1. Otonomi Daerah dan
Desentralisasi Pangan
Mata Kuliah: Kebijakan Publik
Prodi: Pembangunan Wilayah Perdesaan
Dosen: DR. Ir. Endry Martius, MSc
Pasca Sarjana Unand – Limau Manih
2013 – 05 -04
Oleh: Jeffri Argon, SE
2. Otonomi Daerah
Pada dasarnya dilakukan untuk
mendekatkan pemerintah kepada
rakyat
Disusun UU 22/1999 dan UU 32/1999
untuk penetapan Otonomi Daerah,
dalam perkembanganya kemudian
diganti menjadi UU 32 dan 33/2004
3. Peran Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam
skenario pembangunan, diarahkan untuk
meningkatkan produksi pertanian guna
memenuhi kebutuhan pangan”
Data terakhir International Food Policy Research
Institute (IFPRI) yang diolah dari 42 negara
menunjukkan bahwa peningkatan produksi
pertanian US$ 1 menghasilkan peningkatan
pertumbuhan kegiatan ekonomi senilai US$ 2.32
(Clements,99). Ini menunjukkan jika sektor
pertanian tidak produktif maka pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan suatu negara akan
menurun pula.
4. Kebijakan Pangan
Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan
dasar yang pemenuhannya merupakan
hak azasi manusia, sebagaimana di
sebutkan dalam UU 18/2012
5. Pangan dan Budaya Lokal
• Indonesia terdiri dari beragam suku,
beragam budaya, begitu juga
makanannya
• Pada awal kemerdekaan dengan
beragamnya suku ini ditandai dnegan
beragam pula makanan pokok yang
dikonsumsi oleh penduduk Indonsia (Nasi
di Jawa, Sumatra – Jagung di Madura –
Sagu di Indonesia Timur), dll
6. Orba: Transmigrasi dan Swasembada
Pangan
• Suksesnya transmigrasi dan program
swasembada pangan di Orba, menyebabkan
konsumsi nasi/beras meningkat dan menjadi
makanan pokok yang umum dan menjadi
komoditas strategis di seluruh wilayah
Indonesia
7. Reformasi: Daerah Menjadi Otonom
• Dengan sistem pemerintahan yang
terdesentralisasi, maka, daerah menjadi
otonom, nilai-nilai lokal pun mengemuka,
semangat rasionalitas sebagai pengemban
amanat rakyat membuat pemerintah daerah
pun mulai meninggalkan nilai-nilai lama
warisan kolonial dan orde-orde sebelumnya
8. Reformasi: Meningkatnya Daya Kritis
Masyarakat
• Suksesnya pembangunan sosio-ekonomi,
begitu juga dengan infromasi yang semakin
terbuka, mampu meningkatkan daya kritis
dan pengetahuan masyarakat, sehingga
demokratisasi pun lebih mengemuka.
• Konsep-konsep pemaksaan yang berasal
dari pemerintah orde sebelumnya seperti
KB, Transmigrasi, dll , jarang terlaksana
9. Reformasi: Kesulitan dalam
Ekstensifikasi dan Intensifikasi Sawah
• Pada masa ini areal sawah pun semakin terdesak,
begitu juga intensifikasi sulit dilaksanakan karena,
bertambah pesatnya jumlahpenduduk dan
meningkatnya daya kritis, serta bertambahnya
kepentingan-kepentingan dalam pembangunan.
• Disisi lain dengan bertambahnya jumlah
penduduk kebutuhan pangan meningkat,
sebagian besar makan pokok rakyat adalah beras
yang berasal dari sawah yang tanahnya semakin
sulit, impor beras pun dilakukan
10. UU No. 18/2012 - Dasar Kebijakannya
• Bahwa Indonesia tidak boleh dikendalikan pihak
manapun dalam hal kebijakan pangan dan impor
pangan pokok merupakan pilihan terakhir dalam
memenuhi kecukupan kebutuhan pangan
• bahwa sebagai negara dengan jumlah penduduk
yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya
alam dan sumber Pangan yang beragam,
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan
Pangannya secara berdaulat dan mandiri
11. Desentralisasi Pangan
• UU 18/2012 tentang pangan itu didalamnya
terkandung misi memberi kewenangan yang
besar kepada pemerintah daerah (pemda) dalam
pengelolaan pangan. Maksudnya agar potensi
pangan daerah bisa tergali dalam rangka
memperkuat ketahanan pangan di daerah.
12. Pro dan Kontra: Desentralisasi Pangan
• Pro:
“Ketahanan pangan kita harus diselamatkan, jika masyarakat
mengalami rawan pangan, maka kita menjadi bangsa lemah, stabilitas
negara pun bisa terganggu akibat banyak rakyat kelaparan, jalan yang
terbaik untuk mengendalikan ketahanan pangan pada masing-masing
daerah adalah mengembalikan nilai-nilai lokal yang terdapat di daerah,
sehingga ketergantungan pada beras yang memerlukan lahan sawah
yang besar pun akan dikurangi”
”Kemudian suatu daerah akan mampu memproduksi, mengolah, dan
memasarkan pangan berkualitas serta sesuai dengan karakteristik dan
perilaku konsumsi pangan masyarakatnya”
13. Pro dan Kontra: Desentralisasi Pangan
(lanjutan)
• Kontra:
“Walaupun nantinya di pusat akan dibentuk badan khusus yang
berwenang dalam pengelolaan pangan ini, namun kemampuan
pemda untuk mengelola pangan secara mutlak diragukan,
Menggali potensi pangan lokal memang penting, namun
pengalaman selama ini membuktikan bahwa pemda tidak
mampu mengelola komoditas pangan dengan baik, malah
nantinya bisa ditunggangi kepentingan asing dalam hal
komoditas pangan ini yang dapat menimbulkan Liberalisasi
Pangan”
14. Usaha yang perlu dilakukan dalam Rangka
Desentralisasi Pangan
• Fakta tentang Desentralisasi: Ada daerah yang mampu bekerja secara efisien
memberikan terobosan-terobosan yang cukup berarti, namun di sisi lain lebih
banyak daerah yang terjerembab kebangkrutan karena inefisiensi dan kebocoran
serta utang daerah yang membengkak.
