Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha, serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Disana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan diwujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum . dialah sebenarnya perncana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuasn siswa secara optimal sesuai dengan tuntutatn dan tantangan perkembangan masyarakat, oleh karenanya kurikulum perlu dikembangkan hingga benar-benar menemukan rumusan jitunya untuk menjawab tantangan global tersebut.
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS
SISWA KELAS V MI NU TERATE GRESIK MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
A. Latar Belakang
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pengajaran IPS di SD ditujukan bagi pembinaan generasi penerus usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga negara yang baik. Untuk itulah dalam pengajaran IPS harus dapat membawa anak didik kepada kenyataan hidup yang sebenarnya yang dapat dihayati mereka, ditanggapinya, dianalisisnya akhirnya dapat membina kepekaan sikap mental, ketrampilan dalam menghayati kehidupan yang nyata ini. Melalui pengajaran IPS seperti yang digambarkan di atas diharapkan terbinanya sikap warga negara yang peka terhadap masalah sosial yang memberikan pelajaran yang membantu anak untuk mengenal hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya melalui pelajaran IPS. IPS merupakan pelajaran yang memadukan sejumlah ilmu-ilmu sosial yang mempelajari kehidupan sosial, yang didasarkan pada kajian geografi, ekonomi, sosiologi, tata negera dan sejarah.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (KTSP, 2006:82).
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha, serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Disana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan diwujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum . dialah sebenarnya perncana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuasn siswa secara optimal sesuai dengan tuntutatn dan tantangan perkembangan masyarakat, oleh karenanya kurikulum perlu dikembangkan hingga benar-benar menemukan rumusan jitunya untuk menjawab tantangan global tersebut.
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS
SISWA KELAS V MI NU TERATE GRESIK MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
A. Latar Belakang
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pengajaran IPS di SD ditujukan bagi pembinaan generasi penerus usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga negara yang baik. Untuk itulah dalam pengajaran IPS harus dapat membawa anak didik kepada kenyataan hidup yang sebenarnya yang dapat dihayati mereka, ditanggapinya, dianalisisnya akhirnya dapat membina kepekaan sikap mental, ketrampilan dalam menghayati kehidupan yang nyata ini. Melalui pengajaran IPS seperti yang digambarkan di atas diharapkan terbinanya sikap warga negara yang peka terhadap masalah sosial yang memberikan pelajaran yang membantu anak untuk mengenal hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya melalui pelajaran IPS. IPS merupakan pelajaran yang memadukan sejumlah ilmu-ilmu sosial yang mempelajari kehidupan sosial, yang didasarkan pada kajian geografi, ekonomi, sosiologi, tata negera dan sejarah.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (KTSP, 2006:82).
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis
Teknik Guru Pendidikan Agama Hindu dalam Menciptakan Pembelajaran Berbasis PA...Goes Jiant
Seiring dengan perkembangan zaman di abad 21 ini, pembelajaran mengalami pergeseran paradigma, dari siswa “diajar” menjadi siswa “belajar” dengan pendekatan konstruktivistik yang menitikberatkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan adalah menciptakan empat pilar pendidikan, yakni: peserta didik belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi dirinya sendiri (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama-sama (learning to life together) (Yamin, 2011:13). Bertitik tolak dari empat pilar pendidikan tersebut, konsekuensi logis yang ditawarkan oleh para pakar pendidikan adalah dengan menciptakan model pembelajaran berbasis siswa aktif, yakni pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Pembelajaran berbasis PAIKEM merupakan salah satu desain pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivistik. Belajar merupakan proses penuangan ide-ide ke dalam pengalaman baru. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang tidak terbatas dan tidak tidak dengan tiba-tiba. Menurut pandangan konstruktivistik, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Sedangkan peran guru selama proses pembelajaran adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi pembelajaran siswa.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NUMBERED HEADS TOGETHER(NHT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP MIFTAHUL HUDA KECAMATAN NGADIROJO PACITAN
PPROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kontek...Paulus Robert Tuerah
Tujuan dari pengabdian ini adalah: (1) Merancang pembelajaran IPS berbasis
Metode pembelajaran Kontekstual; (2 )Penggunaan Metode Kontekstual sebagai media dalam pembelajaran IPS, dan; (3) Peningkatan kompetensi guru IPS di Tomohon dalam pembelajaran menggunakan Metode Kontekstual. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah metode perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pembelajaran berbasis kontekstual, berlangsung di Kota Tomohon, hasil yang didapatkan adalah bahwa; (1) adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan para guru tentang pengembangan metode pembelajaran kontekstual walaupun awalnya ditemukan bahwa masih sedikit guru IPS yang mengimplementasikannya; (2) Tersedianya media metode pembelajran kontekstual
1. MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN IPS YANG DILAKSANAKAN
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(Kajian terhadap Sekolah-sekolah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Oleh: Wasino dan Edy Sutrisna
Abstrak
Pembelajaran IPS memerlukan di SMP memerlukan model-model
pembelajaran yang bervariasi. Model-model itu terkait dengan perbedaan
paradigma antara konsep IPS interdisipliner yang diajarkan secara terpadu dan
multidisipliner yang diajarkan secara terpisah. Penelitian ini berusaha untuk
melakukan studi eksploratif terhadap pembelajaran yang dikembangkan di SMP-
SMP di wilayah Kabupaten Pati. Wilayah ini dipilih karena banyaknya sekolah
yang berlebel RSBI.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuannya untuk
memetakan model-model pembelajaran IPS Sejarah yang dilakukan oleh para guru
SMP di wilayah ini.
Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional. Strategi pembelajarannya bersifat ekspositori;
penggunaan sumber dan media pembelajaran yang kurang variatif; dan pendekatan
terpadu dalam pembelajaran IPS tidak dapat direalisasi oleh para guru karena
berbagai kendala. Selain itu belum melaksananakan pembelajaran kontekstual.
A. PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting
dalam membentuk warga negara yang baik. Ada tiga tujuan membelajarkan IPS kepada siswa,
yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik
berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar
peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, 2004: 15). Pada jenjang SMP, pencapaian tujuan yang demikian itu bukan merupakan
pekerjaan yang mudah, karena (1) saat ini mata pelajaran IPS menjadi pelajaran yang dianggap
kurang penting dibandingkan dengan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA; yang ditunjukkan
melalui kenyataan bahwa IPS tidak lagi menjadi mata pelajaran yang diujikan secara nasional; (2)
IPS juga diasumsikan oleh masyarakat dan kalangan guru sendiri sebagai pelajaran yang tidak
menarik karena hanya bersifat hafalan, kurang menantang untuk berpikir, sarat dengan kumpulan
konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu
dibuktikan (Sanjaya, 2008:226); dan (3) adanya kenyataan bahwa mata pelajaran IPS di beberapa
sekolah, khususnya sekolah-sekolah swasta, terkadang diajarkan oleh guru yang tidak memiliki
basis IPS (Wasino, 2007).
2. Sementara itu, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah
membawa perubahan dalam pembelajaran IPS di SMP, dari model pembelajaran IPS yang
dipecah menjadi tiga submata pelajaran IPS (geografi, ekonomi, dan sejarah) menjadi mata
pelajaran yang diberikan secara terpadu (Lihat Permendiknas No. 22 Th. 2005).
Diterapkannya pembelajaran terpadu pada mata pelajaran IPS jenjang SMP tentu dapat
menimbulkan kesulitan-kesulitan tersendiri. Pertama, para guru IPS belum memiliki pengalaman
yang cukup dalam menerapkan pendekatan terpadu sebagai akibat pemberlakuan kurikulum
sebelumnya, khususnya kurikulum 1994 dan kurikulum 1984, yang tidak menggunakan
pendekatan terpadu. Kedua, guru-guru mata pelajaran IPS di sekolah sebagian besar memiliki
latar belakang ke-IPS-an yang monolitik, yaitu berasal dari lulusan pendidikan geografi,
pendidikan sejarah, pendidikan ekonomi, dan pendidikan sosiologi. Kondisi ini sebenarnya dapat
diatasi dengan menerapkan model pembelajaran secara team teaching yang melibatkan guru-guru
IPS dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Pemberlakuan penggunaan pendekatan terpadu pada pembelajaran mata pelajaran IPS
mestinya juga diikuti dengan perubahan dalam proses pembelajarannya, yaitu pembelajaran yang
kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan IPS. Hal ini sejalan dengan perubahan orientasi
kurikulum ke arah pencapaian kompetensi. Pada Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa :
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan tersebut dipertajam lagi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menyatakan bahwa kegiatan inti dalam
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Menurut Azis Wahab (dalam Solihatin, 2008: 1), iklim pembelajaran yang dikembangkan
oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan gairah belajar siswa.
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dan ketepatan
guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Dengan demikian pemilihan model
dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan
kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh guru (Kosasih, dalam Solihatin,
2008: 1).
Dalam kurikulum yang berbasis kompetensi seperti yang berlaku saat ini,
pembelajaran seharusnya tidak hanya menekankan pada penguasaan aspek pengetahuan
3. (kognitif), tetapi penting juga untuk memberikan bekal kepada para siswa dalam menguasai
keterampilan memperoleh, mengolah, dan menganalisis informasi, serta keterampilan sosial. Hal
ini sejalan dengan pandangan Sumantri (2001, 261) yang memandang bahwa “content continum”
sama pentingnya dengan “process continuum” pada program pembelajaran IPS di sekolah.
B. LANDASAN TEORI
1. Posisi Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari istilah Social Studies. Menurut
Sumantri (2001: 74), Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial,
ideologi negara, dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang
dioganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
John Jarolimek (dalam Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 14) menegaskan
bahwa IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-
cabang ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan
psikologi sosial.
Tujuan membelajarkan IPS kepada siswa, yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga
negara yang baik, melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi
dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan
budaya bangsanya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2004: 15).
Tujuan yang mulia tersebut seharusnya dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang baik.
Menurut Muslich (2008a: 53 – 55) kegiatan belajar mengajar seharusnya bercirikan:
mengalami dan eksplorasi, interaksi, komunikasi, dan refleksi.
2. Model dan Strategi Pembelajaran
Istilah model pembelajaran mengandung makna yang lebih luas dibandingkan dengan
teknik atau strategi pembelajaran. Model pembelajaran merujuk pada paradigma tertentu yang
menjadi kerangka berpikir dan bertindak dalam pembelajarannya.
Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan
model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat
banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan
menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing information model),
model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku
(behavior model).
4. Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang
menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari
lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta
penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada
kelompok model ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment,
Scientific inquiry, Inquiry Tarining.
Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih
menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita
yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih
diarahkan pada menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada
kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.
Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau
orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai
negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan
orang lain. Yang tergolong pada kelompok model mengajar diantaranya: Partner in learning,
Structured Inquiry, Group Investigation, Role Playing.
Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka
teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada
sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai
sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat
diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan
perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery
learning, Direct Instruction, Simulation, Social Learning, Programmed Schedule (Wasino, 2009).
Strategi pembelajaran merupakan implementasi dari sebuah model pembelajaran. Dalam
pembelajaran guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang mengacu pada empat ciri
tersebut agar dicapai keberhasilan siswa dalam belajar. Terdapat banyak definisi mengenai
strategi pembelajaran. Kemp dalam Sanjaya (2008: 126) mendefinisikan strategi pembelajaran
sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan Gulo (2008: 2 -3 ) dengan
mengacu pandangan J.R. David mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai rencana, metode,
dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
5. Terdapat banyak strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli.
Strategi-strategi tersebut antara lain dipaparkan berikut ini.
a. Strategi Pembelajaran Langsung
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007b: 29), pembelajaran langsung adalah
salah satu model yang disusun khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur
dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi
selangkah. Pengetahuan deklaratif adalah mengetahui tentang (knowing know) suatu
kasus atau masalah, biasanya berupa fakta-fakta, opini, kepercayaan, aturan-aturan,
puisi, lirik lagu, teori-teori dan lain-lain. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah
mengetahui bagaimana (knowing how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan
suatu kasus (Baharudin, 2008: 97-98).
Strategi ini dinamakan strategi pembelajaran langsung karena materi
pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa tanpa dituntut untuk mengolahnya
(Sanjaya, 2008: 128). Strategi pembelajaran langsung disebut juga strategi
pembelajaran ekspositori. Strategi ini termasuk strategi yang mengacu pada
pendekatan yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Sanjaya (2008:
179) menunjukkan tiga karakteristik strategi pembelajaran ekspositori. Dalam hal ini
fungsi guru adalah mentransfer pengetahuan. Strategi seperti ini termasuk dalam
model behaviorisme.
b. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Sesuai dengan namanya, model pembelajaran ini mengedepankan pencapaian
tujuan pembelajaran melalui mekanisme kerja sama antarsiswa. Pembelajaran seperti
ini didasari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan konsep
jika mereka saling berdiskusi dengan teman-temannya.
Menurut Stahl (dalam Solihatin, 2008: 7 – 10), pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa prinsip, yaitu: (1) perumusan tujuan belajar harus jelas, (2)
penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar, (3) ketergantungan
yang bersifat positif, (4) interaksi yang bersifat terbuka, (5) tanggung jawab individu,
(6) kelompok bersifat heterogen, (7) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif,
(8) tindak lanjut (follow up), dan (9) kepuasan dalam belajar.
Slavin (dalam Sanjaya, 2008: 242) menunjukkan dua alasan pentingnya
penerapan strategi pembelajaran kooperatif ini, yaitu pertama, berdasarkan hasil
penelitian terbukti bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
6. prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri; kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan.
c. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu
pada model pembelajaran lain, seperti project-based instruction, experience-based
insruction, authentic learning, dan anchored instruction (Trianto, 2007b: 68).
Untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah, seorang guru perlu
memilih bahan pelajaran yang yang mengandung permasalahan yang dapat
dipecahkan. Sumber permasalahan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber,
misalnya dari buku teks, dari koran, peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat
sekitar, dan sebagainya.
d. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofis pembelajaran
kontekstual adalah model konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksi atau membangun
pengetahuan dan keterampilan baru melalui fakta-fakta atau proposisi yang mereka
alami dalam kehidupannya (Muslich, 2008b: 41).
e. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2008: 84 - 85). Strategi pembelajaran
7. inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah (Sanjaya, 2008: 196).
3. Pendekatan Terpadu (Interdisipliner)
Dalam pembelajaran IPS di SMP dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), sangat dianjurkan menggunakan pendekatan terpadu. Hal ini tertera
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi yang
menyatakan bahwa substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA
Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
Pembelajaran terpadu dilandasi oleh landasan normatif dan praktis. Landasan
normatif menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan
praktis menghendaki bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya mencapai
hasil yang optimal (Trianto, 2007a: 21-22).
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum
yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model
pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Pusat
Kurikulum, 2006: 6). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui
pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat
menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang
hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari
berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam
hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi,
dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat
dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk
permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang,
8. contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial,
modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
C. METODOLOGI
1. Sasaran Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu
pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan
menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang
berkonteks khusus (Moleong, 2006: 5). Latar khusus dalam penelitian ini adalah latar
pembelajaran di SMP/MTs. Konteks khusus dalam penelitian ini adalah konteks pelaksanaan
model pembelajaran IPS yang dilaksanakannya.
Aspek tempat yang diteliti adalah lingkungan SMP-SMP di wilayah Kabupaten Pati.
Penentuan Kabupaten Pati sebagai pilihan lokasi penelitian didasarkan atas kenyataan bahwa
di kabupaten ini telah berkembang sekolah-sekolah berstandar nasional (SSN) dan bahkan
telah ada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Hingga penelitian ini dilaksanakan,
jumlah SMP yang telah berstatus SSN adalah 22 sekolah, dan sekolah berstatus RSBI
berjumlah 2 sekolah.
Peneliti tidak memasukkan Madrasah Tsanawiyah sebagai objek penelitian, karena
peneliti memang hanya membatasi penelitian di sekolah-sekolah yang berada di bawah
pembinaan Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, sedangkan Madrasah Tsanawiyah baik negeri
maupun swasta berada di bawah pembinaan Kantor Departemen Agama.
