Makalah ini membahas tentang genosida dari perspektif sosiologi. Definisi genosida adalah pembantaian sistematis terhadap suatu kelompok untuk memusnahkannya. Kasus genosida di Indonesia dan dunia dijelaskan beserta faktor penyebabnya. Upaya pengendalian dan pencegahan genosida meliputi hukum dan pengadilan HAM serta kerja sama internasional.
1. MAKALAH SOSIOLOGI
GENOSIDA
Oleh :
- Danang Oktavianto P. (08)
- Ryan Afif Dwinanda (28)
- Tito Destafia (29)
XI IPS 3
SMAN 6 Semarang
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman pada hakikatnya merupakan suatu kelebihan yang dimiliki
umat manusia. Perbedaan itu bisa berupa apa saja. Baik perbedaan jenis kelamin,
perbedaan umur, tempat tinggal, warna kulit, bahasa ataupun budaya.Masingmasing
perbedaan tersebut memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing. Namun justru
perbedaan inilah yang menjadi bibit perselisihan.
Sepanjang sejarah dunia pada umunya dan Indonesia pada khususnya,
perselisihan kerap kali terjadi pada dua kelompok yang memiliki perbedaan.
Banyak sekali perbedaan yang menjadi cikal bakal perselisihan ataupun
permusuhan besar-besaran, tetapi dalam banyak kasus, perbedaan etnis atau budaya
merupakan salah satu yang paling sering menjadi sorotan. Perbedaan ini sering
menjadi awal pertikaian yang sangat sulit untuk dihentikan bahkan hingga turun
temurun.
Indonesia yang dikenal dengan keanearagamannya yang luar biasa tentu saja
tidak dapat luput dari berbagai kasus perselisihan antar dua kelompok budaya.
Perselisihan semacam ini kerap terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari
perebutan hak milik atas suatu benda, tanah hingga perkelahian fisik yang
menyebabkan korban dari di dua belah pihak.
Namun terkadang perselisihan semacam ini bisa berkembang terlalu jauh
dan menyimpang dari apa yang biasanya terjadi. Perselisihan antar etnis atau
budaya ternyata mampu berkembang menjadi suatu tindakan agresif yang membuat
pelakunya bertindak diluar batas bahkan dikategorikan kriminal berat. Kategori
criminal tertinggi dari perselisihan macam ini adalah pembantaian besar-besaran
terhadap suatu etnis tertentu. Hal ini pernah beberapa kali terjadi di masa silam baik
di Indonesia ataupun negara lain. Pembantaian ini tak urung yang menyebabkan
jatuhnya banyak korban dan kerugian materil maupun immateril. Pembantaian
semacam ini biasa juga dikenal dengan istilah Genosida
Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang apa pengertian Genosida
dari segi sosiologi, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Genosida terkait isu
etnis, contoh-contoh kasus Genosida dan tindakan apa yang dilakukan sebagai
pengendalian dan pencegahan atas perilaku tersebut dalam masyarakat.
3. 1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah adalah agar kita dapat mengetahui
apa itu Genosida antar etnis, beberapa faktor yang menyebabkannya, tindakan
pengendalian serta bagaimana pencegahannya dalam masyarakat.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini agar kita mampu memahami
mengapa kasus Genosida bisa terjadi dan dapat ikut serta melakukan
pencegahan tindakan tersebut mulai dari sekarang.
1.4 Perumusan Masalah
(2.1)Definisi Genosida
(2.2) Kasus Genosida yang terjadi di Indonesia dan Dunia
(2.3) Pengendalian serta Pencegahan Genosida
BAB II
4. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Genosida
Genosida dalam ilmu sosiologi termasuk sebagai bagian pola hubungan
antar kelompok. Kontak antar dua kelompok ras dapat diikuti proses akulturasi
(perpaduan budaya), dominasi (satu ras menguasai ras yang lain), paternalism
(dominasi ras pendatang), atau integrasi (pengakuan perbedaan).
Genosida secara umum didefinisikan sebagai sebuah pembantaian
besarbesaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan
maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali
digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam
bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serika. Kata ini
diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat') dan bahasa Latin
caedere ('pembunuhan').
Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada
dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya
ialah kejahatan terhadap kemanusiaan,kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM, genosida ialah “ Perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota
kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah
kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam
kelompok ke kelompok lain. “
2.2 Kasus Genosida dan Faktor-Faktor Penyebabnya
Kasus genosida di Indonesia
Indonesia sebagai Negara kesatuan yang terdiri dari ribuan pulau dan
wilayah yang cukup besar memiliki banyak sekali budaya yang terdapat
didalamnya. Bahkan di satu pulau dapat memiliki ratusan kebudayaan yang berbeda.
Keanekaragaman ini merupakan suatu kelebihan namun tidak
menutup adanya konflik antar kelompok etnis yang tumbuh tersebar di seluruh
kawasan Indonesia. Hal itu dapat terlihat dari berbagai kasus Genosida yang terjadi
sejauh sejarah berdirinya Indonesia.
5. · Pembunuhan masal di Bandanaira (Pulau Banda) tahun 1621 oleh Belanda
pada zaman Jan Pietersz Coen. Penduduk dipaksa untuk bekerja. Akibat
pembunuhan tersebut belanda terpaksa mendatangkan budak dr Negara dan
daerah lain. Jumlah pasti tidak diketahui. Dalam kesaksian disebut hamper
semua penduduk meninggal, sebagian kecil melarikan diri.
1. Tragedi pembantaian Jepang di Kalimantan. Tidak hanya kaum prokemerdekaan
yg dibunuh tetapi juga para pemuka agama, pemuka golongan
dan para Raja di zaman itu.
2. Westerling di Sulawesi Selatan. Menurut mantan Diplomat RI, Manai
Sophian, tercatat 40.000 orang meninggal meski Belanda mengklaim hanya
5000 orang yang meninggal.
3. Tragedi 1965. Setelah gerakan G30SPKI terjadi, gerakan ‘membersihkan’
komunis menggelora dimana-mana. Militer dikerahkan ke seluruh negri,
Mereka yang dianggap pendukung komunis, dibantai, ditangkap, disiksa
dan dibuang tanpa pernah ada pengadilan yang adil dan bukti yang jelas.
Kebanyakan dari mereka yang ditangkap adalah buruh dan petani.
4. Tragedi mei 1998 dimana etnis tionghoa mengalami pembantaian,
pengrusakan properti, pemerkosaan dan penculikan.
5. Kerusuhan Sampit, (Februari 2001) Kalimantan Barat antara suku Dayak
dan Suku Madura.
Kebanyakan kasus Genosida yang terjadi sebelum masa kemerdekaan memiliki
motif atau latar belakang kepentingan politik para penjajah di masa itu. Sedangkan
kasus Genosida yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia seperti kasus
G30SPKI,dimana pembantaian dilakukan terhadap mereka yang menganut paham dan
termasuk golongan komunis merupakan kasus Genosida dengan latar belakang
faham atau golongan.
Kasus Genosida yang disebut terakhir, yaitu kerusuhan Sampit merupakan
salah satu kasus Genosida yang memiliki latar belakang pertikaian SARA.
Kasus Genosida Internasional
Selain di Indonesia, dunia memiliki sejarah sendiri tentang terjadinya
Genosida. Sebagian kasus di antaranya adalah :
Pembantaian bangsa Kanaan oleh bangsa Yahudi pada milenium pertama
6. sebelum Masehi.
Pembantaian bangsa Helvetia oleh Julius Caesar pada abad ke-1 SM.
Pembantaian suku bangsa Keltik oleh bangsa Anglo-Saxon di Britania dan
Irlandia sejak abad ke-7.
Pembantaian bangsa-bangsa Indian di benua Amerika oleh para penjajah
Eropa semenjak tahun 1492.
Pembantaian bangsa Aborigin Australia oleh Britania Raya semenjak
tahun 1788.
Pembantaian Bangsa Armenia oleh beberapa kelompok Turki pada
akhir Perang Dunia I.
Pembantaian Orang Yahudi, orang Gipsi (Sinti dan Roma) dan suku bangsa
Slavia oleh kaum Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
Pembantaian suku bangsa Jerman di Eropa Timur pada akhir Perang Dunia
II oleh suku-suku bangsa Ceko, Polandia dan Uni Soviet di sebelah timur
garis perbatasan Oder-Neisse.
Pembantaian lebih dari dua juta jiwa rakyat oleh rezim Khmer Merah pada
akhir tahun 1970-an.
Pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Hussein Irak pada
tahun 1980-an.
