Laporan ini membahas pembuatan unguentum asam salisilat dengan bahan asam salisilat dan vaselinum flavum. Dilakukan evaluasi homogenitas, daya lekat, daya sebar, dan kemampuan proteksi. Hasilnya menunjukkan tidak homogen, daya lekat 1,3 detik, daya sebar semakin besar dengan tambahan beban, dan kemampuan proteksi 42 detik.
Laporan ini membahas tentang pembuatan sediaan eliksir parasetamol. Terdapat tujuan pembuatan yaitu mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan eliksir parasetamol dengan baik serta membuat kemasannya. Dokumen ini juga menjelaskan teori, bahan, perhitungan, dan penetapan dosis eliksir parasetamol.
Laporan akhir praktikum sediaan solid parasetamol dengan metode granulasi basah yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa farmasi UMM. Granulasi basah digunakan untuk meningkatkan kompaktibilitas dan aliran parasetamol yang buruk dengan menambahkan zat pengikat air untuk membentuk granul."
Dokumen tersebut membahas tentang formulasi teknologi sediaan suppositoria non steril yang berisi parasetamol. Secara ringkas, dibahas tentang indikasi, farmakokinetik, mekanisme kerja, efek samping, kontraindikasi, peringatan, dan interaksi obat parasetamol. Juga dibahas sifat fisika kimia zat aktif dan bahan tambahan seperti oleum cacao dan cetaceum yang digunakan dalam pembuatan suppositoria. Terakhir
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis sediaan obat luar yang umum, yaitu salep, krim, pasta, dan jelly. Jenis-jenis tersebut memiliki komposisi dan sifat yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan penggunaannya sebagai obat luar.
Laporan ini membahas tentang pembuatan sediaan eliksir parasetamol. Terdapat tujuan pembuatan yaitu mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan eliksir parasetamol dengan baik serta membuat kemasannya. Dokumen ini juga menjelaskan teori, bahan, perhitungan, dan penetapan dosis eliksir parasetamol.
Laporan akhir praktikum sediaan solid parasetamol dengan metode granulasi basah yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa farmasi UMM. Granulasi basah digunakan untuk meningkatkan kompaktibilitas dan aliran parasetamol yang buruk dengan menambahkan zat pengikat air untuk membentuk granul."
Dokumen tersebut membahas tentang formulasi teknologi sediaan suppositoria non steril yang berisi parasetamol. Secara ringkas, dibahas tentang indikasi, farmakokinetik, mekanisme kerja, efek samping, kontraindikasi, peringatan, dan interaksi obat parasetamol. Juga dibahas sifat fisika kimia zat aktif dan bahan tambahan seperti oleum cacao dan cetaceum yang digunakan dalam pembuatan suppositoria. Terakhir
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis sediaan obat luar yang umum, yaitu salep, krim, pasta, dan jelly. Jenis-jenis tersebut memiliki komposisi dan sifat yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan penggunaannya sebagai obat luar.
Titrasi nitrimetri menggunakan NaNO2 sebagai titran untuk menitrasi zat yang mengandung gugus amina aromatis atau dapat dihidrolisis menjadi amina aromatis. NaNO2 akan membentuk asam nitrit yang bereaksi dengan sampel membentuk garam diazonium. Titik akhir dapat ditentukan secara visual menggunakan indikator dalam atau luar, atau secara elektrometri menggunakan elektroda. Katalis seperti
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai sediaan cair (liquid) yang mencakup definisi, jenis (larutan, suspensi, emulsi), jenis sediaan liquid (obat terlarut, sebagian terlarut, tidak terlarut), keuntungan dan kerugian, metode pembuatan (larutan, suspensi, emulsi), dan contoh formulasi dasar liquid seperti larutan telinga, tetes hidung, kumur, minum, eliksir, sirup.
Ekstraksi herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) dilakukan menggunakan metode ekstraksi dingin berupa maserasi dengan pelarut metanol selama 3 hari. Tujuan ekstraksi ini adalah untuk memperoleh ekstrak dari herba tersebut.
