Perasaan sempurna bukanlah berarti tanpa cela
Bisa jadi itu hanyalah fatamorgana yang melenakan
Seperti halnya yang terjadi pada seorang Pradana yang merasa hidupnya begitu sempurna, yang dibangunnya dari susunan batu bata kebahagiaan yang diraIhnya di sepanjang perjalanan kehidupannya
Akan tetapi mengapa batinnya mendadak merasa gelisah dibawah naungan rasa sempurnanya itu
Adakah yang salah dengan rasa sempurna nya itu?
Bagaimana pula Pradana menemukan solusi atas permasalahannya tersebut?
Qoute :
Dimulainya arti hidup bukanlah masalah
saat mencapai usia tertentu
Akan tetapi pada saat sudah dapat meraih
kebenaran yang hakiki
-Dwi H Santoso -
4. iii
Setengah Abad
Penulis. : Dwi H Santoso
Cover : Design by Canva
ISBN : 978-623-6996-31-7
Penerbit :
PT Insan Mandiri Cendekia
Redaksi. :
Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709
Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950
Telp : (021) 522 8094
Cetakan Pertama, Desember 2021
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
5. iv
Daftar Isi
Bab 1 – Renungan .......... 1
Bab 2 – Cita ........... 18
Bab 3 – Cinta ........... 71
Bab 4 – Keluarga Kecil Kami ........... 177
Bab 5 – Teman Teman ........... 223
Bab 6 – Kesadaran ........... 253
7. vi
Dimulainya arti hidup bukanlah masalah
saat mencapai usia tertentu
Akan tetapi pada saat sudah dapat meraih
kebenaran yang hakiki
- Dwi H Santoso -
10. 1
Bab 1
Renungan
Bunyi notifikasi Whatsapp kembali terdengar dari
telepon pintar yang tergeletak di atas meja rias istriku.
Belum tergerak hatiku untuk meraihnya. Toh aku sudah
dapat memperkirakan isi beberapa pesan Whatsapp yang
masuk beberapa waktu ini. Aku lebih memilih untuk tetap
duduk tafakur di sudut kamar, di atas sajadah yang baru
saja kupergunakan untuk menunaikan ibadah Sholat
Tahajud di keheningan fajar pada Sabtu yang suasananya
masih sangat sunyi itu.
Belum terdengar suara kendaraan melintas di jalan di
depan rumah. Tidak seperti pada hari hari kerja, saat banyak
tetangga di cluster di perumahanku tinggal sudah mulai
bergegas mengejar segenggam berlian di berbagai kantor di
pusat pusat bisnis Ibu kota sana. Suatu hal yang juga
menjadi kebiasaanku berpuluh tahun belakangan ini, demi
terhindar dari keriuhan kemacetan jalan jalan ibukota jika
berangkat terlambat sedikit saja dari pukul 5 pagi. Suasana
pagi dini hari yang selalu diisi dengan kesibukan luar biasa
dengan segala ketergesaannya.
11. 2
Bahkan ketergesaan ini pun terbawa saat hari hari
akhir pekannya, walaupun untuk mengejar hal yang berbeda.
Ya saat aku tergopoh terbangun dari buaian mimpi dan harus
mengejar waktu sholat subuh yang sudah hampir habis kala
sang surya sudah bersiap bangkit dengan cahaya yang
menembus kegelapan. Yang untuk sesaat setelahnya, aku
kembali terlelap untuk “membalas hutang buaian malam
yang pada 5 hari sebelumnya hanya sebentar saja kujalani,
tidak lebih dari 5 jam setiap harinya
Tapi dini hari itu semuanya terasa sangat berbeda.
Sekitar 1 jam sebelum adzan subuh berkumandang aku
sudah terbangun, entah karena apa. Saat kucoba untuk
memejamkan mata kembali dan tidak berhasil kulakukan,
kuputuskan untuk pergi ke kamar mandi di sudut kamarku.
Tak lama setelah mengambil air wudhu aku segera
menunaikan Sholat tahajud yang entah sudah beberapa
tahun ini tidak pernah lagi kulakukan.
Suasana dini hari menjelang pukul 4 itu terasa sangat
hening dan tenang, sehingga 8 rakaat Sholat tahajud yang
kemudian ditutup dengan 3 rakaat Sholat Witir tersebut
terasa khusyuk sekali kulakukan, jauh lebih khusyuk
dibandingkan Sholat Sholat ku sebelumnya, bahkan Sholat
fardhu sekalipun.
Masih ada sekitar 20 menit sebelum waktu subuh
tiba. Aku pun kembali duduk tafakur sambil pikiranku
melayang layang. Perlahan hal yang meresahkan ku dan
12. 3
sebelumnya tersembunyi di alami bawah sadarku secara
perlahan mulai tersibak dan muncul di permukaan
pikiranku. Ya sesuatu yang menyentakkanku seketika saat
aku mendengarnya
Kemarin siang, saat melaksanakan Sholat Jum’at di
masjid yang cukup besar yang berlokasi tidak jauh dari
gedung kantorku, aku memang mendapati hal yang sangat
tidak biasa. Saat itu aku berkesempatan untuk tiba di sana
saat azan zuhur belum berkumandang. Sesuatu yang saat
aneh memang. Biasanya aku baru tiba saat khotib sudah
berdiri di mimbar dan sedang melaksanakan khutbah Jum’at.
Bahkan tidak jarang aku baru tiba saat sudah khutbah
kedua dan menjelang iqomah untuk melakukan Sholat
Jum’at berjamaah. Ada saja alasan untuk melakukan itu,
terutama karena masih ada pekerjaan yang harus kulakukan
Tapi siang itu memang berbeda. Entah kenapa sekitar
jam 11 siang sudah tidak ada lagi yang perlu kukerjakan.
Bahkan berbagai laporan dari beberapa tim ku yang biasanya
cukup banyak menyita waktuku untuk memeriksa dan
menanggapinya, kali itu sudah tidak ada lagi yang belum
kubaca. Ya sudah, seperempat jam selepas jam 11
kuputuskan saja untuk segera menuju masjid, walau diiringi
dengan pandangan sedikit heran dari beberapa orang tim ku
saat melihatku keluar dari ruangan kerja sambil membawa
sajadah yang kuselempangkan di atas pundakku. Mungkin
mereka berpikir tumben tumbenan aku mendahului mereka
13. 4
pergi Sholat Jum’at. Biar sajalah, sekali kali kan nggak apa
apa, pikirku dalam hati.
Sesampai di masjid, setelah berwudhu, aku masih
mendapatkan tempat di dalam masjid di dekat mimbar untuk
khutbah nanti. Padahal biasanya aku sudah mendapatkan
tempat di pelataran teras masjid, bahkan terkadang di tenda
tambahan di urutan paling belakang. Ya sudah, kucari posisi
di dekat tiang beton masjid. Lumayan bisa untuk bersender
kala mengantuk sambil mendengarnya khutbah Jum’at. Hal
yang kerap kali terjadi padaku saat mendengarnya khutbah
Jum'at
Benar saja, udara sejuk di dalam masjid dengan langit
langit yang tinggi itu seolah menyemangatiku untuk mulai
terkantuk menunggu adzan dikumandangkan. Bahkan aku
sudah hampir tertidur saat tiba tiba aku terbangun saat
mendengar adzan yang di kumandangkan melalui pengeras
suara luar dan juga di dalam masjid itu. Rasa kantukku
mendadak sirna seketika. Ya sudah, aku dengarkan saja
ceramah dari khotib yang naik mimbar setelah
dikumandangkan adzan. Siapa tahu nanti bisa tertidur lagi ...
hussshh ... he..he
Tapi semakin lama bukannya menjadi mengantuk
kembali, aku malah semakin terbawa dengan materi khutbah
yang dibawakan. Materi yang berintikan tentang hal hal yang
sering dilewatkan atau bahkan disia-siakan oleh manusia,
yaitu : kesehatan dan waktu luang. Sebenarnya aku juga
14. 5
pernah mendengarkan materi khutbah ini di tempat lain.
Tapi kali ini sang khotib menjelaskannya secara cukup rinci
dan dengan contoh contoh yang menarik. Setidaknya tidak
membuatku mengantuk
Walaupun demikian, awalnya aku mendengarkan
begitu saja dan tidak terlalu kupikirkan. Bahkan aku justru
melakukan ‘pembelaan diri’ dalam hati jika ada materi yang
agak menyerempet nyerempet kena pada diriku. Dan setelah
selesai Sholat Jum’at, seperti biasa aku pun segera bergegas
kembali ke kantor untuk menyantap bekal makan siangku
yang sudah disiapkan istriku sebelum aku berangkat ke
kantor. Dan udara panas sepanjang perjalanan ke kantor pun
‘menguapkan’ apa yang sudah aku dengar tadi saat khutbah
Jum’at.
Ingatan itu pun semakin lenyap saat tak lama setelah
selesai makan siang, aku terlibat diskusi serius dengan
sebagian pimpinan tim di bawah kewenangannku di ruang
meeting kantor sampai menjelang jam pulang kantor di pukul
5 sore dengan cahaya matahari yang masih terasa terik
menembus kaca jendela ruang meeting yang bersuhu dingin
dengan air conditioner yang di atur tingkat kedinginannya
maksimal itu.
Sampai saat kami mulai mengemasi segala perangkat
penunjang meeting tadi, salah seorang manajer berkata
padaku,”Maaf Pak Pradana, nanti malam jadi kan ngobrol
ngobrol santai menghabiskan waktu di cafe dengan divisi
15. 6
Finance seperti yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
Nggak ngomongin kerjaan kok Pak, hanya haha hihi saja
menjelang akhir pekan, mumpung besok libur“ tanya Harry
yang adalah salah satu Marketing Manager ku itu, dengan
nada sangat sopan.
Sempat tersentak saat aku mendengar perkataan
‘menghabiskan waktu luang' itu. Padahal itu hanya
perkataan biasa saja, secara aku sudah biasa saja
menghabiskan waktu di cafe bersama kolega dan teman
teman. Tidak hanya terbatas kolega kantor, akan tetapi juga
dengan berbagai ikatan pertemananku. Apakah itu partner
bisnis dari berbagai perusahaan, sampai dengan pertemanan
alumni berbagai tingkatan. Tidak saja tingkat S1, bahkan
teman teman sekolah sampai tingkat SD sekalipun.
Untungnya tidak sampai TK alias Taman Kanak Kanak ya,
secara satu pun tidak ada yang kuingat he..he
Waktunya pun tidak harus selalu menjelang akhir
pekan, secara 1 bulan umumnya hanya ada 4 hari Jum’at
saja. Akan tetapi juga di hari hari kerja lainnya. Bisa dibilang
dalam 1 minggu setidaknya 2 hari aku habiskan waktu ber
haha hihi dengan semua pertemanan itu. Padahal sebagian
dari pertemanan ini tiap hari pun kami sudah ber haha hihi,
walau hanya lewat kata di latar telepon pintar melalui
WhatsApp Group alias WAG itu. Tapi tetap aja perasaan ada
yang kurang jika tidak bertemu langsung walau juga tidak
full team. Alasan klasik yang biasa dijadikan pembenaran
16. 7
adalah ‘menjalin silahturahmi’. Alhasil aku sampai kembali
ke rumah sudah larut malam.
Sedang jika langsung pulang dari kantor sekitar jam 7
malam saja, baru jam 9 malam aku sampai rumah. Apalagi
kalau harus ngafe dulu yang bisa sampai jam 9 an malam
baru selesai. Padahal esok harinya jam 4 sudah harus
bangun lagi untuk mengejar jalan ke kantor tepat setelah
Sholat Subuh yang ditunaikan cukup terburu buru itu.
Hadeeeuuuhh ....
“Maaf Pak Pradana, Bapak tidak ada acara kan malam
ini?” tanya Harry kembali dengan nada yang kembali sangat
sopan itu. Mungkin takut terkesan mendesak. Kupandangi
wajah manajer yang berusia awal 40 an tahun itu yang
sedang memandang wajahku dengan pandangan penuh
harap.
Sekilas aku tersenyum sebelum menjawab
pertanyaannya, ”Insyaallah bisa Mas Harry, di cafe yang di
dekat mall itu kan. Paling saya jalan setelah Sholat Maghrib
ya”. Kulihat senyum lebar terhias di wajah yang baru saja
mendapat promosi sebagai Marketing Manager setelah
sebelumnya kami nilai memiliki prestasi yang sangat baik
sebagai Senior Brand Manager itu
“Alhamdulillah, iya Pak di sana, tempatnya cozy
sekali enak buat ngobrol. Kebanyakan juga jalan sehabis
Maghrib kok Pak” jawabnya lagi
17. 8
Aku pun tercenung setelah itu. Kurasakan ada yang
aneh saat aku menjawab pertanyaan Harry tadi. Biasanya
ajakan seperti itu akan aku tanggapi dengan nada antusias,
pun jika aku sedang ada kegiatan lain dan tidak bisa ikut
bergabung. Setidaknya aku ingin menunjukkan rasa tertarik
untuk bergabung walaupun saat itu kesempatannya sedang
tidak ada.
Tapi saat menjawab pertanyaan Harry tadi, perasaan
dalam diri terasa datar saja, tidak ada rasa excitement seperti
biasanya. Bahkan senyum yang tadi kukembangkan di wajah
juga seperti aku paksakan. Sempat terpikir ada apa yang
terjadi, padahal saat itu semua keadaan baik baik saja. Tidak
ada masalah berarti di kantor, apalagi di rumah. Entahlah,
aku coba menepis perasaan itu dengan melanjutkan
membereskan dokumenku sambil sekilas memandang
berkeliling melihat kesibukan yang sama dari anggota timku
lainnya.
“Kami duluan ya bapak bapak” kata beberapa anggota
timku yang sudah bersiap keluar ruang meeting, yang segera
kusambut dengan anggukan kepalaku sambil tersenyum
tipis. Setelah berapa lama, tinggal Pak Leo dan Pak Alex yang
masih berada di ruang meeting. Seperti biasa meeting
bulanan yang full teams, kami bertiga biasa melanjutkan
meeting untuk merumuskan hasil meeting tersebut dan
membuat kesimpulan akhir sebelum nantinya akan dibawa
ke meeting Board of Director atau biasa disebut BOD itu
18. 9
Meeting berakhir tepat saat kumandang azan Maghrib
terdengar sayup sayup dari masjid dekat gedung kantor kami
yang berlantai 4 itu. Ya, kami teringat dengan janji pada tim
kami untuk ngobrol ngobrol santai di cafe yang mengutip
istilah Harry tadi untuk ‘menghabiskan waktu’ tersebut.
