Makalah ini membahas analisis kebijakan desentralisasi fiskal dalam APBN tahun 2013-2015 di Kabupaten Karimun. Topik ini mencakup penjelasan latar belakang masalah desentralisasi fiskal, rumusan masalah, tujuan, manfaat makalah, landasan teori desentralisasi fiskal dan pelaksanaannya di Indonesia.
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Organisasi Sektor Publik Di...
makalah desentralisasi fiskal kab. karimun
1. ADMINISTRASI KEUANGAN PUBLIK
TUGAS III
“ANALISIS KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DALAM
APBN TAHUN 2013-2015 DI KABUPATEN KARIMUN”
UNIVERSITAS TERBUKA
DISUSUN OLEH :
SUKRI ARICAHYONO
NIM : 500627782
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU ADMINISTRASI
BIDANG MINAT ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tertuang dalam
UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 telah mulai dilaksanakan mulai 1
Januari 2001. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan kebijakan yang
masih terbilang baru dalam pembangunan dan pemerataan daerah.
Terlepas dari belum siapnya pemerintah daerah, otonomi daerah diyakini
merupakan cara terbaik untuk mendorong pembangunan daerah, dalam
menggantikan sistem pembangunan terpusat yang dinilai kurang bisa
mempercepat pembangunan dan memperbesar ketimpangan
pembangunan masing-masing daerah
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal seringkali terjadi adanya
suatu perbedaan orientasi kebijakan ekonomi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Seringkali pemerintah daerah menghadapi
permasalahan financial constraints dari pada economic constraints yang
merupakan perhatian pemerintah pusat. Selain itu pemerintah daerah
(pemda) fokus pada masalah “alokasi” dari pada “stabilisasi” yang
menjadi beban utama pemerintah pusat. (Sumihosa, dkk. 2001:32).
Dengan adanya hal tersebut, perubahan kewenangan pengeluaran
maupun penerimaan anggaran merupakan akibat dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal yang dapat mempengaruhi kemampuan pemerintah
pusat untuk melakukan kebijakan ekonomi makro.
Stabilitas ekonomi makro tidak hanya terpengaruh oleh tingkat
desentralisasi, namun juga pada tahapan pelaksanaan desentralisasi.
Pola tahapan desentralisasi pada umumnya lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor politik dan kelembagaan daripada ekonomi. Pola-pola
tersebut tidak mendorong terjadinya disiplin anggaran. Vertical
imbalance condong pada kecenderungan pemerintah pusat
3. 2
meningkatkan transfer ke daerah, atau menutup defisit dan akumulasi
hutang masa depan. (Sumihosa, dkk. 2001:32).
Simanjuntak (2002) mengatakan desenstralisasi fiskal di Indonesia
mempunyai beberapa sasaran umum yaitu (1) untuk memenuhi aspirasi
daerah menyangkut penguasaan atas sumber keuangan negara, (2)
mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, (3)
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
daerah, (4) mengurangi ketimpangan antar daerah, (5) menjamin
terselenggaranya pelayanan publik, dan (6) meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara umum.
Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004.
UU ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan yang
diserahkan kepada daerah, pemerintah pusat akan mentransferkan
dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri
atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Bagi Hasil (DBH). Pemerintah daerah juga diharapkan dapat menggali
pendapatan melalui sumber pendapatan sendiri yaitu Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada
daerah untuk mengelola keuangan daerah dalam rangka membangun
dan mengembangkan daerah masing-masing sesuai dengan kebutuhan,
termasuk dalam penyusunan dan pengalokasian dana yang dimiliki
secara efektif dan efisien (Tuasikal, 2008). Pemberian kewenangan
tersebut atas dasar pemerintah daerah lebih mengetahui keadaan dan
kebutuhan masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu, fungsi alokasi
lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah daerah Anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN) merupakan perwujudan dari kewajiban pemerintah dalam
mengelola keuangan negara. Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-
undang Dasar 1945 menetapkan bahwa "Anggaran pendapatan dan
belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
4. 3
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud untuk menganalisis
dana transfer APBN kepada Kabupaten Karimun, melalui makalah ini
yang diberi judul “Analisis Kebijakan Desentralisasi Fiskal Dalam
APBN Tahun 2013-2015 di Kabupaten Karimun”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan
rumusan masalah dalam makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana kebijakan desentralisasi fiskal dalam APBN periode
2013-2015?
