SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Materi Pembelajaran Hari 2 10102022
Sharing Hasil Bimtek Guru Pembimbing Khusus
SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Hakikat Pendidikan Inklusif
Pendahuluan
Terdapat beberapa hal yang harus Saudara pahami mengenai pendidikan inklusif, yaitu bahwa:
Pendidikan inklusif tidak sama dengan konsep pendidikan integrasi/terpadu.
Pendidikan inklusif punya makna jauh lebih luas dari pada pendidikan integrasi.
Pendidikan inklusif tidak sekedar memindahkan atau menempatkan penyandang
disabilitas/PDBK di sekolah reguler.
Dalam pendidikan inklusif, semua anak harus diterima di sekolah tanpa syarat dan
program sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak. Sedangkan dalam pendidikan
integrasi anak baru dapat diterima di sekolah jika anak dapat menyesuaikan proram yang
ada di sekolah.
Pengertian Pendidikan Inklusif
Definisi Pendidikan Inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra, India pada tahun
1998 yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara merumusakan poin-poin sebagai berikut.
1. lebih luas daripada pendidikan formal: mencakup pendidikan di rumah, masyarakat,
sistem nonformal dan informal.
2. mengakui bahwa semua anak dapat belajar.
3. memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua
anak.
4. mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak: usia, jender, etnik,
bahasa, status HIV/AIDS dll.
5. merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan
konteksnya.
6. merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang
inklusif.
Definisi berikutnya, Sapon-Shevin dan O’Neil, 1994 (Dir. Pem. SLB, 2007:5) menyatakan
bahwa ‘pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya’.
Landasan Filosofis Pendidikan Inklusif
Abdulrahman dalam Kemdikbud (2011) mengemukakan bahwa landasan filosofis penerapan
pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita–cita
yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini
sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horizontal,
yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai
dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri, dan sebagainya, sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik,
dan sebagainya. Walaupun beragam namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini,
menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling
membutuhkan.
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, keberagaman termasuk di dalamnya anak
berkebutuhan khusus merupakan salah satu bentuk kebhinekaan, seperti halnya perbedaan suku,
ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkebutuhan khusus pastilah dapat
ditemukan keunggulan–keunggulan tertentu. Kelemahan dan keunggulan tidak memisahkan
peserta didik yang satu dengan yang lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya,
atau agama, tetap dalam kesatuan. Hal ini harus terus diwujudkan dalam sistem pendidikan.
Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik
yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat
toleransi yang nampak atau dicita–citakan dalam kehidupan sehari–hari.
Landasan Yuridis Pendidikan Inklusif
Landasan yuridis tentang pendidikan inklusif memberikan kerangka dasar bahwa
implementasi pendidikan inklusif memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan. Implementasi
pendidikan inklusif di Indonesia, memiliki dasar hukum atau yuridis yang terkait.
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Dalam Undang-Undang Dasar Amandemen 1945, Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan”, dan ditambahkan juga dalam ayat (2) dalam pasal
yang sama, bahwa “’Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Selanjutnya terkait dengan perlindungan anak, dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, padal Pasal 48, menyatakan bahwa
“Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk
semua anak”. Kemudian pada Pasal 48 dari Undang-Undang tentang Perlindungan Anak,
dinyatakan bahwa “’Negara, Pemerintah, Keluarga, dan Orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.
Dalam konteks pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan inklusif memiliki dasar hukum
yang jelas. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (1) “Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Ayat (2): “Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Dalam hal aksesibilitas pendidikan, dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2)
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi”. Pasal 32 ayat (1) ”Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Dalam
penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ”Pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Pasal 45 ayat (1) ”Setiap
satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”.
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, “Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum
maupun kejuruan, dengan cara menyediakan sarana, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik.”
Dalam penjelasan Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, “Yang dimaksud dengan ‘pendidikan secara inklusif’ adalah pendidikan bagi peserta
didik Penyandang Disabilitas untuk belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang
Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.
Landasan Empiris Pendidikan Inklusif
Terkait dengan landasan empiris, hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi dan
penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat khusus tidak
efektif dan diskriminatif, peneliti merekomendasikan pendidikan khusus
secara segregatif hanya diberikan secara terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat
(Heller, Holtzman dan Messick, 1982). Hasil metaanalisis yang dilakukan oleh Carlberg dan
Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1986) terhadap 11 buah
penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan
inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak
berkebutuhan khusus dan teman sebayanya.
Selain itu, Depdiknas (2007) mengemukakan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif
mendapatkan dukungan dari berbagai event atau moment, baik internasional maupun nasional.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Deklarasi Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights), Tahun 1948
2. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Tahun 1989
3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Conference on Education for
All) Tahun 1990
4. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang
Berkelainan (The Standard Rules on The Equalization of Opportunities for Persons with
Disabilities)
5. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi (The Salamanca Statement on
Inclusive Education) Tahun 1994
6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua (The Dakar Commitment on
Education for All) Tahun 2000
7. Deklarasi Bandung Tahun 2004 dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusi”
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
8. Rekomendasi Bukittinggi Tahun 2005, menyatakan bahwa pendidikan inklusif dan ramah
terhadap anak semestinya dipandang sebagai:
1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang
akan menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah
benar-benar untuk semua;
2. Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian
dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra sekolah, pendidikan
dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi
kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan
terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan
3. Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan
menghormati perbedaan individu semua warga negara.
Prinsip Pendidikan Inklusif
Konsep yang paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah bagaimana agar anak dapat
belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama dijabarkan dalam tiga prinsip, yaitu:
1. Setiap anak, termasuk dalam komunitas kelas atau kelompok.
2. Hari sekolah diatur sepenuhnya melalui tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan
perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati.
3. Guru bekerjasama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik
belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan
keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas.
Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Ini seyogyanya mencakup anak
berkelainan dan anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil
ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta
anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013).
Prinsip Pendidikan Inklusif
Lynch, sebagaimana disebutkan oleh Budiyanto dalam Hermansyah (2013) mengajukan tujuh
prinsip menuju terwujudnya UPE (Universal Primary Education). Ketujuh prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan Kebijakan, Kerangka Hukum dan Sistem Kelembagaan
2. Komitmen pada Filsafat Pendidikan yang Berpusat Pada Anak (Child- Centered).
3. Penekanan pada Keberhasilan dan Peningkatan Kualitas.
4. Memperkuat Hubungan Antara Sistem Reguler dan Sistem Khusus.
5. Komitmen untuk Berbagi Tanggung Jawab dalam Masyarakat.
6. Pengakuan oleh Para Profesional Tentang Keragaman yang Lebih Besar.
7. Komitmen terhadap pendekatan yang holistik Prinsip holistik dan pendekatan
perkembangan pada pendidikan berhubungan dengan konsep community shared
responsibility.
Prinsip Pendidikan Inklusif
Dalam upaya menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif di sekolah inklusif, Depdiknas
(2007) telah merumuskan prinsip-prinsip pembelajaran di sekolah inklusif, yakni sebagai
berikut:
1. Prinsip motivasi; guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap
memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar- mengajar.
2. Prinsip latar atau konteks; guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan
contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal
mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya
tidak terlalu perlu bagi anak.
3. Prinsip hubungan sosial; dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu mengembangkan
strategi pembelajaran mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.
4. Prinsip individualisasi; guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap
anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam
menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan
perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat
perhatian dan perlakuan yang sesuai.
Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Ini seyogyanya mencakup juga anak
berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara,
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau
kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013).
https://youtu.be/S3RNiEv5l88
Indeks Inklusi
Index for Inclusion atau diterjemahkan menjadi Indeks Inklusi merupakan konsep yang
dikembangkan pertama kali oleh Booth dan Ainscow pada tahun 2000, dan dalam
perkembangannya mengalami perubahan sampai dengan edisi terbaru di tahun 2020. Secara
umum Indeks Inklusi memberikan panduan untuk mendukung sekolah dalam proses
pengembangan sekolah inklusif, berdasarkan sudut pandang pemerintah, peserta didik, orang
tua/wali dan anggota masyarakat lainnya. Lebih lanjut, Indeks Inklusi juga dapat digunakan
untuk mengukur kualitas praktik pendidikan inklusif di sekolah melalui asesmen diri oleh
sekolah. Hasil asesmen tentu dapat digunakan untuk melakukan evaluasi ataupun menentukan
prioritas pengembangan sekolah inklusif. Secara substansi, Indeks terbagi kedalam 3 dimensi
yang kemudian diuraikan menjadi indikator-indikator.
Dimensi Membangun Budaya Inklusif
Dimensi Membangun Budaya Inklusif terbagi dalam sub dimensi Membangun Komunitas dan sub
dimensi Membangun Nilai-Nilai Inklusif dengan indikator sebagai berikut:
A.1 Membangun Komunitas
Indikator:
A.1.1 Setiap orang merasa diterima.
A.1.2 Peserta didik saling membantu.
A.1.3 Staf sekolah berkolaborasi satu sama lain.
A.1.4 Staf sekolah dan peserta didik memperlakukan satu sama lain dengan hormat.
A.1.5 Ada kemitraan antara staf sekolah dan orang tua/wali.
A.1.6 Staf sekolah dan pimpinan daerah bekerja sama dengan baik.
A.1.7 Semua masyarakat sekitar terlibat di sekolah.
A.2 Membangun Nilai-Nilai Inklusif
Indikator:
A.2.1 Harapan yang tinggi untuk semua peserta didik.
A.2.2 Staf sekolah, pimpinan daerah, peserta didik dan orang tua/wali memiliki
pemahaman filosofi inklusi yang serupa
