1. MODEL LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI MIN 9 KOTA BANDA ACEH
Usulan Penelitian Untuk Disertasi S3
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Diajukan Oleh:
UMMIYANI
Nim: 201002004
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022
2. MODEL LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI MIN 9 KOTA BANDA ACEH
UMMIYANI
PASCASARJANA
UNIVERITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022
3. Kepada Yth.
Direktur Pascasarjana
UIN Ar-Raniry
Banda Aceh
Assalamu „alaikum wr. wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah mempelajari proposal Disertasi yang
berjudul:
MODELLAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF
DI MIN 9 KOTA BANDA ACEH
yang ditulis oleh:
Nama : Ummiyani
Nim : 201002004
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Saya berpendapat bahwa proposal Disertasi tersebut sudah dapat diterima dan
ditetapkan pembimbingnya.
Wassalamu „alaikum wr. wb.
Banda Aceh, 13 Mai2022
Pembaca Proposal,
Dr. Yusra jamali, M. Pd
4. Daftar Isi
Halaman sampul
Sampul .................................................................................................. i
Daftar isi ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan ........................................................................................
D. Manfaat .......................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI.........................................................................
A. Model Layanan............................................................................
B. Pendidikan Inklusif .....................................................................
C. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus ..........................................
BAB III METODE PENELITIAN .........................................................
A. Pendekatan Dan Waktu Penelitian .............................................
B. Subjek Penelitian.........................................................................
C. Intrumen Pengumpulan Data ......................................................
D. Analisis Data ..............................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................
5. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Urgensi pendidikan bagi seluruh warga negara telah diatur dalam Undang-
Undang No 20 tahun 2003, pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk menciptakan suasana
belajar dalam proses pembelajaran peserta didik berperan aktif dalam
mengembangkan potensi kepribadiannya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, sikap mawas diri, kecerdasan, kepribadian, moralitas, akhlak mulia
serta ketrampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat sosial, bangsa dan negara.
Berpijak pada undang-undang tersebut maka semua manusia berhak memperoleh
pendidikan dan melengkapi kebutuhan hidupnya dengan pendidikan baik secara
kognitif, afektif atau juga psikomotor atau keterampilan yang bisa bermanfaat
bagi sosial, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan hak asasi manusia dalam memperoleh kecerdasan,
moralitas dan ketrampilan. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
telah diproklamirkan oleh Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 10
desember 1948 dalam pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa “setiap insan berhak
memperoleh pendidikan.1
Semua manusia berhak mengenyam pendidikan yang
berkualitas dimanapun dan kapanpun. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
konverensi dunia yang diselenggarakan pada tahun 2004 (World Converence on
Education for All). Tidak hanya itu, dalam literasi Indonesiadinyatakan bahwa
setiap warga negara berhak memiliki pendidikan dan pembinaan baik secara
reguler maupun secara khusus.Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
menerangkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama
dalam memperoleh pendidikan.
Dalam konteks yang sederhana pendidikan tidak bisa dibatasi oleh fisik yang
cacat, psikis, mental atau fungsi motorik. Dalam amanat undang-undang no 20
1
Dr. Hamsi Mansur, Pendidikan Inklusi (Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua),
(Yogjakarta: Parama Publishing, 2019), hlm. 20.
6. tahun 2003 pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, transparansi serta menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik yang mengalami gangguan fisik,
mental, sensorik atau jiwa. Lebih tegas dijelaskan dalam pasal 5 ayat 2 dan 4.
Dalam ayat 2 dinyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia yang memiliki
kelainan fisik, mental, emosional, intelektual atau sosial berhak memiliki
pendidikan khusus. Sedangkan pada ayat ke 4 lebih tegas dijelaskan yakni setiap
warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memiliki pendidikan khusus di lembaga pendidikan reguler.2
Berpijak pada undang-undang tersebut, maka setiap warga negara telah
memiliki kesempatan yang sama untuk menekuni pendidikan dan perhatian
pendidikan yang merata karena semua warga talah dijamin pendidikan oleh
pemerintah tanpa terkecuali peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus pada
fisik, mental, jiwa ataupun sensorik. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap daerah di
indonesia terdapat peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus. Oleh karena
itu, pemerintah telah mengupayakan pendidikan yang layak bagi penyandang
kebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah luar biasa.
Kendati demikian, sekolah luar biasa yang diamatkan untuk kelangsungan
pendidikan khusus sangat terbatas sehingga mau tidak mau harus ada solusi lain
dalam penanganan peserta didik berkebutuhan khusus dalam memperoleh
pendidikan yang sama dengan peserta didik yang reguler lainnya. Maka dari itu
pemerintah mengumandangkan pendidikan terpadu yang pada akhirnya
ditransmisikan menjadi pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif secara definisi merupakan suatu sistem penyelenggaraan
pendidikan baik di sekolah maupun di madrasah yang memberikan kesempatan
yang sama dan seimbang kepada para peserta didik yang berkebutuhan khusus
atau memiliki bakat istemewa dan potensi kecerdasan untuk mengikuti proses
pelaksanaan pendidikan yang setara dengan peserta didik reguler pada
2
Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 2 dan 4.