Dan setelah menunaikan sholat Maghrib di musholla
kantor yang cukup luas di lantai 4 berjamaah bersama
karyawan lain yang masih berada di kantor, aku segera
menuju ruang kerjaku dan mengemasi laptop dan dokumen
serta memasukkannya dalam tas kerja. Tak lama kemudian,
aku meninggalkan ruangan setelah sebelumnya mematikan
lampu. Kulihat masih ada beberapa karyawan yang masih
duduk menghadap layar komputer dan laptop masing masing
di lantai 2 yang menjadi lantai untuk Divisi Sales &
Marketing serta beberapa ruang meeting untuk kepentingan
Internal. Sedangkan di pojok ruangan terdapat ruang kaca
yang cukup luas tempat Direktur Utama berkantor. Tapi saat
itu aku lihat ruangannya sudah gelap dan sepertinya beliau
sudah pulang. Atau justru ada meeting di luar, entahlah
he..he
Akhirnya kusapa saja mereka saat melewati meja
kerjanya, yang segera di sambut dengan sapaan sangat sopan
dan terkesan segan dari mereka yang umumnya adalah
supervisor atau Staff itu. Acara malam ini memang hanya
untuk level Manager ke atas di Divisi Sales & Marketing serta
Divisi Finance. ‘Tujuan mulia’ nya memang untuk menjalin
19. 10
keakraban dan keharmonisan di antara 2 Divisi yang pada
saat hubungan kerja di kantor kerap dikatakan sering tidak
akur tersebut, terutama terkait masalah keuangan.
Secara berseloroh kami sering mengatakan bahwa
jika diibaratkan sebuah mobil, Divisi Sales & Marketing itu
ibarat gas soal keuangan perusahaan. Dana mengalir terus
untuk membiayai berbagai program Marketing dan Sales
guna mendorong penjualan produk perusahaan
Sementara Divisi Finance justru menjadi rem untuk
setiap pengeluaran biaya yang kami ajukan. Menurut mereka,
setiap penggunaan dana harus selalu diamati dengan kaca
pembesar atau bahkan mikroskop, untuk menghindari
potensi ‘pemborosan’ penggunaan dana. Padahal argumen
kami, biarkan saja dana tersebut mengalir, toh pada akhirnya
akan menumbuhkan pemasukan juga berupa hasil penjualan
produk.
Kami pun sering membanggakan diri sebagai pom
bensin untuk mengisi bensin mobil. Biar saja mobil punya
gas dan rem, akan tetapi jika tidak ada bensinnya ya juga
tidak dapat berfungsi itu mobil. Tentu argumen ini pun
segera dibalas oleh tim Divisi Finance ... sehingga menjadi
tidak selesai selesai ... alias never ending story he..he..
Itulah mengapa para manajer kedua divisi ini
kemudian berinisiatif untuk mengkoordinasikan acara
kongkow kongkow bareng ini. Entah benar dengan niat untuk
20. 11
menjalin komunikasi dan harmonisasi melalui kegiatan di
luar kantor ini, atau justru seperti tadi dikatakan Harry,
untuk ‘menghabiskan’ waktu saja.
Ya kami para ‘sesepuh’ ini ngikut saja Toh kebiasaan
ngafe ini juga bukan hanya fenomena yang menghinggapi
para millenial di usia 30 – 40 tahun seperti rentang usia
sebagian besar manager kami, terutama pada level junior
manager itu. Akan tetapi juga kami di generasi X dengan
rentang usia di atasnya. Jadi ya sudahlah, kami dukung saja
inisiatif ngafe bareng ini he..he
Benar saja, saat setelah perwakilan masing masing
divisi memberikan sedikit kata sambutan, pembicaraan pun
menjadi cair tanpa topik dan ada kecenderungan terbagi
dalam beberapa kelompok sesuai topik yang diminati. Walau
memang sih, setiap kelompok topik membaur antara ke 2
divisi, sehingga masih bisa berkelit dengan mengatakan
berhasil membentuk kedekatan dan harmonisasi antar ke 2
divisi. Walau pembicaraannya sih lebih dekat arah
‘menghabiskan waktu’ seperti yang tadi dikatakan Herry.
Aku sendiri lebih memilih mengobrol dengan Pak Leo
dan Pak Alex, juga dengan Pak Reffly yang adalah Direktur
Finance beserta 2 GM nya Bu Tasya yang adalah GM Finance
& Accounting dan Pak Ferry yang GM Information
Technology. Walaupun aku cukup menikmati juga
pembicaraan itu, tapi tetap ada yang terasa berbeda situasi di
malam itu. Dan tepat jam 10 malam, setelah ditutup oleh Bu
21. 12
Sherly yang adalah Senior Marketing Communication
Manager itu, kami pun segera membubarkan diri.
Dalam perjalanan pulang, aku kembali berpikir untuk
mencari tahu sebab apa yang membuatku merasa ada yang
tidak biasa seharian ini. Kembali aku mengingat ingat apa
yang terjadi sepanjang hari ini. Sampai mobil memasuki
halaman rumah, aku belum menemukan jawabannya.
Bahkan saat setelah mandi dan menunaikan Sholat
Isya yang tadi tertunda, aku pun belum menemukan
jawabannya. Aku menyerah, kuputuskan saja untuk
memejamkan mataku sehingga tak lama kemudian aku pun
tertidur.
Walaupun mataku akhirnya terpejam, akan tetapi
ternyata pikiranku tidak ikut beristirahat. Ia tetap berputar
dan berproses mencari jawab yang kucari. Hingga pada saat
keheningan sudah mulai mencapai titik puncaknya pada dini
hari yang sunyi tersebut, sedikit demi sedikit mulai tampil
gambaran dalam alami bawah sadarku berupa kilasan
kilasan gambar yang sangat cepat bergerak, tentang hal hal
yang terjadi sepanjang hari kemarin itu.
Hingga pada pada suatu saat, kilasan kilasan gambar
yang bergerak sangat cepat seolah sebuah film di layar lebar
bioskop yang ditampilkan dari sebuah projector pemutar roll
roll film yang dipaksa berputar dengan sangat cepat itu,
mendadak melambat menjadi kecepatan normal, pada saat
22. 13
aku mencoba tertidur saat mendengarkan khutbah Jum’at
kemarin.
Kata demi kata yang terucap jelas dari lisan khotib
khutbah Jum’at kembali terdengar kembali di telingaku, dan
saat khotib berkata bahwa kesehatan dan waktu luang
adalah 2 hal yang sangat sering disia siakan oleh manusia,
aku pun segera terbangun saat terasa seperti ada yang
mendesakku.
Akupun bangkit dari tidur dan duduk di tempat
tidurku. Setelah kuusap wajah dengan tanganku aku
mengambil jam digital di meja kecil disisi tempat tidur. Baru
pukul 3.25 dini hari. Aku putuskan untuk kembali tidur.
Akan tetapi saat aku sudah kembali berbaring dan mencoba
tertidur, mata terasa sulit untuk terpejam. Kilasan terakhir
dari gambar bergerak dalam mimpiku, terasa terus di putar
ulang dalam pandangan mata dan pikiranku.
Hampir dua puluh menit hal tersebut terjadi, hingga
akhirnya kuputuskan saja untuk Sholat Tahajud guna
menenangkan hatiku
Setelah selesai, sambil menunggu azan Subuh yang
masih sekitar 20-an menit lagi, aku pun mencoba
memikirkan perkataan khatib kemarin.
Kesehatan dan waktu luang memang sesuatu yang
didambakan oleh setiap insan manusia. Tapi bagaimana
dengan makna mensia-siakannya, dalam hal ini untuk
23. 14
beribadah dan melakukan ketaatan pada Allah
Subhanawataala?
Alhamdulillah selama ini aku dikaruniai kesehatan,
belum pernah sakit serius yang mengharuskanku rawat inap
di rumah sakit. Toh aku tidak pernah mensia-siakannya.
Kesehatan itu kupergunakan untuk bekerja keras demi
memenuhi semua keperluan keluargaku.
Dan walaupun kebanyakan baru yang fardlu atau
wajib saja, aku masih dapat beribadah pada Allah dengan
nikmat sehat ku. Aku pun selalu berusaha untuk berbuat
baik dan menghindarkan diri daripada perbuatan yang
merugikan orang lain, apalagi berbuat jahat. Berarti aku
tidak mensia-siakan nikmat kesehatan bukan?
Untuk waktu luang, hmmmhh ... aku belum begitu
paham maksudnya. Jika yang dimaksud mengenai
penggunaan waktuku, selama ini rasanya tidak pernah
kusia-siakan. Bukanlah setiap hari kerja, waktuku selalu
kuhabiskan untuk bekerja keras demi memenuhi kebutuhan
keluargaku dengan sebaik baiknya? Bahkan dari jam 4
subuh sampai jam 10 an malam aku terjaga dari tidur untuk
hal tersebut?
Akhir pekan, memang saat pagi banyak aku isi
dengan melanjutkan tidur setelah Sholat Subuh yang selalu
hampir terlambat itu. Tapi kan itu masih relatif wajarlah
untuk mengimbangi rasa lelah setelah 5 hari bekerja tanpa
24. 15
henti. Toh Sabtu sore sampai malam dan hari Ahad siang
sampai sore aku biasa berjalan jalan bersama istriku tercinta,
serta dengan putri kami Vina dan putra kami Aulian. Berarti
aku tetap tidak mensia-siakan waktu bahkan di akhir pekan
sekalipun kan?
Akan tetapi jika maksudnya waktu luang adalah
waktu di luar waktu bekerja dan juga waktu untuk keluarga,
ya malah semakin sedikit sekali. Seperti tadi telah
kujelaskan, paling hanya me time , waktu melanjutkan tidur
setelah Sholat Subuh di waktu akhir pekan saja.
Selain waktu itu kan adalah waktu untuk keluarga,
seperti pergi mall, ke tempat wisata, atau bersepeda bersama
di lokasi lokasi dengan track perjalanan yang indah dengan
suasana alami yang cukup instragramable untuk anak anak.
Praktis tidak ada lagi yang namanya waktu luang. Itu berarti
tidak ada yang namanya mensia-siakan waktu luang kan?
Lantas kenapa hal tersebut masih membuatku tidak
tenang seperti ini yang entah dari mana datangnya? Apa
masih ada hal lain yang belum aku pahami ya?
Hhhhmmmhhhh ...
“Tumben jam segini di hari Sabtu sudah bangun, ada
apa Pa?” tiba tiba terdengar suara lembut dari arah tempat
tidur. Kutolehkan kepalaku ke arah asal suara. Kulihat istri
ku tercinta baru terbangun dari tidurnya sambil tersenyum
padaku. Walaupun masih terlihat mengantuk sehabis tidur
25. 16
panjang, akan tetapi wajahnya terlihat sangat manis dalam
pandanganku. Masih sama dengan saat kami menikah dulu
sekitar 20 tahun yang lalu. Ehhhmmmm ..
“Sudah Sholat Subuh ya Pa, wah mama ketinggalan
pagi ini” tanyanya lagi sambil tetap tersenyum. “Belum Ma,
tadi Papa Sholat tahajud. Mama wudhu saja dulu, paling
sebentar lagi azan Subuh. Nanti kita Sholat jamaah saja”
jawabku mengajaknya. Segera istriku tercinta bangkit dari
tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk berwudhu.
Sesaat setelah azan Subuh selesai berkumandang dan
kami masing masing sholat sunah Qobliyah Subuh, kami pun
menunaikan Sholat Subuh secara berjamaah. Setelah
mengucapkan salam dan berdoa, istriku segera mencium
tanganku sembari berkata, ”Selamat ulang tahun ya Pa,
semoga selalu dilimpahi dengan rahmat dan karunia Allah
dalam menjalani kehidupan. Juga semakin sayang dengan
mama serta anak anak” katanya lembut.
Agak terkejut aku mendapatkan ucapan ini sebelum
akhirnya segera kubalas,” Terima kasih mama. Insyaallah
papa akan selalu sesuai harapan mama dan anak anak”
kataku tak kalah lembut, sambil mengecup lembut
keningnya, juga bibirnya sekilas. Kulihat senyum manis
kembali terlihat di wajahnya.
“Ya sudah pa, mama ke dapur dulu ya mau bantu si
mbak menyiapkan hidangan sarapan istimewa buat papa”
26. 17
katanya kemudian. Tak lama sosok nya sudah menghilang
dibalik pintu kamar kami. Aku pun kembali duduk tafakur di
atas sajadah melanjutkan memikirkan hal yang sebelumnya
sedang kupikirkan.
Secara perlahan pikiran ku melayang layang
menembus dimensi waktu menuju hal hal yang pernah
terjadi pada diriku di masa masa yang sudah berlalu ....
27. 18
Bab 2
Cita
Alhamdulillah ... telah 14 tahun berjalan sejak aku
bergabung dengan perusahaan ini dulu bagai Brand
Manager. Bukan periode waktu yang mudah memang,
bahkan boleh dibilang banyak halangan dan rintangan yang
harus kulalui.
Sebagai karyawan baru di perusahaan produsen
makanan dan minuman, dimana sebelumnya aku adalah
Product Manager di sebuah perusahaan elektronik berskala
menengah di negeri ini, tentu banyak sekali hal yang harus
kupelajari. Secara jenis produk dan juga cara meng-
konsumsinya juga sangat berbeda. Secara otomatis, cara
konsumen memutuskan pembeliannya pun juga sangat
berbeda.
Misalnya, keputusan konsumen membeli produk
biskuit yang bisa setiap hari berganti merek dan tanpa dipikir
panjang, tentu berbeda saat konsumen yang sama membeli
TV LED yang memerlukan riset dan perbandingan yang
cukup lama di antara berbagai merek yang ada di pasar. Itu
pun konsumen hanya akan membeli TV LED lagi paling cepat
28. 19
mumgkin setiap 2 tahunan sekali. Mana ada konsumen yang
membeli TV LED setiap hari he..he..
Sehingga bulan bulan awal aku bekerja, hari hari ku
banyak kuhabiskan di kantor untuk mempelajari segala hal
mengenai produk yang di produksi oleh perusahaan, dari
banyak pihak di dalam perusahaan. Termasuk juga cukup
sering melakukan kunjungan ke pabrik yang berada di
daerah Bogor itu.
Praktis, saat pagi sampai dengan malam hari di
kantor pada 5 hari dalam seminggu itu, relatif aku tidak ada
waktu untuk bersantai sedikit pun.
Dan setelah dianggap cukup paham mengenai
karakteristik produk dari berbagai merek yang diproduksi
perusahaan, kinilah saatnya untuk memahami situasi di
pasar, baik dari sisi penjual yang adalah toko toko rekanan
perusahaan, maupun karakteristik konsumennya
Untuk itu aku perlu sering melakukan kunjungan ke
pasar dengan melakukan join visit alias kunjungan ke pasar
bersama salesman ataupun supervisor nya. Atau bahkan
bersama Sales Manager nya saat melakukan kunjungan ke
luar daerah baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa.
