmu
dengan tetap beriman dan bertakwa
pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dan selalu mendapat ridho-Nya
1
Bab 1 - Ujian
“Salim, kamu ditunggu Professor di ruangannya untuk
diskusi soal project yang sedang kita kerjakan ya” tiba tiba
Amir memanggilku dari kejauhan. Suara berbahasa ibu ku
yang diteriakkan oleh sahabatku di kampus yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar itu,
terdengar unik di telingaku. Ya saat ini aku memang sedang
menuntut ilmu di Fakultas Teknik di universitas yang
termasuk terbaik di Turki itu. Segera kukemasi laptop ku
yang sebelumnya kugunakan untuk mengerjakan gambar
teknik sambil menikmati udara hangat sore pada awal musim
semi di kursi taman kampus yang sangat asri tersebut.
Setelah kukembalikan laptop dengan casing berwarna
biru cerah itu ke dalam tas laptop yang slimfit dengan laptop
berukuran layar 14 inchi tersebut, segera kuraih tas ranselku
yang kuletakkan di kursi sebelahku beserta beberapa buku
tebal textbook kuliah yang kuletakkan di atasnya. Setelah
kumasukkan laptop kedalamnya, segera kususul dengan
buku buku teknik yang baru saja kubaca sebagian dari nya.
Sambil melakukannya, perlahan pikirannku mulai
2
mengembara ke masa masa di masa lampau di kampung
halaman nun jauh di seberang samudra itu
****
“Selamat ulang tahun ya Salim” kata mama lembut
sambil mencium pipiku sesaat setelah teman temanku selesai
menyanyikan lagu happy birthday. Di atas meja terlihat kue
tart besar dengan lilin bertuliskan angka 10 yang sudah
padam tersebut. “Sekarang Salim sudah besar, sudah 10
tahun. Jadi sudah harus lebih mandiri dan lebih bisa berbuat
baik pada orang lain. Juga sudah harus lebih rajin sholat dan
ibadah yang lain ya” lanjut mama sambil kembali mengecup
pipiku. “Iya ma, terima kasih ya” jawabku sambil tersenyum
malu. Benar juga kata mama, aku sudah besar. Buktinya aku
sudah agak malu di cium mama di depan teman teman
sekolah dan di lingkungan sekitar rumahku. Padahal
beberapa tahun lalu saja, aku justru akan merasa tersenyum
bahagia jika mama atau papa melalukannya. Segera kubalas
ungkapan rasa sayang dengan mencium tangannya.
“Amel juga mau bilang hapi bilthday buat mas Salim
ya” tiba tiba adik perempuanku yang masih berumur 4 tahun
itu maju mencium tanganku dengan suara cadelnya itu.
“Terima kasih ya Amel” balasku cepat sambil memainkan
rambut panjangnya itu dengan tangan kiri ku. “Ayooo ma,
kue talt nya cepat dipotong” pinta Amel kemudian sambil
mengalihkan pandangannya ke kue tart besar di atas meja
tersebut. Semua yang hadir di ruang tamu kami itupun
3
segera tertawa mendengar permintaan itu. “Iya Amel, mama
potong kue nya ya sekarang. Untuk potongan pertama nanti
untuk mas Salim dulu ya” jawab mama lagi sambil
tersenyum. Setelah memotong kue tart tersebut, mama pun
memberikan potongan pertamanya padaku diiringi dengan
pandangan penuh minat pada wajah Amel. Melihat hal itu,
setelah menerima piring kecil berisi potongan kue yang cukup
besar, aku pun segera menyerahkannya pada Amel yang
segera disambutnya dengan riang. Segera dibawanya piring
berisi kue tersebut ke ruang makan untuk kemudian
memakannya. Mama melihatnya sambil tersenyum dan
kemudian melanjutkan memotong kue tart untuk semua
yang datang di acara ulang tahunku itu
“Sayang ya papa nggak bisa hadir” kataku agak
menyesal pada mama sambil menikmati kue tart
bersamanya. “Iya tadi papa telepon tidak jadi pulang cepat,
karena mendadak ada rapat dengan pimpinan di kantor.
Papa tadi titip minta maaf ke Salim lewat mama. Salim
jangan kecewa ya” pinta mama sambil mengusap kepalaku.
“Iya ma” jawabku cepat. Iya memang rencananya memang
papa akan izin setengah hari dari kantor, sehingga
seharusnya bisa hadir di acara ulang tahunku. Tapi karena
ada perubahan seperti yang disampaikan mama tadi, ya tidak
jadi terlaksana. Papa memang bekerja di Jakarta yang cukup
jauh dari tempat tinggal kami di kota Bekasi yang berjarak
sekitar 40 km itu. Kalaupun rapat selesainya cepat pun,
4
mungkin juga tidak akan terkejar juga untuk hadir di pesta
ulang tahunku ini.
Papa ku memang saat ini bekerja di sebuah
perusahaan produsen makanan besar di Jakarta Selatan
sebagai seorang manajer dibidang keuangan. Aku sih nggak
tahu persis apa yang dilakukan papa di kantor selain
mengurus tentang penggunaan uang dalam perusahaan.
Yang jelas papa sangat sibuk di kantor. Papa biasa berangkat
setelah sholat subuh agar tidak terkena macet di jalan jalan
Jakarta, dan pulang setelah sholat Maghrib bahkan
terkadang setelah sholat Isya. Akibatnya sampai rumah
sudah cukup malam sekitar jam 9. Karenanya aku di hari
kerja juga jarang ketemu papa karena aku biasa tidur jam 9
malam. Sehingga aku biasa ketemu papa ya biasa akhir
pekan saja. Itulah kenapa setiap Sabtu malam kami biasanya
jalan jalan ke mall di dekat rumah, serta terkadang juga jalan
jalan ke tempat wisata saat hari Ahad paginya.
Memang sih, berbeda dengan mama yang banyak
berbicara dan bahkan menurutku terkadang termasuk
cerewet itu, papa sebenarnya termasuk pendiam dan tidak
banyak bicara. Di rumah saat sedang beristirahat pun, papa
lebih senang membaca buku sambil menemaniku bermain
game di laptop atau smartphone, ketimbang mengomentari
permainanku. Memang sih papa pernah cerita tidak pernah
suka dengan game sejak papa masih kecil, saat game hanya
bisa dimainkan di komputer dengan ukuran besar atau
5
perangkat game yang masih sangat sederhana itu. Papa lebih
suka baca buku berjilid jilid. Makanya papa pernah bilang
nggak bisa nyambung dengan yang sedang kumainkan. Tapi
kalau kupikir pikir kalau sedang bermain game aku selalu
berkonsentrasi penuh sih, nggak mungkin juga ngajak
ngobrol papa
Berbeda dengan papa, sejak aku punya gadget dan
laptop sendiri, aku senang sekali bermain game, baik yang
online ataupun offline. Saat aku sudah pulang dari sekolah
yang adalah SDIT alias Sekolah Dasar Islam Terpadu yang
berada di kompleks perumahanku itu, aku pasti langsung
menghidupkan laptop dan menghubungkannya dengan WiFi
rumah untuk bermain game online. Maklum sekolahku
menerapkan full day school, sehingga aku baru bisa keluar
sekolah dengan sepedaku sekitar jam 4 sore, dan sampai
rumah 20 menit setelahnya. Jadi penat juga rasa sekolah
seharian dan aku perlu refreshing dengan bermain game.
Tapi ini juga yang sering membuatku ditegur mama karena
aku melakukannya sebelum mandi dan sholat ashar. Bahkan
terkadang dengan nada marah, mama mengancam akan
mematikan paksa laptop ku jika aku tidak melakukannya.
Terpaksa aku menuruti permintaannya
Saat malam pun, jam bermain gameku seringkali
menabrak jam belajarku. Beruntung sekolahku tidak sering
memberikan PR sehingga waktu belajar bisa “kucuri” untuk
bermain game, sesuatu yang sering membuat mama marah
6
padaku. Hanya saat akhir pekan saja aku bebas bermain
game tanpa mendengar suara omelan mama. Itupun saat
kami akan jalan jalan ke mall atau tempat wisata dan aku
menghabiskan waktu dalam perjalanan dengan bermain
game dengan smartphone ku, kembali nada nada omelan
tersebut terdengar kembali he..he. Saat mama kemudian
mengadukan hal ini ke papa, papa hanya tersenyum saja
tanpa banyak berkomentar. Yess!! Walaupun pendiam dan
kami jarang membicarakan sesuatu dalam waktu yang cukup
lama saat papa di rumah, tapi aku tahu papa sangat sayang
dan perhatian padaku, sehingga urusan mengomeliku cukup
diserahkan pada mama he..he..
“Selamat ulang tahun lagi ya Salim” kembali kudengar
ucapan itu dari teman temanku saat mereka akan pulang ke
rumahnya masing masing sekitar jam setengah enam sore
itu. Akupun membalasnya sambil tersenyum, sampai semua
temanku itu sudah meninggalkan rumah. Mama dengan di
bantu mbak ART alias Assisten Rumah Tangga itupun segera
membereskan sisa sisa pesta itu dengan merapikan kembali
ruang tamu dan mencuci segala peralatan makan yang tadi
dipergunakan. Aku juga membantu sebisaku, sementara
Amel ikut membantu dengan menghabiskan sisa sisa kue tart
yang ada dipiring.Untung mama sudah memisahkan jatah
kue tart untuk Papa, kalau tidak semuanya dihabiskan oleh
Amel he..he..he
7
Setelah selesai dengan semua pekerjaannya tadi,
mama pun duduk menemaniku membongkar kado ulang
tahun dari teman temanku sambil menikmati secangkir teh
hangat tersebut. Tapi alih alih aku yang melakukannya,
justru Amel yang mendahuluiku membuka semua kado
tersebut. Ya sudah, kuterima semua hasilnya saja dari Amel.
Sampai saat terdengar adzan maghrib dari masjid dekat
rumah, mama segera menyuruhku untuk berwudhu untuk
menunaikan Sholat maghrib bersamanya dan Amel. Setelah
itu, segera kuhidupkan laptop yang hari itu belum
kuhidupkan karena sejak sampai rumah dari sekolah tadi,
aku langsung bersiap untuk pesta ulang tahun tadi. Dari
dapur kudengar mama berkata bahwa setelah sholat Isya aku
harus mematikan laptopku untuk kemudian mengulang
pelajaran walau tidak ada PR yang harus dikerjakan.
Sekitar jam 19.15 kudengar mobil Papa sudah parkir
di halaman rumah. Tumben, biasanya paling cepat jam 8
malam baru sampai, pikirku dalam hati. Mama segera
menyambut kedatangan Papa. Kulihat mama mencium
tangan Papa yang disambut dengan kecupan Papa di kening
mama. Aku segera menyusul mencium tangan Papa yang
disambut dengan permintaan maaf Papa,”maafkan Papa ya
Salim tadi tidak bisa hadir di acara ulang tahunnya. Tadi
Direktur Utama mendadak mengadakan rapat. Ada hal
mendesak yang harus dibicarakan, jadi Papa nggak bisa
nolak juga” katanya dengan wajah sangat menyesal
8
“Nggak apa apa pa, Salim mengerti kok” jawabku
sambil tersenyum. Kulihat Papa pun tersenyum dan bertanya
kembali,”Tadi sukses kan acaranya, ramai teman teman yang
datang?”. “Ramai pa, semua yang diundang datang kok. Sini
pa, salim bantuin bawa tas nya” jawabku lagi. Papa pun
memberikan tas kerjanya padaku sementara tas laptop tetap
ditentengnya sendiri. Kami pun segera masuk ke dalam
rumah.
Sesaat sampai di ruang keluarga, papa segera duduk
di sofa sambil menjulurkan kakinya. Sepertinya papa cukup
lelah dan ingin beristirahat sebentar sebelum kemudian
mandi. Jika jam segini sudah sampai rumah, setelah mandi
sepertinya papa dapat makan malam bersama kami. “Eh iya
Salim, papa ada yang ketinggalan di mobil. Bisa minta tolong
diambilkan nggak” pinta papa. Walaupun agak sedikit malas,
akupun menjawab,”iya pa, Salim ambilkan” kataku sambil
mengambil kunci mobil yang diletakkan di meja TV. Aku
segera menuju pintu depan untuk kembali keluar rumah.
Sesampai di mobil, kubuka pintu depan dan
kulonggokan kepalaku kedalam mobil. Kosong nggak ada apa
apa, pikirku dalam hati. Segera kututup pintu dan beralih ke
pintu belakang. Setelah membukanya, kulihat sebuah dus
yang cukup besar terletak di atas jok mobil. Tidak bisa
kuketahui benda apa itu, karena situasi di dalam mobil
cukup gelap. Segera ku cari tombol lampu kabin mobil dan
9
segera kunyalakan lampunya. Pemandangan yang tampak di
depan mataku kemudian membuatku berteriak histeris.
“Ahhhh ... PlayStation” teriakku sebagai ekspresi rasa
terkejut dan kebahagiaanku melihatnya. Memang sudah
sejak lama aku mengidamkan untuk memilikinya. Sebab
selama ini aku hanya bisa memainkannya di persewaan
playstation di ruko depan kompleks pada hari Ahad sore saja,
sebab hari Sabtu sore nya kami biasa jalan jalan ke mall.
Itupun harus berebutan dengan penyewa yang lain karena
hari tersebut biasanya banyak penyewa yang datang. Aku
pernah menanyakannya ke papa, saat itu papa hanya
menjawab nanti jika papa sudah ada uangnya, sebab
harganya memang cukup mahal. Aku mengerti dan sejak saat
itu aku tidak pernah menanyakannya lagi, walau sebenarnya
aku sangat ingin memilikinya. Dan rupanya papa sangat
mengetahuinya, hingga saat ini.
“Ada apa Salim?” tanya mama tiba tiba muncul dari
balik pintu depan dengan diikuti oleh Amel. “Iiniii ma”
jawabku dengan nada setengah histeris itu sambil
mengeluarkan kardus itu dan mencoba membawanya ke
dalam rumah. Mama pun membantuku untuk kemudian
meletakkannya di meja ruang tamu. Akupun kembali ke
mobil untuk menutup pintu untuk kemudian kembali masuk
ke ruang tamu. Dari sana aku segera membawa kardus
PlayStation tersebut ke ruang keluarga dimana kulihat papa
memperhatikanku sambil tersenyum lebar
10
Segera kuhampiri papa dan kucium pipi kanan dan
kirinya sambil berkata,”terima kasih hadiah ulang tahunnya
ya pa” kataku dengan nada sangat bahagia itu. “Sama sama
Salim. Ini sekaligus juga hadiah waktu kenaikan kelas
kemarin ke kelas 4, kamu masih bisa juara kelas walau
belum juara umum. Ini juga hadiah saat ini kamu sudah
besar, sudah 10 tahun. Jadi harus lebih dewasa dan
mematuhi perintah orang tua, termasuk saat mama
menyuruhmu berhenti main game untuk melakukan kegiatan
lain ya,” jawab papa lembut. “Iya pa, Salim janji” kataku
sambil mencium tangan papa
“Sudah sana di setting saja playstation nya. Nanti
kalau bingung, sehabis papa mandi, papa bantuin. Eh iya,
kamu nggak ada PR kan malam ini?” tanya papa lagi.
“Enggak ada pa” jawabku dengan riang sambil membuka
kardus playstation itu. Disela sela kesibukanku itu, kudengar
mama bertanya kepada papa dengan suara pelan,”Jadi
dibelikan pa? Kan cukup mahal ya pa?” tanya mama yang
segera dijawab papa,”Nggak apa apa ma. Kan bonus setengah
tahunan juga sudah keluar” jawab papa. Aku kurang
mengerti apa yang papa maksud dengan kata 'bonus' itu,
yang jelas dengan itu papa membelikan PlayStation yang
kuidam idamkan selama ini tersebut
****
Dan saat aku di kelas 5 menjelang libur semester
ganjil terjadilah sebuah peristiwa yang akan mengubah jalan
11
hidupku selamanya. Pada suatu malam saat papa pulang
kantor, kulihat raut muka papa sangat muram tidak seperti
biasanya. Terlihat sepertinya ada hal berat yang sedang
dipikirkannya. Mama tidak banyak bertanya saat itu, akan
tetapi menyiapkan pakaian bersih untuk dikenakan papa
setelah mandi nanti
Setelah mandi, sambil makan malam yang ditemani
mama, papa mengobrol di ruang makan. Aku yang saat itu
sedang bermain PlayStation setelah mengerjakan semua PR
ku, tidak dapat mendengar pembicaraan mereka, secara aku
juga sedang berkonsentrasi dengan game game strategi yang
biasa aku mainkan. Hanya beberapa kali kudengar kata
'fitnah' tapi aku juga tak paham makna pembicaraannya.
Biarlah itu menjadi urusan orang dewasa saja, pikirku saat
itu sebelum kembali tenggelam dalam permainan yang
sedang kujalankan
Sampai beberapa hari kemudian, di malam hari di
hari Sabtu yang kebetulan saat itu kami tidak jalan jalan ke
mall seperti biasanya, papa mengajak berbicara di kamarku
saat aku sedang bermain game online di laptop. Sambil
meletakkan buku yang sedang dibacanya, papa bertanya
lembut padaku,”Salim, kamu pernah kejadian di sekolah saat
ada temanmu yang berbuat salah, tapi kemudian justru
kamu yang di salahkan?” tanyanya tiba tiba.
Segera kupandang wajah papa yang sedang tersenyum
itu, sambil mengerenyitkan dahiku sebagai pertanda sedang
12
berfikir keras itu. “Hmmmhh sebentar Salim pikir pikir dulu
pa. Hmmmhh ... pernah pa. Waktu itu kan ada ulangan
menggambar. Tiba tiba Bu guru nya bilang ijin akan pulang
karena dapat kabar anaknya mendadak sakit. Jadi Bu guru
berpesan ke ketua kelas untuk nanti setelah semua selesai
agar dikumpulkan dan diletakkan di mejanya di ruang guru.
Nah ketika jam pelajaran selesai, ketua kelas mengumpulkan
hasil gambar semua anak di kelas termasuk hasil gambar nya
Salim, kemudian membawanya ke ruang guru” jawabku
sambil mengingat ngingat lagi kejadiannya. “Lantas apa yang
terjadi Salim?” tanya papa lagi
“Nah pas minggu berikutnya Bu guru masuk lagi,
katanya ada 2 anak yang tidak mengumpulkan hasil gambar.
Temen Salim dan Salim sendiri pa. Kami ya bilang ke Bu
guru bahwa kami sudah mengumpulkan hasil gambar, tapi
ketua kelas juga bersikeras bahwa semua sudah
mengumpulkan. Jadi katanya yang tidak ada hasil
gambarnya ya belum mengumpulkan. Tapi ketika Bu guru
tanya siapa yang belum mengumpulkan, ketua kelas tidak
bisa jawab, katanya lupa” jawabku lagi dengan sedikit rasa
kesal mengingat kejadian itu
“Lantas Bu guru mu itu memutuskan apa Salim”
tanya papa kembali. “Ya akhirnya karena tidak ketahuan
siapa yang salah, Salim dan teman salim tadi diminta Bu
guru mengulangi lagi ujian gambarnya. Sebenarnya bukan
masalah mengulanginya lagi pa, toh ini hanya ulangan
13
gambar, gampang nggak perlu belajar lagi. Tapi malunya
karena dianggap tidak mengumpulkan ulangan itu
masalahnya. Nggak tahu yang menghilangkan itu ketua kelas
atau Bu gurunya sendiri” kataku dengan nada kesal.
Papa kulihat tertawa melihat ekspresi kesalku itu, hal
yang kemudian memancingku untuk bertanya
padanya,”memangnya kenapa bertanya seperti itu pa?”.
Kulihat papa menghentikan tertawanya dan terlihat berfikir
sejenak untuk kemudian menjawab pertanyaanku,”Nah
kejadian yang dialami Salim itu bisa terjadi di mana saja dan
juga bisa karena tidak sengaja atau justru karena
kesengajaan orang yang menghilangkan sesuatu yang
berharga tadi, termasuk di kantor” jelas papa sambil
tersenyum.
“Di kantor, memangnya bisa? Kan nggak ada guru
dan ketua kelas?” tanyaku lugu. “Haa haaaa haaaa ... Nggak
harus guru dan ketua kelas yang melakukannya, tapi kan
bisa juga orang lain. Kalau di kantor ya orang orang kantor,
baik itu pimpinan atau anak buah. Bisa karena tidak
sengaja, tapi seringkali memang karena sengaja untuk
mencelakakan orang lain” jawab papa sambil tertawa lebar
itu. Jarang jarang aku melihat papa berbicara sambil tertawa
lebar seperti itu. “Oohhh begitu ya pa. Memangnya di kantor
papa ada juga yang seperti itu” tanyaku ingin tahu lebih
lanjut. Mendadak wajah papa yang tadi terlihat ceria itu
menjadi agak muram
14
“Ini yang mau papa ceritakan ke Salim. Agar salim
mengerti keadaannya, jadi nanti tidak bertanya tanya sendiri
atau malah berfikir yang tidak tidak” kata papa mulai
menjelaskan dengan wajah yang kembali serius. Aku segera
meletakkan laptopku di atas meja belajar dan kembali duduk
di tempat tidurku menghadap papa untuk mendengarkan
ceritanya
“Salim tahu kan kalau di kantor papa diberi tugas
untuk menjadi manajer keuangan?” tanya papa memulai
penjelasannya. “Iya pa, Salim masih ingat papa pernah
jelaskan kalau tugas papa menjaga uang perusahaan juga
menggunakannya secara tepat untuk keperluan perusahaan
menjalankan usahanya” jawabku yakin. “100 untuk salim.
Ingatanmu sangat kuat ya. Nah selama ini papa dapat
menjalankan hal itu dengan baik. Termasuk menjaga dari
tangan tangan jahat yang akan mengambilnya. Tapi papa ada
terlewat orang yang ternyata juga bisa melakukannya” keluh
papa
“Siapa pa?” tanyaku cepat. “papa cerita ini bukannya
mau menjelek jelekkan orang ya. Apa itu istilahnya hmmmm
... oh iya, nggak mau ghibah. Tapi hanya agar Salim tahu
kejadiannya. Namanya Pak Tanto, dia Direktur Administrasi
atasannya papa di kantor” jelas papa sambil menghela nafas
panjang. Sepertinya berat bagi papa untuk menyebut
namanya.
15
“Nah ternyata dia itu ada rencana jahat untuk
mengambil uang perusahaan yang papa jaga itu. Tapi karena
dia atasan papa ya papa tidak menyangka dia akan
melakukannya. Singkatnya dia sudah melakukannya dan
papa terlambat menyadarinya. Ya pak Tanto itu ya seperti
ketua kelas Salim tadi, hanya dia sengaja melakukan
kesalahan itu. Tapi karena pandainya dia bisa lepas dari
kesalahannya dan melemparkannya ke papa, seperti ketua
kelas Salim melemparkannya ke Salim dan teman mu itu”
jelas papa lagi dengan nada suara yang terdengar semakin
berat itu.
“Terus Bu guru nya dikantor bagaimana?” tanya ku
lagi mencoba beranalogi. Kulihat ada tawa kecil di wajah
papa mendengar pertanyaanku itu. “ha..ha ya Bu gurunya
kalau di kantor ya namanya Direktur Utama, itu kepalanya
para direktur termasuk pak Tanto tadi. Namanya pak Ronald.
Dia juga tidak tahu siapa yang salah, tapi ya mau nya
uangnya kembali” jelas papa lagi. “Maksud papa, pak Ronald
itu minta papa mengembalikan uang itu, sama dengan Salim
diminta membuat ulang gambarnya?” tanyaku lagi, kali ini
dengan nada cemas
“Ya enggak juga sih Salim. Karena Alhamdulillah
selama ini papa bekerja dengan sangat hati hati dan tidak
pernah melanggar aturan. Jadi tidak ada bukti apapun yang
mengarah bahwa papa mengambil uang itu. Tapi karena pak
Tanto pintar, dia pun bisa menghapus bukti yang mengarah
16
ke diri nya yang mengambil uang itu. Jadinya sama dengan
Bu guru mu tadi, pak Ronald bingung siapa yang salah dan
harus bertanggung jawab” jelas papa lagi
“Berarti papa aman dong nggak disuruh menggambar
ulang eh maksudnya disuruh mengembalikan uang itu”
kataku sambil tersenyum. Papa pun menyambut senyumku
sambil berkata,”ya nggak begitu juga sih Salim. Walaupun
uangnya nggak bisa kembali, tapi pak Ronald tetap mau ada
orang yang perlu dipersalahkan. Dan itu lebih mudah jika
yang disalahkan papa daripada pak Tanto yang direktur itu.
Paling ya pak Ronald kedepannya akan lebih berhati hati
dalam menghadapi pak Tanto” jelas papa lagi. Kudengar ada
nada mengeluh pada nada suara papa.
“Yang paling penting dengan papa menceritakan hal
ini ke Salim, Salim tahu kejadian ini dan juga tahu bahwa
papa tidak salah. Ya walaupun papa selama ini kurang kuat
dalam beragama, hanya menjalankan yang fardhu saja
seperti sholat dan puasa ramadhan, serta jarang
mengerjakan yang Sunnah seperti puasa sunah atau
membaca Al Qur'an atau mempelajari ilmu agama, tapi sejak
kecil papa diajarkan oleh kakek dan nenekmu untuk tidak
mengambil hak orang lain. Jadi Insyaallah tidak akan lah
mengambil milik orang lain, termasuk uang perusahaan,
walau hanya sepeserpun” jelas papa lagi, kali ini dengan nada
suara tegas.
17
“Insyaallah Salim sangat yakin akan hal itu pa.
Selama ini tidak pernah sekalipun Salim melihat papa tidak
jujur dalam hal apa pun. Selanjutnya yang terjadi apa pa,”
tanyaku sok bijak itu. Papa tersenyum melihat gaya bicaraku
tersebut
“Ya pak Ronald tetap perlu ada orang yang dapat
dipersalahkan, dan orang itu adalah papa walau dia tidak
dapat membuktikan sama sekali papa yang mengambil uang
itu. Makanya dia juga tidak bisa melaporkan kasus ini ke
polisi. Dia hanya bisa mengatakan bahwa papa dianggap lalai
dan tidak mengerjakan tugas dengan baik sehingga
perusahaan kehilangan uang, walaupun ini sebenarnya hasil
kejahatan pak Tanto. Jadi ya papa di minta untuk
mengundurkan diri dan nanti akan ada kompensasi uang
sekian kali gaji papa selama ini” jawab papa lirih.
“Tapi kan papa tidak salah dan pak Ronald sama
sekali tidak bisa membuktikan bahwa papa bersalah
mengambil uang itu. Semestinya kan papa bisa melawan
dengan menolak untuk mengundurkan diri” protesku dengan
nada suara sok dewasa tersebut. Papa tersenyum kecil
melihat ekspresi kemarahan di wajahku
“Ya nggak nyamanlah Salim bekerja dengan orang
yang sudah tidak percaya walaupun dia yang salah, apalagi
pak Tanto masih di situ karena dianggap hanya lalai tidak
mengawasi papa bekerja dengan benar. Lebih baik papa pergi
saja dari lingkungan yang sudah tidak baik itu. Tenang saja
18
Salim, rezeki itu sudah Allah atur dan tentukan bagi setiap
manusia kok. Keran rezeki ditutup di perusahaan sekarang,
jika Allah berkehendak memberikan rezeki Nya, Insyaallah
akan dibukakan keran rezeki yang lain” balas papa
meyakinkanku.
“Mungkin ini juga teguran dari Allah terhadap papa
yang selama ini lebih banyak mengabaikan ibadah kepada
Nya demi mengejar kehidupan dunia walaupun alasannya
demi memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga kita. Dari
subuh sampai malam, papa di kantor hanya mengerjakan
shalat fardhu saja dan tidak melakukan ibadah lainnya.
Memang papa selau berusaha berbuat baik pada semua
orang di kantor, tapi mungkin itu masih belum cukup” kata
papa lagi dengan tatapan mata yang menerawang ke depan
itu. Aku tak tahu harus berkata apa sehingga hanya bisa
menepuk nepuk pergelangan tangan papa dengan telapak
tanganku. Papa tersenyum melihat hal ini
“Sudah kamu nggak usah khawatir. Tugas kamu
belajar yang sebaik baiknya saja. Kamu nanti nya mau
masuk SMP Negeri terbaik di kota ini kan. Biar masalah ini
papa dan mama yang pikirkan. Sementara papa belum
bekerja lagi, papa mau bantu bantu mama di toko busana
muslim mama di ruko depan komplek itu. Kebetulan juga
mama mau buka toko lagi kerjasama dengan temannya yang
punya ruko di tempat lain yang menganggur” kata papa
19
menenangkanku. “Iya pa, Salim janji akan belajar dengan
sebaik baiknya” jawabku yakin
“Ya sudah, ini sudah malam. Papa tidur dulu.
Walaupun besok hari libur, Salim jangan tidur terlalu malam
ya. Biar besok nggak kesiangan sholat subuh nya” kata papa