7. umumnyadalam satu ruang kelas.3
Artinya, pendidikan inklusi dilakukan dalam
sekolah atau madrasah umum sehingga menjadi alternative baru dalam proses
pendidikan sebagai ruang akses pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus.
Lebih dalam, pendidikan inklusif merupakan suatu proses penyelenggaraan
pendidikan yang menyamakan posisi peserta didik berkebutuhan khusus dengan
peserta didik reguler atau normal untuk mendapatkan pembelajaran yang setara
dalam satu ruang belajar. Istilah inklusi sejatinya berasaldari bahasa Inggris
yakniinclusion, yang diinterpretasikan untuk penyatuan terhadappeserta didik
berkebutuhan khusus ke dalam program sekolahatau madrasah yang
diselenggarakan secara bersama.4
Pelaksanaan pendidikan inklusif di madrasah telah memiliki payung normatif
baik dalam intrumen internasional maupun intrumen nasional. Dalam instrumen
nasional sebagaimana diintruksikan oleh surat edaran dirjen Dikdasmen Nomor
380/C.C6/MN/2003 pada tanggal 20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif.
Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang
pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Tidak hanya itu, pelaksanaan
pendidikan inklusi secara lengkap telah diamanatkan dalam peraturan pemerintah
No 13 tahun 2020 dalam hal pemberian akomodasi yang layak bagi peserta didik
penyandang disabilitas. Selain itu, lebih jelas pemerintah memberikan perhatian
kepada penyandang kebutuhan khusus melalui pendidikan inklusi yang
dinyatakan dalam Ketentuan Pemerintah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan pasal 6 No 70 tahun 2009 dimana pemerintah mengatur bahwa
pendidikan inklusi harus dilaksanakan oleh semua wilayah di Indonesia. Lebih
rinci dijelaskan bahwa: 1)pemerintah kabupaten atau kotamengklaim
terselenggaranya pendidikan inklusif dengan kebutuhan peserta didik, 2)
3
Sulthon, Model Pelayanan Pendidikan Inklusi Di Madrasah: Study Kasus Di Madrasah
Ibtidaiyah Ibtidaul Falah Dawe-Kudus, Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, volume 10,
no. 2, desember 2018, hlm. 76.
4
Smith, J. David. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Nuansa, 2006), hlm.
45.
8. Pemerintah kabupaten atau kota mengklaim tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif pendidikan inklusif pada pendidikan inklusif, 3) Pemerintah kota dan
pemerintah provinsi memberi bantuan kelangsungan sumber daya pendidikan.5
Madrasah sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan pendidikan juga
mengemban beban yang sama dalam mencapai tujuan pendidikan. Madrasah yang
melaksanakan pendidikan umum berciri khas agama Islam harus
mengimplementasikan pendidikan inklusilebih awal dibandingkan dengan
sekolah-sekolah umum lainnya. Jika dilihat dari perspektif landasan religius
pendidikan inklusi mendapatkan perhatian yang sangat serius. Dimana dalam
Surat „Abasa ayat 1-10ditegaskan bahwa ada larangan untuk mengabaikan
seseorang yang cacat (disabilitas sensorik) ketika datang hendak memperoleh
ilmu pengetahuan atau pendidikan (pencerahan).
﴿ ٰى
َّلَ
وَتَ
و َ
سَبَ
ع
ٔ
﴿ ٰ
ىَ
مْعَْ
اْل ُهَاءَ
ج َنأ ﴾
ٕ
﴿ ٰ
ىى
كى
زَي ُهىلَ
َعل َ
يكِ
رْ
دُي اَ
مَ
و ﴾
ٖ
ٰ َْ
كّ
ِ
الل ُهَ
عَ
ن ََ ُى
كى
لَي ْ
َوأ ﴾
﴿
ٗ
﴿ َٰ
َنْغَْ
اس ِ
نَ
م اى
مَأ ﴾
٘
﴿ ٰ ى
دَ
صَت َُهل َ
َنتأَ ﴾
ٙ
﴿ ٰ
ىى
كى
زَي ى
ََّلأ َ
كْيَلَ
ع اَ
مَ
و ﴾
ٚ
نَ
م اى
مَأَ
و ﴾
﴿ ٰ
ىَ
عْ
سَي َ
كَاءَ
ج
ٛ
﴿ ٰ
ىَ
شَْ
َي َ
وُ
هَ
و ﴾
ٜ
﴿ ٰ
ىى
هَلَت ُهَْ
ع َ
َنتأَ ﴾
ٔٓ
﴾
Artinya:Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling; karena telah
datang seorang buta kepadanya; tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa); atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran,
lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya;Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup; Maka kamu melayaninya.; Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman); dan Adapun orang yang
datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran); sedang ia
takut kepada (Allah); Maka kamu mengabaikannya.6
Beberapa ayat tersebut turun berkenaan dengan suatu peristiwa yang terjadi
pada Nabi Muhammad yang pada saat itu didatangi seorang yang buta bernama
Abdullah bin Ummi Maktum. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad agar
tidak mengkhususkan pemberian peringatan itu hanya kepada seseorang saja.