A.2.3 Peserta didik sama-sama dihargai.
A.2.4 Staf sekolah dan peserta didik memperlakukan satu sama lain sebagai manusia yang
memiliki perannya masing-masing.
A.2.5 Staf sekolah berusaha menghilangkan hambatan belajar dan hambatan partisipasi dalam
semua aspek sekolah.
A.2.6 Sekolah berupaya meminimalkan praktik diskriminatif
Dimensi Menghasilkan Kebijakan Inklusif
Dimensi Menghasilkan Kebijakan Inklusif terbagi dalam sub dimensi Mengembangkan Sekolah
untuk Semua dan Mengorganisir Dukungan untuk Keragaman dengan indikator sebgai berikut:
B.1 Mengembangkan Sekolah untuk Semua
Indikator:
B.1.1 Pengangkatan dan promosi staf sekolah dilaksanakan secara adil.
B.1.2 Semua staf sekolah baru didampingi sehingga dapat menetap di sekolah.
B.1.3 Sekolah berusaha untuk menerima semua peserta didik dari wilayahnya.
B.1.4 Sekolah membuat bangun yang dapat diakses secara fisik oleh semua orang.
B.1.5 Semua peserta didik baru didampingi sehingga dapat menetap di sekolah.
B.1.6 Sekolah mengatur kelompok pengajaran agar semua peserta didik dihargai.
B.2 Mengorganisir Dukungan untuk Keragaman
Indikator:
B.2.1 Semua bentuk dukungan dikoordinasikan.
B.2.2 Kegiatan pengembangan staf sekolah membantu staf sekolah untuk menanggapi
keragaman peserta didik.
B.2.3 Kebijakan 'kebutuhan pendidikan khusus' adalah kebijakan yang inklusi.
B.2.4 Kode Praktik/Panduan Praktik Kebutuhan Pendidikan Khusus digunakan untuk mengurangi
hambatan belajar dan hambatan partisipasi semua peserta didik.
B.2.5 Dukungan bagi mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dikoordinasikan
dengan dukungan pembelajaran.
B.2.6 Kebijakan dukungan pada aspek perkembangan dan perilaku dikaitkan dengan
pengembangan kurikulum dan kebijakan dukungan pembelajaran
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
B.2.7 Penanganan disipilin yang berlebihan dikurangi.
B.2.8 Partisipasi kehadiran yang rendah dikurangi.
B.2.9 Perundungan diminimalisir
Dimensi Mengembangkan Praktik Inklusif
Dimensi Mengembangkan Praktik Inklusif terbagi dalam sub dimensi Mengatur Pembelajaran dan
Memobilisasi Sumber Daya dengan indikator sebgai berikut:
C.1 Mengatur pembelajaran
C.1.1 Pengajaran direncanakan dengan mempertimbangkan pembelajaran unruk semua peserta
didik.
C.1.2 Pelajaran mendorong partisipasi semua peserta didik.
C.1.3 Pelajaran mengembangkan pemahaman tentang perbedaan.
C.1.4 Peserta didik secara aktif terlibat dalam gaya pembelajaran mereka sendiri.
C.1.5 Peserta didik belajar secara kolaboratif.
C.1.6 Penilaian berkontribusi pada pencapaian semua peserta didik.
C.1.7 Disiplin di kelas didasarkan pada rasa saling menghormati.
C.1.8 Guru merencanakan, mengajar dan mereviu secara kolaboratif.
C.1.9 Guru bertanggungjawab untuk mendukung pembelajaran dan partisipasi semua peserta
didik.
C.1.10 Asisten pengajar mendukung pembelajaran dan partisipasi semua peserta didik.
C.1.11 Pekerjaan rumah berkontribusi pada pembelajaran untuk semua.
C.1.12 Semua peserta didik mengikuti kegiatan di luar kelas.
C.2 Memobilisasi sumber daya
C.2.1 Perbedaan peserta didik digunakan sebagai sumber belajar mengajar.
C.2.2 Keahlian staf sekolah dimanfaatkan sepenuhnya.
C.2.3 Staf sekolah mengembangkan sumber daya untuk mendukung pembelajaran dan
partisipasi.
C.2.4 Sumber daya di masyarakat diketahui dan digunakan.
C.2.5 Sumber daya sekolah didistribusikan secara adil sehingga mendukung inklusi
Layanan Pendidikan PDBK
Pendahuluan
Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Kedudukan peserta didik berkebutuhan khusus juga
dikuatkan dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3,
yaitu:
1. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
2. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif
pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
3. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus menjamin
terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing. Minimal terdapat satu
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu kota. Hal ini perlu untuk memastikan
bahwa semua warga negara berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan.
Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit terkait,
antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan dinas
pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat
diterima di sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan
atau keterangan dari psikolog. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah
sakit atau dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan
tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat
terbatas.
Prosedur Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Sebagai informasi, untuk keperluan administrasi dan pembinaan, serta kelancaran dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti prosedur sebagai berikut.
1. Sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal
penyelenggaraan pendidikan inklusif (surat pemberitahuan tentang kesiapan
menyelenggarakan pendidikan inklusif) kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Sedangkan sekolah yang telah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus melaporkan
penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menindaklanjuti proposal (surat pemberitahuan) /
laporan dari sekolah yang bersangkutan kepada Dinas Pendidikan Provinsi.
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi melakukan visitasi ke
sekolah yang bersangkutan.
4. Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai
penyelenggara pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat penetapannya, dengan
tembusan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Direktorat Pembinaan Sekolah
Luar Biasa.
Penerimaan PDBK
Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit terkait,
antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan dinas pendidikan
setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di
sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau
keterangan dari psikolog.
Namun demikian, pada umumnya sekolah sering mengabaikan persyaratan di atas. Sehingga
menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melayani peserta didik yang bersangkutan. Untuk
kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau dari psikolog menjadi sangat
sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih
ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas.
Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif dapat dilakukan dalam beberapa skema berikut.
Skema 1
Skema 2
Skema 3
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Identifikasi
Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukenali sesuatu
benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen terstandar. Dalam konteks pendidikan
khusus identifikasi merupakan proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan
mengikuti pembelajaran.
Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan atau
hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses belajar yang
diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk memaksimalkan potensi
yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang
dimilikinya.
Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak menunjukkan
karakteristik unik (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain sebagainya. Hasil identifikasi
akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi peserta didik yang bersangkutan.
Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan (screening),
pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan
belajar.
Alat (instrumen) identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK)disusun untuk mengetahui
kondisi dan asal usul peserta didik. Alat ini terdiri atas 4 (empat) format. Masing masing format
berisi tentang data dan informasi peserta didik yang diidentifikasi. Format 1 dan format 2
merupakan format yang berisi data pendukung AIABK, format 3 merupakan alat identidikasi
yang digunakan, dan format 4 adalah rekap hasil identifikasi.
Asesmen
Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa hambatan/kesulitan itu
muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan.
Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat program pembelajaran yang tepat bagi
anak itu.
Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
1) asesmen berazaskan kurikulum (asesmen akademik), dan
2) asesmen berazaskan perkembangan (asesmen nonakademik), dan
3) asesmen kekhususan.
Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan
anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat digunakan untuk
melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu teknik saja.
Asesmen
Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada umumnya,
baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stakeholder melakukan hal-hal
sebagai berikut:
Peran guru
Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik
Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah
Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua
ketika di rumah.
Peran Orang tua
Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak)
Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog
Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat
Peran Kepala sekolah
Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat
Melapor kepada Dinas pendidikan setempat
Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi
dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Peran Dinas Pendidikan
Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan
oleh pihak sekolah.
Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi,
Organisasi profesi.
Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan
permohonan,
Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan
inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh
tim verifikasi.
Intervensi
Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan
perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target layanan
intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami
hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat ketunaan. Intervensi dilakukan
setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui.
Penempatan dan Tindak Lanjut
Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan kegiatan
proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun pada kelas inklusif selain terdapat peserta
didik reguler terdapat pula Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan
prinsip-prinsip umum dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus
memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang sesuai dengan kebutuhan PDBK. Dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan
PDBK yang dipilih berdasarkan hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas
bersama-sama peserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; non-diskriminasi dan
fleksibel; sehingga guru harus membuat rancangan kegiatan pembelajaran dengan
mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan.
Istilah the most restrictive environment (lingkungan yang paling terbatas) and the least
restrictive environment (lingkungan yang tak terbatas) pada layanan ABK mengacu
pada alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dimana, layanan
pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memberikan layanan pendidikan bagi
ABK yang paling tidak berbatas (the least restrictive environment), artinya seorang anak
berkelainan ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas (sekolah reguler) menurut
potensi dan jenis/tingkat kelainannya.
Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke dalam tiga bentuk
yaitu segregasi, integrase dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki perbedaan diantaranya
mengenai sistem kurikulum yang diterapkan. Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati materi
yang disajikan pada halaman berikutnya.
Bentuk Layanan Segregasi
Pendahuluan
Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke dalam tiga bentuk
yaitu segregasi, integrasi dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki perbedaan diantaranya
mengenai sistem kurikulum yang diterapkan.
Pada materi ini, penjelasan lebih difokuskan pada bentuk layanan Segregasi yaitu bentuk
layanan pendidikan bagi Anak Bekebutuhan Khusus yang mengacu pada jenis atau karakteristik
spesifik dari ketunaan yang dialami seseorang. Oleh karenanya setiap ketunaan yang berbeda
akan mendapatkan layanan berbeda. Bentuk layanan pendidikan segregasi memiliki sistem
lingkungan dan kurikulum yang berbeda dari sekolah umum (tersendiri). Bentuk layanan