kemudian sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan
keluar kamar. “Baik pa” jawabku lirih
****
“Salim berangkat sekolah dulu Pa” kataku pagi itu.
Segera kuhampiri papa yang sedang membaca buku di teras
rumah kami yang asri dengan berbagai tanaman anggrek
milik mama itu. Kuraih tangan papa dan segera menciumnya
Ya memang sudah beberapa Minggu ini papa punya
kebiasaan baru. Setelah selesai sarapan pagi bersama ku dan
mama di meja makan -sesuatu yang biasanya hanya bisa
dilakukan saat akhir pekan itu- papa selalu membaca buku
di teras sambil menungguku siap berangkat sekolah. Ya
selain membantu mama di toko busana muslimnya di ruko
depan komplek rumah kami itu, Papa lebih banyak mengisi
waktu dengan melakukan kegiatan yang menjadi
kegemarannya sejak masih kecil tersebut, yaitu membaca
buku. Hanya berbeda dengan saat waktu masih bekerja dulu
dimana buku yang biasa dibacanya adalah buku buku
mengenai ekonomi dan bisnis itu, saat ini Papa mulai banyak
membaca buku buku mengenai agama.
20
Bahkan saat kami berjalan jalan ke mall di minggu
minggu awal tidak bekerja itu, Papa selalu mengajak kami
mampir ke toko buku besar di mall tersebut untuk membeli
buku buku agama guna menambah koleksi buku agama Papa
yang sangat sedikit jumlahnya dibanding buku buku ekonomi
dan bisnis itu. Papa terlihat antusias memilih buku buku
agama itu, selain juga membantu Amel memilih milih buku
bacaan untuknya.
Kalau untuk aku, Papa kelihatannya sudah
menyerah. Dulu saat aku masih duduk di bangku TK alias
Taman Kanak Kanak dan sudah mulai bisa membaca itu,
Papa sering juga mengajak membeli buku buku buatku. Dan
saat di rumah, Papa dan mama sering membacakannya
untukku atau memintaku untuk membaca nya sendiri
walaupun masih terbata bata itu. Lambat laun minat baca ku
pun mulai tumbuh. Sampai perkenalanku dengan gadget
seperti handphone dan laptop merusak segala hal yang telah
dilakukan papa itu. Kebiasaan membacaku pun mulai beralih
ke gadget terutama untuk urusan yang terkait dengan game
tersebut. Dan tampaknya Papa tidak ingin pengalaman buruk
ini kembali berulang pada Amel he..he
“Iya hati hati dijalan dan belajar yang rajinn di
sekolah ya. Jangan nakal” pesan Papa setelah aku mencium
tangannya itu. Dengan diiringi pandangan mata Papa dan
mama, serta Amel dengan wajah yang masih terlihat
mengantuk karena baru bangun tidur itu, aku pun segera
21
mengambil sepedaku yang terparkir di halaman dan
mengayuhnya menuju ke sekolahku yang hanya berjarak
sekitar 2 kilometer itu.
Sampai sekolah yang biasanya sekitar jam 6.45 itu,
setelah memarkir sepeda di tempat parkir, aku segera
menuju kelasku yang terletak di ujung bangunan sekolah.
Biasanya saat aku sampai kelas, sudah ada beberapa
temanku yang datang. Aku pun segera mengobrol ramai
dengan mereka.
Ya berbeda dengan Papa yang pendiam dan terkesan
serius tersebut, aku dikenal sebagai anak yang periang dan
banyak bicara, walau tidak secerewet mama sih he..he.. Aku
juga dikenal anak baik dan suka menolong teman teman
lainnya. Sangking sukanya menolong, bahkan aku juga
sering membantu teman teman yang belum mengerjakan PR
dengan memberi jawaban PR yang telah kukerjakan di
rumah, atau bahkan jawaban ulangan saat kami sedang
ulangan harian. Hadeeeuuuhhh .....
Tapi dengan semua hal baik tersebut, aku juga
dikenal anak yang tidak suka diganggu, walau aku juga tidak
suka menganggu orang lain. Jangan coba coba ganggu aku
ya, kalau tidak ingin mendapat balasan dariku. Kalau lagi
baik sih biasanya aku akan ajak bicara teman yang
menganggu itu. Dengan baik baik atau dengan nada agak
keras. Tapi kalau sudah kuanggap keterlaluan sih aku ajak
untuk menyelesaikan dengan baik baik ... secara laki laki.
22
Biasanya sih tidak ada yang berani melanjutkan sampai ke
tahap ini, secara badanku tergolong tinggi besar untuk
ukuran usiaku itu. Apalagi di sekolah aku ikut ekstrakukuler
olahraga bela diri. Tapi terkadang ada juga yang berani adu
otot sih. Ya sudah terjadilah perkelahian yang berakhir
dengan dipanggilnya mama ke sekolah he..he..
Sehabis itu, biasanya aku seharian diomeli mama
yang kemudian mengadukanku pada Papa saat pulang dari
kantor. Biasanya Papa hanya tersenyum dan sambil
mengusap usap kepalaku Papa berkata,”Salim, walau kamu
merasa benar, tidak semua bisa diselesaikan dengan
memaksakan orang untuk menerima kebenaran tersebut.
Bisa jadi kamu harus mengalah dan secara perlahan kamu
tanamkan kebenaran pada orang itu. Saat orang itu sudah
menerima kebenaran itu, percayalah tanpa kamu harus
berkata apa apa lagi, orang itu akan menjadi pendukungmu
dalam menegakkan kebenaran itu” kata Papa. Terus terang
sebenarnya aku kurang mengerti apa yang dimaksudkan
Papa tersebut. Paling yang aku tahu maksud Papa agar aku
tidak berkelahi saja. Ya sudahlah, yang penting aku tidak
diomeli atau bahkan dijewer seperti saat aku dimarahi mama
he..he..he
Ya begitulah hari hari kujalani di sekolah. Hari Hari
yang kujalani dengan ceria walau terkadang ada juga duka
kecil seperti saat nilai ulangan harianku yang tidak mencapai
nilai 9 atau bahkan nilai penuh 10. Entah kenapa walau aku
23
termasuk jarang belajar dan lebih sering bermain game itu,
tapi nilai ulangan harian ku selalu berada disekitar nilai itu.
Mungkin benar kata Papa kalau aku mempunyai ingatan
yang sangat kuat. Tapi memang, saat di dalam kelas, aku
selalu memperhatikan penjelasan guru dengan seksama.
Tidak ada acara mengobrol, bercanda, apalagi tidur saat jam
pelajaran. Dan walaupun aku laki laki, tapi buku catatan
pelajaranku termasuk lengkap dan rapi, sehingga sering juga
dipinjam teman teman dan di foto lopi saat akan ada ulangan
harian atau bahkan ulangan semester. Bahkan juga dipinjam
teman teman perempuanku. Mungkin itu semua yang
membuatku bisa menjadi langganan juara kelas walau
tergolong kurang rajin belajar di rumah itu. Karenanya hanya
nilai di bawah 9 adalah hal yang dapat membuatku agak
sedih, dan selain itu semua hal di sekolah adalah hal yang
menceriakanku. Ehhh ... kecuali saat guru memanggil mama
karena aku berkelahi di sekolah dan kemudian aku seharian
diomelin mama ding he..he..
Karenanya waktuku di sekolah seharian penuh itu
selalu menyenangkan dan tidak terasa jam menunjukkan jam
4 sore saat bel sekolah berbunyi tanda jam sekolah hari itu
sudah berakhir. Akupun segera mengambil sepedaku dan
bersama teman teman yang lain mengayuhnya ke rumah
kami masing masing. Dan biasanya masa aku diomeli mama
pun dimulai
24
Sesampainya di rumah biasanya aku segera
menghidupkan playstation ku yang segera disambut dengan
tatapan tajam mama sambil berkata,”Salim, kamu mandi
dulu terus Sholat ashar. Setelah itu boleh kamu main
playstation sambil waktu sholat maghrib. Nanti sehabis
sholat Isya, kamu belajar sampai Papa pulang dari kantor”.
Begitu saja terus perintah mama setiap sore, yang aku sudah
sangat hafal hingga setiap kata per katanya itu he..he
Hingga minggu minggu ini suara perintah mama
tersebut sudah jarang terdengar ditelingaku. Bukan karena
aku sudah benar benar patuh pada perintah mama, atau
apalagi karena mama sudah bosan memarahiku sih he..he..
Akan tetapi saat saati itu, ketika aku masuk ke rumah
setelah memarkir sepedaku di halaman, segera disambut oleh
lantunan ayat ayat suci Al Qur'an yang dibawakan oleh Papa
di ruang keluarga. Hal yang sudah lama tidak dilakukan papa
kecuali saat akhir pekan saja. Itupun juga tidak sering
Karena playstationku berada di ruang keluarga ya
otomatis aku tidak bisa memainkannya saat itu. Tanpa
disuruhpun terpaksa aku segera mandi dan Sholat ashar.
Setelah itu aku hanya bisa menghidupkan laptop ku untuk
bermain game online sampai adzan Sholat maghrib
berkumandang dari masjid yang terletak tidak jauh dari
rumahku. Dan mama pun juga tidak perlu lagi mengomel
untuk menyuruhku Sholat, karena saat itu juga Papa segera
bersiap untuk pergi Sholat berjamaah di masjid dan
25
mengajakku ikut. Kalau mama yang meminta mungkin aku
masih bisa menawar untuk sholat di rumah, tapi karena
papa yang mengajak aku ya susah aku untuk menolaknya
Dan hal ini berulang lagi saat Sholat Isya. Belum
genap setengah jam aku memainkan playstation ku, Papa
kembali mengajak sholat jamaah di masjid. Lagi lagi aku
tidak bisa menolaknya. Sepulang dari masjid yang kemudian
disambung dengan makan malam bersama, setelah
mengerjakan PR ku, aku hanya punya waktu tidak sampai 1
jam bermain dengan playstation ku. Karena menjelang jam
10 malam aku sudah harus kembali ke peraduan untuk tidur
agar besok pagi dapat bangun jam 5 pagi untuk sholat subuh
berjamaah di masjid bersama papa dan bersiap untuk ke
sekolah
Hmmh .... rupanya perubahan jadwal kegiatan Papa
yang saat ini lebih banyak di rumah dan menggunakan
waktunya untuk dapat lebih mendekatkan diri pada Allah ini,
berdampak pula pada jadwal kegiatannya. Termasuk juga
pada kegiatanku bermain playstation heuuheuuuu
Tapi di sisi lain aku juga harus mensyukuri hal yang
terjadi ini sih. Tentunya diluar berkurangnya waktuku
bermain playstation terutama pada saat hari sekolah ya
he..he Perubahan pada diri Papa sebagai perwujudan
janjinya pada diri sendiri untuk menggunakan waktu
luangnya yang cukup banyak saat saat banyak di rumah ini,
26
untuk menggunakannya untuk menjadi jauh lebih dekat
pada Allah itu, ini tentu hal yang patut kami syukuri.
Termasuk dengan dampaknya terhadapku yang saat
ini jadi lebih sering Sholat di masjid. Juga saat Papa
memintaku agar aku lebih banyak menggunakan waktu lebih
baik daripada sekedar bermain play station, dengan
menggunakan sebagian waktuku untuk membaca Al Qur'an
dengan juga dibimbing oleh Papa. Terus terang, walaupun
saat ini aku sudah kelas V semester genap, kemampuan baca
Al Qur'an ku masih belum lancar dan masih terbata bata itu
Tapi tetap saja waktu bermain playstation ku
mengalami degradasi alias pengurangan waktu itu. Terpaksa
kualihkan waktunya di akhir pekan, jika perlu tidak perlu
berjalan jalan ke mall di Sabtu malam, kecuali jika Amel yang
memintanya. Nggak apa apa lah, agar aku juga jadi terlalu
terlalu tergantung pada bermain playstation atau game online
lagi. Karena ditahun ajaran depan kan Insyaallah aku sudah
kelas VI, dan harus lebih serius belajar agar dapat lulus Ujian
Nasional alias UN itu, dengan nilai yang baik, sehingga dapat
menggapai cita citaku melanjutkan pendidikan di SMP Negeri
terbaik dan paling favorit di kota ku itu
27
Bab 2 – Perubahan Arah
“Alhamdulillah, selamat ya pa” kata mama
menyambut kedatangan papa di sore yang cerah itu, sambil
memberikan kecupan mesra di pipi Papa. Aku yang baru saja
akan menghidupkan play station segera melonggok ke arah
ruang tamu yang bersebelahan dengan ruang keluarga. Oh
Papa sudah pulang, pikirku dalam hati. Tadinya karena tidak
seperti biasanya Papa tidak ada di rumah dan membaca ayat
ayat suci Al Qur'an di ruang keluarga, aku menggunakan
kesempatan untuk bermain play station. Ternyata papa
sudah pulang, keluhku dalam hati
Kulihat Papa yang menggunakan pakaian yang sangat
rapi dengan dasi yang warnanya senada dengan pakaiannya
itu, memasuki ruang keluarga dengan wajah yang sangat
ceria yang digandeng mama dengan mesra. Segera
kuhampiri Papa yang kemudian duduk di sofa itu sambil
berkata,”sudah pulang pa, rapi sekali hari ini ya pa” tanyaku
lagi
28
“Sini Salim duduk sini, Papa mau cerita” kata Papa.
Aku pun segera duduk di sebelahnya. “Salim pasti masih
ingat kan Papa pernah mengobrol tentang isi buku yang
pernah papa baca, bahwa semua yang kita merasa memiliki
di dunia ini sebenarnya adalah hanya pinjaman dari Allah
semata, sehingga sebenarnya kita tidak memiliki apa apa?”
tanya Papa begitu aku duduk di sebelahnya itu. “Ingat sekali
pa, waktu itu Papa juga bercerita bahwa semuanya baik itu
keluarga, pekerjaan dan jabatan, harta benda, usaha,
kepintaran, kesuksesan dan lain lain yang ada pada kita ya
hanya pinjaman Allah, sehingga sewaktu waktu dapat
diberikan dan juga dapat diambil kembali oleh Allah ya kita
harus ikhlas dan tidak boleh marah” jawabku yakin
“100 untuk Salim. Nah ketika Allah mengambil
sesuatu yang telah dipinjamkan kepada kita tersebut, Allah
tentu punya maksud dan tujuan yang baik bagi kita,
walaupun bagi kita tampaknya terasa menyakitkan saat itu.
Misalnya bisa saja Allah akan menggantinya dengan sesuatu
yang jauh lebih baik dan memberikan keberkahan yang jauh
lebih besar” jelas Papa lebih lanjut lagi. “Benar pa, seperti
waktu sepeda Salim yang lama hilang waktu dipakai ke rental
playstation dulu, eh diganti dengan hadiah kenaikan kelas
dari kakek berupa sepeda yang jauh lebih bagus. Setelah itu
dapat lagi hadiah ulang tahun berupa playstation dari Papa”
jawabku sambil tersenyum lebar
29
“Benar makanya setiap Allah meminta kembali
sesuatu yang dipinjamkan pada kita ya kita tidak boleh
marah marah. Kita ya harus sabar. Sama saja dengan Salim
kalau misalnya minjam buku ke teman, masak malah marah
saat teman nya Salim meminta bukunya dikembalikan” kata
Papa lagi yang segera kusambut dengan anggukan kepalaku
sebagai tanda setuju
“Demikian pula saat Allah memberikan pinjaman
sesuatu yang sangat berharga dan sangat kita sukai dan kita
banggakan, kita tidak boleh terlalu senang apalagi sampai
sombong. Senang boleh, tapi sedikit saja dan tidak
berlebihan. Justru kita harus banyak banyak bersyukur
karena Allah mau meminjamkannya pada kita” jelas Papa
lagi. “Benar pa, seperti Salim banyak banyak bersyukur pada
Allah pada saat dapat sepeda baru yang bagus dan
playstation” jawabku sok dewasa itu.
“Nah ketika kita diminta kembali apa yang telah
dipinjamkan Allah tadi dan Allah belum memberikan
penggantinya itu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Papa
tiba tiba. Sambil memegang dagu ku, aku segera berfikir
keras kita kira apa jawabannya,” Hmmmmhh ... Kita harus
berdoa pada Allah agar kita diberi pengganti yang jauh lebih
baik. Juga beribadah pada Allah yang sebaik baiknya agar
Allah ridho pada kita dan berkenan memberinya pada kita.
Hhhhmmhhh ... mungkin gambarannya seperti Salim ada
permintaan pada Papa dan mama, ya selain meminta secara
30
langsung, Salim juga akan berbuat baik dan yang di sukai
Papa dan mama, agar Papa dan mama jadi lebih suka pada
Salim. Jadinya permintaan Salim dikabulkan Papa mama
deh” jawabku sambil tersenyum lebar itu
“100 lagi untuk Salim. Waahh ... anak Papa sudah
semakin paham dengan ilmu agama ya” puji Papa yang
segera kusambut dengan tersipu malu sambil berkata,”Aahh
biasa saja pa .... Eh iya lantas hubungannya dengan
pertanyaan awal dari Salim tadi apa pa?” tanyaku lagi saat
teringat bahwa pertanyaan awalku tadi belum dijawab oleh
Papa.
“Ha..ha..ha.. inget saja kamu Salim. Tentu sangat
terkait dengan semua yang kita obrolkan tadi. Nah kamu
masih ingat kan apa yang terjadi sekitar 7 bulan yang lalu?”
Papa balik bertanya. “Ingatlah pa, saat Papa harus berhenti
bekerja karena perbuatan jahatnya Direktur Administrasi nya
papa, siapa itu namanya hmmmmhh ... Pak Tanto” jawabku
sambil berfikir itu
“Nah saat itu berarti Allah memang berkehendak
mengambil kembali pinjaman Nya ke Papa berupa pekerjaan.
Dan kita semua berusaha bersabar dan bertawakal atas
keputusan Allah ini, sambil juga berdoa dan meningkatkan
ibadah kita kepada Allah”kata Papa mulai menjelaskan. “Iya
Papa jadi jauh lebih rajin sholat sunnah, puasa sunnah,
membaca Al Qur'an dan belajar ilmu agama dari buku buku
dan Youtube. Juga lebih banyak infaq dan sedekah” jawabku
31
membenarkan sambil menyebutkan hal hal yang aku lihat
sudah dilakukan papa
“Nah, Insyaallah semua yang sudah Papa dan kita
semua jalankan itu akan semakin mendekatkan kita pada
Allah dan akan mendapat ridho Nya” kata Papa lagi yang
segera kujawab dengan anggukan kepala. “Ternyata Allah
memang mempunyai maksud dan tujuan ketika mengambil
kembali pinjaman pekerjaan dari Papa saat itu. Misalnya saja
kan dulu kantor Papa jauh dari rumah ya, Papa harus
berangkat setelah sholat subuh, pulang sampai rumah juga
sudah malam saat Salim akan tidur. Allah ambil kembali
pinjaman itu agar dapat memberikan pinjaman pekerjaan
lain yang jauh lebih dekat. Misalnya di kota Bekasi ini juga,
sehingga dapat berangkat ke kantor saat Salim berangkat
sekolah, dan sampai rumah lagi sebelum Sholat maghrib atau
paling tidak sebelum sholat isya” jelas Papa lagi
“Iya pa, enak sekali seandainya bisa seperti itu ya”
kataku berharap. Tiba tiba aku merasa ada yang aneh
dengan penjelasan Papa sebelumnya,”Eh maksudnya papa
sudah Allah berikan pinjaman pekerjaan baru di kota Bekasi
ini?” tanyaku ingin tahu bangett. Kulihat Papa senyum
senyum saja yang kemudian kuartikan bahwa dugaannku itu
benar
“Alhamdulillah .... jadi manajer keuangan lagi ya pa?”
tanyaku dengan nada suara gembira itu. Sambil tersenyum,
Papa menjawab pertanyaanku,”Alhamdulillah Salim, berkat
32
doa mama, Salim, dan Amel juga. Hanya bukan manajer
keuangan lagi” jawab Papa lagi. “Oohhh, berarti manajer yang
lain ya pa, seperti manajer pemasaran. Atau.... masih di
keuangan juga tapi bukan manajer? Nggak apa apalah pa,
yang penting Allah sudah memberikan pinjaman pekerjaan ke
Papa lagi” kataku sok bijak. Papa tersenyum saja melihat
tingkah ku tersebut
“Alhamdulillah masih di keuangan juga Salim, tapi
sebagai ....” Papa menghentikan perkataannya yang semakin
membuatku tidak sabar itu. “Sebagai apa pa?” tanyaku cepat.
“.... Sebagai .... Direktur Administrasi ..... Alhamdulillah”
jawab Papa yang segera kusambut dengan ucapan gembira
itu “Selamat ya pa .... Wah sekarang Salim jadi anaknya
Direktur “ kataku sambil menjabat tangan Papa yang segera
disambut oleh Papa dengan senyum lebarnya
“Alhamdulillah Salim, memang perusahaannya belum
sebesar perusahaan kantor Papa sebelumnya. Tapi lumayan
besar lah. Produk produknya sebagian kamu mungkin juga
sudah kenal” kata Papa sambil menyebutkan beberapa merek
makanan ringan itu. Memang benar aku sudah mengenalnya
dan bahkan beberapa dijual di minimarket dan warung di
komplek perumahan kami tinggal
“Ya begitulah Salim. Jika Allah meminta kembali
pinjamannya kepada kita, pasti ada maksud dan tujuan, atau
yang biasa kita sebut hikmah nya. Insyaallah akan
digantikan yang lebih baik” kata Papa lagi. “Iya pa, Salim juga
33
jadi yakin akan hal itu. Terima kasih ya pa sudah di beri
pengetahuan ilmu agama” kataku dengan tulus
“Sama sama Salim. Tapi Papa juga merasa ilmu
agama Papa masih sangat kurang. Tapi hikmah dari kejadian
ini, Papa jadi punya waktu dan kesempatan untuk belajar
ilmu agama lebih baik dari sebelumnya walaupun baru
sekitar 7 bulan. Insyaallah walau mulai minggu depan Papa
sudah mulai bekerja lagi, Allah masih beri kesempatan pada
Papa untuk belajar ilmu agama lebih banyak lagi” kata Papa
dengan nada serius itu. “Aamiin Ya Robaallamin” balasku
segera.
“Amel juga pingin ucapin celamat ke Papa” tiba tiba
Amel datang menghampiri papa diikuti oleh mama. Kami pun
tertawa bersama melihat tingkah Amel tersebut
****
Ahad malam itu, setelah makan malam bersama Papa,
mama, dan Amel, aku memutuskan untuk bermain game
online di kamarku. Baru saja aku memulai 1 game online
strategi kegemaranku, kudengar suara ketukan pelan di
pintu kamarku yang tidak kututup itu. Refleks segera kulihat
ke arah pintu, dan kulihat Papa berdiri disana sambil
berkata,”Bisa ikut nebeng ngadem di AC kamarnya Salim
nggak” katanya dengan tersenyum lebar
“Boleh dong pa, mau sambil baca buku ya pa?”
tanyaku juga sambil tersenyum. Tapi kulihat ada sesuatu
34
yang aneh, tangannya tidak memegang satu bukupun. Papa
hanya tersenyum dan kemudian duduk di sebelahku di atas
tempat tidur. “Nggak ada PR buat besok ya Salim?” tanya
Papa kemudian. “Ya nggak ada dong pa, kan minggu lalu
baru ujian semester ganjil. Jadi minggu depan di sekolah
hanya ada lomba lomba untuk menunggu penerimaan raport
di minggu depan” jawabku cepat
“Oh iya, Papa lupa” katanya sambil menepuk
keningnya. Aku hanya tertawa melihatnya. “Iya, Salim sudah
mau masuk semester genap di kelas 6 ya. Waahh sudah mau
Ujian Nasional dan nyari SMP ya?” balas Papa. Mendadak ada
sedikit mulas pada perutku
“Papa ingetin tentang Ujian Nasional sih, Salim jadi
sakit perut nih” protesku yang disambut Papa dengan tawa
lebar sambil berkata,” ha..ha..ha mengapa sakit perut,
selama ini kan Salim selalu juara kelas”. “Tapi kan Ujian
Nasional itu beda pa. Nilainya sangat menentukan lulus
tidaknya. Jadi nasib sekolah selama 6 tahun ditentukan
hanya oleh Ujian Nasional yang hanya beberapa hari itu”
kataku melanjutkan protesku. “Sama lah dengan ujian
lainnya. Salim hanya perlu menyiapkan lebih baik saja.
Kurangi main playstation dan game online ya di semester
genap nanti” balas Papa sambil tersenyum. Akupun merasa
tersindir dengan ucapan Papa tersebut. “Iya pa, Salim janji
akan belajar lebih giat lagi” kataku sambil tersenyum malu
35
tersebut, yang disambut dengan anjungan jempol kedua
tangan Papa
“Eh iya, jadinya Salim milih SMP yang mana?” tanya
Papa lagi. “Ya yang seperti pernah Salim bilang pa, di SMP
Negeri favorit yang paling baik di kota Bekasi ini. Kan kata
Papa juga membuat sangat bangga nantinya. Apalagi kan
dekat rumah pa, cukup naik angkulan kota hanya 1 kali saja.
Tapi ya itu pa, syarat nilai Ujian Nasional nya tinggi. Tingkat
persaingannya tinggi. Tapi Insyaallah Salim cukup yakin lah
bisa mendapatkannya” jawabku mencoba meyakinkan Papa.
“Aamiin Ya Robaallamin” balas Papa segera
“Hmmmh tapi Salim nggak menyesal nanti pelajaran
agamanya lebih sedikit dari SDIT?” tanya Papa lagi. “Ya
memang sih pa kalau SMP Negeri pelajaran agama paling
hanya sekali satu minggu. Tapi kan waktu di SDIT sudah
dapat banyak pelajaran agama, jadi sudah cukup lah
pelajaran agamanya” balasku meyakinkan Papa. “Yakin kamu
Salim?” tanya Papa lagi sambil tersenyum itu. Akupun segera
menggaruk garuk kepalaku yang tidak gatal itu sambil
berkata,”ya nggak begitu yakin sih pa. Tapi paling nggak
cukup untuk ukuran anak anak lah” jawabku berusaha
menghindari menjawab pertanyaan Papa itu
“Ha..ha..ha walaupun misalnya memang sudah dirasa
cukup untuk anak anak seusia Salim, memangnya tidak
akan tumbuh berkembang lebih besar lagi?” tanya Papa
sambil tertawa lebar itu. “Yaa pasti tumbuh besar lah pa, tapi
36
berarti ilmu agama yang dibutuhkan juga perlu bertambah ya
pa?” kataku sambil menggaruk garuk kepala ku lagi. Papa
kembali tertawa melihat ekspresi bingung di wajahku itu
“Sini sini Salim mendekat ke Papa” panggil Papa yang
segera kuikuti dengan menutup laptopku dan segera duduk
disebelah Papa. Setelah dekat, Papa segera memgang bahu
kuku dan kemudian melepaskannya sambil berkata dengan
menatap tajam wajahku. “Yang Salim pikirkan itu sama
dengan yang Papa pikirkan waktu kecil. Dulu Papa berfikir
ilmu agama Papa sudah cukup untuk kehidupan Papa. Papa
sudah tahu dan menjalankan Sholat fardhu, sudah puasa
Ramadhan, sudah memberikan zakat, infaq, dan sadakoh,
juga sudah selalu berusaha membantu dan berbuat baik
pada orang lain. Papa pikir itu sudah cukup dan Papa
jalankan bertahun tahun. Sampai kemudian Allah
mengingatkan Papa bahwa apa yang Papa ketahui dan
amalkan masih seujung kuku dan masih banyak ilmu agama
seluas samudera yang sebenarnya Papa belum ketahui” kata
Papa sambil pandangannya menerawang ke depan dan
terdiam sejenak. Aku pun menunggu penjelasan Papa
selanjutnya juga sambil terdiam
Setelah menghela nafas panjang, Papa pun
melanjutkan perkataannya,”Cara Allah mengingatkan Papa
melalui jalan yang mungkin awalnya terasa menyulitkan
seperti Papa harus berhenti dari kantor yang dulu. Salim
ingat kan sejak kejadian itu, papa jadi seperti diingatkan
37
Allah untuk belajar agama lebih banyak melalui buku,
tayangan tausiah melalui Youtube, atau mengikuti pengajian
di masjid?” tanya Papa lagi. “Iya pa, Salim masih ingat betul”
jawabku cepat
“Nah, saat Papa mulai belajar kembali mengenai ilmu
agama yang terakhir Papa pelajari secara cukup serius saat
Papa dulu di SMA Negeri melalui kegiatan ekstrakukuler
kerohanian Islam itu, di sini Papa baru sadar bahwa ilmu
agama yang Papa punya selama ini masih sangat sedikit dari
yang seharusnya Papa punyai sebagai seorang muslim yang
berusaha menjadi mukminun atau orang yang beriman itu”
kata Papa sambil sekali lagi menghembuskan nafas panjang
Tak lama Papa melanjutkan perkataannya,”Papa jadi
seperti merasa sudah mensia-siakan umur Papa yang sampai
saat ini sudah Allah berikan selama 42 tahun ini dengan
tidak belajar agama dengan baik, bahkan tingkat yang
Standar saja tidak mencapai. Berapa banyak kesempatan
Papa untuk beribadah dan juga beramal soleh Papa lepaskan
