Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 menetapkan kriteria baku kerusakan terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup, status kondisi terumbu karang, dan program pengendalian kerusakan terumbu karang melalui pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Pengelompokan Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan Letak Geografis dan Status Perunt...Didi Sadili
pengelompokkan pulau-pulau kecil berdasarkan letak geografis dan status peruntukannya menjadi hal yang penting, agar pengelolaannya seperti perencanaanya, pemanfaatannya, dan pengawasannya menjadi lebih baik dan terarah
Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau KecilDidi Sadili
Karena kebutuhan akan ruang semakin meningkat sedangkan ketersediaannya sangat terbatas, maka ada dua hal yang dapat dilakukan yaitu: membangun secara vertical dan melakukan reklamasi.
namun, reklamasi tidak dapat dilakukan semena mena. ada aturan aturan yang mengikatnya.
Paparan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan berikut ini dapat dijadikan acuannya
Rencana Pengembangan Ekowisata Berbasis Pendidikan di Pulau Cemara Besar di K...Didi Sadili
Pulau Cemara Besar yang berada dalam gugusan pulau-pulau Karimun Jawa di Jawa Tengah merupakan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan dan memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata sebagaimana pulau-pulau kecil lainnya dalam gugusan kepulauan Karimun Jawa.
Pengembangan Pulau Cemara Besar tidak terlepas dari tugas dan fungsi dari KKP
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Pengelompokan Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan Letak Geografis dan Status Perunt...Didi Sadili
pengelompokkan pulau-pulau kecil berdasarkan letak geografis dan status peruntukannya menjadi hal yang penting, agar pengelolaannya seperti perencanaanya, pemanfaatannya, dan pengawasannya menjadi lebih baik dan terarah
Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau KecilDidi Sadili
Karena kebutuhan akan ruang semakin meningkat sedangkan ketersediaannya sangat terbatas, maka ada dua hal yang dapat dilakukan yaitu: membangun secara vertical dan melakukan reklamasi.
namun, reklamasi tidak dapat dilakukan semena mena. ada aturan aturan yang mengikatnya.
Paparan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan berikut ini dapat dijadikan acuannya
Rencana Pengembangan Ekowisata Berbasis Pendidikan di Pulau Cemara Besar di K...Didi Sadili
Pulau Cemara Besar yang berada dalam gugusan pulau-pulau Karimun Jawa di Jawa Tengah merupakan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan dan memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata sebagaimana pulau-pulau kecil lainnya dalam gugusan kepulauan Karimun Jawa.
Pengembangan Pulau Cemara Besar tidak terlepas dari tugas dan fungsi dari KKP
Buku tentang organisme karang dan zooxanthellae ini adalah untuk menyediakan dan melengkapi tentang Terumbu Karang diantara buku-buku yang sudah ada. Bahan referensi ini juga untuk melengkapi pencinta yang berhubungan dengan wisata bawah air, seperti keindahan terumbu karang dan organisme yang menjadi penyebab kerusakan terumbu tersebut.
Undang-undang No.6 Tahun 1994 tentang Perubahan IklimPenataan Ruang
Undang-undang No.6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
tujuh penyu yang ada di dunia, 6 jenis diantaranya berada di perairan Indonesia, namun demikian populasi dari penyu ini semakin menurun karena faktor; penangkapan langsung, akibat by catch atau penangkapan ikan sampingan, dan akibat menurunnya kualitas lingkungan habitat dan ekosistem penyu.
Buku tentang organisme karang dan zooxanthellae ini adalah untuk menyediakan dan melengkapi tentang Terumbu Karang diantara buku-buku yang sudah ada. Bahan referensi ini juga untuk melengkapi pencinta yang berhubungan dengan wisata bawah air, seperti keindahan terumbu karang dan organisme yang menjadi penyebab kerusakan terumbu tersebut.