Tetapi hendaklah beliau bertindak sama antara orang mulia, orang lemah, orang
5
Permendiknas No 70 tahun 2009 pasa 1.
6
Kementerian Agama Republik Indonesia,al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya
Cahaya, 2011), hlm. 545.
9. miskin, orang kaya, orang terhormat, hamba sahaya, laki-laki, permpuan, anak-
anak, dan orang dewasa.7
Selaian itu, Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang
berlandaskan agama Islam tentunya lebih memiliki kepekaan dan ramah terhadap
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) karena merupakan ajaran yang
dianjurkan dalam islam sebagai wujud syukur kepada rahmat yang telah diberikan
oleh Allah. Oleh karena itu, pendidikan yang diamatkan dalam islam senantiasa
proporsional dan setara sebagaimana allah berfrman:
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang pincang, tidak
pula bagi orang sakit, dan tidak pula bagi dirimu sendiri, makan bersama-sama
mereka di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-
ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-
saudaramu perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah
saudara bapakmu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya, atau di
rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama
mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-
rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti
memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah,
yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya)
bagimu, agar kamu memahaminya (Qur‟an Surat An-Nur: 61).
Ayat di atas memberikan perintah untuk tidak membeda-bedakan manusia
berdasarkan kecacatan dalam berinteraksi atau bergaul dengannya, hal ini sejalan
dengan memberikan layanan pendidikan inklusi bagi anak disabilitas bersama
dengan anak normal. Dengan demikian madrasah inklusi merupakan anjuran
dalam agama Islam tanpa membeda-bedakan anak dari perbedaan individual,
karena dalam Islam yang dinilai di sisi Allah bukan fisiknya tapi Alloh melihat
hati dan perbuatannya.
Interpretasi sederhananya bisa dikatakan bahwa, dalam pandangan Allah
semua makhluk-Nya yang berjenis manusia derajatnya sama. Allah tidak
memandang strata sosial, keelokan wajah, kasta, harta atau pun derajat lainnya.
Allah memberikan indikasi bahwa siapapun dengan wujud bagaimanapun jika
menghendaki pendidikan dan pengajaran Islam harus dinomorsatukan karena pada
7
Aris Armeth Daud Al-Kahar, Pendidikan Inklusif Sebagai Gebarakan Solutif
“EducationFor All”, Al-Riwayah:Jurnal Kependidikan, vol. 11, no. 1, April 2019, hlm. 51.
10. hakikatnya semua setara dan sama. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
pendidikan inklusi tentunya ada andil keadilan pandangan terhadap semua peserta
didik tanpa adanya diskriminasi.
Pelaksanaan pendidikan inklusif pada hakikatnya telah diperhatikan oleh
pemerintah seutuhnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya aturan undang-undang
yang telah disahkan sejak tahun 2009. Kendati demikian, masih banyak sekolah
atau madrasah yang belum menerima amanat tersebut dari pemerintah yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif. Oleh karena itu,
beberapa madrasah memberanikan diri untuk melaksanakan pendidikan inklusif
secara mandiri dan tanpa ada ikatan penjanjian dengan pihak pemerintah.
Salah satunya yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sembilan Kota Banda Aceh.
Secara Lembaga MIN 9 Kota Banda Acehbernaung di bawah Kemenag Kota
Banda Aceh, namun pihak MIN 9 belum menerima amanat dari Kemenag Kota
Banda Aceh atau Provinsi Aceh untuk dijadikan sebagai madrasah inklusif
padahal telah dilakukan assessment terhadap peserrta didik dan telah terindikasi
bahwa setidaknya ada 15 peserta didik yang masuk dalam kategori berkebutuhan
khusus. Berpijak pada fakta tersebut, MIN 9 Kota Banda Aceh telah
melaksanakan pendidikan inklusi sejak 2016 secara mandiri. Oleh karena itu,
model pelayanan yang dilakukan pihak MIN 9 Kota Banda Aceh dengan
membentuk tim pelayanan dengan mengadopsi beberapa model layanan yang
telah dikembangkan oleh para peneliti yang diperoleh dari bacaan buku atau
artikel jurnal terbaru.
Sebagaimana diketahui bahwa di MIN 9 Kota Banda Aceh setidaknya
terdapat kurang lebih 15 peserta didik berkebutuhan khusus dengan berbagai jenis
kebutuhan yang dialami. Hal ini berdasarkan data hasil diagnosa yang dilakukan
oleh pihak Puskesmas Ulee Kareng serta pemerikasaan yang dilakukan oleh tim
dokter psikologi Unsyiah. Berangkat dari hasil pemeriksaan tersebut, maka
beberapa model layanan dilakukan untuk menemukan solusi pengembangan
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) sehingga kelangsungan pendidikan
setara (inklusif) dapat dilaksanakan dengan keyakinan dan ketulusan hati para
guru sebagai pendidik. Layanan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang
11. dimiliki peserta didik berkebutuhan khusus urgen dilakukan di lingkungan
madrasah. Hal ini sangat beralasan, kerena sesuai dengan isntrumen dan aturan
pemerintah yang mengindikasikan pendidikan yang setara tanpa adanya
diskriminasi. Dugaan sementara, pihak MIN 9 Kota Banda Aceh memberanikan
diri dalam melayani peserta didik berkebutuhan khusus dilandaskan oleh amanat
pemerintah kepada segenap pelaku dan lembaga pendidikan serta adanya
kesadaran dan perhatian nilai pendidikan bahwa setiap anak harus diberi hak yang
sama dalam pendidikan.