Ekstraksi dingin menggunakan maserasi dan perkolasi dilakukan untuk mengekstrak senyawa aktif dari dua jenis simplisia, yaitu daun jambu biji dan rimpang kunyit. Maserasi digunakan untuk daun jambu biji sedangkan perkolasi untuk rimpang kunyit. Parameter yang diukur antara lain susut pengeringan, kadar air, dan rendemen ekstrak. Senyawa marker daun jambu biji adalah kuersetin sedangkan rimpang kun
Praktikum anatomi dan fisiologi manusia melibatkan penanganan hewan coba mencit. Laporan ini membahas tentang latar belakang, tujuan, dan prosedur penanganan mencit sebagai hewan percobaan, termasuk cara memegang dan memberikan obat secara oral, intravena, intramuscular, subkutan, dan intraperitoneal.
1. Cara pembuatan serbuk melibatkan pengayakan dan pengadukan bahan secara bertahap berdasarkan berat jenis dan sifat kimia untuk mendapatkan campuran yang homogen dan halus.
2. Serbuk harus kering, halus, homogen, dan memenuhi standar keragaman kandungan.
3. Ada 3 klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halusnya yaitu sangat kasar, kasar, setengah kasar, halus, dan sangat halus dengan
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Dokumen tersebut membahas berbagai bentuk sediaan farmasi yang umum digunakan beserta keuntungan dan kerugiannya, seperti tablet, kapsul, pil, larutan, salep, krim, gel, pasta, lotion, injeksi, suppositoria, inhaler, serbuk, tetes, emulsi, dan suspensi.
Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh temperatur terhadap kelarutan asam benzoat dan asam borat. Kelarutan kedua zat diukur pada suhu kamar, 450C, dan 600C. Hasilnya menunjukkan bahwa kelarutan asam benzoat dan asam borat meningkat dengan peningkatan suhu.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pengertian, peraturan pembuatan, persyaratan, penggolongan, dan contoh resep salep. Secara ringkas, salep adalah sediaan setengah padat yang digunakan sebagai obat luar yang terdiri atas bahan aktif dan dasar salep. Pembuatannya mematuhi aturan tertentu sesuai sifat zat aktifnya.
Dokumen tersebut merangkum berbagai jenis alkaloid beserta contohnya dari tanaman. Ada 9 jenis alkaloid yang dijelaskan secara singkat yaitu alkaloid tropana, indol, piridin dan piperidin, imidazole, quinolin, isoquinolin, steroid, purin, dan diterpen beserta contoh tanaman dan kegunaannya.
Dokumen tersebut membahas tentang pengendalian mutu simplisia dan ekstrak tanaman obat. Terdapat beberapa parameter yang dikontrol untuk memastikan mutu simplisia dan ekstrak, seperti identifikasi spesies, parameter makroskopik, mikroskopik, uji kimiawi, dan uji mikrobiologi. Ekstrak juga dikontrol mutunya berdasarkan parameter spesifik seperti kandungan senyawa kimiawi tertentu. Standardisasi dilakukan untuk
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakGina Sakinah
Dokumen tersebut membahas tentang standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak herbal. Standarisasi adalah proses menetapkan standar yang dilakukan secara tertib dengan memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Standarisasi mencakup parameter kualitas seperti kemurnian, kandungan zat aktif, dan ketiadaan zat berbahaya seperti logam berat dan residu pestisida. Standarisasi bertujuan mempertahankan konsistensi
Titrasi nitrimetri menggunakan NaNO2 sebagai titran untuk menitrasi zat yang mengandung gugus amina aromatis atau dapat dihidrolisis menjadi amina aromatis. NaNO2 akan membentuk asam nitrit yang bereaksi dengan sampel membentuk garam diazonium. Titik akhir dapat ditentukan secara visual menggunakan indikator dalam atau luar, atau secara elektrometri menggunakan elektroda. Katalis seperti
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai sediaan cair (liquid) yang mencakup definisi, jenis (larutan, suspensi, emulsi), jenis sediaan liquid (obat terlarut, sebagian terlarut, tidak terlarut), keuntungan dan kerugian, metode pembuatan (larutan, suspensi, emulsi), dan contoh formulasi dasar liquid seperti larutan telinga, tetes hidung, kumur, minum, eliksir, sirup.
Ekstraksi herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) dilakukan menggunakan metode ekstraksi dingin berupa maserasi dengan pelarut metanol selama 3 hari. Tujuan ekstraksi ini adalah untuk memperoleh ekstrak dari herba tersebut.