2. Fokus Penelitian
Penelitian ini menfokuskan pada pelaksanaan strategi pembelajaran yang
dikembangkan guru dan keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS. Secara
khusus penelitian ini akan meninjau faktor-faktor tersebut dari sisi:
9. 1. model dan strategi pembelajaran IPS yang diterapkan,
2. penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran,
3. keterlaksanaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP,
4. kendala-kendala yang dihadapi para guru dalam menerapkan pendekatan terpadu pada
pembelajaran mata pelajaran IPS.
Melalui fokus penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh gambaran secara
kualitatif mengenai strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru pada pembelajaran
IPS, dan bagaimana keterlaksanaan pembelajaran IPS dengan pendekatan terpadu pada SMP-
SMP di kabupaten Pati, baik pada sekolah sekolah kategori Sekolah Potensial, Sekolah
Standar Nasional (SSN), maupun Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
3. Teknik Pengumpulan Data
Secara umum penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik utama
yang digunakan adalah FGD dan wawancara. Teknik tambahan berupa pengamatan dan
dokumentasi. FGD ditujukan kepada guru-guru SMP yang diselenggarakan dalam forum
MGMP. Sementara itu wawancara dilakukan untuk memperdalam informasi yang dirasa
kurang dalam FGD. Pengamatan dilakukan pada beberapa sekolah yang dipilih. Sementara
itu dokumentasi berupa dokumen II KTSP (silabus dan RPP).
4. Keabsahan Data
Untuk memastikan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan perpanjangan
penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi berdasarkan sumber data dan
cara/teknik pengumpulan data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan mengambil sumber data
selain guru IPS, yaitu siswa dan kepala sekolah. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan
cara penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data untuk menyelesaikan satu buah fokus
10. penelitian. Melalui cara ini diperoleh data yang dapat digunakan sebagai pengecekan silang (cross
check).
Upaya memperpanjang pengamatan dilakukan peneliti dengan memperbanyak jumlah
sumber data, terutama sumber data dari guru IPS sampai diperoleh data yang benar-benar jenuh.
Dalam rangka ini, data yang dperoleh melalui kegiatan FGD, diperluas oleh peneliti melalui
kegiatan wawancara terhadap 24 guru dan kepala sekolah, observasi proses pembelajaran
terhadap 19 guru IPS dari sekolah-sekolah yang berbeda, dan studi dokumentasi terhadap 21
rencana pembelajaran yang disusun oleh guru IPS dari sekolah yang berbeda-beda.
Keabsahan data juga diperkuat dengan peningkatan ketekunan dalam proses penelitian ini,
maka perolehan data dapat dilakukan lebih cermat dan akurat. Upaya ini dilengkapi dengan
penggunaan alat-alat perekam berupa foto, handy cam, dan catatan-catatan lapangan.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif mengikuti pendapat Miles
and Huberman. Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiono, 2008: 91), aktivitas analisis
data meliputi kegiatan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,dan abstraksi
(dari data kasar) yang ada dalam catatan lapangan. Kegiatan ini berlangsung terus
sepanjang pelaksanaan penelitian, dan dilakukan dengan membuat pemusatan tema,
membuat batas-batas persoalan, dan menyempitkan hasil perolehan data yang luas
sesuai dengan fokus penelitian.
2. Penyajian Data (Data Display)
11. Penyajian data merupakan kegiatan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga
memungkinkan dapat ditarik simpulan dan memiliki makna tertentu Penyajian data
dilakukan dalam bentuk alinea, kalimat, istilah, matriks, dan tabel-tabel.
3. Verifikasi atau Menarik Kesimpulan (Conclution Drawing/ Verification)
Kegiatan ini sebenarnya telah dimulai sejak awal kegiatan penelitian, dan semakin
dipertajam seiring dengan semakin lengkapnya data yang dikumpulkan. Verifikasi
pada tahap awal mungkin saja tidak tepat, tetapi akan terus diperbaiki seiring dengan
semakin lengkap dan kompleksnya data, dan diakhiri setelah pengumpulan data
berakhir.
Ketiga tahap tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Oleh karena itu
model analisis yang digunakan adalah analisis interaksi, dimana interaksi antara ketiga
komponen tersebut sebagai patokan dalam kegiatan analisis. Pola hubungan
antarkomponen dalam kegiatan analisis data dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.
(Sugiono, 2008: 92)
Bagan 4 : Pola Hubungan Antarkomponen dalam Analisis Data
Data
Collecting Data
Display
Data
Reduction
Coclusion
drawing/verifying
12. D. HASIL PENELITIAN
1. Model dan Strategi Pembelajaran IPS
Secara umum kegiatan pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati cenderung
menggunakan strategi pembelajaran langsung. Pembelajaran IPS sebagian besar masih bersifat
ekspositoris, dimana guru masih mendominasi proses pembelajaran. Sedangkan metode
pembelajaran yang paling banyak dipakai para guru adalah metode ceramah, tanya jawab, latihan-
latihan (drill) soal, dan tugas rumah.
