1. MEMILIH PEMIMPIN YANG MERAKYAT
Written by DR.Zulkarnaini Abdullah |Pembantu Dekan III Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry
Wednesday, 17 June 2009 13:07 - Last Updated Friday, 19 June 2009 13:50
REPRO | AGUSINILAHDOTCOM
SETIAP kali kita diajak memilih (memilih apa saja) selalu ada kebingungan menyelinap di
celah-celah kewaspadaan, harapan, kepentingan, kekhawatiran dan tuntutan moral. Memilih
tidak gampang. Setiap keputusan yang kita ambil untuk memilih akan ada konsekuensinya, baik
atau pun buruk. Kita selalu dibayang-banyangi oleh akibat yang akan terjadi sebagai hasil
pemilihan yang kita lakukan. Tetapi, bagaimana pun, memilih telah merupakan bagian dari
hidup, tidak ada jalan lain (dalam banyak hal kita harus memilih). Sebagian orang ingin lari dari
tindakan memilih, karena mungkin menganggap dengan cara seperti itu ia telah terlepas dari
tuntutan moral ketika ia tidak menemukan pilihan yang tepat. Sebenarnya memilih untuk tidak
memilih adalah juga sebuah pilihan dan tentu ada konsekuensinya.
Memilih adalah sebuah tanggung jawab, memilih adalah sebuah sikap untuk menentukan arah
jalannya sejarah, sekecil apa pun pilihan yang ditawarkan. Ketika seseorang menawarkan
kepada anda sebatang rokok sekali pun, pilihan yang anda tetapkan, menerima atau
menolaknya. Pilihan akan membawa konsekuensi yang panjang dalam perjalanan hidup anda,
walau pun hal seperti itu jarang disadari oleh kebanyakan kita. Memutuskan untuk memilih
melakukan atau meninggalkan suatu tindakan, walaupun kita yakin hanya untuk sekali saja,
akan membawa akibat yang panjang, meski tidak terasa secara langsung. Apa lagi, jika pilihan
yang harus kita tetapkan menyangkut kepentingan langsung sebuah bangsa atau suku bangsa
atau sebuah masyarakat. Kita harus melakukannya dengan penuh kewaspadaan dan tanggung
jawab.
Dalam bisnis dan politik, tawaran pilihan lebih membingungkan lagi, tetapi juga menggiurkan.
Bisnis dan politik tidak terlepas dari berbagai kepentingan, dan kebanyakan orang
menganggapnya sebagai wilayah permainan, gambling, penuh spekulasi dan bebas moral. Kita
kadang-kadang tertipu oleh sorban, jubah, jenggot dan teriakan
Allah Akbar
1 / 4
2. MEMILIH PEMIMPIN YANG MERAKYAT
Written by DR.Zulkarnaini Abdullah |Pembantu Dekan III Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry
Wednesday, 17 June 2009 13:07 - Last Updated Friday, 19 June 2009 13:50
atau tergiur oleh mobil mewah, lembaran uang tunai yang tersusun tebal, tunjangan yang
jumlahnya dapat diatur sendiri, uang taktis, komisi dan sebagainya. Ketika kagum atau riang
gembira, kita sering lupa berpikir dengan serius. Kagum kepada sesuatu sering membuat kita
fanatik dan kegirangan membuat kita ceroboh.
Ketika orang memuji atau mencela sesuatu, apalagi secara berlebih-lebihan, periksalah
kebenarannya dengan teliti. Pujian dan celaan dalam bisnis dan politik mengandung
konsekuensi yang besar, dan biasanya hal itu dilakukan untuk mengaburkan fakta yang
sebenarnya.
Dalam bisnis dan politik, uang dan senjata memainkan peran penting. Uang dapat membuat
kebenaran diam membisu dan teror menjadikan keadilan terkoyak-koyak. Ketika demikian
halnya, bagaimana nasib pilihan kita?. Uang atau kebenaran?. Keadilan atau peluru?. Dalam
masyarakat yang telah menjadikan kepentingan bisnis dan politik sebagai puncak
peradabannya, kita tidak bisa menentukan pilihan dengan baik dan bebas: apa pun pilihan yang
diambil oleh orang-orang jujur, mereka tetap kalah. Maju kena, mundur kena, bahkan tidak
maju dan tidak mundurpun juga kena.
Namun, apa pun teorinya, dalam waktu dekat kita akan berhadapan dengan kenyataan tawar
menawar pemilihan pemimpin. Bagaimana memilih pemimpin di antara sejumlah calon
pemimpin yang sama-sama menampilkan dirinya dengan pesona dan rancangan-rancangan
program yang hebat?
Saya berharap, kita sebagai rakyat tidak lupa daratan. Boleh bermain di laut, tapi jangan lupa
naik lagi ke darat. Ranah kita adalah daratan, kita bukan ikan yang bernafas dengan insang,
kita bernafas dengan paru-paru. Kita pasti hidup sebagai rakyat, sebab tidak mungkin semua
kita jadi pemimpin. Pak Gubernur atau
pun Pak Bupati hanya satu orang di masing-masing propinsi atau kabupaten. Selebihnya
adalah rakyat, yaitu “kita,” yang mencari penghidupan dengan cara bervariasi: mengajar,
meneliti, mencangkul, menyetir mobil milik orang lain, berteriak-teriak di atas mimbar, menjual
ikan di pasar, mengutip uang parkir, menangkap maling, mengintip orang berkhalwat,
membantu staf NGO, meminta sedekah. Tetapi kita tetap harus memilih seorang Gubernur atau
Bupati untuk menjadi pemimpin yang mengatur kehidupan kita.
Karena itu, pemimpin yang kita pilih haruslah orang yang siap sedia untuk menyatukan kita
dalam sebuah persaudaraan yang saling mengasihi, bukan membuka lebar ruang pemerasan
dan kezaliman, yang mampu dan siap sedia melemahkan orang kuat dan menguatkan orang
lemah, sehingga kita setara dan dapat bekerja bahu membahu. Jika kita masih memilih
pemimpin dengan menggunakan kaca mata kepentingan pribadi atau kelompok, maka
kerusakan di negeri ini akan sulit untuk diperbaiki lagi.
Saya menjadi saksi atas kesedihan dan nestapa rakyat jelata__kita semua menjadi saksi atas
gelak tawa, kegirangan dan kepongahan kebanyakan pejabat di negeri ini, orang kaya, para
elit, penerima gaji puluhan juta sebulan, orang-orang yang kita sebut “terhormat,” pemilik
restoran mewah, pemuja perempuan cantik, pemuja berhala__kita semua, saya yakin, menjadi
saksi. Tetapi siapa peduli pada semua itu?
2 / 4
4. MEMILIH PEMIMPIN YANG MERAKYAT
Written by DR.Zulkarnaini Abdullah |Pembantu Dekan III Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry
Wednesday, 17 June 2009 13:07 - Last Updated Friday, 19 June 2009 13:50
seizin penulis asli dan "Aceh Institute" sebagai sumber.
4 / 4