Ekstraksi dingin menggunakan maserasi dan perkolasi dilakukan untuk mengekstrak senyawa aktif dari dua jenis simplisia, yaitu daun jambu biji dan rimpang kunyit. Maserasi digunakan untuk daun jambu biji sedangkan perkolasi untuk rimpang kunyit. Parameter yang diukur antara lain susut pengeringan, kadar air, dan rendemen ekstrak. Senyawa marker daun jambu biji adalah kuersetin sedangkan rimpang kun
Praktikum anatomi dan fisiologi manusia melibatkan penanganan hewan coba mencit. Laporan ini membahas tentang latar belakang, tujuan, dan prosedur penanganan mencit sebagai hewan percobaan, termasuk cara memegang dan memberikan obat secara oral, intravena, intramuscular, subkutan, dan intraperitoneal.
1. Cara pembuatan serbuk melibatkan pengayakan dan pengadukan bahan secara bertahap berdasarkan berat jenis dan sifat kimia untuk mendapatkan campuran yang homogen dan halus.
2. Serbuk harus kering, halus, homogen, dan memenuhi standar keragaman kandungan.
3. Ada 3 klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halusnya yaitu sangat kasar, kasar, setengah kasar, halus, dan sangat halus dengan
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Dokumen tersebut membahas berbagai bentuk sediaan farmasi yang umum digunakan beserta keuntungan dan kerugiannya, seperti tablet, kapsul, pil, larutan, salep, krim, gel, pasta, lotion, injeksi, suppositoria, inhaler, serbuk, tetes, emulsi, dan suspensi.
Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh temperatur terhadap kelarutan asam benzoat dan asam borat. Kelarutan kedua zat diukur pada suhu kamar, 450C, dan 600C. Hasilnya menunjukkan bahwa kelarutan asam benzoat dan asam borat meningkat dengan peningkatan suhu.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pengertian, peraturan pembuatan, persyaratan, penggolongan, dan contoh resep salep. Secara ringkas, salep adalah sediaan setengah padat yang digunakan sebagai obat luar yang terdiri atas bahan aktif dan dasar salep. Pembuatannya mematuhi aturan tertentu sesuai sifat zat aktifnya.
Dokumen tersebut merangkum berbagai jenis alkaloid beserta contohnya dari tanaman. Ada 9 jenis alkaloid yang dijelaskan secara singkat yaitu alkaloid tropana, indol, piridin dan piperidin, imidazole, quinolin, isoquinolin, steroid, purin, dan diterpen beserta contoh tanaman dan kegunaannya.
Dokumen tersebut membahas tentang pengendalian mutu simplisia dan ekstrak tanaman obat. Terdapat beberapa parameter yang dikontrol untuk memastikan mutu simplisia dan ekstrak, seperti identifikasi spesies, parameter makroskopik, mikroskopik, uji kimiawi, dan uji mikrobiologi. Ekstrak juga dikontrol mutunya berdasarkan parameter spesifik seperti kandungan senyawa kimiawi tertentu. Standardisasi dilakukan untuk
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakGina Sakinah
Dokumen tersebut membahas tentang standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak herbal. Standarisasi adalah proses menetapkan standar yang dilakukan secara tertib dengan memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Standarisasi mencakup parameter kualitas seperti kemurnian, kandungan zat aktif, dan ketiadaan zat berbahaya seperti logam berat dan residu pestisida. Standarisasi bertujuan mempertahankan konsistensi
Mahasiswa membuat gel Na Diklofenak untuk tujuan praktikum. Gel dibuat dengan bahan Na Diklofenak 1%, CMC Na 6%, dan Nipagin 0,3% dalam air. Gel dievaluasi melalui uji pH, homogenitas, kemampuan proteksi, daya sebar dan lekat. Hasil uji menunjukkan gel bersifat netral, homogen, dan mampu menyebar seiring bertambahnya beban.
Dokumen tersebut membahas tentang kimia farmasi, farmakope Indonesia IV, dan kriteria mutu krim. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi krim sebagai sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat dalam bahan dasar yang mengandung air tidak kurang dari 60%. Dokumen juga menjelaskan proses pembuatan, pengemasan, stabilitas, dan evaluasi mutu krim.
