1. KANDIDIASIS MUKOSA
Sunarso Suyoso
Kandidiasis mukosa pada dermatomikosis superfisialis ada 2 yaitu : 1
1. Oral : thrush, glositis, stomatitis, keilitis, perleche
2. Vaginitis dan balanitis
SINONIM
Kandidiasis oral (KO)1 = Kandidosis oral.1, 2
Kandidiasis (vulvo) vaginalis (K(V)V) 1 = Kandidosis (vulvo) vaginalis,1,2
Kandida (vulvo) vaginitis,2 Vulvovaginal thrush2
Balanitis kandida / balanopostitis kandida (BK/BPK)1,2
Istilah Kandidiasis dipakai di Amerika Serikat,1,3 hampir seluruh dunia1 dan
buku ICD X (The tenth revision of the International statistical clasification of
diseases and related problem)-WHO Jenewa 1992, sebagai standar
diagnosis penyakit yang dipakai di semua Rumah Sakit seluruh Dunia.
Istilah Kandidosis dipakai di Kanada, Inggris, Perancis dan Itali,1,3 karena
nama penyakit jamur lainnya juga berakhiran – osis (misalkan
Histoplasmosis, kriptokokkosis, dan lainnya)1.
DEFINISI
Kandidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus Candida,
terutama Candida albicans (C.albicans). Manifestasi klinisnya sangat
bervariasi dari akut, subakut dan kronis ke episodik. Kelainan dapat lokal di
mulut, tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, bronkhi,
paru, atau saluran pencernaan makanan, atau menjadi sistemik misalnya
septikemia, endokarditis dan meningitis. Proses patologis yang timbul juga
bervariasi dari iritasi dan inflamasi sampai supurasi akut, kronis atau reaksi
granulomatosis. Karena C.albicans merupakan spesies endogen, maka
penyakitnya merupakan infeksi oportunistik. 1
ETIOLOGI
KO umumnya disebabkan C. albicans, dapat juga C. dubliniensis.3
Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya,KO pada pasien HIV/AIDS didapat
C.albicans 35,29% dan C.non-albicans 64,71% (C. tropicalis 29,41%,
C.dubliniensis 14,71%, C.glabrata 14,71% dan C.guilliermondii 5,88%).4
KVV umumnya karena C.albicans (80-90%), C.glabrata (6-10%), C.tropicalis
(5-10%), C.parapsilosis, C.krusei, C.stellatoidea, C.kefyr1,3,5 dan
Saccharomyces cerevisiae.5
Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta didapatkan penyebab KVV adalah
C.albicans 62,3%, dan C.non-albicans 30,4%, (C.glabrata 18,8%,
C.tropicalis 8,7%, C.parapsilosis 2,9% dan infeksi campuran 7,3%).6
1
2. Penelitian pada tahun 2004 di Surabaya didapatkan penyebab KVV adalah
C.albicans 34,8% dan C.non-albicans 65,2% (C.tropicalis 41,3%, C.glabrata
17,4%, C.guilliermondii, C.kefyr dan C.stellatoidea masing-masing 2,2%).7
Pada garis besarnya : C.albicans 6,7%, C.non-albicans 40%, C.albicans +
C.non-albicans 46,6% dan C.non-albican + C.non-albicans 6,7%.7
Penelitian pada tahun 2011 di Surabaya pada pasien AIDS (CD4 200-300)
yang menderita KVV didapatkan penyebabnya C.albicans 85,7% dan
C.glabrata 14,3%, tidak dijumpai C.dubliniensis.8
Penyebab BK/BPK sama dengan penyebab K/V.1,3
CARA PENULARAN
KO pada bayi biasanya karena penularan waktu lahir dari ibunya yang
menderita KVV. Dapat juga terkontaminasi dari bayi lain, ibu-ibu dan orang
lain, tersering pada epidemi perawatan.1,5 Pada pasien dewasa, KO dan
KVV terutama timbul karena adanya faktor-faktor predisposisi, namun
Candida telah ada sebagai organisme komensal di traktus gastrointestinal
dan vagina; dan tidak disebutkan adanya faktor penularan.1 Sedangkan
BK/BPK diduga karena penularan dari KVV pasangannya. 1 Infeksi dapat
berasal dari oral dan anal.2 Wanita dengan KVV terinfeksi dengan jenis
endogen, transmisi seksual antara pasangan terutama pada penerima seks
oral9. Infeksi tampaknya tidak ditularkan melalui hubungan seks
pervaginam.9 Kasus terbanyak KVV, pemindahan infeksi jamur dari anus ke
introitus, dapat juga pemindahannya diarea ini dari mulut atau tangan.
