Kekerasan, perundungan, dan kekerasan seksual menjadi tantangan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini.
Bahan paparan ini merupakan bagian dari strategi mencegah kekerasan di sekolah.
Apa saja strategi pencegahan kekerasan di sekolah? Strategi ini sebagian mengambil dari Permendikbud 46 tahun 2023 yang baru saja disahkan pemerintah.
Sekolah Ramah Anak (SRA) lahir dari dua hal besar yaitu adanya amanat yang harus diselenggarakan Negara untuk memenuhi hak anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang telah di ratifikasi Indonesia pada Tahun 1990, juga adanya tuntutan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang jelas pada pasal 54 yang berbunyi : “ (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Di ayat dua dinyatakan sebagai berikut :“(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat”.
Kekerasan, perundungan, dan kekerasan seksual menjadi tantangan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini.
Bahan paparan ini merupakan bagian dari strategi mencegah kekerasan di sekolah.
Apa saja strategi pencegahan kekerasan di sekolah? Strategi ini sebagian mengambil dari Permendikbud 46 tahun 2023 yang baru saja disahkan pemerintah.
Sekolah Ramah Anak (SRA) lahir dari dua hal besar yaitu adanya amanat yang harus diselenggarakan Negara untuk memenuhi hak anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang telah di ratifikasi Indonesia pada Tahun 1990, juga adanya tuntutan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang jelas pada pasal 54 yang berbunyi : “ (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Di ayat dua dinyatakan sebagai berikut :“(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat”.
Perlindungan Perempuan Merupakan segala upaya yang ditujukan untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender.
Ini adalah materi karya ust M. Fauzil Adhim yang kami dapatkan langsung dari beliau saat menjadi pembicara di salah satu seminarnya, beliau mempersilahkan copy paste dan share ulang untuk kebaikan. ikuti udate langsung dari twitter beliau @Kupinang
silahkan semoga bermanfaat
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003Nurdin M Top
ANAK adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas tahun) termasuk yang masih dalam kandungan (CRC dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003Nurdin M Top
ANAK adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas tahun) termasuk yang masih dalam kandungan (CRC dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)
Perlindungan Perempuan Merupakan segala upaya yang ditujukan untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender.
Ini adalah materi karya ust M. Fauzil Adhim yang kami dapatkan langsung dari beliau saat menjadi pembicara di salah satu seminarnya, beliau mempersilahkan copy paste dan share ulang untuk kebaikan. ikuti udate langsung dari twitter beliau @Kupinang
silahkan semoga bermanfaat
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003Nurdin M Top
ANAK adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas tahun) termasuk yang masih dalam kandungan (CRC dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003Nurdin M Top
ANAK adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas tahun) termasuk yang masih dalam kandungan (CRC dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)
Perempuan dan anak sangat rentan mengalami kekerasan baik fisik dan psikis. Untuk mencegahnya dibutuhkan upaya yang terus menerus dan berdampingan antara orang tua, masyarakat dan pemerintah.
MEDIUM Edisi IV akan mengupas tentang parenting education yang diterapkan lembaga PAUD dalam menggalang partisipasi orangtua untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak, upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kekerasan di sekolah, dan informasi lainnya.
FONETIK merupakan bidang ilmu linguistika yang mengaji mengenai bunyi. terdapat 3 jenis fonetik yakni fonetik artikulatoris, fonetik auditoris, fonetik akustis
1. PRESENTASI MAKALAH
KEKERASAN TERHADAP SISWA DI SEKOLAH
Disusun oleh :
M.Afton Ilman Huda
Nur Hadiyan R.
Yogo Arif Prakoso
*) Disarikan dari beberapa sumber
2. • Kekerasan adalah satu pilihan di antara sejumlah
kemungkinan perilaku. Secara psikologis memang
pelajar adalah anak muda yang tengah mengalami
pancaroba, mencari identitas diri dan pengakuan.
Yang jadi persoalan, mengapa tindak kekerasan bera-
da dalam urutan teratas dalam jiwa, lalu jatuh
sebagai pilihan para pelaku? Ini tentu berkorelasi
dengan bagaimana persekolahan dan proses
pembelajarannya diselenggarakan.
3. Permasalahan tentang kekerasan
terhadap siswa di sekolah
• Kekerasan di sekolah banyak terjadi di Indonesia
,ternyata tak hanya terjadi ketika masa orientasi
sekolah, juga sepanjang tahun dengan beragam
modus, intensitas, dan pelaku. Data yang dirilis
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
menunjukkan bahwa dari 1.026 responden, 87,6
persen anak mengaku pernah mengalami
kekerasan di lingkungan sekolah. Dari persentase
itu, 29,9 persen kekerasan dilakukan guru, 42,1
persen oleh teman sekelas, dan 28,0 persen oleh
teman lain kelas.
4. • Dalam ceramah pendidikan pada upacara hari pendidikan tahun
2012 lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan
bahwa tidak boleh ada lagi pendidikan yang disertai kekerasan
baik di sekolah maupun perguruan tinggi.
• Pernyataan itu disampaikan menanggapi kekerasan di beberapa
sekolah terkait masa orientasi sekolah baru-baru ini.