Pola umum pembelajaran adalah guru memulai dengan menjelaskan bahan pelajaran
dengan diselingi tanya jawab, setelah penjelasan dianggap tuntas, guru melanjutkannya dengan
memberi latihan-latihan soal yang ada di Buku Kegiatan Siswa (BKS). Dominasi guru dalam
pembelajaran IPS terjadi di semua kategori sekolah, baik di sekolah-sekolah yang masuk kategori
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun
Sekolah Potensial. Kondisi tersebut juga terjadi baik di sekolah kategori negeri maupun sekolah
swasta. Hanya saja karena adanya dukungan sarana sekolah yang lebih baik dan kondisi siswa
(input) yang lebih baik dari segi minat belajar dan kecerdasan, maka suasana pembelajaran di
sekolah RSBI dan SSN tampak lebih hidup dibandingkan dengan di sekolah kategori Sekolah
Potensial. Di sekolah RSBI dan SSN alat bantu pelajaran, seperti LCD dan VCD mulai banyak
digunakan. Komunikasi timbal balik antara siswa dan guru atau antara siswa dengan siswa juga
terjadi lebih intensif dibandingkan dengan yang terjadi di sekolah potensial.
Hasil kajian menunjukkan bahwa para guru telah memiliki pemahaman yang memadai
mengenai strategi-strategi pembelajaran selain strategi pembelajaran ekspositori, terutama strategi
kontekstual. Para guru bahkan telah mengenal istilah CTL (Contextual Teaching and Learning)
sejak sebelum pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi melalui berbagai kegiatan
sosialisasi maupun pelatihan. Mereka juga telah mengetahui bahwa strategi kontekstual
merupakan salah satu strategi pembelajaran yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam
kurikulum yang berbasis kompetensi. Alasan yang muncul dari kecenderungan para guru tidak
menerapkan strategi pembelajaran yang lebih student centered antara lain adalah (1)
perencanaannya lebih rumit; (2) alasan efisiensi waktu, karena jika mengedepankan pembelajaran
yang student centered membutuhkan alokasi waktu yang lebih lama; (3) antisipasi terhadap
pelaksanaan Ulangan Umum Bersama yang cenderung mengukur ranah kognitif tingkat rendah;
dan (4) pandangan bahwa siswa tidak siap dan tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran
yang mengutamakan keaktifan siswa.
Meskipun secara umum strategi ekspositori lebih dipilih para guru, namun ada
sebagian kecil guru yang berusaha untuk menerapkan strategi lain yang lebih mengaktifkan siswa.
13. Beberapa strategi yang dipilih tersebut adalah strategi kontekstual, kolaboratif dan kooperatif,
problem solving, dan strategi pembelajaran kreatif. Untuk strategi yang terakhir ini lebih
mengedepankan pengembangan daya kreasi siswa dalam mempelajari IPS, sehingga tidak larut
dalam kecenderungan umum yang melihat IPS sebagai pelajaran hafalan belaka.
Hasil kajian juga menemukan adanya strategi baru yang dikenal dengan sebutan strategi
PPR (Paradigma Pendidikan Reflektif). Strategi ini memang menjadi ciri khas sekolah-sekolah
yang berada di bawah naungan Yayasan Kanisius. Unsur utama PPR adalah pengalaman, refleksi,
dan aksi. Siswa berkembang kepribadiannya karena mengalami sendiri melalui pengalaman,
berkembang keyakinannya melalui refleksi, dan berperilaku menurut keyakinannya dari kemauan
sendiri melalui aksi. Secara garis besar .
2. Penggunaan Lingkungan Sebagai Sumber Pembelajaran
Dari hasil pengumpulan data terlihat bahwa para guru IPS rata-rata masih belum optimal dalam
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran. Sumber-sumber belajar yang
paling luas dipakai bersumber dari Buku Kegiatan Siswa (BKS) yang secara sengaja dibuat oleh
sebuah tim di bawah kordinasi MGMP tingkat kabupaten. Hingga tahun pelajaran 2008/2009
secara garis besar BKS Mata Pelajaran IPS ini disusun menjadi tiga, yaitu BKS IPS Geografi,
BKS IPS Sejarah, dan BKS IPS Ekonomi. Isinya adalah rangkuman materi yang disusun per
Kompetensi Dasar, kemudian dilengkapi dengan latihan-latihan penguasaan kompetensi, baik
berupa soal-soal pilihan ganda, isian singkat, uraian maupun bentuk lain misalnya bentuk soal
menjodohkan, melengkapi gambar/peta, dan sebagainya.
Disamping BKS, buku-buku paket juga digunakan sebagai sumber belajar, tetapi kurang
optimal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah buku paket yang tersedia di sekolah.
Sekolah lebih cenderung memenuhi kebutuhan buku paket mata pelajaran yang diujikan secara
nasonal seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). Sedangkan buku paket IPS hanya tersedia dengan jumlah yang terbatas, sehingga buku-
buku tersebut digunakan secara bergiliran dari satu kelas ke kelas yang lain.
Koran juga merupakan sumber belajar tambahan yang juga dimanfaatkan oleh guru IPS
walaupun dalam takaran yang minimal. Koran lebih banyak dimanfaatkan oleh guru sebagai
sumber untuk pembuatan kliping bagi para siswa. Namun sebagian kecil guru telah menanfaatkan
artikel-artikel maupun pemberitaan di koran untuk proses pembelajaran di kelas, misalnya
pemberitaan-pemberitaan yang menyangkut penyimpangan sosial.
Di beberapa sekolah, terutama RSBI dan SSN guru-guru IPS sesekali mengakses
internet untuk menambah sumber belajar siswa. Di sekolah, penggunaan internet sebagai sumber
14. belajar lebih dipengaruhi oleh keaktifan, kreativitas, dan kemampuan guru dalam memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informasi.
Toko/pasar dan proses produksi juga digunakan oleh sebagain kecil guru sebagai sumber
pembelajaran, tetapi kegiatan ini hanya bersifat penugasan kepada siswa. Beberapa guru mengaku
pernah memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok untuk melakukan wawancara dengan
pelaku usaha di toko sekitar sekolah atau pasar di sekitar tempat tinggal siswa dalam rangka
meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran.