Sama seperti kegiatan sebelumnya, kegiatan join visit
sangat menyita waktuku hingga relatif tidak ada waktu
bersantai sedikit pun. Situasi ini terus berjalan sampai
dengan 3 bulan saat aku harus menyampaikan proposal
29. 20
modifikasi rencana pemasaran untuk merek biskuit dan
makan ringan yang menjadi tanggung jawabku, sekaligus
menjadi penentu penilaian masa percobaanku.
Lepas dari masa itu bukan berarti aku sudah dapat
sedikit bersantai. Justru semakin sibuk! Karena dianggap
menguasai pengetahuan produk dan juga pasar untuk merek
yang menjadi tanggung jawabku, Pak Ronald yang adalah
Marketing Manager ku serta Bu Nathalia yang adalah GM
Marketing ku, memberikan kepercayaan padaku untuk
meluncurkan rangkaian produk baru dari merek yang
kutangani.
Saatnya membuktikan segala hal yang sudah
kupelajari selama 3 bulan pertama di perusahaan ini. Periode
bekerja dari mulai jam kerja sampai dengan malam hari
menjelang waktu Isya pun berlanjut. Memang bukan kerja
marathon seperti mesin robot di pabrik yang terus bekerja
tanpa henti sih. Tetap saja di sela sela waktu serius di
hadapan laptop dalam menyusun konsep produk dan
peluncurannya, atau saat meeting dan diskusi dengan atasan
dan juga tim terkait, ada saja waktu ber haha hihi dengan
teman sekerja di jam kerja sekalipun.
Apalagi saat istirahat makan siang yang biasanya aku
dibawakan bekal makan siang oleh istri ku tercinta. Bisa
kugunakan untuk mengobrol dengan teman sekerja yang juga
membawa bekal dari rumah atau sedang malas makan siang
di luar dan titip dibelikan makan oleh Office Boy.
30. 21
Atau juga saat setelah selesai jam kerja, aku dapat
beristirahat sebentar di ruang rekreasi karyawan di lantai 4
sambil menunggu waktu sholat maghrib. Walaupun di
ruangan tersebut terdapat beberapa sarana rekreasi seperti
tenis meja, meja billiard, atau bahkan playstation lengkap
dengan TV layar lebarnya itu, aku lebih senang
menghabiskan waktu dengan duduk santai di sofa nyaman
sambil menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama
teman kantor yang lain.
Saat adzan Maghrib berkumandang, barulah aku
berpindah ke musholla kantor yang terletak bersebelahan
dengan ruang rekreasi karyawan tersebut. Setelah sholat
maghrib, cusss ... aku lanjut kerja lagi sampai menjelang
waktu sholat Isya
Dalam proses persiapan untuk peluncuran produk
baru itu pula, aku juga cukup sering berkunjung ke pabrik
yang terletak di daerah Bogor itu, untuk berdiskusi dengan
tim R&D alias Research & Development. Mereka memang
bertanggung jawab untuk mengembangkan produk makanan
sesuai dengan arahan yang kuberikan berdasarkan hasil riset
pemasaran yang telah dilakukan sebelumnya.
Juga berdiskusi dengan tim pabrik terkait dengan
perencanaan produksi jika kelak formulasi dari produk yang
disiapkan oleh tim R&D telah disetujui untuk diproduksi
massal.
31. 22
Walaupun sebagai manajer aku mendapatkan fasilitas
mobil kantor yang biasa kukendarai untuk pulang pergi dari
rumah ke kantor, saat kunjungan ke pabrik aku lebih
memilih menggunakan mobil kantor yang secara terjadwal
bolak balik dari kantor ke pabrik. Selain lebih santai karena
aku tidak perlu mengemudi sendiri, juga dapat dipergunakan
sebagai alasan untuk mempercepat proses diskusi dan juga
analisa produk dengan tim R&D dan tim pabrik lainnya.
Setidaknya aku bisa beralasan ..selesai tidak selesai ya harus
dikumpul ... eh maksudnya aku tetap harus kembali ke
kantor jam 4 sore sesuai jadwal terakhir keberangkatan mobil
dari pabrik menuju kantor he..he..
10 bulan segala ‘keriuhan’ ini berjalan sampai pada
akhirnya produk biskuit final disetujui untuk diproduksi,
setelah sebelumnya menjalani riset pemasaran berupa tes
pasar dengan mencobanya pada beberapa kelompok
konsumen kami. Demikian pula telah disetujuinya jenis
kemasan produk beserta desainnya yang telah disiapkan oleh
tim desain grafis kami yang berada di departemen Marketing
Communication itu.
Masih ada waktu 2 bulan sebelum rangkaian produk
baru ini siap di produksi massal dan distribusikan ke kantor
kantor cabang maupun distributor di seluruh wilayah
Indonesia. Waktunya berdiskusi intensif dengan tim Sales
yang ruangannya bersebelahan dengan ruang tim Marketing.
Terutama mengenai alokasi produk baru untuk masing
32. 23
masing cabang dan distributor, berdasarkan jumlah dan jenis
toko yang ada di masing masing cabang dan distributor itu.
Hal ini sangat perlu untuk dilakukan, agar aku dapat
menghitung estimasi penjualan selama 1 tahun ke depan,
yang menjadi dasar bagi tim pabrik dalam menyiapkan bahan
baku untuk jumlah produksi yang tepat dengan permintaan
pasar untuk produk baru tersebut
Tentunya ini memerlukan proses negoisasi yang
cukup panjang dengan tim sales yang diwakili oleh GM Sales
yang didampingi oleh Regional Sales Manager – Indonesia
Barat dan Regional Sales Manager – Indonesia Timur. Mereka
tentu ingin alokasi produk baru yang sekecil kecilnya untuk
meminimakan resiko kegagalan distribusi yang dapat
ditimpakan kepada tim mereka.
Sementara aku tentunya menginginkan alokasi yang
sebesar besar nya sesuai dengan prediksiku terhadap
penerimaan pasar. Ini tentunya akan menjadi keberhasilan
produk baru di saat peluncurannya, yang juga akan menjadi
credit point bagi ku dalam project pertamaku ini
Untuk itu, sebelum maju untuk berdiskusi dengan
mereka, aku perlu menyiapkan berbagai data terkait untuk
mendukung argumen yang akan aku berikan. Termasuk data
data historis untuk penjualan produk sejenis dengan
rangkaian produk baru yang akan diluncurkan, baik data
produk sejenis yang di produksi perusahaanku, maupun
33. 24
penjualannya di dalam industri biskuit ini. Lagi lagi ini
pekerjaan yang cukup menguras pikiran dan terutama ...
waktu!
Aku juga perlu menyusun perencanaan berbagai
program Marketing untuk mendukung peluncuran produk
baru ini. Baik untuk program periklanan di media elektronik,
cetak, maupun digital. Juga kegiatan Event & Promosi seperti
kegiatan event launching sampai dengan sampling produk di
toko toko utama kami.
Belum lagi aku juga perlu merancang program
Promosi diskon dan program hadiah serta program program
lainnya untuk menarik minat toko toko untuk membeli
produk baru tersebut dan turut mempromosikan ke
pengunjung toko nya masing masing. Seperti misalnya
dengan memajang produk secara menarik di lokasi strategis
di dalam toko, sehingga dapat lebih menarik perhatian
konsumen.
Dan untuk menarik minat beli konsumen, aku juga
perlu menyiapkan program Promosi menarik seperti program
lucky draw untuk pembelian produk produk baru tersebut
dalam jumlah nominal tertentu di toko toko besar seperti
supermarket dll.
Yang paling membuatku pusing kepala adalah
bagaimana menyiapkan hal itu semua agar dapat berjalan
34. 25
secara serentak pada saat waktu peluncuran produk
tersebut, dan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.
Untuk itu aku perlu membuat time line atau
penjadwalan waktu yang ketat, yang secara disiplin
dijalankan dengan pengawasan yang melekat itu. Bukan hal
yang mudah sih, mengingat semua kegiatan tersebut harus
kukoordinasikan dengan banyak pihak, baik dari kalangan
internal maupun juga kalangan luar perusahaan. Ruweeettt
... Ruweeett he..he..
Tapi semua keruwetan yang cukup menguras waktu,
pikiran, dan tenaga selama waktu 1 tahun tersebut pun
akhirnya berbuah manis. Saat setelah acara resmi
peluncuran produk baru yang dilakukan dengan acara jumpa
pers tersebut, trend permintaan terhadap produk baru ini
terus meningkat. Hingga pada akhir tahun pertama
peluncurannya, pencapaian target penjualannya mencapai
200% atau 2 kali lipat dari yang direncanakan sebelumnya!
Alhamdulillah ....
Karena hal tersebut, bahkan tim pabrik sempat
kewalahan melayani lonjakan permintaan ini walau tetap
melakukan berbagai upaya terbaik untuk memenuhinya.
Bahkan secara bercanda, dalam kesempatan meeting
koordinasi bersama, Pak Fuad yang adalah Manufacturing
Director itu sempat “memarahi” ku akibat kejadian ini. Tentu
saja hanya marah main main, siapa sih yang tidak senang
dengan over target yang dua kali lipat seperti ini he..he..
35. 26
Dan secara langsung, keberhasilan ini pun sangat
mengangkat ‘brand awareness’ ku sebagai anak bawang yang
sebelumnya kurang diperhitungkan. Hingga pada tahun
berikutnya, walaupun merek yang menjadi tanggung jawabku
bukanlah merek dengan kontribusi penjualan yang relatif
sangat besar di perusahaan, dalam acara gala dinner
tahunan yang diadakan perusahaan di ballroom sebuah hotel
bintang 5 tak jauh dari gedung kantor kami tersebut, merek
yang aku kelola mendapatkan penghargaan sebagai Brand of
The Year dengan pertumbuhan penjualan terbesar pada
periode 1 tahun sebelumnya. Secara langsung ini juga
mengangkat nama brand manager yang menjadi pengelolanya
he..he
****
Good start .... istilah yang umum dipakai dalam
sebuah kompetisi seperti balap mobil ataupun motor.
Pembalap dengan awal start perlombaan yang bagus, akan
sangat berpeluang untuk mendapatkan finish yang bagus
pula.
He..he nggak ada maksud apa apa sih aku
mengatakan hal tersebut. Nggak ada niatan untuk besar
kepala, apalagi sombong dan arogan ...
Beneran ini .... hanya kebetulan melintas saja kata
kata itu dalam pikiran. Toh aku nggak pernah juga
menganggap menjalani karir ini sebagai suatu perlombaan,
36. 27
apalagi perlombaan balap yang identik dengan adu kecepatan
itu. Aku hanya menjalankan semua tugas yang diberikan
dengan sebaik yang aku bisa saja kok. Kalau bisa sih
melebihi harapan, tapi kalaupun belum bisa, setidaknya
harus sesuai dengan harapan para stakeholder tersebut ...
terutama sih harapan shareholder alias pemegang saham
he..he..
Jadi ya nggak ada pikiran sedang balapan dalam
menjalani karir. Balapan dengan siapa?? Lagipula kan kalau
balapan pasti pakai helm full face mahal dan jaket serta
celana tebal yang kalau perlu anti api itu, bukannya pakai
baju formal berdasi serta celana katun slim fit he..he
Prinsipku hanya do the best I can saja dalam bekerja,
sehingga nggak perlu lirik kiri kanan untuk mengawasi
pembalap lain yang bersiap menyalip. Apalagi sampai
menelikung dengan gaya menyalip di tikungan itu. Nggak lah
... itu bukanlah gayaku ..
Dan tidak perlu juga harus memacu diri terlalu keras.
Ibarat mesin mobil yang dipacu dengan putaran mesin yang
mendekati atau bahkan melebihi batas maksimal yang
diperkenankan. Yang ada akan over heated mesinnya, masih
mending kalau tidak sampai jebol he..he
Jadi ya setelah penobatan sebagai brand terbaik
kuperoleh pada tahun pertama karyaku di perusahaan, ya
aku fokus saja ke depan melakukan kewenangan yang
37. 28
menjadi tanggung jawabku dengan upaya terbaik yang bisa
aku berikan. Aku tetap meninggalkan kantor hampir jam
setengah delapan, walau sudah berangkat kantor pagi sekitar
jam 5 pagi untuk tiba kantor jam setengah tujuh pagi dengan
rasa fresh karena belum terkena macet jalan Ibu kota.
Memang sih setelah aku masuk ke ruangan kantor
dan sampai di meja kerjaku, aku tidak segera menghidupkan
laptop ku. Dengan dalih untuk beristirahat sejenak setelah
hampir 1,5 jam mengemudi itu, aku menikmati secangkir
kopi hangat untuk menikmati sarapan yang kubawa dari
rumah. Selepas itu, masih kusempatkan diri untuk melihat
lihat informasi di sosial media melalui laptop sampai jam
dinding di ruangan Marketing menunjukkan pukul setengah
delapan dan mulai ada kolegaku yang berdatangan memasuki
ruangan. Setelah itu, It’s working time yang lebih awal
setengah jam dari jadwal resmi yang jam 8 pagi itu.
Begitulah terus hari hari kerja kujalani untuk terus
menumbuhkan merek yang aku kelola yang selalu meningkat
dari waktu ke waktu. Hingga 2 tahun setelah aku bergabung,
Pak Ronald yang secara khusus memintaku datang ke
ruangannya, mengabarkan bahwa aku akan dipindahkan
untuk menangani merek dengan penjualan kedua terbesar di
perusahaan kami, dan menerima promosi sebagai Senior
Brand Manager. Alhamdulillah ... kuterima itu dengan rasa
syukur tanpa kegembiraan yang berlebihan
38. 29
Selanjutnya, aku berupaya terbaik untuk terus
bekerja cerdas dan keras tanpa menoleh kiri kanan tentang
apa yang kolega dapatkan. Dalam hal hal seperti ini, “teori
kaca mata kuda” adalah konsep terbaik yang menurutku
paling tepat untuk dijalankan. ‘Teori’ ini tetap kupegang
teguh sampai 2 tahun kemudian, saat Pak Ronald mendapat
tawaran yang menurutnya terlalu sayang untuk dilewatkan di
perusahaan lain.
Di saat mungkin beberapa teman senior brand
manager mulai pasang mata telinga dan sudah siap menekan
pedal gas dalam dalam, aku masih saja asyik sendiri untuk
melaksanakan program kerja dari merek yang aku kelola
Hingga saat Bu Nathalia menyampaikan keputusan
dari Dewan Direksi bahwa pengganti Pak Ronald adalah
diriku, sontak aku tercengang dan seperti tidak percaya.
Secara sebelumnya pun aku tidak pernah berharap banyak.
Secara masih ada Firmansyah yang adalah Senior Brand
Manager untuk merek pemberi kontribusi penjualan terbesar
untuk perusahaan dan sudah menjabatnya selama 4 tahun.