Undang-undang No.6 Tahun 1994 tentang Perubahan IklimPenataan Ruang
Undang-undang No.6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
tujuh penyu yang ada di dunia, 6 jenis diantaranya berada di perairan Indonesia, namun demikian populasi dari penyu ini semakin menurun karena faktor; penangkapan langsung, akibat by catch atau penangkapan ikan sampingan, dan akibat menurunnya kualitas lingkungan habitat dan ekosistem penyu.
Penjelasan yang masih mendasar mengenai pencemaran laut di Indonesia dan beberapa fakta terkait dengan bahari dan kemaritiman di negeri merah putih. Ayo sadari, sayangi, dan beSemoga bermanfaat :)
Monitoring Sebaran dan Tutupan Komponen Dasar Terumbu Karang Serta Identifikasi Batas Wilayah pada DPL (Daerah Perlindungan Laut) Desa Patikarya di Wilayah Kerja COREMAP II
Kabupaten Selayar
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
Kep menlh no 4 tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang
1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 4 Tahun 2001
Tentang : Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang :
1. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam yang mempunyai
berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi
sumber daya hayati laut;
2. bahwa dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah
menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang, oleh karena itu
perlu dilakukan berbagai upaya pengendaliannya;
3. bahwa salah satu upaya untuk melindungi terumbu karang dari kerusakan
tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan;
4. bahwa mengingat hal seperti tersebut pada huruf a, b dan c, perlu
ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3299);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 32; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);
2. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG KRITERIA BAKU
KERUSAKAN TERUMBU KARANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Terumbu Karang adalah kumpulan karang dan atau suatu ekosistem karang
yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur bersama-sama
dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya serta biota lain yang hidup
bebas di dalam perairan sekitarnya;
2. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang adalah ukuran batas perubahan
sifat fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang;
3. Status kondisi terumbu karang adalah tingkatan kondisi terumbu karang
pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan
kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan menggunakan prosentase
luas tutupan terumbu karang yang hidup;
4. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
5. Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi;
6. Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
3. 7. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di
bidang pengendalian dampak lingkungan;
8. Instansi yang bertanggung jawab di daerah adalah instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan atau
pengelolaan lingkungan hidup daerah.
BAB II
KRITERIA BAKU KERUSAKAN, STATUS KONDISI, DAN PROGRAM PENGENDALIAN
KERUSAKAN TERUMBU KARANG
Bagian Pertama
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
Pasal 2
(1) Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang ditetapkan berdasarkan prosentase
luas tutupan terumbu karang yang hidup.
(2) Kriteria Baku Kerusakan Terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tercantum dalam lampiran I Keputusan ini.
Pasal 3
(1) Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) merupakan salah satu cara untuk menentukan status kondisi
terumbu karang yang didasarkan pada penggunaan metode Transek Garis
Bentuk Pertumbuhan Karang.
Bagian Kedua
Status Kondisi Terumbu Karang
Pasal 4
(1) Gubernur/Bupati/Walikota wajib melakukan inventarisasi terumbu karang
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali untuk mengetahui status kondisi
terumbu karang dan menyampaikan laporannya kepada Menteri dan instansi
yang bertanggung jawab.
4. (2) Gubernur/Bupati/Walikota menentukan status kondisi terumbu karang dari
hasil inventarisasi yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berdasarkan Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang dapat ditentukan :
a. terumbu karang dalam kondisi baik; atau
b. terumbu karang dalam kondisi rusak.
(3) Pedoman pengukuran untuk menetapkan status kondisi terumbu karang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Kepala instansi yang yang bertanggung jawab.
Pasal 5
Gubernur/Bupati/Walikota wajib mempertahankan status kondisi terumbu karang
yang dinyatakan dalam kondisi baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a.
Bagian Ketiga
Program Pengendalian Kerusakan Terumbu Karang
Pasal 6
(1) Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyusun program pengendalian kerusakan
terumbu karang yang dinyatakan dalam kondisi rusak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b.