Tersering KVVR disebabkan karena kambuh dengan strain sama dari pada
infeksi dengan strain baru. Perantara yang tidak umum untuk terinfeksi
vagina termasuk urethra dan kuku tangan.9
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI
C.ALBICANS
Digambarkan sebagai berikut10 :
mukosa vagina mukosa oral
1. % kolonisasi Candida pada individu normal 5-20% 40-70%
(Mean 15%) (Mean 50%)
2. Kandidiasis pada wanita normal/ sehat 50-75% Jarang
3. C.albicans sebagai penyebab 75-90% > 95%
4. Faktor predisposisi :
- Antibiotika +++ +
- Hormon kontraseptik ++ -
- Steroid +/- ++
- Kronik mukokutan Kandidosis +/- ++++
- Khemoterapy :
Limphoma/ Hematologic malignancy +/- ++
Transplantasi / allogeneic +/- +++
- AIDS +/- ++++
5. Infeksi rekurens pada wanita sehat (HIV 5-10% Jarang
negatif) (idiopathik)
10
6. Antifungal resistance Jarang Umum
Penelitian pada tahun 2011 di Surabaya pada pasien AIDS (CD4 200-300)
yang menderita KVV dengan antibiotika spektrum luas (Seftriakson,
Siprofloksasin dan Seftasidim) sebanyak 66,7%, sedangkan KVV yang
dengan antibiotika spektrum sempit (Kotrimoksasol, Rifampisin) sebanyak
33,3%.8
2
3. PATOGENESIS
Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi C.albicans
pada orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina.3 Perkembangan
penyakit karena spesies Candida bergantung pada interaksi kompleks
antara organisme yang patogen dengan mekanisme pertahanan tubuh
pejamu. Infeksi kandida merupakan infeksi oportunistik yang dimungkinkan
karena menurunnya pertahanan tubuh pejamu. 3
Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insidens
kolonisasi dan infeksi kandida adalah :1,3,11,12
1. Faktor mekanis : trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, lembab dan
atau maserasi, gigi palsu, bebat tertutup atau pakaian, kegemukan
2. Faktor nutrisi : avitaminosis, defisiensi besi (Kandidiasis mukokutaneus
kronis)3, defisiensi folat, Vit B1213, malnutrisi generalis
3. Perubahan fisiologis : umur ekstrim (sangat muda/sangat tua),
kehamilan, KVV terjadi pada 50% wanita hamil terutama pada trimester
terakhir12, menstruasi.
4. Penyakit sistemik : Down’s Syndrome, Akrodermatitis enteropatika,
penyakit endokrin (Diabetes mellitus, penyakit Cushing,
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), uremia, keganasan
terutama hematologi (leukemia akut, agranulositosis 13), timoma,
Imunodefisiensi (Sindroma AID, Sindroma imunodefisiensi kombinasi
berat, defisiensi Myelo peroksidase, Sindroma Chediak – Higashi,
Sindroma Hiper immunoglobinemia E, penyakit granulomatosus kronis,
Sindroma Di George, Sindroma Nezelof),
5. Penyebab iatrogenik : pemasangan kateter, dan pemberian IV, radiasi
sinar-X (Xerostomia 13), obat-obatan (oral – parenteral – topikal -
aerosol), antara lain : kortikosteroid dan imunosupresi lain, antibiotik
spektrum luas, metronidazol, trankuilaiser, kontrasepsi oral (estrogen),
kolkhisin, fenilbutason, histamine 2-blocker.
Faktor penting lainnya adalah perbedaan virulensi di antara spesies
Candida. Juga dalam mulainya infeksi kandida termasuk perlekatan
Candida dengan sel epitel dan invasi berikutnya. Mekanisme invasi masih
tidak jelas tetapi mungkin menyangkut kerja enzim keratinolitik, fosfolipase
atau enzim proteolitik galur spesifik. Pseudohifa dapat menembus
intraselular kedalam korneosit.3 Ruang terang terlihat di sekitar Candida,
menandakan suatu proses lisis jaringan kulit epitel yang sedang
berlangsung3. Bentuk hifa maupun ragi (yeast) keduanya dapat menembus
jaringan pejamu dan ke 2 bentuk menunjukkan virulensi yang potensial dan
berperanan infeksi pada manusia.9 Bentuk hifa mempercepat kemampuan
Candida invasi jaringan.9
FAKTOR PERTAHANAN PEJAMU.
Faktor pertahanan pejamu pada KVV terjadi lokal saja, yaitu pada epitel
vagina, sedangkan imunologis yaitu antibody masih belum jelas (+ / -).10
Sedang pada KO faktor pertahanan pejamu pada lokal adalah T.cell CD 8
dan epitel, sedangkan pertahanan sistemiknya pada T.cell CD 4 lebih
banyak dari pada T.cell CD 8.10 Perbedaan tersebut sebagai berikut10 :
3
4. Mukosa vagina Mukosa oral
lokal sistemik lokal sistemik
T.cell
CD 4 - - ? +++
CD 8 - - ++ ++
Antibody +/- - - -
Innate
PMNL - - +? +?
Natural killer - - - -
Macrophage ? ? ? ?
Dendritic cell/ ? ? ? ?