selama ini karena papa belum punya ilmu nya, dan berapa
banyak pula dosa yang bisa Papa hindari selama itu pula jika
seandainya Papa sudah tahu ilmunya. Bayangkan Salim,
sudah 42 tahun seperti ini. Coba seandainya Papa tahu
semua ilmu agama ini dari sejak Papa muda, katakanlah
selepas SMA Papa sudah mendapatkannya semua, tentu
situasinya akan lebih baik” sesal Papa dan kembali
pandangannya menerawang kedepan seperti pikirannya
38
sedang mengembara ke masa masa yang sudah berlalu. Aku
tidak tahu harus bertindak apa dalam situasi ini dan hanya
bisa menepuk nepuk punggung tangan Papa dengan telapak
tanganku. Papa pun tersenyum melihat tindakanku itu
“Maafkan Papa ya Salim, Papa agak sentimentil waktu
bercerita tadi” kata Papa kemudian sambil mengusap usap
kepalaku. Aku pun menganggukan kepalaku. “Begitulah
Salim, Papa jadi tidak ingin kamu dan Amel juga mengalami
penyesalan yang Papa rasakan saat ini. Memang Insyaallah
Papa sedikit demi sedikit bisa mengejar ketertinggalan Papa
soal ilmu agama di usia Papa sekarang ini, tapi akan jauh
lebih baik jika anak anak Papa bisa mendapatkannya sejak
usia muda. Insyaallah amal ibadah dan pahala kalian akan
jauhhhhh lebih banyak daripada jika memulainya seperti di
usia seperti papa saat ini” terang Papa sambil tersenyum
“Hmmhh ... berarti selain belajar di sekolah, Salim
juga perlu ikut pelajaran atau kursus kursus tentang agama
diluar sekolah ya pa?” tanyaku balik. Papa tersenyum
kembali sebelum kembali berkata untuk menjawab
pertanyaanku. “Ya kalau memang bisa dilakukan seperti itu
ya bagus. Hanya sepertinya, untuk kursus kursus agama
sepertinya saat ini masih sangat jarang ya apalagi untuk
tingkat anak anak. Kalaupun ada mungkin tempatnya jauh
dari sini, sehingga akan cukup merepotkan jika harus
dilakukan tiap hari kan?” tanya Papa yang segera
kujawab,”Iya sih pa, repot. Kasihan mama juga kalau harus
39
mengantar setiap hari. Jadi bagaimana ya pa, agar Salim
sudah dapat belajar agama sejak usia muda. Apa Salim tidak
usah menjadi kebanggaan Papa dengan bersekolah di SMP
Negeri paling favorit di kota ini, dan melanjutkan ke SMP
Islam Terpadu atau SMP IT saja” tanyaku. Aku agak sedikit
kecewa dengan perkataanku ini secara memasuki SMP Negeri
favoritku ini adalah juga impian dan akan menjadi
kebanggaan ku
“Jika memang SMP Negeri favorit dan tempat kursus
atau kegiatan pengajian rutin tiap hari untuk anak anak ini
ada dan berada di jarak yang cukup dekat, ya pilihan ini
mungkin yang bisa diambil. Tapi jika pilihan ini tidak
tersedia, ya mungkin melanjutkan ke SMP IT bisa menjadi
pilihan. Lagipula kebanggaan bersekolah di SMP Negeri paling
hanya perasaan bangga di dunia saja. Atau bahkan hanya
saat bersekolah di sana saja, seperti saat dulu Papa
bersekolah di sekolah favorit. Sedangkan ilmu agama yang
diamalkan, pahala dan terhindarnya dari dosa akan terus
dirasakan saat nanti di akhirat” jelas Papa lagi. “Iya bener
juga pa” jawabku mengakui walau masih menyimpan rasa
kecewa jika tidak meneruskan ke SMP Negeri paling favorit di
kotaku itu.
“Hanya di SMP IT juga masih banyak kendala sih jika
memang benar benar ingin belajar dan memahami ilmu
agama sejak usia muda” kata Papa yang kembali membuatku
40
bingung sehingga akhirnya berkata,”maksudnya bagaimana
pa?” tanyaku yang disambut dengan senyuman Papa itu.
“Yang jelas materi ilmu agamanya juga terbatas
karena waktu yang tersedia juga terbatas kan. Seperti
sekarang Salim di SDIT kan sekolah sehari penuh alias full
day school itu kan pulang jam 4 sore. SMP IT juga pulang jam
4 sore, sementara SMP Negeri biasa pulang jam 2 siang ya,
berarti hanya beda 2 jam setiap hari atau 10 jam dalam
seminggu” kata Papa berusaha menjelaskannya secara
perlahan agar aku dapat memahami maksudnya. Aku
menganggukan kepalaku tanda mengerti.
“Nah, ilmu agama yang sebenarnya wajib untuk
dipelajari oleh setiap muslim itu kan cukup banyak ya.
Seperti sekarang di SDIT sekarang di kelas 6, coba Salim
sebutkan apa saja ilmu agama yang dipelajari,” tanya Papa
padaku. Setelah berfikir sejenak, akupun
menjawab,”Hmmmhh cukup banyak juga sih pa, ada mata
pelajaran sejarah Islam, membaca Al Qur’an, Tadabur atau
memahami Al Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, serta
Pengetahuan Agama Islam termasuk ibadah dan akhlak pa”
jawabku kemudian
“Berarti sudah 6 mata pelajaran ya, bisa saja di SDIT
lain ada tambahan 1 atau 2 mata pelajaran lainnya. Jika tadi
hanya ada tambahan 10 jam seminggu di SDIT dibanding SD
Negeri, berarti setiap mata pelajaran agama tadi hanya di
pelajari selama 1,5 – 2 jam seminggu. Sangat sedikit kan,
41
padahal di SMP IT mata pelajaran agamanya harusnya lebih
banyak dari SDIT, berarti waktu yang tersedia setiap mata
pelajarannya juga lebih sedikit kan?” tanya papa lagi. Aku
pun segera menganggukan kepalaku membenarkan pendapat
papa.
“Nah waktu 2 jam seminggu untuk mempelajari setiap
mata pelajaran itu menurut papa masih sangat sedikit sekali.
Ini berdasarkan pengalaman Papa saat tidak bekerja selama
7 bulan lebih itu dan menggunakan sebagian besar waktunya
untuk mempelajari agama. Saat Papa Alhamdulillah sudah
bekerja lagi, ilmu agama yang sudah Papa pelajari selama 7
bulan itu rasanya masih sedikit sekali dan masih banyak hal
yang harus dipelajari. Bagaimana yang hanya 10 jam
seminggu he..he” kata Papa sambil tertawa kecil itu.
“Dan juga Salim, ilmu agama itu bukan hanya sekedar
untuk diketahui saja, tapi yang paling penting harus di
amalkan bukan?” tanya Papa yang membuatku agak
kelabakan untuk menjawabnya itu. “Hmmmmhhh ....
seharusnya memang begitu sih pa. Setahu Salim, Allah tidak
ridho jika seseorang mempunyai ilmu agama tapi dia tidak
mau menjalankannya” kataku setelah sebelumnya berfikir
sejenak
“Benar Salim. Nah kalau di SMP IT misalnya diajarkan
tentang Sholat tahajud. Bagaimana memastikan para siswa
siswi nya menjalankan sholat tahajud di rumah?” tanya Papa
42
lagi. “Yaaa susah pa, memangnya ada sekolah yang 24 jam
he..he” jawabku sambil tertawa itu
“Ada Salim” jawab Papa cepat yang membuatku
tercengang tersebut. “Memang ada pa? Ngeri sekali kalau ada
sekolah yang seperti itu” kataku agak bergidik
membayangkannya. “Ada Salim, namanya PESANTREN”
jawab Papa. “Yaaa, itu kan sekolah yang memang hanya
belajar agama saja. Sekolah untuk calon ustadz. Salim pikir
tadi sekolah yang mempelajari ilmu ilmu umum juga” kataku
menanggapi pernyataan Papa tadi. “Eehh kamu salah Salim”
balas Papa cepat. “Lhoo maksud Papa?” tanyaku heran.
“Yang Salim bilang tadi, itu untuk pesantren
tradisional, atau sering juga disebut sebagai pesantren salafi
atau pesantren salafiyah yang memang sudah ada sejak
beberapa ratus tahun lalu di sini. Di pondok pesantren ini
memang yang dipelajari sehari hari memang hanya ilmu
agama saja. Karenanya memang ilmu agama yang
dipelajarinya sangat mendalam sehingga nggak salah juga
kalau Salim tadi bilang ini adalah sekolah untuk calon ustadz
dan udtadzah. Disini kamu benar” jelas Papa. “Lho terus
salahnya Salim di mana pa?” tanyaku heran yang segera
disambut tawa Papa
“Ha..ha..ha salahnya kamu adalah, sekitar 40
tahunan lebih ini sudah ada jenis pondok pesantren lainnya,
namanya pondok pesantren modern. Apa bedanya pesantren
modern dengan pesantren tradisional? Ya di bidang ilmu ilmu
43
yang tadi kamu katakan. Di pondok pesantren modern, selain
belajar ilmu agama secara mendalam, juga belajar ilmu ilmu
umum seperti di sekolah lainnya. Jadi SMP di pesantren
modern ya pelajarannya sama dengan di SMP Negeri yang
favorit yang memakan waktu belajar 7 jam dalam sehari itu.
Nah yang 17 jam lagi dipergunakan untuk belajar agama, ya
tentunya dikurangi waktu tidur dan waktu waktu lainnya
untuk keperluan pribadi seperti makan dan lain lain. Nah
berarti waktu belajar agama nya jauh lebih banyak daripada
SMP IT yang hanya 2 jam sehari kan?” tanya Papa lagi.
“Benar pa” jawabku cepat
“Karena waktu belajar agama yang banyak, jadi
pesantren dapat menjamin bahwa ilmu agama yang sudah
dipelajari, dapat diamalkan semuanya. Misalnya Sholat
tahajud tadi. Ketika di kelas di ajarkan tentang sholat
tahajud dan juga tata cara nya, ketika jam 3 pagi semua
santri dan santriwati -sebutan untuk siswa dan siswi di
pesantren- akan dibangunkan ustadz dan udtadzah nya
untuk menunaikannya” jelas Papa lagi. “Jam 3 pagi pa?”
tanyaku sambil bergidik membayangkan aku harus bangun
jam segitu
“Ya jam 3 pagi. Ibadah seperti Sholat tahajud walau
terlihat berat tapi jika sudah terbiasa akan terasa ringan.
Karena ini ibadah yang memerlukan pembiasaan. Dan
sekolah seperti pesantren inilah yang dapat melakukannya.
Papa saja terus terang ya Salim, walau Allah sebelumnya
44
sudah memberi Papa waktu 7 bulan di rumah tidak bekerja,
sampai sekarang masih susah untuk bangun jam 3 untuk
sholat tahajud. Apalagi sekarang Alhamdulillah sudah
bekerja lagi, tambah sulit. Karena apa? Karena tidak terbiasa
dari kecil” jelas Papa panjang lebar
“Iya sih pa. Tapi bukannya Salim dengar di pesantren
itu seperti di penjara ya pa? Apa apa serba di atur, kalau
melanggar langsung di hukum. Kemudian nggak bebas keluar
masuk, harus selalu di pesantren. Keluar halaman pesantren
hanya untuk keperluan tertentu itupun juga susah dan ketat
aturannya?” tanyaku lagi menceritakan hal yang sering
kudengar dari teman temanku itu. Papa tersenyum saja
mendengar argumenku tersebut
“ Salim tidak merasa seperti di penjara dan banyak
hukuman kalau lagi berbuat salah? Coba diingat ingat dulu,
kalau di rumah, Papa dan mama juga menetapkan aturan
untuk Salim nggak? Dan ada hukumannya kalau berbuat
salah nggak?” tanya Papa mengejar pernyataanku barusan.
Aku terkaget Papa menanyakan hal tersebut. Setelah berfikir
sebentar, aku pun berusaha untuk memberikan jawaban
terbaik.
“Hmmmmhhh ... Ada sih pa. Misalnya sehabis sholat
Isya dan makan malam harus belajar dan baru setelah itu
boleh main playstation lagi. Kalau Salim melanggar ya pasti
mama akan mengomel sampai Salim kemudian belajar. Dan
kalau Salim melanggar beberapa kali ya Papa akan
45
mengambil konsol playstation nya untuk di tahan 1 minggu.
Ada miripnya sih dengan aturan di pesantren. Tapi kan kalau
di rumah bebas keluar masuk rumah tidak seperti di
pesantren yang tidak bisa keluar masuk semaunya sendiri”
kataku mencoba membela argumentasiku tadi.
“Salim sudah setengah mengakui ya kalau kehidupan
di pesantren seperti menegakkan disiplin tidak berbeda jauh
dengan di rumah. Nah sekarang soal rasa seperti di penjara
karena tidak bebas keluar masuk. Coba Salim ingat ingat
berapa sering Salim keluar rumah dalam 1 minggu, diluar
pergi ke sekolah ya” tanya Papa lagi mengejar argumenku
tersebut.
“Hhhmmmhh ... Kalau hari sekolah sih, selain ke
sekolah Salim nggak pernah keluar rumah. Karena pulang
sekolah Salim langsung main playstation atau game online
sampai waktu belajar. Hari Sabtu pagi, Salim capek sekolah
jadi di rumah saja sambil main playstation, sore nya baru
biasanya pergi ke mall sama Papa, mama, dan Amel sampai
malam. Ahad pagi juga masih cape jadi main playstation atau
game online. Sorenya paling main dengan teman teman
disekitar sini” jawabku panjang lebar
“Berarti dalam 1 minggu selain ke sekolah, Salim
hanya keluar rumah 2 kali, ke mall pada Sabtu sore dan
main dengan teman teman pada Ahad sore nya. Sisanya
Salim dipenjara juga, oleh play station” kata Papa lagi sambil
tersenyum. Tiba tiba aku merasa malu dengan diriku sendiri.
46
“Iya sih pa, Salim mengakui. Tapi kan dipenjara playstation
kan enak pa” kataku mencoba berargumentasi lagi dengan
sisa sisa alasan yang terakhir
“Nah bagi para santri dan santriwati, di penjara
pesantren jauh lebih menyenangkan daripada hanya sekedar
bermain playstation, karena mendapatkan banyak ilmu
agama dan dapat mengamalkannya dengan sebaik baiknya
karena dibimbing oleh para ustadz dan udtadzah. Ini yang
Insyaallah akan menjadikan mereka dekat dengan ridho dan
rahmat Allah” balas Papa yang kali ini sudah tidak dapat
kubalas lagi dengan argumentasiku yang telah benar benar
telah habis itu. Aku hanya dapat membalas penjelasan papa
tadi dengan berkata,”iya, Papa benar”. Tiba tiba aku
terfikirkan hal yang sebelumnya belum terfikirkan
“Dari tadi obrolan Salim dengan Papa, sepertinya Papa
menginginkan Salim melanjutkan sekolah ke pesantren ya?”
tanyaku ke Papa dengan nada hati hati. Papa pun segera
tertawa lebar sambil kembali mengusap usap rambutku.
“Ha..ha..ha Papa hanya memberikan gambaran mengenai 3
pilihan Salim melanjutkan pendidikan setelah lulus dari SD.
Mengenai pertimbangan ilmu agama, karena itulah yang
paling Papa rasakan selama 7 bulan yang Papa tidak bekerja
pada waktu lalu itu. Papa baru menyadari bahwa ilmu agama
itu harus sudah dipelajari serius sejak usia muda. Untuk
papa mungkin sudah terlambat, walau Insyaallah secara
perlahan masih bisa Papa kejar walau mungkin tidak bisa
47
maksimal. Nah untuk Salim dan Amel kesempatannya
Insyaallah masih terbuka sangat lebar. Sehingga Papa
melihatnya sayang kalau kalian lewatkan” kata Papa dengan
wajah serius saat mengucapkan kalimat terakhir dari
penjelasannya itu.
“Tapi Papa tidak bermaksud meminta apalagi
memaksa Salim untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren
ya. Semua pilihan ada di tangan Salim karena Salim kan
sekarang sudah akan masuk ke masa akil baligh yang berarti
sudah dewasa. Jadi semua tindakan dan langkah yang
diambil Salim, nantinya Salim sendirilah yang harus
mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah di hari
akhirat nanti. Papa hanya mencoba memberikan
pertimbangan yang terbaik berdasarkan pengalaman dan hal
yang dirasakan Papa. Hanya kalau Salim menanyakan
harapan papa, ya Papa akan sangat senang sekali kalau
Salim memutuskan melanjutkan ke pesantren. Bukan untuk
papa dan mama, akan tetapi untuk kebaikan Salim sendiri di
masa mendatang. Insyaallah” jelas Papa panjang lebar
“Berarti Papa sudah tidak meminta Salim untuk
melanjutkan’ sekolah ke SMP Negeri paling favorit di kota
Bekasi lagi ya pa?” kataku memberanikan diri untuk
bertanya. “Insyaallah permintaan itu sudah Papa cabut.
Selanjutnya Papa serahkan semuanya pada keputusan Salim.
Insyaallah akan diberikan petunjuk yang terbaik oleh Allah”.
48
“Aamiin Ya Robaallamin. Salim berfikir dulu ya pa” jawabku
lirih
“Iya salim pikirkan saja dulu baik baik. Pondok
pesantren biasanya juga baru mulai membuka pendaftaran
mulai bulan Februari. Jadi masih ada waktu sekitar 2 bulan
lagi. Nanti kalau ada hal hal yang perlu didiskusikan dengan
Papa dan mama, Salim tinggal bilang saja ya” kata Papa
lembut sambil kembali mengusap usap rambutku.
“Baik Pa, terima kasih ya sarannya” kataku sambil
mencium tangan Papa. “Ya sudah ini malam sudah cukup
larut. Papa tidur dulu ya karena besok kerja. Salim besok
juga masuk sekolah jam biasanya kan walaupun tidak ada
pelajaran. Langsung tidur juga ya” kata Papa sambil bangkit
dari tempat tidurku dan berjalan menuju pintu kamarku
****
“Salim, ayo cepat bersiap siapnya. Nanti kesiangan”
kata mama agak berteriak dari ruang tamu. “Iya ma sebentar
lagi Salim siap” kataku sambil mengenakan baju pergi di
kamarku. Tak lama aku pun sudah di ruang tamu dimana
Papa, mama, dan Amel sudah menunggu itu. “Makanya Salim
kalau sudah tahu akan pergi kamu segera bersiap, jangan
hanya playstation saja yang kamu pikirkan” omel mama saat
aku menjumpainya. “Iya ma” jawabku dengan nada suara
menyesal. “Ya sudah, ayo kita berangkat. Perjalanan kita hari
ini kan cukup jauh ke wilayah Bogor dan Depok. Agar kita
49
tidak kesorean semua tempat yang akan kita kunjungi dapat
kita kunjungi” kata Papa menengahi kami. Kami pun segera
menuju mobil yang terparkir di car port.
Saat kami semua sudah berada di dalamnya, sebelum
mengendarainya Papa sekali lagi melihat daftar tempat yang
akan kami kunjungi dan kemudian mengatur GPS yang
menyatu dengan dashboard mobil untuk menuju tempat
tujuan pertama kami. Ya hari ini kami memang akan menuju
ke 9 tujuan di daerah Bogor dan Depok yang berada beberapa
puluh kilometer dari rumah kami itu. Banyak sekali tempat
jalan jalannya? He..he.. sebenarnya kami bukan mau sekedar
jalan jalan sih, kami akan melakukan survey ke tempat
tempat tersebut. Bukan jalan jalan, malah survey? Survey
apa di hari Sabtu, mengajak anak balita seperti Amel pula?
Tenangg .. Kami hanya akan survey ke beberapa
pondok pesantren kok. Haahh ... ke pesantren? Memangnya
siapa yang mau masuk ke sana?? Ha..ha..ha sabarrr teman
teman, aku ceritakan perlahan yaa ....
Setelah pembicaraan pertama tentang pesantren
dengan Papa sekitar 2 bulan lalu itu, aku terlibat dalam
beberapa pembicaraan dan diskusi lagi mengenai hal tersebut
dengan papa dan mama. Semakin kami berdiskusi, semakin
aku memahami bahwa keinginan papa, yang kemudian juga
diikuti oleh mama itu, sebenarnya adalah semata mata untuk
kepentinganku sendiri. Agar aku dapat menjadi paham
tentang ilmu agama dengan baik sejak usia muda dengan
50
juga tidak mengabaikan minatku pada ilmu ilmu dunia
terutama dengan teknologi tersebut. Sehingga saat aku
dewasa, walaupun nantinya aku menjadi ahli teknik yang
terkemuka sekalipun, aku selalu berada dalam jalan yang
diatur oleh Allah sehingga kesuksesanku ltu selalu dalam
keridho an dan keberkahan Nya. Dan itu Insyaallah akan
lebih mungkin aku raih jika aku bersekolah di pondok
pesantren
Kalau mau jujur, menurut papa dan mama, mereka
sebenarnya lebih senang jika dapat selalu bertemu denganku
setiap harinya, suatu hal yang tidak bisa dilakukan jika aku
bersekolah di pondok pesantren dimana aku harus tinggal di
asrama pesantren dan hanya dapat bertemu Papa dan mama
dalam waktu satu bulan sekali saat waktu kunjungan wali
santri itu. Apalagi mama, walaupun hari hari nya selalu diisi
dengan omelan dan terkadang jeweran ringan di telingaku,
tapi akan terasa sangat berat jika hanya dapat bertemu
denganku satu bulan sekali saja itu
Tapi menurut papa dan mama, demi kepentingan ku
lah mereka ikhlas melakukan hal ini. Mendengar hal ini,
tumbuh rasa haru dalam hatiku, yang lambat laun
menumbuhkan minat dan ketertarikanku untuk melanjutkan
pendidikan ke pesantren.
Aku mulai mencari informasi dari berbagai pihak
diluar papa dan mama, seperti pada ustadz dan guru di
sekolahku juga bertanya pada teman teman yang kakaknya
51
tinggal di pondok pesantren. Termasuk juga bertanya pada
Om Google dengan berselancar di dunia maya dengan
mengunjungi berbagai situs internet milik pondok pesantren.
Semakin banyak informasi yang aku dapatkan, semakin aku
memahami alasan papa dan mama menginginkan aku
meneruskan pendidikan ke pesantren. Dan pada akhirnya
setelah aku beberapa kali melakukan Sholat Istikharoh
untuk meminta petunjuk Allah mengenai hal ini, akupun
membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikan ku ke
SMP di pondok pesantren. Dan aku dapat merasakan
kebahagiaan yang terpancar pada wajah papa dan mama saat
aku menyampaikan hal tersebut pada mereka. Mama pun
segera memelukku dengan penuh rasa bahagia, sementara
Papa seperti biasa membelai rambutku sebagai ekspresi rasa
sayangnya padaku tersebut.
Dan disinilah kami sekarang melakukan survey
beberapa pondok pesantren yang informasinya kami peroleh
dari beberapa sumber informasi tersebut. Minggu lalu kami
sudah melakukan survey 7 pondok pesantren di wilayah ku
di Bekasi, dan aku tertarik untuk mengikuti test masuk di 2
pondok pesantren. Pertimbangannya selain dari mata
pelajaran agama yang diajarkan, juga pada peringkat
pendidikan ilmu dunia nya juga. Aku memilih yang
mempunyai akreditasi A menurut kementrian pendidikan itu.
Sebab sampai saat ini aku masih bercita cita untuk menjadi
ahli teknologi pada masa depan, dengan tetap memiliki dan
52
mengamalkan ilmu agama. Jadi pendidikan ilmu dunia nya
juga harus bagus, jadi aku bisa lolos test masuk ujian masuk
perguruan tinggi Negeri di bidang teknologi tersebut.
Selain kurikulum, aku juga menyukai pondok
pesantren dengan halaman yang luas, sehingga walaupun
aku tidak dapat keluar dari area pondok pesantren dalam
waktu cukup lama, tapi aku tidak merasa terpenjara dan
bosan, sebab aku bisa beraktivitas dengan berbagai kegiatan
luar ruang di halaman yang luas tersebut. Oleh sebab itu,
ekstrakukuler yang disediakan juga menjadi
pertimbanganku. Kalau fasilitas sih tidak begitu penting.
Tidak perlu gedungnya harus mewah atau penuh fasilitas
kenyamanan seperti Air Conditioner.
Dan dari survey di 9 pondok pesantren hari ini yang
kami survey di wilayah Bogor dan Depok sampai menjelang
malam hari ini, aku tertarik pada 5 pondok pesantren.
Sehingga total ada 7 pondok pesantren yang semuanya sudah
Papa bayar biaya test seleksi masuknya. Hanya memang
waktu seleksi masuknya beda beda ada di bulan Februari ini
juga ada yang di bulan Maret depan.
Dari 7 pondok pesantren itupun aku sudah membuat
peringkat dari mulai yang paling aku sukai. Tapi dimana pun
aku diterima, Insyaallah aku akan tetap suka lah, pikirku
dalam hati. Toh semuanya sudah memenuhi berbagai kriteria
yang tadi aku sebutkan
53
Begitulah, di bulan Februari ini aku melakukan test
seleksi masuk di 4 pondok pesantren, 2 di Bogor, sedang 2
lainnya di Depok dan Bekasi. Pengumuman hasil nya di
bulan Maret saat aku melakukan test seleksi masuk di 3
pondok pesantren lainnya
Dari 7 pondok pesantren tersebut, Alhamdulillah aku
diterima di 5 pondok pesantren dan 2 pondok pesantren aku
tidak diterima. Sepertinya aku tidak lolos saat test membaca
Al Qur’an, sebab sepertinya 2 pesantren itu menggunakan
nama Pondok Pesantren Al Qur’an, sehingga persyaratan
kemampuan Al Qur’an bagi calon santri dan santriwati nya
relatif lebih berat.
Padahal karena waktu pelajaran membaca Al Qur’an
di sekolah kurang serius memperhatikan ustadz saat
mengajarnya kemampuan membaca Al Qur’an ku ya biasa
biasa saja. Cukup lancar tapi masih banyak yang harus di
tahsin, yang berarti banyak yang harus aku perbaiki dari
pengucapan huruf huruf hijiyah pada saat membaca Al
Qur’an tersebut. Hafalan Al Qur’an ku pun masih sangat
terbatas. Padahal kemampuan mengingat pada diriku
dianggap sangat baik oleh banyak orang, termasuk oleh papa.
Akan tetapi kenapa hafalan Al Qur’an ku sangat terbatas ya
he..he..
Alhamdulillah, dari 5 pesantren yang aku diterima
tadi, termasuk pondok pesantren yang masuk peringkat
pertama yang paling aku sukai saat survey lalu. Sehingga
54
tanpa berfikir dua kali, aku segera memutuskan untuk
memilih pondok pesantren tersebut. Saat aku sampaikan
pada apa dan mama, mereka langsung setuju dengan
pilihanku tersebut. Sepertinya pondok pesantren pilihanku
tersebut juga menjadi pilihan favorit mereka
Pondok Pesantren yang terletak di kabupaten Bogor
itu memang paling memenuhi kriteria yang sudah kutetapkan
sebelumnya. Dari website yang aku baca, ilmu agama yang
diberikan beragam dan juga sepertinya juga diberikan dengan
proses mengajar yang baik. Secara ilmu sains alias ilmu
dunia itu juga sangat baik. Akreditasi dimiliki dari
kementrian pendidikan itu adalah akreditasi A dengan nilai
yang sangat tinggi : 97. Boleh dibilang secara akademis
setara lah dengan SMP Negeri paling favorit di kota-ku atau
bahkan bisa jadi malah lebih tinggi
Secara luas area pondok pesantren menurutku juga
sangat ideal. Luas keseluruhan pondok pesantren yang 4,5
hektar dengan jumlah santri dan santriwati yang tidak terlalu
banyak, menyebabkan masih banyak ruang terbuka baik
berupa lapangan atau lahan dengan pohon pohon besar yang
membuat ruang terbuka yang ada sangat asri dengan
pemandangan pohon pohon yang menghijau. Itulah
sepertinya yang memungkinkan diadakannya berbagai
kegiatan ekstrakukuler luar ruang seperti olah raga.
Aku pun juga mempunyai kesempatan untuk bermain
di luar asrama di halaman yang luas tersebut, sehingga aku
55
tidak akan merasa ‘terpenjara’ di pondok pesantren ini.
Bangunan di sini memang bukan bangunan mewah, tapi
tetap terlihat kokoh dan sangat terawat. Tata letak bangunan
yang ada menurutku juga sangat rapi dengan arsitektur yang
cukup baik sehingga membuat nyaman di mata jika
memandangnya
Pokoknya dua jempol lah dari ku untuk pondok
pesantren ini. Insyaallah aku sudah sangat cocok dan akan
betah di sini. Dan keinginanku dulu untuk mencari
kebanggaan dengan bersekolah di SMP Negeri favorit itu
seketika sirna saat aku mendapatkan informasi diterima di
pondok pesantren ini. Rasanya sudah tidak sabar untuk
bersekolah di pondok pesantren ini
Akan tetapi tetap saja sebelumnya aku harus melalui
Ujian Nasional dulu untuk dapat mencapai status lulus dari