pendidikan bagi ABK secara segregatif tentu masih sangat dibutuhkan bagi ABK.
Sistem layanan segregasi yaitu penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus
dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan umum. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus seperti di Sekolah Luar
Biasa (SLB).
SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat
persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu
kepala sekolah
Bentuk Layanan Segregasi
Sekolah Khusus
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan satu kelainan
saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB
untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di
setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak berkebutuhan
khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi perhatian dalam sistem
sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis.
Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun 1989 dan PPNo.72
Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
1. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun.
3. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.
Di samping satuan pendidikan di atas, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991, juga dimungkinkan
penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai
tiga tahun.
Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi
satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan,
tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun juga
sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu
(SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras
(SLB-E), serta SLB AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah
dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah.
Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal
dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta
pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah
yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu,
dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga
guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB di dekatnya. Dengan kata lain,
kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat sebagai sekolah induk.
Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung
Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK yang tidak
siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi sebagai guru kunjung
(itenerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk melayani mereka belajar. Kegiatan
admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat
menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong
kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang
sama-sama mengalami hambatan, (3) anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan
sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa
dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Adapun Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sulit
bergaul dan menjalin komunikasi dengan anak-anak pada umumnya, (2) anak merasa terpasung
dan dibatasi pergaulanya dengan anak-anak kebutuhan khusus saja sehingga pada giliranya
dapat menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan
ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong
berkebutuhan khusus.
https://youtu.be/5zKfg3YB_0A
Bentuk Layanan Integrasi/Terpadu
Pendahuluan
Bentuk layanan pendidikan integrasi (mainstreaming) seringkali disebut dengan istilah sekolah
terpadu. Bentuk layanan pendidikan ini merupakan integrasi sosial, instruksional dan temporal
anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman lainnya yang “normal”, yang didasarkan pada
kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual. Pada pelaksanaanya memerlukan
klasifikasi tanggung jawab koordinasi dalam penyusanan program oleh tim dari berbagai profesi
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
dan disiplin (Kauffman, Gottlieb, Agard dan Kukic, 1975). Anak-anak berkebutuhan khusus
dapat belajar di kelas umum dengan syarat harus mampu mengikuti kegiatan di kelas tersebut
dan kurikulum yang digunakan sama dengan anak lainnya.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam
satu kelas dalam jumlah tertentu dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini untuk menjaga beban
guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam jenis anak
berkebutuhan khusus.
Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan khusus, di sekolah terpadu
disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru
kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi
sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut
Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu:
1. Kelas Biasa
2. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
3. Bentuk Kelas Khusus.
Kelas Biasa
Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan siswa pada umumnya terlibat dalam proses
belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum dimana sekolah
tersebut berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai
konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan
khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum,
maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu
disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda
dengan yang digunakan dalam seolah umum. Kalaupun terdapat penyesuaian untuk beberapa
kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru. Misalnya, untuk anak
tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca, perlu disesuaikan
dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa
Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. Bentuk keterpaduan ini
sering juga disebut dengan keterpaduan penuh
Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada kelas ini, ABK belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum dimana sekolah
tersebut berlaku serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang
tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak reguler.
Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus
(GPK) dengan menggunakan pendekatan individual dan metode peragaan yang sesuai. Untuk
keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus dilengkai dengan peralatan khusus untuk
memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan
khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini
sering disebut juga keterpaduan sebagian.
Kelas Khusus
ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada
sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini disebut juga
dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program
di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan,
metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat
fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang
bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam
istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang
relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized
instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas
khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/drop out atau untuk
menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus
bersifat fleksibel.
Kelas Khusus
Kelebihan kelas khusus adalah sebagai berikut:
Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Ini
berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa berkebutuhan khusus
dengan anak-anak pada umumnya, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah
dewasa.
Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif, karena di sekolah umum
ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan
tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka.
Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak berkebutuhan khusus
akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya.
Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan
individual atau kelompok kecil
Di samping kelebihan terdapat juga kelemahannya, antara lain adalah sebagai berikut:
Anak berkebutuhan khusus kadang-kadang masih mendapatkan stigma negatif dari sebagian
temannya sehingga dapat mengganggu perkembangan psikologisnya yang berdampak pada
perkembangan belajarnya.
Anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul
dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus.
Sebahagian orangtua kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak
berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus
dalam kelas khusus.
Siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan
kurikulum yang ada.
Bentuk Layanan Inklusif
Bentuk layanan pendidikan inklusif
Bentuk layanan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai semua peserta didik
termasuk anak berkebutuhan khusus. Semua peserta didik berada dalam lingkungan yang
sama dan belajar dalam kelas yang sama sepanjang waktu. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum sekolah tersebut dengan dilakukan modifikasi dan adaptasi sesuai kebutuhan bagi
semua peserta didik.
Bentuk layanan pendidikan inklusif yakni layanan pendidikan yang di dalam sekolah/kelas
umum terdapat peserta didik yang beragam, termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang
tumbuh dan berkembang secara berbeda dibanding dengan anak-anak pada umumnya. (ingat
materi tentang keberagaman). Bentuk layanan ini prinsipnya adalah mereka
hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima perbedaan, semua bisa berpartisipasi
dalam kegiatan belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan diyakini semua anak
dalam kelas bisa mencapai prestasi sesuai kondisinya masing-masing.
Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum
Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum menggunakan kurikulum yang ada di sekolah
tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan terkait dengan kondisi kelas
yang beragam. Guru sangat memungkinkan memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum ketika
terdapat anak yang kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Seringkali disebut dengan
kurikulum akomodatif atau juga kurikulum yang fleksibel.
Pada proses belajar dalam kelas dengan peserta didik yang beragam (inklusif) guru kelas atau
guru mata pelajaran bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan belajar. Tidak
menutup kemungkinan guru membutuhkan pertolongan GPK untuk merancang kegiatan
belajar sehingga semua anak bisa belajar dalam kelas yang sama.
https://youtu.be/x3aZpvx738w
Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus
Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo)
Tes Formatif Konsep Dasar Pendidikan Inklusif
Pilihlah jawaban yang paling tepat!.
1. Sebuah desain dapat mengakomodir beragam pilihan kenyamanan dan kebutuhan dalam
penggunaannya. Hal tersebut merupakan prinsip desain universal pengembangan
aksesbilitas sarana dan prasarana dalam pendidikan inklusif yang ramah anak, yaitu...
a) Prinsip Informasi penggunaan yang jelas
b) Prinsip toleransi untuk kesalahan
c) prinsip mudah digunakan
d) prinsip fleksibel dalam penggunaannya
e) prinsip dapat digunakan oleh semua orang
2. Proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran,
merupakan pengertian dari
a) Referal
b) Asesmen
c) Screening
d) Identifikasi
e) Klasifikasi
3. PDBK belajar bersama anak lain (reguler) di kelas reguler dalam kelompok khusus dan
dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber belajar bersama
dengan guru pembimbing khusus. merupakan model sekolah inklusif, yaitu....
a) Kelas khusus penuh
b) Kelas reguler dengan cluster
c) kelas reguler (inklusi penuh)
d) Kelas khusu dengan berbagai pengintegrasian
e) Kelas reguler dengan cluster dan pull out
4. Pendidikan yang tidak sekedar memindahkan atau menempatkan penyandang disabilitas
di sekolah reguler, tetapi anak berkebutuhan khusus harus diterima di sekolah tanpa syarat
dan program sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak merupakan pengertian dari
pendidikan...
a) Reguler
b) Khusus
c) Inklusif
d) Integrasi
e) Segregasi
5. Penataan ruang kelas harus memungkinkan anak untuk bergerak, berinteraksi,
berdiskusi, dapat mengakses alat bahan secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya. Hal
tersebut merupakan prinsip penataan ruang inklusif yaitu....
a) Prinsip menarik dan menantang
b) prinsip learning centers (Pembagian zona)
c) Prinsip Daya guna
d) Prinsip estetis
e) Prinsip berpusat pada anak (Child Centered)
Sumber : gpk.simpkb.id
gpk.gtk.kemdikbud.go.id
Kementrian Pendidikan, Keudayaan, Riset, dan Teknologi
Bimtek Guru Pembimbing Khusus