Dalam rangka meningkatkan kontekstualitas pembelajaran, sebenarnya sekolah-
sekolah dapat memanfaatkan kegiatan karyawisata yang secara rutin dilakukan setiap tahun.
Namun disayangkan, kegiatan wisata siswa ini masih belum dikemas secara khusus sebagai
bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Bahkan banyak sekolah yang tidak mewajibkan
siswanya menyusun laporan pelaksanaan kegiatan wisata tersebut. Guru-guru IPS juga belum
memanfaatkan kegiatan wisata ini untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai konsep-
konsep IPS. Padahal kebanyakan objek-onjek wisata yang dikunjungi adalah objek yang memiliki
nilai ke-IPS-an, misalnya candi, monument, planetarium, museum, kawasan gunung, dan
sebagainya.
3. Pembelajaran IPS Terpadu
Menyikapi pelaksanaan kurikulum baru yang lebih dikenal dengan sebutan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) model pembagian tugas mengajar IPS di sekolah-sekolah
secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) IPS diajarkan oleh satu orang guru dan (2)
IPS diajarkan oleh lebih dari satu guru, yaitu guru IPS Geografi, Ekonomi, dan Sejarah
Sebagai konsekuensi dari model pembagian mengajar guru seperti tersebut di atas, maka
terjadi juga dua model struktur mata pelajaran IPS, yaitu IPS sebagai satu kesatuan mata pelajaran
dan IPS sebagai struktur yang masih terpisah-pisah seperti yang diberlakukan pada Kurikulum
1994. Meskipun demikian, model pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar guru masih
terpisah-pisah KD per KD.
Pemberlakuan model pembelajaran terpadu memberikan konsekuensi bagi sekolah dalam
menerapkan model pembagian tugas mengajar bagi guru, yaitu model team teaching dan model
guru tunggal (Pusat Kurikulum, 2006: 23). Namun dalam praktiknya, penerapan model team
teaching dalam pembelajaran IPS bagi sekolah-sekolah belum dilaksanakan. Sekolah-sekolah
sebagian besar masih menerapkan sistem guru tunggal, yaitu satu guru mengampu satu mata
pelajaran IPS, atau mata pelajaran ekonomi, geografi, dan ekonomi masing-masing diampu oleh
15. satu orang guru. Alasan yang dikemukakan oleh para guru pada prinsipnya ada dua, yaitu jumlah
guru IPS yang ada di setiap sekolah terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menugaskan
dua atau tiga guru sekaligus untuk mengampu satu kelasnya; dan jumlah guru IPS dari berbagai
latar belakang pendidikan (spesialisasi pendidikan geografi, ekonomi, maupun sejarah) tidak
sama.
Kondisi keterbatasan jumlah guru IPS terutama terjadi di sekolah-sekolah yang terletak di
luar kota. Sementara sekolah-sekolah yang berlokasi di dalam kota kondisinya bervariasi. Namun
sekolah yang memiliki jumlah guru cukup banyak ternyata juga belum menerapkan model team
teaching dalam pembelajaran. Dalam konteks ini ditemukan sekolah yang menerapkan model 2
guru IPS mengajar di satu kelas tetapi kedua guru tidak mengajar secara tim, namun pada saat jam
pelajaran IPS kelas tersebut dipecah menjadi dua sehingga setiap guru hanya mengajar separoh
kelas. Model ini terpaksa dilakukan oleh sekolah demi memenuhi ketentuan bahwa guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik, agar yang bersangkutan memperoleh haknya mendapatkan
tunjangan profesi harus mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu.
E. PEMBAHASAN
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan dalam kurikulum yang berbasis
kompetensi seharusnya merupakan pembelajaran yang mampu memberikan makna yang
mendalam bagi peserta didik. Skenario pembelajaran yang disusun guru semestinya mampu
membawa peserta didik memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Strategi
pembelajaran yang dipilih seharusnya adalah strategi yang lebih memberikan porsi keterlibatan
siswa lebih banyak dalam belajar (active learning), bahan dan sumber pembelajaran diambil dari
dunia yang dekat dengan siswa (contextual learning), dan proses pembelajaran sedapat mungkin
dikemas secara lebih konkret untuk menghindari meluasnya gejala verbalisme dalam pemahaman
konsep-konsep IPS. Hal ini sejalan dengan pandangan Muslich (2008b, 48-51) yang menunjuk
lima prinsip pembelajaran dalam era KTSP, yaitu (1) kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa,
(2) belajar melalui berbuat, (3) mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan
sosial, (4) belajar sepanjang hayat, dan (5) belajar mandiri dan belajar bekerja sama.