Sunscreen spray yang nyaman dan lembab dibuat dengan mengoptimalisasi komposisi xanthan gum dan aloe vera. Penelitian ini bertujuan menentukan perbandingan kedua bahan yang tepat sehingga memenuhi standar serta nyaman digunakan serta memberi efek lembab pada kulit. Berbagai formulasi dibuat dengan variasi komposisi xanthan gum dan aloe vera, kemudian diukur viskositas, pH, berat jenis, dan diuji lembab
Dokumen tersebut membahas tentang formulasi dan pembuatan suspensi cair dan semi padat. Terdapat informasi mengenai tujuan pembuatan suspensi, jenis-jenisnya, komponen penting yang harus ada dalam suspensi seperti zat aktif, bahan pensuspensi, dan lainnya. Juga dijelaskan tahapan pembuatan suspensi mulai dari persiapan bahan sampai evaluasi stabilitas fisiknya.
Laporan ini membahas proses pembuatan dry syrup kotrimoxazol. Terdapat informasi tentang tujuan pembuatan, dasar teori, bahan dan alat yang digunakan, formula, perhitungan jumlah dan dosis bahan. Dry syrup direncanakan untuk mengandung kotrimoxazol 240 mg/5 mL dan akan dievaluasi secara organoleptis, pH, dan ukuran partikel.
Dokumen tersebut merangkum studi pustaka tentang formulasi krim kloramfenikol dan hidrokortison asetat, mencakup definisi krim, jenis krim, persyaratan krim sebagai obat luar, metode pembuatan dan pembentukan krim, penyimpanan krim, serta monografi zat aktif dan zat tambahan yang digunakan.
Dokumen tersebut membahas tentang formulasi teknologi sediaan cair dan semi padat seperti salep, termasuk macam-macam basis yang digunakan seperti basis berlemak, basis serap, dan basis yang larut air. Juga dibahas tentang cara pembuatan salep dengan metode pencampuran dan peleburan, serta pengemasan dan penyimpanan salep.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang dasar-dasar pembuatan salep. Ada beberapa jenis dasar salep yang dibahas seperti dasar salep hidrokarbon, serap, dan larut air. Juga dijelaskan bahan-bahan yang dapat dimasukkan ke dalam salep seperti zat padat, cairan, dan ekstrak serta cara-cara memprosesnya.
Dokumen tersebut membahas tentang pasta sebagai sediaan farmasi semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat untuk pemakaian topikal. Dibahas pula karakteristik, penggolongan, metode pembuatan, contoh formula standar, perbedaan dengan salep, serta keuntungan dan kerugian pasta. Dokumen ini menyimpulkan bahwa kelebihan pasta adalah mengikat cairan luka dan melekat lebih lama pada kulit, sement
Dokumen tersebut merangkum materi tentang linimentum, termasuk pengertian, sifat, keuntungan, contoh sediaan liniment di pasaran, dan contoh resep pembuatan linimentum untuk mengobati scabies pada hewan yang menggunakan bahan aktif sulfur praecipitatum dalam minyak.
PPT PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL 2.pptxEmohAsJohn
PENGKAJIAN MUSKULOSKELETAL
Gangguan neurologi sangat beragam bentuknya, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. Penyakit-penyakit neurologi kebanyakan memiliki efek melemahkan kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan neurologis sangat penting bagi kehidupan pasien.
1. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN
LIQUID DAN SEMI SOLID
“ MEMBUAT UNGUENTUM ASAM SALISILAT “
Disusun Oleh :
Nama : Hani Novita Santosa
Kelas / Semester : Pagi (B) / II
NIM : 13.0330
AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG
2013 / 2014
2. MEMBUAT UNGUENTUM ASAM SALISILAT
I. Tujuan
1 Mahasiswa mampu membuat sediaan unguentum asam salisilat
dengan baik dan benar.
2 Mahasiswa mampu mengevaluasi sediaan unguentum asam
salisilat (Uji Daya Sebar, Uji Daya Lekat, Uji Kemampuan
Proteksi, Homogenitas).
3 Mahasiswa mampu membuat kemasan unguentum asam salisilat
dengan benar
II. Dasar Teori
Unguentum adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (Depkes RI, 1979)
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi menjadi 4
yaitu:
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini juga disebut dasar salep berlemak, contohnya vaselin.
