SlideShare a Scribd company logo
1 
Memahami Makna Khusyu' 
Kata Khusyu’ sampai saat ini masih menjadi perbincangan yang cukup menarik, dan bahkan cenderung direduksi maknanya untuk memahami kualitas keberagamaan seseorang yang diarahkan hanya pada aktivitas shalat saja. Padahal, khusyu’ selalu terkait dengan kehadiran hati ketika beraktivitas apa pun, dan harus ada pada setiap aspek kehidupan manusia, utamanya ketika mereka beribadah kepada Allah. Namun, memilih aktivitas shalat sebagai sampelnya – oleh para ulama -- dianggap sebagai pemilihan sampel yang memadai untuk mewakili populasinya. 
Allah berfirman tentang masalah khusyu' ini, 
لَ مْ 
َ 
أ نْ 
يَأ لْ ذ لَّينَْ آْمَنُوا نْ 
َ 
أ تََْ شَعَْ قُْلُوبُهُ مْ لِ ك رْ اْذ للّْ وَْمَا نَْزَلَْ منَْ اْ لَْ قِْْ 
وَلَْ يَْكُونُوا كََْذ لِينَْ وْتُوا 
ُ 
أ اْل كتَابَْ من قَْب لُْ فَْطَالَْ عَْلَي همُْ مَْدُْ 
الْْ 
فَقَسَ تْ قُْلُوبُهُ مْ وَكَ ثريْ مِن هُ مْ فَْا سقُونَْ 
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang- orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang- orang yang fasik." (QS al-Hadîd/57: 16). 
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Selang waktu antara keislaman kami dan teguran Allah terhadap kami hanya selama empat tahun." Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Allah menganggap lamban hati orang-orang yang beriman. Maka Allah menegur mereka pada penghujung masa selama tiga belas tahun setelah turunnya al-Qur'an. 
Lalu Allah berfirman, 
قَ دْ فْ لَحَْ 
َ 
﴾ أ اْل مُ ؤ منُونَْ ﴿ْ ١﴾ اْذ لِينَْ هُْ مْ فْ صَْلََت ه مْ خَْا شعُونَْ ﴿ْ ٢ 
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (QS al-Mu’minûn/23: 1-2). 
Khusyu' menurut pengertian bahasa berarti: tunduk, rendah dan tenang, seperti firman Allah, "Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang
2 
Maha Pemurah". Bumi juga disifati khusyu', yang artinya kering, tandus dan berupa dataran rendah, yang tidak bisa diairi dan ditanami. Firman-Nya, 
وَ م نْ آْيَات هْ نْذكَْ 
َ 
أ تَْرَى رضَْ 
الْ خَْا شعَ ةْ فَْإ ذَا نْزَ لَْا 
َ 
أ عَْلَي هَا اْل مَاءَْ اْ هذَتَز تْْ 
وَرَبَ تْ إ ذنْ اْذ لِي حيَاهَا 
َ 
أ لَْمُ ح يْ اْل مَ وىَتْ إ نذهُْىََْعَِْْْ 
كُ شَ ءْ قَْ ديررْ 
"Dan, sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya, bahwa kalian melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atas-nya, niscaya ia bergerak dan subur." (QS Fushshilat/54: 39). 
Khusyu' artinya keberadaan hati di hadapan Rabb, dalam keadaan tunduk dan merendah, yang dilakukan secara bersamaan. Ada yang berpendapat, khusyu', artinya tunduk kepada kebenaran. Tapi ini bukan defi- nisi khusyu', tapi merupakan keharusannya. 
Di antara tanda-tanda khusyu' ialah jika seorang hamba dihadapkan kepada kebenaran, maka dia menerimanya dan tunduk patuh. Ada yang berpendapat, khusyu' artinya padamnya api syahwat dan tenangnya asap dada serta bercahayanya sinar di hati. Al-Junaid berkata, "Khusyu' artinya ketundukan hati kepada Dzat Yang Maha Mengetahui yang gaib." 
Para ulama sepakat bahwa khusyu' itu berada di dalam hati dan hasilnya ada di anggota tubuh atau anggota tubuhlah yang menampakkan khusyu' itu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat seseorang yang mengacak-acak jenggotnya ketika shalat, kemudian beliau bersabda,1 
"Sekiranya hati orang ini khusyu', tentu anggota tubuhnya juga khusyu'." 
Beliau juga pernah bersabda, 
1Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 521. Hadits ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Abu Syaibah dari Sa’id bin Musyyab, Musnad ibn Abî Syaibah, juz II, hal. 289, hadits no. 6854. Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Irwâ al-Ghalîl, juz II, hal. 92, menyatakan bahwa hadits ini maudhû’ (palsu)
3 
"Takwa itu ada di sini", sambil menunjuk ke dada. Beliau melakukannya tiga kali.2 
Seorang shahabat (Hudzaifah bin Al-Yaman) berkata, "Jauhilah oleh kalian khusyu' kemunafikan." Ada yang bertanya, "Apa artinya khusyu' kemunafikan itu?" Dia menjawab, "Jika engkau melihat tubuh khusyu', tapi hati tidak khusyu'." 
Umar bin al-Khaththab pernah melihat seseorang yang melengkungkan lehernya tatkala shalat. Maka Umar berkata kepada orang itu, "Hai pemilik leher, tegakkanlah lehermu, karena khusyu' itu tidak terletak di leher, tapi di dalam hati." 
‘Aisyah Radhiyallâhu ‘Anhâ pernah melihat sekumpulan pemuda yang berjalan perlahan-lahan. Dia bertanya kepada orang yang tahu tentang mereka, "Siapa mereka itu?" Orang itu menjawab, "Mereka para ahli ibadah." Aisyah berkata, "Umar bin Al-Khaththab adalah orang yang paling cepat jalannya, jika dia berbicara aku dapat mendengarnya dari kejauhan, jika memukul benar-benar menimbulkan rasa sakit dan jika memberi makanan, hingga yang diberinya kenyang, dan dia adalah ahli ibadah yang sebenarnya." 
Al-Fudhail bin ‘Iyadh paling benci melihat seseorang yang menampakkan khusyu' lebih banyak daripada apa yang ada di dalam hatinya. 
Hudzaifah berkata, "Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu' dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Berapa banyak orang yang mendirikan shalat namun tidak ada kebaikan di dalamnya. Begitu cepat mereka masuk masjid untuk berjama'ah, namun engkau tidak melihat seorang pun diantara mereka yang khusyu'." 
Al-Harawi berkata, "Khusyu' adalah ketundukan jiwa dan kepatuhan tabiat kepada seseorang yang diagungkan atau yang disegani." 
Yang jelas, khusyu' merupakan pengertian yang sejalan dengan pengagungan, cinta, kepatuhan dan ketundukan. Menurutnya, ada tiga derajat khusyu': 
1. Tunduk kepada perintah, pasrah kepada hukum dan merendah karena melihat kebenaran. 
Tunduk kepada perintah berarti menerima, melaksanakan dan mengikuti perintah, menyelaraskan zhahir dan batin, menampakkan 
2Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij …, juz I, hal. 521. Bandingkan: Al- Baihaqi dari Abu Hurairah, Syu’ab al-Îmân, juz IX, hal. 42, hadits no. 6233. Muhammad Nashiruddin al-Albani, dalam kitab Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, juz II, hal. 266, menyatakan bahwa hadits ini shahîh.
4 
kelemahan, memerlihatkan kebutuhan terhadap petunjuk pelaksanaan perintah itu sebelum melaksanakannya, pertolongan saat melaksanakannya dan penerimaan setelah pelaksanaannya. Pasrah kepada hukum, artinya hukum-hukum syariat. Dengan kata lain, tidak menentangnya karena berdasarkan kepada pendapat atau nafsu. Atau bisa juga diartikan pasrah kepada hukum takdir, dalam pengertian ridha terhadap takdir dan tidak marah karenanya. 