jenjang pendidikan SD. Heuuu .... heuuuu ...
56
Bab 3 - Sahabat
“Baik baik di sini ya Salim. Jangan nakal dan ikuti
semua arahan dari kakak kakak pembimbing dan ustadz
asrama. Belajar yang rajin dan patuh dengan para guru dan
para ustadz. Berteman baik dengan teman teman dan jangan
berkelahi ya” kata mama sendu untuk kemudian memelukku
kembali. Aku sempat melihat mata mama mulai berkaca kaca
saat mengatakan hal tersebut. Walau dari awal tiba disini
aku berusaha untuk menegarkan diri, tetap saja emosi diriku
juga terbawa larut dalam situasi ini. Kurasakan mataku
mulai terasa berkaca kaca tapi segera kutahan.
Tak lama mama melepaskan pelukannya padaku
dengan tetap memandang wajahku. Kulihat air mata mulai
menetes dari mata beningnya yang tadi hanya berkaca kaca
itu. “Iya ma, Salim akan selalu ingat pesan pesan mama tadi.
Insyaallah akan Salim jalankan semua” kataku sambil terus
menahan agar mataku tidak semakin berkaca kaca itu
“Salim harus selalu ingat peristiwa hari ini ya. Ini
adalah hari yang menjadi awal dari perjalanan Salim untuk
57
menjadi insan manusia yang akan menjadi khalifah di dunia
dengan selalu mengikuti jalan yang ditetapkan oleh Allah.
Inilah saatnya salim memulai untuk belajar bagaimana
menjadi bagian dari insan manusia yang diberi tugas Allah
untuk mengelola dunia tanpa melupakan kodratnya sebagai
hamba yang selalu patuh terhadap semua perintah Allah dan
menjauhi segala larangan larangan Nya” pesan Papa panjang
lebar.
Sebenarnya aku belum bisa memahami maksud pesan
Papa ini sepenuhnya. Tapi aku pun menjawab,”Iya pa, Salim
akan selalu mengingat hari ini, dan juga mengingat pesan
papa tadi” jawabku sendu. Papa pun segera memelukku
sambil berkata,”Buat Papa, mama, dan Amel bangga ya
dengan semua yang nanti Salim akan lakukan disini” kata
Papa sambil menahan haru, kemudian melanjutkan,”nanti
sebelum lulus dari sini, berikan papa dan mama mu ini
mahkota di surga ya” kata Papa sambil sedikit terisak sambil
semakin mempererat pelukannya padaku. Selama 12 tahun
menjadi anak papa, belum pernah sekalipun aku melihat
papa terisak seperti ini
“Iya pa, Insyaallah Salim akan usahakan sekerasnya”
jawabku lirih. “Terima kasih ya nak” balas Papa sambil
melepaskan pelukannya. Sayup sayup kudengar suara
pengumuman dari pengurus pondok pesantren melalui
pengeras suara masjid besar yang terletak di tengah tengah
area pondok pesantren itu. Suara yang cukup jelas
58
menginformasikan bahwa waktu untuk orang tua santri dan
santriwati atau sering disebut sebagai wali santri itu, telah
habis untuk melepas putra putri nya memulai kehidupan
baru mereka di pesantren. Para wali santri dimohon untuk
dapat berpamitan dengan putra putrinya dan meninggalkan
area pondok pesantren, karena para santri dan santriwati
baru sudah akan memulai kegiatannya. Tiba tiba kami
dengar suara khas berkata,”Amel juga mau peluk mas Salim
dong” katanya sambil berusaha memelukku. Akupun segera
berjongkok untuk dapat memeluk tubuh mungil adikku
tersayang yang masih berumur 5 tahunan itu sambil
tersenyum. Walaupun dalam hatiku ada rasa sedih karena
aku tidak dapat lagi setiap hari melihat tingkah lucunya itu
“Mas Salim mau menginap di sini ya. Kapan mas
Salim pulang ke rumahnya” tanyanya yang membuat kami
tertawa. “Mas Salim mau sekolah di sini, masih lama
pulangnya. Mungkin nanti sebulan sekali Amel bisa
menengok di sini” jawabku sambil mengecup keningnya.
“Ooohh begitu ya” balas Amel yang lagi lagi memancing tawa
kami. Tak lama kemudian kami sudah berjalan ke arah mobil
papa yang diparkir di halaman parkir pondok pesantren itu.
Setelah kembali memelukku, papa dan mama serta Amel pun
masuk ke dalam mobil. Aku pun terus memandang mobil
Papa sampai menghilang dari pandangan saat keluar gerbang
pondok pesantren. Kali ini aku benar benar merasa sedih dan
sendiri dalam diriku. Aku pun melepas kendali emosi dengan
59
membiarkan air mata yang tadi sangat kuat kutahan itu,
mulai menetes membasahi pipiku
“Adik tidak perlu sedih ya, tidak perlu merasa sendiri.
Disini banyak teman teman dan kakak kakak yang juga
adalah saudara saudara adik ya” tiba tiba terdengar suara
dari sebelahku. Kulihat ternyata kakak pembimbing ruang
kamarku di asrama memandangku sambil tersenyum. “Ayo
kita balik ke asrama untuk persiapan acara pengarahan dari
pembina pesantren nanti selepas sholat maghrib di masjid”
katanya mengajakku dan beberapa santri baru lainnya untuk
berjalan menuju asrama kami. Kami pun mengikuti
langkahnya dengan tetap menyimpan rasa sedih dalam diri
kami masing masing
****
Sampai di ruang kamar ku di lantai 3 asrama putra
untuk SMP itu, aku melihat sudah cukup banyak teman
senasib yang sedang menunggu pengarahan dari kakak
pembina kamar dan ustadz pengasuh untuk asrama putra
lantai 3 itu
Ruangan kamar kami cukup luas dengan kapasitas
untuk 30 anak itu. Kulihat di pojok ruangan terdapat
beberapa tumpuk matras agak tebal sebagai alas tidur kami
nanti. Di pondok pesantren kami memang kami tidak
menggunakan tempat tidur bertingkat seperti kebanyakan
pondok pesantren lainnya, akan tetapi menggunakan matras
60
untuk tidur, yang saat tidak digunakan dapat di tumpuk di
sudut ruangan kamar
Mungkin tujuannya agar saat tidak dipergunakan
tidur pada malam harinya, ruangan kamar cukup leluasa
untuk berbagai kegiatan lainnya seperti belajar dan bermain
di dalam ruangan. Jika menggunakan tempat tidur bertingkat
yang bersifat permanen, selain menimbulkan kesan sempit
pada ruangan, juga susah untuk dipindah pindah jika untuk
suatu keperluan memerlukan ruang yang lebih luas.
Mungkin ya, aku juga hanya menduga duga saja sih he..he
Di lantai 3 asrama putra untuk tingkat SMP ini,
memang diperuntukkan untuk kelas 7 yang adalah para
santri baru itu. Karena santri baru ada sekitar 90 orang,
lantai 3 terdiri dari 3 kamar. Kamarku kebetulan berada
paling pojok, sehingga berada paling jauh dari tangga akses
naik turun yang berada pada satu sisi gedung saja. Untung
setiap kamar memiliki deretan kamar mandi dan toilet
masing masing, sehingga tidak harus repot pergi jauh dari
kamar.
Tak lama kemudian setelah 30 santri di ruangan
kamarku lengkap berkumpul, kakak pembina kamar yang
bertemu denganku di parkiran mobil tadi berbicara meminta
perhatian kami. Kami pun segera bergerak mendekatinya.
Ternyata dia bernama kak Luqman yang adalah kakak kelas
11 yang ditugaskan menjadi kakak pembimbing kamar kami.
Setelah memperkenalkan diri, kak Luqman pun
61
memperkenalkan kak Hanif dan kak Rudi yang juga akan
menjadi kakak pembimbing kamar kami yang adalah teman
sekelas kak Luqman. Oohh ... rupanya satu kamar dibimbing
oleh 3 orang kakak pembimbing, pikirku dalam hati.
Kemudian Kak Luqman juga memperkenalkan 1 orang lain
lagi yang terlihat lebih senior dan sepertinya bukan santri
SMA. Ternyata betul, dia adalah Ustadz Fadli yang akan
menjadi ustadz pembina kelas 7 dan kebetulan tinggal di
ruangan kamarku di ruang yang disekat terpisah. Ustadz
Fadli ternyata adalah alumni pondok pesantren kami juga
beberapa tahun yang lalu. Oke, aku sudah mulai terbayang
bagaimana kami nanti akan dibimbing. Awalnya aku berfikir
kami akan dilepas begitu saja tanpa bimbingan. Bisa kacau
balau jika begitu ceritanya ha..ha..ha
Setelah memperkenalkan diri, giliran kami diminta
memperkenalkan diri kami masing masing. Kami pun mulai
memperkenalkan diri masing masing, termasuk juga diriku.
Aku pun mengamati setiap santri menyebutkan namanya
sambil berusaha menghafalnya. Tapi dasar aku agak sulit
kalau menghafal nama orang, walaupun untuk banyak hal
lain aku dinilai mempunyai ingatan yang sangat kuat, begitu
santri terakhir memperkenalkan diri aku sudah lupa nama
santri yang awal awal memperkenalkan diri he..he... Ya
sudahlah, nanti aku hafal lagi saat di antara kami saling
berinteraksi, pikirku dalam hati
62
Selesai saling memperkenalkan diri itu selesai, kak
Luqman pun meminta kami untuk segera mandi dan
kemudian mengenakan “seragam” keseharian pesantren,
berupa baju koko dan sarung, serta peci hitam menghiasi
kepala kami. Selepas itu kami diminta untuk segera menuju
masjid yang terletak di tengah area pondok pesantren kami,
untuk menunaikan sholat Maghrib berjamaah dan kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan dan pimpinan pondok
pesantren mengenai hari hari yang akan kami jalani ke
depannya. Selepas kak Luqman menutup pertemuan sore itu,
maka dimulailah “kenyataan hidup” yang harus kami hadapi
kedepannya
Setelah mengambil pakaian yang akan aku kenakan
setelah mandi nanti dari lemariku yang terletak di deretan
lemari santri yang terletak menempel pada dinding kamar
kami itu, segera aku menuju kamar mandi yang terletak di
bagian belakang kamar kami. Dan pemandangan yang
membuatku shock itu terlihat. Kulihat antrian teman
temanku di depan 7 kamar mandi dan toilet. Aku pun segera
mengantri di depan salah satu kamar mandi. Sudah ada 3
santri di depanku. Sambil sedikit kesal terpaksa aku ikut
mengantri. Kucoba mengobrol dengan santri di antrianku,
tapi sepertinya semuanya masih belum rela untuk berpisah
dengan orang tua masing masing dan mulai dihinggapi home
sick alias rindu rumah itu. Ya sudah, aku pun juga akhirnya
ikut melamun dengan pikiran melayang kembali ke rumah.
63
Sampai aku agak terkaget saat pintu kamar mandi di depan
ku terbuka dan seorang santri keluar dari sana. Aku pun
segera masuk kedalamnya
Setelah semua selesai mandi, dengan dipandu kak
Luqman kami segera menuju masjid saat adzan Maghrib
berkumandang dengan suara muadzin yang terdengar sangat
merdu itu. Dan setelah selesai melaksanakan sholat
berjamaah yang diikuti dzikir bersama itu, terdengar
pengumuman agar santri dan santriwati kelas 7 untuk tetap
tinggal di masjid dan juga tetap menjaga ketenangan dengan
tidak saling mengobrol itu. Tak lama setelah di dekat mimbar
imam di atur sebuah meja panjang dengan beberapa kursi,
beberapa orang pun duduk di sana. Tak lama pembawa acara
memperkenalkan pimpinan pondok pesantren dan kepala
sekolah SMP yang akan memberikan wejangan dan nasehat
bagi kami semua dalam menjalani kehidupan di pondok
pesantren
Banyak yang disampaikan beliau beliau tersebut. Tapi
karena sebagian hatiku masih tertambat di rumah dengan
pikiran yang melanglang buana kemana mana, aku hanya
menangkap hal hal yang paling penting saja, seperti bahwa
kami para santri dan juga dengan para pembina di pondok
pesantren adalah sebuah keluarga besar sehingga tidak ada
alasan kami untuk merasa sendiri. Dan sebagai saudara
kami pun akan saling membantu dan mendukung dalam
suasana dan harmoni yang terjaga baik.
64
Dalam kehidupan pesantren kami juga diharapkan
menjadi anak yang mandiri yang dapat menyelesaikan semua
urusannya dengan usahanya tersendiri tanpa tergantung
pada orang lain. Dan yang paling terekam dalam ingatanku
adalah bahwa kami juga akan dididik menjadi anak yang
sabar. Ya SABAR! Suatu hal yang tadi mulai aku rasakan
saat antri mandi tadi. Secara biasanya aku bebas melakukan
banyak hal dengan seketika tanpa harus repot repot
mengantri. Belum lagi untuk hal hal sabar yang lain. Semoga
saja tidak ada hal hal lain yang dapat membuatku tidak
sabar, seperti saat aku harus sedikit berolah tubuh dengan
sedikit ber bela diri saat beberapa kali aku berkelahi di
sekolah ku dulu he..he.. Walau aku tidak tidak terlalu yakin
...
Dan setelah penjelasan panjang yang kemudian di
akhiri menjelang saat adzan isya berkumandang itu, kami
pun segera menunaikan sholat berjamaah bersama santri
santri kakak kelas kami yang berdatangan ke masjid saat
adzan berkumandang tadi. Selepas itu kami pun menuju ke
asrama untuk makan malam dengan menu yang sudah
disiapkan di lantai dasar asrama santri putra untuk tingkat
SMP tersebut. Dan pemandangan pun lebih “mengerikan”
lagi, saat sekitar 270 santri putra SMP tersebut harus
mengantri untuk mengambil nasi dan menerima lauk pauk
yang diberikan oleh petugas katering pesantren. Dan setelah
mengambil piring dan sendok garpu dari lemari ku di kamar,
65
aku segera kembali turun ke lantai dasar untuk turut
bergabung dalam antrian
Namun berbeda dengan suasana pada kegiatan
mengantri kami sebelumnya, diantara kami para santri baru
sudah mulai saling mengobrol saat mengantri tersebut.
Mungkin penjelasan para pembina pesantren tadi sudah lebih
memberi semangat kami untuk menjalani hari hari kami di
pesantren, atau justru karena kami sudah dalam keadaan
cukup lapar sehingga kami mencobanya untuk
mengalihkannya dengan mengobrol? Entahlah he..he. Yang
jelas aku memanfaatkan situasi ini untuk juga mengobrol
dan saling mengenal antara para santri baru, terutama yang
kuingat satu kamar denganku. Dan setelah mengantri lebih
dari 20 menit itu, aku pun sudah dapat mengambil nasi
secukupnya dan menerima lauk yang diberikan petugas
katering langsung ke piringku. He..he.. rupanya mereka
paham benar ika kami dibiarkan mengambil sendiri, tentu
kami akan “kalap” mengambilnya. Bisa bisa yang berada di
antrian belakang tidak kebagian lauk pauk deh .... he..he..
Setelah tuntas piringku terisi nasi dan lauk nya, aku
segera kembali ke kamarku di lantai 3 tersebut. Kulihat
beberapa temanku sudah ada di sana sambil menyantap
makan malamnya. Aku pun segera bergabung dengan mereka
untuk mengobrol sambil makan. Kami pun segera mengobrol
dengan beberapa macam topik, termasuk menu makan
malam kami saat itu. Menu yang terdiri dari lauk sayur
66
bayam dengan kebanyakan kuah dan sayur sedikit itu, terasa
klop dengan sepotong tempe dan sebongkah kecil tahu,
dengan beberapa ikan teri sebagai asesoris itu, terasa sebagai
HSS alias Hidangan Sangat Sederhana bagi sebagian dari
kami. Sebetulnya juga bagiku sih, dimana hidangan ayam
atau daging sapi dengan berbagai olahan menu itu, pasti
setiap hari tersedia di meja makan. Tapi karena aku memang
pada dasarnya bukan tipe anak yang senang pilih pilih
makanan, jadi menu makan malam ini masih bisalah aku
nikmati dengan lahap, apalagi dalam keadaan lapar seperti
ini he..he..he
Selesai makan malam, aku kembali mengalami
pengalaman baru, yaitu mencuci peralatan makan yang tadi
ku pakai. Biasanya sehabis makan, mama yang
membereskannya dan membawanya ke dapur untuk
selanjutnya di cuci oleh Asisten Rumah Tangga kami. Dan
walaupun mama telah membawakan cairan pencuci piring
dalam botol kecil itu, tetap saja aku tidak tahu bagaimana
cara menggunakannya. Akhirnya dengan alasan memberikan
kesempatan temanku untuk mencuci peralatan makannya
duluan di tempat cuci didekat kamar mandi itu, aku
mengamati temanku itu mencuci peralatan makannya.
Beberapa teman lain juga tampak memperhatikan sambil
memegang peralatan makan masing masing yang belum di
cuci itu. Tampaknya mereka mempunyai persoalan yang
sama denganku, juga cara untuk menyelesaikannya he..he..
67
Selepas acara cuci mencuci dan peralatan makan
yang telah kukeringkan dengan kain lap itu mendarat manis
di lemari ku, aku pun kembali mengobrol dengan teman
teman. Ya malam itu acara kami memang masih bebas,
hanya disarankan kak Luqman untuk saling bersosialisasi
dan berkenalan saja dulu sampai nanti paling lambat jam 10
malam kami sudah harus tidur. Esok pagi sekitar jam 7 pagi
baru kami mulai kegiatan orientasi dan pengenalan kegiatan
di pesantren selama 2 hari.
Eitss tapi jangan salah duga semua ya. Mulai jam 7
pagi bukan berarti kami bisa bangun 1 – 2 jam sebelumnya
ya. Tadi saat pengarahan dari pimpinan pesantren, kami
setiap hari diminta bangun jam 3 pagi. Jam 3 pagi ?? Aku
yang saat pengarahan tadi sudah terkantuk kantuk itu
mendadak seperti disiram air satu ember saat mendengar hal
tersebut. Ya kami memang diminta untuk bangun jam 3 pagi
untuk kemudian menunaikan sholat tahajud. Setelah itu
kami diijinkan untuk tidur sebentar sampai saat adzan
subuh berkumandang, atau disarankan untuk membaca Al
Qur’an dan banyak banyak beristighfar sampai menjelang
sholat subuh
Memang sih untuk kami para santri baru masih diberi
keringanan selama 2 minggu bisa mundur bangun sampai 15
menit sebelum sholat subuh, untuk membiasakan diri. Tapi
setelah itu, kami semua harus sudah bangun jam 3 dini hari.
Bagaimanapun caranya. Dari mulai tepuk tepuk halus dari
68
kakak pembimbing, disemprot air dari botol spray yang berisi
air, sampai dengan cara pamungkas yang paling ekstrem,
disiram air dengan menggunakan gayung ke badan kami.
Bergidik aku membayangkannya. Jangankan bangun jam 3,
saat di rumah saja saat adzan subuh berkumandang mama
cukup kesulitan untuk membangunkanku
Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk langsung
dapat bangun jam 3 walau setelah sholat tahajud aku akan
tidur lagi. Kenyataannya seperti apa, ya lihat saja besok
he..he.. Dan saat kami ber 30 santri mulai asyik mengobrol
dalam beberapa kelompok kecil itu, sekitar jam 9.20 an
malam kak Luqman meminta kami untuk menurunkan
matras dari tumpukannya dan mengaturnya agar cukup
untuk dipergunakan kami tidur di ruangan kamar kami.
Sebagian dari kami pun bersiap untuk tidur, sedang
sebagian lainnya termasuk diriku tetap mengobrol sampai
setengah jam kemudian terpaksa tidur karena lampu kamar
semua dimatikan oleh kakak pembimbing dan hanya
menyisakan 1 lampu dengan Watt kecil di tengah ruangan
untuk sekedar ada sedikit cahaya di ruangan
Ahhhh ... benar benar hari yang melelahkan,
menyedihkan, mengharukan, mengesalkan, akan tetapi juga
menyenangkan sekaligus menantang. Pokoknya campur aduk
deh sehingga aku saat itu tidak mau memikirkannya lagi.
Yang aku inginkan hanya satu. Tidurrrrrr .... dan berharap
hari esok akan lebih baik ....
69
****
Dengan tergagap aku terbangun dari tidurku, saat
kurasakan percikan air menerpa wajahku. Mataku pun
segera terbuka saat kulihat kak Hanif dengan semprotan air
berdiri di depanku. Aku pun segera duduk sambil mengusap
usap wajahku yang basah karena semprotan air tersebut
sambil bertanya padanya,” jam berapa sekarang kak”. “Jam
4.20 pagi. 15 menit lagi sudah adzan subuh. Ayo segera
berwudhu dan bersiap siap ya” kata kak Hanif sambil
berjalan menuju ke “korban” berikutnya yang masih
mendengkur itu.
Waduh ternyata aku gagal bangun jam 3 keluhku
dalam hati. Kulihat sekeliling, sebagian besar teman temanku
sudah bangun, tapi kebanyakan ya masih dalam keadaan
seperti diriku yang baru saja jadi “korban” kak Hanif. Hanya
sebagian kecil saja yang kulihat sedang khusyuk sholat
tahajud, dan hanya 2 orang yang sedang membaca Al Qur’an
termasuk seorang anak bertubuh kecil dan kurus yang
membaca Al Qur’an dengan suara yang merdu di dekat
matrasku. Aku lupa siapa nama nya .... dibilangin aku susah
menghafal nama nama he..he Segera aku bangkit dari matras
dan menuju kamar mandi untuk bersiap siap menunaikan
ibadah sholat subuh berjamaah di mesjid
Selesai menunaikan sholat subuh berjamaah, kami
diwajibkan untuk berada di dalam masjid untuk berbagai
kegiatan yang terkait dengan Al Qur’an. Kalau kami kelas 7
70
yang adalah santri baru sih hanya membaca Al Qur’an
bersama saja baik bagi yang sudah lancar atau belum. Tapi
kulihat kakak kelas juga melakukan kegiatan lain, termasuk
setoran hafalan Al Qur’an. Dan semua itu kami lakukan
sampai waktu memasuki waktu syuruq dan kami melakukan
sholat Isrok atau sholat Dhuha di awal waktu itu saat
matahari mulai terbit. Kurang lebih sekitar jam 6 pagi lah
Balik dari masjid, kami pun kembali ke asrama untuk
melakukan kegiatan rutin di sini, antri mandi ! Hmmh 30
santri dengan 7 kamar mandi dan jam 7 sudah harus siap.
Berarti masing masing maksimal hanya punya waktu 15
menit. Hitungan mundur dimulai !!
Tapi karena waktu siap kami berbeda berdasarkan
urutan antrian mandi, antrian makan pagi pun juga tidak
begitu panjang karena santri datangnya bergelombang dan
tidak sekaligus, sehingga sekitar jam 7 pun kami semua
sudah siap dan kami pun segera menuju ke lapangan di
depan gedung kelas kami untuk melakukan upacara dan
pengarahan untuk acara orientasi santri selama 2 hari ini.
Kegiatannya lebih banyak orientasi di kelas dan hanya
sebagian kecil berada di luar ruangan yang bersifat kegiatan
permainan. Tidak ada yang aneh aneh seperti yang banyak
terjadi di sekolah lain saat masa orientasi siswa sih. Pakaian
pun kami hanya menggunakan seragam sekolah dan tidak
ditambahkan dengan asesories yang aneh aneh
71
Setelah selesai upacara, kami pun segera memasuki
kelas kami masing masing. Ternyata kami yang berada dalam
1 kamar di asrama menempati kelas yang sama. Jadilah kami
yang dari kemarin berkegiatan bersama di kamar di asrama,
kembali melakukan kegiatan bersama di kelas. Dan hari pun
bergulir dari satu sesi orientasi santri ke sesi sesi berikutnya
Aku pun mengikuti semua sesi dengan berbagai
tingkat konsentrasi. Dari tingkat konsentrasi penuh, sampai
dengan pikiran yang melanglang buana kemana mana.
Termasuk aku kembali teringan pesan papa sewaktu aku
masih di rumah. Papa saat itu berkata bahwa di pondok
pesantren saatnya aku untuk berteman dengan teman teman
dengan berbagai karakter dan sifatnya. Dan aku harus dapat
bersikap baik dengan semuanya. Walaupun demikian, karena
aku juga tidak akan mungkin bisa benar benar cocok dengan
semua teman, tidak ada salahnya juga kalau aku memilih
beberapa di antaranya untuk dijadikan sahabat, dengan tetap
berteman baik dengan yang lainnya
Hhhmmhh, kira kira dari teman teman yang di sini
siapa ya, pikirku sambil pandangan mataku mengelilingi
ruang kelas tersebut. Dari kemarin sampai pagi ini aku
belum dapat yang sepertinya bisa sedekat sampai tingkat
sahabat di antara 29 orang santri teman temanku itu, walau
aku sudah berusaha untuk mengobrol dengan banyak teman
temanku sekamar dan sekelas ku itu. Hmmh mungkin aku
tidak perlu harus punya sahabat kali ya, cukup teman teman
72
biasa yang aku berinteraksi yang baik dengan mereka,
keluhku dalam hati
Tiba tiba pandanganku berhenti pada sesosok santri
bertubuh kecil dan kurus itu. Oh iya aku ingat, dia yang tadi
sebelum subuh sudah membaca Al Qur’an. Waahh berarti
sebelumnya dia sudah sholat tahajud ya .... hebat dia,
pikirku dalam hati. Aku coba ingat ingat namanya, kenapa
aku jadi lupa ya? Hmmmhh .... memang sih anak nya
pendiam banget, jadi walaupun aku sempat sekelompok kecil
mengobrol dengannya, dia hanya diam sambil tersenyum saja
mengikuti kami yang lainnya mengobrol itu
Aku coba ingat ingat lagi apa yang unik dari anak ini
saat kemarin kami diantar orang tua kami masing masing ke
sini. Ahaaaaa .... aku ingat sekarang. Anak ini sepanjang
yang aku lihat kemarin hampir tidak pernah lepas dari
mamanya. Dia selalu memegang mamanya seolah olah tidak
mau berpisah sedikit pun darinya. Papanya pun dengan logat
bicara medok yang khas daerah di jawa itu selalu berusaha
terus untuk membujuknya. Namun anak itu dengan logat
suara yang juga medok berulang kali juga menolak untuk
melepaskannya.
Yang paling dramatis ya saat orang tua kami masing
masing sudah harus meninggalkan pondok pesantren.
Dengan sedikit memaksa, papa nya akhirnya berhasil
membujuknya untuk dapat ditinggal. Tapi kulihat anak itu
menangis sesenggukan dan membiarkan air matanya
73
bercucuran di wajahnya, saat papa dan mamanya menaiki
taksi yang menjemput mereka. Kulihat mama nya pergi
dengan mata berkaca kaca dengan sesekali mengusap air
mata di pipinya, sementara papa nya terlihat untuk menahan
rasa haru yang ada di hatinya. Sesaat taksi itu berjalan dan
hilang dari pandangan, anak itu berjalan menuju asrama
sambil terus menangis sesenggukan
Saat itu aku yang juga sedang berjalan menuju
asrama dan melihatnya seperti itu, menjadi sangat prihatin.
Memang saat itu aku juga sedih harus berpisah dengan papa,
mama, dan Amel. Tapi sepertinya kesedihan anak itu jauh
lebih mendalam, entah apa sebabnya. Aku pun segera
menghampirinya. Melihat ku datang anak itu terlihat cukup
malu karena ketahuan sedang menangis. Segera dia
berusaha menghapus air mata di wajahnya dengan lengan
bajunya. Tapi yang ada malah air mata malah semakin
tersebar di wajahnya yang membuatnya semakin panik.
Segera kuambil sapu tangan dari dalam saku baju
koko ku dan kuberikan padanya. Sambil malu malu dia
menerimanya dan segera menyeka wajahnya sampai kering
yang kemudian membuat saputangan ku menjadi basah
tersebut. Dengan raut wajah tidak enak, dia mengembalikan
saputangan ku sambil berkata,”maaf ya saputangan kamu
jadi basah begini” katanya lirih. “Nggak apa apa, nanti bisa di
cuci kok. Eh iya nama kamu siapa. Kalau aku Salim” kataku
sambil mengulurkan tanganku padanya. Dia pun segera
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal
CitakuBerawal

