Dokumen tersebut merangkum kebijakan dan standar pelaksanaan program imunisasi di Indonesia. Program imunisasi bertujuan menurunkan penyakit menular dengan cakupan vaksinasi minimal 95% untuk mencapai kekebalan kelompok. Evaluasi tahun 2016-2018 menunjukkan peningkatan cakupan untuk sebagian besar vaksin meski masih ada tantangan akses dan kualitas pelayanan di beberapa daerah.
2. LANDASAN HUKUM
UUD 1945
Pasal 28B ayat 2: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan & diskriminasi.
Pasal 28 H ayat 1:Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir & batin, bertempat tinggal & mendapatkan lingkungan
hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
UU Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014
“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak -
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
•Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dg ketentuan utk mencegah terjadinya penyakit yg
dapat dihindari melalui imunisasi
•Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak
UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014
“Pemerintah Daerah harus memperioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”
Imunisasi wajib diberikan pada bayi dan anak untuk mencegah
sakit, kecacatan dan kematian akibat PD3I
3. Eradikasi penyakit cacar.
tahun 1980 Imunisasi Stop
Tidak dijumpainya lagi kasus polio
sejak tahun 2006 (tahapan eradikasi
polio) Sertifikasi BEBAS POLIO,
27 Maret 2014
Eliminasi Maternal dan Neonatal
Tetanus Mei 2016
Keberhasilan Imunisasi
4. 1956 1973 1976 1980 1982 1997 2004
CACAR
BCG
TT
DPT
POLIO
MEASLES
Hep B
DPT/HB
2013
1974
(DPT/HB/Hib
2016
IPV
2017 2018
HPV
JE
MR
PCV
Smallpox eradication
Sejarah Perkembangan Imunisasi
di Indonesia
6. Herd Immunity atau
Kekebalan Kelompok
• Situasi dimana sebagian besar masyarakat terlindungi/kebal
terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak
tidak langsung (indirect effect) yaitu turut terlindunginya
kelompok masyarakat yang bukan merupakan sasaran imunisasi
dari penyakit yang bersangkutan.
• Herd immunity dapat tercapai hanya dengan cakupan
imunisasi yang tinggi dan merata
Dengan cakupan imunisasi yang tinggi akan terwujud pula
kekebalan kelompok/herd immunity yang memberikan
perlindungan kepada semua orang di suatu lokasi termasuk
orang yang tidak mendapat imunisasi
7. Mengapa 95% ?
• Memberikan perlindungan yang optimal pada komunitas
tidak cukup hanya cakupan >80% banyak KLB
• Angka Drop Out yang meski cenderung menurun secara
nasional, tapi tinggi di beberapa daerah
• Memenuhi komitmen Indonesia terhadap global untuk
Eradikasi, Eliminasi dan Reduksi PD3I
• Target IDL dalam Renstra dan RPJMN sebesar 93%
maka target setiap antigen harus lebih tinggi
17. Kurang dari 50% 70 Kab/Kota
50%- kurang dari 95% 182 Kab/Kota
95% atau lebih 262 Kab/Kota
TOTAL KABUPATEN 514
Cakupan Kampanye MR Fase 1 & 2
Total anak diimunisasi MR Fase 1 & 2 = 58.761.030
Total sasaran MR Fase 1 & 2 = 66.927.540
Cakupan KMR Fase 1 & 2
= 87,80%
Update data per 31 Januari 2019
18. Cakupan Kampanye MR Fase 1 dan 2
update data 31 Januari 2019
99.13
99.74
102.63
98.55
97.96
97.91
97.67
97.20
94.73
96.01
95.80
99.29
95.02
90.54
90.05
87.95
89.57
86.49
81.65
88.56
84.01
81.72
79.63
79.87
77.14
75.11
70.68
70.31
68.10
61.35
59.80
58.91
44.49
42.35
11.32
105.92
104.64
102.63
98.02
97.96
97.91
97.67
97.44
97.05
96.01
95.80
95.19
95.02
90.06
89.05
88.81
88.15
87.80
86.40
86.31
86.04
85.93
82.28
79.21
77.17
71.57
70.99
68.35
66.85
61.08
59.80
58.91
44.49
41.63
11.32
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Jawa
Timur
Jawa
Tengah
PAPUA
BARAT
DI
Yogyakarta
BALI
GORONTALO
DKI
Jakarta
Jawa
Barat
LAMPUNG
SULAWESI
TENGAH
Banten
NUSA
TENGGARA
TIMUR
SULAWESI
UTARA
MALUKU
MALUKU
UTARA
BENGKULU
SUMATERA
SELATAN
NASIONAL
KALIMANTAN
TIMUR
SULAWESI
TENGGARA
SULAWESI
SELATAN
JAMBI
KALIMANTAN
TENGAH
SULAWESI
BARAT
KALIMANTAN
BARAT
PAPUA
NUSA
TENGGARA
BARAT
KALIMANTAN
UTARA
BANGKA
BELITUNG
KEPULAUAN
RIAU
KALIMANTAN
SELATAN
SUMATERA
UTARA
RIAU
SUMATERA
BARAT
DI
ACEH
Cakupan
(%)
Daerah Pusdatin Target (95%)
Nasional:
87,80%
13 Provinsi
dengan cakupan
> 95%
22. Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan
Daerah Kabupaten/KotA
1. Peyanan kesehatan ibu hamil;
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
4. Pelayanan kesehatan balita;
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
11. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang
melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency
Virus).