(2) Program pengendalian terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
(3) Pedoman tentang tata cara pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan
kerusakan terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum
dalam lampiran II Keputusan ini.
Pasal 7
Dalam rangka pelaksanaan program pengendalian kerusakan terumbu karang
Gubernur/Bupati/Walikota wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
kondisi terumbu karang sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali dan
menyampaikan laporannya kepada Menteri, instansi yang berwenang di bidang
5. kehutanan, instansi yang berwenang di bidang kelautan dan perikanan serta
instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 8
Menteri menetapkan kebijakan nasional mengenai pengendalian kerusakan
terumbu karang.
BAB III
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 9
(1) Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pengawasan terhadap usaha dan atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan kerusakan terhadap terumbu
karang.
(2) Dalam hal pengawasan tersebut dilakukan di kawasan konservasi wajib
dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang di bidang kehutanan,
instansi yang berwenang di bidang kelautan dan perikanan serta instansi
yang bertanggung jawab.
Pasal 10
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui kerusakan atau perusakan
terumbu karang, wajib segera melaporkan kepada pejabat daerah terdekat.
(2) Pejabat daerah terdekat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari
Kepala Desa, Lurah, Camat, Kepolisian, Bupati, Walikota atau Gubernur
terdekat.
(3) Pejabat daerah terdekat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
menerima laporan wajib mencatat :
a. identitas pelapor;
b. tanggal pelaporan;
c. waktu dan tempat kejadian;
d. lokasi terjadinya kerusakan;
6. e. sumber yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang
dan atau pelaku perusakan.
Pasal 11
Pejabat daerah terdekat yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 wajib segera melakukan verifikasi laporan terjadinya kerusakan atau
perusakan terumbu karang.
Pasal 12
Apabila hasil verifikasi menunjukkan telah terjadi kerusakan atau perusakan
terumbu karang, Bupati, Walikota atau Gubenur setempat wajib segera melakukan
langkah penanganannya.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 13
Biaya sebagaimana dimaksud dalam :
a. Pasal 4 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 ayat (2) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau sumber dana lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 11, dan
Pasal 12 dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan
atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
7. Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 23 Pebruari 2001
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
ttd.
Dr. A. Sonny Keraf.
Lampiran I : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : KEP- /MENLH/ /2001
Tanggal : 23 Februari 2001
KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG
PARAMETER KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG (dalam %)
Prosentase Luas Tutupan
Terumbu Karang yang Hidup
Buruk 0 - 24,9
Rusak
Sedang 25 - 49,9
Baik 50 - 74,9
Baik
Baik sekali 75 - 100
Keterangan :
" Prosentase Luas Tutupan Terumbu Karang yang Hidup yang dapat
ditenggang : 50 - 100%
8. Menteri Negara Lingkungan Hidup,
ttd.
Dr. A. Sonny Keraf.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi III MENLH
Bidang Hukum Lingkungan,
ttd.
Prof. Dr. Sudharto P. Hadi, MES.
Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : KEP- /MENLH/ /2001
Tanggal : 23 Februari 2001
PEDOMAN TATA CARA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PEMULIHAN
KERUSAKAN TERUMBU KARANG
A. Pendahuluan.
Terumbu karang merupakan rumah bagi 25 % dari seluruh biota laut
dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah.
Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian
fungsinya sangat penting.
Terumbu karang Indonesia menurut Tomascik, 1997 mempunyai luas
kurang lebih 85.707 Km2, yang terdiri dari fringing reefs 14.542 km2, barrier
reefs 50.223 km2, oceanic platform reefs 1.402 km2, dan attols seluas
19.540 km2. Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui
berbagai cara. Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak
kelestarian sumberdaya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia
beracun (potassium sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia.
Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan
yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya, sebaliknya, kalangan ini
pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun
buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu
karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang
sangat berguna bagi masyarakat pesisir.
B. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang.
1. Sedimentasi.
9. Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau
pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis
menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran
sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun
pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi
sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena kurangnya
cahaya.
Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai
penyaring juga menjadi rusak dan menyebabkan sedimen dapat
mencapai terumbu karang. Penebangan hutan mangrove untuk
keperluan kayu bakar dapat merubah area hutan mangrove tersebut
menjadi pantai terbuka. Dengan membuka tambak-tambak udang
dapat merusak tempat penyediaan udang alami.
2. Penangkapan dengan Bahan Peledak.
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh
nelayan akan mengakibatkan penangkapan ikan secara berlebihan,
sehingga menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang di masa
berikutnya. Penggunaan Kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan
peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar, sehingga
membunuh ikan dan merusak karang di sekitarnya.
3. Aliran drainase.
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang
terbuang ke perairan pantai mendorong pertumbuhan algae yang akan
menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya
dan oksigen. Penangkapan secara berlebihan membuat masalah ini
bertambah buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga
ikut tertangkap.
4. Penangkapan ikan dengan Sianida.
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan sianida
dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan karang yang
berharga. Metode ini acap digunakan untuk menangkap ikan-ikan
tropis untuk akuarium dan sekarang digunakan untu menangkap ikan-
ikan sebagai konsumsi restoran-restoran yang memakai ikan hidup.
5. Pengumpulan dan Pengerukan.
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan baku
konstruksi atau dijual untuk cindera mata juga merusak terumbu
karang. Demikian pula pengerukan dan pengeboman karang untuk
konstruksi di daerah terumbu karang.
6. Pencemaran Air.
Produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang di
dekat perairan pantai, pada akhirnya akan mencapai terumbu karang.
Bahan-bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut
lainnya.
10. 7. Pengelolaan tempat rekreasi .
Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah pesisir yang tidak
memperhatikan lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan
pemancingan dan penyelaman seringkali menyebabkan rusaknya
terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan
dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil,
mengumpulkan, menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang
terjadinya kerusakan terumbu karang.
8. Pemanasan global.
Terumbu karang juga terancam oleh pemanasan global.
Pemutihan terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir,
masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu terpanas dalam
sejarah. Ketika suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang
kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna
mereka menjadi putih dan akhirnya mati.
Pemanasan global juga mengakibatkan cuaca ekstrim sukar
diperkirakan, seperti badai tropis yang dapat mengakibatkan
kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar.
Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi
terumbu karang dan pulau-pulau kecil maupun atol.
C. Pencegahan dan Penanggulangan.
1. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat
akan pentingnya peranan terumbu karang dan mengajak masyarakat
untuk berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola
dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari, seperti
meningkatkan kesadaran mereka akan peranan penting terumbu
karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari, bahan
baku obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain. Penting
juga untuk menanamkan arti dan manfaat terumbu karang bagi
kelangsungan hidup masyarakat pesisir sejak masa kanak-kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a. Membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif
seperti budidaya, pemandu wisata dan usaha kerajinan tangan
yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Pembinaan ini disertai dengan bantuan pendanaan yang
disalurkan melalui berbagai sistem yang telah ada dan tidak
membebani masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan
pengelolaan terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara
lestari.
3. Pengembangan Kelembagaan.
11. a. Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam
penanganan terumbu karang baik pengelola kawasan, aparat
keamanan, pemanfaat sumber daya dan pemerhati lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui
berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan
teknik rehabilitasi terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi.
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung
berhubungan dengan terumbu karang. Dalam kaitan ini akan dibentuk
sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan
membangun simpul-simpul di beberapa propinsi. Kegiatan ini akan
diawasi langsung oleh LIPI yang telah memiliki stasiun-stasiun di
beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5. Penegakan hukum.
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu
komponen kunci yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai
tujuan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang.
Masyarakat memegang peranan penting dalam mencapai tujuan
komponen penegakan hukum. Salah satu peranan masyarakat dalam
pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai
pengamat terumbu karang atau reef watcher, dimana mereka
berkewajiban meneruskan informasi kepada penegak hukum mengenai
pelanggaran yang merusak terumbu karang di daerahnya.