Langerhans cell
Epithelial + - +++ -
Perubahan lokal dalam pertahanan imun vagina lebih penting daripada
melemahnya immunitas sistemik; ini yang menerangkan mengapa KVVR
tidak meningkat pada pasien HIV/AIDS dengan CD4 rendah.9 KVVR
terbanyak karena Candida strain sama yang berkembang menjadi variasi
genetik yang tidak diketahui.9
GEJALA KLINIS
1. Kandidiasis oral (KO)
Kandidiasis oral ada 5 bentuk : 2,3,11
1.1. Kandidiasis pseudomembran akut
1.2. Kandidiasis atrofi akut
1.3. Kandidiasis atrofi kronis
1.4. Kandidiasis hiperplastik kronis
1.5. Kheilosis kandida
1.1. Kandidiasis pseudomembran akut
Disebut juga oral thrush,2,3,11 kandidosis pseudomembran akut.2
Tampak plak/pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai
mukosa bukal, lidah dan permukaan oral lainnya.3,6
Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel
radang, bakteri, sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrolitik. 2,3
Bila plak diangkat tampak dasar mukosa eritematosa atau mungkin
berdarah dan terasa nyeri sekali. 2,3,11
1.2. Kandidiasis atrofi akut
Disebut juga midline glossitis,11 kandidosis antibiotik,3 glossodynia,1
antibiotic tongue,1 kandidosis eritematosa akut.2
Mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut
akibat menumpuknya pseudomembran.11 Daerah yang terkena
tampak khas sebagai lesi eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak
teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering hilangnya papila
lidah11 dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada
rasa nyeri.2 Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik
spektrum luas,2,3 kortikosteroid sistemik, inhalasi maupun topikal.3
4
5. 1.3. Kandidiasis atrofi kronis
Disebut juga denture stomatitis.2,3,11 denture-sore mouth.2
Bentuk tersering pada pemakai gigi palsu (1 di antara 4 pemakai)
dan 60% di atas usia 65 tahun, serta wanita lebih sering terkena.3
Gambaran khas berupa eritema kronis dan edema di sebagian
palatum di bawah prostesis maksilaris.3,11 Ada 3 stadium11 yang
berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas
pada asal duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas
sampai hiperemia generalisata dan peradangan seluruh area yang
menggunakan gigi palsu. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya
terjadi hiperplasia papilar granularis.
Kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilosis kandida,3 tidak
menunjukkan gejala atau hanya gejala ringan. C.albicans lebih
sering ditemukan pada permukaan gigi palsu daripada di
permukaan mukosa.3 Bila ada gejala, umumnya pada pasien
dengan peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat
berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri ringan sampai berat.11
1.4. Kandidiasis hiperplastik kronis
Disebut juga leukoplakia kandida2,3,11
Gejala bervariasi dari bercak putih, yang hampir tidak teraba sampai
plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa
bukal.3,11 Keluhan umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang
terkena.2 Tidak seperti pada kandidiasis pseudomembran, plak
disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral
oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok sigaret dan
keganasan.2,11 Terbanyak pada pria, umumnya di atas usia 30
tahun dan perokok.2
1.5. Kheilosis kandida
Sinonim perleche,1,3 angular cheilitis,2 angular stomatitis.2
Khas ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut
mulut.2,3 Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan
menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur
pada komisura mulut.3 Juga karena hilangnya dimensi vertikal pada
1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan
gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan
dengan kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian gigi palsu.3
Klasifikasi Kandidiasis Oral (KO) lain13
1. Kandidiasis oral primer
1.1. Bentuk akut
1.1.1. Pseudomembranous (Kandidiasis pseudomembranous)
1.1.2. Eritematous (Kandidiasis atrofi akut)
1.2. Bentuk Kronis
1.2.1. Hiperplastik : a. Nodular, b. Plak
1.2.2. Eritematous
1.3. Lesi berhubungan Candida
1.3.1. Denture Stomatitis (Kandidiasis atrofi kronis)
1.3.2. Angular Cheilitis (Kheilosis Kandida)
1.3.3. Glositis romboid median
1.3.4. Linear gingival erythema
5
6. 2. Kandidiasis oral sekunder
Manifestasi oral Kandidiasis mukokutaneous sistemik sebagai
akibat penyakit seperti aplasia thymus dan sindroma
endokrinopati Kandidiasis
Glositis romboid median
Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik
kronis.2 Pada bagian tengah permukaan dorsal lidah terjadi atrofi
papila. 2,3
Linear gingival erythema13
- Bentuk terbaru dijumpai pada pasien HIV
- Lesinya berupa garis merah minimal 2 mm meluas antara papilla
gingiva yang berdekatan/ mengitari tepi gingiva.