Layanan pendidikan yang dilakukan oleh guru MIN 9 Kota Banda Aceh
bersiafat sangat spesifik. Guru memberikan perhatian khusus dalam membantu
kemandirian peserta didik berkebutuhan khusus. Layanan pendidikan inklusif di
madrasah yang belum diamanatkann sebagai lembaga madrasah inklusif memang
sulit, namun demikian dengan keyakinan dan kutulusan para guru dalam
memberikan perhatian secara mandiri kepada para peserta didik yang
berkebutuhan khusus harus dilakukan. Diberi amanat ataupun tidak peserta didik
kebutuhan khusus telah ada di madrasah tersebut dan harus memperoleh
pendidikan yang sama dan setara.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk
mendalami bagaimana dasar pijakan pelaksanaan pendidikan inklusif, model
layanan serta proses implementasi layanan pendidikan inklusif dan hasil
implementasi layanan pendidikan inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut maka, permasalahan dipaparkan dalam beberapa
poin sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan pelaksanaan model layanan pendidikan inklusif di
MIN 9 Kota Banda Aceh?
2. Bagaimana implementasi model layanan pendidikan inklusif di MIN 9
Kota Banda Aceh?
3. Bagaimana hasil implementasi modellayanan pendidikan inklusif di MIN
9 Kota Banda Aceh?
12. C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui landasan pelaksanaan model layanan pendidikan
inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
b. Untuk mengetahui implementasi model layanan pendidikan inklusif di
MIN 9 Kota Banda Aceh
c. Untuk mengetahui hasil implementasi model layanan pendidikan
inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Memberikan sumbangsih pengetahuan tentang landasan pelaksanaan
model layanan pendidikan inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
b. Menambah wawasan tentang implementasi model layanan pendidikan
inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
c. Memberikan pengetahuan tentang bukti hasil implementasi model
layanan pendidikan inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
2. Secara praktis
Secara praktis, penelitian ini hanya ditujukan kepada pihak MIN 9
Kota Banda Aceh dalam proses layanan pendidikan. Layanan pendidikan
yang telah dilakukan kiranya memberikan masukan tersendiri setalah
penelitian dilakukan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Model Layanan
Model layanan pendidikan inklusif merupakan suatu gaya pelaksanaan
pendidikan yang menerapkan persamaan dalam kesetaraan untuk memperoleh
13. pendidikan yang sama dalam ruang kelas tanpa adanya deskriminasi. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Alfia Miftakhul Jannah, dkk yang berjudul
“Model Layanan Pendidikan Inklusif di Indonesia” dinyatakan bahwa Peserta
didik dalam pendidikan inklusif dapat dikelompokkan menjadi dua ketegori,
yaitupeserta didik berkebutuhan khusus penerima pendidikankhusus tanpa
disertai hambatan kognitif dan intelektual serta yang disertai hambatan
kognitif dan intelektual. Setiap kategori peserta didik berkebutuhan khusus
akan memperoleh pelayanan yang disesuaikan dengan salah satu dari model
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan.8
Dengan demikian setidaknya ada lima model pelayanan pendidikan inklusi
yang telah diterapkan dalam berbagai lembaga pendidikan yaitu:
a. Inklusif utuh atau model layanan dengan kelas reguler.
Model layanan pendidikan ini dilakukan dengan menggabungkan
peserta didik berkebutuhan khusus dengan peserta didik reguler dalam satu
ruang kelas dengan proses pembelajaran yang sama rata. Proses
pemebelajaran di kelas ini tidak terdapat pelayanan secara khusus terhadap
peserta didik berkebutuhan khusus. Hal ini disebabkan kelas inklusif utuh
hanya di isi oleh PDBK yang tidak mengalami gejala yang signifikan.
Layanan pendidikan dalam kelas ini dilakukan secara merata tanpa
adanya pemilahan materi sehingga semua peserta didik di harapkan mampu
memahami materi. Kelas yang semacam ini bisa menjadi rangsangan
terhadap peserta didik berkebuthan khusus dimana teman sebayanya akan
menjadi tutor yang ikut serta memebantunya memberikan respon terhadap
materi pembelajaran yang sampaikan guru. Dalam kelas ini tindakan guru
juga terlihat sama kepada semua peserta didik tanpa adanya pengecualian
terhadap PDBK.
b. Model kelompok (cluster model)
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan di ruang kelas maka
peserta didik ditempatkan dalam suatu kelompok secara terpisah meski
8
Alfia Miftakhul Jannah, dkk, Model Layanan Pendidikan Inklusif Di Indonesia,
ANWARUL: Jurnal Pendidikan dan DakwahVolume 1, Nomor 1, Desember 2021, hlm. 126.