2. Jenis-jenis transfer dana berupa apa saja yang berasal dari
pemerintah pusat kepada daerah?
3. Bagaimana perkembangan jenis dan jumlah transfer dana dari
pemerintah pusat kepada daerah selama periode 2013-2015?
4. Bagaimana tingkat kemandirian fiskal daerah selama periode
2013-2015?
5. Bagaimana penggunaan dana yang berasal dari transfer oleh
pemerintah daerah?
6. Bagaimana dampak transfer dana dari pemerintah pusat
terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penyusunan
makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui kebijakan desentralisasi fiskal dalam APBN periode
2013-2015.
5. 4
2. Mengetahui Jenis-jenis transfer dana berupa apa saja yang
berasal dari pemerintah pusat kepada daerah.
3. Mengetahui perkembangan jenis dan jumlah transfer dana dari
pemerintah pusat kepada daerah selama periode 2013-2015.
4. Mengetahui tingkat kemandirian fiskal daerah selama periode
2013-2015.
5. Mengetahui penggunaan dana yang berasal dari transfer oleh
pemerintah daerah.
6. Mengetahui dampak transfer dana dari pemerintah pusat
terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah.
1.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
1. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada pembaca mengenai transparansi adanya
anggaran-anggaran pemerintah kepada daerah sebagai bahan
perbandingan dana transfer APBN kepada daerah.
2. Bagi para peneliti, diharapkan data yang ditemukan dapat
dilanjutkan dengan analisis alokasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah.
3. Bagi penulis sendiri, makalah ini dijadikan sebagai salah satu
sarana bagi penulis untuk belajar menganalisis serta
memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca dan
pihak-pihakl yang membutuhkan informasi mengenai topik yang
penulis ambil.
6. 5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Desentralisasi Fiskal
Konsep desentralisasi erat kaitannya dengan penyelenggaraan
sistem pemerintahan dan pelaksanaan proses pembangunan.
Pelaksanaan desentralisasi yang berwujud pada otonomi daerah
merupakan suatu keadaan yang tak terhindarkan dan diimplementasikan
oleh hampir seluruh negara di dunia dengan kondisi dan karakteristik
yang berbeda-beda. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi struktur politik
dan sosial yang berbeda di antar negara.
Menurut Saragih (2003: 83) desentralisasi fiskal secara singkat
dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah,
untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik
sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang
dilimpahkan.
Mengacu kepada Pasal 5 Undang-undang No. 33 Tahun 2004,
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah
untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan.
Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari diterapkan
kebijakan otonomi daerah. Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah
money follow functions, artinya penyerahan atau pelimpahan wewenang
pemerintah membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakan kewenangan tersebut. Perimbangan keuangan dilakukan
melalui mekanisme dana perimbangan, yaitu pembagian penerimaan
antar tingkatan pemerintahan guna menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan dalam kerangka desentralisasi Masalah keseimbangan
anggaran menjadi masalah serius terutama karena Pusat tidak
mengijinkan Pemda untuk melakukan hutang kepada publik.
7. 6
Desentralisasi dilakukan salah satunya adalah untuk mendekatkan
pemerintah dengan masyarakat sehingga pemerintah dapat memahami
kebutuhan masyarakat lewat pelaksanaan pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan. Harapan tersebut berlandaskan asumsi bahwa
hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat lokal
berlangsung dengan baik. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang
telah berlangsung selama ini telah mengubah secara drastis hubungan
antara Pemerintah Pusat dengan Daerah dan hubungan antar sektor
dalam Pemerintahan. Sejak 1 Januari 2001 telah terjadi penataan ulang
hubungan secara vertikal antara pemerintah Pusat, pemerintah Provinsi,
dan pemerintah Kabupaten/Kota. Penataan ulang juga terjadi secara
horisontal di tingkat Pusat (antara Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif), dan
di tingkat Daerah baik antara pemerintah Daerah dengan DPRD baik di
Provinsi maupun di Kabupaten/Kota (Hirawan, 2007).