Pembantaian kaum berkulit hitam di Darfur oleh
milisi Janjaweed di Sudan pada 2004. Pembantaian ini dianggap Genosida
oleh pemerintah Amerika Serikat namun dianggap tidak oleh PBB.
2.3 Pengendalian dan Pencegahan Genosida dalam
Masyarakat
Telah dibahas sebelumnya bahwa Genosida merupakan bagian dari pola
hubungan antar kelompok, dalam pokok bahasan disini, Genosida menjadi salah
7. satu pola hubungan antar kelompok etnis. Berdasarkan uraian kasus kasus diatas,
dapat terlihat bahwa genosida yang terjadi, berkembang dan pecah bukan hanya
karena perilaku menyimpang dari kedua belah pihak yang memanfaatkan rasa
etnosentris pada diri mereka untuk melakukan hal yang tidak manusiawi, tetapi ada
juga faktor dari luar kelompok yang menyebabkan itu bisa terjadi.
Salah satu yang dibahas diatas adalah ketidakpuasan kelompok atas kinerja
pemerintah yang tidak tuntas dalam menyelesaikan masalah antar dua belah pihak
sehingga menyebabkan kelompok bersangkutan mencari cara lain untuk
menyelesaikan. Atas dasar solidaritas terhadap sesama kelompok satu etnis, maka
mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum dan tidak manusiawi.
Tindakan ini bisa dikategorikan tindakan yang menyimpang atau tidak sesuai
harapan masyarakat. Selain itu adanya diversifikasi yang terjadi baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat menyebabkan kecemburuan sosial dan
berujung pada dendam yang mengakar.
Sehubungan dengan penyimpangan yang dilakukan kelompok tentunya ada
pengendalian sosial yang dilakukan. Menurut Berger, cara pengendalian terakhir
dan tertua adalah dengan paksaan fisik.
Pada kasus kerusuhan Sampit, bentuk pengendalian
yang dilakukan adalah dalam bentuk fisik. Hal ini dilakukan karena kategori
penyimpangan yang dilakukan masyarakat sudah memasuki kategori criminal berat
yang direncanakan oleh kolektif. Bentuk pengendalian yang diambil pun lebih kuat yaitu
melalui militer pemerintahan yang turun langsung dan menghentikan tindakan Genosida
secara langsung dan fisik.
Disamping itu, baik di Indonesia maupun internasional telah ditetapkan
hukum-hukum tentang keberlangsungan hidup (HAM) pada umumnya dan
perlindungan terhadap kelompok masyarakat dan golongan baik etnis atau bukan.
Di Indonesia Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota
yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hakasasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang
juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh
warga negara Indonesia.
Akan tetapi Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang
yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
Berdasarkan UU no. 26 tahun 2000, pelanggaran HAM meliputi kejahatan
Genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A :
“ adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara: Membunuh anggota kelompok; Mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; Memindahkan secara paksa anak-anak dari
8. kelompok tertentu ke kelompok lain; Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah
kelahiran di dalam kelompok; “
Dunia internasional sendiri merujuk peraturan HAM oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang merupakan organisasi dunia dan dibentuk dengan
alasan utama hak asasi manusia. Kekejaman dan Genosida setelah Perang Dunia II
menyebabkan munculnya konsensus bahwa organisasi baru ini harus bekerja untuk
mencegah tragedi serupa di masa mendatang. Tujuan awal adalah menciptakan
kerangka hukum untuk mempertimbangkan dan bertindak atas keluhan tentang
pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa hak 370 juta masyarakat adat di seluruh dunia juga merupakan
suatu fokus untuk PBB, dengan Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang
disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 2007. Deklarasi ini menguraikan hak-hak
individu dan kolektif untuk budaya , bahasa, pendidikan, identitas, pekerjaan dan
kesehatan, menyikapi isu-isu pasca-kolonial yang dihadapi masyarakat adat selama
berabad-abad. Deklarasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan, memperkuat dan
mendorong pertumbuhan adat, budaya institusi dan tradisi. Deklarasi ini juga melarang
diskriminasi terhadap masyarakat adat dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam
hal-hal yang menyangkut masa lalu, masa sekarang dan masa depan mereka.