D. Pemulihan.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling
sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup
lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi
terumbu karang.
1. Zonasi.
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki
ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir
dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan
prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat
berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi ataupun lainnya
sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai
dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona
yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat
dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang
tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat
tumbuh dan pulih secara alami.
2. Rehabilitasi.
12. Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan
melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang,
mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel
pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil
atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi,
serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan
fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara
membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa
alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan
merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil;
meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan
mortalitas jenis ikan favorit.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
ttd
Dr. A. Sonny Keraf
Lampiran I
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 4 Tahun 2001 Tanggal 23 Februari 2001
KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG
Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)
Prosentase Luas Tutupan Rusak Buruk 0 – 24,9
Terumbu Karang yang Rusak Sedang 25 – 49,9
13. Hidup Baik Baik 50 – 74,9
Baik Baik Sekali 75 – 100
Keterangan :
* Prosentase Luas Tutupan terumbu Karang yang Hidup yang dapat ditenggang
: 50 – 100%
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Ttd.
Dr. A. Sonny Keraf.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi III MENLH
Bidang Hukum Lingkungan
Ttd
Prof. Dr. Sudharto P. Hadi, MES.
Lampiran II
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 4 Tahun 2001 Tanggal 23 Februari 2001
PEDOMAN TATA CARA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN
DAN PEMULIHAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG
A. Pendahuluan.
Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dan seluruh biota laut dan
merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh
karena itu pengelolaan ekosistem terumbu kanang demi kelestarian
fungsinva sangat penting.
Terumbu karang Indonesia menurut Tomascik, 1997 mempunyai luas kurang
lebih 85.707 Km persegi yang terdiri dari fringing reefs 14.542 km persegi,
barier reefs 50.223 km persegi, oceanic platform reefs 1.402 persegi km dan
attols seluas 19.540 km persegi. Terumbu karang telah dimanfaatkan Oleh
masyarakat melalui berbagai cara. Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan
14. cara merusak kelestarian sumberdaya, seperti penggunaan bahan peledak
atau zat kimia beracun (potassium sianida) telah terjadi di seluruh perairan
Indonesia.
Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang
paling berkepentingan dalam pemanfaatannva, sebaliknva, kalangan ini pula
yang akan menerima akibat vang timbul dari kondisi baik maupun buruknya
ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang
sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat
berguna bagi masyarakat pesisir.
B. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang.
1. Sedimentasi.
Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau
pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis
menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran
sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran , Lumpur
ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak
jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena
kurangnya cahaya.
Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai penyaring
juga menjadi rusak dan menyebabkan sedimen dapat mencapai
terumbu karang. Penebangan hutan mangroveuntuk keperluan kayu
baker dapat merubah areal hutan mangrove tersebut menjadi pantai
terbuka. Dengan membuka tambak-tambak udang dapat merusak
tempat penyediaan udang alami.
2. Penangkapan dengan Bahan Peledak.
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh nelavan
akan mengakibatkan penangkapan ikan secara berlebihan, sehingga
menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang di masa berikutnva.
Penggunaan Kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan peledak
akan mengakibatkan ledakan yang besar, sehingga membunuh ikan
dan merusak karang di sekitarnya.
3. Aliran drainase.
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang
ke perairan pantai mendorong pertumbuhan algae yang akan
menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya
dan oksigen. Penangkapan secara berlebihan membuat masalah ini
bertambah buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga
ikut tertangkap.
4. Penangkapan ikan dengan Sianida.
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan sianida dan
racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga.
Metode ini acap digunakan untuk menangkap ikan-ikan tropis untuk
akuarium dan sekarang digunakan untuk menangkap ikan-ikan
sebagai konsumsi restoran-restoran yang memakai ikan hidup.