Tujuan penggunaan dasar salep ini untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Digunakan
terutama sebagai emolien dan sukar dicuci, tidak mengering dan tidak
tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar salep serap
Terdiri dari 2 kelompok yaitu:
a. Dasar salep yang dapat ebrcampur dengan air, membentuk emulsi air
dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat).
b. Emulsi air dalam minyak (A/M) yang dapat bercampur dengan
sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Kegunaannya sebagai
emolien.
Contoh dasar salep serap adalah adeps lanae.
3. 3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Adalah emulsi minyak dalam air (M/A) antara lainsalep hidrofilik lebih
dapat diterima untuk dasar kosmetik karena mudah dilap basah.
Keuntungannya adalah dapat diencerkan dengan air. Contoh dasar salep
ini adalah vanishing cream, emulsifying ointment.
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air
Dasar salep ini juga disebut dasar salep tidak berlemak. Dasar salep ini
mempunyai keuntungan seperti dasar salep yang daat dicuci dengan ai dan
tidak mengandung lemak, sering disebut dengan gel. Contoh dasar salep
ini adalah PEG, tragacanth, PGA (Anief, 2005).
Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor – faktor sebagai
berikut:
1. Laju pelepasan (liberasi) yang diinginkan dari bahan obat oleh dasar salep.
2. Keinginan peningkatan absorbsi per kutan dari bahan obat oleh dasar
salep.
3. Dapat melindungi kelembaban kulit.
4. Obat stabil dalam dasar salep.
5. Pengaruh obat (bila ada) terhadap kekentalan.
6. Tujuan pemakaian dari sediaan salep (Ansel, 1989).
Aturan pembuatan salep:
1. Peraturan salep pertama
Zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan ke dalamnya, jika
perlu dengan pemanasan.
1. Peraturan salep kedua
Bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain dilarutkan
terlebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap
seluruhnya oleh basis salep. Jumlah air yang digunakan dikurangi dari
basis.
2. Peraturan salep ketiga
4. Bahan yang sukar larut atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan
air harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak
B40.
3. Peraturan salep keempat
Salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus
diaduk sampai dingin. Bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus
dilebihkan 10 – 20% untuk mencegah kekurangan bobotnya (Syamsuni,
2006)
III. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1 Objectglass
2 Alat Gelas
3 Cawan Porselen
4 Stamfer
5 Mortir
6 Roller Mill
7 Kaca Bundar
8 Kertas Saring
9 Anak Timbang
10 Stopwatch
1. Asam Salisilat
2. Vaselinum Flavum
3. Larutan PP
4. KOH 0,1 N
5. Paraffin Sodium
6. Spiritus Fortior / Etanol
96%
IV. Formula
R / Asam Salisilat 1 gram
Vaselinum Flavum ad 9 gram
V. Pemerian Bahan
1 Asam Salisilat
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarn atau serbuk berwarna
putih ; hampir tidak berbau ; rasa agak manis dan tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P ; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
; larut dalam larutan amonium asetat P, dinatrium hidrogen fosfat,
kalium sitrat P dan natrium sitrat P
5. Khasiat : Keratolitikum ; anti fungi (Depkes RI, 1979)
2 Vaselinum Flavum
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai
kuning ; sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga
dingin tanpa diaduk. Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan
tidak berbau ; hampir tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P; larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter
minyak tanah P, larutkan kadang – kadang beropalesensi lemah
Fungsi ; Basis krim (Depkes RI, 1979)
3 Etanol
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna.
Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780.