Meski bisa dilakukan tindakan pengendalian, perlu juga dipahami bahwa
tindakan pencegahan akan jauh lebih baik jika tindakan pencegahan juga dilakukan
sejak awal. Jika menilik kasus genosida bernuansa etnis diatas, dapt terlihat bahwa
masalah antar dua kelompok bertikai dimulai dari ketidakcocokan dan prasangka yang
berkembang menjadi streotip negatif tertentu. Diversifikasi etnis yang dilakukan pihak
luar ataupun pemerintah juga menjadi salah satu penyebabnya. Dan yang paling utama
adalah tidak terselesaikannya urusan hukum secara tuntas antara kedua belah pihak
yang berseteri sehingga salah satu pihak atau keduanya memilih untuk bertindak
secara agresif untuk mendapat keinginannya. Karena itu tindakan pencegahan yang
paling penting adalah berasal dari pemerintah sebagai pihak yang memiliki kuasa lebih.
Tindakan pencegahan yang paling utama adalah memastikan apabila ada
kasus antar dua kempompok etnis, proses hukum berjalan dengan sebagaimana
mestinya sesuai peraturan yang berlaku dan tanpa memihak salah satunya. Dengan
berjalannya proses hukum yang baik, akan menimbulkan kepercayaan terhadap
hukum sehingga jika ada suatu pertikain baik bernuansa etnis ataupun tidak,
kelompok-kelompok tersebut akan mempercayakan penyelesaiannya kepada hukum
pemerintah bukannya malah bertindak agresif dan menyimpang.
Tindakan pencegahan berikutnya adalah memastikan peraturan-peraturan
yang ada sudah cukup meng-cover segala hak dan kewajiban serta perlindungan
bagi masyarakat etnis tanpa mendahulukan atau menkhususkan etnis manapun.
Dengan adanya peraturan tersebut, masyrakat etnis akan merasa aman dan tidak
akan terpicu untuk membuat tindakan sendiri tapi menjadikan peraturan pemerintah
sebagai rujukan pertama.
Kedua pencegahan diatas sangat penting untuk menghindari eskalasi konflik
yang mungkin terjadi antar dua kelompok etnis terutama di Negara Indonesia yang
terdiri dari ribuan suku bangsa berbeda. Penting bagi Indonesia untuk memliki
9. peraturan dengan status hukum yang kuat tentang keberadaan ettnis-etnis yang
berbeda dalam kawasaanya. Tugas pemerintahlah untuk memastikan semua peraturan
dijalankan dengan semestinya.
Selain pencegahan dari pihak luar, anggota kelompok etnis sendiri pun perlu
menumbuhkan rasa toleransi terhadap etnis lain sebagai salah satu langkah merubah
pola pikir atas prasangka maupun stereotip etnis tertentu yang kerap kali menjadi awal
permusuhan antar etnis. Stereotip-stereotip yang berkembang seperti suku Minang
yang perhitungan, suku Batak yang kasar ataupu suku Jawa yang kaku dan konservatif
sebenarnya bisa dihapuskan. Harus ada pemahaman di kalangan semua masyarakat
terutama masyarakat yang masih menganut nilai-nilai etnis tertentu bahwa stereotip
bukanlah penilaian mutlak untuk keseluruhan mayarakat etnis tertentu. Sehingga tidak
ada anggapan bahwa etnis tertentu adalah lebih baik dari etnis lainnya. Sikap saling
toleran dan terbuka dengan perbedaan tentunya mampu menumbuhkan sikap saling
menghormati antar etnis sehingga tidak akan terjadi pertikaian hingga tindakan seperti
Genosida.
10. BAB III
KESIMPULAN
Genosida yaitu pembunuhan massal terhadap suatu etnis tertentu merupakan
tindakan menyimpang yang tidak manusiawi yang seringkali diikuti dengan
perilaku menyimpang lainnya seperti penculikan, pemerkosaan dan penyiksaan.
Banyak hal yang melatarbelakangi tindakan Genosida seperti adanya
kepentingan politik, ekonomi dan juga rasa etnosentrisme berlebihan sehingga
membuat suatu etnis pantas memusnahkan etnis lainnya.
Rasa etnosentrisme negatif dapat dicegah mulai dari pemerintah yang harus
memastikan adanya peraturan hukum yang kuat tentang masyarakat etnis,
pelaksanaanya hingga tuntas dan tanpa memihak, serta harus adanya pemahaman dari
masyrakat sendiri tentang toleransi antar etnis. Pengendalian Genosida apabila sudah
terjadi adalah berupa pengendalian fisik melibatkan pihak berwajib baik dari dalam
negeri maupun luar negeri jika dibutuhkan.