More Related Content

Similar to Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-2 SMP Ibrahimy Sukorejo Hakikat Pendidikan Inklusif + Soal formatif

Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan NasionalUu No 20 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan NasionalSuprijanto Rijadi
 
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003Uu sisdiknas no 20 tahun 2003
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003Reni Nazta
 
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfPENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfErlinaAriSavelia
 
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfPENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfErlinaAriSavelia
 
LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANharjunode
 
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknasDrs. HM. Yunus
 
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasUndang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasErlita Izzatunnisa
 
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptx
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptxBAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptx
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptxDjahid1
 
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasionalAmrizal Ahmad
 
Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Erik Kuswanto
 
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptx
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptxLandasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptx
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptxDheaDilla
 

Similar to Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-2 SMP Ibrahimy Sukorejo Hakikat Pendidikan Inklusif + Soal formatif (20)

Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan NasionalUu No 20 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Uu No 20 2003 Sistem Pendidikan Nasional
 
pendidikan inklusif untuk AUD
pendidikan inklusif untuk AUD pendidikan inklusif untuk AUD
pendidikan inklusif untuk AUD
 
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003Uu sisdiknas no 20 tahun 2003
Uu sisdiknas no 20 tahun 2003
 
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfPENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
 
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdfPENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
PENDIDIKAN INKLUSIF DAN GPK (1).pdf
 
Inovasi pendidikan smster 4 2012
Inovasi pendidikan smster 4 2012Inovasi pendidikan smster 4 2012
Inovasi pendidikan smster 4 2012
 