14. masih berada dalam satu ruang kelas yang sama dengan peserta didik
reguler. Hal ini bertujuan untuk memberikan respon yang lebih signifikan
terhadap peserta didik berkebuthan khusus. Peserta didik yang
dikelompokkan secara khusus biasanya yang mengalami gejala yang agak
serius sehingga dengan pengelompokan tersebut guru mudah memberikan
perhatian, pembinaan dan bimbingan.
Model cluster ini dilakukan untuk memenuhi hasrat pendidikan
peserta didik berkebutuhan khusus dengan tingkat pemehaman yang
berbeda dalam ruang kelas reguler.
c. Model Pull Out
Model pembelajaran ini menempatkan Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK) di ruang tersendiri untuk memperoleh materi pelajaran
tertentu dengan pendampingan khusus oleh guru khusus. Terdapat
komponen-komponen tertentu dalam materi pelajaran yang memerlukan
penyampaian secara khusus kepada Peseta Didik Berkebutuhan Khusus
(PDBK) yang disebabkan terjadinya ketimpangan apabila harus belajar
bersama dengan peserta didik lainnya.
Dalam pelaksanaan model ini terdapat waktu khusus dimana Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dipindahkan dari kelas reguler untuk
memperoleh pelayanan khusus dengan materi, strategi, metode serta media
yang lebih sesuai dengan kebutuhan.
d. Model ClusterdanPull Out
Model pembelajaran gabungan antara model cluster dan model pull
out. Sistem model pembelajaran ini pada waktu-waktu tertentu Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dikelompokkan tersendiri tetapi
masih dalam satu kelas reguler dengan pendamping khusus. Kemudian di
waktu-waktu lain Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
ditempatkan di kelas atau ruangan khusus untuk diberikan layanan khusus
dengan materi, strategi, metode serta media yang lebih sesuai dengan
kebutuhan mereka.
e. Model kelas khusus
15. Model yang digunakan oleh sekolah yang mengadakan kelas khusus
kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK), akan tetapi terdapat
aktivitas yang lain didalam pembelajaran tertentu semua peserta didik
digabungkan dengan kelas reguler.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sulthon dengan judul “Model
Pelayanan Pendidikan Inklusi Di Madrasah: Study Kasus Di Madrasah
Ibtidaiyah Ibtidaul Falah Dawe-Kudus” dinyatakan bahwa dalam memberikan
layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus setidaknya ada dua
hal yang segera diupayakan yaitu sebagai berikut:9
a. Kesetaraan dan pemerataan
Jika dilihat lebih seksama maka bisa dipastikan dari tahun ke tahun
pendidikan bagi peserta didik berkebuthan khsusus selalu mengalami hambatan
pemerataan, masih banyak peserta didik berkebuthan khsususyang belum
menjangkau pendidikan karena alasan tempat yang jauh. Oleh karena itu program
pendidikan inklusi sebagai salah satu alternative solusi yang segera dilaksanakan.
b. Psikologi
Pendidikan segregasi melanggengkan rasa senasib sehingga rasa sosialnya
menjadi tidak berkembang, oleh sebab itu dengan program inklusi mendorong
terbentuknya kesamaan dan kesetaraan. Secara psikologi pendidikan inklusif
dialksanakan agar memperoleh layanan pendidikan yang setara dan tanpa adanya
diskriminasi pendidikan diantara peserta didik. Pendidikan yang dilaksanakan
secara sukarela ini bisa diketahuai memiliki beberapa kelebihan diantaranya
peserta didik berkebuthan khusus bisa merespon bantuan dan perlakuan dari
teman sebaya. Oleh karena itu, dalam prakteknya pendidikan inklusif
memberikan nilai positif terhadap semua peserta didik tanpa terkecuali.
B. Pendidikan Inklusif di madrasah
a. Pengertian
Merujuk pada Permendiknas No. 70 tahun 2009 pendidikan inklusif
diartikan sebagai suatu sisitem penyelenggaraan pendidikan yang
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
9
Sulthon, Model Pelayanan Pendidikan Inklusi Di Madrasah: Study Kasus Di Madrasah
Ibtidaiyah Ibtidaul Falah Dawe-Kudus, Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, volume 10,
no. 2, desember 2018, hlm. 82.
16. mengalami gangguan, potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan secara merata, setara dengan peserta didik lain yang
regeuler secara bersama-sama.10
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendidikan inklusif digagas oleh pemerintah sebagai p[emangku kebijakan
pendidikan telah menjamin pendidikan setara pada semua peserta didik
dalam satu ruang kelas tanpa adanya diskriminasi.
Adapun bebera hal penting yang perlu diperhatiakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah, diantaranya yaitu:11
1. Pada hakikatnya setiap peserta didik senantiasa special dan berbeda
(perbedaan ketrampilan, bakat, minat, budaya, habit serta latar
belakang etnik).
2. Setiap peserta didik memiliki kemampuan untuk belajar meski
terbatas baik secara fisik maupun psikis.
