www.avermark.com
At Avermark, we have designed & developed our TIZONA series of CNC Chuckers, which are Cost-Effective, High-Productive, Occupies Less Floor Space, Low-maintenance, Latest CNC Controller and many more features.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Makalah Akhlak Tasawwuf created by: Andi Khaidir Akbar
1. BAB I
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Betapa bahayanya memiliki sifat Riya‟ dan Ujub, Karena, alangkah banyak orang yang
memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai
dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat.
Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta‟ala memerintahkan agar amal yang dikerjakan
ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari‟at. Selanjutnya, Allah
Subhanahu wa Ta‟ala memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan
amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari
selain-Nya dengan amalan itu.
2. Rumusan Masalah
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
1. Pembahasan tentang Riya‟.
2. Pembahasan tentang Ujub.
2. BAB II
B. PEMBAHASAN
1. Pembahasan Tentang Riya’
a. Definisi Riya’
Secara syar‟i, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi
riya‟, namun intinya sama, yakni seorang melakukan ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah, namun ia lakukan bukan karena Allah melainkan tujuan dunia. Al Qurthubi
mengatakan,” hakekat riya‟adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah dan arti
asalnya adalah mencari tempat di hati manusia”. Jadi riya‟ adalah melakukan ibadah
untuk mencari perhatian manusia sehingga mereka memuji pelakunya dan ia
mengharapkan pengagungan dan pujian serta penghormatan dari orang yang melihatnya.
Orang riya‟ ingin memperlihatkan superioritas dirinya kepada manusia. Orang riya‟ ingin
mendapatkan bagian keduniawian dari amal perbuatannya.
Orang riya‟ mencari amal perbuatan yang mestinya hanya antara dirinya
dengan Allah, tetapi dengan bertujuan kepada selain Dzat Allah Subhanahu wa Ta‟ala
Yang Maha Mulia, dan selain kehidupan akhirat. Orang yang riya‟ ingin melakukan suatu
ibadah yang telah diperintahkan Allah, akan tetapi ia melakukannya bukan karena Allah.
Riya‟ adalah topeng-keterpedayaan yang dapat menutupi manusia yang berwajah
masam, berjiwa buruk dan hati manusia yang keras. Riya‟ merupakan tabir halus (cat
pelapis) yang memburamkan antara suatu kejelekan dengan kejelekan lainnya. Riya‟
merupakan barang palsu (imitasi) yang dijajakan di pasar untuk diperdagangkan,
selamanya riya‟ tidak akan menguntungkan. Riya‟ merupakan suatu kesamaran, yang
tidak dapat diindera dan diketahui oleh semua orang.
3. B. Faktor-faktor penyebab riya
1. Latar belakang kehidupan
Jika seorang anak tumbuh dalam asuhan keluarga yang memiliki suasana riya atau
ia tumbuh dalam lingkungan dengan tradisi perilaku riya yang kental, maka sangat besar
kemungkinannya ia juga terjangkit penyakit hati itu. Karenanya, Rasulullah berpesan agar
umatnya memilih pasangan hidup yang islami. Kepada para ikhwan, beliau berpesan
“...Maka pilihlah wanita yang taat menjalankan agama, niscaya engkau akan beruntung.”
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Kepada orang tua atau wali dari akhwat beliau berpesan, “Jika didatangi oleh seseorang
(untuk meminang putrimu) yang engkau ridha akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah ia
(dengan putrimu)”. (HR. tirmidzi)
2. Persahabatan yang buruk
Yang dimaksud dengan persahabatan yang buruk adalah memiliki sahabat yang
berperangai buruk, dalam arti memiliki sifat riya‟ maupun sum‟ah. Persahabatan yang buruk
juga bisa mengakibatkan riya dan sum'ah. Terutama bagi orang yang lemah kepribadiannya
sehingga mudah terpengaruh. Sangat pentingnya persahabatan ini sehingga Rasulullah
mengumpamakan dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Kita bisa mendapat “bau
harum” dari pertemanan, kita juga bisa terkena “asap” dan “bau tidak sedap” dari
pertemanan.