Makna yang paling tepat ialah hukum yang mengandung dua pengertian ini. Merendah karena melihat kebenaran, artinya hati dan anggota tubuh yang merendahkan diri karena melihat Allah, bahwa Allah melihat sekecil apa pun yang ada di dalam hati dan anggota tubuhnya. 
Ini merupakan salah satu dari dua penakwilan terhadap firman Allah, 
وَل مَ نْ خَْافَْمَْقَامَْ رَْبِ هْ جَْذنتَا نْ 
"Dan, bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya, ada dua surga." (QS ar-Rahmân/55: 46). 
ذما 
َ 
وَأ مَْ نْ خَْافَْ مَْقَامَْ رَْبِ هْ وَْنَهَْ اْذلْ فسَْعَْ نْ اْل هَوَىىْ ﴿ْ ٠٤ ﴾ فَْإ ذنْْ 
ا لَْذنةَْ هَْ وَْىىْ 
﴾ ال مَأ ﴿ْ ٠١ 
"Dan, adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)." (QS an-Nâzi'ât/79: 40-41). 
Ta'wil yang pertama ini merupakan pengetahuan tentang hamba-Nya, yang berkuasa atas dirinya. Ketakutan hamba terhadap pengetahuan Rabb-nya ini menimbulkan khusyu'-nya hati. Selagi perasaan ini semakin kuat, maka khusyu'-nya juga semakin kuat. Ta'wil yang kedua ialah saat hamba menghadap Rabb-nya, yaitu saat bersua dengan-Nya. 
2. Memerhatikan penghambat jiwa dan amal, melihat kelebihan orang lain atas dirimu, menghembuskan angin kefanaan. Memerhatikan penghambat jiwa dan amal artinya melihat kekurang-an dan aib jiwa serta amal, karena yang demikian ini bisa membuat hati menjadi khusyu’, karena ia melihat kekurangan dan aibnya, seperti takabur,
5 
ujub, riya', tidak jujur, tidak yakin, niat yang bercabang dan aib-aib jiwa dan perusak amal lainnya. 
Melihat kelebihan orang lain atas dirimu artinya memerhatikan hak-hak orang lain atas dirimu lalu engkau harus memenuhinya dan engkau tidak melihat bahwa apa yang mereka lakukan merupakan hakmu atas mereka dan engkau juga tidak menuntut kepada mereka untuk memenuhi hakmu, engkau mengakui kelebihan mereka dan tidak melupakan kelebihan dirimu sendiri. 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang yang arif ialah yang tidak melihat satu hak pun atas seseorang dan tidak memerlihatkan kelebihannya atas orang lain. Karena itu dia tidak boleh mencela, tidak menuntut dan tidak membanding-bandingkan." Menghembuskan angin kefanaan artinya menjadikan derajat ini seperti angin sepoi-sepoi menuju kefanaan, yang merupakan kesudahan hidup manusia. 
Disebut angin sepoi-sepoi karena kelembutan ruh yang mengalir. Tidak dapat diragukan bahwa khusyu’ 'merupakan sebab yang menghantarkan kepada kefanaan. 
3. Menjaga kesucian saat mencapai tujuan, membersihkan waktu dari riya' di hadapan orang lain dan tidak melihat kemuliaan diri sendiri. Menjaga kesucian saat mencapai tujuan artinya tetap menjaga jiwa agar tunduk dan merendahkan diri saat mencapai tujuan. Membersihkan waktu dari riya' di hadapan orang lain artinya tidak hanya disibukkan oleh usahanya membersihkan waktu dari riya'. Sebab orang yang memiliki derajat ini lebih tinggi kedudukannya. 
Dengan kata lain, dia menyembunyikan keadaan dirinya di hadapan orang lain, seperti khusyu'-nya dan ketundukannya, agar orang lain tidak melihatnya lalu membuatnya merasa bangga. 
Tidak melihat kelebihan diri sendiri artinya tidak melihat kemuliaan dan kebaikan dirinya kecuali kebaikan itu datang dari Allah. Hanya Allahlah yang memberikan karunia tanpa ada sebab dari dirimu. Tidak ada pemberi syafaat yang memberinya syafaat dan tidak ada yang menghantarkannya kepada kebaikan kecuali Allah semata. 
Jika ada yang bertanya, "Apa yang kalian katakan tentang shalat yang dilakukan seseorang tanpa khusyu’', apakah shalat itu dianggap ada ataukah tidak?" Dapat dijawab sebagai berikut: Penilaian tentang shalat itu diukur dari pahala. Jelasnya tidak ada
6 
pahala yang diberikan kepada pelakunva kecuali menurut penghayatan, penelaahan dan khusyu'-nya kepada Allah. 
Ibnu Abbas berkata,3 
"Engkau tidak mendapat pahala dari shalatmu kecuali menurut apa yang engkau pahami dari bacaannya." 
Di dalam Al-Musnad disebutkan secara marfu', 4 
"Sesungguhnya hamba itu benar-benar mendirikan shalat, dan tidak ditetapkan pahala baginya kecuali setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya, hingga mencapai sepersepuluhnya.” 
Allah mengaitkan keberuntungan orang-orang yang shalat dengan khusyu'-nya shalat mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak khusyu' tidak termasuk orang-orang yang beruntung. Jika dengan shalat itu ditetapkan pahala baginya, berarti dia termasuk orang-orang yang beruntung. 
Kaitannya dengan hukum di dunia, jika khusyu'-nya itu lebih banyak, maka shalatnya dianggap sah. Shalat-shalat sunat sebelum dan sesudahnya serta dzikir sesudahnya menyempurnakan kekurangannya. Jika yang lebih banyak adalah tidak khusyu'-nya dan juga tidak memahaminya, maka ada perbedaan pendapat tentang pengulangannya di kalangan fuqaha'. Ada yang mewajibkannya, seperti Abdullah bin Hamid dan rekan-rekan Ahmad serta Al-Ghazali di dalam Ihya'-nya. 
Mereka berhujjah, karena shalat itu tidak mendapat pahala dan tidak mendatangkan keberuntungan. Karena khusyu'dan memahami itu merupakan ruh, inti dan tujuan shalat, maka 
3Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 525. 
4Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 526. Hadits Riwayat Ahmad dari ‘Ammar bin Yasir, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz IV, hal. 321, hadits no. 18914.
7 
bagaimana mungkin shalat dianggap sah jika kehilangan ruh dan intinya, hanya tinggal rupa dan zhahirnya? 
Sekiranya hamba meninggalkan salah satu kewajiban shalat secara sengaja, berarti dia membatalkan shalatnya. Sebagian kewajiban yang ditinggalkan ini seperti salah satu anggota tubuh seorang budak yang dimerdekakan dalam kafarat. Bagaimana dengan shalat yang kehilangan ruh, inti dan tujuannya? Hal ini tidak jauh berbeda dengan memerdekakan budak yang putus tangannya, sebagai kafarat yang wajib dilakukan. Yang demikian ini belum dianggap sah, terlebihlagi jika budak yang dimerdekakan itu sudah mati. 
Di antara ulama salaf ada yang berpendapat, "Shalat itu bagaikan budak perempuan yang dihadiahkan kepada seorang raja. Apa pendapatmu tentang orang yang menghadiahkan kepada raja itu seorang budak perempuan yang cacat, buta, tidak memunyai tangan dan kaki, sakit atau buruk rupanya? Bagaimana dengan shalat yang dihadiahkan hamba dan dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Rabb-nya? Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Tentu saja shalat yang tidak memunyai ruh bukan termasuk amal yang baik, sebagaimana bukan termasuk pembebasan budak yang baik dalam kafarat, jika budak yang dipilih adalah cacat atau bahkan mati tanpa ruh." 
Di dalam riwayat at-Tirmidzi dan juga lainnya, ada hadits yang dimarfu'kan kepada Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam.5 Rasulullah s.a.w. bersabda6: 
"Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai." 
Hal ini berlaku untuk doa yang bersifat khusus, yaitu doa ibadah, atau yang bersifat umum, yaitu doa yang berupa permohonan. Jika maksudnya adalah doa berupa permohonan, maka doa ibadah jauh lebih layak untuk tidak dikabulkan, yang merupakan hak Allah untuk menolak doa dari hati yang lalai. 
Allah telah berfirman, 
5Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, juz I, hal. 527. 
6Hadits Riwayat at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz V, hal. 517, hadits no. 3479.
8 
﴾ فَوَي رلْ لِل مُصَ لِيَْ ﴿ْ ٠﴾ اْذ لِينَْ هُْ مْ عَْن صَْلََت ه مْ سَْاهُونَْ ﴿ْ ٥ 
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (QS al-Mâ'ûn/107: 4-5). 
Lalai disini bukan berarti meninggalkan. Jika tidak, tentunya mereka tidak disebut orang-orang yang shalat. Berarti maksudnya melalaikan kewajibannya, entah yang berkaitan dengan waktu, seperti yang dikatakan Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya, entah yang berkaitan dengan kehadiran hati dan/atau khusyû’-nya'. Namun yang benar adalah dua-duanya. 
Allah mengakui shalat mereka dan menyifati mereka sebagai orang-orang yang lalai dari shalat itu, yaitu lalai dari waktu yang diwajibkan atau lalai dari keikhlasan dan kehadiran hati. Karena itu Allah mensifati mereka dengan riya' setelah itu. Andaikata lalai itu memang berarti lalai, tentunya mereka dibiarkan dengan riya'nya. 
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegunaan ikhlas dan kehadiran hati bersama Allah dalam shalat lebih kuat dalam pandangan Syâri’ (Pembuat Syariat; baca: Allah) daripada kegunaan semua kewajiban-kewajibannya. Bagaimana mungkin ada orang yang menganggap shalat tidak sah karena dia meninggalkan salah satu takbirnya, meninggalkan satu huruf dalam bacaannya, tidak bertasbih, tidak mengucapkan sami'allâhu liman hamidah, tidak mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam, kemudian dia menganggap shalat itu sah padahal kehilangan inti, ruh, rahasia dan maksudnya yang paling besar? 
Inilah beberapa hujjah yang diajukan golongan ini. Memang ini merupakan hujjah yang cukup realistis dan kuat. Tapi kita perlu menyimak pendapat golongan kedua dan hujjah-hujjahnya. 
Golongan kedua ini berpendapat, shalat itu tetap dianggap sah dan tidak perlu mengulanginya. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam di dalam kitab Shahîh al-Bukhâriy, beliau bersabda,7 
7 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 528. Hadits Riwayat al-Bukhari, Abu Hurairah, Shahîh al-Bukhâriy, II/87, hadits no. 1231.
9 
"Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan, setan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dia kembali lagi hingga untuk mengganggu hatinya seseorang seraya berkata; ingatlah ini dan itu, yang semestinya tidak diingat sehingga seseorang membayanngkannya hingga akhirnya orang itu tidak tahu berapa raka'at shalat yang sudah dia laksanakan. Oleh karena itu bila seorang dari kalian tidak mengetahui berapa raka'at dari shalat yang sudah dikerjakannya, apakah tiga atau empat raka'at maka hendaklah dia melakukan sujud dua kali dalam posisi duduk". 
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan orang yang melakukan shalat semacam ini, yang telah dilalaikan setan hingga tidak tahu sudah berapa rakaat dia shalat, untuk melakukan sujud sahwi dua kali sujud. Beliau tidak memerintahkannya untuk mengulang shalatnya. 
Andaikan shalat itu batal seperti pendapat golongan yang pertama, tentunya beliau memerintahkan untuk mengulanginya. Inilah rahasia disyariatkannya sujud sahwi, sebagai penghinaan bagi setan, karena ia telah membisiki hamba dan menjadi penghalang antara dirinya dan khusyu' dalam shalat. Karena itu Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam menyebut dua sujud sahwi ini murâghamatain (dua kali penghinaan), dan beliau memerintahkan melakukan dua sujud sahwi ini bagi yang lalai. Beliau tidak merinci kelalaian yang terjadi, entah sedikit entah banyak, yang mengharuskannya sujud sahwi. Beliau hanya bersabda, "Setiap kelalaian dilakukan dua sujud sahwi."
10 
Karena syariat-syariat Islam didasarkan kepada perbuatan- perbuatan yang nyata, sedangkan hakikat-hakikat iman didasarkan kepada hal-hal yang batin, yang karenanya ada pahala dan siksa, maka Allah memunyai dua hukum: Hukum di dunia yang didasarkan kepada syariat-syariat zhahir dan amal-amal anggota tubuh, dan hukum di akhirat yang didasarkan kepada syariat-syariat yang zhahir dan amal-amal batin. 
Maka dari itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menerima apa yang ditampakkan orang-orang munafik, sedangkan apa yang mereka sembunyikan di dalam batin diserahkan kepada Allah. Karena itu mereka juga menikah, waris-mewarisi menurut syariat Islam dan shalat mereka tetap dianggap sah menurut hukum di dunia. Mereka tidakdihukumi sebagai orang-orang yang meninggalkan shalat, karena memang mereka melakukannya menurut zhahirnya. Hukum pahala dan siksa bukan di tangan manusia, tetapi ada di tangan Allah. Allahlah yang akan menentukannya di akhirat kelak. 
Masih menurut golongan ini, dalam hukum syariat Islam kami raenetapkan keabsahan shalatnya orang munafik dan riya', sekalipun siksaan atas dirinya tidak gugur dan dia pun tidak mendapatkan pahala di akhirat. Maka shalatnya orang Muslim yang lalai dan dibisiki setan, sehingga mengurangi kesempurnaannya karena tidak ada khusyu', lebih layak untuk dianggap sah. 
Memang shalat orang yang lalai ini tidak menghasilkan tujuan dari shalat, yaitu pahala Allah di dunia dan di akhirat. Shalat memunyai tambahan pahala di dunia, berupa kekuatan iman di dalam hati, cahaya, kelapangan di dada, manisnya ibadah, kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan, yang bisa dirasakan orang yang menghimpun hasrat dan hatinya bersama Allah, menghadirkan hatinya di hadapan-Nya, seperti perasaan manusia saat didekati raja dan mendapat perhatiannya secara khusus. Yang demikian ini ditambah lagi dengan derajat yang tinggi di akhirat, hidup berdekatan dengan orang-orang yang melakukan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Tetapi semua ini tidak didapatkan jika tidak ada kehadiran hati dan/atau khusyu'. Dua orang yang berdiri berdampingan di satu shaff, tetapi boleh jadi perbedaan shalat di antara keduanya bisa seperti langit dan bumi. 
Pendapat golongan yang kedua inilah yang dipandang lebih kuat dan lebih benar, 
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.