3. Sistem penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah perlu
adanya pengembangan sehingga bisa mengakomodir kebutuhan
setiap peserta didik (temasuk kebutuhan dan layanan pendidikan
terhadap peserta didik berkebutuhan khsusus).
b. Urgensi pendidikan inklusif di madrasah
Ada beberapa alasan mengapa kita perlu menjalankan
sistempendidikan inklusif. Beberapadiantarannya adalah:
1. Tidak semua PDBK cocok atau harus belajar di sekolah khusus
(Sekolah Luar Biasa). Bagi PDBK dengan gangguan tidak terlalu
berat atau memiliki potensi akademik (IQ) yang (cukup) baik/rata-
rata ke atas, situasi dan tuntutan belajar di sekolah khusus tidak
dapat menjawab kebutuhan PDBK tersebut.
2. PDBK perlu kelas reguler untuk belajar menggeneralisasikan
ketrampilan yang telah dipelajari dan dikuasainya dalam setting
yang lebih nyata.
10
Permendiknas no. 70 tahun 2009 tentang Sistem Pendidikan Nasional
11
Erni Murniati, Pendidikan Inklusif Di Tingkat Sekolah Dasar (Konsep, Implementasi
Dan Strategi), JDP, vol 9 nomor 1 april 2016, hlm. 11.
17. 3. PDBK perlu belajar di kelas reguler secara langsung untuk dapat
mempelajari suatu ketrampilan tertentu.
4. Dilihat dari jumlah sekolah yang ada, jumlah sekolah khusus
(SLB) relatif jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan sekolah
reguler.
5. Dilihat dari tenaga kerja, guru kelas reguler/bidang studi lebih
menguasai ilmu yang ingin disampaikan. Sedangkan guru
Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau guru pendamping khusus lebih
mendalami tata laksana penerapan disiplin atau perlakuan yang
harus dijalani. Jadi jelas butuh kolaborasi antara guru reguler
dengan guru dengan latar belakan pendidikan luar biasa.
c. Implementasi
Lembaga madrasah yang fokus pada pengembangan kurikulum
danimplementasi pendidikan dan layanan inklusif harus
memperhatikan beberapa ciri berikut:12
a. Madrasah harus memiliki kelas yang didesain dengan kondisi
ramah terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, hangat,
nyaman serta memenuhi standar perhatian merata tanpa adanya
perbedaan.
b. Madrasah sebagai Lembaga pendidikan dan layanan inklusif harus
siap mengelola kelas yang memiliki sifat pengetahuan yang
heterogen dengan menerapkan kurikulum pembelajaran yang
bersifat individual.
c. Pendidikan di lingkungan madrasah harus siap mengembangkan
kurikulum adaptif yang diinterpretasikan dalam bentuk RPP
adaptif.
d. Proses pembelajarann yang diterapkan di ruang kelas harus bernilai
interaktif sehingga tidak berkesan intimidatif
12
Muhammad Syaifudin, Implementasi Pendidikan Inklusif di Madrasah Ibtidaiyah di
Jawa Timur, El-Banat, Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, vol. 11, no. 2, 2021, hlm. 192.
18. e. Sebagai pendidik di madrasah guru harus bisa melakukan
koordinasi dan kolaborasi kepada segenap kalangan dalam hal
pernecanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
f. Dalam proeses pembelajaran dan pengembangan pendidikan
inklusif, madrasah harus membangun komunikasi yang intens
dengan pihak orang tua wali.
g. Mengembangkan media pembelajaran sehingga memudahkan
dalam mengelola pembelajaran apalagi dikelas yang inklusif.
C. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian PDBK
Peserta didik berkebutuhan khusus merupakan peserta didik yang
memiliki ketergantungan tertentu, mengalami hambatan dalam mengikuti
proses pembelajaran sebagaimana peserta didik reguler lainnya dalam
ruang kelas. Dengan adanya hambatan yang ada pada dirinya sehingga
membuat mereka harus hidup dengan kenyataan dimana dia membutuhkan
sesuatu sebagai pelengkap. Intinya dapatdikatakan bahwa peserta didik
berkebutuhan khusus merupakan individu yang memiliki hambatan dalam
menerima, memahami pembelajaran yang terjadi di ruang kelas. Lebih
jelasnya, peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang
membutuhkan penanganan khusus disebabkan oleh adanya gangguan
perkembangan dan kelainan yang dialami.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak pada tahun 2013 mendefinisikan peserta didik
berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang mengalami keterbatasan
atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional
yang memiliki pengarauh sangat signifikan dalam proses perkembangan
dan pertumbuhan dibandingkan dengan peserta didik yang sebaya
dengannya.13
b. Klasifikasi gangguan PDBK
13
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Ruko
Jambusari, 2016), hlm. 1.
19. Ada beberapa jenis gangguan pada peserta didik berkebutuhan khusus
yang biasanya di jumpai di ruang-ruang kelas pada pendidikan inklusif.