- Dapat lokalisata pada tepi gingiva satu atau dua gigi atau
generalisata
- Ini dapat karena infeksi campuran bakteri dan jamur karena dasar
defisiensi imun generalisasi
2. Kandidiasis mukosa pada pasien Imunokompromais
Pasien Imunokompromais yang dibicarakan disini terbatas pada pasien
HIV/AIDS, dan pasien penerima cangkok organ padat (ginjal, liver).14
Meskipun Kandidiasis mukosa yaitu KO adalah infeksi jamur tersering
pada pasien HIV seropositif, di Asia Tenggara tersering infeksi jamurnya
di populasi ini adalah malassezia follikulitis, infeksi Kriptokokkosis dan
infeksi jamur dimorfik seperti Histoplasmosis, Koksidioidomikosis dan
tersering ke 2 yaitu Penisillinosis. Kandidiasis mukosa mengenai 90%
pasien HIV seropositif (fase lanjut, CD4 < 200, terinfenksi > 10 tahun)
tersering terjadi dalam bentuk Kandidiasis oral (KO) dapat hairy
leukoplakia pada fase lebih lanjut.14,15 Kandidiasis vagina rekuren pada
wanita, maupun Kandidiasis kutis tidak meningkat seperti pada pasien
imunokompeten.16
Pada fase dini infeksi HIV (CD4 > 500, terinfeksi 10 minggu – 5 tahun)
biasanya terjadi dermatophytosis, tersering karena Trichophyton rubrum
yaitu tinea pedis kronis dan tinea kruris, dapat juga tinea corporis,
onikomikosis dan perifolikulitis superfisial, dermal maupun Majocchi’s
granuloma.15 Pada fase intermediet infeksi HIV (CD4 < 500 - > 200,
terinfeksi 5 tahun – 10 tahun meningkat Pitiriasis versikolor.15
Angka kesakitannya sangat menurun dalam beberapa tahun ini karena
adanya terapi antiretroviral (ARV).14,15
Pasien transplantasi kurang berkembang menjadi Kandidiasis superfisialis
(Kandidiasis oral dan kutis) dibanding dengan pasien HIV, tetapi penerima
organ transplantasi lebih berkembang menjadi Kandidiasis sistemik,14
terutama pada 2-6 minggu post transplantasi (periode dini) dan 1-6 bulan
post transplantasi (periode intermediet),14 dan juga dapat terjadi
aspergilosis.14 Pada lebih 6 bulan post transplantasi (periode lanjut) yang
terjadi biasanya histoplasmosis diseminata, aspergilosis dan
dermatofitosis.14 Bila terjadi penolakan organ transplant yang terjadi
kriptokokkosis dan infeksi oportunistik lainnya.14
6
7. 3. Kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS
Timbulnya KO sering sebagai indikasi pertama dari infeksi HIV baik akut
maupun kronis. Pasien mengeluh gejala-gejala yaitu : panas terbakar,
perubahan rasa dan kesulitan menelan cairan maupun makanan padat,
kadang-kadang asimtomatik.14,16
Limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3 merupakan faktor risiko terjadinya
KO, sedangkan bila kurang dari 100 sel/mm3 akan timbul juga Kandidiasis
kuku.14 Tampak seperti oral thrush khas yang berhubungan dengan hairy
leucoplakia atau mengenai esofagus.16
Empat bentuk tersering yang berhubungan dengan infeksi HIV adalah14,16
1. Kandidiasis pseudomembran akut
2. Kandidiasis atrofi akut
3. Kheilosis Kandida (perleche)
4. Kandidiasis hiperplastik kronis14
Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya pada pasein HIV/AIDS didapat
gambaran klinis Kandidiasis pseudomembran akut 50%, Kandidiasis
eritematosis akut 31,25%, Kandidiasis hiperplastik kronik 12,12%,
perleche 3,13% dan kombinasi Kandidiasis eritematosis akut dan
perleche 3,13%4.
Lebih dari 50% pasien infeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS dalam 3
tahun dengan adanya Kandidiasis orofaring.16
Kandidiasis mukosa merupakan manifestasi paling sering dijumpai pada
anak-anak dengan infeksi HIV. Bila CD4 kurang dari 500 sel/mm3 infeksi
KO pada anak-anak dapat lebih berat, menetap dan resisten terhadap
pengobatan. Walau KO pada anak-anak usia 6 bulan pertama sering
dijumpai, tetapi pasien dipertimbangkan keadaan imunokompromais bila
sering kambuh atau pada kasus yang sulit sembuh.16
Luasnya pemakaian profilaksi flukonazol pada pasien HIV menyebabkan
strain C.albicans resistensi flukonazol dan meningkatkan C.non-albicans
terutama pada stadium akhir AIDS. Sejak pemberian Anti Retroviral
Terapi (ARV), C.albicans yang resistensi flukonazol sangat menurun.9
C.dubliniensis dapat salah diagnosis sebagai C.albicans yang resistensi
flukonazol.9
4. Kandidiasis vulvovaginalis (KVV)
Keluhan sangat gatal atau pedih disertai keluar cairan yang putih mirip
krim susu/keju, kuning tebal,1,12,17 tetapi dapat cair seperti air atau tebal
homogen12,17 dan tampak pseudomembran abu-abu putih pada mukosa
vagina.1 Lesi bervariasi, dari reaksi eksema ringan dengan eritema