Imunisasi merupakan
Indikator Komposit dalam
Pelayanan Kesehatan Ibu
Hami, Bayi Baru Lahir
dan Balita
23. Pelayanan Kesehatan ibu hamil
Standar kualitas yaitu pelayanan antenatal
yang memenuhi 10 T
1. Pengukuran berat badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ).
6. Pemberian imunisasi sesuai
dengan status imunisasi.
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
8. Tes Laboratorium.
9. Tatalaksana/penanganan kasus.
10. Temu wicara (konseling).
24. • Standar kualitas:
– Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
– Pemotongan dan perawatan tali pusat.
– Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
– Injeksi vitamin K1.
– Pemberian salep/tetes mata antibiotic.
– Pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
– Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28
hari).
– Konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
– Memeriksa kesehatan dengan menggunakan pendekatan MTBM.
– Pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas pelayanan
kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
– Imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24
jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
– Penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi.
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
25. Pelayanan kesehatan balita
Pelayanan kesehatan Balita usia 0 -11
bulan:
1. Penimbangan minimal 8 kali
setahun.
2. Pengukuran panjang/tinggi
badan minimal 2 kali /tahun.
3. Pemantauan perkembangan
minimal 2 kali/tahun.
4. Pemberian kapsul vitamin A pada
usia 6-11 bulan 1 kali setahun.
5. Pemberian imunisasi
dasar lengkap.
Pelayanan kesehatan Balita usia
12-23 bulan:
1. Penimbangan minimal 8 kali setahun
(minimal 4 kali dalam kurun waktu 6
bulan).
2. Pengukuran panjang/tinggi badan minimal
2 kali/tahun.
3. Pemantauan perkembangan minimal 2
kali/ tahun.
4. Pemberian kapsul vitamin A sebanyak 2 kali
setahun.
5. Pemberian Imunisasi Lanjutan.
HB0
BCG
Polio
IPV
DPT-HB-Hib
Campak
Rubella
DPT-HB-Hib
Campak Rubella
26. TANTANGAN
PROGRAM IMUNISASI (1)
26
AKSES dan MUTU
PELAYANAN
INOVASI DAERAH
Masih terdapat daerah
kantong ( 80 Kab/Kota
memiliki cakupan < 80%),
berisiko tinggi
KLB PD3I (Difteri, Campak,
dll )
Pemanfaatan buku
kohort dan KIA kurang
optimal dalam rangka
pelaksanaan DOFU dan
sweeping, defaulter
tracking,dl
Manajemen
pencatatan dan
pelaporan belum
lengkap dan tepat
waktu
Hasil analisis
PWS belum di
tindak lanjuti
Pelaksanaan EVM
belum optimal
dalam mendukung
manajemen rantai dingin)
Kapasitas dan mutasi
SDM
Komitmen
pemerintah
daerah masih
kurang
Masih terdapat
penolakan imunisasi
akibat rumor negative
imunisasi (isu negatif,
halal/haram, takut KIPI,
dll)
27. TANTANGAN PROGRAM
IMUNISASI (2)
Masyarakat belum familier dengan pelaksanaan imunisasi lanjutan
baduta sudah mendapat campak/ MR di usia 9 bulan = lengkap
Masyarakat dan petugas belum terbiasa dengan suntikan ganda
Masalah Geografis terutama untuk daerah-daerah yang sulit
terjangkau;
Penerapan One Gate Policy atau sistem satu pintu mengenai
vaksin didaerah belum berjalan optimal, terutama dalam hal
koordinasi antara pengelola program dengan pengelola vaksin
sehingga menyebabkan keterlambatan pendistribusian vaksin ke
daerah.
Ini adalah landasan hukum pelaksanaan program imunisasi di Indonesia.
Dalam UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan UU Kesehatan No.36 Tahun 2009, imunisasi merupakan hak setiap anak dan pemerintah wajib untuk memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Selain kedua UU ini, dalam UU No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah, tepatnya pada pasal 18, juga telah dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah harus memperioritaskan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, dimana salah satunya adalah kesehatan, dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Imunisasi adalah salah satu program nasional dan masuk ke dalam SPM yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Ketiga UU ini menunjukkan bahwa imunisasi di Indonesia adalah WAJIB.
Penyelenggaraan imunisasi telah mencatatkan sejarah keberhasilan untuk mengendalikan beberapa penyakit yang berbahaya, disamping penurunan prevalensi dan incidence penyakit yang dapat dibegah dengan imunisasi.