Oleh karena itu, para peserta didik kebutuhan khusus tersebut memiliki
interpretasi masing-masing sehingga penanganannya juga berbeda meski
dalam suatua kelas yang sama. Oleh karena itu, butuh perhatian lebih
serius sehingga penanganannya bisa efektif dan efesien:
a. Ganguan fisik
Ada beberapa jenis gangguan yang terjadi pada fisik peserta
didik berkebutuhan khusus diantaranya yaitu sebagai berikut:14
1. Tuna daksa atau kelainan tubuh
Tunadaksa atau kelainan tubuh merupakan peserta didik yang
memiliki gannguan pada gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan lahir,
sakit, polio, lumpuh atau mengalami kecelakaan yang
menyebabkan kehilangan anggota tubuh.
2. Tuna netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (blind) dan dan low vision.
3. Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu
memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara.
4. Tunawicara
14
Nur Kholis Raefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogjakarta: Imperium,
2013), hlm. 17.
20. Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit
bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini
dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat
fungsional dimana kemungkinan disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada
organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
b. Gangguan intelektual
Gangguan intelektual yang terjadi pada peserta didik kebutuhan
khususyakni terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan
di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita
dan down syndrom
c. Gangguan mental
Peserta didik yang dideteksi gangguan mental, yaitu
terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:15
a. Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi,
anxietas, dan gangguan kepribadian; dan
b. Penyandang perkembangan yang berpengaruh pada
kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan
hiperaktif.
c. Gangguan sensorik, yaitu terganggunya salah satu fungsi
dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas
rungu, dan/atau disabilitas wicara.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Waktu Penelitian
15
Arie Purnomosidi, Konsep Perlindungan Hak Konstitusional Penyandang Disabilitas di
Indonesia(Fakultas Hukum Universitas Surakarta: Surakarta,2017), hlm. 164.
21. Penelitian ini bersifat studi lapangan (field research) dengan berfokus
pada model layanan pendidikan inklusif.16
Pola pendekatan yang dimaksud
bertujuan untuk mengetahui terkait model layanan pendidikan inklusif di MIN
9 Kota Banda Aceh. Penggunaan pendekatan tersebut diarahkan melalui
metode analisis deskriptif, dengan tujuan untuk menjelaskan, interpretasi,
menguraikan dan menganalisa secara mendalam tentang hasil penelitian yang
diperoleh melalui wawancara, observasi dan telaah dokumentasi.17
Tidak hanya itu, dalam menyempurnakan penelitian, penulis juga merujuk
sumber data kepustakaan dengan acuan ilmiah berupa bahan dan sumber
tertulis, khususnya terkait teori-teori yang berhubungan dengan model layanan
pendidikan inklusif di madrasah. Berangkat dari pendekatan penelitian
tersebut maka penulis hendak mengkaji secara menyeluruh tentang landasan
layanan peserta didik berkebutuhan khusus di madrasah, implementasi
layanan pendidikan inklusi terhadap peserta didik berkebutuhan khusus dan
hasil implementasi layanan pendidikan inklusif di madrasah.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang bertujuan
untuk menghasilkan suatu rumusan hasi penelitian yang mendalam, kredibel
dan optimal. Penelitian ini berusaha mengkaji secara ilmiah tentang model
layanan pendidikan inklusif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh
kerena itu, penelitian ini dirasa akan efektif jika dilihat dari segala bentuk
interaksi layanan yang telah dilakukan sehingga bisa ditinjau dalam tiga sisi
yaitu; Pertama, terkait landasan, dasar pijakan tentang layanan pendidikan
inklusif terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua, terkait
implementasi layanan pendidikan inklusif terhadap peserta didik berkebutuhan
khusus. Ketiga, terkait hasil implementasi layanan pendidikan inklusif
terhadapa peserta didik berkebutuhan khusus.
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1997), hlm. 3.
17
Metthew B. Miles, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode
Baru, (Jakarta: UII-Press, 1992), hlm. 15.
22. Oleh kerena itu, rancanagan dan pendekatan penelitian ini menjadi dasar
ukuran terhadap temuan ilmiah terkait model layanan pendidikan inklusif
terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Sembilan Kota Bandaa Aceh yang terletak di jalan Dr. T. Syarif Thayeb, Desa
Lambhuk, Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh. Sementara itu, dari sisi
alokasi waktu penelitian dilakukan dalam masa 3 (tiga) bulan lebih dengan
kegiatan yang meliputi sebagai berikut: (1) perlengkapan dan pengurusan
administrasi (2) observasi dan wawancara (3) verifikasi dan analisis data (4)
penyusunan laporan hasi penelitian.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini terdiri dari sumber-sumber primer yang utama dalam
memperoleh data dan sumber sekunder yang melengkapi data penelitian
sehingga dianggap dapat memberikan gambaran data yang konkrit serta
berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Di sisi lain teori dan
konsep yang digunakan dalam penelitian ini juga sangan memberikan dampak
terhadap subjek penelitian dan sumber data penelitian.
Oleh karena itu, yang bertindak menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
wakil kepala bagian kurikulum MIN 9 Kota Banda Aceh, ketua forum layanan
pendidikan inklusif, guru pendamping serta orang tua wali peserta didik
berkebutuhan khusus. Terkait sumber sekunder penelitian, maka akan
dikembangkan berdasarkan kebutuhan penelitian.
