Dokumen tersebut membahas visi, misi, dan kebijakan prioritas Dinas Kehutanan Provinsi Maluku terkait pengelolaan hutan dan kawasan hutan. Dokumen tersebut juga menjelaskan kondisi hutan dan kawasan hutan di Maluku serta dasar hukum penguasaan hutan oleh negara.
Hierarki Rencana Tata Ruang dan Rencana Zonasi
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
Wilayah Perencanaan Rencana Zonasi Rinci WP3K
KERANGKA PROSES PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI
INTERPRETASI CITRA
Analisis Citra Untuk Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Zona Dasar dan Tujuan Penetapannya
Hierarki Rencana Tata Ruang dan Rencana Zonasi
PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI WP3K
Wilayah Perencanaan Rencana Zonasi Rinci WP3K
KERANGKA PROSES PENYUSUNAN RENCANA ZONASI RINCI
INTERPRETASI CITRA
Analisis Citra Untuk Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Zona Dasar dan Tujuan Penetapannya
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Beberapa permasalahan utama di bidang sumber daya air adalah banjir serta kurangnya konservasi, yang mana keduanya memberikan kerugian yang sangat besar bagi kita semua, baik secara materi maupun non-materi. Sebab-sebab serta solusi permasalahan tersebut akan dibahas secara ringkas dalam dokumen ini.
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Beberapa permasalahan utama di bidang sumber daya air adalah banjir serta kurangnya konservasi, yang mana keduanya memberikan kerugian yang sangat besar bagi kita semua, baik secara materi maupun non-materi. Sebab-sebab serta solusi permasalahan tersebut akan dibahas secara ringkas dalam dokumen ini.
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...CIFOR-ICRAF
Presented by Kristell Hergoualc'h (Scientist, CIFOR-ICRAF) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...CIFOR-ICRAF
Presented by Lauren Cooper and Rowenn Kalman (Michigan State University) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísCIFOR-ICRAF
Presented by Berioska Quispe Estrada (Directora General de Cambio Climático y Desertificación) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and MadagascarCIFOR-ICRAF
FLR is an adaptive process that brings people (including women, men, youth, local and indigenous communities) together to identify, negotiate and implement practices that restore and enhance ecological and social functionality of forest landscapes that have been deforested or degraded.
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfCIFOR-ICRAF
Re nforcer les S ystèmes d’ I nnovations
agrosylvopastorales économiquement
rentables, écologiquement durables et
socialement équitables dans la région du
No rd C ameroun
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetCIFOR-ICRAF
Renforcer les systèmes d’innovation agricole en vue de
promouvoir des systèmes de production agricole et
d’élevage économiquement rentables, écologiquement
durables et socialement équitables dans la région du
Nord au Cameroun (ReSI-NoC)
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...CIFOR-ICRAF
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement rentables, écologiquement durables et socialement équitables dans la région du
Nord Cameroun
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsCIFOR-ICRAF
Presented by Daniel Murdiyarso (Principal Scientist, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesCIFOR-ICRAF
Presented by Mihyun Seol and Himlal Baral (CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Presented by Citra Gilang (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Peat land Restoration Project in HLG LonderangCIFOR-ICRAF
Presented by Hyoung Gyun Kim (Korea–Indonesia Forest Cooperation Center) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...CIFOR-ICRAF
Presented by Beni Okarda (Senior Research Officer, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...CIFOR-ICRAF
Presented by Phidju Marrin Sagala (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, IndonesiaCIFOR-ICRAF
Presented by Milkah Royna (Student Intern, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and PerspectivesCIFOR-ICRAF
Presented by Bora Lee (Warm-Temperate and Subtropical Forest Research Center, NIFoS Jeju, Republic of Korea) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
2. VISI :
“Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin
Kelestarian Hutan Menuju Masyarakat Maluku Yang
Sejahtera, Rukun, dan Berkualitas ”
2
3. MISI :
•Menjamin Keberadaan Hutan
•Mengoptimalkan Aneka Fungsi Pemanfaatan Hutan
•Mengoptimalkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang Terencana,
Terkoordinasi dan Terintegrasi.
•Mengoptimalkan Perlindungan dan Pengamanan Hutan
•Penguatan Kelembagaan Dinas Kehutanan.