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
 
LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKAN
 
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
 
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
 
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasUndang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
 
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptx
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptxBAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptx
BAHAN TAYANG MATERI 1 KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF.pptx
 
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan
 
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptx
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptxLandasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptx
Landasan dan Asas-Asas Pendidikan (4).pptx
 
Bakti dan ujang.p
Bakti dan ujang.pBakti dan ujang.p
Bakti dan ujang.p
 

More from ZainulHasan13

Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji Fitriani
Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji FitrianiPembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji Fitriani
Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji FitrianiZainulHasan13
 
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji Fitriani
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji FitrianiMemilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji Fitriani
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji FitrianiZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejo
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejoPenilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejo
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejoZainulHasan13
 
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerak
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerakPenilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerak
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerakZainulHasan13
 
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...ZainulHasan13
 
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMP
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMPSoal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMP
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMPZainulHasan13
 
Ulangan Tekanan.pptx
Ulangan Tekanan.pptxUlangan Tekanan.pptx
Ulangan Tekanan.pptxZainulHasan13
 
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptx
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptxTry Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptx
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7B.pptx
Penilaian Sumatif 7B.pptxPenilaian Sumatif 7B.pptx
Penilaian Sumatif 7B.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7 D.pptx
Penilaian Sumatif 7 D.pptxPenilaian Sumatif 7 D.pptx
Penilaian Sumatif 7 D.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7A.pptx
Penilaian Sumatif 7A.pptxPenilaian Sumatif 7A.pptx
Penilaian Sumatif 7A.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7E.pptx
Penilaian Sumatif 7E.pptxPenilaian Sumatif 7E.pptx
Penilaian Sumatif 7E.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7F.pptx
Penilaian Sumatif 7F.pptxPenilaian Sumatif 7F.pptx
Penilaian Sumatif 7F.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7G.pptx
Penilaian Sumatif 7G.pptxPenilaian Sumatif 7G.pptx
Penilaian Sumatif 7G.pptxZainulHasan13
 
Penilaian Sumatif 7C.pptx
Penilaian Sumatif 7C.pptxPenilaian Sumatif 7C.pptx
Penilaian Sumatif 7C.pptxZainulHasan13
 
Bahasa Inggris Teks Naratif
Bahasa Inggris Teks NaratifBahasa Inggris Teks Naratif
Bahasa Inggris Teks NaratifZainulHasan13
 
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 SukorejoWawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 SukorejoZainulHasan13
 
Motivasi Belajar MPLS
Motivasi Belajar MPLSMotivasi Belajar MPLS
Motivasi Belajar MPLSZainulHasan13
 
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)ZainulHasan13
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdf
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdfModul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdf
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdfZainulHasan13
 

More from ZainulHasan13 (20)

Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji Fitriani
Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji FitrianiPembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji Fitriani
Pembuatan Pupuk Pestisida Nabati Puji Fitriani
 
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji Fitriani
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji FitrianiMemilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji Fitriani
Memilih Bibit Tabulampot Berkualitas Puji Fitriani
 
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejo
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejoPenilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejo
Penilaian Sumatif Gaya dan Hukum Newton SMP 1Ibrahimy 1 SUkorejo
 
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerak
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerakPenilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerak
Penilaian sumatif IPA SMP Ibrahimy 1 SukorejoGerak
 
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...
Bahas Soal Latihan Penilaian SUmatif Akhir Semester Ganjil SMP Ibrahimy 1 Suk...
 
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMP
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMPSoal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMP
Soal Latihan Penilaian Sumatif Akhir Semester Kelas 7 SMP
 
Ulangan Tekanan.pptx
Ulangan Tekanan.pptxUlangan Tekanan.pptx
Ulangan Tekanan.pptx
 
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptx
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptxTry Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptx
Try Out Sumatif Akhir semester ganjil Kelas 7 2023.pptx
 
Penilaian Sumatif 7B.pptx
Penilaian Sumatif 7B.pptxPenilaian Sumatif 7B.pptx
Penilaian Sumatif 7B.pptx
 
Penilaian Sumatif 7 D.pptx
Penilaian Sumatif 7 D.pptxPenilaian Sumatif 7 D.pptx
Penilaian Sumatif 7 D.pptx
 
Penilaian Sumatif 7A.pptx
Penilaian Sumatif 7A.pptxPenilaian Sumatif 7A.pptx
Penilaian Sumatif 7A.pptx
 
Penilaian Sumatif 7E.pptx
Penilaian Sumatif 7E.pptxPenilaian Sumatif 7E.pptx
Penilaian Sumatif 7E.pptx
 
Penilaian Sumatif 7F.pptx
Penilaian Sumatif 7F.pptxPenilaian Sumatif 7F.pptx
Penilaian Sumatif 7F.pptx
 
Penilaian Sumatif 7G.pptx
Penilaian Sumatif 7G.pptxPenilaian Sumatif 7G.pptx
Penilaian Sumatif 7G.pptx
 
Penilaian Sumatif 7C.pptx
Penilaian Sumatif 7C.pptxPenilaian Sumatif 7C.pptx
Penilaian Sumatif 7C.pptx
 
Bahasa Inggris Teks Naratif
Bahasa Inggris Teks NaratifBahasa Inggris Teks Naratif
Bahasa Inggris Teks Naratif
 
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 SukorejoWawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Wawasan Wiyata Mandala MPLS SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
 
Motivasi Belajar MPLS
Motivasi Belajar MPLSMotivasi Belajar MPLS
Motivasi Belajar MPLS
 
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)
IPA Kelas 7 (Hakikat Sains)
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdf
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdfModul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdf
Modul Ajar IPA Kelas 7 Metode Ilmiah.pdf
 

Recently uploaded

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 

Recently uploaded (20)

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 

Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Materi Hari ke-2 SMP Ibrahimy Sukorejo Hakikat Pendidikan Inklusif + Soal formatif