Menurut Sidik (2002) untuk mendukung pelaksanaan
desentralisasi, maka pemerintah daerah harus didukung sumber-sumber
keuangan yang memadai, baik yang berasal dari local revenue, pinjaman
maupun transfer dari pemerintah pusat. Terbangunnya manajemen
keuangan yang transparan dan efektif merupakan upaya yang penting
diwujudkan dalam melakukan reformasi sektor publik,dimana didalamnya
termasuk pelaksanaan desentralisasi. Untuk menjalankan proses
desentralisasi, ada beberapa karakteristik pokok untuk menciptakan
manajemen keuangan yang lebih terdesentralisir, seperti (1) alokasi
keuangan yang transparan,(2) jumlah alokasi keuangan bagi institusi
pemerintah daerah yang dapat diprediksi dengan baik.(3) kebebasan
daerah untuk membuat keputusan atas penggunaan sumber daya yang
dimilikinya. Dalam tataran empiris kenyataan yang terjadi di lapangan
adalah praktek-praktek pemberian bantuan secara ad hoc yang diiringi
oleh kepentingan politik, dimana seharusnya alokasi sumberdaya ini
diberikan berdasarkan suatu formula yang transparan.
8. 7
Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi menurut Sidik (2002)
tergantung pada desain, proses Implementasi, dukungan politis baik
pada tingkat pengambilan keputusan di masing-masing tingkat
pemerintahan, maupun masyarakat secara keseluruhan, kesiapan
administrasi pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber
daya manusia,mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat
birokrasi, perubahan sistem nilai dan perilaku birokrasi dalam memenuhi
keinginan masyarakat khususnya dalam pelayanan sektor publik.
2.2. Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Di Indonesia
Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan desentralisasi fiskal
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan
Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang secara serentak diberlakukan
di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut Widjaja (2002: 65) “dengan
diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan undang-
Undang No. 25 tahun 1999, mulai tanggal 1 Januari 2001 Menteri Dalam
Negeri dan otonomi daerah member petunjuk yang dapat dipedomani
dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD”.
Menurut Sekretaris Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah Departemen Keungan Negara djoko Hidayanto (2004 : 53)
“pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia efektif dimulai pada tanggal 1
Januari 2001”. Menurut Direktur dana Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah Departemen Keuangan Republik Indonesia Hidayanto (2004
: 92) “1 Januari 2001 merupakan momentum awal yang mempunyai arti
penting bagi bangsa Indonesia khususnya bagi penyelenggara
pemerintah di daerah, karena pada tahun tersebut kebijakan tentang
otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif ”. Menurut Widjaja
(2002 : 100) “Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya
memaksimalkan pelaksanaan daerah dimulai dari tahun 2001”.
9. 8
Misi utama pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.
2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya
daerah.
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipaasi dalam pembangunan. (Widjaja, 2004:100).
2.3. Keuangan Daerah
Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun
2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada ketentuan
umum pasal 1 adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan daerah ini timbul dengan
adanya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang dilaksanakan
dalam tingkatan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi. Fungsi-
fungsi pemerintahan ini telah diperjelas dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota sebagai Implementasi dari
otonomi daerah dimana Pemerintah daerah memiliki hak, wewenang dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai perundang-undangan.
Urusan Pemerintahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38
tahun 2007 terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama
antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Pusat,
meliputi: Politik Luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi,Moneter
dan Fiskal nasional serta Agama. Sedangkan urusan pemerintahan yang
10. 9
dibagi bersama antara tingkatan dan atau susunan pemerintahan terdiri
atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi,
akuntabilitas publik merupakan kata kunci. Untuk mendukung
dilakukannya pengelolaan dana publik (public money) yang
mendasarkan konsep value for money , maka diperlukan sistem
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi
pada kinerja. Hal tersebut adalah untuk mendukung terciptanya
akuntabilitas publik pemerintah daerah dalam rangka otonomi dan
desentralisasi (Mardiasmo,2002)
Secara garis besar, pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi
menjadi dua bagian,yaitu manajemen penerimaan daerah dan
manajemen pengeluaran daerah. Evaluasi terhadap pengelolaan
keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah mempunyai
implikasi yang sangat luas. Kedua komponen tersebut akan sangat
menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah. Agar pengelolaan penerimaan dan
pengeluaran dapat mengakomodasi berbagai prinsip yang ada dengan
kualitas yang semakin tinggi, maka diperlukan sistem penganggaran.