15. 5. Pengumpulan dan Pengerukan.
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan baku konstruksi
atau dijual untuk cinderamata juga merusak terumbu karang .
demikian pula pengerukan dan pengeboman karang untuk konstruksi
di daerah terumbu karang.
6. Pencemaran Air.
Produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang di dekat
perairan pantai pada akhirnya akan mencapai terumbu karang . Bahan
– bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut lainya
7. Pengelolaan tempat rekreasi
Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah pesisir yang tidak
memperhatikan lingkungan seperti penyewaan kapal, peralatan
pemançingan dan penyelaman seringkali menvebabkan rusaknya
terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan
dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil,
mengumpulkan, menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang
terjadinva kerusakan terumbu karang.
8. Pemanasan global.
Terumbu karang juga terancam oleh pemanasan global. Pemutihan
terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir, masa dimana
bumi mengalami beberapa kali suhu terpanas dalam sejarah. Ketika
suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang kehilangan algae
simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna mereka menjadi
putih dan akhirnya mati.
Pemanasan global juga mengakibatkan cuaca ekstrim sukar
diperkirakan, seperti badai tropis yang dapat mengakibatkan
kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar.
Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi
terumbu karang dan pulau-pulau kecil maupun atol.
C. Pencegahan dan Penanggu langan.
1. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upava untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan
pentingnva peran terumbu karang dan mengajak untuk berperan serta
aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan
terumbu karang secara lestari, seperti meningatkan kesadaran
mereka akan peranan penting terumbu karang seperti sebagai tempat
pengembangan wisata bahari, bahan baku obat-obatan kosmetika.
bahan makanan dan lain-lain. Penting juga untuk menanamkan arti
dan manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup masvarakat
pesisir sejak masa kanak-kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masvarakat.
a. membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternative
seperti budidaya, pemandu wisata dan usaha kerajinan tangan
yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
16. Pembinaan ini disertai dengan bantuna pendanaan yang
disalurkan melalui berbagai system yang telah ada dan tidak
membebani masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan
pengelolaan terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara
lestari.
3. Kelembagaan.
a. Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam
penanganan terumbu karang baik pengelola kawasan, aparat
keamanan, pemanfaatan sumber daya dan pemerhati
lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui
berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan
teknik rehabilitasi terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi.
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung berhubungan
dengan terumbu karang . Dalam kaitan ini akan dibentuk sistem
jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan
membangun simpul-simpul di beberapa propinsi. Kegiatan ini akan
diawasi langsung oleh LIPI yang telah memiliki stasiun-stasiun di
beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5. Penegakan hukum.
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu komponen
kunci yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan program
rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang. Masyarakat memegang
peranan penting dalam mencapai tujuan komponen penegakan
hukum. Salah satu peranan masyarakat dalam pengamanan terumbu
karang secara langsung adalah sebagai pengamat terumbu karang
atau reef watcher, dimana mereka berkewajihan meneruskan
informasi kepada penegak hukum mengenai pelanggaran yang
merusak terumbu karang di daerahnya.
D. Pemulihan.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit
untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama.
Upaya pemulihan yang bias dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi
terumbu karang.
1. Zonasi.
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem
pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnva wilavah pesisir dipetakan
untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas
pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa
zona penangkapan ikan, zona konservasi ataupun lainnya sesuia
dengan kebutuhan/ pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan
zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah
17. ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan
dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat
diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih
secara alami.
2. Rehabilitasi.
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan
melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang,
mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan
karang.
a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan
meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang
hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus
dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah
migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas
dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan
kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara
membersihkan karang dan alga dan meningkatkan hewan
pemangsa alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat diitingkatkan dengan meninkatkan
rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan
merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan
kecil meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta
menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
ttd
Dr. A. Sonny eraf
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi III MENLH
Bidang Hukum Lingkungan,
ttd
Prof. Dr. Sudharto P. Hadi, MES.