KEBIJAKAN PRIORITAS
6 (enam) Kebijakan Prioritas Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, untuk
menjamin kelestarian hutan di Provinsi Maluku :
1.Pemantapan Kawasan Hutan.
2.Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung DAS.
3.Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan.
4.Konservasi Keanekaragaman Hayati.
5.Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan.
6.Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.
3
4. Luas Wilayah Provinsi Maluku 712.480 Km2
yang terdiri
dari :
Luas Daratan : 54.148,48 Km2
( 7,6 %)
Luas Lautan : 658.331.52 Km2
( 92,4 %)
II. KONDISI AKTUAL
4
5. Hutan: suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
(Pasal 1 angka 2 UU No. 41 Tahun 1999)
Kawasan Hutan: wilayah tertentu
yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap
HUTAN DAN KAWASAN HUTANHUTAN DAN KAWASAN HUTAN
III. PENGERTIAN
Pengertian hutan ≠ kawasan hutan
7. No Fungsi Hutan Luas
(Ha)
Kriteria
1. Hutan Konservasi
429.543
(10,96%)
Ciri khas tertentu
pengawetan, Keaneka
ragaman hayati
2. Hutan Lindung 627.503 (16,00)
-Skoring > 175 keatas
-Lereng > 40%
-Ketinggian >2000m dpl
3. Hutan Produksi Terbatas 894.153 (22,81) Skoring 125-174
4. Hutan Produksi 641.603 (16,37) Skoring < 125
5.
Hutan Produksi Yang Dapat
Dikonversi
1.326.899
(33,86)
Skoring < 125
Jumlah 3.919.701
(1) Luas kawasan hutan di Provinsi Maluku Sesuai SK Menteri Kehutanan
Nomor : 871/Menhut-II/2013 tanggal 6 Desember 2013
7
IV. LUAS KAWASAN HUTAN DI PROVINSI MALUKUIV. LUAS KAWASAN HUTAN DI PROVINSI MALUKU
Catatan : APL = 364,149 Ha
8. 8
(2) Luas kawasan hutan Per Kabupaten / Kota di Provinsi Maluku
Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Jumlah %
Konservasi % Lindung % Produksi % Produksi % Produksi %
Terbatas Konversi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Ambon - - 9.597 1,53 - - - - - - 9.597 0,24
2 Maluku Tengah 175.743 40,91 134.367 21,41 179.947 20,12 28.522 4,45 100.614 7,58 619.192 15,80
3 Buru 6.849 1,59 108.169 17,24 109.960 12,30 106.835 16,65 95.621 7,21 427.434 10,90
4 Buru Selatan - 73.260 11,67 101.497 11,35 90.799 14,15 79.588 6,00 345.143 8,81
5 Maluku Tenggara 18.017 4,19 6.439 1,03 2.399 0,27 2.966 0,46 17.323 1,31 47.144 1,20
6 Tual - 9.257 1,48 987 0,11 - - 1.596 0,12 11.840 0,30
7 Maluku Tenggara Barat 77.197 17,97 13.012 2,07 78.167 8,74 112.385 17,52 138.799 10,46 419.559 10,70
8 Maluku Barat Daya 51.168 11,91 34.774 5,54 4.584 0,51 71.262 11,11 173.021 13,04 334.808 8,54
9 Seram Bagian Barat 32.251 7,51 124.493 19,84 156.087 17,46 9.810 1,53 91.808 6,92 414.449 10,57
10 Seram Bagian Timur 1.216 0,28 107.880 17,19 260.525 29,14 24.757 3,86 118.269 8,91 512.646 13,08
11 Kepulauan Aru 67.103 15,62 6.254 1,00 - 0,00 194.269 30,28 510.261 38,46 777.887 19,85
Jumlah 429.543 100 627.503 100 894.153 100 641.603 100 1.326.899 100 3.919.701 100,00
No Kabupaten / Kota
Luas Fungsi Kawasan Hutan (Ha)
9. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Pasal 4 ayat (2) UU 41/1999
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang
kepada pemerintah untuk:
a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan;
b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai
bukan kawasan hutan; dan
c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta
mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
V. LANDASAN KEWENANGAN KEHUTANANV. LANDASAN KEWENANGAN KEHUTANAN
10. V. PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASANV. PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN
HUTANHUTAN
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan
cagar alam serta zona inti dan sona rimbah pada Taman Nasional (Pasal 24 UU Nomor 41
tahun 1999 tentang Kehutanan).