Penerapan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat berdampak pada
pemerolehan pengalaman belajar siswa yang lebih bermakna, karena siswa tidak hanya
mendengar tetapi melakukan sendiri melalui berbagai kegiatan, misalnya melakukan wawancara,
mengamati, menggambar peta, membuat tabel, membuat hipotesis, dan sebagainya. Siswa tidak
hanya belajar secara auditif (dengar dan baca), tetapi juga belajar secara visual (melihat), dan
bahkan belajar secara kinestetik (gerakan). Berkaitan dengan hal tersebut patut dijadikan rujukan
16. pendapat dari Silberman (2002: 2): apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya dengar dan
lihat, saya ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan, saya mulai paham; apa yang
saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan; dan
apa yang saya ajarkan, saya menguasainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar dengan
cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran siswa,
Kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam pembelajaran IPS di
SMP-SMP wilayah kabupaten Pati yang masih mengandalkan strategi ekspositori seolah
menggambarkan kekurangsiapan pemberlakuan KTSP di lapangan. Dapat ditafsirkan bahwa
seolah-olah perubahan kurikulum hanya terjadi di tingkat konsep (isi) belaka, tanpa diikuti dengan
perubahan cara penerapannya di lapangan. Konsep mengenai kurikulum tidak hanya menyangkut
isi (content) saja, tetapi juga menyangkut tujuan, dan metode. Hal ini sesuai dengan konsep
kurikulum yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang materi kajiannya berasal
dari struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, dan sejarah. Cakupan materi yang demikian
luas ini harus dikemas melalui kegiatan pembelajaran yang konkret dan menyenangkan sehingga
mampu menarik perhatian siswa. Di sinilah pentingnya penggunaan media pembelajaran agar
materi pelajaran IPS tidak hanya ditangkap siswa dalam dunia imajiner tetapi nyata. Salah satu
strategi yang sederhana adalah semakin mendekatkan pengorganisasian pembelajaran IPS dengan
lingkungan siswa. Inilah pentingnya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber dan media belajar
bagi siswa, karena laboratorium IPS adalah lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan alam,
maupun lingkungan sosial. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar juga merupakan
manifestasi sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat sekitar. Pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar mampu mengembangkan sejumlah keterampilan dalam diri siswa, antara
lain kemampuan untuk mengamati, mencatat/melakukan verifikasi, merumuskan pertanyaan,
merumuskan hipotesis, mengklasifikasi, menyusun deskripsi, membuat gambar, diagram, grafik,
dan sebagainya.
Sebagaimana temuan pada hasil penelitian, diakui bahwa pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar memang memerlukan perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran
yang lebih sulit serta pelaksanaanya memerlukan waktu yang lebih lama dibanding dengan
pembelajaran IPS yang mengandalkan metode ceramah dan tanya jawab; namun alasan ini
sesungguhnya tidak tepat untuk meninggalkan begitu saja penggunaannya sebagai sumber belajar
17. karena penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar mampu membawa suasana pembelajaran
menjadi lebih kontekstual. Upaya mengejar target selesainya penyajian bahan ajar tanpa
melibatkan siswa melakukan interaksi dengan sumber-sumber belajar hanya akan menjadikan
pembelajaran IPS tidak mampu mencapai tujuannya, yaitu:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
(Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2005: 417).
Kegiatan wisata siswa (field trip) sesungguhnya merupakan kesempatan bagi para guru
IPS untuk menambah kontekstualitas pembelajaran IPS, karena banyak kunjungan wisata yang
dilakukan ke objek-objek wisata. Upaya ini antara lain dapat dilakukan dengan member tugas
kepada siswa untuk menyusun laporan kunjungan, kemudian membahasnya di sekolah sesuai
dengan KD DAN SK yang ada.
Interaksi pembelajaran IPS seharusnya juga tidak hanya terbatas antara guru dengan
siswa atau siswa dengan siswa, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana siswa dapat
berinteraksi langsung dengan sumber-sumber belajar IPS yang jumlahnya beragam itu. Inilah
salah satu strategi agar pembelajaran IPS di sekolah-sekolah memiliki nilai kebermaknaan yang
tinggi.
Patut juga dipertanyakan adalah tidak berjalannya pendekatan terpadu dalam
pembelajaran IPS di SMP-SMP wilayah kabupaten Pati. Alasan yang muncul adalah karena
kurangnya pemahaman para guru untuk menerapkannya, sulit merencanakan dan menerapkannya,
dan latar belakang pendidikan rata-rata guru IPS tidak berasal dari Pendidikan IPS secara utuh
(tetapi berasal dari spesialisasi pendidikan geografi, sejarah, dan ekonomi). Berdasarkan
pengamatan peneliti terhadap dokumen standar isi, penyusunan SK dan KD mata pelajarn IPS
memang sangat menyulitkan para guru jika harus mengimplementasikannya melalui pendekatan
terpadu, karena SK dan KD yang ada secara nyata masih menunjukkan adanya keterpisahan
antara SK dan KD yang bermuatan geografi, sosiologi, sejarah, maupun ekonomi. Masih
nampaknya sekat-sekat latar belakang disiplin keilmuan tersebut tentu akan menggiring para guru
untuk kembali mengelola pembelajaran secara terpisah-pisah seperti yang pernah berlaku dalam
kurikulum 1994 yang lalu. Kondisi ini menjadi semakin kontraproduktif karena IPS kemudian
diajarkan oleh satu orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPS secara utuh.
Guru-guru yang berlatar belakang pendidikan geografi terpaksa harus belajar materi ekonomi, dan
18. sejarah, serta sosiologi. Dalam tataran bahan pelajaran, boleh jadi para guru mampu
mempelajarainya; tetapi dalam tataran metodiknya akan merupakan pertanyaan besar. Sementara
itu model team teaching sebagai salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan implementasi
pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS sulit dapat direalisasi sebagai akibat kurangnya
jumlah guru IPS di setiap sekolah dan persebaran guru IPS menurut latar belakang pendidikannya
yang tidak merata antara lulusan pendidikan geografi, pendidikan sosiologi, pendidikan sejarah,
dan pendidikan ekonomi.