More Related Content

What's hot

Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11Marhamah Saleh
 
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan Shaum
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan ShaumImplementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan Shaum
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan ShaumMarhamah Saleh
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Idrus Abidin
 
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
Nusaibah Tajudin
 
Tafsir surah al-asr
Tafsir surah al-asrTafsir surah al-asr
Tafsir surah al-asrAl-Maahadi
 
shalat sunah
shalat sunahshalat sunah
shalat sunah
hidayahinayati
 
Makalah agama tentang dzikir dan doa
Makalah agama tentang dzikir dan doaMakalah agama tentang dzikir dan doa
Makalah agama tentang dzikir dan doa
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Kunci Tadabbur al quran
Kunci Tadabbur al quranKunci Tadabbur al quran
Kunci Tadabbur al quran
Topan Setiadipura
 
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al MunajjidFenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Imran
 
Pengertian Shalat dan Pensyariatannya
Pengertian Shalat dan PensyariatannyaPengertian Shalat dan Pensyariatannya
Pengertian Shalat dan Pensyariatannya
Anas Sa'dullah
 
Kewajiban berhukum dengan hukum allah
Kewajiban berhukum dengan hukum allahKewajiban berhukum dengan hukum allah
Kewajiban berhukum dengan hukum allahRizky Faisal
 
Bacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyahBacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyahBob Arrio
 
Keajaiban istighfar
Keajaiban istighfarKeajaiban istighfar
Keajaiban istighfar
Poe Poengs
 
10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkan10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkanloevera
 

What's hot (18)

Sakînah
SakînahSakînah
Sakînah
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 11
 
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan Shaum
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan ShaumImplementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan Shaum
Implementasi Syariah Islam Dalam Fiqh: Thaharah dan Shaum
 
Dalil syara (2)
Dalil syara (2)Dalil syara (2)
Dalil syara (2)
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
 
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
TASAWUF PERBANDINGAN (HAL DAN MAQAM)
 
Tafsir surah al-asr
Tafsir surah al-asrTafsir surah al-asr
Tafsir surah al-asr
 
shalat sunah
shalat sunahshalat sunah
shalat sunah
 
Makalah agama tentang dzikir dan doa
Makalah agama tentang dzikir dan doaMakalah agama tentang dzikir dan doa
Makalah agama tentang dzikir dan doa
 
Kunci Tadabbur al quran
Kunci Tadabbur al quranKunci Tadabbur al quran
Kunci Tadabbur al quran
 
Hadis 40_Imam Nawawi
Hadis 40_Imam NawawiHadis 40_Imam Nawawi
Hadis 40_Imam Nawawi
 
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al MunajjidFenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
 
Pengertian Shalat dan Pensyariatannya
Pengertian Shalat dan PensyariatannyaPengertian Shalat dan Pensyariatannya
Pengertian Shalat dan Pensyariatannya
 
Kewajiban berhukum dengan hukum allah
Kewajiban berhukum dengan hukum allahKewajiban berhukum dengan hukum allah
Kewajiban berhukum dengan hukum allah
 
Bacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyahBacaan shalawat nariyah
Bacaan shalawat nariyah
 
Keajaiban istighfar
Keajaiban istighfarKeajaiban istighfar
Keajaiban istighfar
 
Dalil syara (1)
Dalil syara (1)Dalil syara (1)
Dalil syara (1)
 
10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkan10 pertanyaan yang menyadarkan
10 pertanyaan yang menyadarkan
 

Viewers also liked

Patofisiologi new
Patofisiologi newPatofisiologi new
Patofisiologi newpyu2tayoe
 
Bacaan shalat
Bacaan shalatBacaan shalat
Bacaan shalat
Beyz Slankers
 
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
Oval Chenghoa
 
Tata cara sholat fardu
Tata cara sholat farduTata cara sholat fardu
Tata cara sholat farduimage_room
 
Bacaan solat-per-kata
Bacaan solat-per-kataBacaan solat-per-kata
Bacaan solat-per-katamzahar
 
Tuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebookTuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebook
m. syaiful anwar
 
Terjemahan safinatun najah
Terjemahan safinatun najahTerjemahan safinatun najah
Terjemahan safinatun najahSoim Ahmad
 
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
Misriadi memes
 
Bacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalatBacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalat
Berbagi Semangat
 
Shalat jenazah
Shalat jenazahShalat jenazah
Shalat jenazahJusuf AN
 
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki PerempuanTata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
yayak
 
Patofisiologi pencernaan
Patofisiologi pencernaan Patofisiologi pencernaan
Patofisiologi pencernaan
Dedi Kun
 
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwi
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwiSlide shalat lima waktu dan sujud sahwi
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwiJusuf AN
 
shalat-jamak-dan-qashar
shalat-jamak-dan-qasharshalat-jamak-dan-qashar
shalat-jamak-dan-qasharJusuf AN
 
kepribadian Rasulullah saw
kepribadian Rasulullah sawkepribadian Rasulullah saw
kepribadian Rasulullah saw
Islamic Invitation
 
Kumpulan patofisiologi
Kumpulan patofisiologiKumpulan patofisiologi
Kumpulan patofisiologi
X-file 'rani' Chan
 
Panduan lengkap solat
Panduan lengkap solat Panduan lengkap solat
Panduan lengkap solat Irfan Aiman
 
PPT Sholat fardhu
PPT Sholat fardhuPPT Sholat fardhu
PPT Sholat fardhuiiema
 

Viewers also liked (20)

Patofisiologi new
Patofisiologi newPatofisiologi new
Patofisiologi new
 
Bacaan shalat
Bacaan shalatBacaan shalat
Bacaan shalat
 
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
2 sholat-khusuk-dengan-memahami-makna-tiap-doanya
 