  • 1. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Materi Pembelajaran Hari 2 10102022 Sharing Hasil Bimtek Guru Pembimbing Khusus SMP Ibrahimy 1 Sukorejo Hakikat Pendidikan Inklusif Pendahuluan Terdapat beberapa hal yang harus Saudara pahami mengenai pendidikan inklusif, yaitu bahwa: Pendidikan inklusif tidak sama dengan konsep pendidikan integrasi/terpadu. Pendidikan inklusif punya makna jauh lebih luas dari pada pendidikan integrasi. Pendidikan inklusif tidak sekedar memindahkan atau menempatkan penyandang disabilitas/PDBK di sekolah reguler. Dalam pendidikan inklusif, semua anak harus diterima di sekolah tanpa syarat dan program sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak. Sedangkan dalam pendidikan integrasi anak baru dapat diterima di sekolah jika anak dapat menyesuaikan proram yang ada di sekolah. Pengertian Pendidikan Inklusif Definisi Pendidikan Inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra, India pada tahun 1998 yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara merumusakan poin-poin sebagai berikut. 1. lebih luas daripada pendidikan formal: mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal. 2. mengakui bahwa semua anak dapat belajar. 3. memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak. 4. mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak: usia, jender, etnik, bahasa, status HIV/AIDS dll. 5. merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya. 6. merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang inklusif. Definisi berikutnya, Sapon-Shevin dan O’Neil, 1994 (Dir. Pem. SLB, 2007:5) menyatakan bahwa ‘pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya’. Landasan Filosofis Pendidikan Inklusif Abdulrahman dalam Kemdikbud (2011) mengemukakan bahwa landasan filosofis penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita–cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dan sebagainya, sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dan sebagainya. Walaupun beragam namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan. Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, keberagaman termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu bentuk kebhinekaan, seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkebutuhan khusus pastilah dapat ditemukan keunggulan–keunggulan tertentu. Kelemahan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik yang satu dengan yang lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama, tetap dalam kesatuan. Hal ini harus terus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi yang nampak atau dicita–citakan dalam kehidupan sehari–hari. Landasan Yuridis Pendidikan Inklusif Landasan yuridis tentang pendidikan inklusif memberikan kerangka dasar bahwa implementasi pendidikan inklusif memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan. Implementasi pendidikan inklusif di Indonesia, memiliki dasar hukum atau yuridis yang terkait.
  • 2. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Dalam Undang-Undang Dasar Amandemen 1945, Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, dan ditambahkan juga dalam ayat (2) dalam pasal yang sama, bahwa “’Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Selanjutnya terkait dengan perlindungan anak, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, padal Pasal 48, menyatakan bahwa “Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak”. Kemudian pada Pasal 48 dari Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, dinyatakan bahwa “’Negara, Pemerintah, Keluarga, dan Orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”. Dalam konteks pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan inklusif memiliki dasar hukum yang jelas. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (1) “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Ayat (2): “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Dalam hal aksesibilitas pendidikan, dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Pasal 32 ayat (1) ”Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ”Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Pasal 45 ayat (1) ”Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”. Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, “Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum maupun kejuruan, dengan cara menyediakan sarana, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik.” Dalam penjelasan Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, “Yang dimaksud dengan ‘pendidikan secara inklusif’ adalah pendidikan bagi peserta didik Penyandang Disabilitas untuk belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi. Landasan Empiris Pendidikan Inklusif Terkait dengan landasan empiris, hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif, peneliti merekomendasikan pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan secara terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman dan Messick, 1982). Hasil metaanalisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkebutuhan khusus dan teman sebayanya. Selain itu, Depdiknas (2007) mengemukakan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif mendapatkan dukungan dari berbagai event atau moment, baik internasional maupun nasional. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Deklarasi Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights), Tahun 1948 2. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Tahun 1989 3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Conference on Education for All) Tahun 1990 4. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (The Standard Rules on The Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities) 5. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi (The Salamanca Statement on Inclusive Education) Tahun 1994 6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua (The Dakar Commitment on Education for All) Tahun 2000 7. Deklarasi Bandung Tahun 2004 dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan inklusi”
  • 3. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) 8. Rekomendasi Bukittinggi Tahun 2005, menyatakan bahwa pendidikan inklusif dan ramah terhadap anak semestinya dipandang sebagai: 1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah benar-benar untuk semua; 2. Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan 3. Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga negara. Prinsip Pendidikan Inklusif Konsep yang paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah bagaimana agar anak dapat belajar bersama, belajar untuk dapat hidup bersama dijabarkan dalam tiga prinsip, yaitu: 1. Setiap anak, termasuk dalam komunitas kelas atau kelompok. 2. Hari sekolah diatur sepenuhnya melalui tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati. 3. Guru bekerjasama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas. Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Ini seyogyanya mencakup anak berkelainan dan anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013). Prinsip Pendidikan Inklusif Lynch, sebagaimana disebutkan oleh Budiyanto dalam Hermansyah (2013) mengajukan tujuh prinsip menuju terwujudnya UPE (Universal Primary Education). Ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan Kebijakan, Kerangka Hukum dan Sistem Kelembagaan 2. Komitmen pada Filsafat Pendidikan yang Berpusat Pada Anak (Child- Centered). 3. Penekanan pada Keberhasilan dan Peningkatan Kualitas. 4. Memperkuat Hubungan Antara Sistem Reguler dan Sistem Khusus. 5. Komitmen untuk Berbagi Tanggung Jawab dalam Masyarakat. 6. Pengakuan oleh Para Profesional Tentang Keragaman yang Lebih Besar. 7. Komitmen terhadap pendekatan yang holistik Prinsip holistik dan pendekatan perkembangan pada pendidikan berhubungan dengan konsep community shared responsibility. Prinsip Pendidikan Inklusif Dalam upaya menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif di sekolah inklusif, Depdiknas (2007) telah merumuskan prinsip-prinsip pembelajaran di sekolah inklusif, yakni sebagai berikut: 1. Prinsip motivasi; guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar- mengajar. 2. Prinsip latar atau konteks; guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak. 3. Prinsip hubungan sosial; dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah. 4. Prinsip individualisasi; guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai. Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Ini seyogyanya mencakup juga anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara,