Pemanfaatan kawasan hutan dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan
kayu dan bukan kayu
Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagaian kawasan hutan
untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan, penggunaan kawasan hutan
hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan atau kawasan hutan lindung
(pertambangan tertutup).
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentiangan pembangunan diluar kegiatan kehutanan
hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat
dielakan,antara lain pembangunan jalan umum, kelistrikan, pertbangan dan energi)
Penggunaan Kawasan Hutan (PP 24 Tahun 2010, Jo PP 61 Tahun 2012 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan)
Pemanfaatan Hutan (UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
11. 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Pasal 18 ayat 2; luas kawasan hutan yang harus
dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas
Daerah Aliran Sungai dan atau pulau dengan sebaran yang
proporsional)
2. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Hutan Pasal 24 ayat 3 huruf (c) point 3.b
disebutkan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi
adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk
digunakan bagi pengembangan transmigrasi, pemukiman,
pertanian, perkebunan.
11
Pelepasan Kawasan Hutan
12. Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari :
Hutan Negara
Hutan Adat
Hutan Hak
HUTAN NEGARA adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah
HUTAN ADAT adalah hutan yang berada didalam wilayah masyarakat hukum
adat
HUTAN HAK adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah
(Putusan Mahkama Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013)
13. Pemerintah menetapkan status hutan;
hutan adat ditetapkan sepanjang
menurut kenyataanya masyarakat
hukum adat yang bersangkutan masih
ada dan diakui keberadaanya.
Dalam hal ini yang menetapkan status
hutan adat adalah Menteri Kehutanan,
sepanjang keberadaan masyarakat
hukum adat telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
14. Masyarakat hukum adat diakui keberadaanya, jika
menurut kenyataanya memenuhi unsur antara lain :
a.masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban
(rechtsgemeenschap);
b.ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa
adatnya;
c.ada wilayah hukum adat yang jelas;
d.ada pranata dan perangkat, khususnya peradilan adat,
yang masih ditaati; dan
e.masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah
hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari.
MASYARAKAT HUKUM ADATMASYARAKAT HUKUM ADAT
(UU 41 Tahun 1999 Pasal 67)
15. Masyarakat hukum adat sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya berhak :
a.Melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan;
b.Melakukan kegiatan pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan undang-undang; dan
c.Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
16. Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum
adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil
penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat
setempat, dan toko masyarakat adat yang ada di daerah yang
bersangkutan, serta instansi atau pihak lain yang terkait.
Peraturan Daerah memuat atura antara lain :
a.tata cara penelitian;
b.pihak-pihak yang diikut sertakan;
c.materi penelitian, dan
d.kriteria penilaian keberadaan masyarakat hukum adat.
17. Untuk mencapai Visi Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera di Provinsi
Maluku, maka kebijakan kehutanan diarahkan terhadap : (1) Aspek
Pemantapan Kawasan Hutan; (2) Aspek Pengelolaan Tingkat Tapak ;
(3) Aspek penyelesaaian konflik tenur; dan (4) Aspek Pemberdayaan
masyarakat.
17
Pemantapan Kawasan Hutan
Untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan, dilakukan proses
pengukuhan kawasan hutan. Proses ini diawali dengan penunjukan, penataan
batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Tujuan akhirnya adalah
terdapatnya suatu kawasan hutan yang legal dan legitimate. Hingga tahun
2013 kinerja pengukuhan kawasan hutan pada hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi telah mencapai 7.842,11 km. Sebagai wujud
mengadopsi kebutuhan di masyarakat yang menyangkut perubahan
lingkungan strategis, dilakukan rencana review Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP), yang berimplikasi pada berubahnya luas kawasan hutan
yang semula 4.828,294 Ha, menjadi 3.919,701 Ha.