minimal sampai proses berat dengan pustul, eksoriasi dan ulkus, serta
dapat meluas mengenai perineum, vulva, dan seluruh area inguinal.1
Sering dijumpai pada wanita hamil,1,18 dan pada wanita tidak hamil
biasanya keluhan dimulai seminggu sebelum menstruasi.2,17 Gatal sering
lebih berat bila tidur atau sesudah mandi air hangat. Umumnya didapati
disuria dan dispareunia superfisial.17 Dapat juga terjadi vulvitis tanpa
disertai infeksi vagina.17 Umumnya vulva eritema dengan fisura yang
sering lokalisata pada tepi mukosa introitus vagina, tetapi dapat meluas
7
8. mengenai labia majora. Intertrigo perineal dengan lesi vesikular dan
pustul dapat terjadi.2,17
Berdasarkan gambaran klinis, mikrobiologi, faktor pejamu dan reaksi
pengobatan maka KVV dibagi 2 klasifikasi yaitu KVV tidak sulit
(uncomplicated) dan KVV sulit (complicated) : 18
KVV tidak sulit (uncomplicated) : 18
- KVV tidak sering atau sporadis, atau
- KVV ringan sampai sedang, atau
- Seperti karena C.albicans, atau
- Wanita non imunokompromais/ imunokompeten
KVV sulit (complicated) : 18
- KVV rekurens (KVVR) : adalah pasien yang terkena gejala
simtomatik KVV 4 kali atau lebih dalam setahun oleh karena
berbagai faktor predisposisi, 3,18 atau
- KVV berat (vulva eritema luas, edema, eksoriasi dan terbentuk
fisura), atau
- Kandidiasis non-albicans, atau
- Wanita dengan Diabetes tidak terkontrol, keadaan jelek, atau
imunosupresif (mendapat Kortikosteroid jangka lama, pasien
HIV/AIDS) atau yang hamil.
Ada tambahan pembagian lain yaitu :
4.3. KVV kronis19
Kondisi vulvovaginal yang relatif sering terjadi yang khas rasa gatal,
sering dengan eksaserbasi siklus premenstrual. Nyeri vulva terutama
disparenia dapat yang utama pada sindroma ini dan kadang-kadang
merupakan gejala yang ada.19
Anamnesis yang tepat paling penting dalam mendiagnosis KVV
kronis. Berhubungan dengan serangan berulang Kandidiasis akut,
menjadi semakin sering sebelum gejala berat kronis. Serangan
biasanya didahului dengan antibiotika, tetapi dapat juga udara panas,
perjalanan jauh, senggama, dan memakai baju ketat serta pasien
yang mendapat terapi sulih hormon estrogen. Begitu menjadi kronis,
biasanya dirasakan gatal dan pedih. Kambuh pada setengah kedua
setelah ovulasi dan membaik pada permulaan menstruasi.
Pemeriksaan khas tampak sangat eritema dan meradang pada vulva
termasuk labia minor, sulkus interlabia, introitus dan vagina. Sering
tidak selalu ada keputihan yang seperti krim, dapat tampak normal
atau agak meradang.19
Persoalan yang penting adalah pasien sudah sering memakai obat
anti jamur sebelum periksa. Pemakaian obat anti jamur dalam 2-3
minggu sebelum periksa maka vulva tampak normal dan hasil
laboratorium negatif.19
Bila dicurigai Kandidiasis kronis dalam anamnesis tetapi vulva dan
laboratorium normal maka pasien harus menghentikan semua obat
anti jamur. Kondisinya akan menunjukkan gejala dalam beberapa
minggu kemudian.19
8
9. 5. Balanitis kandida/Balanopostitis kandida (BK/BPK)
Tampak erosi merah superfisialis dan pustul berdinding tipis di atas glans
penis, sulkus koronarius (balanitis) dan pada prepusium penis yang tidak
disirkumsisi (balanopostitis).1,2 Papul kecil tampak pada glans penis
beberapa jam sesudah berhubungan seks, kemudian menjadi pustul putih
atau vesikel dan pecah meninggalkan tepi yang mengelupas. Bentuk
ringan ini biasanya berhubungan dengan rasa pedih sedikit dan iritasi.2
Pada bentuk lanjut tampak bercak putih susu di glans penis, sulkus
koronanius dan kadang-kadang di batang penis. Dapat meluas ke
skrotum, paha dan seluruh area inguinalis,1 terutama pada udara panas.2
Pada kasus berat lesi tampak pada epitel uretra,1 lesi di penis susah
hilang dan menetap pada glans serta prepusium, yang akan menghambat
aktifitas seks karena rasa pedih.2
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis dan gambaran klinis yang khas,1,3,16 termasuk plak putih atau
eritema difus. 11
Pada KO lihat gejala klinis KO.
Pada KVV oleh karena C.albicans keluhan utamanya adalah gatal,
kadang-kadang disertai iritasi atau terbakar.5
Pada KVV oleh karena C. glabrata, C. parapsilosis, C. krusei dan
S.cerevisiae (C.non-albicans) khas keluhannya iritasi dan terbakar lebih
menonjol dari pada gatalnya dan tidak disertai fluor albus,5 klinisnya
tampak eritema vagina atau tidak ada kelainan sama sekali.5
2. Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH/ larutan Salin tampak
budding yeast cells dengan atau tanpa pseudohifa (gambaran seperti
untaian sosis 3) atau hifa1,17.