More Related Content

Similar to CitakuBerawal

Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuAgnes Ervinda Ginting
 
Antologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaAntologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaRevolvere
 
Antologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaAntologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaKampung Baca
 
Dari Pengembala Bebek Hingga Manager
Dari Pengembala Bebek Hingga ManagerDari Pengembala Bebek Hingga Manager
Dari Pengembala Bebek Hingga ManagerDewi Bahagia
 
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Izhan Nassuha
 
Kado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bundaKado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bundaReza Mahendra
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupkuHeni Handayani
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaDelina Rahayu
 
Curriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik LasmianiCurriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik Lasmianimisbahulfuad
 
Cerpen -our tale
Cerpen -our taleCerpen -our tale
Cerpen -our taleismintan
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7An Hawa
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7An Hawa
 
zaidan maulana_XTMK1.doc
zaidan maulana_XTMK1.doczaidan maulana_XTMK1.doc
zaidan maulana_XTMK1.docZANNFF1
 
Kuis ramadhan nexian
Kuis ramadhan nexianKuis ramadhan nexian
Kuis ramadhan nexianAmry Us
 

Similar to CitakuBerawal (20)

Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
 
Antologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaAntologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak Desa
 
Antologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak DesaAntologi Karya Anak Desa
Antologi Karya Anak Desa
 
Dari Pengembala Bebek Hingga Manager
Dari Pengembala Bebek Hingga ManagerDari Pengembala Bebek Hingga Manager
Dari Pengembala Bebek Hingga Manager
 
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
 
NOVEL ESTERRRR.ppt
NOVEL ESTERRRR.pptNOVEL ESTERRRR.ppt
NOVEL ESTERRRR.ppt
 
Kado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bundaKado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bunda
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garuda
 
Curriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik LasmianiCurriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik Lasmiani
 
Editing
EditingEditing
Editing
 
#Misi21
#Misi21#Misi21
#Misi21
 
Cerpen -our tale
Cerpen -our taleCerpen -our tale
Cerpen -our tale
 
Cerpen "Rahasia ayah"
 Cerpen "Rahasia ayah" Cerpen "Rahasia ayah"
Cerpen "Rahasia ayah"
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
 
Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7Karangan kelas 6 a7
Karangan kelas 6 a7
 
Kisah Hidup Damayanti
Kisah Hidup Damayanti Kisah Hidup Damayanti
Kisah Hidup Damayanti
 
zaidan maulana_XTMK1.doc
zaidan maulana_XTMK1.doczaidan maulana_XTMK1.doc
zaidan maulana_XTMK1.doc
 
Kuis ramadhan nexian
Kuis ramadhan nexianKuis ramadhan nexian
Kuis ramadhan nexian
 

More from Dwi Hertyanto Santoso

Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H SantosoNovel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H SantosoNovel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H SantosoNovel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H SantosoNovel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H SantosoBuku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H SantosoBuku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H SantosoBuku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H SantosoDwi Hertyanto Santoso
 
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & SolusiMarketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & SolusiDwi Hertyanto Santoso
 
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKMKembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKMDwi Hertyanto Santoso
 
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati BadaiMarketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati BadaiDwi Hertyanto Santoso
 

More from Dwi Hertyanto Santoso (12)

Branding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdfBranding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdf
 
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H SantosoNovel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
 
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H SantosoNovel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
 
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H SantosoNovel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
 
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H SantosoNovel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
 
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H SantosoBuku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
 
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H SantosoBuku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
 
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H SantosoBuku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
 
Rasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggalRasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggal
 
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & SolusiMarketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
 
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKMKembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
 
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati BadaiMarketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
 

Recently uploaded

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 

Recently uploaded (7)