Dan masih ada 2 Senior Brand Manager lain yang berada
dibawah koordinasi Pak Leo yang adalah Senior Marketing
Manager untuk kategori produk minuman. Keduanya juga
dengan masa jabatan yang lebih lama dariku
Tapi keputusan telah ditetapkan. Dan walaupun ada
yang kecewa dengannya, aku menerima tanggung jawab dari
Dewan Direksi dengan penuh syukur kepada Allah dengan
39. 30
kegembiraan yang juga biasa biasa saja. Selanjutnya ya ‘work
as usual’ sesuai kebiasaanku selama ini. Tidak lebih
Barulah 6 tahun berselang terjadilah peristiwa yang
mulai menggeser caraku dalam menunaikan amanah yang
diberikan oleh perusahaan padaku. Kala itu, Bu Nathalie
yang sudah menjabat GM Marketing selama 9 tahun itu
mendapat tugas dari Pak Willy untuk ikut merintis anak
perusahaan baru yang bergerak dalam bidang produk frozen
food itu. Ini berarti posisi yang telah 9 tahun tidak pernah
vacant atau kosong ini, kali ini terbuka lebar untuk diisi
Kandidat kuat memang datang dari 2 Senior
Marketing Manager (SMM), yaitu Pak Leo yang sudah 6 tahun
menjabat SMM produk minuman (Drink), dan yang baru 2
tahun menjabat sebagai SMM produk makanan (Food) yaitu
.... aku sendiri. Atau jika kedua dari kami dianggap belum
layak, akan dicarikan kandidat dari anak perusahaan lain. Di
group perusahaan kami memang setiap promosi jabatan
selalu mengambil dari internal group perusahaan. Dalam
kondisi sudah sangat terpaksa sekali karena sama sekali
tidak ada kandidat yang sesuai, barulah dicari kandidat dari
luar. Terutama untuk posisi mangerial ke atas
Sebagai kandidat yang paling junior, walaupun ada
sedikit berharap dalam hati, akan tetapi aku tidak terlalu
ambil pusing apalagi sampai melakukan manuver untuk
posisi ini. Seperti biasa, kupakai ‘teori kaca mata kuda' dan
tetap fokus pada pekerjaanku mengelola tim brand
40. 31
management produk makanan (food) itu. Toh kalau sudah
rezeki, ya nggak akan kemana, pikirku menenangkan diri
Sampai akhirnya seseorang dipanggil secara khusus
ke ruang Pak Susetyo sebagai Sales & Marketing Director
untuk mendapatkan kabar mendapatkan promosi sebagai
GM Marketing adalah ............ lagi lagi aku. Hadeeuuhh ....
kali ini aku benar benar tidak enak dengan Pak Leo yang
sudah menjabat sebagai SMM saat aku masih Senior Brand
Manager. Total sudah 9 tahun dia di posisi MM dan SMM,
sementara aku baru 4 tahun saja untuk kedua posisi
tersebut. Sempat kulihat rona sangat kecewa pada wajahnya
saat pada akhirnya menerima kabar ini.
Atau juga Bu Sherly yang adalah Senior Marketing
Communication Manager (SMCM) yang total sudah 7 tahun di
posisi yang mengelola departemen Marketing Communication
yang sangat mendukung tugas tugasku dan Pak Leo sebagai
Senior Marketing Manager. Ya, walaupun kemungkinan
untuk promosi sebagai GM Marketing bagi seorang SMCM
dibanding SMM relatif lebih kecil, tapi peluang tersebut
tetaplah ada.
Apalagi karena suasana kantor yang sangat
menyenangkan bagi sebagian besar karyawan ditambah lagi
dengan tingkat kesejahteraan yang sangat memuaskan,
tingkat employee turn over atau keluar masuk karyawan
tergolong sangat rendah. Dampaknya ya kemungkinan
promosi jabatan terutama untuk posisi senior management
41. 32
ke atas menjadi sangat terbatas. Hal ini disebabkan jarang
posisi menjadi kosong karena ada personel yang resign.
Paling jika Pak Willy yang adalah pemilik perusahaan akan
membuka anak perusahaan baru yang memerlukan personel
internal, barulah ada pergeseran ‘gerbong jabatan’ di suatu
divisi, seperti yang terjadi pada Bu Nathalia. Atau jika kantor
pusat atau anak perusahaan lain ada yang membutuhkan.
Tapi aku ya bisa apa. Ini adalah keputusan dewan
direksi yang bahkan aku tidak pernah diajak bicara secara
langsung mengenai hal ini. Toh aku juga tidak pernah
menganggap perjalanan karir ini sebagai arena balapan,
apalagi balapan liar. Tidak pernah aku sekalipun
menganggap para kolega ku satu level itu sebagai pesaing.
Apalagi mencari jalan untuk dapat menyalip mereka
ditikungan. Misalnya dengan mendekat dekat secara tidak
profesional ke Bu Nathalia atau bahkan ke Pak Susetyo yang
adalah direktur kami. That’s not my style ... my dear friends
Aku hanya berusaha berupaya yang terbaik untuk
memberikan kontribusi yang terbaik untuk perusahaan.
Walaupun harus mengerahkan segala kemampuan yang
kumiliki termasuk waktu di hari hari kerja yang praktis
hanya untuk perusahaan. Aku hanya berfikir bahwa ini
adalah cara Allah untuk membagi rezeki kepada setiap umat-
Nya. Toh sangat mungkin bagi mereka berdua untuk
mendapatkan promosi jabatan di anak perusahaan Pak Willy
42. 33
yang lain, atau bahkan di kantor pusat group perusahaan.
Jika Allah menghendaki.
Yang penting aku tetap berinteraksi dan bekerja sama
yang baik dengan mereka berdua, dan juga dengan Pak Hanif
yang menggantikan ku sebagai MM untuk produk food, yang
sebelumnya Senior Brand Manager seangkatanku dan selama
ini berada dalam tim ku tersebut
Walaupun sempat ada rasa canggung pada saat
interaksi dengan mereka berdua, khususnya dengan Pak Leo,
tapi lambat laun suasana pun menjadi cair kembali. Maklum,
sebelum kejadian ini, sebenarnya hubungan kami sangat
akrab, mengingat tim Marketing di bawah koordinasi Bu
Nathalia dikenal sangat solid dan kompak. Sehingga kejadian
promosi jabatan ini pada akhirnya hanya kami anggap
sebagai ‘riak kecil’ saja dalam perjalanan kerja sama dan
keakraban kami. Aku pun tidak sempat mengalami hambatan
dalam menjalankan tugas karena reaksi mereka terhadap
kejadian ini. Pada akhirnya, ritme kerja yang sangat baik di
tim marketing tetap terjaga seperti saat saat sebelumnya
****
Promosi jabatan ini pun pada akhirnya membuatku
berfikir dan kemudian sedikit merubah sudut pandang ku
terhadap arti dari perjalanan karir. Selama 8 tahun meniti
karir di perusahaan ini aku lebih memilih jalan seperti air, ‘let
it flow’ atau mengalir begitu saja walau tetap dengan upaya
43. 34
kerja cerdas dan keras tanpa menganggapnya sebagai suatu
kompetisi. Apalagi sampai menganggapnya sebagai suatu
ajang balapan yang membuka peluang untuk melakukan hal
hal yang menurut prinsip kerja yang kuanut sebagai tidak
profesional, seperti misalnya menyalip di tikungan dengan
cara cara yang menurut etika kerja kurang tepat itu.
Akan tetapi saat mengemban tugas sebagai GM
Marketing ini aku mulai berfikir ulang. Eitts tapi jangan salah
menduga dulu ya. Sejauh apapun aku berfikir ulang, aku
akan selalu menjaga untuk tidak melampaui batas
profesionalisme. Artinya ya tetap berjalan pada rel etika kerja
dan berprinsip untuk tidak mengganggu siapa pun, apalagi
dengan cara cara yang tidak benar, baik dinilai dari sisi
peraturan perusahaan maupun secara etika dan moral.
Prinsipnya ya tetap dijalan yang diperkenankanlah, baik dari
sisi formal hubungan kerja dengan perusahaan, dan juga
dengan sesama kolega atau rekan kerja tersebut
Ya perubahan ini berdasarkan pada apa yang telah
dijalani Bu Nathalia yang sebelumnya menjabat GM
Marketing selama 9 tahun itu. Bukan berarti dalam kurun
waktu tersebut tidak terdapat pergerakan gerbong promosi
sama sekali di divisi Sales & Marketing
Selama 9 tahun menjadi GM Marketing, sebenarnya
Bu Nathalie sudah mengalami pergantian Sales & Marketing
Director sebanyak 3 kali. Terakhir ya Pak Susetyo yang sudah
2 tahun ini menjabat posisi itu. Dan semua pejabat itu
44. 35
adalah promosi internal dari dalam perusahaan. Artinya tidak
dari anak perusahaan lain, apalagi dari perusahaan lain di
luar grup perusahaan kami. Pertanyaan memang, jika bukan
Bu Nathalia, lantas siapa para direktur tersebut?
Ya, 3 Sales & Marketing Director tersebut semuanya
berasal dari tim Sales, yang sebelumnya menjabat GM Sales.
Bukan berarti Bu Nathalia dinilai kurang baik dalam
performa kerjanya, setidaknya dibanding 3 GM Sales tadi ya.
Sebaliknya performa kerjanya justru dinilai luar biasa oleh
perusahaan, bahkan oleh Pak Willy sendiri.
Dalam 9 tahun masa tugasnya itu, Bu Nathalia sudah
membawa banyak merek yang dimiliki perusahaan
mengalami peningkatan bagian pasar atau market share
tersebut, secara sangat signifikan. Bahkan beberapa merek
kami tersebut pada akhirnya menjadi pemimpin pasar atau
market leader untuk kategorinya masing masing. Termasuk
merek yang pernah aku kelola saat menjadi Senior Brand
Manager. Lantas mengapa bukan Bu Nathalia yang mendapat
kepercayaan sebagai Sales & Marketing Director ?
Terus terang sih aku tidak punya jawaban yang pasti
mengenai hal tersebut. Tapi berdasarkan pengamatan dan
analisaku, juga hasil diskusi dengan beberapa rekan kerja,
sepertinya aku punya kemungkinan jawaban yang
menurutku cukup logis. Kenapa selalu GM Sales yang
mendapatkan kesempatan promosi menjadi Sales &
Marketing Director ?
45. 36
Ya, karena perusahaan kami mempunyai jaringan
distribusi produk yang sangat meluas sampai ke titik titik
terjauh di seluruh wilayah negeri ini. Untuk itu kami
mempunyai 24 kantor cabang di seluruh Indonesia dan juga
puluhan distributor lokal yang kesemuanya menjadi garda
terdepan dalam distribusi produk. Bahkan produk produk
perusahaan kami sudah mulai di ekspor ke manca negara.
Karenanya, pemahaman seorang Sales & Marketing Director
terhadap semua saluran distribusi ini perlu sangat mendalam
agar dapat selalu mempunyai ide ide dan gagasan yang segar
dan inovatif untuk mengembangkan saluran distribusi itu
Bukan berarti kemudian Marketing dianggap kurang
penting ya. Tidak sama sekali! Bahkan dianggap sangat
penting. Bukankah saluran distribusi yang selalu
berkembang dan semakin merata tersebut akan menjadi sia
sia jika tidak banyak konsumen yang tertarik membeli
produk produk kami tersebut? Dan ini adalah tugas dari
Marketing untuk membentuk permintaan konsumen tersebut
Hanya memang, untuk menangani aktivitas Marketing
ini, Sales & Marketing Direktur dapat memberikan
pendelegasian wewenang secara penuh ke GM Marketing.
Sementara untuk aktivitas Sales, Sales & Marketing Director
haruslah terlibat aktif secara penuh untuk dapat memahami
dinamika lapangan pada berbagai saluran distribusi tersebut.
Seringkali juga Sales & Marketing Director harus melakukan
46. 37
negoisasi bisnis dengan distributor atau toko toko besar
untuk meningkatkan saluran distribusi produk kami.
Sebagai marketer atau pemasar itu, harus aku akui
bahwa Bu Nathalia memang sangat mumpuni. Terbukti
dengan “tangan dingin” nya itu, berbagai merek yang ada di
perusahaan kami mengalami peningkatan yang sangat pesat
karena ide dan gagasannya yang kemudian diwujudkan
dalam konsep merek yang tepat. Tentu peran kami sebagai
brand manager atau marketing manager juga besar untuk
pencapaian ini. Hanya memang sebuah harmoni orkestra
yang baik yang dimainkan oleh berbagai musisi hebat, hanya
akan menghasilkan simfoni yang menjadi masterpiece jika di
arahkan oleh seorang kondaktur yang hebat pula. Dan
disitulah peran Bu Nathalia berada
Tapi ya itu, Bu Nathalia memang benar benar fokus
pada upaya menghasilkan simfoni yang hebat dengan
memperhatikan detail dari setiap permainan alat musik yang
dimainkan oleh masing masing musisi, juga menggubah
komposisi komposisi musik yang hebat.
Hanya memang karena terlalu fokus itu, dia mungkin
tidak menyadari bagaimana semua alat musik yang
dipergunakan bisa sampai di gedung konser, demikian pula
pada bagaimana penyiapan suatu pergelaran konser
dilakukan. Termasuk juga bagaimana agar para penonton
bersedia datang untuk menonton konser. Karena fokusnya
memang tidak kesitu
47. 38
Nah itulah yang menjadi sebab Bu Nathalia pun
kurang menguasai mengenai hal hal terkait dengan Sales dan
pengembangan saluran distribusi. Toh itu bukan
kewenangannya sebagai GM Marketing. Akibatnya ya itu,
karena perusahaan juga mempunyai perhatian yang sangat
tinggi terhadap bagaimana agar saluran distribusi
perusahaan dapat tersebar dengan sangat luas dan merata,
sesuai dengan visi perusahaan yang dalam jangka panjang
dapat menjadi penguasa pasar alias market leader pada
industri makanan dan minuman dalam kemasan itu,
perusahaan lebih memilih untuk mempromosikan GM Sales
untuk menjadi direktur. Toh Sales & Marketing Director
dapat memberikan kewenangan penuh pada GM Marketing.
Dan itulah yang terjadi
Aku pun sempat berfikir, mengapa perusahaan tidak
membagi saja Divisi Sales & Marketing menjadi Divisi Sales
dan Divisi Marketing yang terpisah saja ya, agar masing
masing dapat fokus pada tugasnya masing masing. Toh
merek yang dimiliki perusahaan juga semakin lama semakin
banyak, sehingga pantas dikelola oleh Divisi tersendiri. Tapi
ya mungkin Pak Willy dan para direksi kantor pusat punya
pertimbangan sendirilah kenapa hal tersebut belum
dilakukan, walau aku yakin bahwa pada saatnya nanti hal
tersebut akan dilakukan
Kembali ke Bu Nathalia. Walaupun saat ini beliau
akhirnya mendapat promosi di anak perusahaan baru yang
48. 39
bergerak di produksi dan pemasaran produk produk frozen
food atau makanan beku yang didirikan Pak Willy dengan
melihat perkembangan pasar ke depan itu, Bu Nathalia perlu
menunggu 9 tahun untuk itu.