Berikut ini ada beberapa jenis anggaran yang penting untuk
diketahui,yaitu (Salomo,2002):
1. Line Item Budgeting
Line item budgeting mempunyai sejumlah karakteristik penting,
antara lain tujuan utamanya adalah untuk melakukan kontrol
keuangan, sangat berorientasi pada input
organisasi,penetapannya melalui pendekatan incremental
(kenaikan bertahap) (Jones dan Pendlebury,1988) dan tidak
jarang dalam prakteknya memakai kemampuan menghabiskan
atau menyerap anggaran sebagai salah satu indikator penting
untuk mengukur keberhasilan organisasi.
2. Planning Programming Budgeting dan Zero Based Budgeting
11. 10
Planning Programing Budgeting System (PPBS) berusaha untuk
merasionalkan proses pembuatan anggaran dengan cara
menjabarkan rencana jangka panjang ke dalam program-
program, sub-sub program serta berbagai proyek. Karena itu
PPBS dikenal pula sebagai Program Budgeting. Adapun
pemilihan berbagai alternatif proyek yang ada dilakukan melalui
cost and benefit analysis. PPBS dianggap terlalu rasional dan
tentu saja terlalu mahal, sehingga justru sulit untuk
dilaksanakan.
3. Performance Budgeting
Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi pada
kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada
output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi,misi
dan rencana strategis organisasi. Performance budgeting
mengalokasikan sumber daya pada program bukan pada unit
organisasi semata dan memakai output measurement sebagai
indikator kinerja organisasi sebagai bagian yang integral dalam
berkas anggarannya.
12. 11
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang berhasil penulis temukan, dapat diketahui
bahwasnya jumlah transfer pemerintah pusat kepada daerah mengalami
perbedaan yang cukup signifikan, khususnya transferan pemerintah
pusat ke kabupaten Karimun, sebagaimana penulis gambarkan dalam
tabel berikut:
TABEL 1
DAFTAR DANA TRANSFER PEMERINTAH PUSAT PERIODE 2013
No. Jenis Transfer Jumlah
1 Dana Alokasi Umum 306.219.557.000
2 Dana Alokasi Khusus 10.824.160.000
Dana alokasi khusus (Tambahan) -
3 Dana Alokasi Desa -
4 DBH Pajak PPh Psl 21 13.179.712.092
5 DBH Pajak PPh Psl 25/29 618.963.531
6 DBH PBB Pemerintah Pusat yang
dikembalikan sama rata ke Kabupaten Kota
3.578.583.427
7 DBH Pajak Upah Pungut PBB Kabupaten
Kota
34.086.749.528
8 DBH Pajak PBB Untuk Kabupaten Kota 13.520.130.850
9 DBH SDA Minyak Bumi 83.390.629.700
10 DBH SDA Minyak Bumi 0,5% -
11 DBH SDA Gas Bumi 174.148.962.230
12 DBH SDA Gas Bumi 0,5% -
13 DBH SDA Pertum Iuran Tetap 2.001.115.270
14 DBH SDA Pertum Iuran Tetap Royaliti 29.467.350.468
15 DBH SDA Cukai Hasil Tembakau 18.106.528
13. 12
( Sumber: http://www.djpk.depkeu.go.id )
TABEL 2
DAFTAR DANA TRANSFER PEMERINTAH PUSAT PERIODE 2014
No. Jenis Transfer Jumlah
1 Dana Alokasi Umum 324.170.518.000
2 Dana Alokasi Khusus (Murni)
9.306.480.000
Dana alokasi khusus (Tambahan) -
3 Dana Alokasi Desa -
4 DBH Pajak PPh Psl 21 16.187.282.602
5 DBH Pajak PPh Psl 25/29 831.196.213
6 DBH PBB Pemerintah Pusat yang
dikembalikan sama rata ke Kabupaten
Kota
2.107.520.450
7 DBH Pajak Upah Pungut PBB Kabupaten
Kota
610.574.917
8 DBH Pajak PBB Untuk Kabupaten Kota 18.317.247.524
9 DBH SDA Minyak Bumi 62.660.755.000
10 DBH SDA Minyak Bumi 0,5%
2.087.728.000