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengkonsentrasikan fokus pada saat memahami dasar pijakan atau landasan-
landasan model layanan pendidikan berdasarkan pendapat dan pandangan
subjek yang diteliti. Dengan demikian, pengumpulan data dilakukan dengan
cara kontak langsung dengan subjek yang diteliti di lapangan.Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode
analisis data kualitatif yang bersifat deskriptif yakni peneliti berusaha
mendeskripsikan serta melakukan interpretasi tentang kondisi, situasi yang
23. sedang berlangsung dengan didasarkan pada data serta bukti-bukti yang
diperoleh dari hasil obeservasi lapangan, wawancara dan studi
dokumentasi.18
Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan beberapa intrumen sebagai berikut:
a. Observasi
Teknik pengumpulan data dalam observasi dilakukan dengan berfokus
pada proses layanan inplementasi pendidikan inklusif baik yang terjadi di
ruang kelas, di luar ruang kelas bersama tutor sebayanya maupun di
lingkungan tempat peserta didik berkebutuhan khusus bersosialisasi.
Untuk memperoleh data-data yang orisinil maka dalam penelitian ini
peneliti ikut terlibat secara langsung dalam proses layanan mamupun
sebagai reviewer selama kegiatan penelitian berlangsung. Tidak hanya itu,
obeservasi juga difokuskan pada lingkungan yang berhubungan langsung
dengan subjek penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan seperangkat pertanyaan yang ditanyakan
secara lisan kepada para rsponden untuk menggali sejumlah data yang
dibutuhkan dalam penelitian. dalam penelitian ini, wawancara dilakukan
pada beberapa subjek yakni wakil kepala bidang kurikulum yang
membawahi layanan pendidikan inklusif di MIN 9 Kota Banda Aceh
terkait layanan pembelajaran di dalam kelas. Kemudian responden yang
kedua adalah ketua forum pelayanan pendidikan inklusif MIN 9 Kota
Banda Aceh terkait persiapan dan tindak lanjut implementasi. Kemudian
responden selanjutnya yaitu guru pendamping khusus peserta didik
berkebutuhan khusus. Kemudian para orang tua wali terkait hasil
implementasi serta persepsi layanan pendidikan inklusif di MIN 9 Kota
Banda Aceh.
c. Studi dokumentsi
18
Koentrajaningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia 1989),
hlm. 103.
24. Adapun dokumen yang ditelaan dalam penelitian ini berupa data
administrasi yang diusulkan oleh pihak pemerintah dalam hal ini Kemenag
Banda Aceh dan Kanwil Kemenag Provinsi Aceh. Selain itu, butiran
landasan yang mengacu pada instrument nasional dan instrument
internasional secara yuridis dan filosofis terkait layanan pendidikan
inklusif. Selain itu juga ditelaah landasan pedagogis dan normatifdan dan
data hasil temuan psikologi Unsyiah terkait gejala dan perkembangan
peserta didik berkebutuhan khusus.
D. Teknik Analisis Data
Analisis suatu data dalam penelitian tidak dapat dipisahkan dari teknik
pengumpulan data itu sendiri. Kegiatan pengaumpulan dan analisis data selalu
berjalan bersamaan dalam sebuah penelitian sehingga pengumplulan data dan
proses analisis hingga selesai penelitian dilakukan. Adapun data yang telah
dikumpulkan melalui teknik data wawancara, observasi dan studi dokumentasi
dari hasil lapangann akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif dengan sifat induktif menggunakan model analisis
interaktif sebagaimana yang dikembangkan oleg miles dan Huberman.
Bagan proses analisis data penelitian
25. Daftar Pustaka
Aris Armeth Daud Al-Kahar, Pendidikan Inklusif Sebagai Gebarakan Solutif
“Education For All”, Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, vol. 11, no. 1,
April 2019
Pengumpulan data
1. Wawancara
2. Observasi
3. Telaah
dokumen
Analisis data
Reduktion data
Display data
verifikasi data
26. Sulthon, Model Pelayanan Pendidikan Inklusi Di Madrasah: Study Kasus Di
Madrasah Ibtidaiyah Ibtidaul Falah Dawe-Kudus, Al-Bidayah: Jurnal
Pendidikan Dasar Islam, volume 10, no. 2, desember 2018
Dr. Hamsi Mansur, Pendidikan Inklusi (Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua),
Yogjakarta: Parama Publishing, 2019
Alfia Miftakhul Jannah, dkk, Model Layanan Pendidikan Inklusif Di Indonesia,
ANWARUL: Jurnal Pendidikan dan DakwahVolume 1, Nomor 1,
Desember 2021
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997
Metthew B. Miles, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-
Metode Baru, Jakarta: UII-Press, 1992
Koentrajaningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia 1989
Kementerian Agama Republik Indonesia, al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jakarta:
Widya Cahaya, 2011
Erni Murniati, Pendidikan Inklusif Di Tingkat Sekolah Dasar (Konsep,
Implementasi Dan Strategi), JDP, vol 9 nomor 1 april 2016
Smith, J. David. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006