F. PENUTUP
Hasil kajian menunjukkan bahwa kebanyakan guru IPS masih mengedepankan
penggunaan strategi ekspositori dalam menyajikan meteri pelajaran IPS dengan penggunaan
sumber dan media pembelajaran yang sangat minim. Lingkungan, sebagai laboratorium IPS tidak
dimanfaatkan dengan baik. Sementara itu, amanat permendiknas No. 22 Tahun 2005 tentang
penggunaan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS di SMP juga tidak dapat direalisasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diberikan saran (1) para guru IPS perlu
meningkatkan penggunaan model pembelajaran konstuksionisme dengan strategi pembelajaran
aktif atau dikenal student centered dan mengimplementasikan pendekatan terpadu dalam
pembelajaran IPS agar siswa memperoleh konsep IPS secara utuh; (2) para pengembang
kurikulum perlu melakukan penyusunan contoh model perencanaan pembelajaran IPS dengan
pendekatan terpadu yang mudah dipahami oleh para guru, sehingga dapat dicontoh oleh para guru
dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS di SMP; dan (3) para peneliti bidang pendidikan
perlu melakukan penelitian pengembangan terkait dengan peningkatan kualitas pembelajaran IPS
di SMP, misalnya penelitian pengembangan mengenai pembelajaran IPS yang berbasis
lingkungan, pembelajaran IPS yang berbasis museum, dan pengembangan pembelajaran IPS
dengan pendekatan terpadu.
19. DAFTAR PUSTAKA
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni.2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
BSNP. 2007. Model Pembelajaran Terpadu IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pembinaan SMP. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Media Pembelajaran.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
__________________________________. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan
Sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
__________________________________. 2004b. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem
Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) mata pelajaran
pengetahuan sosial. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen
Depdiknas.
Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno.2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bmi Aksara.
Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Muslich, Masnur. 2008a. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta:
Bumi Aksara.
_____________. 2008b. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan
Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Kurikulum. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media.
Silberman, MEL. 2002. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Dalam Sarjuli, dkk
(Terj). Yogyakarta. Yappendis.
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sumantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dalam Dedi
Supriadi dan Rohmat Mulyana (Ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
20. Trianto. 2007a. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi
Pustaka.
______. 2007b. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya:
Prestasi Pustaka
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wasino. 2007. Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman. Makalah pada Workshop
Permuseuman di Semarang, Museum Ronggawarsito.
_____. 2008. Museum sebagai Media Belajar, Makalah pada Workshop Permuseuman di
Semarang, Museum Ronggawarsito.
_____, 2009, Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sejarah Berbasis Museum,
Semarang: Lembaga Penelitian Unnes (laporan sementara Hasil Penelitian).
Winataputra, Udin S. 2004. Strategi Belajar Mengajar, Materi Pokok PGSD2201 /4SKS/Model 1
– 12. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
21. DAFTAR PUSTAKA
Borg, Walter R. and Gall, Meredith D. (1993). Educational Research : An Introduction. New
York and London; Longman.
Bruce Joyce., Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Budi Utomo, 2007, Model Pembelajaran Sejarah, Makalah Jurusan Sejarah Unnes.
Bruner, Jerome S. (1963). The Process of Education. New York : Vontage Books
Bourdilon, Hilary, 1994, Teaching History, (London, Roudledge).
Dale, Edgar, 1969, 3rd Edition of Audiovisual Methods in Teaching
Direktorat Permuseuman, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Situs Resmi.
Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. Second Edt. New York:
Teacher College Press Published.
Gagne, R.M. Brigs, 1984, Principles of Instruction Design, New York: Holtz
Reinhart and Wiston.
Good,C.V.(1973).Dictionary of Education.New York:McGraw-Hill Book Company.
Juharnoto (ed.), 2007, Buku Panduan dan Lembar Kerja Kunjungan Museum
Ranggawarsito, Jawa Tengah.
McMillan, James and Schumacher, Sally. (2001). Research in Education: A Conceptual
Introduction. New York: Longman.Inc.
Moeliono, Anton, (ed), 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Neufeldt, Victoria, (pimp. ed.), Webster’s New World Dictionary of American
English (New York:Prentice Hall, 1989).
Sardiman, 2004, Kebijakan dan Strategi Pendidikan Sejarah di Era Reformasi,
Makalah dalam diskusi Pendidikan Sejarah di Era Pembangunan (Yogyakarta,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata).
Snelbeker, Devid, 1974, "Politicheskaya ekonomiya privatizatsii na Ukraine" [The Political
Economy of Privatization in Ukraine], in Ukrainskii put k rynochnoi ekonomike [The Ukrainian
Path to a Market Economy] (Warsawa: CASE, 1996)
Sukadi,Arief, 1984 Hubungan antara beberapa variabel karakteristik siswa dan hasil
belajar mereka di kelas I SMP Terbuka dalam tahun ajaran 1982/1983, disertasi, Jakarta:
IKIP Jakarta
Soekamto, Toeti, 1992, Teori Belajar dan Modal-modal Pembelajaran. Jakarta:
22. Pusat Antar-Universitas.
Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model
Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Wasino,2005, Guru dan Integrasi Bangsa (Pidato Ilmiah Dies Natalis Unnes ke 41).
______,2006, ”Museum Sebagai Kajian Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan”,
makalah Workshop Permuseuman, Semarang: Museum Ranggawarsito.
______, 2007, ”Penataan Museum Sesuai Perkembangan Zaman”, makalah
Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ronggawarsito.
_____, 2008, ”Museum sebagai Media Belajar”, makalah
Workshop Permuseuman Semarang: Museum Ranggawarsito.
UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.