Hanya C. albicans dan C. tropicalis yang dapat membentuk hifa
sebenarnya11 selain budding yeast dan pseudohifa.
Pada Candida non-albicans terutama, C (Torulopsis) glabrata, C.
parapsilosis, C. krusei dan S. cerevisiae tampak hanya budding yeast dan
biasanya lebih sulit dilihat dengan mikroskop, perlu pembesaran yang
lebih besar.5 Spesimen harus baru dan segera diperiksa.1
Leukosit dalam jumlah normal20 (< 30 sel/lp). Bila jumlah leukosit banyak /
berlebihan (> 30 sel/lp) berarti ada infeksi campuran non-spesifik.20
3. Pengecatan Gram, jamur (budding yeast cell, blastospora, pseudohifa,
hifa) tampak positif Gram dan sporanya lebih besar dari bakteri.1
Pemeriksaan langsung KOH atau Gram harus dilakukan pada kandidiasis
mukosa dan apabila hasilnya positif, sudah dapat menyokong diagnosis.1
Leukosit dalam jumlah normal20 (< 30 sel/lp). Bila jumlah leukosit banyak /
berlebihan berarti ada infeksi campuran non-spesifik.20
9
10. 4. Kultur
Spesimen harus baru dan kultur dapat dilakukan dengan media :
a. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan antibiotik. Candida spp.
umumnya tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan
pada media selektif jamur patogen, kecuali beberapa galur C.
tropicalis, C. krusei dan C. parapsilosis yang tidak tumbuh karena
sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam 24-72 jam.1
b. CHROMagar Candida21
Dasarnya warna Koloni kontras kuat yang dihasilkan karena reaksi
enzim spesifik spesies dengan substrat Chromogenic mix.21
Identifikasi dipercepat dengan CHROMagar Candida yang
menghambat pertumbuhan bakteri dan identifikasi dengan warna
koloni dari C.albicans, C.tropicalis, C.dubliniensis, dan C.krusei9.
Pada CHROMagar Candida masing-masing koloni spesies Candida
mempunyai warna khas22 : C.albicans hijau apel, C.dubliniensis hijau
tua, C.glabrata merah muda (pink) sampai ungu, besar, C.tropicalis
biru tua kadang-kadang merah muda dan semuanya membentuk halo
ungu, C.krusei merah muda pucat, besar, datar, permukaan kasar,
C.parapsilosis putih kotor (off white) sampai merah muda pucat, C.
guilliermondii merah muda sampai ungu, kecil.
C.dubliniensis hanya dapat diidentifikasi dengan CHROMagar
Candida, tidak dapat hanya dengan media SDA atau Potato Dextrose
agar oleh karena akan terdiagnosis sebagai C. albicans,22,23
c. Identifikasi C. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds
Braude, yakni memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam
serum atau koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2 jam pada
suhu 37°C. Di bawah mikroskop akan tampak germ tubes (bentukan
seperti kecambah) yang khas pada C.albicans.1 Germ tube : > 90%
C.albicans, dapat tampak pada C.dubliniensis dan C.stellatoidea.8
d. Cornmeal agar dengan Tween 80 atau Nickerson polysaccharide
trypan blue (Nickerson-Mankowski agar) pada suhu 25°C, digunakan
untuk menumbuhkan klamidokonidia, yang umumnya hanya ada pada
C. albicans dan tumbuh dalam 3 hari.1
e. Tes karbohidrat (fermentasi dan asimilasi) untuk identifikasi spesies
Candida secara lebih tepat.1
Terbaik kombinasi CHROMagar Candida dan Cornmeal agar dengan
Tween 80 disertai tes karbohidrat22. Untuk membedakan C.albicans dan
C.dubliniensis perlu pemeriksaan morfologi (bentuk) blastokonidianya
dan kemampuannya memproduksi pseudohifa dan klamidokonidia pada
Semi-Starvation media yang cocok seperti Cornmeal atau Rice-Tween
agar9.
C.dubliniensis pada Cornmeal Tween 80 agar, lebih kaya klamidospor,
klamidokonidianya lebih besar-besar, berpasang-pasangan dan triplet
dari pada C.albicans, pada C.albicans klamidokonidianya tunggal diujung
pseudohifa atau hifa, juga keduanya tampak pseudohifa berlebihan,
beberapa hifa dan gerombolan blastospora sepanjang pseudohifa4,22.
10
11. Pada media CHROMagar Candida tampak koloni C.dubliniensis lebih
besar, lebih bulat dan lebih hijau dibandingkan dengan koloni
C.albicans 4,22.