Pada tahun 1974, dunia dinyatakan telah bebas dari penyakit Cacar (Variola), hal ini dicapai dengan program imunisasi cacar selama kurang lebih 3 dasa warsa. Selanjutnya pada tahun 1980, imunisasi cacar secara global dihentikan.
Pada tahun 2006, Indonesia terakhir kali mencatat adanya virus Polio liar pada manusia dan secara resmi sertifikasi bebas Polio pada Tahun 2014 bersama sama dengan 11 negara regional Asia Tenggara. Saat ini ancaman Polio masih ada di beberapa negara, sehingga imunisais Polio masih tetap diperlukan dengan cakupan tinggi dan merata.
Pada tahun 2016 Indonesia mendapatkan sertifikasi eliminasi tetanus neonatal dan maternal, setelah dapat menekan kasus tetanus hingga lebih dari 96% dibandingkan tahun 1990 pada ibu melahirkan dan anak baru lahir denga imunisasi tetanus toxoid.
Tujuan dari penyelenggaraan program imunisasi nasional yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang diakibatkan oleh Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi atau PD3I. PD3I tersebut diantara seperti penyakit polio, campak, hepatitis B, tetanus, pertusis atau batuk rejan, difteri, rubella atau campak jerman, pneumonia atau radang paru dan meningitis atau radang selaput otak. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian karena PD3I ini sangat penting karena dengan dikendalikannya PD3I maka akan berdampak positif terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita.
Dalam imunisasi dikenal istilah herd immunity atau kekebalan kelompok. Nah, apakah yang dimaksud dengan kekebalan kelompok ini?
Herd immunity merupakan situasi dimana sebagian besar masyarakat terlindungi/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect) yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang bukan merupakan sasaran imunisasi dari penyakit yang bersangkutan. Jadi, apabila kelompok yang rentan seperti bayi dan balita terlindungi melalui imunisasi, maka penularan penyakit di masyarakat pun akan terkendali sehingga kelompok usia yang lebih dewasa pun ikut terlindungi karena transmisi penyakit yang rendah.
Herd immunity ini dapat dicapai hanya dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata!!!
Berdasarkan konsep ini, maka :
Pada daerah kantong dengan cakupan imunisasi rendah, bila muncul kasus pd3i maka penyebaran akan cepat sekali!!!
Anak yang tidak diimunisasi berisiko menjadi kasus dan juga sumber penularan pd3i bagi anak-anak lainnya!!!!!
Total anak diimunisasi MR Phase 1 = 35.307.148
Total anak diimunisasi MR Phase 2 = 23.453.882
Total anak diimunisasi MR = 58.761.030
Total sasaran MR Phase 1 = 34.964.386
Total sasaran MR Phase 2 = 31.963.154
Total sasaran MR = 66.927.540
Seperti yang tertuang di dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan, imunisasi memiliki 3 indikator dalam mengevaluasi kinerja program.
Ke 3 indikator tersebut adalah:
% Kab/Kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap ….tertuang di dalam RPJMN
% anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap …tertuang di dalam Renstra
% anak usia 12-24 bulan mendapat imunisasiDPT-HB-Hib lanjutan …tertuang di dalam Renstra
Pada tahun 2015 hanya indikator % anak usia 12-24 bulan mendapat imunisasiDPT-HB-Hib lanjutan yang dapat mencapai target, sedangkan kedua indikator lainnya tidak dapat mencapai target. Di tahun 2016 sampai 2017, semua indikator dapat mencapai target. Hal ini menunjukkan secara nasional program imunisasi sudah cukup baik pencapaiannya. Namun untuk meyakinkan apakah suatu daerah berisiko atau tidak terhadap terjadinya kasus PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi), maka kita harus mengetahui capaian imunisasi di level yang lebih rendah yaitu kab/kota, kecamatan bahkan desa.
Hasil Riskesdas tersebut menunjukkan Terjadi Penurunan Cakupan bayi yang di Imunisasi Lengkap tahun 2018, Cakupan bayi dengan Imunisasi tidak lengkap dan Tidak di Imunisasi cenderung terjadi peningkatan.
Beberapa tantangan yang masih menjadi kendala dalam pelaksanaan program imunisasi, antara lain:
Masyarakat belum familier dengan pelaksanaan imunisasi lanjutan baduta sudah mendapat campak/ MR di usia 9 bulan = lengkap
Masih banyak rumor negatif tentang imunisasi (black campaign)
Masyarakat dan petugas belum terbiasa dengan suntikan ganda
Takut KIPI
Masalah Geografis terutama untuk daerah-daerah yang sulit terjangkau;
Kualitas pelayanan imunisasi belum merata, terutama dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk tingginya tingkat pergantian petugas terlatih;
Sistem Pencatatan dan pelaporan yang belum berjalan optimal;
Penerapan One Gate Policy atau sistem satu pintu mengenai vaksin didaerah belum berjalan optimal, terutama dalam hal koordinasi antara pengelola program dengan pengelola vaksin sehingga menyebabkan keterlambatan pendistribusian vaksin ke daerah.