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 

CitakuBerawal

  • 1.
  • 2. i
  • 3. ii Dwi H Santoso Citaku Berawal dari Pesantren Insanmandiricendekia 
  • 4. iii Citaku Berawal dari Pesantren Penulis. : Dwi H Santoso Cover : Stok foto dari Canva Pro ISBN : 978-623-6996-25-6 Penerbit : PT Insan Mandiri Cendekia Redaksi. : Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709 Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950 Telp : (021) 522 8094 Cetakan Pertama, September 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
  • 5. iv Daftar Isi Bab 1 – Ujian ........... 1 Bab 2 – Perubahan Arah ........... 27 Bab 3 – Sahabat ........... 56 Bab 4 – Ghosob ........... 93 Bab 5 – Keseharian ........... 112 Bab 6 – Yay! Liburan .. ........... 132 Bab 7 – Kemenangan ........... 161 Bab 8 – Kesedihan ........... 181 Bab 9 – Rasa itu ........... 210 Bab 10 – Pencapaian ........... 232 Bab 11 – Langkah Berlanjut ........... 258
  • 6. v Untuk Ananda Fatih Akmal Nabil Santoso Semoga selalu besemangat menjalani hari hari penuh makna menimba ilmu di pesantren Menjadi manusia yang cerdas dan berilmu dengan tetap beriman dan bertakwa pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan selalu mendapat ridho-Nya
  • 7. 1 Bab 1 - Ujian “Salim, kamu ditunggu Professor di ruangannya untuk diskusi soal project yang sedang kita kerjakan ya” tiba tiba Amir memanggilku dari kejauhan. Suara berbahasa ibu ku yang diteriakkan oleh sahabatku di kampus yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar itu, terdengar unik di telingaku. Ya saat ini aku memang sedang menuntut ilmu di Fakultas Teknik di universitas yang termasuk terbaik di Turki itu. Segera kukemasi laptop ku yang sebelumnya kugunakan untuk mengerjakan gambar teknik sambil menikmati udara hangat sore pada awal musim semi di kursi taman kampus yang sangat asri tersebut. Setelah kukembalikan laptop dengan casing berwarna biru cerah itu ke dalam tas laptop yang slimfit dengan laptop berukuran layar 14 inchi tersebut, segera kuraih tas ranselku yang kuletakkan di kursi sebelahku beserta beberapa buku tebal textbook kuliah yang kuletakkan di atasnya. Setelah kumasukkan laptop kedalamnya, segera kususul dengan buku buku teknik yang baru saja kubaca sebagian dari nya. Sambil melakukannya, perlahan pikirannku mulai
  • 8. 2 mengembara ke masa masa di masa lampau di kampung halaman nun jauh di seberang samudra itu **** “Selamat ulang tahun ya Salim” kata mama lembut sambil mencium pipiku sesaat setelah teman temanku selesai menyanyikan lagu happy birthday. Di atas meja terlihat kue tart besar dengan lilin bertuliskan angka 10 yang sudah padam tersebut. “Sekarang Salim sudah besar, sudah 10 tahun. Jadi sudah harus lebih mandiri dan lebih bisa berbuat baik pada orang lain. Juga sudah harus lebih rajin sholat dan ibadah yang lain ya” lanjut mama sambil kembali mengecup pipiku. “Iya ma, terima kasih ya” jawabku sambil tersenyum malu. Benar juga kata mama, aku sudah besar. Buktinya aku sudah agak malu di cium mama di depan teman teman sekolah dan di lingkungan sekitar rumahku. Padahal beberapa tahun lalu saja, aku justru akan merasa tersenyum bahagia jika mama atau papa melalukannya. Segera kubalas ungkapan rasa sayang dengan mencium tangannya. “Amel juga mau bilang hapi bilthday buat mas Salim ya” tiba tiba adik perempuanku yang masih berumur 4 tahun itu maju mencium tanganku dengan suara cadelnya itu. “Terima kasih ya Amel” balasku cepat sambil memainkan rambut panjangnya itu dengan tangan kiri ku. “Ayooo ma, kue talt nya cepat dipotong” pinta Amel kemudian sambil mengalihkan pandangannya ke kue tart besar di atas meja tersebut. Semua yang hadir di ruang tamu kami itupun
  • 9. 3 segera tertawa mendengar permintaan itu. “Iya Amel, mama potong kue nya ya sekarang. Untuk potongan pertama nanti untuk mas Salim dulu ya” jawab mama lagi sambil tersenyum. Setelah memotong kue tart tersebut, mama pun memberikan potongan pertamanya padaku diiringi dengan pandangan penuh minat pada wajah Amel. Melihat hal itu, setelah menerima piring kecil berisi potongan kue yang cukup besar, aku pun segera menyerahkannya pada Amel yang segera disambutnya dengan riang. Segera dibawanya piring berisi kue tersebut ke ruang makan untuk kemudian memakannya. Mama melihatnya sambil tersenyum dan kemudian melanjutkan memotong kue tart untuk semua yang datang di acara ulang tahunku itu “Sayang ya papa nggak bisa hadir” kataku agak menyesal pada mama sambil menikmati kue tart bersamanya. “Iya tadi papa telepon tidak jadi pulang cepat, karena mendadak ada rapat dengan pimpinan di kantor. Papa tadi titip minta maaf ke Salim lewat mama. Salim jangan kecewa ya” pinta mama sambil mengusap kepalaku. “Iya ma” jawabku cepat. Iya memang rencananya memang papa akan izin setengah hari dari kantor, sehingga seharusnya bisa hadir di acara ulang tahunku. Tapi karena ada perubahan seperti yang disampaikan mama tadi, ya tidak jadi terlaksana. Papa memang bekerja di Jakarta yang cukup jauh dari tempat tinggal kami di kota Bekasi yang berjarak sekitar 40 km itu. Kalaupun rapat selesainya cepat pun,
  • 10. 4 mungkin juga tidak akan terkejar juga untuk hadir di pesta ulang tahunku ini. Papa ku memang saat ini bekerja di sebuah perusahaan produsen makanan besar di Jakarta Selatan sebagai seorang manajer dibidang keuangan. Aku sih nggak tahu persis apa yang dilakukan papa di kantor selain mengurus tentang penggunaan uang dalam perusahaan. Yang jelas papa sangat sibuk di kantor. Papa biasa berangkat setelah sholat subuh agar tidak terkena macet di jalan jalan Jakarta, dan pulang setelah sholat Maghrib bahkan terkadang setelah sholat Isya. Akibatnya sampai rumah sudah cukup malam sekitar jam 9. Karenanya aku di hari kerja juga jarang ketemu papa karena aku biasa tidur jam 9 malam. Sehingga aku biasa ketemu papa ya biasa akhir pekan saja. Itulah kenapa setiap Sabtu malam kami biasanya jalan jalan ke mall di dekat rumah, serta terkadang juga jalan jalan ke tempat wisata saat hari Ahad paginya. Memang sih, berbeda dengan mama yang banyak berbicara dan bahkan menurutku terkadang termasuk cerewet itu, papa sebenarnya termasuk pendiam dan tidak banyak bicara. Di rumah saat sedang beristirahat pun, papa lebih senang membaca buku sambil menemaniku bermain game di laptop atau smartphone, ketimbang mengomentari permainanku. Memang sih papa pernah cerita tidak pernah suka dengan game sejak papa masih kecil, saat game hanya bisa dimainkan di komputer dengan ukuran besar atau
  • 11. 5 perangkat game yang masih sangat sederhana itu. Papa lebih suka baca buku berjilid jilid. Makanya papa pernah bilang nggak bisa nyambung dengan yang sedang kumainkan. Tapi kalau kupikir pikir kalau sedang bermain game aku selalu berkonsentrasi penuh sih, nggak mungkin juga ngajak ngobrol papa Berbeda dengan papa, sejak aku punya gadget dan laptop sendiri, aku senang sekali bermain game, baik yang online ataupun offline. Saat aku sudah pulang dari sekolah yang adalah SDIT alias Sekolah Dasar Islam Terpadu yang berada di kompleks perumahanku itu, aku pasti langsung menghidupkan laptop dan menghubungkannya dengan WiFi rumah untuk bermain game online. Maklum sekolahku menerapkan full day school, sehingga aku baru bisa keluar sekolah dengan sepedaku sekitar jam 4 sore, dan sampai rumah 20 menit setelahnya. Jadi penat juga rasa sekolah seharian dan aku perlu refreshing dengan bermain game. Tapi ini juga yang sering membuatku ditegur mama karena aku melakukannya sebelum mandi dan sholat ashar. Bahkan terkadang dengan nada marah, mama mengancam akan mematikan paksa laptop ku jika aku tidak melakukannya. Terpaksa aku menuruti permintaannya Saat malam pun, jam bermain gameku seringkali menabrak jam belajarku. Beruntung sekolahku tidak sering memberikan PR sehingga waktu belajar bisa “kucuri” untuk bermain game, sesuatu yang sering membuat mama marah
  • 12. 6 padaku. Hanya saat akhir pekan saja aku bebas bermain game tanpa mendengar suara omelan mama. Itupun saat kami akan jalan jalan ke mall atau tempat wisata dan aku menghabiskan waktu dalam perjalanan dengan bermain game dengan smartphone ku, kembali nada nada omelan tersebut terdengar kembali he..he. Saat mama kemudian mengadukan hal ini ke papa, papa hanya tersenyum saja tanpa banyak berkomentar. Yess!! Walaupun pendiam dan kami jarang membicarakan sesuatu dalam waktu yang cukup lama saat papa di rumah, tapi aku tahu papa sangat sayang dan perhatian padaku, sehingga urusan mengomeliku cukup diserahkan pada mama he..he.. “Selamat ulang tahun lagi ya Salim” kembali kudengar ucapan itu dari teman temanku saat mereka akan pulang ke rumahnya masing masing sekitar jam setengah enam sore itu. Akupun membalasnya sambil tersenyum, sampai semua temanku itu sudah meninggalkan rumah. Mama dengan di bantu mbak ART alias Assisten Rumah Tangga itupun segera membereskan sisa sisa pesta itu dengan merapikan kembali ruang tamu dan mencuci segala peralatan makan yang tadi dipergunakan. Aku juga membantu sebisaku, sementara Amel ikut membantu dengan menghabiskan sisa sisa kue tart yang ada dipiring.Untung mama sudah memisahkan jatah kue tart untuk Papa, kalau tidak semuanya dihabiskan oleh Amel he..he..he
  • 13. 7 Setelah selesai dengan semua pekerjaannya tadi, mama pun duduk menemaniku membongkar kado ulang tahun dari teman temanku sambil menikmati secangkir teh hangat tersebut. Tapi alih alih aku yang melakukannya, justru Amel yang mendahuluiku membuka semua kado tersebut. Ya sudah, kuterima semua hasilnya saja dari Amel. Sampai saat terdengar adzan maghrib dari masjid dekat rumah, mama segera menyuruhku untuk berwudhu untuk menunaikan Sholat maghrib bersamanya dan Amel. Setelah itu, segera kuhidupkan laptop yang hari itu belum kuhidupkan karena sejak sampai rumah dari sekolah tadi, aku langsung bersiap untuk pesta ulang tahun tadi. Dari dapur kudengar mama berkata bahwa setelah sholat Isya aku harus mematikan laptopku untuk kemudian mengulang pelajaran walau tidak ada PR yang harus dikerjakan. Sekitar jam 19.15 kudengar mobil Papa sudah parkir di halaman rumah. Tumben, biasanya paling cepat jam 8 malam baru sampai, pikirku dalam hati. Mama segera menyambut kedatangan Papa. Kulihat mama mencium tangan Papa yang disambut dengan kecupan Papa di kening mama. Aku segera menyusul mencium tangan Papa yang disambut dengan permintaan maaf Papa,”maafkan Papa ya Salim tadi tidak bisa hadir di acara ulang tahunnya. Tadi Direktur Utama mendadak mengadakan rapat. Ada hal mendesak yang harus dibicarakan, jadi Papa nggak bisa nolak juga” katanya dengan wajah sangat menyesal
  • 14. 8 “Nggak apa apa pa, Salim mengerti kok” jawabku sambil tersenyum. Kulihat Papa pun tersenyum dan bertanya kembali,”Tadi sukses kan acaranya, ramai teman teman yang datang?”. “Ramai pa, semua yang diundang datang kok. Sini pa, salim bantuin bawa tas nya” jawabku lagi. Papa pun memberikan tas kerjanya padaku sementara tas laptop tetap ditentengnya sendiri. Kami pun segera masuk ke dalam rumah. Sesaat sampai di ruang keluarga, papa segera duduk di sofa sambil menjulurkan kakinya. Sepertinya papa cukup lelah dan ingin beristirahat sebentar sebelum kemudian mandi. Jika jam segini sudah sampai rumah, setelah mandi sepertinya papa dapat makan malam bersama kami. “Eh iya Salim, papa ada yang ketinggalan di mobil. Bisa minta tolong diambilkan nggak” pinta papa. Walaupun agak sedikit malas, akupun menjawab,”iya pa, Salim ambilkan” kataku sambil mengambil kunci mobil yang diletakkan di meja TV. Aku segera menuju pintu depan untuk kembali keluar rumah. Sesampai di mobil, kubuka pintu depan dan kulonggokan kepalaku kedalam mobil. Kosong nggak ada apa apa, pikirku dalam hati. Segera kututup pintu dan beralih ke pintu belakang. Setelah membukanya, kulihat sebuah dus yang cukup besar terletak di atas jok mobil. Tidak bisa kuketahui benda apa itu, karena situasi di dalam mobil cukup gelap. Segera ku cari tombol lampu kabin mobil dan
  • 15. 9 segera kunyalakan lampunya. Pemandangan yang tampak di depan mataku kemudian membuatku berteriak histeris. “Ahhhh ... PlayStation” teriakku sebagai ekspresi rasa terkejut dan kebahagiaanku melihatnya. Memang sudah sejak lama aku mengidamkan untuk memilikinya. Sebab selama ini aku hanya bisa memainkannya di persewaan playstation di ruko depan kompleks pada hari Ahad sore saja, sebab hari Sabtu sore nya kami biasa jalan jalan ke mall. Itupun harus berebutan dengan penyewa yang lain karena hari tersebut biasanya banyak penyewa yang datang. Aku pernah menanyakannya ke papa, saat itu papa hanya menjawab nanti jika papa sudah ada uangnya, sebab harganya memang cukup mahal. Aku mengerti dan sejak saat itu aku tidak pernah menanyakannya lagi, walau sebenarnya aku sangat ingin memilikinya. Dan rupanya papa sangat mengetahuinya, hingga saat ini. “Ada apa Salim?” tanya mama tiba tiba muncul dari balik pintu depan dengan diikuti oleh Amel. “Iiniii ma” jawabku dengan nada setengah histeris itu sambil mengeluarkan kardus itu dan mencoba membawanya ke dalam rumah. Mama pun membantuku untuk kemudian meletakkannya di meja ruang tamu. Akupun kembali ke mobil untuk menutup pintu untuk kemudian kembali masuk ke ruang tamu. Dari sana aku segera membawa kardus PlayStation tersebut ke ruang keluarga dimana kulihat papa memperhatikanku sambil tersenyum lebar
  • 16. 10 Segera kuhampiri papa dan kucium pipi kanan dan kirinya sambil berkata,”terima kasih hadiah ulang tahunnya ya pa” kataku dengan nada sangat bahagia itu. “Sama sama Salim. Ini sekaligus juga hadiah waktu kenaikan kelas kemarin ke kelas 4, kamu masih bisa juara kelas walau belum juara umum. Ini juga hadiah saat ini kamu sudah besar, sudah 10 tahun. Jadi harus lebih dewasa dan mematuhi perintah orang tua, termasuk saat mama menyuruhmu berhenti main game untuk melakukan kegiatan lain ya,” jawab papa lembut. “Iya pa, Salim janji” kataku sambil mencium tangan papa “Sudah sana di setting saja playstation nya. Nanti kalau bingung, sehabis papa mandi, papa bantuin. Eh iya, kamu nggak ada PR kan malam ini?” tanya papa lagi. “Enggak ada pa” jawabku dengan riang sambil membuka kardus playstation itu. Disela sela kesibukanku itu, kudengar mama bertanya kepada papa dengan suara pelan,”Jadi dibelikan pa? Kan cukup mahal ya pa?” tanya mama yang segera dijawab papa,”Nggak apa apa ma. Kan bonus setengah tahunan juga sudah keluar” jawab papa. Aku kurang mengerti apa yang papa maksud dengan kata 'bonus' itu, yang jelas dengan itu papa membelikan PlayStation yang kuidam idamkan selama ini tersebut **** Dan saat aku di kelas 5 menjelang libur semester ganjil terjadilah sebuah peristiwa yang akan mengubah jalan
  • 17. 11 hidupku selamanya. Pada suatu malam saat papa pulang kantor, kulihat raut muka papa sangat muram tidak seperti biasanya. Terlihat sepertinya ada hal berat yang sedang dipikirkannya. Mama tidak banyak bertanya saat itu, akan tetapi menyiapkan pakaian bersih untuk dikenakan papa setelah mandi nanti Setelah mandi, sambil makan malam yang ditemani mama, papa mengobrol di ruang makan. Aku yang saat itu sedang bermain PlayStation setelah mengerjakan semua PR ku, tidak dapat mendengar pembicaraan mereka, secara aku juga sedang berkonsentrasi dengan game game strategi yang biasa aku mainkan. Hanya beberapa kali kudengar kata 'fitnah' tapi aku juga tak paham makna pembicaraannya. Biarlah itu menjadi urusan orang dewasa saja, pikirku saat itu sebelum kembali tenggelam dalam permainan yang sedang kujalankan Sampai beberapa hari kemudian, di malam hari di hari Sabtu yang kebetulan saat itu kami tidak jalan jalan ke mall seperti biasanya, papa mengajak berbicara di kamarku saat aku sedang bermain game online di laptop. Sambil meletakkan buku yang sedang dibacanya, papa bertanya lembut padaku,”Salim, kamu pernah kejadian di sekolah saat ada temanmu yang berbuat salah, tapi kemudian justru kamu yang di salahkan?” tanyanya tiba tiba. Segera kupandang wajah papa yang sedang tersenyum itu, sambil mengerenyitkan dahiku sebagai pertanda sedang
  • 18. 12 berfikir keras itu. “Hmmmhh sebentar Salim pikir pikir dulu pa. Hmmmhh ... pernah pa. Waktu itu kan ada ulangan menggambar. Tiba tiba Bu guru nya bilang ijin akan pulang karena dapat kabar anaknya mendadak sakit. Jadi Bu guru berpesan ke ketua kelas untuk nanti setelah semua selesai agar dikumpulkan dan diletakkan di mejanya di ruang guru. Nah ketika jam pelajaran selesai, ketua kelas mengumpulkan hasil gambar semua anak di kelas termasuk hasil gambar nya Salim, kemudian membawanya ke ruang guru” jawabku sambil mengingat ngingat lagi kejadiannya. “Lantas apa yang terjadi Salim?” tanya papa lagi “Nah pas minggu berikutnya Bu guru masuk lagi, katanya ada 2 anak yang tidak mengumpulkan hasil gambar. Temen Salim dan Salim sendiri pa. Kami ya bilang ke Bu guru bahwa kami sudah mengumpulkan hasil gambar, tapi ketua kelas juga bersikeras bahwa semua sudah mengumpulkan. Jadi katanya yang tidak ada hasil gambarnya ya belum mengumpulkan. Tapi ketika Bu guru tanya siapa yang belum mengumpulkan, ketua kelas tidak bisa jawab, katanya lupa” jawabku lagi dengan sedikit rasa kesal mengingat kejadian itu “Lantas Bu guru mu itu memutuskan apa Salim” tanya papa kembali. “Ya akhirnya karena tidak ketahuan siapa yang salah, Salim dan teman salim tadi diminta Bu guru mengulangi lagi ujian gambarnya. Sebenarnya bukan masalah mengulanginya lagi pa, toh ini hanya ulangan
  • 19. 13 gambar, gampang nggak perlu belajar lagi. Tapi malunya karena dianggap tidak mengumpulkan ulangan itu masalahnya. Nggak tahu yang menghilangkan itu ketua kelas atau Bu gurunya sendiri” kataku dengan nada kesal. Papa kulihat tertawa melihat ekspresi kesalku itu, hal yang kemudian memancingku untuk bertanya padanya,”memangnya kenapa bertanya seperti itu pa?”. Kulihat papa menghentikan tertawanya dan terlihat berfikir sejenak untuk kemudian menjawab pertanyaanku,”Nah kejadian yang dialami Salim itu bisa terjadi di mana saja dan juga bisa karena tidak sengaja atau justru karena kesengajaan orang yang menghilangkan sesuatu yang berharga tadi, termasuk di kantor” jelas papa sambil tersenyum. “Di kantor, memangnya bisa? Kan nggak ada guru dan ketua kelas?” tanyaku lugu. “Haa haaaa haaaa ... Nggak harus guru dan ketua kelas yang melakukannya, tapi kan bisa juga orang lain. Kalau di kantor ya orang orang kantor, baik itu pimpinan atau anak buah. Bisa karena tidak sengaja, tapi seringkali memang karena sengaja untuk mencelakakan orang lain” jawab papa sambil tertawa lebar itu. Jarang jarang aku melihat papa berbicara sambil tertawa lebar seperti itu. “Oohhh begitu ya pa. Memangnya di kantor papa ada juga yang seperti itu” tanyaku ingin tahu lebih lanjut. Mendadak wajah papa yang tadi terlihat ceria itu menjadi agak muram
  • 20. 14 “Ini yang mau papa ceritakan ke Salim. Agar salim mengerti keadaannya, jadi nanti tidak bertanya tanya sendiri atau malah berfikir yang tidak tidak” kata papa mulai menjelaskan dengan wajah yang kembali serius. Aku segera meletakkan laptopku di atas meja belajar dan kembali duduk di tempat tidurku menghadap papa untuk mendengarkan ceritanya “Salim tahu kan kalau di kantor papa diberi tugas untuk menjadi manajer keuangan?” tanya papa memulai penjelasannya. “Iya pa, Salim masih ingat papa pernah jelaskan kalau tugas papa menjaga uang perusahaan juga menggunakannya secara tepat untuk keperluan perusahaan menjalankan usahanya” jawabku yakin. “100 untuk salim. Ingatanmu sangat kuat ya. Nah selama ini papa dapat menjalankan hal itu dengan baik. Termasuk menjaga dari tangan tangan jahat yang akan mengambilnya. Tapi papa ada terlewat orang yang ternyata juga bisa melakukannya” keluh papa “Siapa pa?” tanyaku cepat. “papa cerita ini bukannya mau menjelek jelekkan orang ya. Apa itu istilahnya hmmmm ... oh iya, nggak mau ghibah. Tapi hanya agar Salim tahu kejadiannya. Namanya Pak Tanto, dia Direktur Administrasi atasannya papa di kantor” jelas papa sambil menghela nafas panjang. Sepertinya berat bagi papa untuk menyebut namanya.
  • 21. 15 “Nah ternyata dia itu ada rencana jahat untuk mengambil uang perusahaan yang papa jaga itu. Tapi karena dia atasan papa ya papa tidak menyangka dia akan melakukannya. Singkatnya dia sudah melakukannya dan papa terlambat menyadarinya. Ya pak Tanto itu ya seperti ketua kelas Salim tadi, hanya dia sengaja melakukan kesalahan itu. Tapi karena pandainya dia bisa lepas dari kesalahannya dan melemparkannya ke papa, seperti ketua kelas Salim melemparkannya ke Salim dan teman mu itu” jelas papa lagi dengan nada suara yang terdengar semakin berat itu. “Terus Bu guru nya dikantor bagaimana?” tanya ku lagi mencoba beranalogi. Kulihat ada tawa kecil di wajah papa mendengar pertanyaanku itu. “ha..ha ya Bu gurunya kalau di kantor ya namanya Direktur Utama, itu kepalanya para direktur termasuk pak Tanto tadi. Namanya pak Ronald. Dia juga tidak tahu siapa yang salah, tapi ya mau nya uangnya kembali” jelas papa lagi. “Maksud papa, pak Ronald itu minta papa mengembalikan uang itu, sama dengan Salim diminta membuat ulang gambarnya?” tanyaku lagi, kali ini dengan nada cemas “Ya enggak juga sih Salim. Karena Alhamdulillah selama ini papa bekerja dengan sangat hati hati dan tidak pernah melanggar aturan. Jadi tidak ada bukti apapun yang mengarah bahwa papa mengambil uang itu. Tapi karena pak Tanto pintar, dia pun bisa menghapus bukti yang mengarah
  • 22. 16 ke diri nya yang mengambil uang itu. Jadinya sama dengan Bu guru mu tadi, pak Ronald bingung siapa yang salah dan harus bertanggung jawab” jelas papa lagi “Berarti papa aman dong nggak disuruh menggambar ulang eh maksudnya disuruh mengembalikan uang itu” kataku sambil tersenyum. Papa pun menyambut senyumku sambil berkata,”ya nggak begitu juga sih Salim. Walaupun uangnya nggak bisa kembali, tapi pak Ronald tetap mau ada orang yang perlu dipersalahkan. Dan itu lebih mudah jika yang disalahkan papa daripada pak Tanto yang direktur itu. Paling ya pak Ronald kedepannya akan lebih berhati hati dalam menghadapi pak Tanto” jelas papa lagi. Kudengar ada nada mengeluh pada nada suara papa. “Yang paling penting dengan papa menceritakan hal ini ke Salim, Salim tahu kejadian ini dan juga tahu bahwa papa tidak salah. Ya walaupun papa selama ini kurang kuat dalam beragama, hanya menjalankan yang fardhu saja seperti sholat dan puasa ramadhan, serta jarang mengerjakan yang Sunnah seperti puasa sunah atau membaca Al Qur'an atau mempelajari ilmu agama, tapi sejak kecil papa diajarkan oleh kakek dan nenekmu untuk tidak mengambil hak orang lain. Jadi Insyaallah tidak akan lah mengambil milik orang lain, termasuk uang perusahaan, walau hanya sepeserpun” jelas papa lagi, kali ini dengan nada suara tegas.
  • 23. 17 “Insyaallah Salim sangat yakin akan hal itu pa. Selama ini tidak pernah sekalipun Salim melihat papa tidak jujur dalam hal apa pun. Selanjutnya yang terjadi apa pa,” tanyaku sok bijak itu. Papa tersenyum melihat gaya bicaraku tersebut “Ya pak Ronald tetap perlu ada orang yang dapat dipersalahkan, dan orang itu adalah papa walau dia tidak dapat membuktikan sama sekali papa yang mengambil uang itu. Makanya dia juga tidak bisa melaporkan kasus ini ke polisi. Dia hanya bisa mengatakan bahwa papa dianggap lalai dan tidak mengerjakan tugas dengan baik sehingga perusahaan kehilangan uang, walaupun ini sebenarnya hasil kejahatan pak Tanto. Jadi ya papa di minta untuk mengundurkan diri dan nanti akan ada kompensasi uang sekian kali gaji papa selama ini” jawab papa lirih. “Tapi kan papa tidak salah dan pak Ronald sama sekali tidak bisa membuktikan bahwa papa bersalah mengambil uang itu. Semestinya kan papa bisa melawan dengan menolak untuk mengundurkan diri” protesku dengan nada suara sok dewasa tersebut. Papa tersenyum kecil melihat ekspresi kemarahan di wajahku “Ya nggak nyamanlah Salim bekerja dengan orang yang sudah tidak percaya walaupun dia yang salah, apalagi pak Tanto masih di situ karena dianggap hanya lalai tidak mengawasi papa bekerja dengan benar. Lebih baik papa pergi saja dari lingkungan yang sudah tidak baik itu. Tenang saja
  • 24. 18 Salim, rezeki itu sudah Allah atur dan tentukan bagi setiap manusia kok. Keran rezeki ditutup di perusahaan sekarang, jika Allah berkehendak memberikan rezeki Nya, Insyaallah akan dibukakan keran rezeki yang lain” balas papa meyakinkanku. “Mungkin ini juga teguran dari Allah terhadap papa yang selama ini lebih banyak mengabaikan ibadah kepada Nya demi mengejar kehidupan dunia walaupun alasannya demi memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga kita. Dari subuh sampai malam, papa di kantor hanya mengerjakan shalat fardhu saja dan tidak melakukan ibadah lainnya. Memang papa selau berusaha berbuat baik pada semua orang di kantor, tapi mungkin itu masih belum cukup” kata papa lagi dengan tatapan mata yang menerawang ke depan itu. Aku tak tahu harus berkata apa sehingga hanya bisa menepuk nepuk pergelangan tangan papa dengan telapak tanganku. Papa tersenyum melihat hal ini “Sudah kamu nggak usah khawatir. Tugas kamu belajar yang sebaik baiknya saja. Kamu nanti nya mau masuk SMP Negeri terbaik di kota ini kan. Biar masalah ini papa dan mama yang pikirkan. Sementara papa belum bekerja lagi, papa mau bantu bantu mama di toko busana muslim mama di ruko depan komplek itu. Kebetulan juga mama mau buka toko lagi kerjasama dengan temannya yang punya ruko di tempat lain yang menganggur” kata papa
  • 25. 19 menenangkanku. “Iya pa, Salim janji akan belajar dengan sebaik baiknya” jawabku yakin “Ya sudah, ini sudah malam. Papa tidur dulu. Walaupun besok hari libur, Salim jangan tidur terlalu malam ya. Biar besok nggak kesiangan sholat subuh nya” kata papa kemudian sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan keluar kamar. “Baik pa” jawabku lirih **** “Salim berangkat sekolah dulu Pa” kataku pagi itu. Segera kuhampiri papa yang sedang membaca buku di teras rumah kami yang asri dengan berbagai tanaman anggrek milik mama itu. Kuraih tangan papa dan segera menciumnya Ya memang sudah beberapa Minggu ini papa punya kebiasaan baru. Setelah selesai sarapan pagi bersama ku dan mama di meja makan -sesuatu yang biasanya hanya bisa dilakukan saat akhir pekan itu- papa selalu membaca buku di teras sambil menungguku siap berangkat sekolah. Ya selain membantu mama di toko busana muslimnya di ruko depan komplek rumah kami itu, Papa lebih banyak mengisi waktu dengan melakukan kegiatan yang menjadi kegemarannya sejak masih kecil tersebut, yaitu membaca buku. Hanya berbeda dengan saat waktu masih bekerja dulu dimana buku yang biasa dibacanya adalah buku buku mengenai ekonomi dan bisnis itu, saat ini Papa mulai banyak membaca buku buku mengenai agama.
  • 26. 20 Bahkan saat kami berjalan jalan ke mall di minggu minggu awal tidak bekerja itu, Papa selalu mengajak kami mampir ke toko buku besar di mall tersebut untuk membeli buku buku agama guna menambah koleksi buku agama Papa yang sangat sedikit jumlahnya dibanding buku buku ekonomi dan bisnis itu. Papa terlihat antusias memilih buku buku agama itu, selain juga membantu Amel memilih milih buku bacaan untuknya. Kalau untuk aku, Papa kelihatannya sudah menyerah. Dulu saat aku masih duduk di bangku TK alias Taman Kanak Kanak dan sudah mulai bisa membaca itu, Papa sering juga mengajak membeli buku buku buatku. Dan saat di rumah, Papa dan mama sering membacakannya untukku atau memintaku untuk membaca nya sendiri walaupun masih terbata bata itu. Lambat laun minat baca ku pun mulai tumbuh. Sampai perkenalanku dengan gadget seperti handphone dan laptop merusak segala hal yang telah dilakukan papa itu. Kebiasaan membacaku pun mulai beralih ke gadget terutama untuk urusan yang terkait dengan game tersebut. Dan tampaknya Papa tidak ingin pengalaman buruk ini kembali berulang pada Amel he..he “Iya hati hati dijalan dan belajar yang rajinn di sekolah ya. Jangan nakal” pesan Papa setelah aku mencium tangannya itu. Dengan diiringi pandangan mata Papa dan mama, serta Amel dengan wajah yang masih terlihat mengantuk karena baru bangun tidur itu, aku pun segera
  • 27. 21 mengambil sepedaku yang terparkir di halaman dan mengayuhnya menuju ke sekolahku yang hanya berjarak sekitar 2 kilometer itu. Sampai sekolah yang biasanya sekitar jam 6.45 itu, setelah memarkir sepeda di tempat parkir, aku segera menuju kelasku yang terletak di ujung bangunan sekolah. Biasanya saat aku sampai kelas, sudah ada beberapa temanku yang datang. Aku pun segera mengobrol ramai dengan mereka. Ya berbeda dengan Papa yang pendiam dan terkesan serius tersebut, aku dikenal sebagai anak yang periang dan banyak bicara, walau tidak secerewet mama sih he..he.. Aku juga dikenal anak baik dan suka menolong teman teman lainnya. Sangking sukanya menolong, bahkan aku juga sering membantu teman teman yang belum mengerjakan PR dengan memberi jawaban PR yang telah kukerjakan di rumah, atau bahkan jawaban ulangan saat kami sedang ulangan harian. Hadeeeuuuhhh ..... Tapi dengan semua hal baik tersebut, aku juga dikenal anak yang tidak suka diganggu, walau aku juga tidak suka menganggu orang lain. Jangan coba coba ganggu aku ya, kalau tidak ingin mendapat balasan dariku. Kalau lagi baik sih biasanya aku akan ajak bicara teman yang menganggu itu. Dengan baik baik atau dengan nada agak keras. Tapi kalau sudah kuanggap keterlaluan sih aku ajak untuk menyelesaikan dengan baik baik ... secara laki laki.
  • 28. 22 Biasanya sih tidak ada yang berani melanjutkan sampai ke tahap ini, secara badanku tergolong tinggi besar untuk ukuran usiaku itu. Apalagi di sekolah aku ikut ekstrakukuler olahraga bela diri. Tapi terkadang ada juga yang berani adu otot sih. Ya sudah terjadilah perkelahian yang berakhir dengan dipanggilnya mama ke sekolah he..he.. Sehabis itu, biasanya aku seharian diomeli mama yang kemudian mengadukanku pada Papa saat pulang dari kantor. Biasanya Papa hanya tersenyum dan sambil mengusap usap kepalaku Papa berkata,”Salim, walau kamu merasa benar, tidak semua bisa diselesaikan dengan memaksakan orang untuk menerima kebenaran tersebut. Bisa jadi kamu harus mengalah dan secara perlahan kamu tanamkan kebenaran pada orang itu. Saat orang itu sudah menerima kebenaran itu, percayalah tanpa kamu harus berkata apa apa lagi, orang itu akan menjadi pendukungmu dalam menegakkan kebenaran itu” kata Papa. Terus terang sebenarnya aku kurang mengerti apa yang dimaksudkan Papa tersebut. Paling yang aku tahu maksud Papa agar aku tidak berkelahi saja. Ya sudahlah, yang penting aku tidak diomeli atau bahkan dijewer seperti saat aku dimarahi mama he..he..he Ya begitulah hari hari kujalani di sekolah. Hari Hari yang kujalani dengan ceria walau terkadang ada juga duka kecil seperti saat nilai ulangan harianku yang tidak mencapai nilai 9 atau bahkan nilai penuh 10. Entah kenapa walau aku
  • 29. 23 termasuk jarang belajar dan lebih sering bermain game itu, tapi nilai ulangan harian ku selalu berada disekitar nilai itu. Mungkin benar kata Papa kalau aku mempunyai ingatan yang sangat kuat. Tapi memang, saat di dalam kelas, aku selalu memperhatikan penjelasan guru dengan seksama. Tidak ada acara mengobrol, bercanda, apalagi tidur saat jam pelajaran. Dan walaupun aku laki laki, tapi buku catatan pelajaranku termasuk lengkap dan rapi, sehingga sering juga dipinjam teman teman dan di foto lopi saat akan ada ulangan harian atau bahkan ulangan semester. Bahkan juga dipinjam teman teman perempuanku. Mungkin itu semua yang membuatku bisa menjadi langganan juara kelas walau tergolong kurang rajin belajar di rumah itu. Karenanya hanya nilai di bawah 9 adalah hal yang dapat membuatku agak sedih, dan selain itu semua hal di sekolah adalah hal yang menceriakanku. Ehhh ... kecuali saat guru memanggil mama karena aku berkelahi di sekolah dan kemudian aku seharian diomelin mama ding he..he.. Karenanya waktuku di sekolah seharian penuh itu selalu menyenangkan dan tidak terasa jam menunjukkan jam 4 sore saat bel sekolah berbunyi tanda jam sekolah hari itu sudah berakhir. Akupun segera mengambil sepedaku dan bersama teman teman yang lain mengayuhnya ke rumah kami masing masing. Dan biasanya masa aku diomeli mama pun dimulai
  • 30. 24 Sesampainya di rumah biasanya aku segera menghidupkan playstation ku yang segera disambut dengan tatapan tajam mama sambil berkata,”Salim, kamu mandi dulu terus Sholat ashar. Setelah itu boleh kamu main playstation sambil waktu sholat maghrib. Nanti sehabis sholat Isya, kamu belajar sampai Papa pulang dari kantor”. Begitu saja terus perintah mama setiap sore, yang aku sudah sangat hafal hingga setiap kata per katanya itu he..he Hingga minggu minggu ini suara perintah mama tersebut sudah jarang terdengar ditelingaku. Bukan karena aku sudah benar benar patuh pada perintah mama, atau apalagi karena mama sudah bosan memarahiku sih he..he.. Akan tetapi saat saati itu, ketika aku masuk ke rumah setelah memarkir sepedaku di halaman, segera disambut oleh lantunan ayat ayat suci Al Qur'an yang dibawakan oleh Papa di ruang keluarga. Hal yang sudah lama tidak dilakukan papa kecuali saat akhir pekan saja. Itupun juga tidak sering Karena playstationku berada di ruang keluarga ya otomatis aku tidak bisa memainkannya saat itu. Tanpa disuruhpun terpaksa aku segera mandi dan Sholat ashar. Setelah itu aku hanya bisa menghidupkan laptop ku untuk bermain game online sampai adzan Sholat maghrib berkumandang dari masjid yang terletak tidak jauh dari rumahku. Dan mama pun juga tidak perlu lagi mengomel untuk menyuruhku Sholat, karena saat itu juga Papa segera bersiap untuk pergi Sholat berjamaah di masjid dan