Aku pun menjadi berfikir, apa selanjutnya aku yang
harus menunggu 9 tahun lagi untuk kemudian mendapat
kesempatan untuk promosi sebagai direktur? Mungkin aku
tidak akan bisa sesabar seperti Bu Nathalia untuk menunggu
selama itu. Mungkin ya ......
Untuk mencari kesempatan yang lebih baik di luar
perusahaan, aku masih belum terpikir. Pernah kujelaskan
alasannya kan, situasi dalam perusahaan yang sangat
menyenangkan dan relatif tidak banyak office politics, serta
tingkat kesejahteraan yang sangat baik dan jauh di atas rata
rata industri itu, membuat hampir semua karyawan tidak
terpikir untuk resign, bahkan untuk kesempatan posisi yang
lebih baik sekalipun. Hal ini juga terjadi pada diriku
Jadi pilihannya, sabar menunggu atau aku harus
menguasai hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuanku di luar bidang marketing untuk membuatku
“pantas” dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama,
menjadi kandidat kuat Sales & Marketing Director. Secara
tidak langsung, hal ini membuatku memasuki sirkuit balapan
untuk berpacu dengan GM Sales untuk lebih dahulu
mencapai garis finish. Sehingga walaupun baru memulai di
garis start, aku sudah harus melihat ke kiri dan ke kanan,
49. 40
khususnya ke arah Pak Alex yang sudah 2 tahun menjabat
GM Sales
Tapi aku tidak ingin benar benar berada dalam sirkuit
balap, secara sebenarnya itu bukanlah tipe ku. Apalagi
dengan melakukan cara cara yang kurang etis. Aku hanya
ingin meng-upgrade diri saja agar “pantas” untuk dipilih pada
waktunya
Untuk itulah, sejak minggu minggu awal sebagai GM
Marketing, selain melakukan koordinasi tim Marketing dan
mengeksplorasi ide ide dan gagasan baru mengenai
Marketing, yang memang itu adalah kompetensi ku yang
telah kukuasai dengan relatif sangat baik tersebut, aku juga
mulai mengeksplore hal hal yang lain.
Aku mulai secara intensif mempelajari segala hal
mengenai Sales dan saluran distribusi di perusahaan. Aku
banyak mempelajari berbagai dokumen dan laporan laporan
terkait aktivitas Sales di perusahaan, dan banyak bertanya
dengan Pak Alex. Bahkan juga dalam meeting khusus berdua
dengannya.
Pak Alex sih tidak pernah berkeberatan dengan hal
tersebut. Dia bahkan pernah berkata jika partner nya sesama
GM mau belajar lebih banyak mengenai dunia Sales, akan
mempermudah tim Marketing lebih memahami mengenai apa
keinginan dan kebutuhan yang ada di lapangan, yang selama
ini menurutnya hanya menjadi perhatian tim Sales saja.
50. 41
Dia bahkan aktif mendorong ku untuk sering
melakukan kunjungan ke pasar, tidak saja bersama dirinya,
akan tetapi juga bersama tim Sales lainnya, termasuk juga
dengan para kepala cabang dan distributor di daerah. Secara
otomatis, jadwal perjalanan dinas ke luar kota ku juga
semakin bertambah. Pada saat saat awal, bisa 2 minggu aku
berada di luar kota. Suatu hal yang bahkan Pak Alex pun
jarang melakukannya selama itu
Tentu saat sebelum melakukan semua itu, aku
meminta izin dan juga arahan dari Pak Susetyo sebagai
atasanku. Beliau mendukung dan mengatakan tidak ada
salahnya jika tim Marketing juga lebih memahami apa yang
dikerjakan tim Sales. Demikian pula sebaliknya.
Walaupun sudah didukung penuh atasan dan kolega,
namun hal ini tetap saja ada resiko dan konsekuensi nya.
Yang sudah pasti adalah masalah waktu. Sebab upayaku
untuk mempelajari lebih luas lagi mengenai Sales, sama
sekali bukan alasan untuk mengurangi porsi tugasku
mengelola tim Marketing berikut segala aktivitasnya. Tetap
saja semua harus dikelola setidaknya sama dengan saat
masih dikelola oleh Bu Nathalia.
Konsekuensinya jelas, jam kepulanganku dari kantor
yang biasa sekitar jam 7 malam itu, bisa semakin malam
atau bahkan sampai jam 9 malam. Waktu akhir pekan yang
biasa 100% kuhabiskan untuk keluarga dan “me time” berupa
balas dendam tidur itu, kali ini harus berbagi dengan
51. 42
pekerjaan. Belum lagi jika aku harus keluar kota, yang sudah
pasti dari pagi sampai dengan sore aku berada di lapangan
bersama kepala cabang atau manajer dari distributor. Tidak
jarang malam hari nya pun diundang makan malam bersama
pemilik toko toko besar untuk meningkatkan relationship.
Total 1 tahun pertama kuhabiskan untuk melakukan semua
aktivitas tersebut. Untuk selanjutnya aku tinggal me-
maintainance saja hal yang sudah kuperoleh tersebut dengan
tetap melakukan tugas tugas regular sebagai GM Marketing
Semua ini tidaklah berjalan mulus saja tanpa reaksi.
Yang paling keras bereaksi tentu saja Vina yang baru mulai
tumbuh menjadi gadis remaja, maupun Aulian yang belum
lama lepas dari usia balita yang sedang senang senangnya
bermain bersama Papa nya. Dan walaupun dalam lubuk
hatinya yang paling dalam juga merasakan hal yang sama,
tapi istri ku tercinta berusaha memberikan pengertian pada
putri dan putra kami tersebut.
Istriku tercinta memang dapat memahami apa yang
sedang kulakukan. Walaupun secara sangat halus, ia pernah
menyatakan “keberatan” nya akan keadaan ini. Tapi tetap ia
menyatakan mendukung atas apa segala apa yang sedang
kulakukan. Hanya ia berpesan agar aku tetap menjaga
kesehatan walau dalam keadaan seperti ini
Ya sudah, walau perasaan ku saat itu juga cukup
merasakan kegalauan, aku tetap memperkuat tekad untuk
melakukan apa yang sudah kumulai tersebut.
52. 43
Reaksi yang hampir sama pun sebenarnya juga terjadi
pada tim Marketing. Hanya memang sering kali disampaikan
sambil bercanda. Memang jika aku sedang berada di kantor,
relatif tidak ada masalah. Kalaupun ada masalah, semua
dapat tertangani dengan cepat
Akan tetapi beda situasinya jika aku sedang berada di
luar kota, dimana saat saat itu memang aku sedang sering
seringnya melakukan kunjungan ke luar kota. Tim ku sering
mengeluhkan agak sulit berkomunikasi jika ingin berdiskusi
panjang atau meminta saran saran tertentu. Memang bisa
melalui telepon, akan tetapi pembicaraan tatap muka tentu
akan lebih nyaman dan lebih sampai maksud yang ingin
didiskusikan. Belum lagi jika aku sedang berada di daerah
yang kualitas sinyal telepon selulernya kurang bagus. Bisa
beberapa kali putus sambung untuk satu topik diskusi saja
he..he
Apalagi jika harus membahas data data yang detail
pada program pengolah angka atau spreadsheet seperti MS
Excell itu. Apalagi jika saat itu aku sedang berada di
lapangan dan tidak dapat membuka laptop. Paling yang bisa
kulakukan adalah membacanya melalui tablet phone ukuran
10 inchi milikku. Itupun seringkali harus sambil disambi
pembicaraan dengan tim cabang atau distributor, juga
dengan para pemilik atau pengelola toko toko besar. Alhasil
konsentrasi ku terpecah dan aku belum bisa memberikan
analisa atau persetujuan. Paling nanti akan aku tunda
53. 44
sampai waktunya memungkinkan. Terutama di sore hari saat
aku sudah kembali ke kantor cabang atau kantor distributor,
di saat tim Marketing yang minta waktu ku untuk berdiskusi
itu sudah bersiap siap pulang ha..ha..ha
Tapi walaupun demikian mereka pun mengakui
bahwa GM Marketing yang memahami situasi Sales dan
saluran distribusi di lapangan dengan cukup detail itu, akan
juga berpengaruh positif pada pemahaman tim Marketing
terhadap tugas tugas tim Sales. Setidaknya dapat
mengurangi kesalahpahaman yang cukup sering terjadi,
dimana program program dari Marketing sering dinilai tidak
sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya di lapangan.
Secara langsung, ini akan mengurangi tensi dalam hubungan
tim marketing dan tim sales.
Karenanya walau kadang mereka mengeluh dengan
nada bercanda, mereka pun mendukung penuh segala upaya
yang kulakukan tersebut. Tinggal badanku yang terasa agak
“remuk” dengan segala aktivitas yang relatif tanpa waktu
luang tersebut ha..ha..ha
****
“Kami harap Pak Pradana dapat menjalankan segala
amanat dan kepercayaan yang kami berikan dengan sebaik
baiknya, dan menjadikannya sarana untuk semakin
memajukan perusahaan, khususnya untuk bidang Sales dan
Marketing” kudengar wejangan yang disampaikan dengan
54. 45
nada lembut tapi tegas dan bermakna dalam, oleh Pak Willy
pada saat kesempatan makan siang di private room sebuah
restoran besar yang terletak di jalan utama di daerah pusat
bisnis di daerah Jakarta Selatan itu. Dengan tersenyum dan
santun aku pun segera menjawab,” Terima kasih atas
kepercayaan yang telah Pak Willy dan perusahaan berikan
kepada saya, saya berjanji akan mengemban dan
melaksanakannya dengan upaya terbaik yang bisa saya
berikan” jawabku sambil memandang wajahnya yang segera
tersenyum lebar saat mendengar jawabku tersebut
Segera ia mengulurkan tangannya untuk
menyalamiku yang segera kusambut dengan menjabat
tangannya dengan senyum menghiasi wajahku. Hal ini
kemudian diikuti juga oleh Pak Sulistyo yang adalah Direktur
Utama perusahaan tempatku berkarya selama ini, dan Pak
Susetyo, Sales & Marketing Director di grup perusahaan.
Sebelumnya beliau adalah Sales & Marketing Director di
perusahaan ku bekerja yang adalah anak perusahaan dari
grup perusahaan yang dirikan oleh Pak Willy tersebut
Ya, walaupun sudah dapat memperkirakan
sebelumnya, tetap saja jantung ini terasa berdebar saat
menerima undangan makan siang yang disampaikan oleh
Cindy, sekretaris Pak Willy. Saat itu aku tidak banyak
bertanya padanya, termasuk maksud dan tujuan undangan
ini, termasuk juga siapa saja yang akan hadir. Apalagi Cindy
juga berpesan untuk merahasiakan undangan ini pada siapa
55. 46
pun. Makanya aku cukup terkejut saat menyadari bahwa
selain Pak Willy, hanya Pak Sulistyo dan Pak Susetyo saja
yang hadir. Memang Pak Sulistyo pernah mengatakan bahwa
Pak Willy minta bertemu denganku. Akan tetapi semula aku
menduganya hal itu akan dilakukan di ruang meeting kantor
saat Pak Willy berkunjung ke kantor sekitar 2 kali sebulan
yang biasanya dilakukan sehari penuh itu. Untuk itulah di
sebelah ruangan Pak Sulistyo terdapat ruangan khusus
untuk Pak Willy yang dipergunakan jika beliau berkunjung
kesini
Ya, walaupun hanya anak perusahaan, akan tetapi
perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan pertama
yang didirikan oleh Pak Willy sekitar 20 tahun silam dan juga
anak perusahaan yang terbesar sekaligus pemberi
keuntungan terbesar bagi grup perusahaan. Sebagai
perusahaan produsen makanan dan minuman dalam
kemasan dengan berbagai merek yang sangat dikenal oleh
konsumennya itu, perkembangan perusahaan dari tahun ke
tahun memang sangat menggembirakan. Itulah sebabnya
dengan kesibukannya yang luar biasa mengurus beberapa
perusahaan yang saat ini juga berkembang ke berbagai
produk konsumen lainnya di luar produk makanan dan
minuman itu, perusahaan kami tetap mendapatkan
perhatian lebih dari beliau
Itulah sebabnya aku mengira undangan makan siang
ini juga dihadiri oleh beberapa orang lainnya di perusahaan,
56. 47
baik dari Divisi Sales & Marketing maupun juga Divisi
lainnya. Akan tetapi ternyata hanya dihadiri oleh kami
berempat saja.
Dan setelah pembicaraan ringan yang sering kali
diluar urusan pekerjaan di sela sela menikmati hidangan
makan siang itu, saat kami telah selesai menyantap semua
hidangan yang disiapkan, barulah Pak Willy menyampaikan
pemberitahuan mengenai keputusannya untuk melakukan
promosi jabatan Sales & Marketing Director untukku,
menggantikan Pak Susetyo yang mendapatkan Promosi
jabatan di kantor pusat
Lagi lagi aku sangat terkejut dengan keputusan
perusahaan mempromosikan diriku. Ya, walaupun aku juga
berharap dan juga telah belajar banyak mengenai aktivitas
Sales dan saluran distribusi untuk mengejar “ketertinggalan”
pengetahuan GM Marketing mengenai masalah masalah ini,
tetap saja dalam hati kecilku beranggapan bahwa posisi ini
sudah menjadi “jatah” untuk GM Sales. Apalagi Pak Alex
menjadi GM lebih dulu 2 tahun dari padaku. Sehingga
dengan segala apa upayaku selama ini, sampai dengan 4
tahun sebagai GM Marketing pun aku tidak berani untuk
berharap lebih.
Tapi keputusan sudah ditetapkan. Seperti biasanya,
aku berucap “Alhamdulillah” untuk mengungkapkan rasa
syukur ku yang teramat sangat pada Allah
57. 48
Subhanawataallah. Setelahnya, aku merasa bahagia yang
biasa saja dan tidak berlebihan
Reaksi yang sama juga kutunjukkan saat Pak Sulistyo
mengenalkanku sebagai Sales & Marketing Director yang
baru dihadapan 3 anggota Direksi yang lain. Juga saat
memimpin meeting Divisi Sales & Marketing. Demikian pula
saat menerima jabat tangan dari rekan rekan kerja level GM,
senior Manager, dan Manager yang hadir pada meeting
tersebut
Reaksi yang tak terduga justru datang dari Pak Alex.