11 DBH SDA Gas Bumi 172.999.610.000
12 DBH SDA Gas Bumi 0,5%
16 DBH SDA Hasil Perikanan 347.408.873
17 DP Tambahan Tujangan Profesi Guru 35.882.478.000
18 DP Tambahan Guru PNSD 3.200.250.000
19 Dana Insentif Daerah -
20 Dana DBH SDA Kehutanan -
Jumlah 710.484.157.497
14. 13
2.864.019.000
13 DBH SDA Pertum Iuran Tetap
1.177.917.888
14 DBH SDA Pertum Iuran Tetap Royaliti 33.391.428.571
15 DBH SDA Cukai Hasil Tembakau 246.929.308
16 DBH SDA Hasil Perikanan 402.414.486
17 DP Tambahan Tujangan Profesi Guru 60.434.081.000
18 DP Tambahan Guru PNSD
1.733.000.000
19 Dana Insentif Daerah 23.444.300.000
20 Dana DBH SDA Kehutanan -
JUMLAH 732.973.002.959
( Sumber: http://www.djpk.depkeu.go.id )
TABEL 3
DAFTAR DANA TRANSFER PEMERINTAH PUSAT PERIODE 2015
No. Jenis Transfer Jumlah
1 Dana Alokasi Umum 299.313.329.000
2 Dana Alokasi Khusus (Murni)
65.064.010.000
3 Dana Alokasi Desa
12.272.922.000
4 DBH Pajak PPh Psl 21
21.185.916.000
5 DBH Pajak PPh Psl 25/29 486.024.000
6 DBH PBB Pemerintah Pusat yang dikembalikan
sama rata ke Kabupaten Kota
3.428.548.000
7 DBH Pajak Upah Pungut PBB Kabupaten Kota 709.609.000
8 DBH Pajak PBB Untuk Kabupaten Kota
21.263.418.000
15. 14
9 DBH SDA Minyak Bumi
18.806.767.000
10 DBH SDA Minyak Bumi 0,5% 626.451.000
11 DBH SDA Gas Bumi
46.218.805.000
12 DBH SDA Gas Bumi 0,5% 766.103.000
13 DBH SDA Pertum Iuran Tetap 2.958.285.000
14 DBH SDA Pertum Iuran Tetap Royaliti
28.717.416.000
15 DBH SDA Cukai Hasil Tembakau 551.273.000
16 DBH SDA Hasil Perikanan 915.093.000
17 DP Tambahan Tujangan Profesi Guru
60.324.862.000
18 DP Tambahan Guru PNSD -
19 Dana Insentif Daerah -
20 Dana DBH SDA Kehutanan 169.083.000
JUMLAH
83.777.914.000
( Sumber: http://www.djpk.depkeu.go.id )
Berdasarkan data yang sudah penulis temukan diatas, maka dapat
diketahui beberapa hal, diantaranya:
1. Kebijakan desentralisasi fiskal dalam APBN 2013-2015 terlihat
dilakukan dengan sangat baik dan jelas, karena di dasarkan
pada beberapa rincian yang jelas, sehingga pemerintah daerah
dapat mengalokasikan dana-dana tersebut melalui alokasi yang
sudah direncanakan.
2. Jenis-jenis transfer dana yang berasal dari pemerintah pusat
kepada daerah, antara lain: Dana Alokasi Umum Dana
Alokasi Khusus Dana alokasi khusus (Tambahan) Dana Alokasi
16. 15
Desa, DBH Pajak PPh Psl 21 DBH Pajak PPh Psl DBH PBB
Pemerintah Pusat yang dikembalikan sama rata ke Kabupaten
Kota DBH Pajak Upah Pungut PBB Kabupaten KotaDBH Pajak
PBB Untuk Kabupaten Kota DBH SDA Minyak Bumi DBH,
SDA Minyak Bumi 0,5% DBH SDA Gas Bumi DBH SDA Gas
Bumi 0,5% DBH SDA Pertum Iuran Tetap DBH SDA Pertum
Iuran Tetap Royaliti DBH SDA Cukai Hasil Tembakau DBH
SDA Hasil Perikanan DP Tambahan Tujangan Profesi Guru DP
Tambahan Guru PNSD Dana Insentif Daerah Dana DBH SDA
Kehutanan.
3. Perkembangan jenis dan jumlah transfer dana dari pemerintah
pusat kepada daerah selama periode 2013-2015 mengalami
perubahan-perubahan yang cukup signifikan, dimana alokasi
dana pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar
22.488.845.462. Sedangkan pada tahun 2015, terjadi
penurunan yang sangat signifikan, yaitu mencapai
649.195.088.959.
4. Tingkat kemandirian daerah selama periode 2013-2015 terus
mengalami perkembangan, hal ini didasarkan pada alokasi dana
APBN yang ditransfer oleh pemerintah pusat.