  • 31. 25 mengajakku ikut. Kalau mama yang meminta mungkin aku masih bisa menawar untuk sholat di rumah, tapi karena papa yang mengajak aku ya susah aku untuk menolaknya Dan hal ini berulang lagi saat Sholat Isya. Belum genap setengah jam aku memainkan playstation ku, Papa kembali mengajak sholat jamaah di masjid. Lagi lagi aku tidak bisa menolaknya. Sepulang dari masjid yang kemudian disambung dengan makan malam bersama, setelah mengerjakan PR ku, aku hanya punya waktu tidak sampai 1 jam bermain dengan playstation ku. Karena menjelang jam 10 malam aku sudah harus kembali ke peraduan untuk tidur agar besok pagi dapat bangun jam 5 pagi untuk sholat subuh berjamaah di masjid bersama papa dan bersiap untuk ke sekolah Hmmh .... rupanya perubahan jadwal kegiatan Papa yang saat ini lebih banyak di rumah dan menggunakan waktunya untuk dapat lebih mendekatkan diri pada Allah ini, berdampak pula pada jadwal kegiatannya. Termasuk juga pada kegiatanku bermain playstation heuuheuuuu Tapi di sisi lain aku juga harus mensyukuri hal yang terjadi ini sih. Tentunya diluar berkurangnya waktuku bermain playstation terutama pada saat hari sekolah ya he..he Perubahan pada diri Papa sebagai perwujudan janjinya pada diri sendiri untuk menggunakan waktu luangnya yang cukup banyak saat saat banyak di rumah ini,
  • 32. 26 untuk menggunakannya untuk menjadi jauh lebih dekat pada Allah itu, ini tentu hal yang patut kami syukuri. Termasuk dengan dampaknya terhadapku yang saat ini jadi lebih sering Sholat di masjid. Juga saat Papa memintaku agar aku lebih banyak menggunakan waktu lebih baik daripada sekedar bermain play station, dengan menggunakan sebagian waktuku untuk membaca Al Qur'an dengan juga dibimbing oleh Papa. Terus terang, walaupun saat ini aku sudah kelas V semester genap, kemampuan baca Al Qur'an ku masih belum lancar dan masih terbata bata itu Tapi tetap saja waktu bermain playstation ku mengalami degradasi alias pengurangan waktu itu. Terpaksa kualihkan waktunya di akhir pekan, jika perlu tidak perlu berjalan jalan ke mall di Sabtu malam, kecuali jika Amel yang memintanya. Nggak apa apa lah, agar aku juga jadi terlalu terlalu tergantung pada bermain playstation atau game online lagi. Karena ditahun ajaran depan kan Insyaallah aku sudah kelas VI, dan harus lebih serius belajar agar dapat lulus Ujian Nasional alias UN itu, dengan nilai yang baik, sehingga dapat menggapai cita citaku melanjutkan pendidikan di SMP Negeri terbaik dan paling favorit di kota ku itu
  • 33. 27 Bab 2 – Perubahan Arah “Alhamdulillah, selamat ya pa” kata mama menyambut kedatangan papa di sore yang cerah itu, sambil memberikan kecupan mesra di pipi Papa. Aku yang baru saja akan menghidupkan play station segera melonggok ke arah ruang tamu yang bersebelahan dengan ruang keluarga. Oh Papa sudah pulang, pikirku dalam hati. Tadinya karena tidak seperti biasanya Papa tidak ada di rumah dan membaca ayat ayat suci Al Qur'an di ruang keluarga, aku menggunakan kesempatan untuk bermain play station. Ternyata papa sudah pulang, keluhku dalam hati Kulihat Papa yang menggunakan pakaian yang sangat rapi dengan dasi yang warnanya senada dengan pakaiannya itu, memasuki ruang keluarga dengan wajah yang sangat ceria yang digandeng mama dengan mesra. Segera kuhampiri Papa yang kemudian duduk di sofa itu sambil berkata,”sudah pulang pa, rapi sekali hari ini ya pa” tanyaku lagi
  • 34. 28 “Sini Salim duduk sini, Papa mau cerita” kata Papa. Aku pun segera duduk di sebelahnya. “Salim pasti masih ingat kan Papa pernah mengobrol tentang isi buku yang pernah papa baca, bahwa semua yang kita merasa memiliki di dunia ini sebenarnya adalah hanya pinjaman dari Allah semata, sehingga sebenarnya kita tidak memiliki apa apa?” tanya Papa begitu aku duduk di sebelahnya itu. “Ingat sekali pa, waktu itu Papa juga bercerita bahwa semuanya baik itu keluarga, pekerjaan dan jabatan, harta benda, usaha, kepintaran, kesuksesan dan lain lain yang ada pada kita ya hanya pinjaman Allah, sehingga sewaktu waktu dapat diberikan dan juga dapat diambil kembali oleh Allah ya kita harus ikhlas dan tidak boleh marah” jawabku yakin “100 untuk Salim. Nah ketika Allah mengambil sesuatu yang telah dipinjamkan kepada kita tersebut, Allah tentu punya maksud dan tujuan yang baik bagi kita, walaupun bagi kita tampaknya terasa menyakitkan saat itu. Misalnya bisa saja Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan memberikan keberkahan yang jauh lebih besar” jelas Papa lebih lanjut lagi. “Benar pa, seperti waktu sepeda Salim yang lama hilang waktu dipakai ke rental playstation dulu, eh diganti dengan hadiah kenaikan kelas dari kakek berupa sepeda yang jauh lebih bagus. Setelah itu dapat lagi hadiah ulang tahun berupa playstation dari Papa” jawabku sambil tersenyum lebar
  • 35. 29 “Benar makanya setiap Allah meminta kembali sesuatu yang dipinjamkan pada kita ya kita tidak boleh marah marah. Kita ya harus sabar. Sama saja dengan Salim kalau misalnya minjam buku ke teman, masak malah marah saat teman nya Salim meminta bukunya dikembalikan” kata Papa lagi yang segera kusambut dengan anggukan kepalaku sebagai tanda setuju “Demikian pula saat Allah memberikan pinjaman sesuatu yang sangat berharga dan sangat kita sukai dan kita banggakan, kita tidak boleh terlalu senang apalagi sampai sombong. Senang boleh, tapi sedikit saja dan tidak berlebihan. Justru kita harus banyak banyak bersyukur karena Allah mau meminjamkannya pada kita” jelas Papa lagi. “Benar pa, seperti Salim banyak banyak bersyukur pada Allah pada saat dapat sepeda baru yang bagus dan playstation” jawabku sok dewasa itu. “Nah ketika kita diminta kembali apa yang telah dipinjamkan Allah tadi dan Allah belum memberikan penggantinya itu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Papa tiba tiba. Sambil memegang dagu ku, aku segera berfikir keras kita kira apa jawabannya,” Hmmmmhh ... Kita harus berdoa pada Allah agar kita diberi pengganti yang jauh lebih baik. Juga beribadah pada Allah yang sebaik baiknya agar Allah ridho pada kita dan berkenan memberinya pada kita. Hhhhmmhhh ... mungkin gambarannya seperti Salim ada permintaan pada Papa dan mama, ya selain meminta secara
  • 36. 30 langsung, Salim juga akan berbuat baik dan yang di sukai Papa dan mama, agar Papa dan mama jadi lebih suka pada Salim. Jadinya permintaan Salim dikabulkan Papa mama deh” jawabku sambil tersenyum lebar itu “100 lagi untuk Salim. Waahh ... anak Papa sudah semakin paham dengan ilmu agama ya” puji Papa yang segera kusambut dengan tersipu malu sambil berkata,”Aahh biasa saja pa .... Eh iya lantas hubungannya dengan pertanyaan awal dari Salim tadi apa pa?” tanyaku lagi saat teringat bahwa pertanyaan awalku tadi belum dijawab oleh Papa. “Ha..ha..ha.. inget saja kamu Salim. Tentu sangat terkait dengan semua yang kita obrolkan tadi. Nah kamu masih ingat kan apa yang terjadi sekitar 7 bulan yang lalu?” Papa balik bertanya. “Ingatlah pa, saat Papa harus berhenti bekerja karena perbuatan jahatnya Direktur Administrasi nya papa, siapa itu namanya hmmmmhh ... Pak Tanto” jawabku sambil berfikir itu “Nah saat itu berarti Allah memang berkehendak mengambil kembali pinjaman Nya ke Papa berupa pekerjaan. Dan kita semua berusaha bersabar dan bertawakal atas keputusan Allah ini, sambil juga berdoa dan meningkatkan ibadah kita kepada Allah”kata Papa mulai menjelaskan. “Iya Papa jadi jauh lebih rajin sholat sunnah, puasa sunnah, membaca Al Qur'an dan belajar ilmu agama dari buku buku dan Youtube. Juga lebih banyak infaq dan sedekah” jawabku
  • 37. 31 membenarkan sambil menyebutkan hal hal yang aku lihat sudah dilakukan papa “Nah, Insyaallah semua yang sudah Papa dan kita semua jalankan itu akan semakin mendekatkan kita pada Allah dan akan mendapat ridho Nya” kata Papa lagi yang segera kujawab dengan anggukan kepala. “Ternyata Allah memang mempunyai maksud dan tujuan ketika mengambil kembali pinjaman pekerjaan dari Papa saat itu. Misalnya saja kan dulu kantor Papa jauh dari rumah ya, Papa harus berangkat setelah sholat subuh, pulang sampai rumah juga sudah malam saat Salim akan tidur. Allah ambil kembali pinjaman itu agar dapat memberikan pinjaman pekerjaan lain yang jauh lebih dekat. Misalnya di kota Bekasi ini juga, sehingga dapat berangkat ke kantor saat Salim berangkat sekolah, dan sampai rumah lagi sebelum Sholat maghrib atau paling tidak sebelum sholat isya” jelas Papa lagi “Iya pa, enak sekali seandainya bisa seperti itu ya” kataku berharap. Tiba tiba aku merasa ada yang aneh dengan penjelasan Papa sebelumnya,”Eh maksudnya papa sudah Allah berikan pinjaman pekerjaan baru di kota Bekasi ini?” tanyaku ingin tahu bangett. Kulihat Papa senyum senyum saja yang kemudian kuartikan bahwa dugaannku itu benar “Alhamdulillah .... jadi manajer keuangan lagi ya pa?” tanyaku dengan nada suara gembira itu. Sambil tersenyum, Papa menjawab pertanyaanku,”Alhamdulillah Salim, berkat
  • 38. 32 doa mama, Salim, dan Amel juga. Hanya bukan manajer keuangan lagi” jawab Papa lagi. “Oohhh, berarti manajer yang lain ya pa, seperti manajer pemasaran. Atau.... masih di keuangan juga tapi bukan manajer? Nggak apa apalah pa, yang penting Allah sudah memberikan pinjaman pekerjaan ke Papa lagi” kataku sok bijak. Papa tersenyum saja melihat tingkah ku tersebut “Alhamdulillah masih di keuangan juga Salim, tapi sebagai ....” Papa menghentikan perkataannya yang semakin membuatku tidak sabar itu. “Sebagai apa pa?” tanyaku cepat. “.... Sebagai .... Direktur Administrasi ..... Alhamdulillah” jawab Papa yang segera kusambut dengan ucapan gembira itu “Selamat ya pa .... Wah sekarang Salim jadi anaknya Direktur “ kataku sambil menjabat tangan Papa yang segera disambut oleh Papa dengan senyum lebarnya “Alhamdulillah Salim, memang perusahaannya belum sebesar perusahaan kantor Papa sebelumnya. Tapi lumayan besar lah. Produk produknya sebagian kamu mungkin juga sudah kenal” kata Papa sambil menyebutkan beberapa merek makanan ringan itu. Memang benar aku sudah mengenalnya dan bahkan beberapa dijual di minimarket dan warung di komplek perumahan kami tinggal “Ya begitulah Salim. Jika Allah meminta kembali pinjamannya kepada kita, pasti ada maksud dan tujuan, atau yang biasa kita sebut hikmah nya. Insyaallah akan digantikan yang lebih baik” kata Papa lagi. “Iya pa, Salim juga
  • 39. 33 jadi yakin akan hal itu. Terima kasih ya pa sudah di beri pengetahuan ilmu agama” kataku dengan tulus “Sama sama Salim. Tapi Papa juga merasa ilmu agama Papa masih sangat kurang. Tapi hikmah dari kejadian ini, Papa jadi punya waktu dan kesempatan untuk belajar ilmu agama lebih baik dari sebelumnya walaupun baru sekitar 7 bulan. Insyaallah walau mulai minggu depan Papa sudah mulai bekerja lagi, Allah masih beri kesempatan pada Papa untuk belajar ilmu agama lebih banyak lagi” kata Papa dengan nada serius itu. “Aamiin Ya Robaallamin” balasku segera. “Amel juga pingin ucapin celamat ke Papa” tiba tiba Amel datang menghampiri papa diikuti oleh mama. Kami pun tertawa bersama melihat tingkah Amel tersebut **** Ahad malam itu, setelah makan malam bersama Papa, mama, dan Amel, aku memutuskan untuk bermain game online di kamarku. Baru saja aku memulai 1 game online strategi kegemaranku, kudengar suara ketukan pelan di pintu kamarku yang tidak kututup itu. Refleks segera kulihat ke arah pintu, dan kulihat Papa berdiri disana sambil berkata,”Bisa ikut nebeng ngadem di AC kamarnya Salim nggak” katanya dengan tersenyum lebar “Boleh dong pa, mau sambil baca buku ya pa?” tanyaku juga sambil tersenyum. Tapi kulihat ada sesuatu
  • 40. 34 yang aneh, tangannya tidak memegang satu bukupun. Papa hanya tersenyum dan kemudian duduk di sebelahku di atas tempat tidur. “Nggak ada PR buat besok ya Salim?” tanya Papa kemudian. “Ya nggak ada dong pa, kan minggu lalu baru ujian semester ganjil. Jadi minggu depan di sekolah hanya ada lomba lomba untuk menunggu penerimaan raport di minggu depan” jawabku cepat “Oh iya, Papa lupa” katanya sambil menepuk keningnya. Aku hanya tertawa melihatnya. “Iya, Salim sudah mau masuk semester genap di kelas 6 ya. Waahh sudah mau Ujian Nasional dan nyari SMP ya?” balas Papa. Mendadak ada sedikit mulas pada perutku “Papa ingetin tentang Ujian Nasional sih, Salim jadi sakit perut nih” protesku yang disambut Papa dengan tawa lebar sambil berkata,” ha..ha..ha mengapa sakit perut, selama ini kan Salim selalu juara kelas”. “Tapi kan Ujian Nasional itu beda pa. Nilainya sangat menentukan lulus tidaknya. Jadi nasib sekolah selama 6 tahun ditentukan hanya oleh Ujian Nasional yang hanya beberapa hari itu” kataku melanjutkan protesku. “Sama lah dengan ujian lainnya. Salim hanya perlu menyiapkan lebih baik saja. Kurangi main playstation dan game online ya di semester genap nanti” balas Papa sambil tersenyum. Akupun merasa tersindir dengan ucapan Papa tersebut. “Iya pa, Salim janji akan belajar lebih giat lagi” kataku sambil tersenyum malu
  • 41. 35 tersebut, yang disambut dengan anjungan jempol kedua tangan Papa “Eh iya, jadinya Salim milih SMP yang mana?” tanya Papa lagi. “Ya yang seperti pernah Salim bilang pa, di SMP Negeri favorit yang paling baik di kota Bekasi ini. Kan kata Papa juga membuat sangat bangga nantinya. Apalagi kan dekat rumah pa, cukup naik angkulan kota hanya 1 kali saja. Tapi ya itu pa, syarat nilai Ujian Nasional nya tinggi. Tingkat persaingannya tinggi. Tapi Insyaallah Salim cukup yakin lah bisa mendapatkannya” jawabku mencoba meyakinkan Papa. “Aamiin Ya Robaallamin” balas Papa segera “Hmmmh tapi Salim nggak menyesal nanti pelajaran agamanya lebih sedikit dari SDIT?” tanya Papa lagi. “Ya memang sih pa kalau SMP Negeri pelajaran agama paling hanya sekali satu minggu. Tapi kan waktu di SDIT sudah dapat banyak pelajaran agama, jadi sudah cukup lah pelajaran agamanya” balasku meyakinkan Papa. “Yakin kamu Salim?” tanya Papa lagi sambil tersenyum itu. Akupun segera menggaruk garuk kepalaku yang tidak gatal itu sambil berkata,”ya nggak begitu yakin sih pa. Tapi paling nggak cukup untuk ukuran anak anak lah” jawabku berusaha menghindari menjawab pertanyaan Papa itu “Ha..ha..ha walaupun misalnya memang sudah dirasa cukup untuk anak anak seusia Salim, memangnya tidak akan tumbuh berkembang lebih besar lagi?” tanya Papa sambil tertawa lebar itu. “Yaa pasti tumbuh besar lah pa, tapi
  • 42. 36 berarti ilmu agama yang dibutuhkan juga perlu bertambah ya pa?” kataku sambil menggaruk garuk kepala ku lagi. Papa kembali tertawa melihat ekspresi bingung di wajahku itu “Sini sini Salim mendekat ke Papa” panggil Papa yang segera kuikuti dengan menutup laptopku dan segera duduk disebelah Papa. Setelah dekat, Papa segera memgang bahu kuku dan kemudian melepaskannya sambil berkata dengan menatap tajam wajahku. “Yang Salim pikirkan itu sama dengan yang Papa pikirkan waktu kecil. Dulu Papa berfikir ilmu agama Papa sudah cukup untuk kehidupan Papa. Papa sudah tahu dan menjalankan Sholat fardhu, sudah puasa Ramadhan, sudah memberikan zakat, infaq, dan sadakoh, juga sudah selalu berusaha membantu dan berbuat baik pada orang lain. Papa pikir itu sudah cukup dan Papa jalankan bertahun tahun. Sampai kemudian Allah mengingatkan Papa bahwa apa yang Papa ketahui dan amalkan masih seujung kuku dan masih banyak ilmu agama seluas samudera yang sebenarnya Papa belum ketahui” kata Papa sambil pandangannya menerawang ke depan dan terdiam sejenak. Aku pun menunggu penjelasan Papa selanjutnya juga sambil terdiam Setelah menghela nafas panjang, Papa pun melanjutkan perkataannya,”Cara Allah mengingatkan Papa melalui jalan yang mungkin awalnya terasa menyulitkan seperti Papa harus berhenti dari kantor yang dulu. Salim ingat kan sejak kejadian itu, papa jadi seperti diingatkan
  • 43. 37 Allah untuk belajar agama lebih banyak melalui buku, tayangan tausiah melalui Youtube, atau mengikuti pengajian di masjid?” tanya Papa lagi. “Iya pa, Salim masih ingat betul” jawabku cepat “Nah, saat Papa mulai belajar kembali mengenai ilmu agama yang terakhir Papa pelajari secara cukup serius saat Papa dulu di SMA Negeri melalui kegiatan ekstrakukuler kerohanian Islam itu, di sini Papa baru sadar bahwa ilmu agama yang Papa punya selama ini masih sangat sedikit dari yang seharusnya Papa punyai sebagai seorang muslim yang berusaha menjadi mukminun atau orang yang beriman itu” kata Papa sambil sekali lagi menghembuskan nafas panjang Tak lama Papa melanjutkan perkataannya,”Papa jadi seperti merasa sudah mensia-siakan umur Papa yang sampai saat ini sudah Allah berikan selama 42 tahun ini dengan tidak belajar agama dengan baik, bahkan tingkat yang Standar saja tidak mencapai. Berapa banyak kesempatan Papa untuk beribadah dan juga beramal soleh Papa lepaskan selama ini karena papa belum punya ilmu nya, dan berapa banyak pula dosa yang bisa Papa hindari selama itu pula jika seandainya Papa sudah tahu ilmunya. Bayangkan Salim, sudah 42 tahun seperti ini. Coba seandainya Papa tahu semua ilmu agama ini dari sejak Papa muda, katakanlah selepas SMA Papa sudah mendapatkannya semua, tentu situasinya akan lebih baik” sesal Papa dan kembali pandangannya menerawang kedepan seperti pikirannya
  • 44. 38 sedang mengembara ke masa masa yang sudah berlalu. Aku tidak tahu harus bertindak apa dalam situasi ini dan hanya bisa menepuk nepuk punggung tangan Papa dengan telapak tanganku. Papa pun tersenyum melihat tindakanku itu “Maafkan Papa ya Salim, Papa agak sentimentil waktu bercerita tadi” kata Papa kemudian sambil mengusap usap kepalaku. Aku pun menganggukan kepalaku. “Begitulah Salim, Papa jadi tidak ingin kamu dan Amel juga mengalami penyesalan yang Papa rasakan saat ini. Memang Insyaallah Papa sedikit demi sedikit bisa mengejar ketertinggalan Papa soal ilmu agama di usia Papa sekarang ini, tapi akan jauh lebih baik jika anak anak Papa bisa mendapatkannya sejak usia muda. Insyaallah amal ibadah dan pahala kalian akan jauhhhhh lebih banyak daripada jika memulainya seperti di usia seperti papa saat ini” terang Papa sambil tersenyum “Hmmhh ... berarti selain belajar di sekolah, Salim juga perlu ikut pelajaran atau kursus kursus tentang agama diluar sekolah ya pa?” tanyaku balik. Papa tersenyum kembali sebelum kembali berkata untuk menjawab pertanyaanku. “Ya kalau memang bisa dilakukan seperti itu ya bagus. Hanya sepertinya, untuk kursus kursus agama sepertinya saat ini masih sangat jarang ya apalagi untuk tingkat anak anak. Kalaupun ada mungkin tempatnya jauh dari sini, sehingga akan cukup merepotkan jika harus dilakukan tiap hari kan?” tanya Papa yang segera kujawab,”Iya sih pa, repot. Kasihan mama juga kalau harus
  • 45. 39 mengantar setiap hari. Jadi bagaimana ya pa, agar Salim sudah dapat belajar agama sejak usia muda. Apa Salim tidak usah menjadi kebanggaan Papa dengan bersekolah di SMP Negeri paling favorit di kota ini, dan melanjutkan ke SMP Islam Terpadu atau SMP IT saja” tanyaku. Aku agak sedikit kecewa dengan perkataanku ini secara memasuki SMP Negeri favoritku ini adalah juga impian dan akan menjadi kebanggaan ku “Jika memang SMP Negeri favorit dan tempat kursus atau kegiatan pengajian rutin tiap hari untuk anak anak ini ada dan berada di jarak yang cukup dekat, ya pilihan ini mungkin yang bisa diambil. Tapi jika pilihan ini tidak tersedia, ya mungkin melanjutkan ke SMP IT bisa menjadi pilihan. Lagipula kebanggaan bersekolah di SMP Negeri paling hanya perasaan bangga di dunia saja. Atau bahkan hanya saat bersekolah di sana saja, seperti saat dulu Papa bersekolah di sekolah favorit. Sedangkan ilmu agama yang diamalkan, pahala dan terhindarnya dari dosa akan terus dirasakan saat nanti di akhirat” jelas Papa lagi. “Iya bener juga pa” jawabku mengakui walau masih menyimpan rasa kecewa jika tidak meneruskan ke SMP Negeri paling favorit di kotaku itu. “Hanya di SMP IT juga masih banyak kendala sih jika memang benar benar ingin belajar dan memahami ilmu agama sejak usia muda” kata Papa yang kembali membuatku
  • 46. 40 bingung sehingga akhirnya berkata,”maksudnya bagaimana pa?” tanyaku yang disambut dengan senyuman Papa itu. “Yang jelas materi ilmu agamanya juga terbatas karena waktu yang tersedia juga terbatas kan. Seperti sekarang Salim di SDIT kan sekolah sehari penuh alias full day school itu kan pulang jam 4 sore. SMP IT juga pulang jam 4 sore, sementara SMP Negeri biasa pulang jam 2 siang ya, berarti hanya beda 2 jam setiap hari atau 10 jam dalam seminggu” kata Papa berusaha menjelaskannya secara perlahan agar aku dapat memahami maksudnya. Aku menganggukan kepalaku tanda mengerti. “Nah, ilmu agama yang sebenarnya wajib untuk dipelajari oleh setiap muslim itu kan cukup banyak ya. Seperti sekarang di SDIT sekarang di kelas 6, coba Salim sebutkan apa saja ilmu agama yang dipelajari,” tanya Papa padaku. Setelah berfikir sejenak, akupun menjawab,”Hmmmhh cukup banyak juga sih pa, ada mata pelajaran sejarah Islam, membaca Al Qur’an, Tadabur atau memahami Al Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, serta Pengetahuan Agama Islam termasuk ibadah dan akhlak pa” jawabku kemudian “Berarti sudah 6 mata pelajaran ya, bisa saja di SDIT lain ada tambahan 1 atau 2 mata pelajaran lainnya. Jika tadi hanya ada tambahan 10 jam seminggu di SDIT dibanding SD Negeri, berarti setiap mata pelajaran agama tadi hanya di pelajari selama 1,5 – 2 jam seminggu. Sangat sedikit kan,
  • 47. 41 padahal di SMP IT mata pelajaran agamanya harusnya lebih banyak dari SDIT, berarti waktu yang tersedia setiap mata pelajarannya juga lebih sedikit kan?” tanya papa lagi. Aku pun segera menganggukan kepalaku membenarkan pendapat papa. “Nah waktu 2 jam seminggu untuk mempelajari setiap mata pelajaran itu menurut papa masih sangat sedikit sekali. Ini berdasarkan pengalaman Papa saat tidak bekerja selama 7 bulan lebih itu dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk mempelajari agama. Saat Papa Alhamdulillah sudah bekerja lagi, ilmu agama yang sudah Papa pelajari selama 7 bulan itu rasanya masih sedikit sekali dan masih banyak hal yang harus dipelajari. Bagaimana yang hanya 10 jam seminggu he..he” kata Papa sambil tertawa kecil itu. “Dan juga Salim, ilmu agama itu bukan hanya sekedar untuk diketahui saja, tapi yang paling penting harus di amalkan bukan?” tanya Papa yang membuatku agak kelabakan untuk menjawabnya itu. “Hmmmmhhh .... seharusnya memang begitu sih pa. Setahu Salim, Allah tidak ridho jika seseorang mempunyai ilmu agama tapi dia tidak mau menjalankannya” kataku setelah sebelumnya berfikir sejenak “Benar Salim. Nah kalau di SMP IT misalnya diajarkan tentang Sholat tahajud. Bagaimana memastikan para siswa siswi nya menjalankan sholat tahajud di rumah?” tanya Papa
  • 48. 42 lagi. “Yaaa susah pa, memangnya ada sekolah yang 24 jam he..he” jawabku sambil tertawa itu “Ada Salim” jawab Papa cepat yang membuatku tercengang tersebut. “Memang ada pa? Ngeri sekali kalau ada sekolah yang seperti itu” kataku agak bergidik membayangkannya. “Ada Salim, namanya PESANTREN” jawab Papa. “Yaaa, itu kan sekolah yang memang hanya belajar agama saja. Sekolah untuk calon ustadz. Salim pikir tadi sekolah yang mempelajari ilmu ilmu umum juga” kataku menanggapi pernyataan Papa tadi. “Eehh kamu salah Salim” balas Papa cepat. “Lhoo maksud Papa?” tanyaku heran. “Yang Salim bilang tadi, itu untuk pesantren tradisional, atau sering juga disebut sebagai pesantren salafi atau pesantren salafiyah yang memang sudah ada sejak beberapa ratus tahun lalu di sini. Di pondok pesantren ini memang yang dipelajari sehari hari memang hanya ilmu agama saja. Karenanya memang ilmu agama yang dipelajarinya sangat mendalam sehingga nggak salah juga kalau Salim tadi bilang ini adalah sekolah untuk calon ustadz dan udtadzah. Disini kamu benar” jelas Papa. “Lho terus salahnya Salim di mana pa?” tanyaku heran yang segera disambut tawa Papa “Ha..ha..ha salahnya kamu adalah, sekitar 40 tahunan lebih ini sudah ada jenis pondok pesantren lainnya, namanya pondok pesantren modern. Apa bedanya pesantren modern dengan pesantren tradisional? Ya di bidang ilmu ilmu
  • 49. 43 yang tadi kamu katakan. Di pondok pesantren modern, selain belajar ilmu agama secara mendalam, juga belajar ilmu ilmu umum seperti di sekolah lainnya. Jadi SMP di pesantren modern ya pelajarannya sama dengan di SMP Negeri yang favorit yang memakan waktu belajar 7 jam dalam sehari itu. Nah yang 17 jam lagi dipergunakan untuk belajar agama, ya tentunya dikurangi waktu tidur dan waktu waktu lainnya untuk keperluan pribadi seperti makan dan lain lain. Nah berarti waktu belajar agama nya jauh lebih banyak daripada SMP IT yang hanya 2 jam sehari kan?” tanya Papa lagi. “Benar pa” jawabku cepat “Karena waktu belajar agama yang banyak, jadi pesantren dapat menjamin bahwa ilmu agama yang sudah dipelajari, dapat diamalkan semuanya. Misalnya Sholat tahajud tadi. Ketika di kelas di ajarkan tentang sholat tahajud dan juga tata cara nya, ketika jam 3 pagi semua santri dan santriwati -sebutan untuk siswa dan siswi di pesantren- akan dibangunkan ustadz dan udtadzah nya untuk menunaikannya” jelas Papa lagi. “Jam 3 pagi pa?” tanyaku sambil bergidik membayangkan aku harus bangun jam segitu “Ya jam 3 pagi. Ibadah seperti Sholat tahajud walau terlihat berat tapi jika sudah terbiasa akan terasa ringan. Karena ini ibadah yang memerlukan pembiasaan. Dan sekolah seperti pesantren inilah yang dapat melakukannya. Papa saja terus terang ya Salim, walau Allah sebelumnya
  • 50. 44 sudah memberi Papa waktu 7 bulan di rumah tidak bekerja, sampai sekarang masih susah untuk bangun jam 3 untuk sholat tahajud. Apalagi sekarang Alhamdulillah sudah bekerja lagi, tambah sulit. Karena apa? Karena tidak terbiasa dari kecil” jelas Papa panjang lebar “Iya sih pa. Tapi bukannya Salim dengar di pesantren itu seperti di penjara ya pa? Apa apa serba di atur, kalau melanggar langsung di hukum. Kemudian nggak bebas keluar masuk, harus selalu di pesantren. Keluar halaman pesantren hanya untuk keperluan tertentu itupun juga susah dan ketat aturannya?” tanyaku lagi menceritakan hal yang sering kudengar dari teman temanku itu. Papa tersenyum saja mendengar argumenku tersebut “ Salim tidak merasa seperti di penjara dan banyak hukuman kalau lagi berbuat salah? Coba diingat ingat dulu, kalau di rumah, Papa dan mama juga menetapkan aturan untuk Salim nggak? Dan ada hukumannya kalau berbuat salah nggak?” tanya Papa mengejar pernyataanku barusan. Aku terkaget Papa menanyakan hal tersebut. Setelah berfikir sebentar, aku pun berusaha untuk memberikan jawaban terbaik. “Hmmmmhhh ... Ada sih pa. Misalnya sehabis sholat Isya dan makan malam harus belajar dan baru setelah itu boleh main playstation lagi. Kalau Salim melanggar ya pasti mama akan mengomel sampai Salim kemudian belajar. Dan kalau Salim melanggar beberapa kali ya Papa akan
  • 51. 45 mengambil konsol playstation nya untuk di tahan 1 minggu. Ada miripnya sih dengan aturan di pesantren. Tapi kan kalau di rumah bebas keluar masuk rumah tidak seperti di pesantren yang tidak bisa keluar masuk semaunya sendiri” kataku mencoba membela argumentasiku tadi. “Salim sudah setengah mengakui ya kalau kehidupan di pesantren seperti menegakkan disiplin tidak berbeda jauh dengan di rumah. Nah sekarang soal rasa seperti di penjara karena tidak bebas keluar masuk. Coba Salim ingat ingat berapa sering Salim keluar rumah dalam 1 minggu, diluar pergi ke sekolah ya” tanya Papa lagi mengejar argumenku tersebut. “Hhhmmmhh ... Kalau hari sekolah sih, selain ke sekolah Salim nggak pernah keluar rumah. Karena pulang sekolah Salim langsung main playstation atau game online sampai waktu belajar. Hari Sabtu pagi, Salim capek sekolah jadi di rumah saja sambil main playstation, sore nya baru biasanya pergi ke mall sama Papa, mama, dan Amel sampai malam. Ahad pagi juga masih cape jadi main playstation atau game online. Sorenya paling main dengan teman teman disekitar sini” jawabku panjang lebar “Berarti dalam 1 minggu selain ke sekolah, Salim hanya keluar rumah 2 kali, ke mall pada Sabtu sore dan main dengan teman teman pada Ahad sore nya. Sisanya Salim dipenjara juga, oleh play station” kata Papa lagi sambil tersenyum. Tiba tiba aku merasa malu dengan diriku sendiri.
  • 52. 46 “Iya sih pa, Salim mengakui. Tapi kan dipenjara playstation kan enak pa” kataku mencoba berargumentasi lagi dengan sisa sisa alasan yang terakhir “Nah bagi para santri dan santriwati, di penjara pesantren jauh lebih menyenangkan daripada hanya sekedar bermain playstation, karena mendapatkan banyak ilmu agama dan dapat mengamalkannya dengan sebaik baiknya karena dibimbing oleh para ustadz dan udtadzah. Ini yang Insyaallah akan menjadikan mereka dekat dengan ridho dan rahmat Allah” balas Papa yang kali ini sudah tidak dapat kubalas lagi dengan argumentasiku yang telah benar benar telah habis itu. Aku hanya dapat membalas penjelasan papa tadi dengan berkata,”iya, Papa benar”. Tiba tiba aku terfikirkan hal yang sebelumnya belum terfikirkan “Dari tadi obrolan Salim dengan Papa, sepertinya Papa menginginkan Salim melanjutkan sekolah ke pesantren ya?” tanyaku ke Papa dengan nada hati hati. Papa pun segera tertawa lebar sambil kembali mengusap usap rambutku. “Ha..ha..ha Papa hanya memberikan gambaran mengenai 3 pilihan Salim melanjutkan pendidikan setelah lulus dari SD. Mengenai pertimbangan ilmu agama, karena itulah yang paling Papa rasakan selama 7 bulan yang Papa tidak bekerja pada waktu lalu itu. Papa baru menyadari bahwa ilmu agama itu harus sudah dipelajari serius sejak usia muda. Untuk papa mungkin sudah terlambat, walau Insyaallah secara perlahan masih bisa Papa kejar walau mungkin tidak bisa
  • 53. 47 maksimal. Nah untuk Salim dan Amel kesempatannya Insyaallah masih terbuka sangat lebar. Sehingga Papa melihatnya sayang kalau kalian lewatkan” kata Papa dengan wajah serius saat mengucapkan kalimat terakhir dari penjelasannya itu. “Tapi Papa tidak bermaksud meminta apalagi memaksa Salim untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren ya. Semua pilihan ada di tangan Salim karena Salim kan sekarang sudah akan masuk ke masa akil baligh yang berarti sudah dewasa. Jadi semua tindakan dan langkah yang diambil Salim, nantinya Salim sendirilah yang harus mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah di hari akhirat nanti. Papa hanya mencoba memberikan pertimbangan yang terbaik berdasarkan pengalaman dan hal yang dirasakan Papa. Hanya kalau Salim menanyakan harapan papa, ya Papa akan sangat senang sekali kalau Salim memutuskan melanjutkan ke pesantren. Bukan untuk papa dan mama, akan tetapi untuk kebaikan Salim sendiri di masa mendatang. Insyaallah” jelas Papa panjang lebar “Berarti Papa sudah tidak meminta Salim untuk melanjutkan’ sekolah ke SMP Negeri paling favorit di kota Bekasi lagi ya pa?” kataku memberanikan diri untuk bertanya. “Insyaallah permintaan itu sudah Papa cabut. Selanjutnya Papa serahkan semuanya pada keputusan Salim. Insyaallah akan diberikan petunjuk yang terbaik oleh Allah”.
  • 54. 48 “Aamiin Ya Robaallamin. Salim berfikir dulu ya pa” jawabku lirih “Iya salim pikirkan saja dulu baik baik. Pondok pesantren biasanya juga baru mulai membuka pendaftaran mulai bulan Februari. Jadi masih ada waktu sekitar 2 bulan lagi. Nanti kalau ada hal hal yang perlu didiskusikan dengan Papa dan mama, Salim tinggal bilang saja ya” kata Papa lembut sambil kembali mengusap usap rambutku. “Baik Pa, terima kasih ya sarannya” kataku sambil mencium tangan Papa. “Ya sudah ini malam sudah cukup larut. Papa tidur dulu ya karena besok kerja. Salim besok juga masuk sekolah jam biasanya kan walaupun tidak ada pelajaran. Langsung tidur juga ya” kata Papa sambil bangkit dari tempat tidurku dan berjalan menuju pintu kamarku **** “Salim, ayo cepat bersiap siapnya. Nanti kesiangan” kata mama agak berteriak dari ruang tamu. “Iya ma sebentar lagi Salim siap” kataku sambil mengenakan baju pergi di kamarku. Tak lama aku pun sudah di ruang tamu dimana Papa, mama, dan Amel sudah menunggu itu. “Makanya Salim kalau sudah tahu akan pergi kamu segera bersiap, jangan hanya playstation saja yang kamu pikirkan” omel mama saat aku menjumpainya. “Iya ma” jawabku dengan nada suara menyesal. “Ya sudah, ayo kita berangkat. Perjalanan kita hari ini kan cukup jauh ke wilayah Bogor dan Depok. Agar kita