5. Definisi Penelitian
• Kegiatan ilmiah yang dilakukan
menurut kaidah dan metode
ilmiah secara sistematis untuk
memperoleh informasi, data
dan keterangan yang berkaitan
dengan pemahaman dan
pembuktian kebenaran atau
ketidakbenaran suatu asumsi
dan/atau hipotesis di bidang
IPTEK serta menarik
kesimpulan ilmiah bagi
keperluan kemajuan IPTEK
• Proses untuk memperoleh
jawaban yang akurat dan
sistematik terhadap
pertanyaan yang muncul
dengan menggunakan metode
ilmiah pada saat
mengumpulkan dan
menyajikan informasi
6. Perumusan Masalah
• Menurut penelitian dari Mohammad Abduhzen Direktur Eksekutif
Institute for Education Reform Universitas Paramadina faktor –
faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan di sekolah adalah
sebagai berikut :
– Pertama, kondisi lingkungan fisik pendidikan kita tak mendukung
hadirnya rasa aman dan nyaman. Arsitektur sekolah kebanyakan
dibangun memanjang dan terbuka seperti barak darurat tanpa
memperhitungkan sisi- sisi edukatif. Situasi serupa itu, selain sulit
memungkinkan kontrol, memudahkan pihak/pengaruh luar untuk
masuk, juga mengurangi perasan terayomi
7. – Kedua, pembelajaran di sekolah kurang mengembangkan
kemampuan memilih sehingga murid dan lulusannya sering
kesukaran memutuskan pilihan secara benar dan tepat. Memilih
adalah proses mental yang mendahului setiap tindakan sadar
dan menuntut sejumlah data pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuan menalar. Meskipun filosofi pendidikan kita
mencerdaskan kehidupan bangsa, strategi pemelajarannya tak
mementingkan pengembangan kemampuan berpikir. Kurikulum
dan metodologi pendidikan nasional dirancang lebih mengisi
pikiran dengan seabrek fakta pengetahuan; tak memberi cukup
ruang bagi tumbuhnya kemampuan nalar sehingga pemelajaran
di sekolah tak mencerahkan.
8. – Ketiga, relasi dalam pemela- jaran di sekolah kita sangat tidak
demokratis. Bertahun-tahun murid jadi obyek dominasi guru
yang memosisikan diri sebagai sumber utama belajar dan
kebenaran. Kebanyakan guru mengajar secara otoriter tanpa
memberi kesempatan bagi murid mengekspresikan dan
memekarkan potensi dirinya. Anak tidak mendapat pengakuan,
kenikmatan, dan kepuasan dalam proses pemelajaran yang
kemudian berakumulasi mencari penyalurannya sendiri.
– Keempat, iklim pemelajaran yang menegangkan, terlebih
dengan adanya ujian nasional, bercampur dengan
ketakpastian masa depan dalam situasi bangsa (juga
keluarga) yang karut-marut seperti sekarang, menyimpan
banyak potensi konflik yang laten. Problem ketakpastian
hukum, kesenjangan ekonomi, ketaktegasan pemimpin
serta ketakpuasan terhadap kelompok dominan setiap saat
mudah memantik amuk yang mengerikan.
9. – Kelima, media massa yang silih berganti dan terus-
menerus mendedah segala macam kekera-san,
irasionalitas, dan percabulan jadi sumber inspirasi,
imitasi, dan referensi bertindak ketika anak
menghadapi masalah.
Presiden SBY juga menekankan reformasi
pendidikan besar-besaran sebagai solusi
menghilangkan kekerasan. Ini kali kedua
presiden menyampaikan gagasan demikian
setelah yang pertama saat membuka Temu
Nasional pada 29 Oktober 2009.
10. Solusi
• Secara normatif, reformasi pendidikan telah dimulai sejak amendemen
UUD 1945, berlanjut pada UU Sisdiknas 2003, dan UU No 14/2005 tentang
Guru dan Dosen. Ada tiga ide utama yang ditetapkan mengawali
perubahan besar: anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan
APBD, perubahan copernican definisi pendidikan dari guru aktif ke murid
aktif, dan profesionalisme jabatan guru.
• Sayangnya, dalam implementasi, ketiga gagasan itu banyak terdistorsi
sehingga pendidikan kita kuyup anomali, antara lain kekerasan di sekolah.
Presiden seharusnya mengaudit jalannya reformasi pendidikan yang
dicanangkan, bukannya tertarik pada hal sepele: masa orientasi sekolah
atau gedung rusak.
• Kekerasan di sekolah itu kompleks dan sukar dihilangkan seca- ra instan.
Reformasi yang fundamental, total, dan gradual merupakan keniscayaan.
Solusi sementara ialah pelatihan guru dan murid, terutama anak yang
tergabung dalam kelompok dominan: OSIS dan kelompok lain.
11. • Pelatihan guru terutama meningkatkan motivasi dan menginspirasi
perubahan ke arah yang lebih demokratis. Problem kinerja guru adalah
rendahnya motivasi yang tak akan membaik dengan diceramahi para
pejabat atau dengan sertifikasi portofolio. Diperlukan model pelatihan
yang partisipatif, efektif, dan menyenangkan.
• Pelatihan murid bertujuan memberi orientasi hidup, motivasi berprestasi,
dan kepemimpinan. Model pelatihan dengan pendekatan dinamika
kelompok yang digunakan Pelajar Islam Indonesia untuk membina para
pelajar selama ini ternyata efektif.
12. • Sumber:
– KOMPAS, 11 Agustus 2012
– http//www.gedeputraadinyana.blogspot.com