  • 4. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013). https://youtu.be/S3RNiEv5l88 Indeks Inklusi Index for Inclusion atau diterjemahkan menjadi Indeks Inklusi merupakan konsep yang dikembangkan pertama kali oleh Booth dan Ainscow pada tahun 2000, dan dalam perkembangannya mengalami perubahan sampai dengan edisi terbaru di tahun 2020. Secara umum Indeks Inklusi memberikan panduan untuk mendukung sekolah dalam proses pengembangan sekolah inklusif, berdasarkan sudut pandang pemerintah, peserta didik, orang tua/wali dan anggota masyarakat lainnya. Lebih lanjut, Indeks Inklusi juga dapat digunakan untuk mengukur kualitas praktik pendidikan inklusif di sekolah melalui asesmen diri oleh sekolah. Hasil asesmen tentu dapat digunakan untuk melakukan evaluasi ataupun menentukan prioritas pengembangan sekolah inklusif. Secara substansi, Indeks terbagi kedalam 3 dimensi yang kemudian diuraikan menjadi indikator-indikator. Dimensi Membangun Budaya Inklusif Dimensi Membangun Budaya Inklusif terbagi dalam sub dimensi Membangun Komunitas dan sub dimensi Membangun Nilai-Nilai Inklusif dengan indikator sebagai berikut: A.1 Membangun Komunitas Indikator: A.1.1 Setiap orang merasa diterima. A.1.2 Peserta didik saling membantu. A.1.3 Staf sekolah berkolaborasi satu sama lain. A.1.4 Staf sekolah dan peserta didik memperlakukan satu sama lain dengan hormat. A.1.5 Ada kemitraan antara staf sekolah dan orang tua/wali. A.1.6 Staf sekolah dan pimpinan daerah bekerja sama dengan baik. A.1.7 Semua masyarakat sekitar terlibat di sekolah. A.2 Membangun Nilai-Nilai Inklusif Indikator: A.2.1 Harapan yang tinggi untuk semua peserta didik. A.2.2 Staf sekolah, pimpinan daerah, peserta didik dan orang tua/wali memiliki pemahaman filosofi inklusi yang serupa A.2.3 Peserta didik sama-sama dihargai. A.2.4 Staf sekolah dan peserta didik memperlakukan satu sama lain sebagai manusia yang memiliki perannya masing-masing. A.2.5 Staf sekolah berusaha menghilangkan hambatan belajar dan hambatan partisipasi dalam semua aspek sekolah. A.2.6 Sekolah berupaya meminimalkan praktik diskriminatif Dimensi Menghasilkan Kebijakan Inklusif Dimensi Menghasilkan Kebijakan Inklusif terbagi dalam sub dimensi Mengembangkan Sekolah untuk Semua dan Mengorganisir Dukungan untuk Keragaman dengan indikator sebgai berikut: B.1 Mengembangkan Sekolah untuk Semua Indikator: B.1.1 Pengangkatan dan promosi staf sekolah dilaksanakan secara adil. B.1.2 Semua staf sekolah baru didampingi sehingga dapat menetap di sekolah. B.1.3 Sekolah berusaha untuk menerima semua peserta didik dari wilayahnya. B.1.4 Sekolah membuat bangun yang dapat diakses secara fisik oleh semua orang. B.1.5 Semua peserta didik baru didampingi sehingga dapat menetap di sekolah. B.1.6 Sekolah mengatur kelompok pengajaran agar semua peserta didik dihargai. B.2 Mengorganisir Dukungan untuk Keragaman Indikator: B.2.1 Semua bentuk dukungan dikoordinasikan. B.2.2 Kegiatan pengembangan staf sekolah membantu staf sekolah untuk menanggapi keragaman peserta didik. B.2.3 Kebijakan 'kebutuhan pendidikan khusus' adalah kebijakan yang inklusi. B.2.4 Kode Praktik/Panduan Praktik Kebutuhan Pendidikan Khusus digunakan untuk mengurangi hambatan belajar dan hambatan partisipasi semua peserta didik. B.2.5 Dukungan bagi mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dikoordinasikan dengan dukungan pembelajaran. B.2.6 Kebijakan dukungan pada aspek perkembangan dan perilaku dikaitkan dengan pengembangan kurikulum dan kebijakan dukungan pembelajaran
  • 5. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) B.2.7 Penanganan disipilin yang berlebihan dikurangi. B.2.8 Partisipasi kehadiran yang rendah dikurangi. B.2.9 Perundungan diminimalisir Dimensi Mengembangkan Praktik Inklusif Dimensi Mengembangkan Praktik Inklusif terbagi dalam sub dimensi Mengatur Pembelajaran dan Memobilisasi Sumber Daya dengan indikator sebgai berikut: C.1 Mengatur pembelajaran C.1.1 Pengajaran direncanakan dengan mempertimbangkan pembelajaran unruk semua peserta didik. C.1.2 Pelajaran mendorong partisipasi semua peserta didik. C.1.3 Pelajaran mengembangkan pemahaman tentang perbedaan. C.1.4 Peserta didik secara aktif terlibat dalam gaya pembelajaran mereka sendiri. C.1.5 Peserta didik belajar secara kolaboratif. C.1.6 Penilaian berkontribusi pada pencapaian semua peserta didik. C.1.7 Disiplin di kelas didasarkan pada rasa saling menghormati. C.1.8 Guru merencanakan, mengajar dan mereviu secara kolaboratif. C.1.9 Guru bertanggungjawab untuk mendukung pembelajaran dan partisipasi semua peserta didik. C.1.10 Asisten pengajar mendukung pembelajaran dan partisipasi semua peserta didik. C.1.11 Pekerjaan rumah berkontribusi pada pembelajaran untuk semua. C.1.12 Semua peserta didik mengikuti kegiatan di luar kelas. C.2 Memobilisasi sumber daya C.2.1 Perbedaan peserta didik digunakan sebagai sumber belajar mengajar. C.2.2 Keahlian staf sekolah dimanfaatkan sepenuhnya. C.2.3 Staf sekolah mengembangkan sumber daya untuk mendukung pembelajaran dan partisipasi. C.2.4 Sumber daya di masyarakat diketahui dan digunakan. C.2.5 Sumber daya sekolah didistribusikan secara adil sehingga mendukung inklusi Layanan Pendidikan PDBK Pendahuluan Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Kedudukan peserta didik berkebutuhan khusus juga dikuatkan dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3, yaitu: 1. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 2. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk. 3. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif. Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing. Minimal terdapat satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu kota. Hal ini perlu untuk memastikan bahwa semua warga negara berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas. Prosedur Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
  • 6. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Sebagai informasi, untuk keperluan administrasi dan pembinaan, serta kelancaran dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti prosedur sebagai berikut. 1. Sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan inklusif (surat pemberitahuan tentang kesiapan menyelenggarakan pendidikan inklusif) kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Sedangkan sekolah yang telah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus melaporkan penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menindaklanjuti proposal (surat pemberitahuan) / laporan dari sekolah yang bersangkutan kepada Dinas Pendidikan Provinsi. 3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi melakukan visitasi ke sekolah yang bersangkutan. 4. Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai penyelenggara pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat penetapannya, dengan tembusan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Penerimaan PDBK Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog. Namun demikian, pada umumnya sekolah sering mengabaikan persyaratan di atas. Sehingga menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melayani peserta didik yang bersangkutan. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas. Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat dilakukan dalam beberapa skema berikut. Skema 1 Skema 2 Skema 3
  • 7. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Identifikasi Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran. Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang dimilikinya. Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak menunjukkan karakteristik unik (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi peserta didik yang bersangkutan. Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar. Alat (instrumen) identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK)disusun untuk mengetahui kondisi dan asal usul peserta didik. Alat ini terdiri atas 4 (empat) format. Masing masing format berisi tentang data dan informasi peserta didik yang diidentifikasi. Format 1 dan format 2 merupakan format yang berisi data pendukung AIABK, format 3 merupakan alat identidikasi yang digunakan, dan format 4 adalah rekap hasil identifikasi. Asesmen Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki, hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat program pembelajaran yang tepat bagi anak itu. Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1) asesmen berazaskan kurikulum (asesmen akademik), dan 2) asesmen berazaskan perkembangan (asesmen nonakademik), dan 3) asesmen kekhususan. Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu teknik saja. Asesmen Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stakeholder melakukan hal-hal sebagai berikut: Peran guru Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua ketika di rumah. Peran Orang tua Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak) Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat Peran Kepala sekolah Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat Melapor kepada Dinas pendidikan setempat Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi
  • 8. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Peran Dinas Pendidikan Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan oleh pihak sekolah. Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi, Organisasi profesi. Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan permohonan, Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh tim verifikasi. Intervensi Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat ketunaan. Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui. Penempatan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan kegiatan proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun pada kelas inklusif selain terdapat peserta didik reguler terdapat pula Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan prinsip-prinsip umum dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang sesuai dengan kebutuhan PDBK. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan PDBK yang dipilih berdasarkan hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas bersama-sama peserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; non-diskriminasi dan fleksibel; sehingga guru harus membuat rancangan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan. Istilah the most restrictive environment (lingkungan yang paling terbatas) and the least restrictive environment (lingkungan yang tak terbatas) pada layanan ABK mengacu pada alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dimana, layanan pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memberikan layanan pendidikan bagi ABK yang paling tidak berbatas (the least restrictive environment), artinya seorang anak berkelainan ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas (sekolah reguler) menurut potensi dan jenis/tingkat kelainannya. Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke dalam tiga bentuk yaitu segregasi, integrase dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki perbedaan diantaranya mengenai sistem kurikulum yang diterapkan. Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati materi yang disajikan pada halaman berikutnya. Bentuk Layanan Segregasi Pendahuluan Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke dalam tiga bentuk yaitu segregasi, integrasi dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki perbedaan diantaranya mengenai sistem kurikulum yang diterapkan. Pada materi ini, penjelasan lebih difokuskan pada bentuk layanan Segregasi yaitu bentuk layanan pendidikan bagi Anak Bekebutuhan Khusus yang mengacu pada jenis atau karakteristik spesifik dari ketunaan yang dialami seseorang. Oleh karenanya setiap ketunaan yang berbeda akan mendapatkan layanan berbeda. Bentuk layanan pendidikan segregasi memiliki sistem lingkungan dan kurikulum yang berbeda dari sekolah umum (tersendiri). Bentuk layanan pendidikan bagi ABK secara segregatif tentu masih sangat dibutuhkan bagi ABK. Sistem layanan segregasi yaitu penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan umum. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus seperti di Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah Bentuk Layanan Segregasi Sekolah Khusus