18. 18
Target dan Relaisasi s.d. 2013
Tahun 2010 2011 2012 2013
Target
312,1
7
405,01 185,74 378,38
Realisasi 309,5 351,44 185,00 385,78
Realisasi Tata Batas s/d Tahun 2013
7.842,11 Km
Panjang Batas Kawasan Hutan :
9221 Km
Sisa Tata Batas s/d Tahun
2013
1.378,89 Km
Luas Kawasan Hutan :
4.282.294 Ha ( 79,08 %)
Sumber BPKH wil IX ambon
Rencana Tata Batas Tahun 2014 :
+ 300 km
19. Pengelolaan di Tingkat Tapak
Untuk memperbaiki pengelolaan kawasan hutan, telah ditetapkan sebanyak 22
wilayah unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Saat ini telah terbentuk 4 unit
KPHP Model antara lain ; KPHP Model Wae Sapalewa di Kabupaten Maluku
Tengah, KPHP Model Wae Apu di Kabupaten Buru, KPHP Model Wae Bubi di
Kabupaten Seram Bagian Timur, dan KPHP Model Wae Tina Lintas Kabupaten
Buru dan Buru Selatan. Dimana pembentukannya memperhatikan dan
mempertimbangkan kekhasan masing-masing daerah. Sebagai organisasi
tapak, KPH berkemampuan menggali potensi sekaligus pemetaan sosial
ekonomi masyarakat, menjalin interaksi dan komunikasi intensif, sekaligus
menggali alternatif solusi sesuai kebutuhan di masyarakat.
Penyelesaian Konflik Kehutanan
Konflik tenurial kehutanan disebabkan oleh berbagai hal, seperti pelanggaran
terhadap prosedur penunjukan kawasan hutan dan klaim wilayah hutan negara
secara sepihak oleh Kemenhut. Penyebab lain dari konflik tenurial adalah
akibat institusi bisnis atau masyarakat yang merambah dan melakukan
aktivitas di dalam kawasan hutan secara ilegal. Penyelesaian konflik kehutanan
akan berdampak positif, tidak hanya pada membuka akses kesejahteraan bagi
masyarakat, tetapi juga memberikan kepastian usaha bagi pemegang izin.
Dampak lainnya adalah berkurangnya deforestrasi dan degradasi hutan.
20. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan
Untuk mengantisipasi berkembangnya potensi konflik maka diupayakan kegiatan
yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat melalui skema pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilaukan dalam rangka pemanfaatan
sumber daya hutan secara optimal dan berkeadilan. Model pemanfaatan hasil
hutan ini diformulasikan ke dalam skema Hutan Desa (HD) dan Hutan
Kemasyarakatan (HKm) yang dilakukan di hutan lindung maupun hutan produksi,
sedangkan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dilakukan di hutan produksi.
Pemberdayaan masyarakat harus dilakukan dengan penelitian yang cermat, dan
tidak semata-mata pendekatan ekonomi yang digunakan tetapi harus pula
diperhatikan masalah sosial budaya dan tradisi usaha masyarakat (pendekatan
sosial kultural)
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi mengacu pada PP No. 28
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui :
1. pembangunan desa konservasi;
2. pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok
pemanfaatan, izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata
alam;
3. fasilitas kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat.
21. Provinsi Maluku sebagian besar kawasan hutannya di “claim” sebagai hutan adat/ulayat (Petuanan)
sehingga menjadi kendala dalam kegiatan tata batas kawasan hutan dan pelaksanaan ijin pemanfaatan
hutan (HPH/HTI, dsb).
Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan perlu alokasi kawasan hutan sebagai kawasan resapan air
sekaligus penyedia air bagi pulau-pulau kecil (fungsi hidroorologis).
Meningkatnya kebutuhan lahan dari berbagai sektor dan akibat timbulnya pemekaran wilayah, baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berimplikasi pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRWP/RTRWK).
Pada kawasan hutan yang telah ditata batas maupun ditetapkan masih dijumpai penguasaan pihak lain
(dalam bentuk pemukiman dan perladangan masyarakat).
Dengan pemekaran Kabupaten/Kota ada kecenderungan membuka keterisolasian daerah dengan
membuat jalan melewati kawasan hutan tanpa mengikuti ketentuan yang berlaku.
Meskipun penataan batas maupun penetapan kawasan hutan telah dapat dipetakan, namun ketepatan
posisinya menjadi belum akurat karena disamping posisinya ditentukan oleh titik ikat (titik kontrol
lokal) juga penggunaan peta dasar yang berbeda.
VII. PERMASALAHAN TENURIAL KAWASAN HUTAN DI PROVINSI
MALUKU