5. Penggunaan dana yang berasal dari transfer oleh pemerintah
daerah, antara lain: Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
(Tambahan) Dana Alokasi Desa DBH Pajak PPh Psl 21 DBH
Pajak PPh Psl DBH PBB Pemerintah Pusat yang dikembalikan
sama rata ke Kabupaten Kota DBH Pajak Upah Pungut PBB
Kabupaten KotaDBH Pajak PBB Untuk Kabupaten Kota DBH
SDA Minyak Bumi DBH SDA Minyak Bumi 0,5% DBH SDA Gas
Bumi DBH SDA Gas Bumi 0,5% DBH SDA Pertum Iuran Tetap
DBH SDA Pertum Iuran Tetap Royaliti DBH SDA Cukai Hasil
Tembakau DBH SDA Hasil Perikanan DP Tambahan Tujangan
17. 16
Profesi Guru DP Tambahan Guru PNSD Dana Insentif Daerah
Dana DBH SDA Kehutanan.
6. Dampak transfer dana dari pemerintah pusat terhadap
penyelenggaraan pemerintah daerah adalah adanya berbagai
bantuan-bantuan yang sudah dialokasikan oleh pemerintah
pusat kepada daerah.
18. 17
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka
dapat diambil kesimpulan, diantaranya:
1. Berdasarkan pada hasil studi ini. Bisa dilihat bahwa
Kabupaten Karimun belum bisa mandiri secara sepenuhnya,
kapasitas fiskal nya rendah, serta cenderung bergantung
kepada pemerintah pusat melalui dana transfer.
2. Desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah Kabupaten di Indonesia.
3. Desentralisasi fiskal di Indonesia perlu dikaji lebih lanjut. Karena
walaupun desentralisasi fiskal di Indonesia telah
menunjukkan hubungan yang positif terhadap pertumbuhan
ekonomi provinsi, bukan berarti semua hal sesuai dengan
yang diharapkan.
4. Pada hasil analisis memperlihatkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah belum optimal, Sehingga masih sangat bergantung
terhadap dana transfer dari pusat.
5. Desentralisasi fiskal di Indonesia sudah meningkat dari tahun ke
tahun. Karena sudah menunjukkan hasil yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah otonomi di Indonesia.
Di mana terlihat semakin kesini semakin tinggi tren
pendapatan daerah. Akan tetapi belum optimalnya hal
tersebut yang ditunjukkan pada masih rendahnya indeks
kapasitas fiskal, sehingga masih banyaknya daerah yang belum
mandiri dan itu merupakan hal yang perlu dibenahi
19. 18
4.2. Saran
Melalui makalah ini, penulis bermaksud memberikan saran,
diantaranya:
1. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
berkualitas, maka pemerintah daerah perlu melakukan
identifikasi tentang sumber-sumber pertumbuhan ekonomi
yang ada di daerahnya, dan selanjutnya menetapkan skala
priotas untuk pengembangan pembangunan kedepan.
2. Untuk dapat mengurangi angka pengangguran yang ada di
daerahnya, maka pemerintah daerah perlu membangun
infrastruktur dan lebih menciptakan iklin usaha yang sehat,
guna menarik para investor untuk menanamkan modal di
daerahnya, dengan lebih mengutamakan investor yang padat
karya.
3. Untuk dapat mengurangi angka kemiskinan di daerahnya,
maka dibutuhkan keberpihakan yang lebih dari pemerintah
daerah. Keberpihakan yang dimaksud dapat berupa
pembangunan infrastrukur pada daerah-daerah yang menjadi
kantong kemiskinan dan melakukan program pemberdayaan
secara berkesinambungan.
20. 19
DAFTAR PUSTAKA
Sumihosa, dkk. 2001. Analisa Pengaruh Pajak Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Pra dan Pasca Desentralisasi Fiskal Di Indonesia.
Universitas Padjadjaran.
Tuasikal, Askam. 2008. Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB Terhadap
Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia,
Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi, Vol.1, No. 2. Juli, Hal 142-
155.
Simanjuntak, R. 2002. Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal dan Optimasi
Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Working Paper.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan
Daerah dalam Otonomi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Cetakan Pertama.
Sidik, Machfud, 2002, Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah,
Orasi Ilmiah Disampaikan pada Acara Wisuda XXI STIA LAN,
Bandung, 10 April 2002.
Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Hidayanto, 2004, Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal, Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Jakarta.
Mardiasmo, 2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah,
Yogyakarta: Andi.
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karimun