Strategi paling aman untuk identifikasi ragi (yeast) dimulai denga tes
yang cepat, simpel dan spesifik untuk identifikasi C.albicans karena
spesies tunggal ini yang tersering tumbuh dari sampel klinis.9
5. Polymerase Chain Reaction (PCR)5
Dapat mendeteksi pada wanita yang anamnesis ada KVVR tapi
asimtomatik, dengan PCR 28,8% positif dibandingkan dengan kultur
6,6%.5
6. Histopatologis
Pilihan untuk diagnosis leukoplakia kandida.11
Tampak hifa di dalam epitel superfisial, akantosis, parakeratosis
menunjukkan kedalaman invasi hifa, peradangan intraepitel terutama sel
polimorfonuklear, edema dan peradangan kronis dalam dermis.5
Pengecatan dengan Periodic acid-Schiff (PAS).1
Diagnosis banding
1. Kandidiasis oral: difteria,1 leukoplakia karena sebab lain (merokok atau
keganasan),11 kheilitis11, likenplanus, infeksi herpes, eritema multiforme,
anemia pernisiosa3
2. Kandidiasis vulvovaginalis: trikomoniasis vaginalis (trikomonas
vaginitis),1,2,17 vaginosis bakterial,1,2,17 leukore fisiologis pada kehamilan,2
Bacterial vaginitis,23 Cytolytic vaginosis (Doderlein Cytolytic)23 dan
Lactobacillus vaginosis23
Bacterial vaginitis 23 khas ada tanda-tanda dan gejala keradangan oleh
karena Streptococcus group B. Bila karena Streptococcus α hemolyticus
atau Staphylococcus aureus karena ada predisposisi benda asing di
vagina (kertas toilet atau tampon). Duh tubuh berwarna kuning/hijau,
biasanya dispareunia23. Terapi golongan penisilin.23
Cytolytic vaginosis (Doderlein Cytolytic),23 karena peningkatan abnormal
lactobacilli, gejala seperti KVV tapi tidak ada tanda-tanda inflamasi dan
laboratorium tidak ada Candida, banyak lactobacilli dan banyak sekali sel
epithel, banyak inti yang sitoplasmanya hilang hingga seperti sel darah
putih. Terapi 2-3 x/minggu cuci vagina dengan 30-60 gram baking powder
(sodium bikarbonat) dalam 1 liter air hangat.23
Lactobacillus vaginosis23 karena meningkatnya lactobacilli, gejalanya
seperti KVV. Laboratoriumnya leukosit normal, tidak ada Candida, khas
ada lactobacilli yang sangat panjang (leptothrix). Terapi Doksisiklin 2 x
100 mg / hari 2 minggu atau amoksilin & asam klavulinik 2x 500 ng/ hari.23
3. Balanitis kandida: infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis, dan liken
planus.2
4. Perjalanan kandidiasis pada pasien HIV / AIDS akan menetap, kambuhan
dan memburuk. Berbeda dengan pasien imunokompromais lainnya,
kandidiasis sering sembuh dengan pulihnya keadaan imunologisnya.11
11
12. PENGOBATAN
1. Kandidiasis oral
1.1. Umum
- Mengurangi dan mengobati faktor predisposisi1,3,17
- Bila karena gigi palsu, perlu melepas gigi palsu setiap malam dan
mencuci dengan antiseptik seperti khlorheksidin,12 atau larutan
hipokhlorit 0,1% untuk mengurangi jumlah Candida. 3
1.2. Obat topikal
1.2.1. Nistatin suspensi oral3,17
- 4-6 ml (400.000-600.000), 4 x / hari sesudah makan
- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
- Dosis untuk bayi 2 ml (200.000), 4 x / hari
- Perlu 10-14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk
kasus kronis.
1.2.2. Solusio gentian violet 1-2%1,3
- Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak
menarik. Dapat dipertimbangkan untuk kasus sulit dan
kambuhan.
- Dioleskan 2x/hari selama 3 hari.1
1.2.3. Mikonazol jel oral:17
- Dewasa : 10 ml (2 sendok teh= 250 mg) 4x/hari
- Anak-anak : > 6 tahun 4 x 5 ml/hari
2-6 tahun 2 x 5 ml/hari
< 2 tahun 2 x 2,5 ml/hari
Dibiarkan di dalam mulut selama mungkin, dan pengobatan
harus diteruskan sampai 2 hari sesudah gejala tidak tampak.15
1.2.4. Kheilosis kandida : terapi topikal anti jamur kombinasi dengan
steroid dan mungkin dengan anti bakteri.17
1.3. Obat sistemik
1.3.1. Ketokonazol 200 mg – 400 mg / hari selama 2-4 minggu. Untuk
infeksi kronis perlu 3-5 minggu.12
1.3.2. Itrakonazol 100-200 mg/hari selama 2 minggu,3
1.3.3. Flukonazol 100 mg/hari selama 5-14 hari3,9 atau 200 mg dosis
sekali.3
1.3.4. Vorikonazole2
Alternatif untuk kasus KO kronis dan tidak sembuh-sembuh
dengan obat oral lainnya.2
Indikasi pengobatan sistemik:
- Risiko tinggi terjadinya diseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada:
penderita granulositopenia/imunokompromais, dan penderita yang
mendapat terapi imunosupresif. 2,13
- Dengan terapi topikal tidak berhasil atau tidak sembuh. 2,13
- Bila terjadi reinfeksi. 3
- Pada pasien AIDS2 : terbaik dengan kapsul Flukonazol dari pada
kapsul Itrakonazol.2 Sebaiknya tablet ketokonazol tidak digunakan13
oleh karena pasien AIDS kurang sampai aklorhidria sedangkan
ketokonazol perlu hiperkhlorhidria hingga minumnya harus bersama
makanan, sehingga absorbsinya meningkat.16
12
13. 1.4. Khusus KO pada pasien AIDS
Di Unit Perawatan Intensip Penyakit Intermediate (UPIPI) RSUD Dr.