Bacaan sholat
Bacaan sholatBacaan sholat
Bacaan sholat
 
Tata cara sholat fardu
Tata cara sholat farduTata cara sholat fardu
Tata cara sholat fardu
 
Bacaan solat-per-kata
Bacaan solat-per-kataBacaan solat-per-kata
Bacaan solat-per-kata
 
Bacaan shalat
Bacaan shalatBacaan shalat
Bacaan shalat
 
Tuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebookTuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebook
 
Terjemahan safinatun najah
Terjemahan safinatun najahTerjemahan safinatun najah
Terjemahan safinatun najah
 
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
Bacaan shalat dan artinya(membuat kita khusuk)
 
Bacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalatBacaan dan Gerakan shalat
Bacaan dan Gerakan shalat
 
Shalat jenazah
Shalat jenazahShalat jenazah
Shalat jenazah
 
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki PerempuanTata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
Tata Cara Shalat Rasul Utk Lelaki Perempuan
 
Patofisiologi pencernaan
Patofisiologi pencernaan Patofisiologi pencernaan
Patofisiologi pencernaan
 
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwi
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwiSlide shalat lima waktu dan sujud sahwi
Slide shalat lima waktu dan sujud sahwi
 
shalat-jamak-dan-qashar
shalat-jamak-dan-qasharshalat-jamak-dan-qashar
shalat-jamak-dan-qashar
 
kepribadian Rasulullah saw
kepribadian Rasulullah sawkepribadian Rasulullah saw
kepribadian Rasulullah saw
 
Kumpulan patofisiologi
Kumpulan patofisiologiKumpulan patofisiologi
Kumpulan patofisiologi
 
Panduan lengkap solat
Panduan lengkap solat Panduan lengkap solat
Panduan lengkap solat
 
PPT Sholat fardhu
PPT Sholat fardhuPPT Sholat fardhu
PPT Sholat fardhu
 

Similar to Memahami makna khusyu'

RESUME BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
RESUME  BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI ) RESUME  BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
RESUME BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
أحمد رمضان
 
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
LAZNas Chevron
 
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 115 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
LAZNas Chevron
 
Makalah akhlak
Makalah akhlakMakalah akhlak
Makalah akhlak
Muhammad Falah
 
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Muhsin Hariyanto
 
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhanLakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
SDIT Uswatun Hasanah
 
Al mukhbitun-01
Al mukhbitun-01Al mukhbitun-01
Al mukhbitun-01
Muhsin Hariyanto
 
H viii akhlakul karimah
H viii akhlakul karimahH viii akhlakul karimah
H viii akhlakul karimahFajar Zain
 
Makalah shalat 2
Makalah shalat 2Makalah shalat 2
Makalah shalat 2
Septian Muna Barakati
 
Maqamat, Hal dan Mahabbah
Maqamat, Hal dan MahabbahMaqamat, Hal dan Mahabbah
Maqamat, Hal dan MahabbahIndah Agustina
 
Tips khusyuk solat pdf
Tips khusyuk solat pdfTips khusyuk solat pdf
Tips khusyuk solat pdf
Pengiran_Archery
 
Sholat 5 waktu
Sholat 5 waktuSholat 5 waktu
Sholat 5 waktu
nadia
 
Kewajiban menjaga shalat lima waktu
Kewajiban menjaga shalat lima waktuKewajiban menjaga shalat lima waktu
Kewajiban menjaga shalat lima waktu
Risou Kun
 
Hadits arbain ke 27
Hadits arbain ke 27Hadits arbain ke 27
Hadits arbain ke 27
lilissofiani
 
11 adab berdzikir tarekat
11 adab berdzikir tarekat11 adab berdzikir tarekat
11 adab berdzikir tarekat
haqqaniq
 

Similar to Memahami makna khusyu' (20)

RESUME BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
RESUME  BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI ) RESUME  BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
RESUME BUKU ZIKIR ( USMAN SAID SARQOWI )
 
Bab 1(keikhlasan)
Bab 1(keikhlasan)Bab 1(keikhlasan)
Bab 1(keikhlasan)
 
Ikhbat
IkhbatIkhbat
Ikhbat
 
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
14 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xiv 2013 surah al ashr
 
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 115 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
15 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xv 2013 tawakkal 1
 
Ikhbat
IkhbatIkhbat
Ikhbat
 
Makalah akhlak
Makalah akhlakMakalah akhlak
Makalah akhlak
 
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01
 
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhanLakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
 
Al mukhbitun-01
Al mukhbitun-01Al mukhbitun-01
Al mukhbitun-01
 
H viii akhlakul karimah
H viii akhlakul karimahH viii akhlakul karimah
H viii akhlakul karimah
 
Makalah shalat 2
Makalah shalat 2Makalah shalat 2
Makalah shalat 2
 
Makalah shalat 2
Makalah shalat 2Makalah shalat 2
Makalah shalat 2
 
Maqamat, Hal dan Mahabbah
Maqamat, Hal dan MahabbahMaqamat, Hal dan Mahabbah
Maqamat, Hal dan Mahabbah
 
Tips khusyuk solat pdf
Tips khusyuk solat pdfTips khusyuk solat pdf
Tips khusyuk solat pdf
 
Sholat 5 waktu
Sholat 5 waktuSholat 5 waktu
Sholat 5 waktu
 
Kewajiban menjaga shalat lima waktu
Kewajiban menjaga shalat lima waktuKewajiban menjaga shalat lima waktu
Kewajiban menjaga shalat lima waktu
 
Tugas agama
Tugas agamaTugas agama
Tugas agama
 
Hadits arbain ke 27
Hadits arbain ke 27Hadits arbain ke 27
Hadits arbain ke 27
 
11 adab berdzikir tarekat
11 adab berdzikir tarekat11 adab berdzikir tarekat
11 adab berdzikir tarekat
 

More from Muhsin Hariyanto

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
Muhsin Hariyanto
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Memahami makna khusyu'