Saat berjabat tangan dengannya, kulihat wajah dingin yang
sangat terpukul, walau dia terlihat berusaha keras untuk
menyembunyikannya. Tapi aku tetap sangat bisa
merasakannya. Kurasakan dia jauh lebih terpukul daripada
Pak Leo pada saat menerima kabar bahwa aku yang
dipromosikan menjadi GM Marketing sekitar 4 tahun yang
lalu
Suatu hal yang bisa kupahami. Mengingat secara
kalkulasi di atas kertas, memang dia yang paling berpeluang.
Selain dia lebih lama 2 tahun menjadi GM dibandingkan aku,
secara tradisi memang posisi Direktur selalu berasal dari GM
Sales. Bahkan aku sendiri sangat berkeyakinan bahwa segala
upaya ku untuk mempelajari berbagai aktivitas Sales dan
saluran distribusi dengan pengorbanan yang sangat besar
itu, tidak akan merubah tradisi itu. Semua itu aku lakukan
hanyalah salah satu bentuk ikhtiar atau upaya saja untuk
58. 49
menambah kompetensi ku. Toh terbukti, hubungan antara
tim Marketing dengan tim Sales berjalan lebih baik
karenanya, setelah aku meneruskan kompetensi tambahan
itu pada anggota tim Marketing lainnya.
Tapi hal yang paling membuatku terkejut dari sikap
itu, adalah saat setelah beberapa waktu kemudian aku
mendapatkan kabar yang beredar secara samar samar di
antara tim divisi Sales & Marketing, bahwa Pak Alex
menganggapku bukan hanya sekedar “menyalip di tikungan”
saja, akan tetapi juga “menelikung di tingkungan”. Alasannya
ya terutama upayaku sebagai GM Marketing mempelajari
banyak hal mengenai Sales dan distribusi tadi.
Terus terang aku tidak bisa mengira-ira arah
argumentasinya itu. Apa hubungannya aku belajar banyak
tentang hal yang dikuasai Pak Alex langsung dari nya,
dengan aku menelikung dia segala macam. Apalagi yang
kulakukan juga mendapat persetujuan Pak Susetyo kok.
Berarti kan itu suatu hal yang benar dan tidak ada yang
salah
Tapi memang aku sudah dapat memperkirakan bahwa
penyelesaian kesalahpahaman ini tidak akan semudah saat
aku menghadapi situasi yang hampir sama saat aku di
promosikan menjadi GM Marketing dulu. Waktu itu memang
Pak Leo juga bereaksi serupa, tapi yang aku tahu tidak ada
tuduhan bahwa aku telah ‘menelikung di tikungan'. Pak Leo
tahu persis bahwa aku tidak berperan apa apa dalam proses
59. 50
promosi ini. Semua itu adalah sepenuhnya keputusan Direksi
yang aku tidak bisa mempengaruhi apa apa
Pak Leo hanya kecewa mengapa Direksi tidak memilih
dia yang lebih senior daripada ku. Karenanya aku lebih
mudah melakukan pendekatan padanya. Pada kesempatan
berbicara berdua di ruang meeting aku beri pemahaman
padanya bahwa yang terpilih sebagai GM Marketing bukanlah
yang terbaik atau yang tersenior di tim Marketing. Akan
tetapi mungkin lebih pada yang kompetensinya dianggap
Direksi paling sesuai dengan kebutuhan saat itu
Aku memberikan contoh, seperti pada saat itu
perusahaan sedang secara besar besaran memperluas
saluran distribusi sampai titik terkecil dan terjauh sehingga
merata keseluruh nusantara. Hal ini demi mempercepat
pencapaian visi perusahaan menjadi perusahaan produsen
produk makanan dan minuman yang terbesar di negeri ini.
Dan dengan saluran distribusi yang semakin meluas
itu yang adalah tugas dari tim Sales, diperlukan juga peran
tim Marketing yang juga dapat memahami konsumen dan
pembelanja (Shopper) sesuai dengan saluran distribusi yang
meluas tersebut. Karenanya, mungkin diperlukan juga GM
Marketing yang memahami situasi di lapangan secara
mendetail, sehingga dapat mengarahkan tim nya agar dapat
mengelola merek dan produk dengan konsep dan situasi yang
paling sesuai dengan keadaan di pasar
60. 51
Nah, kebetulan aku dahulu pernah bekerja sebagai
supervisor Promosi dan juga supervisor riset Marketing di
sebuah perusahaan produsen perawatan diri (personal care)
dan kosmetik, sehingga aku sudah biasa ‘blusukan’ sampai
ke saluran distribusi yang paling jauh di pasar pasar
tradisional. Pengalaman ini tentu relevan dengan hal yang
sekarang sedang dikejar oleh perusahaan
Pak Leo cukup dapat memahami penjelasanku,
karena dia juga menyadari bahwa pengalaman kerjanya
selama ini memang dibilang brand Management saja. Dimulai
dari brand administration, brand executive, Assistant brand
manager, sampai dengan terakhir sebagai Senior Marketing
Manager. Sehingga pengalaman pemahaman pasar sampai
saluran distribusi terjauh atau terendah itu, relatif tidak
dimilikinya. Karenanya pada akhirnya sedikit demi sedikit dia
dapat mengurangi rasa kecewanya sehingga tidak sampai
mempengaruhi performa kerjanya itu
Masalah pun selesai dengan relatif mudah. Selain
karena alasan yang tepat, juga karena kami sama sama
berlatar belakang Marketing, sehingga pembicaraannya lebih
mudah nyambung. Apalagi kami sudah saling mengenal di
dalam tim Marketing yang terkenal solid dan kompak itu,
sehingga pembicaraan dari hati ke hati lebih mudah untuk
dilakukan.
Nah, kesemua hal tersebut yang tidak terdapat dalam
kejadian kali ini dengan Pak Alex. Apalagi sudah ada
61. 52
prasangka buruk dirinya padaku. Karenanya, penyelesaian
masalahnya sepertinya akan lebih sulit.
Benar saja. Minggu minggu awal sudah mulai
kurasakan. Dalam meeting meeting koordinasi yang
dilakukan antara aku dengan dia dan juga GM Marketing
yang saat ini dijabat oleh Pak Leo, kulihat respon Pak Alex
yang dingin saat berkomunikasi denganku. Dia juga
cenderung kurang kooperatif dalam setiap menjawab
pertanyaan dariku. Bahkan terkesan agak sulit meminta dia
menampilkan data yang kuperlukan. Kalaupun diberikan,
aku memperkirakan bahwa tidak semua data yang kuminta
diberikan olehnya. Seolah ada yang disembunyikan
Hal ini lebih terasa lagi saat aku meeting dengan tim
sales nya, yang dihadiri oleh Pak Alex beserta para Manager
nya. Aku merasakan suasana yang hampir sama. Data data
yang mereka tampilkan juga terasa tidak lengkap seperti
seharusnya. Bukannya berfikiran buruk ya, akan tetapi 1
tahun aku mati matian mempelajari segala hal mengenai
aktivitas Sales dan saluran distribusi saat awal menjadi GM
Marketing, menjadikanku cukup paham mengenai berbagai
data data terkait tim Sales.
Dalam meeting tersebut juga terkesan tim Sales
seolah ada jaga jarak dengan diriku, dan kurang terbuka
dalam menyampaikan sesuatu. Juga saat menjawab
berbagai pertanyaanku, walaupun aku sudah sangat
berusaha untuk mendapatkan jawaban yang aku cari dari
62. 53
mereka. Kalau aku boleh sedikit berburuk sangka, sebelum
meeting dengan aku sepertinya ada arahan agar mereka
bertindak seperti itu
Dalam jangka pendek sih sikap mereka tidak akan
berpengaruh apa apa. Toh untuk standard laporan tim Sales
sudah ada sehingga mereka pasti akan membuat laporan
seperti itu. Demikian pula format presentasi tim Sales ke
Direktur juga sudah ada, yang semua datanya mereka
kirimkan secara rutin ke Nadia, sekretarisku. Nantinya Nadia
yang akan membuat rekapitulasi data untuk keperluan
meeting regular Board of Director itu
Yang aku pikirkan adalah dampak jangka panjang nya
jika aku terus menerus tidak mendapatkan gambaran
lengkap mengenai semua hal yang terjadi di tim Sales. Tentu
semakin lama aku akan semakin kurang update terhadap
situasi di lapangan sehingga pada saatnya dapat
mempengaruhi kualitas keputusan yang kuambil.
Sebetulnya bisa saja aku selalu update dengan secara
rutin melakukan kunjungan ke pasar bersama berbagai level
tim Sales, seperti dulu saat aku di tahun pertama sebagai GM
Marketing. Tapi kali ini situasinya sudah berbeda. Sebagai
Direktur tentu pekerjaanku jauh lebih banyak daripada GM
dulu. Dulu saja aku sudah cukup keteteran membagi waktu
saat banyak melakukan kunjungan ke pasar, apalagi saat ini.
Nggak terbayang seperti apa repotnya nanti
63. 54
Karenanya setelah kupikir cukup panjang, aku
berusaha mencari tahu dulu apa yang terjadi pada tim nya
Pak Alex. Sengaja aku tidak bertanya langsung padanya,
sebab aku yakin dia tentu akan mengelak dan mengatakan
tidak ada apa apa. Karenanya, pada suatu hari aku minta
Riza yang adalah Regional Sales Manager – Indonesia Barat
untuk menemaniku melakukan kunjungan ke toko toko
utama untuk perusahaan kami di wilayah Jabodetabek. Aku
memilih Riza, sebab di antara senior Manager lain di tim
Sales, dia adalah yang paling dekat denganku. Secara dia
adalah sahabat dari saudara sepupu ku, dan juga adik
kelasku satu jurusan di universitas, walaupun berjarak
angkatan cukup jauh. Dengan ini kuharap dia akan lebih
terbuka padaku, daripada aku “menginterogasi” Senior
Manager tim Sales yang lain.
Saat aku menghampiri meja kerjanya untuk di atur 2
hari lagi kunjungan ke toko toko utama di wilayah
Jabodetabek, kulihat ekspresi yang agak berbeda dibanding
ketika dulu sebagai GM Marketing, aku mengajaknya
kunjungan ke toko. Dulu dia langsung menjawab,” Siap bos,
bersedia” sambil diikuti dengan senyum lebar khasnya. Tapi
kali ini dia terlihat agak gugup dan menjawab formal, ”Baik
Pak Pradana, akan saya atur” katanya dengan senyum yang
terlihat dipaksakan sambil kulihat ujung matanya sekilas
memandang ruangan berdinding kaca di hadapannya, yang
64. 55
menjadi ruang kerja Pak Alex. Ada yang aneh, pikirku dalam
hati. Tapi nanti saja lah aku tanyakan pada Riza.
Dan 2 hari kemudian, jam setengah delapan pagi aku
sudah berada di mobil Riza untuk melakukan kunjungan ke
toko toko utama. Sengaja aku tidak menggunakan mobil
kantor yang kupakai dan dikemudikan oleh driver kantor,
karena akan menyebabkan aku sulit memperoleh informasi
dari Riza. Beda jika kami berdua saja, tentu pembicaraan
akan lebih terbuka.
Beberapa saat mobil meninggalkan halaman kantor
memasuki jalan raya yang cukup ramai di pagi menjelang
jam kerja tersebut, kulihat wajah Riza terlihat tegang sambil
mengemudikan mobilnya. Saatnya menginterogasinya
mumpung perjalanan masih cukup jauh. Sengaja kuminta
toko yang pertama dikunjungi adalah yang terjauh dari
kantor agar waktu ngobrol kami lebih banyak
“Tegang amat nyetirnya Mas Riza, santai saja seperti
biasanya saja kaliii ....” kataku dengan nada bercanda.
“Hmmmhh maaf Pak Pradana, sekarang kan Bapak sudah
Direktur, jadi ya beda dengan dulu waktu mengantar Bapak
ke toko” jawabnya dengan nada kikuk mencoba mengelak.
“Sama sajalah Mas, orangnya saja sama kok. Yang
saya heran justru kenapa tim Sales nya yang berbeda ya
sikapnya terhadap orang yang sama” kataku langsung
memancing pembicaraan ke pokok pembicaraan.
65. 56
“Hhhmmmhh ... maksudnya bagaimana Pak ?” tanyanya
sambil sekilas memandang ku yang duduk di sebelahnya itu,
sebelum kembali mengalihkan pandangannya ke arah depan.
“Mas Riza pasti paham lah maksud saya. Dari dulu
kan kita sudah sering meeting bersama. Termasuk waktu
saya GM Marketing, kita biasa haha hihi saat meeting.
Bahkan kalian tim Sales sempat mengatakan saya itu GM
Marketing yang paling dapat memahami tim Sales. Kenapa
hanya ruangan kerja saya pindah, saat meeting minggu lalu
suasana nya berubah sekali ya?” tanyaku memancing
“Masalahnya Pak Pradana pindah ke ruang Direktur
... ehhh ....” Riza segera mengakhiri perkataannya setelah
menyadari ada yang salah dengan perkataannya. “Lantas
kenapa, kan orangnya sama juga. Soal ketemu Direktur, dari
dulu kalian sudah biasa meeting dengan Direktur kan ?”
tanyaku mengejar. Kulihat Riza terdiam dengan raut muka
yang terlihat bingung untuk menjawab.
“Begini saja deh Mas Riza, kita kan sudah kenal
puluhan tahun ya, jauh sebelum kita bekerja di sini. Jadi
anggap saja ini permintaan antar teman saja bukan antara
Direktur dan senior Manager. Jadi aku minta dijawab dengan
jujur, apa yang terjadi sih di dalam tim Sales?” tanyaku
kembali mengejar tanpa memberi celah untuk mengelak.
Kulihat wajah Riza semakin terlihat bingung sambil sesekali
pandangannya menoleh padaku
66. 57
“Hmmmhhh .... bagaimana saya ngomongnya ya Pak.
Saya nggak enak dengan semua nya Pak kalau saya bicara”
jawabnya terbatas bata. “nggak enak dengan aku dan Pak
Alex” tanyaku lagi. Sengaja aku mengganti kata ‘saya’ dengan
‘aku’ untuk menghilangkan kesan ini adalah pembicaraan
formal antara atasan dengan bawahan. Kulihat Riza masih
terdiam. “Kalau soal Pak Alex nggak usah khawatir,
Insyaallah saya akan pastikan kalau kamu akan aman.
Justru kalau masalah ini tidak selesai, kita seluruh divisi
Sales & Marketing yang akan tidak aman” balasku dengan
tegas. Kulihat Riza agak tersentak mendengar penegasanku
itu.
Dengan nada yang terdengar ragu dia pun
berkata,”Benar ya Pak, Bapak tidak akan mengatakan
informasi ini didapat dari saya”. “Iya, Insyaallah. Lagi pula
kan bisa dibilang di kantor nggak ada yang tahu kamu itu
sahabatnya sepupuku kan?” jawabku menegaskan.