3. Tidak memiliki ma'rifatullah
Jika seseorang memiliki ma'rifatullah yang baik, ia akan beribadah ikhlas kepada
Allah dan yakin ibadah itu dilihat oleh Allah dan dinilai-Nya. Ia juga sadar jika niatnya sudah
beralih kepada manusia, Allah justru tidak memberinya apa-apa.
4. Ambisi mendapatkan kedudukan atau kepemimpinan
Seseorang karena ingin memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan manusia
4. atau supaya orang lain menilai ia layak mendapatkan amanah kepemimpinan menjadikannya
bersikap riya. Ia ingin segala amal kebaikannya terekspos dan secara langsung
mempengaruhi pencitraannya. Ia dianggap baik, shalih, dihormati, dikagumi, dan diangkat
atau dipilih menjadi pemimpin.
5. Tamak terhadap milik orang lain
Sikap tamak terhadap harta atau ingin memiliki lebih dari yang dimiliki oleh
orang lain juga bisa mengakibatkan riya. Seperti orang yang berperang tetapi niatnya
mendapatkan ghanimah, atau popularitas. Sebagaimana diriwayatkan Abu Musa bahwa
Rasulullah pernah ditanya, “Ya Rasulullah, ada seorang yang berperang untuk memperoleh
ghanimah, ada yang ingin disebut-sebut, dan ada yang ingin posisinya dilihat manusia.
Manakah diantara mereka yang berperang di jalan Allah?” Rasulullah SAW menjawab,
“Barangsiapa berperang dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, dialah mujahid fi
sabilillah.” (HR. Bukhari)
6. Suka dipuji dan disanjung
Perangai suka dipuji dan disanjung akan mendorong seseorang berlaku riya dan
sum'ah, sementara kritik justru akan membuatnya maju menjadi lebih baik.
7. Terlalu ketat penilaian pemimpin
Dalam sebuah organisasi atau jamaah, jika pemipin atau qiyadah terlalu ketat
dalam menilai seseorang, bisa mengakibatkan timbulnya riya dan sum'ah pada orang
tersebut, khususnya yang tidak memiliki jiwa besar. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang baik itu tidak mengerjakan sesuatu kecuali ia menilainya baik dan tidak
meninggalkan sesuatu kecuali jika ia menilainya buruk.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
8. Terlalu dikagumi orang lain
Terlalu dikagumi orang lain juga bisa bisa menjadi sebab timbulnya riya.
Kekaguman bisa menjadi semacam candu. Semakin dikagumi seseorang akan semakin
berusaha agar kekaguman orang lain bertahan atau meningkat. Karenanya Rasulullah
5. mengingatkan agar tidak memuji orang di depannya secara langsung.
9. Takut menjadi omongan orang lain
Ini juga bisa menyebabkan timbulnya riya. Karena takut dinilai jelek orang lain,
atau menjadi bahan perbincangan, menjadi obyek ghibah, maka seseorang kemudian berbuat
yang baik dan berupaya mengeksposnya, atau mendemonstrasikan kebaikan dan amal
shalihnya.
10. Lalai terhadap dampak buruk riya.
Ketidaktahuan dan kelalaian seseorang terhadap dampak buruk dan bahaya riya
dan sum'ah menjadikannya tidak merasa salah atau menyesal berlaku riya dan sum'ah,
bahkan larut dalam sikap itu. Sebaliknya, jika seseorang memahami dengan baik dampak riya
dan sum'ah, yang sangat merugikan dirinya di akhirat kelak, ia akan berusaha menjaga diri
agar terhindar dari riya dan sum'ah itu.
2. Pembahasan Tentang Ujub
Definisi Ujub.
Sufyan Ats-Tsauri rohimahumulloh, meringkas definisi ujub sebagai berikut:
“Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri sehingga seolah-olah dirinyalah yang paling
utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya
itu dan boleh jadi perkara haram lebih suci jiwanya ketimbang dirinya”
Imam Syafi‟i rohimahumulloh berkata :
“Baransgsiapa yang mengangkat-angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan
menjatuhkan martabatnya”
Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang
dilakukannya dan menganggapnya bagai angin lalu.