Mudah terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik
Fungsi : Pelarut (Depkes RI, 1995)
VI. Perhitungan Jumlah Bahan
1. Asam Salisilat = 10% x 10 gram = 1 gram x 7 = 7 gram
2. Vaselin Flavum = 90% x 10 gram = 9 gram x 7 = 63 gram
3. Spiritus Fortior = (1 – 10) x 1 tetes = 1 – 10 tetes x 7 = 7 –
70 tetes
Diambil 70 tetes untuk melarutkan Asam Salisilat
VII. Cara Kerja
Dilelehkan Vaselin Flavum didalam cawan porselen dan didinginkan sampai kira
– kira suhu 500
6. Didalam mortir hangat dimasukkan asam salisilat, tambahkan spiritus fortior
beberapa tetes, kemudian tambahkan vaselin flavum yang telah dilelehkan. Aduk
homogen dan biarkan spiritus fortior menguap
Dilanjutkan penggilasan dengan menggunakan roller mill, diulangi 2 – 3 kali,
masukkan mortir
Lanjutkan dengan evaluasi
VIII. Prosedur Evaluasi
1) Uji Daya Sebar
Ditimbang 0,5 gram unguentum, letakkan ditengah alat
Ditutup dengan kaca yang sudah ditimbang, biarkan 1 menit kemudian ukur
diameter unguentum
Tambahkan beban 50 gram, biarkan 1 menit, ukur diameter
Lanjutkan sebanyak 3 kali, dengan menambahkan tiap kali beban tambahan 50
gram
Gambarkan dalam grafik hubungan antar beban dan luas salep yang menyebar
2) Uji Daya Lekat
Diletakkan salep secukupnya diatas objectglass yang telah ditentukan luasnya
7. Diletakkan objectglass yang lain diatas unguentum tersebut
Ditekan dengan bahan tambahan 50 gram selama 5 menit
Dipasang objectglass pada alat uji
Dicatat waktu yang diperlukan objectglass pada saat terlepas
Diulangi sebanyak 3 kali
3) Uji Kemampuan Proteksi
Diambil sepotong kertas saring (10x10 cm). Basahi dengan larutan PP untuk
indikator. Setelah itu kertas dikeringkan
Dioleskan unguentum pada kertas saring satu muka, seperti lazimnya orang
menggunakan unguentum
Disiapkan kertas saring yang lain berukuran (2,5x2,5 cm) dengan pembatas
paraffin padat yang dilelehkan
Ditempelkan kertas saring yang lebih kecil diatas kertas saring yang lebih besar
Diteteskan areal dengan KOH 0,1 N
8. 4) Uji Homogenitas
Diuji homogenitas diamati dengan menggunakan kaca pembesar
IX. Hasil
1. Uji pH = 5
2. Uji Homogenitas = Tidak Homogen
3. Uji Kemampuan Proteksi = 42 detik
4. Uji Daya Lekat =
1 detik
1 detik
2 detik
5. Uji Daya Sebar
Rata – rata
= 1,3 detik
Berat penutup kaca : 137,03 gram
- Tanpa beban : (3,5 cm + 3,5 cm) / 2= 3,5 cm
- Beban 50 gram : (3,8 cm + 3,7 cm) / 2 = 3,75 cm
- Beban 100 gram : (4 cm + 3,8 cm) / 2 = 3,9 cm
- Beban 150 gram : (4,1 cm + 4,1 cm) / 2 = 4,1 cm
Luas lingkaran: π x r2
- Tanpa beban : 22/7 x (1,75)2 = 9,63 cm2
- Beban 50 gram : 3,14 x (1,875)2 = 11,04 cm2
- Beban 100 gram : 3,14 x (1,95)2 = 11,94 cm2
- Beban 150 gram : 3,14 x (2,05)2 = 13,2 cm2
14
12
10
8
6
4
2
0
Kosong 50 gram 100 gram 150 gram
9. X. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan praktikum
pembuatan sediaan setengah padat unguentum asam salisilat. Dari
komponen yang tertera dalam formula diatas disebutkan bahwa hanya ada
2 komponen yaitu asam salisilat yang berfungsi sebagai zat aktif yang
berkhasiat sebagai keratolitikum ; antifungi dan vaselin flavum yang
berfungsi sebagai basis krim.