“Hmmmhhh ... begini Pak. Setelah Bapak ditetapkan
sebagai Direktur, pada suatu kesempatan kami ngobrol
ngobrol santai di cafe untuk semua manajer tim Sales, Pak
Alex mengatakan bahwa beliau baru tahu maksud Pak
Pradana dulu mempelajari semua aktivitas tim Sales dengan
cukup detail untuk ukuran GM Marketing. Awalnya sih
beliau mengira itu agar tim Marketing dapat lebih tepat
dalam meluncurkan produk baru atau dalam program
program Marketing. Selama ini beliau beranggapan tim
67. 58
Marketing kurang perduli soal di lapangan saat melakukan
itu semua” jelasnya panjang lebar.
“Kalau soal yang kamu bilang terakhir, itu debatable
lah. Tapi soal yang pertama ya memang benar. Aku mencoba
agar sebagai orang Marketing aku juga paham seluk beluk
Sales. Demikian pula sebaliknya, orang Sales seharusnya
juga paham seluk beluk marketing. Itu yang aku tangkap
sebagai keinginan direksi. Buktinya, langkahku itu didukung
penuh Pak Susetyo kan. Terus apalagi Mas Riza?” balasku
sambil bertanya
“Hmmhhh ... Pak Alex juga mengatakan bahwa
langkah Pak Pradans itu ternyata adalah langkah untuk
memata matai tim Sales sehingga dapat mengetahui seluk
beluk kelemahan tim Sales. Dan itu selalu dilaporkan ke Pak
Susetyo pada saat meeting sehingga tim Sales terlihat banyak
catatan minusnya dalam pandangan Pak Susetyo. Tadinya
Pak Alex juga tidak tahu maksud Pak Pradana itu apa.
Setelah Bapak jadi Direktur, beliau baru tahu bahwa semua
yang Bapak lakukan itu adalah upaya untuk membuat nama
Pak Alex jelek sehingga Bapak ada peluang jadi Direktur jika
pak Susetyo dapat Promosi. Dan ternyata kejadian. Maaf ya
Pak, saya hanya menirukan ucapan Pak Alex. Saya secara
pribadi yakin Pak Pradana bukan orang yang seperti itu. Tapi
saya nggak berani bantah Pak Alex” jawab Riza lagi dengan
nada pelan.
68. 59
“Astaghfirullah ... Benar benar aku tidak menyangka
Pak Alex sampai punya pikiran seperti itu. Aku mana pernah
sih menjelek jelekkan tim Sales atau tim manapun di ruang
meeting. Aku selalu bicara obyektif dengan tujuan untuk
perbaikan bersama. Jangankan tim lain, tim saya sendiri
kalau ada yang perlu diperbaiki ya akan saya akui dan akan
saya perbaiki. Jadi tidak benar kalau saya pernah menjelek
jelekkan tim Sales. Apalagi dengan tujuan pribadi untuk
menyikut Pak Alex untuk menjadi Direktur. Seperti kamu
juga tahu, dari dulu aku tidak pernah berpikir ingin promosi
ini itu, apalagi sampai melanggar etika” balas ku agak kesal
“Ya Pak, saya sangat percaya itu. Itu memang prinsip
Pak Pradana dalam bekerja jauh sebelum bekerja di
perusahaan ini” ujar Riza lagi. “Lantas mengapa sikap tim
Sales ke aku berubah drastis seperti itu. Apa karena percaya
perkataan Pak Alex tadi?” tanyaku lebih lanjut
“Sebetulnya tidak begitu yakin sih Pak. Hanya Pak
Alex berpesan agar berhati hati kalau meeting dengan Bapak.
Hanya hal yang perlu saja diinfokan ke Bapak. Sisanya tidak
usah diinformasikan. Takutnya nanti menjadi senjata Bapak
untuk menjatuhkan mereka jika Bapak tidak suka’” aku Riza
lagi.
“Hadeeeuuuhh ... kacau juga kalau pola berpikirnya
seperti itu. Sepanjang bekerja benar, apa yang perlu
dikhawatirkan sih. Lagi pula 12 tahun saya di sini apa
pernah saya jatuhkan orang?Kalau ada tim saya yang salah
69. 60
ya saya beritahu bagaimana yang benar dan saya minta dia
perbaiki diri. Setelah itu ya selesai. Case closed” sungutku
agak kesal. “Iya Pak” jawab Riza pelan. Kami pun kemudian
terdiam. Akupun berpikir bagaimana cara menyelesaikan
masalah ini segera
Kesempatan itu pun datang 2 minggu kemudian saat
Rossa yang adalah Key Account Manager (KAM) dan
atasannya Syafrie sebagai National KAM (NKAM) kami
tersebut, mengajukan undangan padaku dan Pak Alex untuk
dapat ikut meeting dengan manajemen sebuah Hypermarket
di kantor pusatnya. Kami berdua menyanggupi untuk hadir
pada hari yang telah ditentukan.
Pada hari tersebut, Rossa, Safrie dan Pak Alex
berangkat terlebih dahulu karena sebelumnya ingin meeting
awal dengan manajer Hypermarket tersebut. Baru pada saat
meeting dengan Direktur dan GM nya aku menyusul, karena
sebelumnya aku juga ada meeting di kantor. Aku datang
tepat waktu saat meeting tersebut akan di mulai. Meeting
berjalan lancar dan selesai menjelang sore hatinya
Setelah berpamitan, kami berempat berjalan
beriringan menuju mobil kami masing masing yang terparkir
di halaman kantor pusat Hypermarket tersebut. Aku pun
tidak menyia nyiakan kesempatan itu untuk mengajak Pak
Alex untuk meeting di cafe terkenal yang berada di dekat situ.
Pak Alex sempat tertegun mendengar permintaanku, akan
tetapi kemudian menyetujuinya. Syafrie dan Rossa pun pamit
70. 61
karena akan mengunjungi beberapa toko yang berada di
wilayah tersebut.
Aku sengaja memilih lokasi di luar kantor agar
suasana lebih mendukung pembicaraan yang tidak formal
sehingga solusi lebih mudah didapat karena situasi yang
lebih santai. Apalagi berbeda dengan Pak Leo yang cenderung
kalem, Pak Alex mempunyai karakter yang cenderung
meledak ledak. Sehingga akan kurang efektif jika
membahasnya di ruanganku. Dia akan merasa “terintimidasi”
sehingga tidak akan lepas dalam mengutarakan perasaannya.
Dan mengapa baru kulakukan setelah dua minggu
pembicaraanku dengan Riza, selain momentum yang pas
baru terjadi saat itu, juga agar Pak Alex tidak terpikir untuk
menghubungkan pembicaraanku dengannya, dengan
kunjungan ku ke toko bersama Riza pada 2 minggu lalu itu.
Sesaat setelah kami memilih tempat yang nyaman
untuk mengobrol dan waitress membawa daftar pesan kami
ke dapur cafe, kami pun memulai pembicaraan. Mulai dengan
pertanyaan basa basi,”Bagaimana kabar di tim Sales sampai
ke cabang, Pak Alex”. Dengan nada dingin, ia pun
menjawab,”Baik Pak Pradana, semua baik. Sampai hari ini
pencapaian target mereka di bulan masih on track,
harapannya sampai akhir bulan nanti dapat tercapai target
nya”
71. 62
Walaupun ada sedikit rasa kesal dalam hatiku melihat
sikapnya tersebut, akan tetapi aku tetap berusaha
tersenyum, aku pun membalas perkataannya, “Alhamdulillah
kalau begitu. Oh iya Pak, kalau saya perhatikan pada
meeting terakhir dengan tim sales, sepertinya kok mereka
terlihat agak pasif ya dibanding dengan meeting meeting
sebelumnya kita dengan Pak Susetyo” kataku langsung
menuju pada pokok persiapan
Kulihat ada nada terkejut di wajahnya walau
kemudian dia berusaha tutupi dengan berkata, ”Ah perasaan
saya biasa biasa saja sih Pak, apakah Pak Pradana yang
merasa demikian” elak nya segera. “Saya rasa demikian Pak.
Inilah contohnya, waktu Syafrie saya tanya pencapaian
program Promosi kita bulan lalu di toko toko modern seperti
Hypermarket dan supermarket, dia menjawab dengan
menunjukkan data pencapaian dan alasan jika tidak tercapai
seperti biasa dia tampilkan. Tapi dia tidak menjelaskan detail
mengenai program program tersebut, termasuk mengenai
tanggapan pesaing kita terhadap program tersebut. Atau
tidak menjelaskan bagaimana tanggapan konsumen, atau
bahkan sikap toko terhadap pelaksanaan program itu. Ketika
saya kejar dengan pertanyaan pun jawabannya ya terkesan
sekedarnya. Padahal biasanya, Syafrie selalu menjelaskan
dengan detail tanpa ditanya” jelasku panjang lebar
“Ah, itu mungkin hanya kebetulan saja Pak, kali itu
saja” kata Pak Alex lagi lagi mencoba mengelak. “Itu hanya
72. 63
satu contoh saja Pak. Contoh lain saya tambahkan, Albert
sebagai RSM – Indonesia Timur waktu saya tanya mengenai
perkembangan distribusi produk produk baru, hanya
jelaskan angka angka dengan penjelasan yang sifatnya umum
seperti pasar sedang sepi dan lainnya. Padahal biasanya dia
akan menjelaskan dengan detail apakah produk baru
tersebut sesuai dengan keinginan konsumen, atau apakah
iklan produk kita banyak dilihat di sana. Juga bagaimana
reaksi pesaing dengan mengeluarkan program program
promosi. Riza juga begitu, sama saja. Dulu mereka berdua
sebagai RSM aktif menjelaskan berbagai alasan, terlepas
alasannya tersebut benar atau tidak. Ada apa sih sebenarnya
yang terjadi Pak Alex?” kataku lagi dengan nada lembut tapi
tegas itu.
Kulihat Pak Alex terdiam dengan kepala agak
tertunduk. “Jangan bilang kebetulan ya Pak, kalau semua
senior manager bersikap yang tidak biasanya. Saya hanya
tidak ingin hal ini berlanjut dan berdampak kurang bagus
bagi perusahaan” kataku lagi. Tiba tiba ia mengangkat
kepalanya dan menatap tajam padaku, sambil berkata,
”Maksudnya berdampak kurang bagus bagi Pak Pradana?”
Aku agak tersentak mendengar jawabannya itu, akan
tetapi tetap berusaha untuk bersabar sambil menjawab
pertanyaannya tadi,”Saya tidak peduli diri saya Pak Alex.
Saya peduli dengan perusahaan dan ribuan karyawan yang
bernaung di dalamnya. Terutama teman teman di pabrik
73. 64
termasuk para pekerjanya yang Pak Alex tahu bagaimana
penghidupan mereka. Bagaimanapun segala hal yang terjadi
di divisi kita akan berpengaruh pada penjualan dan
keuntungan perusahaan, otomatis berpengaruh pada
kesejahteraan para karyawannya” jawabku lembut sambil
menatap tajam padanya. Kulihat Pak Alex salah tingkah
dengan jawaban dan sikapku tersebut
“Saya tidak peduli jabatan Pak. Semua sewaktu waktu
bisa lepas dari kita kok, dengan atau tanpa alasan. Saya
hanya peduli bagaimana kita menjalankan tanggung jawab
yang sudah diberikan ke masing masing kita. Dan seperti tadi
saya bilang, ini bukan hanya tanggung jawab kita ke Pak
Willy dan segenap pemegang saham lainnya, tapi juga
terhadap teman teman kita sebagai warga grup perusahaan
ini, terutama yang saat ini masih belum seberuntung kita”
kataku dengan nada suara agak meninggi. Kulihat Pak Alex
kembali tertunduk. Kemudian kulanjutkan lagi perkataanku,
”Jika hal tersebut sudah kita jalankan, saya tidak keberatan
kok untuk bilang ke Pak Willy untuk menyerahkan jabatan
saya ke Pak Alex” kataku dengan nada tegas
Kulihat Pak Alex mengangkat kembali wajahnya
dengan ekspresi sangat terkejut sambil berkata, ”Bukan
begitu maksud saya Pak Pradana. Saya tidak ada masalah
kok dengan jabatan Bapak. Secara obyektif saya nilai Bapak
memang pantas kok untuk posisi tersebut, dan Pak Willy
benar mengambil keputusan ini. Saya hanya kurang sreg
74. 65
dengan cara bapak saja” ujarnya cepat dengan agak terbata
itu. “Maksud Pak Alex bagaimana?” tanyaku tidak mengerti
arah pembicaraannya
“Maaf ya Pak Pradana jika tidak berkenan dengan
penjelasan saya nanti. Hhmmhh ... Saya kurang sreg cara
bapak yang menggunakan informasi yang bapak peroleh
mengenai tim sales, yang kemudian pada setiap meeting
bapak angkat jika ada hal yang kurang baik dari kami.
Padahal kan informasi ini bapak peroleh dari tim Sales juga.
Jadi seolah olah bapak menggunakan senjata yang kami
berikan untuk melukai kami sendiri Pak” jelasnya cukup
lantang sambil memandang tajam wajahku
Dengan membalas melakukan tatapan tajam pada
nya, dengan nada suara yang tetap kuusahakan rendah itu,
akupun menjawab, ”Maksudnya bagaimana Pak Alex. Benar
saya mempelajari seluk beluk mengenai tim sales, mungkin
lebih daripada yang pernah dilakukan semua GM Marketing
sebelumnya. Akan tetapi kan sebenarnya karena saya
menjalankan pesan direksi bahwa antara tim Sales &
marketing itu harus saling memahami tugas dan fungsi
masing masing sehingga pada akhirnya dapat bersinergi
positif bagi perusahaan. Pak Alex masih ingatkan Pak
Susetyo berulang kali menyampaikan hal tersebut. Saat saya
dipercaya menjadi GM Marketing, saya hanya berusaha
mewujudkan hal tersebut. Toh Pak Alex juga mendukung hal
tersebut kan?” tanyaku mengejarnya
75. 66
“Ya benar Pak, saya ingat Pak Susetyo mengatakan
hal tersebut. Yang saya sesalkan, mengapa segala informasi
yang didapatkan tersebut untuk hmmmh ... melemahkan
kami” jawabnnya lagi. Sambil menghela nafas untuk
mengumpulkan kesabaran, kulanjutkan kembali penjelasan
ku.
“Siapa yang melemahkan tim sales? Pak Alex kan
tahu, kalau di perusahaan kita ini setiap meeting
semangatnya adalah untuk mencari solusi guna perbaikan
yang berkelanjutan. Sehingga setiap ada hal yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan, ya kita bahas untuk dicari
solusinya” kataku berusaha menahan nada suara agar tetap
rendah.
“Akan tetapi mengapa selalu mengangkat kelemahan
di tim Sales ya Pak?” tanya Pak Alex. “Siapa itu Pak Alex.