• Mindset birokrasi daerah yang selama ini terpengaruh warisan feodalisme,
kolonialisme dan orde baru (yang sangat sentralistik) harus diubah, jangan lagi
bertindak sebagai penguasa yang senantiasa harus dilayani, namun pemerintah
seharusnya bisa berkoordinasi dengan rakyat, pihak swasta dalam ketahanan
pangan, karena masalah ketahanan pangan merupakan masalah lintas daerah,
lintas sektor yang mempengaruhi banyak orang
• Beberapa ahli telah menyarankan berbagai usaha untuk memperbaiki kinerja,
salah satunya adalah semangat enterpreneurship/kewirausahaan ke dalam
birokrasi pemerintah, kewirausahaan ini bukan diartikan menjadikan
pemerintahan sebagai bisnis/usaha untuk memperkaya diri sendiri, namun lebih
kepada semangat melayani masyarakat, juga semangat untuk tidak selalu berada di
“zona aman”, membuat inovasi.
• Juga harus diperhatikan jika pemerintah pusat nantinya akan membentuk badan
khusus yang berwenang dalam pengelolaan pangan ini, fungsinya nanti jangan
sampai tumpang tindih dengan badan lain seperti Bulog, Badan Ketahanan Pangan
dan badan-badan pangan lainnya
15. Usaha yang perlu dilakukan dalam Rangka
Desentralisasi Pangan (Lanjutan)
• Faktor utama tingginya harga pangan dalam negeri jika dibandingkan
dengan pangan impor ialah rantai perdagangan yang panjang. Sehingga
diperlukan penguasaan lahan, infrastruktur, teknologi, kontinuitas, dan
produksi yang lebih baik bagi petani lokal agar tidak ladang subur bagi
rentenir dan pengepul untuk meraup keuntungan. Desentralisasi pangan
dengan cakupan pemasaran yang relatif sempit (dalam satu
kabupaten/kota atau provinsi) dapat memperpendek rantai tersebut.
• Menggerakkan dan memperkukuh pasar serta usaha perekonomian lokal.
Dengan demikian harga komoditas dapat terjangkau karena rantai
perdagangan pendek akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
pada gilirannya memperkukuh stabilitas perekonomian nasional.
• Memperkuat kelembagaan masyarakat. Teritori yang sempit dan
kedekatan masyarakat menjadi modal sosial yang baik untuk
perkembangan kelembagaan masyarakat, seperti kelembagaan petani,
nelayan, buruh, dan pedagang. Masyarakat yang terlembagakan dengan
baik dapat menjalankan fungsi pengawasan dan dukungan terhadap
sistem ketahanan pangan.
16. Kesimpulan
• Desentralisasi pangan adalah terobosan yang baik untuk
ketahanan pangan juga untuk mengembalikan nilai-nilai lokal,
dengan beragamnya suku dan budaya di Indonesia, sudah
selayaknya jika pengelolaan pangan pun di kembalikan ke
daerah, agar nilai-nilai lokal yang selama ini tersimpan akibat
sistem yang tersentralisasi, bisa digali lagi sehingga pangan
Indonesia tidak tergantung lagi pada satu pangan pokok yang
telah ternasionalisasi selama ini yaitu “Beras”
• Namun harus dilakukan juga pengawasan dan revitalisasi
dalam pelaksanaan program pangan di daerah, jangan sampai
terjadi kasus seharusnya nilai lokal yang digali, namun yang
terjadi malah kepentingan luar yang terjadi
17. Daftar Bacaan
Todaro dan Smith, “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga” Edisi ke-9, 2009
Budi Winarno, “Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus”), 2012
Solichin Abdul Wahab, “Analisis Kebijakan”, 2012
Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin, 2010, Pembangunan Wilayah: Perspektiff Ekonomi,
Sosial, dan Lingkungan. LP3ES
Sajogyo-Pudjiwati Sajogyo, “Sosiologi Pedesaan (Kumpulan Bacaan)”, 2011, UGM Pres
Sunita Almatsier, “Prinsip Dasar Ilmu Gizi”, 2001, GPU
UU No. 18/2012
(http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_pengumuman/UU_Pangan_No.18_.pdf)
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/05/13/otonomi-pangan-dan-
desentralisasi-komoditas-462551.html
http://arpansiregar.wordpress.com/2012/12/25/dasar-pertimbangan-uu-nomor-18-tahun-
2012-tentang-pangan/
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono26-4.pdf
http://www.jurnas.com/halaman/15/2011-11-04/187878