  • 1. 1 Memahami Makna Khusyu' Kata Khusyu’ sampai saat ini masih menjadi perbincangan yang cukup menarik, dan bahkan cenderung direduksi maknanya untuk memahami kualitas keberagamaan seseorang yang diarahkan hanya pada aktivitas shalat saja. Padahal, khusyu’ selalu terkait dengan kehadiran hati ketika beraktivitas apa pun, dan harus ada pada setiap aspek kehidupan manusia, utamanya ketika mereka beribadah kepada Allah. Namun, memilih aktivitas shalat sebagai sampelnya – oleh para ulama -- dianggap sebagai pemilihan sampel yang memadai untuk mewakili populasinya. Allah berfirman tentang masalah khusyu' ini, لَ مْ َ أ نْ يَأ لْ ذ لَّينَْ آْمَنُوا نْ َ أ تََْ شَعَْ قُْلُوبُهُ مْ لِ ك رْ اْذ للّْ وَْمَا نَْزَلَْ منَْ اْ لَْ قِْْ وَلَْ يَْكُونُوا كََْذ لِينَْ وْتُوا ُ أ اْل كتَابَْ من قَْب لُْ فَْطَالَْ عَْلَي همُْ مَْدُْ الْْ فَقَسَ تْ قُْلُوبُهُ مْ وَكَ ثريْ مِن هُ مْ فَْا سقُونَْ "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang- orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang- orang yang fasik." (QS al-Hadîd/57: 16). Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Selang waktu antara keislaman kami dan teguran Allah terhadap kami hanya selama empat tahun." Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Allah menganggap lamban hati orang-orang yang beriman. Maka Allah menegur mereka pada penghujung masa selama tiga belas tahun setelah turunnya al-Qur'an. Lalu Allah berfirman, قَ دْ فْ لَحَْ َ ﴾ أ اْل مُ ؤ منُونَْ ﴿ْ ١﴾ اْذ لِينَْ هُْ مْ فْ صَْلََت ه مْ خَْا شعُونَْ ﴿ْ ٢ "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (QS al-Mu’minûn/23: 1-2). Khusyu' menurut pengertian bahasa berarti: tunduk, rendah dan tenang, seperti firman Allah, "Dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang
  • 2. 2 Maha Pemurah". Bumi juga disifati khusyu', yang artinya kering, tandus dan berupa dataran rendah, yang tidak bisa diairi dan ditanami. Firman-Nya, وَ م نْ آْيَات هْ نْذكَْ َ أ تَْرَى رضَْ الْ خَْا شعَ ةْ فَْإ ذَا نْزَ لَْا َ أ عَْلَي هَا اْل مَاءَْ اْ هذَتَز تْْ وَرَبَ تْ إ ذنْ اْذ لِي حيَاهَا َ أ لَْمُ ح يْ اْل مَ وىَتْ إ نذهُْىََْعَِْْْ كُ شَ ءْ قَْ ديررْ "Dan, sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya, bahwa kalian melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atas-nya, niscaya ia bergerak dan subur." (QS Fushshilat/54: 39). Khusyu' artinya keberadaan hati di hadapan Rabb, dalam keadaan tunduk dan merendah, yang dilakukan secara bersamaan. Ada yang berpendapat, khusyu', artinya tunduk kepada kebenaran. Tapi ini bukan defi- nisi khusyu', tapi merupakan keharusannya. Di antara tanda-tanda khusyu' ialah jika seorang hamba dihadapkan kepada kebenaran, maka dia menerimanya dan tunduk patuh. Ada yang berpendapat, khusyu' artinya padamnya api syahwat dan tenangnya asap dada serta bercahayanya sinar di hati. Al-Junaid berkata, "Khusyu' artinya ketundukan hati kepada Dzat Yang Maha Mengetahui yang gaib." Para ulama sepakat bahwa khusyu' itu berada di dalam hati dan hasilnya ada di anggota tubuh atau anggota tubuhlah yang menampakkan khusyu' itu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat seseorang yang mengacak-acak jenggotnya ketika shalat, kemudian beliau bersabda,1 "Sekiranya hati orang ini khusyu', tentu anggota tubuhnya juga khusyu'." Beliau juga pernah bersabda, 1Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 521. Hadits ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Abu Syaibah dari Sa’id bin Musyyab, Musnad ibn Abî Syaibah, juz II, hal. 289, hadits no. 6854. Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Irwâ al-Ghalîl, juz II, hal. 92, menyatakan bahwa hadits ini maudhû’ (palsu)
  • 3. 3 "Takwa itu ada di sini", sambil menunjuk ke dada. Beliau melakukannya tiga kali.2 Seorang shahabat (Hudzaifah bin Al-Yaman) berkata, "Jauhilah oleh kalian khusyu' kemunafikan." Ada yang bertanya, "Apa artinya khusyu' kemunafikan itu?" Dia menjawab, "Jika engkau melihat tubuh khusyu', tapi hati tidak khusyu'." Umar bin al-Khaththab pernah melihat seseorang yang melengkungkan lehernya tatkala shalat. Maka Umar berkata kepada orang itu, "Hai pemilik leher, tegakkanlah lehermu, karena khusyu' itu tidak terletak di leher, tapi di dalam hati." ‘Aisyah Radhiyallâhu ‘Anhâ pernah melihat sekumpulan pemuda yang berjalan perlahan-lahan. Dia bertanya kepada orang yang tahu tentang mereka, "Siapa mereka itu?" Orang itu menjawab, "Mereka para ahli ibadah." Aisyah berkata, "Umar bin Al-Khaththab adalah orang yang paling cepat jalannya, jika dia berbicara aku dapat mendengarnya dari kejauhan, jika memukul benar-benar menimbulkan rasa sakit dan jika memberi makanan, hingga yang diberinya kenyang, dan dia adalah ahli ibadah yang sebenarnya." Al-Fudhail bin ‘Iyadh paling benci melihat seseorang yang menampakkan khusyu' lebih banyak daripada apa yang ada di dalam hatinya. Hudzaifah berkata, "Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu' dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Berapa banyak orang yang mendirikan shalat namun tidak ada kebaikan di dalamnya. Begitu cepat mereka masuk masjid untuk berjama'ah, namun engkau tidak melihat seorang pun diantara mereka yang khusyu'." Al-Harawi berkata, "Khusyu' adalah ketundukan jiwa dan kepatuhan tabiat kepada seseorang yang diagungkan atau yang disegani." Yang jelas, khusyu' merupakan pengertian yang sejalan dengan pengagungan, cinta, kepatuhan dan ketundukan. Menurutnya, ada tiga derajat khusyu': 1. Tunduk kepada perintah, pasrah kepada hukum dan merendah karena melihat kebenaran. Tunduk kepada perintah berarti menerima, melaksanakan dan mengikuti perintah, menyelaraskan zhahir dan batin, menampakkan 2Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij …, juz I, hal. 521. Bandingkan: Al- Baihaqi dari Abu Hurairah, Syu’ab al-Îmân, juz IX, hal. 42, hadits no. 6233. Muhammad Nashiruddin al-Albani, dalam kitab Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, juz II, hal. 266, menyatakan bahwa hadits ini shahîh.