6. Nabi SAW telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits:
“Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya,
dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin
melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya” (HR.
Bukhari)
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata:
“Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara ini: ujub
terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya.
Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.”
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata:
“Allah tidak akan mengampuni si Fulan! Maka Allah Subhanahu wa Ta‟ala pun berfirman:
“Siapakah yang lancang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni Fulan?!
Sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalanmu!” (HR. Muslim)
Sebab-Sebab Ujub
1. Faktor Lingkungan dan Keturunan
Yaitu keluarga dan lingkungan tempat seseorang itu tumbuh. Ia akan menyerap
kebiasaan-kebiasaan keduanya atau salah satunya yang positif maupun negatif, seperti sikap
senang dipuji, selalu menganggap diri suci dll.
2. Sanjungan dan Pujian yang Berlebihan.
Sering kita temui sebagian orang yang terlalu berlebihan dalam memuji hingga
seringkali membuat yang dipuji lupa diri.
7. 3. Bergaul Dengan Orang yang Terkena Penyakit Ujub.
Tidak aneh lagi/sudah jelas bahwa setiap orang akan mengikuti pola tingkah laku
temannya. Rasulullah SAW sendiri bersabda:
“Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang jahat adalah seperti orang yang berteman
dengan penjual minyak wangi dan pandai besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala
Begitu banyak nikmat yang diterima seorang hamba, tetapi ia lupa kepada Allah
Subhanahu wa Ta‟ala yang telah memberinya nikmat itu. Sehingga hal itu menggiringnya
kepada penyakit ujub, ia membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk
dibanggakan.
5. Menangani Suatu Pekerjaan Sebelum Matang Dalam Menguasainya dan Belum Terbina
Dengan Sempurna
Sekarang ini banyak kita temui orang-orang yang berlagak pintar persis seperti
kata pepatah „sudah dipetik sebelum matang‟. Yang lebih parah lagi adalah seorang yang
mencuat sebagai seorang ulama padahal ia tidak memiliki ilmu sama sekali. Lalu ia
berkomentar tentang banyak permasalahan, yang terkadang ia sendiri jahil tentang hal itu
Sepintas lalu apa yang mereka ucapkan mungkin benar, namun lambat laun masyarakat akan
tahu bahwa mereka telah tertipu!
6. Jahil dan Mengabaikan Hakikat Diri (Lupa Daratan)
Sekiranya setiap manusia benar-benar merenungi dirinya, asal-muasal
penciptaannya sampai tumbuh menjadi manusia sempurna, niscaya ia tidak akan terkena
penyakit ujub.
7. Berbangga-bangga Dengan Nasab dan Keturunan
Setiap manusia terkadang memandang mulia diri-nya karena darah biru yang
mengalir di tubuhnya, jabatan yang dimilikinya, maupun status social dalam dirinya. Ia
menganggap dirinya lebih utama dari si Fulan dan Fulan. Ia tidak mau mendatangi si Fulan
8. sekalipun berkepentingan. Dan tidak mau mendengarkan ucapan si Fulan. Tidak syak lagi,
ini merupakan penyebab utama datangnya penyakit ujub.
8. Lengah Terhadap Akibat yang Timbul dari Penyakit Ujub
Sekiranya setiap manusia menyadari bahwa ia hanya menuai dosa dari penyakit
ujub yang menjangkiti dirinya dan menyadari bahwa ujub itu adalah sebuah pelanggaran,
sedikitpun ia tidak akan kuasa bersikap ujub. Apalagi jika ia merenungi sabda Rasulullah
SAW:
”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan
semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah,
bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sendal yang dipakainya
juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai
keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”
(HR. Muslim dari Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu „anhu) awal hadits berbunyi: “Tidak
akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya).
9. BAB III
C. PENUTUP
1. DAFTAR PUSTAKA
http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3330-beda-riya-dan-ujub.html
http://saidalfaraby.wordpress.com/
http://kaahil.wordpress.com/
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=506:
menghilangkan-riya-ujub-dan-sumah&catid=1:tanya-jawab
http://kaimislam.wordpress.com/
http://ewidoyoko.blogspot.com/