  • 55. 49 tidak kesorean semua tempat yang akan kita kunjungi dapat kita kunjungi” kata Papa menengahi kami. Kami pun segera menuju mobil yang terparkir di car port. Saat kami semua sudah berada di dalamnya, sebelum mengendarainya Papa sekali lagi melihat daftar tempat yang akan kami kunjungi dan kemudian mengatur GPS yang menyatu dengan dashboard mobil untuk menuju tempat tujuan pertama kami. Ya hari ini kami memang akan menuju ke 9 tujuan di daerah Bogor dan Depok yang berada beberapa puluh kilometer dari rumah kami itu. Banyak sekali tempat jalan jalannya? He..he.. sebenarnya kami bukan mau sekedar jalan jalan sih, kami akan melakukan survey ke tempat tempat tersebut. Bukan jalan jalan, malah survey? Survey apa di hari Sabtu, mengajak anak balita seperti Amel pula? Tenangg .. Kami hanya akan survey ke beberapa pondok pesantren kok. Haahh ... ke pesantren? Memangnya siapa yang mau masuk ke sana?? Ha..ha..ha sabarrr teman teman, aku ceritakan perlahan yaa .... Setelah pembicaraan pertama tentang pesantren dengan Papa sekitar 2 bulan lalu itu, aku terlibat dalam beberapa pembicaraan dan diskusi lagi mengenai hal tersebut dengan papa dan mama. Semakin kami berdiskusi, semakin aku memahami bahwa keinginan papa, yang kemudian juga diikuti oleh mama itu, sebenarnya adalah semata mata untuk kepentinganku sendiri. Agar aku dapat menjadi paham tentang ilmu agama dengan baik sejak usia muda dengan
  • 56. 50 juga tidak mengabaikan minatku pada ilmu ilmu dunia terutama dengan teknologi tersebut. Sehingga saat aku dewasa, walaupun nantinya aku menjadi ahli teknik yang terkemuka sekalipun, aku selalu berada dalam jalan yang diatur oleh Allah sehingga kesuksesanku ltu selalu dalam keridho an dan keberkahan Nya. Dan itu Insyaallah akan lebih mungkin aku raih jika aku bersekolah di pondok pesantren Kalau mau jujur, menurut papa dan mama, mereka sebenarnya lebih senang jika dapat selalu bertemu denganku setiap harinya, suatu hal yang tidak bisa dilakukan jika aku bersekolah di pondok pesantren dimana aku harus tinggal di asrama pesantren dan hanya dapat bertemu Papa dan mama dalam waktu satu bulan sekali saat waktu kunjungan wali santri itu. Apalagi mama, walaupun hari hari nya selalu diisi dengan omelan dan terkadang jeweran ringan di telingaku, tapi akan terasa sangat berat jika hanya dapat bertemu denganku satu bulan sekali saja itu Tapi menurut papa dan mama, demi kepentingan ku lah mereka ikhlas melakukan hal ini. Mendengar hal ini, tumbuh rasa haru dalam hatiku, yang lambat laun menumbuhkan minat dan ketertarikanku untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren. Aku mulai mencari informasi dari berbagai pihak diluar papa dan mama, seperti pada ustadz dan guru di sekolahku juga bertanya pada teman teman yang kakaknya
  • 57. 51 tinggal di pondok pesantren. Termasuk juga bertanya pada Om Google dengan berselancar di dunia maya dengan mengunjungi berbagai situs internet milik pondok pesantren. Semakin banyak informasi yang aku dapatkan, semakin aku memahami alasan papa dan mama menginginkan aku meneruskan pendidikan ke pesantren. Dan pada akhirnya setelah aku beberapa kali melakukan Sholat Istikharoh untuk meminta petunjuk Allah mengenai hal ini, akupun membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikan ku ke SMP di pondok pesantren. Dan aku dapat merasakan kebahagiaan yang terpancar pada wajah papa dan mama saat aku menyampaikan hal tersebut pada mereka. Mama pun segera memelukku dengan penuh rasa bahagia, sementara Papa seperti biasa membelai rambutku sebagai ekspresi rasa sayangnya padaku tersebut. Dan disinilah kami sekarang melakukan survey beberapa pondok pesantren yang informasinya kami peroleh dari beberapa sumber informasi tersebut. Minggu lalu kami sudah melakukan survey 7 pondok pesantren di wilayah ku di Bekasi, dan aku tertarik untuk mengikuti test masuk di 2 pondok pesantren. Pertimbangannya selain dari mata pelajaran agama yang diajarkan, juga pada peringkat pendidikan ilmu dunia nya juga. Aku memilih yang mempunyai akreditasi A menurut kementrian pendidikan itu. Sebab sampai saat ini aku masih bercita cita untuk menjadi ahli teknologi pada masa depan, dengan tetap memiliki dan
  • 58. 52 mengamalkan ilmu agama. Jadi pendidikan ilmu dunia nya juga harus bagus, jadi aku bisa lolos test masuk ujian masuk perguruan tinggi Negeri di bidang teknologi tersebut. Selain kurikulum, aku juga menyukai pondok pesantren dengan halaman yang luas, sehingga walaupun aku tidak dapat keluar dari area pondok pesantren dalam waktu cukup lama, tapi aku tidak merasa terpenjara dan bosan, sebab aku bisa beraktivitas dengan berbagai kegiatan luar ruang di halaman yang luas tersebut. Oleh sebab itu, ekstrakukuler yang disediakan juga menjadi pertimbanganku. Kalau fasilitas sih tidak begitu penting. Tidak perlu gedungnya harus mewah atau penuh fasilitas kenyamanan seperti Air Conditioner. Dan dari survey di 9 pondok pesantren hari ini yang kami survey di wilayah Bogor dan Depok sampai menjelang malam hari ini, aku tertarik pada 5 pondok pesantren. Sehingga total ada 7 pondok pesantren yang semuanya sudah Papa bayar biaya test seleksi masuknya. Hanya memang waktu seleksi masuknya beda beda ada di bulan Februari ini juga ada yang di bulan Maret depan. Dari 7 pondok pesantren itupun aku sudah membuat peringkat dari mulai yang paling aku sukai. Tapi dimana pun aku diterima, Insyaallah aku akan tetap suka lah, pikirku dalam hati. Toh semuanya sudah memenuhi berbagai kriteria yang tadi aku sebutkan
  • 59. 53 Begitulah, di bulan Februari ini aku melakukan test seleksi masuk di 4 pondok pesantren, 2 di Bogor, sedang 2 lainnya di Depok dan Bekasi. Pengumuman hasil nya di bulan Maret saat aku melakukan test seleksi masuk di 3 pondok pesantren lainnya Dari 7 pondok pesantren tersebut, Alhamdulillah aku diterima di 5 pondok pesantren dan 2 pondok pesantren aku tidak diterima. Sepertinya aku tidak lolos saat test membaca Al Qur’an, sebab sepertinya 2 pesantren itu menggunakan nama Pondok Pesantren Al Qur’an, sehingga persyaratan kemampuan Al Qur’an bagi calon santri dan santriwati nya relatif lebih berat. Padahal karena waktu pelajaran membaca Al Qur’an di sekolah kurang serius memperhatikan ustadz saat mengajarnya kemampuan membaca Al Qur’an ku ya biasa biasa saja. Cukup lancar tapi masih banyak yang harus di tahsin, yang berarti banyak yang harus aku perbaiki dari pengucapan huruf huruf hijiyah pada saat membaca Al Qur’an tersebut. Hafalan Al Qur’an ku pun masih sangat terbatas. Padahal kemampuan mengingat pada diriku dianggap sangat baik oleh banyak orang, termasuk oleh papa. Akan tetapi kenapa hafalan Al Qur’an ku sangat terbatas ya he..he.. Alhamdulillah, dari 5 pesantren yang aku diterima tadi, termasuk pondok pesantren yang masuk peringkat pertama yang paling aku sukai saat survey lalu. Sehingga
  • 60. 54 tanpa berfikir dua kali, aku segera memutuskan untuk memilih pondok pesantren tersebut. Saat aku sampaikan pada apa dan mama, mereka langsung setuju dengan pilihanku tersebut. Sepertinya pondok pesantren pilihanku tersebut juga menjadi pilihan favorit mereka Pondok Pesantren yang terletak di kabupaten Bogor itu memang paling memenuhi kriteria yang sudah kutetapkan sebelumnya. Dari website yang aku baca, ilmu agama yang diberikan beragam dan juga sepertinya juga diberikan dengan proses mengajar yang baik. Secara ilmu sains alias ilmu dunia itu juga sangat baik. Akreditasi dimiliki dari kementrian pendidikan itu adalah akreditasi A dengan nilai yang sangat tinggi : 97. Boleh dibilang secara akademis setara lah dengan SMP Negeri paling favorit di kota-ku atau bahkan bisa jadi malah lebih tinggi Secara luas area pondok pesantren menurutku juga sangat ideal. Luas keseluruhan pondok pesantren yang 4,5 hektar dengan jumlah santri dan santriwati yang tidak terlalu banyak, menyebabkan masih banyak ruang terbuka baik berupa lapangan atau lahan dengan pohon pohon besar yang membuat ruang terbuka yang ada sangat asri dengan pemandangan pohon pohon yang menghijau. Itulah sepertinya yang memungkinkan diadakannya berbagai kegiatan ekstrakukuler luar ruang seperti olah raga. Aku pun juga mempunyai kesempatan untuk bermain di luar asrama di halaman yang luas tersebut, sehingga aku
  • 61. 55 tidak akan merasa ‘terpenjara’ di pondok pesantren ini. Bangunan di sini memang bukan bangunan mewah, tapi tetap terlihat kokoh dan sangat terawat. Tata letak bangunan yang ada menurutku juga sangat rapi dengan arsitektur yang cukup baik sehingga membuat nyaman di mata jika memandangnya Pokoknya dua jempol lah dari ku untuk pondok pesantren ini. Insyaallah aku sudah sangat cocok dan akan betah di sini. Dan keinginanku dulu untuk mencari kebanggaan dengan bersekolah di SMP Negeri favorit itu seketika sirna saat aku mendapatkan informasi diterima di pondok pesantren ini. Rasanya sudah tidak sabar untuk bersekolah di pondok pesantren ini Akan tetapi tetap saja sebelumnya aku harus melalui Ujian Nasional dulu untuk dapat mencapai status lulus dari jenjang pendidikan SD. Heuuu .... heuuuu ...
  • 62. 56 Bab 3 - Sahabat “Baik baik di sini ya Salim. Jangan nakal dan ikuti semua arahan dari kakak kakak pembimbing dan ustadz asrama. Belajar yang rajin dan patuh dengan para guru dan para ustadz. Berteman baik dengan teman teman dan jangan berkelahi ya” kata mama sendu untuk kemudian memelukku kembali. Aku sempat melihat mata mama mulai berkaca kaca saat mengatakan hal tersebut. Walau dari awal tiba disini aku berusaha untuk menegarkan diri, tetap saja emosi diriku juga terbawa larut dalam situasi ini. Kurasakan mataku mulai terasa berkaca kaca tapi segera kutahan. Tak lama mama melepaskan pelukannya padaku dengan tetap memandang wajahku. Kulihat air mata mulai menetes dari mata beningnya yang tadi hanya berkaca kaca itu. “Iya ma, Salim akan selalu ingat pesan pesan mama tadi. Insyaallah akan Salim jalankan semua” kataku sambil terus menahan agar mataku tidak semakin berkaca kaca itu “Salim harus selalu ingat peristiwa hari ini ya. Ini adalah hari yang menjadi awal dari perjalanan Salim untuk
  • 63. 57 menjadi insan manusia yang akan menjadi khalifah di dunia dengan selalu mengikuti jalan yang ditetapkan oleh Allah. Inilah saatnya salim memulai untuk belajar bagaimana menjadi bagian dari insan manusia yang diberi tugas Allah untuk mengelola dunia tanpa melupakan kodratnya sebagai hamba yang selalu patuh terhadap semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan larangan Nya” pesan Papa panjang lebar. Sebenarnya aku belum bisa memahami maksud pesan Papa ini sepenuhnya. Tapi aku pun menjawab,”Iya pa, Salim akan selalu mengingat hari ini, dan juga mengingat pesan papa tadi” jawabku sendu. Papa pun segera memelukku sambil berkata,”Buat Papa, mama, dan Amel bangga ya dengan semua yang nanti Salim akan lakukan disini” kata Papa sambil menahan haru, kemudian melanjutkan,”nanti sebelum lulus dari sini, berikan papa dan mama mu ini mahkota di surga ya” kata Papa sambil sedikit terisak sambil semakin mempererat pelukannya padaku. Selama 12 tahun menjadi anak papa, belum pernah sekalipun aku melihat papa terisak seperti ini “Iya pa, Insyaallah Salim akan usahakan sekerasnya” jawabku lirih. “Terima kasih ya nak” balas Papa sambil melepaskan pelukannya. Sayup sayup kudengar suara pengumuman dari pengurus pondok pesantren melalui pengeras suara masjid besar yang terletak di tengah tengah area pondok pesantren itu. Suara yang cukup jelas
  • 64. 58 menginformasikan bahwa waktu untuk orang tua santri dan santriwati atau sering disebut sebagai wali santri itu, telah habis untuk melepas putra putri nya memulai kehidupan baru mereka di pesantren. Para wali santri dimohon untuk dapat berpamitan dengan putra putrinya dan meninggalkan area pondok pesantren, karena para santri dan santriwati baru sudah akan memulai kegiatannya. Tiba tiba kami dengar suara khas berkata,”Amel juga mau peluk mas Salim dong” katanya sambil berusaha memelukku. Akupun segera berjongkok untuk dapat memeluk tubuh mungil adikku tersayang yang masih berumur 5 tahunan itu sambil tersenyum. Walaupun dalam hatiku ada rasa sedih karena aku tidak dapat lagi setiap hari melihat tingkah lucunya itu “Mas Salim mau menginap di sini ya. Kapan mas Salim pulang ke rumahnya” tanyanya yang membuat kami tertawa. “Mas Salim mau sekolah di sini, masih lama pulangnya. Mungkin nanti sebulan sekali Amel bisa menengok di sini” jawabku sambil mengecup keningnya. “Ooohh begitu ya” balas Amel yang lagi lagi memancing tawa kami. Tak lama kemudian kami sudah berjalan ke arah mobil papa yang diparkir di halaman parkir pondok pesantren itu. Setelah kembali memelukku, papa dan mama serta Amel pun masuk ke dalam mobil. Aku pun terus memandang mobil Papa sampai menghilang dari pandangan saat keluar gerbang pondok pesantren. Kali ini aku benar benar merasa sedih dan sendiri dalam diriku. Aku pun melepas kendali emosi dengan
  • 65. 59 membiarkan air mata yang tadi sangat kuat kutahan itu, mulai menetes membasahi pipiku “Adik tidak perlu sedih ya, tidak perlu merasa sendiri. Disini banyak teman teman dan kakak kakak yang juga adalah saudara saudara adik ya” tiba tiba terdengar suara dari sebelahku. Kulihat ternyata kakak pembimbing ruang kamarku di asrama memandangku sambil tersenyum. “Ayo kita balik ke asrama untuk persiapan acara pengarahan dari pembina pesantren nanti selepas sholat maghrib di masjid” katanya mengajakku dan beberapa santri baru lainnya untuk berjalan menuju asrama kami. Kami pun mengikuti langkahnya dengan tetap menyimpan rasa sedih dalam diri kami masing masing **** Sampai di ruang kamar ku di lantai 3 asrama putra untuk SMP itu, aku melihat sudah cukup banyak teman senasib yang sedang menunggu pengarahan dari kakak pembina kamar dan ustadz pengasuh untuk asrama putra lantai 3 itu Ruangan kamar kami cukup luas dengan kapasitas untuk 30 anak itu. Kulihat di pojok ruangan terdapat beberapa tumpuk matras agak tebal sebagai alas tidur kami nanti. Di pondok pesantren kami memang kami tidak menggunakan tempat tidur bertingkat seperti kebanyakan pondok pesantren lainnya, akan tetapi menggunakan matras
  • 66. 60 untuk tidur, yang saat tidak digunakan dapat di tumpuk di sudut ruangan kamar Mungkin tujuannya agar saat tidak dipergunakan tidur pada malam harinya, ruangan kamar cukup leluasa untuk berbagai kegiatan lainnya seperti belajar dan bermain di dalam ruangan. Jika menggunakan tempat tidur bertingkat yang bersifat permanen, selain menimbulkan kesan sempit pada ruangan, juga susah untuk dipindah pindah jika untuk suatu keperluan memerlukan ruang yang lebih luas. Mungkin ya, aku juga hanya menduga duga saja sih he..he Di lantai 3 asrama putra untuk tingkat SMP ini, memang diperuntukkan untuk kelas 7 yang adalah para santri baru itu. Karena santri baru ada sekitar 90 orang, lantai 3 terdiri dari 3 kamar. Kamarku kebetulan berada paling pojok, sehingga berada paling jauh dari tangga akses naik turun yang berada pada satu sisi gedung saja. Untung setiap kamar memiliki deretan kamar mandi dan toilet masing masing, sehingga tidak harus repot pergi jauh dari kamar. Tak lama kemudian setelah 30 santri di ruangan kamarku lengkap berkumpul, kakak pembina kamar yang bertemu denganku di parkiran mobil tadi berbicara meminta perhatian kami. Kami pun segera bergerak mendekatinya. Ternyata dia bernama kak Luqman yang adalah kakak kelas 11 yang ditugaskan menjadi kakak pembimbing kamar kami. Setelah memperkenalkan diri, kak Luqman pun
  • 67. 61 memperkenalkan kak Hanif dan kak Rudi yang juga akan menjadi kakak pembimbing kamar kami yang adalah teman sekelas kak Luqman. Oohh ... rupanya satu kamar dibimbing oleh 3 orang kakak pembimbing, pikirku dalam hati. Kemudian Kak Luqman juga memperkenalkan 1 orang lain lagi yang terlihat lebih senior dan sepertinya bukan santri SMA. Ternyata betul, dia adalah Ustadz Fadli yang akan menjadi ustadz pembina kelas 7 dan kebetulan tinggal di ruangan kamarku di ruang yang disekat terpisah. Ustadz Fadli ternyata adalah alumni pondok pesantren kami juga beberapa tahun yang lalu. Oke, aku sudah mulai terbayang bagaimana kami nanti akan dibimbing. Awalnya aku berfikir kami akan dilepas begitu saja tanpa bimbingan. Bisa kacau balau jika begitu ceritanya ha..ha..ha Setelah memperkenalkan diri, giliran kami diminta memperkenalkan diri kami masing masing. Kami pun mulai memperkenalkan diri masing masing, termasuk juga diriku. Aku pun mengamati setiap santri menyebutkan namanya sambil berusaha menghafalnya. Tapi dasar aku agak sulit kalau menghafal nama orang, walaupun untuk banyak hal lain aku dinilai mempunyai ingatan yang sangat kuat, begitu santri terakhir memperkenalkan diri aku sudah lupa nama santri yang awal awal memperkenalkan diri he..he... Ya sudahlah, nanti aku hafal lagi saat di antara kami saling berinteraksi, pikirku dalam hati
  • 68. 62 Selesai saling memperkenalkan diri itu selesai, kak Luqman pun meminta kami untuk segera mandi dan kemudian mengenakan “seragam” keseharian pesantren, berupa baju koko dan sarung, serta peci hitam menghiasi kepala kami. Selepas itu kami diminta untuk segera menuju masjid yang terletak di tengah area pondok pesantren kami, untuk menunaikan sholat Maghrib berjamaah dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dan pimpinan pondok pesantren mengenai hari hari yang akan kami jalani ke depannya. Selepas kak Luqman menutup pertemuan sore itu, maka dimulailah “kenyataan hidup” yang harus kami hadapi kedepannya Setelah mengambil pakaian yang akan aku kenakan setelah mandi nanti dari lemariku yang terletak di deretan lemari santri yang terletak menempel pada dinding kamar kami itu, segera aku menuju kamar mandi yang terletak di bagian belakang kamar kami. Dan pemandangan yang membuatku shock itu terlihat. Kulihat antrian teman temanku di depan 7 kamar mandi dan toilet. Aku pun segera mengantri di depan salah satu kamar mandi. Sudah ada 3 santri di depanku. Sambil sedikit kesal terpaksa aku ikut mengantri. Kucoba mengobrol dengan santri di antrianku, tapi sepertinya semuanya masih belum rela untuk berpisah dengan orang tua masing masing dan mulai dihinggapi home sick alias rindu rumah itu. Ya sudah, aku pun juga akhirnya ikut melamun dengan pikiran melayang kembali ke rumah.
  • 69. 63 Sampai aku agak terkaget saat pintu kamar mandi di depan ku terbuka dan seorang santri keluar dari sana. Aku pun segera masuk kedalamnya Setelah semua selesai mandi, dengan dipandu kak Luqman kami segera menuju masjid saat adzan Maghrib berkumandang dengan suara muadzin yang terdengar sangat merdu itu. Dan setelah selesai melaksanakan sholat berjamaah yang diikuti dzikir bersama itu, terdengar pengumuman agar santri dan santriwati kelas 7 untuk tetap tinggal di masjid dan juga tetap menjaga ketenangan dengan tidak saling mengobrol itu. Tak lama setelah di dekat mimbar imam di atur sebuah meja panjang dengan beberapa kursi, beberapa orang pun duduk di sana. Tak lama pembawa acara memperkenalkan pimpinan pondok pesantren dan kepala sekolah SMP yang akan memberikan wejangan dan nasehat bagi kami semua dalam menjalani kehidupan di pondok pesantren Banyak yang disampaikan beliau beliau tersebut. Tapi karena sebagian hatiku masih tertambat di rumah dengan pikiran yang melanglang buana kemana mana, aku hanya menangkap hal hal yang paling penting saja, seperti bahwa kami para santri dan juga dengan para pembina di pondok pesantren adalah sebuah keluarga besar sehingga tidak ada alasan kami untuk merasa sendiri. Dan sebagai saudara kami pun akan saling membantu dan mendukung dalam suasana dan harmoni yang terjaga baik.
  • 70. 64 Dalam kehidupan pesantren kami juga diharapkan menjadi anak yang mandiri yang dapat menyelesaikan semua urusannya dengan usahanya tersendiri tanpa tergantung pada orang lain. Dan yang paling terekam dalam ingatanku adalah bahwa kami juga akan dididik menjadi anak yang sabar. Ya SABAR! Suatu hal yang tadi mulai aku rasakan saat antri mandi tadi. Secara biasanya aku bebas melakukan banyak hal dengan seketika tanpa harus repot repot mengantri. Belum lagi untuk hal hal sabar yang lain. Semoga saja tidak ada hal hal lain yang dapat membuatku tidak sabar, seperti saat aku harus sedikit berolah tubuh dengan sedikit ber bela diri saat beberapa kali aku berkelahi di sekolah ku dulu he..he.. Walau aku tidak tidak terlalu yakin ... Dan setelah penjelasan panjang yang kemudian di akhiri menjelang saat adzan isya berkumandang itu, kami pun segera menunaikan sholat berjamaah bersama santri santri kakak kelas kami yang berdatangan ke masjid saat adzan berkumandang tadi. Selepas itu kami pun menuju ke asrama untuk makan malam dengan menu yang sudah disiapkan di lantai dasar asrama santri putra untuk tingkat SMP tersebut. Dan pemandangan pun lebih “mengerikan” lagi, saat sekitar 270 santri putra SMP tersebut harus mengantri untuk mengambil nasi dan menerima lauk pauk yang diberikan oleh petugas katering pesantren. Dan setelah mengambil piring dan sendok garpu dari lemari ku di kamar,
  • 71. 65 aku segera kembali turun ke lantai dasar untuk turut bergabung dalam antrian Namun berbeda dengan suasana pada kegiatan mengantri kami sebelumnya, diantara kami para santri baru sudah mulai saling mengobrol saat mengantri tersebut. Mungkin penjelasan para pembina pesantren tadi sudah lebih memberi semangat kami untuk menjalani hari hari kami di pesantren, atau justru karena kami sudah dalam keadaan cukup lapar sehingga kami mencobanya untuk mengalihkannya dengan mengobrol? Entahlah he..he. Yang jelas aku memanfaatkan situasi ini untuk juga mengobrol dan saling mengenal antara para santri baru, terutama yang kuingat satu kamar denganku. Dan setelah mengantri lebih dari 20 menit itu, aku pun sudah dapat mengambil nasi secukupnya dan menerima lauk yang diberikan petugas katering langsung ke piringku. He..he.. rupanya mereka paham benar ika kami dibiarkan mengambil sendiri, tentu kami akan “kalap” mengambilnya. Bisa bisa yang berada di antrian belakang tidak kebagian lauk pauk deh .... he..he.. Setelah tuntas piringku terisi nasi dan lauk nya, aku segera kembali ke kamarku di lantai 3 tersebut. Kulihat beberapa temanku sudah ada di sana sambil menyantap makan malamnya. Aku pun segera bergabung dengan mereka untuk mengobrol sambil makan. Kami pun segera mengobrol dengan beberapa macam topik, termasuk menu makan malam kami saat itu. Menu yang terdiri dari lauk sayur
  • 72. 66 bayam dengan kebanyakan kuah dan sayur sedikit itu, terasa klop dengan sepotong tempe dan sebongkah kecil tahu, dengan beberapa ikan teri sebagai asesoris itu, terasa sebagai HSS alias Hidangan Sangat Sederhana bagi sebagian dari kami. Sebetulnya juga bagiku sih, dimana hidangan ayam atau daging sapi dengan berbagai olahan menu itu, pasti setiap hari tersedia di meja makan. Tapi karena aku memang pada dasarnya bukan tipe anak yang senang pilih pilih makanan, jadi menu makan malam ini masih bisalah aku nikmati dengan lahap, apalagi dalam keadaan lapar seperti ini he..he..he Selesai makan malam, aku kembali mengalami pengalaman baru, yaitu mencuci peralatan makan yang tadi ku pakai. Biasanya sehabis makan, mama yang membereskannya dan membawanya ke dapur untuk selanjutnya di cuci oleh Asisten Rumah Tangga kami. Dan walaupun mama telah membawakan cairan pencuci piring dalam botol kecil itu, tetap saja aku tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Akhirnya dengan alasan memberikan kesempatan temanku untuk mencuci peralatan makannya duluan di tempat cuci didekat kamar mandi itu, aku mengamati temanku itu mencuci peralatan makannya. Beberapa teman lain juga tampak memperhatikan sambil memegang peralatan makan masing masing yang belum di cuci itu. Tampaknya mereka mempunyai persoalan yang sama denganku, juga cara untuk menyelesaikannya he..he..
  • 73. 67 Selepas acara cuci mencuci dan peralatan makan yang telah kukeringkan dengan kain lap itu mendarat manis di lemari ku, aku pun kembali mengobrol dengan teman teman. Ya malam itu acara kami memang masih bebas, hanya disarankan kak Luqman untuk saling bersosialisasi dan berkenalan saja dulu sampai nanti paling lambat jam 10 malam kami sudah harus tidur. Esok pagi sekitar jam 7 pagi baru kami mulai kegiatan orientasi dan pengenalan kegiatan di pesantren selama 2 hari. Eitss tapi jangan salah duga semua ya. Mulai jam 7 pagi bukan berarti kami bisa bangun 1 – 2 jam sebelumnya ya. Tadi saat pengarahan dari pimpinan pesantren, kami setiap hari diminta bangun jam 3 pagi. Jam 3 pagi ?? Aku yang saat pengarahan tadi sudah terkantuk kantuk itu mendadak seperti disiram air satu ember saat mendengar hal tersebut. Ya kami memang diminta untuk bangun jam 3 pagi untuk kemudian menunaikan sholat tahajud. Setelah itu kami diijinkan untuk tidur sebentar sampai saat adzan subuh berkumandang, atau disarankan untuk membaca Al Qur’an dan banyak banyak beristighfar sampai menjelang sholat subuh Memang sih untuk kami para santri baru masih diberi keringanan selama 2 minggu bisa mundur bangun sampai 15 menit sebelum sholat subuh, untuk membiasakan diri. Tapi setelah itu, kami semua harus sudah bangun jam 3 dini hari. Bagaimanapun caranya. Dari mulai tepuk tepuk halus dari
  • 74. 68 kakak pembimbing, disemprot air dari botol spray yang berisi air, sampai dengan cara pamungkas yang paling ekstrem, disiram air dengan menggunakan gayung ke badan kami. Bergidik aku membayangkannya. Jangankan bangun jam 3, saat di rumah saja saat adzan subuh berkumandang mama cukup kesulitan untuk membangunkanku Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk langsung dapat bangun jam 3 walau setelah sholat tahajud aku akan tidur lagi. Kenyataannya seperti apa, ya lihat saja besok he..he.. Dan saat kami ber 30 santri mulai asyik mengobrol dalam beberapa kelompok kecil itu, sekitar jam 9.20 an malam kak Luqman meminta kami untuk menurunkan matras dari tumpukannya dan mengaturnya agar cukup untuk dipergunakan kami tidur di ruangan kamar kami. Sebagian dari kami pun bersiap untuk tidur, sedang sebagian lainnya termasuk diriku tetap mengobrol sampai setengah jam kemudian terpaksa tidur karena lampu kamar semua dimatikan oleh kakak pembimbing dan hanya menyisakan 1 lampu dengan Watt kecil di tengah ruangan untuk sekedar ada sedikit cahaya di ruangan Ahhhh ... benar benar hari yang melelahkan, menyedihkan, mengharukan, mengesalkan, akan tetapi juga menyenangkan sekaligus menantang. Pokoknya campur aduk deh sehingga aku saat itu tidak mau memikirkannya lagi. Yang aku inginkan hanya satu. Tidurrrrrr .... dan berharap hari esok akan lebih baik ....
  • 75. 69 **** Dengan tergagap aku terbangun dari tidurku, saat kurasakan percikan air menerpa wajahku. Mataku pun segera terbuka saat kulihat kak Hanif dengan semprotan air berdiri di depanku. Aku pun segera duduk sambil mengusap usap wajahku yang basah karena semprotan air tersebut sambil bertanya padanya,” jam berapa sekarang kak”. “Jam 4.20 pagi. 15 menit lagi sudah adzan subuh. Ayo segera berwudhu dan bersiap siap ya” kata kak Hanif sambil berjalan menuju ke “korban” berikutnya yang masih mendengkur itu. Waduh ternyata aku gagal bangun jam 3 keluhku dalam hati. Kulihat sekeliling, sebagian besar teman temanku sudah bangun, tapi kebanyakan ya masih dalam keadaan seperti diriku yang baru saja jadi “korban” kak Hanif. Hanya sebagian kecil saja yang kulihat sedang khusyuk sholat tahajud, dan hanya 2 orang yang sedang membaca Al Qur’an termasuk seorang anak bertubuh kecil dan kurus yang membaca Al Qur’an dengan suara yang merdu di dekat matrasku. Aku lupa siapa nama nya .... dibilangin aku susah menghafal nama nama he..he Segera aku bangkit dari matras dan menuju kamar mandi untuk bersiap siap menunaikan ibadah sholat subuh berjamaah di mesjid Selesai menunaikan sholat subuh berjamaah, kami diwajibkan untuk berada di dalam masjid untuk berbagai kegiatan yang terkait dengan Al Qur’an. Kalau kami kelas 7
  • 76. 70 yang adalah santri baru sih hanya membaca Al Qur’an bersama saja baik bagi yang sudah lancar atau belum. Tapi kulihat kakak kelas juga melakukan kegiatan lain, termasuk setoran hafalan Al Qur’an. Dan semua itu kami lakukan sampai waktu memasuki waktu syuruq dan kami melakukan sholat Isrok atau sholat Dhuha di awal waktu itu saat matahari mulai terbit. Kurang lebih sekitar jam 6 pagi lah Balik dari masjid, kami pun kembali ke asrama untuk melakukan kegiatan rutin di sini, antri mandi ! Hmmh 30 santri dengan 7 kamar mandi dan jam 7 sudah harus siap. Berarti masing masing maksimal hanya punya waktu 15 menit. Hitungan mundur dimulai !! Tapi karena waktu siap kami berbeda berdasarkan urutan antrian mandi, antrian makan pagi pun juga tidak begitu panjang karena santri datangnya bergelombang dan tidak sekaligus, sehingga sekitar jam 7 pun kami semua sudah siap dan kami pun segera menuju ke lapangan di depan gedung kelas kami untuk melakukan upacara dan pengarahan untuk acara orientasi santri selama 2 hari ini. Kegiatannya lebih banyak orientasi di kelas dan hanya sebagian kecil berada di luar ruangan yang bersifat kegiatan permainan. Tidak ada yang aneh aneh seperti yang banyak terjadi di sekolah lain saat masa orientasi siswa sih. Pakaian pun kami hanya menggunakan seragam sekolah dan tidak ditambahkan dengan asesories yang aneh aneh
  • 77. 71 Setelah selesai upacara, kami pun segera memasuki kelas kami masing masing. Ternyata kami yang berada dalam 1 kamar di asrama menempati kelas yang sama. Jadilah kami yang dari kemarin berkegiatan bersama di kamar di asrama, kembali melakukan kegiatan bersama di kelas. Dan hari pun bergulir dari satu sesi orientasi santri ke sesi sesi berikutnya Aku pun mengikuti semua sesi dengan berbagai tingkat konsentrasi. Dari tingkat konsentrasi penuh, sampai dengan pikiran yang melanglang buana kemana mana. Termasuk aku kembali teringan pesan papa sewaktu aku masih di rumah. Papa saat itu berkata bahwa di pondok pesantren saatnya aku untuk berteman dengan teman teman dengan berbagai karakter dan sifatnya. Dan aku harus dapat bersikap baik dengan semuanya. Walaupun demikian, karena aku juga tidak akan mungkin bisa benar benar cocok dengan semua teman, tidak ada salahnya juga kalau aku memilih beberapa di antaranya untuk dijadikan sahabat, dengan tetap berteman baik dengan yang lainnya Hhhmmhh, kira kira dari teman teman yang di sini siapa ya, pikirku sambil pandangan mataku mengelilingi ruang kelas tersebut. Dari kemarin sampai pagi ini aku belum dapat yang sepertinya bisa sedekat sampai tingkat sahabat di antara 29 orang santri teman temanku itu, walau aku sudah berusaha untuk mengobrol dengan banyak teman temanku sekamar dan sekelas ku itu. Hmmh mungkin aku tidak perlu harus punya sahabat kali ya, cukup teman teman
  • 78. 72 biasa yang aku berinteraksi yang baik dengan mereka, keluhku dalam hati Tiba tiba pandanganku berhenti pada sesosok santri bertubuh kecil dan kurus itu. Oh iya aku ingat, dia yang tadi sebelum subuh sudah membaca Al Qur’an. Waahh berarti sebelumnya dia sudah sholat tahajud ya .... hebat dia, pikirku dalam hati. Aku coba ingat ingat namanya, kenapa aku jadi lupa ya? Hmmmhh .... memang sih anak nya pendiam banget, jadi walaupun aku sempat sekelompok kecil mengobrol dengannya, dia hanya diam sambil tersenyum saja mengikuti kami yang lainnya mengobrol itu Aku coba ingat ingat lagi apa yang unik dari anak ini saat kemarin kami diantar orang tua kami masing masing ke sini. Ahaaaaa .... aku ingat sekarang. Anak ini sepanjang yang aku lihat kemarin hampir tidak pernah lepas dari mamanya. Dia selalu memegang mamanya seolah olah tidak mau berpisah sedikit pun darinya. Papanya pun dengan logat bicara medok yang khas daerah di jawa itu selalu berusaha terus untuk membujuknya. Namun anak itu dengan logat suara yang juga medok berulang kali juga menolak untuk melepaskannya. Yang paling dramatis ya saat orang tua kami masing masing sudah harus meninggalkan pondok pesantren. Dengan sedikit memaksa, papa nya akhirnya berhasil membujuknya untuk dapat ditinggal. Tapi kulihat anak itu menangis sesenggukan dan membiarkan air matanya
  • 79. 73 bercucuran di wajahnya, saat papa dan mamanya menaiki taksi yang menjemput mereka. Kulihat mama nya pergi dengan mata berkaca kaca dengan sesekali mengusap air mata di pipinya, sementara papa nya terlihat untuk menahan rasa haru yang ada di hatinya. Sesaat taksi itu berjalan dan hilang dari pandangan, anak itu berjalan menuju asrama sambil terus menangis sesenggukan Saat itu aku yang juga sedang berjalan menuju asrama dan melihatnya seperti itu, menjadi sangat prihatin. Memang saat itu aku juga sedih harus berpisah dengan papa, mama, dan Amel. Tapi sepertinya kesedihan anak itu jauh lebih mendalam, entah apa sebabnya. Aku pun segera menghampirinya. Melihat ku datang anak itu terlihat cukup malu karena ketahuan sedang menangis. Segera dia berusaha menghapus air mata di wajahnya dengan lengan bajunya. Tapi yang ada malah air mata malah semakin tersebar di wajahnya yang membuatnya semakin panik. Segera kuambil sapu tangan dari dalam saku baju koko ku dan kuberikan padanya. Sambil malu malu dia menerimanya dan segera menyeka wajahnya sampai kering yang kemudian membuat saputangan ku menjadi basah tersebut. Dengan raut wajah tidak enak, dia mengembalikan saputangan ku sambil berkata,”maaf ya saputangan kamu jadi basah begini” katanya lirih. “Nggak apa apa, nanti bisa di cuci kok. Eh iya nama kamu siapa. Kalau aku Salim” kataku sambil mengulurkan tanganku padanya. Dia pun segera