  • 4. 4 kelemahan, memerlihatkan kebutuhan terhadap petunjuk pelaksanaan perintah itu sebelum melaksanakannya, pertolongan saat melaksanakannya dan penerimaan setelah pelaksanaannya. Pasrah kepada hukum, artinya hukum-hukum syariat. Dengan kata lain, tidak menentangnya karena berdasarkan kepada pendapat atau nafsu. Atau bisa juga diartikan pasrah kepada hukum takdir, dalam pengertian ridha terhadap takdir dan tidak marah karenanya. Makna yang paling tepat ialah hukum yang mengandung dua pengertian ini. Merendah karena melihat kebenaran, artinya hati dan anggota tubuh yang merendahkan diri karena melihat Allah, bahwa Allah melihat sekecil apa pun yang ada di dalam hati dan anggota tubuhnya. Ini merupakan salah satu dari dua penakwilan terhadap firman Allah, وَل مَ نْ خَْافَْمَْقَامَْ رَْبِ هْ جَْذنتَا نْ "Dan, bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya, ada dua surga." (QS ar-Rahmân/55: 46). ذما َ وَأ مَْ نْ خَْافَْ مَْقَامَْ رَْبِ هْ وَْنَهَْ اْذلْ فسَْعَْ نْ اْل هَوَىىْ ﴿ْ ٠٤ ﴾ فَْإ ذنْْ ا لَْذنةَْ هَْ وَْىىْ ﴾ ال مَأ ﴿ْ ٠١ "Dan, adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)." (QS an-Nâzi'ât/79: 40-41). Ta'wil yang pertama ini merupakan pengetahuan tentang hamba-Nya, yang berkuasa atas dirinya. Ketakutan hamba terhadap pengetahuan Rabb-nya ini menimbulkan khusyu'-nya hati. Selagi perasaan ini semakin kuat, maka khusyu'-nya juga semakin kuat. Ta'wil yang kedua ialah saat hamba menghadap Rabb-nya, yaitu saat bersua dengan-Nya. 2. Memerhatikan penghambat jiwa dan amal, melihat kelebihan orang lain atas dirimu, menghembuskan angin kefanaan. Memerhatikan penghambat jiwa dan amal artinya melihat kekurang-an dan aib jiwa serta amal, karena yang demikian ini bisa membuat hati menjadi khusyu’, karena ia melihat kekurangan dan aibnya, seperti takabur,
  • 5. 5 ujub, riya', tidak jujur, tidak yakin, niat yang bercabang dan aib-aib jiwa dan perusak amal lainnya. Melihat kelebihan orang lain atas dirimu artinya memerhatikan hak-hak orang lain atas dirimu lalu engkau harus memenuhinya dan engkau tidak melihat bahwa apa yang mereka lakukan merupakan hakmu atas mereka dan engkau juga tidak menuntut kepada mereka untuk memenuhi hakmu, engkau mengakui kelebihan mereka dan tidak melupakan kelebihan dirimu sendiri. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang yang arif ialah yang tidak melihat satu hak pun atas seseorang dan tidak memerlihatkan kelebihannya atas orang lain. Karena itu dia tidak boleh mencela, tidak menuntut dan tidak membanding-bandingkan." Menghembuskan angin kefanaan artinya menjadikan derajat ini seperti angin sepoi-sepoi menuju kefanaan, yang merupakan kesudahan hidup manusia. Disebut angin sepoi-sepoi karena kelembutan ruh yang mengalir. Tidak dapat diragukan bahwa khusyu’ 'merupakan sebab yang menghantarkan kepada kefanaan. 3. Menjaga kesucian saat mencapai tujuan, membersihkan waktu dari riya' di hadapan orang lain dan tidak melihat kemuliaan diri sendiri. Menjaga kesucian saat mencapai tujuan artinya tetap menjaga jiwa agar tunduk dan merendahkan diri saat mencapai tujuan. Membersihkan waktu dari riya' di hadapan orang lain artinya tidak hanya disibukkan oleh usahanya membersihkan waktu dari riya'. Sebab orang yang memiliki derajat ini lebih tinggi kedudukannya. Dengan kata lain, dia menyembunyikan keadaan dirinya di hadapan orang lain, seperti khusyu'-nya dan ketundukannya, agar orang lain tidak melihatnya lalu membuatnya merasa bangga. Tidak melihat kelebihan diri sendiri artinya tidak melihat kemuliaan dan kebaikan dirinya kecuali kebaikan itu datang dari Allah. Hanya Allahlah yang memberikan karunia tanpa ada sebab dari dirimu. Tidak ada pemberi syafaat yang memberinya syafaat dan tidak ada yang menghantarkannya kepada kebaikan kecuali Allah semata. Jika ada yang bertanya, "Apa yang kalian katakan tentang shalat yang dilakukan seseorang tanpa khusyu’', apakah shalat itu dianggap ada ataukah tidak?" Dapat dijawab sebagai berikut: Penilaian tentang shalat itu diukur dari pahala. Jelasnya tidak ada
  • 6. 6 pahala yang diberikan kepada pelakunva kecuali menurut penghayatan, penelaahan dan khusyu'-nya kepada Allah. Ibnu Abbas berkata,3 "Engkau tidak mendapat pahala dari shalatmu kecuali menurut apa yang engkau pahami dari bacaannya." Di dalam Al-Musnad disebutkan secara marfu', 4 "Sesungguhnya hamba itu benar-benar mendirikan shalat, dan tidak ditetapkan pahala baginya kecuali setengahnya, atau sepertiganya, atau seperempatnya, hingga mencapai sepersepuluhnya.” Allah mengaitkan keberuntungan orang-orang yang shalat dengan khusyu'-nya shalat mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak khusyu' tidak termasuk orang-orang yang beruntung. Jika dengan shalat itu ditetapkan pahala baginya, berarti dia termasuk orang-orang yang beruntung. Kaitannya dengan hukum di dunia, jika khusyu'-nya itu lebih banyak, maka shalatnya dianggap sah. Shalat-shalat sunat sebelum dan sesudahnya serta dzikir sesudahnya menyempurnakan kekurangannya. Jika yang lebih banyak adalah tidak khusyu'-nya dan juga tidak memahaminya, maka ada perbedaan pendapat tentang pengulangannya di kalangan fuqaha'. Ada yang mewajibkannya, seperti Abdullah bin Hamid dan rekan-rekan Ahmad serta Al-Ghazali di dalam Ihya'-nya. Mereka berhujjah, karena shalat itu tidak mendapat pahala dan tidak mendatangkan keberuntungan. Karena khusyu'dan memahami itu merupakan ruh, inti dan tujuan shalat, maka 3Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 525. 4Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 526. Hadits Riwayat Ahmad dari ‘Ammar bin Yasir, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Juz IV, hal. 321, hadits no. 18914.
  • 7. 7 bagaimana mungkin shalat dianggap sah jika kehilangan ruh dan intinya, hanya tinggal rupa dan zhahirnya? Sekiranya hamba meninggalkan salah satu kewajiban shalat secara sengaja, berarti dia membatalkan shalatnya. Sebagian kewajiban yang ditinggalkan ini seperti salah satu anggota tubuh seorang budak yang dimerdekakan dalam kafarat. Bagaimana dengan shalat yang kehilangan ruh, inti dan tujuannya? Hal ini tidak jauh berbeda dengan memerdekakan budak yang putus tangannya, sebagai kafarat yang wajib dilakukan. Yang demikian ini belum dianggap sah, terlebihlagi jika budak yang dimerdekakan itu sudah mati. Di antara ulama salaf ada yang berpendapat, "Shalat itu bagaikan budak perempuan yang dihadiahkan kepada seorang raja. Apa pendapatmu tentang orang yang menghadiahkan kepada raja itu seorang budak perempuan yang cacat, buta, tidak memunyai tangan dan kaki, sakit atau buruk rupanya? Bagaimana dengan shalat yang dihadiahkan hamba dan dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Rabb-nya? Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Tentu saja shalat yang tidak memunyai ruh bukan termasuk amal yang baik, sebagaimana bukan termasuk pembebasan budak yang baik dalam kafarat, jika budak yang dipilih adalah cacat atau bahkan mati tanpa ruh." Di dalam riwayat at-Tirmidzi dan juga lainnya, ada hadits yang dimarfu'kan kepada Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam.5 Rasulullah s.a.w. bersabda6: "Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai." Hal ini berlaku untuk doa yang bersifat khusus, yaitu doa ibadah, atau yang bersifat umum, yaitu doa yang berupa permohonan. Jika maksudnya adalah doa berupa permohonan, maka doa ibadah jauh lebih layak untuk tidak dikabulkan, yang merupakan hak Allah untuk menolak doa dari hati yang lalai. Allah telah berfirman, 5Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, juz I, hal. 527. 6Hadits Riwayat at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz V, hal. 517, hadits no. 3479.