Kalau saya, seingat saya selalu mengangkat tema perbaikan
berkelanjutan, tapi tidak hanya untuk tim Sales. Tapi juga
untuk tim Marketing. Coba deh Pak Alex ingat ingat, berapa
sering saya juga angkat kelemahan di tim saya untuk dicari
solusinya bersama. Mungkin Pak Alex terlalu memikirkan
ketika tim Sales diminta melakukan perbaikan, daripada saat
tim Marketing yang diminta, bahkan jika saya yang
memintanya sekalipun” jawabku lagi. Pak Alex pun terdiam
sambil tetap memperhatikan wajahku
“Lagi pula Pak Alex, manusia itu seringkali seperti
kata pepatah ‘debu di seberang lautan terlihat, sementara
76. 67
gajah di pelupuk mata tidak terlihat’. Tahu kan maknanya.
Suatu tim cenderung lebih mengetahui kesalahan tim lain
daripada mengetahui kesalahan tim sendiri. Ini manusiawi
sekali Pak Alex. Nggak apa apa, yang penting niatnya untuk
perbaikan bersama. Tim Sales mengingatkan kalau ada yang
salah di tim Marketing, demikian pula sebaliknya. Ini yang
terjadi di perusahaan kita Pak Alex. Tidak ada itu niat untuk
saling menjatuhkan. Apalagi hanya karena sebuah jabatan.
It’s not my style Pak Alex” kataku mengakhiri penjelasan
panjang lebarku. Kulihat Pak Alex kembali tertunduk
“Ya sudah Pak Alex, saya tidak bisa memaksa Bapak
untuk dapat langsung memahami penjelasan saya tadi. Yang
penting semua sudah tersampaikan ke Pak Alex. Yang saya
inginkan, apapun yang terjadi pada kita berdua, jangan
sampai menganggu kerja divisi kita. Karena tanggung jawab
kita berat terhadap seluruh karyawan perusahaan kita Pak.
Saya harap waktu lah yang nanti dapat menyelesaikan
masalah di antara kita berdua. Jangan sampai
mempengaruhi yang lain” kataku setengah memberikan
nasehat padanya.
“Baik Pak, saya setuju terutama untuk Point terakhir.
Kita tetap jaga keharmonisan kerja di divisi kita dan bekerja
seperti biasa, bahkan lebih baik lagi. Ya kalaupun mungkin
ada yang masih belum sesuai antara saya dengan Bapak,
saya juga berharap hal tersebut dapat selesai pada saatnya
Pak. Tapi saya berjanji akan tetap melakukan semua
77. 68
tanggung jawab saya dengan profesional dan tetap
sepenuhnya menganggap Pak Pradana sebagai Direktur saya.
Tim Sales sepenuhnya juga akan berada di belakang Bapak
untuk menjalankan program program divisi Sales &
Marketing” balas Pak Alex setelah terlihat berpikir cukup
lama. Kulihat ia mencoba tersenyum walaupun masih terlihat
kaku.
Aku segera menjulurkan tanganku yang segera
disambut olehnya. Kami pun berjabat tangan. Saat itu aku
pun berkata,”Terima kasih Pak Alex, saya pegang komitmen
Bapak. Sekarang saatnya kita bersama membangun divisi
kita lebih baik lagi dan memberikan kontribusi lebih besar
lagi bagi perusahaan” kataku dengan senyum lebar. Sesaat
setelah itu, hidangan yang kami pesan pun tiba dan kami
segera menikmatinya sambil mengobrol hal hal ringan, walau
masih tetap dalam suasana yang agak kaku
Pak Alex pun benar benar menjalankan komitmennya.
Pada meeting selanjutnya dengan tim sales, suasana sudah
cukup cair walaupun belum kembali normal seperti
sebelumnya. Suasana meeting normal itupun akhirnya
tercapai 2 bulan setelah pembicaraanku dengan Pak Alex.
Selain berpegang pada komitmen Pak Alex, aku juga aktif
melakukan komunikasi dengan tim sales, seperti
mengadakan meeting dengan masing masing senior manajer
di Sales beserta tim nya
78. 69
Sedangkan Pak Alex, meskipun menjalankan
komitmen untuk tetap bekerja dengan sebaik baiknya, ia
tetap terlihat kaku dan menjaga jarak denganku. Aku sih
tidak terlalu ambil pusing akan hal tersebut. Biarlah rasa
kecewa nya benar benar hilang dahulu. Yang penting aku
tetap bersikap baik dan ramah padanya serta menganggap
tidak ada masalah apa apa, aku rasa itu sudah cukup.
Biarlah nanti waktu yang menunjukkan adanya perubahan
Selama itu belum terjadi, biarlah dia merasakan
sendiri bahwa aku menjadi Direktur bagi tim Sales dan tim
Marketing tanpa ada membeda bedakan di antara keduanya.
Aku tetap bersifat obyektif terhadap setiap pencapaian
ataupun hal yang memerlukan perbaikan, tanpa memandang
dari tim mana itu terjadi
Dan momentum itu akhirnya terjadi juga. 4 bulan
setelah pembicaraan di cafe, pada suatu sore Pak Alex
mengetuk pintu ruang kerjaku meminta waktu untuk
berbicara. Segera kupersilahkan masuk dan kuizinkan dia
untuk menutup pintu. Pada kesempatan itu, Pak Alex
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya
atas kesalahpahaman yang selama terjadi padanya. Ia juga
mengakui bahwa segala pikiran buruknya terhadapku tidak
terbukti. Ia berjanji untuk tidak mengulangi lagi tindakan
yang menurutnya sendiri sebagai kekanak-kanakan itu
79. 70
Aku pun segera menerima permintaan maaf nya dan
menjabat tangannya. Kami pun bersalaman sambil masing
masing tersenyum lebar.
80. 71
Bab 3
Cinta
Kulemparkan lembaran kertas koran itu ke atas
sambil berteriak histeris, ”Alhamdulillah ...... pilihan
pertamaaaaa ...” yang segera disambut teriakan teman
temanku memecah keheningan subuh itu, bersahutan
dengan kokok ayam jantan yang baru bangkit dari peraduan.
Tak lama teriakan yang hampir sama pun terdengar dari
temanku yang langsung disambut teriakan bersahutan dari
teman lainnya
Ya memang subuh hari itu kami sesama teman teman
ex SMA negeri favorit di kota Depok itu mengadakan acara
grebek agen loper koran untuk melakukan ‘nonton bareng’
pengumuman ujian masuk perguruan tinggi negeri pada
kesempatan pertama koran masuk ke agen loper koran itu.
Kemeriahan terjadi pada saat ada teman yang diterima di
universitas negeri yang dipilih, atau hiburan tawa canda bagi
yang tidak diterima. Intinya tetap bahagia apapun yang
terjadi ... seperti lirik lagu ya ha..ha..ha
Alhamdulillah aku diterima di pilihan pertamaku di
jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Suatu hal yang membuatku sangat bahagia, tidak
81. 72
saja karena relatif dekat rumah, tapi juga diterima di
universitas negeri yang biaya kuliahnya relatif murah, di
jurusan favorit lagi. Maklum lah, ayahku hanya seorang ASN
alias Aparatur Sipil Negara di suatu kementerian dengan
eselon yang tidak tinggi, berat juga kalau harus membiayaiku
kuliah di universitas Swasta yang uang masuknya saja sudah
membuatku tercengang itu
Apalagi ayah juga masih harus membiayai kuliah
kakak tertuaku yang perempuan, walaupun di Institut
Teknologi Bandung. Juga kakakku kedua yang laki laki
yang kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta
kakak ketigaku yang perempuan di Universitas Indonesia di
Depok. Alhamdulillah di universitas negeri semua sih, tapi
yang 2 kan di luar kota jadi tambah biaya kost dan makan
he..he.. Karenanya saat pulang ke rumah sambil membawa
koran yang sudah kulingkari nama ku dengan spidol itu,
hatiku sangat riang sekali
Dan dimulailah masa masa ku sebagai mahasiswa.
Seperti juga saat SMA dulu, aku memutuskan untuk aktif di
Organisasi kemahasiswaan. Dimulai dari aktif di Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat Fakultas, kemudian
berlanjut ke Senat Mahasiswa tingkat Fakultas. Kemudian
kulanjutkan untuk kedua organisasi itu di tingkat
Universitas. Nggak sampai tingkat ketua sih, secara aku juga
agak malas untuk maju dalam pemilihan ketua yang banyak
82. 73
“bumbu bumbu” politiknya seperti kampanye, pengerahan
massa, dan lain sebagainya
Walau hari hari kuliahku banyak diselingi dengan
kesibukan di organisasi kemahasiswaan, tapi aku selalu
berusaha untuk tidak mengabaikan kuliah. Nilai IPK ku pun
kujaga untuk tetap di atas 3 yang umum dijadikan standard
dalam pencarian karyawan oleh banyak perusahaan. Untuk
bercita cita cumlaude aku tidak berani. Aku cukup sadar
dirilah dengan kemampuanku, apalagi waktu waktuku habis
tersita untuk kegiatan Organisasi Mahasiswa.
Hmmmhh ... sebetulnya ini dalih juga sih. Saat kami
berada di sekretariat organisasi tersebut belum tentu juga
kami sedang ada hal yang harus dikerjakan. Bisa saja saat
tidak ada kegiatan, kami ngobrol ngalor ngidul saja di sana.
Tapi kan teman temanku di jurusan tahunya saat aku sedang
tidak di gedung Fakultas, berarti aku sedang sibuk
beraktivitas di sekretariat. Tidak sesibuk itu temans
ha..ha..ha
Komplit 5 tahun ku sebagai mahasiswa kuhabiskan
dengan kegiatan kuliah dan Organisasi Mahasiswa (+ngobrol
ngobrol) itu sampai Alhamdulillah aku berhasil menggondol
gelar Sarjana Ekonomi itu. Eh ....maksudnya meraih ....
memang kucing, menggondol ikan di meja makan
..ha..ha..ha..
83. 74
You : Yakin hanya itu? ...
Me : Ya yakinlah, memang apalagi?
You : Siapa tahu ada lain kan??
Me : Misalnya apa?
You : Pacaran misalnya?
Me : Upppsss .... tolong temans, jangan membuka
cerita lama heuu..heuuu
Hmmmhh ... terlanjur sudah dibuka rahasianya ... ya
bukan bukaan sekalian ya ....
Terus terang ya aku sebetulnya suka nervous alias
gugup kalau dekat yang namanya perempuan itu. Bahkan
sampai aku kuliahn pun belum punya apa yang sering
disebut sebagai pacar. Padahal jaman jaman sekolah dulu
aku kan ketua OSIS alias Organisasi Siswa Intra Sekolah itu.
Ini jajaran elite lah di sekolah, dengan tingkat popularitas
yang tinggi. Semestinya nggak susah lah dapat teman
perempuan yang dekat alias pacar. Beberapa teman
perempuan pun ada yang ku taksir. Tapi dengan privilege
sebagai jajaran elite tadi, tetap saja tidak sekali pun terucap
kata Cinta pada salah satu dari mereka. Ya karena nervous
atau gugup itu tadi. Bahkan aku pun malah lari terbirit birit
saat ada salah satu penggemarku di sekolah yang justru
84. 75
mengejar ngejarku. Padahal tinggal aku ngomong ‘oke aku
mau jadi pacar kamu’ , dengan mudah dia jadi pacar ku
Alhasil status jajaran elite itu hanya berarti habisnya
waktu santai ku karena urusan OSIS. Belum lagi aku aktif
ikut ekstrakurikuler, terutama olah raga. Habis sudah masa
muda ku tanpa pernah merasakan apa yang yang namanya
Cinta itu heuu..heuu
You : Lho, sekarang kan juga masih muda
Me : Eh ... iya juga sih ..
Dengan track record yang buruk di soal percintaan
selama sekolah itu, terbawa saat aku mulai kuliah yang juga
aktif di organisasi kemahasiswaan. Kalau cuma naksir naksir
aja sih pernah. Termasuk dengan teman perempuanku
seangkatan. Tapi ya itu, walau saat kuliah aku sudah tidak
nervous saat berada dekat dengan perempuan (note : dekat
secara hati ya, bukan secara fisik saja), tapi belum sampai
menggerakkanku untuk mendekatinya, apalagi mengatakan
cinta
Sampai pada saat tahun ke empat mulai kutapaki,
aku merasakan hal yang berbeda. Kala itu setelah proses
perekruitan anggota organisasi kemahasiswaan yang baru,
seperti biasa anggota baru tersebut di briefing oleh para
85. 76
senior. Umumnya sih mereka baru masuk tahun kedua
kuliah. Nah aku kebagian tugas untuk membriefing mereka.
Saat ku memasuki ruang rapat sekretariat yang sudah
diisi oleh anggota baru itu, pandanganku langsung tertuju
pada seorang anggota baru yang duduk di kursi paling depan.
Jantungku seketika langsung berdegup kencang. Entah
mengapa ...
You : Interupsi ....
Me : Ya ... Interupsi diterima ...
You : itu Mahasiswa atau mahasiswi ..
Me : Apanya?
You : Yang bikin jantung berdegup tadi
Me : Ya mahasiswi lah, emangnya aku apan??
You : Oke .... dilanjut ...
Me : Dassarrr ....
Eehhhmm ... tadi sampai dimana ya, gara gara
Interupsi, buyar ini konsentrasi ... Eh iya soal jantung
berdegup ...
86. 77
Kulihat wajah manis dengan senyum yang juga sangat
manis menyambut kedatanganku. Langsung rasa nervous ku
muncul kembali. Segera kutenangkan diriku dengan
memperkenalkan diriku. Kemudian kuminta mereka
memperkenalkan diri dimulai dari mereka yang duduk di
belakang. Maksudnya sih agar si wajah manis tadi akan
menyebut namanya terakhir. Juga agar saat aku
memperhatikan anggota baru yang sedang memperkenalkan
diri tersebut, aku dapat mencuri pandang pada si wajah
manis tadi
“Maudy Sabrina Dewi... dari jurusan Arsitektur kak”
akhirnya si wajah manis itu memperkenalkan diri. Ooohhhh
itu namanya, perpaduan kata Maudy berarti Wanita yang
cerdas, berani, dan tangguh dari bahasa Jerman, serta
Sabrina dari bahasa Arab yang artinya mawar putih yang
melambangkan keanggunan, pikirku dalam hati. Sedangkan
Dewi artinya ya bidadari. Berarti arti lengkapnya : Bidadari
yang wanita cerdas, berani dan tangguh akan tetapi tetap
anggun
Kuperhatikan sosok tubuhnya yang tinggi dan
langsing yang dibalut dengan blus dan celana kulot dengan
paduan warna krem yang sangat serasi itu, memang
mencerminkan namanya tadi sih ... “Sudah bisa dimulai kak
briefingnya” pertanyaan dari salah satu anggota baru yang
membuyarkan lamunanku