  • 9. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan satu kelainan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi perhatian dalam sistem sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis. Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun 1989 dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari: 1. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun. 2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun. 3. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun. Di samping satuan pendidikan di atas, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991, juga dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun. Sekolah Luar Biasa Berasrama Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta SLB AB untuk anak tunanetra dan tunarungu. Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput. Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat sebagai sekolah induk. Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk melayani mereka belajar. Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut. Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami hambatan, (3) anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri. Adapun Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan anak-anak pada umumnya, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak-anak kebutuhan khusus saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkebutuhan khusus. https://youtu.be/5zKfg3YB_0A Bentuk Layanan Integrasi/Terpadu Pendahuluan Bentuk layanan pendidikan integrasi (mainstreaming) seringkali disebut dengan istilah sekolah terpadu. Bentuk layanan pendidikan ini merupakan integrasi sosial, instruksional dan temporal anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman lainnya yang “normal”, yang didasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur secara individual. Pada pelaksanaanya memerlukan klasifikasi tanggung jawab koordinasi dalam penyusanan program oleh tim dari berbagai profesi
  • 10. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) dan disiplin (Kauffman, Gottlieb, Agard dan Kukic, 1975). Anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar di kelas umum dengan syarat harus mampu mengikuti kegiatan di kelas tersebut dan kurikulum yang digunakan sama dengan anak lainnya. Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas dalam jumlah tertentu dari jumlah siswa keseluruhan. Hal ini untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam jenis anak berkebutuhan khusus. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus. Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu: 1. Kelas Biasa 2. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus 3. Bentuk Kelas Khusus. Kelas Biasa Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan siswa pada umumnya terlibat dalam proses belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus. Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan dalam seolah umum. Kalaupun terdapat penyesuaian untuk beberapa kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru. Misalnya, untuk anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika, menulis, membaca, perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan penuh Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus Pada kelas ini, ABK belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum dimana sekolah tersebut berlaku serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak reguler. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individual dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus dilengkai dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian. Kelas Khusus ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah. Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel. Kelas Khusus Kelebihan kelas khusus adalah sebagai berikut: Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa berkebutuhan khusus dengan anak-anak pada umumnya, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada
  • 11. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa. Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif, karena di sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB. Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik. Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka. Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya. Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil Di samping kelebihan terdapat juga kelemahannya, antara lain adalah sebagai berikut: Anak berkebutuhan khusus kadang-kadang masih mendapatkan stigma negatif dari sebagian temannya sehingga dapat mengganggu perkembangan psikologisnya yang berdampak pada perkembangan belajarnya. Anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus. Sebahagian orangtua kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak berkebutuhan khusus dalam kelas khusus. Siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Bentuk Layanan Inklusif Bentuk layanan pendidikan inklusif Bentuk layanan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus. Semua peserta didik berada dalam lingkungan yang sama dan belajar dalam kelas yang sama sepanjang waktu. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah tersebut dengan dilakukan modifikasi dan adaptasi sesuai kebutuhan bagi semua peserta didik. Bentuk layanan pendidikan inklusif yakni layanan pendidikan yang di dalam sekolah/kelas umum terdapat peserta didik yang beragam, termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang secara berbeda dibanding dengan anak-anak pada umumnya. (ingat materi tentang keberagaman). Bentuk layanan ini prinsipnya adalah mereka hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima perbedaan, semua bisa berpartisipasi dalam kegiatan belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing dan diyakini semua anak dalam kelas bisa mencapai prestasi sesuai kondisinya masing-masing. Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum menggunakan kurikulum yang ada di sekolah tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan terkait dengan kondisi kelas yang beragam. Guru sangat memungkinkan memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum ketika terdapat anak yang kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Seringkali disebut dengan kurikulum akomodatif atau juga kurikulum yang fleksibel. Pada proses belajar dalam kelas dengan peserta didik yang beragam (inklusif) guru kelas atau guru mata pelajaran bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan belajar. Tidak menutup kemungkinan guru membutuhkan pertolongan GPK untuk merancang kegiatan belajar sehingga semua anak bisa belajar dalam kelas yang sama. https://youtu.be/x3aZpvx738w
  • 12. Sharing Bimtek Guru Pembimbing Khusus Zainul Hasan (SMP Ibrahimy 1 Sukorejo) Tes Formatif Konsep Dasar Pendidikan Inklusif Pilihlah jawaban yang paling tepat!. 1. Sebuah desain dapat mengakomodir beragam pilihan kenyamanan dan kebutuhan dalam penggunaannya. Hal tersebut merupakan prinsip desain universal pengembangan aksesbilitas sarana dan prasarana dalam pendidikan inklusif yang ramah anak, yaitu... a) Prinsip Informasi penggunaan yang jelas b) Prinsip toleransi untuk kesalahan c) prinsip mudah digunakan d) prinsip fleksibel dalam penggunaannya e) prinsip dapat digunakan oleh semua orang 2. Proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran, merupakan pengertian dari a) Referal b) Asesmen c) Screening d) Identifikasi e) Klasifikasi 3. PDBK belajar bersama anak lain (reguler) di kelas reguler dalam kelompok khusus dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber belajar bersama dengan guru pembimbing khusus. merupakan model sekolah inklusif, yaitu.... a) Kelas khusus penuh b) Kelas reguler dengan cluster c) kelas reguler (inklusi penuh) d) Kelas khusu dengan berbagai pengintegrasian e) Kelas reguler dengan cluster dan pull out 4. Pendidikan yang tidak sekedar memindahkan atau menempatkan penyandang disabilitas di sekolah reguler, tetapi anak berkebutuhan khusus harus diterima di sekolah tanpa syarat dan program sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak merupakan pengertian dari pendidikan... a) Reguler b) Khusus c) Inklusif d) Integrasi e) Segregasi 5. Penataan ruang kelas harus memungkinkan anak untuk bergerak, berinteraksi, berdiskusi, dapat mengakses alat bahan secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya. Hal tersebut merupakan prinsip penataan ruang inklusif yaitu.... a) Prinsip menarik dan menantang b) prinsip learning centers (Pembagian zona) c) Prinsip Daya guna d) Prinsip estetis e) Prinsip berpusat pada anak (Child Centered) Sumber : gpk.simpkb.id gpk.gtk.kemdikbud.go.id Kementrian Pendidikan, Keudayaan, Riset, dan Teknologi Bimtek Guru Pembimbing Khusus