  • 8. 8 ﴾ فَوَي رلْ لِل مُصَ لِيَْ ﴿ْ ٠﴾ اْذ لِينَْ هُْ مْ عَْن صَْلََت ه مْ سَْاهُونَْ ﴿ْ ٥ "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (QS al-Mâ'ûn/107: 4-5). Lalai disini bukan berarti meninggalkan. Jika tidak, tentunya mereka tidak disebut orang-orang yang shalat. Berarti maksudnya melalaikan kewajibannya, entah yang berkaitan dengan waktu, seperti yang dikatakan Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya, entah yang berkaitan dengan kehadiran hati dan/atau khusyû’-nya'. Namun yang benar adalah dua-duanya. Allah mengakui shalat mereka dan menyifati mereka sebagai orang-orang yang lalai dari shalat itu, yaitu lalai dari waktu yang diwajibkan atau lalai dari keikhlasan dan kehadiran hati. Karena itu Allah mensifati mereka dengan riya' setelah itu. Andaikata lalai itu memang berarti lalai, tentunya mereka dibiarkan dengan riya'nya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegunaan ikhlas dan kehadiran hati bersama Allah dalam shalat lebih kuat dalam pandangan Syâri’ (Pembuat Syariat; baca: Allah) daripada kegunaan semua kewajiban-kewajibannya. Bagaimana mungkin ada orang yang menganggap shalat tidak sah karena dia meninggalkan salah satu takbirnya, meninggalkan satu huruf dalam bacaannya, tidak bertasbih, tidak mengucapkan sami'allâhu liman hamidah, tidak mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam, kemudian dia menganggap shalat itu sah padahal kehilangan inti, ruh, rahasia dan maksudnya yang paling besar? Inilah beberapa hujjah yang diajukan golongan ini. Memang ini merupakan hujjah yang cukup realistis dan kuat. Tapi kita perlu menyimak pendapat golongan kedua dan hujjah-hujjahnya. Golongan kedua ini berpendapat, shalat itu tetap dianggap sah dan tidak perlu mengulanginya. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam di dalam kitab Shahîh al-Bukhâriy, beliau bersabda,7 7 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârij as-Sâlikîn, Juz I, hal. 528. Hadits Riwayat al-Bukhari, Abu Hurairah, Shahîh al-Bukhâriy, II/87, hadits no. 1231.
  • 9. 9 "Jika panggilan shalat (adzan) dikumandangkan, setan lari sambil mengeluarkan kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan tersebut. Apabila panggilan adzan telah selesai maka setan kembali. Dan bila iqamat dikumandangkan setan kembali berlari dan jika iqamat telah selesai dia kembali lagi hingga untuk mengganggu hatinya seseorang seraya berkata; ingatlah ini dan itu, yang semestinya tidak diingat sehingga seseorang membayanngkannya hingga akhirnya orang itu tidak tahu berapa raka'at shalat yang sudah dia laksanakan. Oleh karena itu bila seorang dari kalian tidak mengetahui berapa raka'at dari shalat yang sudah dikerjakannya, apakah tiga atau empat raka'at maka hendaklah dia melakukan sujud dua kali dalam posisi duduk". Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan orang yang melakukan shalat semacam ini, yang telah dilalaikan setan hingga tidak tahu sudah berapa rakaat dia shalat, untuk melakukan sujud sahwi dua kali sujud. Beliau tidak memerintahkannya untuk mengulang shalatnya. Andaikan shalat itu batal seperti pendapat golongan yang pertama, tentunya beliau memerintahkan untuk mengulanginya. Inilah rahasia disyariatkannya sujud sahwi, sebagai penghinaan bagi setan, karena ia telah membisiki hamba dan menjadi penghalang antara dirinya dan khusyu' dalam shalat. Karena itu Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam menyebut dua sujud sahwi ini murâghamatain (dua kali penghinaan), dan beliau memerintahkan melakukan dua sujud sahwi ini bagi yang lalai. Beliau tidak merinci kelalaian yang terjadi, entah sedikit entah banyak, yang mengharuskannya sujud sahwi. Beliau hanya bersabda, "Setiap kelalaian dilakukan dua sujud sahwi."
  • 10. 10 Karena syariat-syariat Islam didasarkan kepada perbuatan- perbuatan yang nyata, sedangkan hakikat-hakikat iman didasarkan kepada hal-hal yang batin, yang karenanya ada pahala dan siksa, maka Allah memunyai dua hukum: Hukum di dunia yang didasarkan kepada syariat-syariat zhahir dan amal-amal anggota tubuh, dan hukum di akhirat yang didasarkan kepada syariat-syariat yang zhahir dan amal-amal batin. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menerima apa yang ditampakkan orang-orang munafik, sedangkan apa yang mereka sembunyikan di dalam batin diserahkan kepada Allah. Karena itu mereka juga menikah, waris-mewarisi menurut syariat Islam dan shalat mereka tetap dianggap sah menurut hukum di dunia. Mereka tidakdihukumi sebagai orang-orang yang meninggalkan shalat, karena memang mereka melakukannya menurut zhahirnya. Hukum pahala dan siksa bukan di tangan manusia, tetapi ada di tangan Allah. Allahlah yang akan menentukannya di akhirat kelak. Masih menurut golongan ini, dalam hukum syariat Islam kami raenetapkan keabsahan shalatnya orang munafik dan riya', sekalipun siksaan atas dirinya tidak gugur dan dia pun tidak mendapatkan pahala di akhirat. Maka shalatnya orang Muslim yang lalai dan dibisiki setan, sehingga mengurangi kesempurnaannya karena tidak ada khusyu', lebih layak untuk dianggap sah. Memang shalat orang yang lalai ini tidak menghasilkan tujuan dari shalat, yaitu pahala Allah di dunia dan di akhirat. Shalat memunyai tambahan pahala di dunia, berupa kekuatan iman di dalam hati, cahaya, kelapangan di dada, manisnya ibadah, kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan, yang bisa dirasakan orang yang menghimpun hasrat dan hatinya bersama Allah, menghadirkan hatinya di hadapan-Nya, seperti perasaan manusia saat didekati raja dan mendapat perhatiannya secara khusus. Yang demikian ini ditambah lagi dengan derajat yang tinggi di akhirat, hidup berdekatan dengan orang-orang yang melakukan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Tetapi semua ini tidak didapatkan jika tidak ada kehadiran hati dan/atau khusyu'. Dua orang yang berdiri berdampingan di satu shaff, tetapi boleh jadi perbedaan shalat di antara keduanya bisa seperti langit dan bumi. Pendapat golongan yang kedua inilah yang dipandang lebih kuat dan lebih benar, Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.