Selanjutnya setelah sediaan unguentum asam salisilat kami jadi,
kami melakukan pengujian diantaranya uji homogenitas, uji daya lekat, uji
daya sebar dan uji kemampuan proteksi. Uji homogenitas menghasilkan
tidka homogen, hal ini dikarenakan penggerusan asam salisilat dengan
spiritus fortior yang kurang halus walaupun sudah dibantu dengan spiritus
fortior agar membantu penggerusan asam salisilat, secara kasat mata
menurut kami sudah homogen namun setelah uji homogenitas dilakukan
ternyata tidak homogen. Selain itu dikarenakan sanitasi dan higiene dari
peralatan yang dipakai kurang diperhatikan secara benar. Seharusnya alat
yang digunakan adalah objectglass yang dibersihkan dengan alkohol dan
dibersihkan dengan tissue. Kedua kami melakukan uji pH yang
menghasilkan pH 5 dan hal ini sudah sesuai dengan pH kulit yaitu 4,2 –
6,5. Hal ini sudah benar dan dikarenakan oleh sanitasi dan higiene dari
personil dan peralatan yang sudah benar, kandungan bahan pendapar asam
dan basa yang sudah seimbang, Kesesuaian pH kulit dengan pH sediaan
topikal mempengaruhi penerimaan kulit terhadap sediaan. Sediaan topikal
yang ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan
sangat besar apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa. Ketiga yaitu uji
kemampuan proteksi yang menghasilkan 42 detik. Hasil pengujian
kemampuan proteksi menunjukkan noda merah pada salep unguentum
Asam Salisilat. Noda merah yang seharusnya terbentuk kurang dari 1
menit setelah penambahan larutan KOH. Basis salep yang baik dapat
melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam – basa, debu dan sinar
matahari pada waktu pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda
10. merah setelah penambahan KOH, sedangkan terbentuknya noda merah
pada salep asam salisilat dikarenakan zat aktif dari salep yang bereaksi
dengan KOH, pengolesan unguentum yang kurang merata, pengeringan
kertas saring yang ditetesi larutan PP yang belum kering sempurna. Maka
solusinya harus dipert=hatikan lagi pengolesan unguentum secara benar
merata, pengeringan kertas saring yang harus lebih diperhatikan lagi. Uji
daya lekat kelompok kami menghasilkan rata – rata waktu 1,3 detik
padahal syarat agar memenuhi daya lekat kuat, tidak timbul warna sampai
5 menit. Kelompok kami menghasilkan 1,3 detik. Salep dikatakan baik
jika daya lekatnya itu besar pada tempat yang diobati karena obat tidak
mudah lepas sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Dan
pengujian yang terakhir yang kelompok kami lakukan yaitu uji daya sebar
menghasilkan tanpa diberi beban 3,5 cm ; diberi penambahan beban 50
gram 3,75 cm ; ditambah kembali menjadi 100 gram menjadi 3,9 cm dan
terakhir diberi beban 150 gram menjadi 4,1 cm. Persyaratan daya sebar
untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5 – 7 cm, maka berdasarkan hasil uji
daya sebar pada sediaan dapat dikatakan bahwa sediaan sudah memenuhi
syarat daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak
antara obat dengan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit
berlangsung cepat. Viskositas suatu sediaan berpengaruh pada luas
penyebarannya. Semakin rendah viskositas suatu sediaan maka
penyebarannya akan semakin besar sehingga kontak antara obat dengan
kulit semakin luas dan absorbsi obat ke kulit akan semakin cepat.
Permasalahan yang kelompok kami hadapi yaitu melarutkan asam
salisilat yang dengan etanol 96%. Bentuk kristal yang berasal dari asam
salisilat mengharuskan kami untuk menggerusnya terlebih dahulu baru
setelah itu dilarutkan dengan etanol 96% sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga asam salisilat terlarut secara sempurna. Selain itu sanitasi dan
higiene dari peralatan yang dipakai kurang diperhatikan oleh karena
kurang diperhatikan menyebabkan unguentum berwarna pink karena tidak
dicuci terlebih dahulu.
11. Oleh karena itu, menurut kelompok kami sediaan yang telah kami
produksi tidak akan dipasarkan karena dari 5 pengujian terdapat 4 yang
tidak memenuhi syarat dan jika hal ini tetap dipasarkan maka akan
menimbulkan efek yang sangat merugikan bagi pasien seperti ketika
mengoleskan krim kulit pasien iritasi, penyebaran yang kecil tidak dapat
menjangkau permukaan kulit yang sakit apabila permukaan tersebut sangat
luas.
XI. Kesimpulan
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan unguentum asam salisilat dengan
baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu mengevaluasi sediaan unguentum asam salisilat (Uji
Daya Sebar, Uji Daya Lekat, Uji Kemampuan Proteksi, Homogenitas).
3. Mahasiswa mampu membuat kemasan unguentum asam salisilat dengan
benar
12. XII. Daftar Pustaka
Anief, M., 2005. Ilmu Meracik Obat . Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Sediaan Farmasi, edisi 4. Universitas
Indonesia. Jakarta
Raymond, dkk., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients sixth
Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association. Inggris
Syamsuni, 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penebit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Semarang, 3 April 2014
Dosen Pembimbing Praktikan
(Hani Novita)