Soetomo tempat rawat inap pasien AIDS maka pengobatan KO
dengan cara :
- Satu tablet vaginal Klotrimazol 500 mg dimasukkan dalam satu
gelas air hangat dibiarkan sampai larut semua, dikumurkan dan
ditahan selama mungkin didalam rongga mulut kemudian dibuang,
diulang-ulang sampai satu gelas habis, 1x sehari pagi hari
sebelum mandi pagi hari. Dilakukan tiap pagi sampai bersih KO
nya. Biasanya 1-3 hari sudah bersih. Bila kambuh KO dan baru
sedikit dapat memakai yang lain misalkan nistatin suspensi oral.
- Penulisan resep ditulis obat diberikan ke dokter, agar pasien tidak
tahu kalau obat tablet vaginal dikumurkan dimulut.
2. Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) tidak sulit (uncomplicated)
2.1. Umum
- Mengurangi dan mengobati faktor-faktor predisposisi1,18,24,25
- Memakai pakaian dalam dari katun dan menghindari pakaian ketat
(Jeans/Panthyhose)25,26
- Bila memerlukan terapi antibiotika maka diberikan antibiotika yang
tidak berspektrum luas yaitu golongan Eritromisin/ Azitromisin,
Linkomisin/ Klindamisin atau Kotrimoksasol (sulfa).12,24
2.2. Obat topikal yang ada di Indonesia:
Untuk vaginitis 9,18,25,26
2.2.1. Nistatin supositoria vagina
1 tablet (100.000) / malam selama 14 hari, kurang efektif
dibanding derivat imidasol.1,18
2.2.2. Amfoterisin B supositoria vagina 1 tablet (50 mg) / malam
selama 7-12 hari.25,26,27 Sediaannya dikombinasi dengan
Tetrasiklin 100 mg untuk meningkatkan aktifitas anti jamur
amphoterisin B nya26,27. Pada wanita hamil, amphoterisin B
tidak ada efek samping/ aman pada ibu maupun bayinya27.
2.2.3. Klotrimazol tablet vagina
- 1 tablet (100 mg) / malam selama 7 hari18
- 2 tablet (@ 100 mg) / malam selama 3 hari18
- 1 tablet (500 mg) dosis tunggal (1 kali) pada malam hari.
2.2.4. Mikonazol 2% krim vagina sekali/malam selama 7 hari18
2.2.5. Butokonazol nitrat 2% krim vagina, dosis tunggal18
Dapat diulang pada hari ke 4-5 bila diperlukan.
Untuk vulvitis
- Nistatin krim dioleskan 2 minggu.16
- Derivat imidazol, naftifin, siklopiroksolamin dan haloprogen krim
dioleskan selama 2 minggu.16
Pada vulvitis kandida yang berat, dapat diberi tambahan obat
topikal kortikosteroid ringan (hidrokortison 1% - 2,5%) untuk 3-4
hari pertama, kemudian selanjutnya diberikan obat antijamur
topikal.3,25
13
14. Indikasi obat topikal :9,25,26 pada wanita hamil, KVV akut, KVV
ringan sampai sedang tanpa komplikasi, pemakaian cukup jangka
pendek selama 7 hari atau dosis tunggal.
2.3. Obat sistemik
2.3.1. Ketokonazol tablet 2 x 200 mg / hari selama 5 hari24,25,26 dapat
7 hari
2.3.2. Itrakonazol kapsul :
200 mg/hari 2 hari24,25 atau 200 mg/ hari 3 hari24,25 atau 2 x
100 mg/ hari 2 hari25 atau 2 x 200 mg/ hari sehari selang 8 jam
sesudah makan24,26 atau 600 mg hanya satu hari (dapat
3x200 mg satu hari, yang terbaik).2
2.3.3. Flukonazol kapsul 1 x 50 mg/hari selama 7 hari, atau 1 x 150
mg dosis tunggal18,25,26
Obat oral merupakan pilihan lain yang lebih disukai wanita dengan
KVV, namun sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.18,26
3. Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV) sulit (complicated)
3.1. Kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR)
3.1.1. Mencari berbagai faktor predisposisi dan mengatasi/
menguranginya7,18,26 juga tidak melakukan aktivitas seks
selama pengobatan untuk mengurangi iritasi/trauma,
mengurangi pemakaian douche, mengurangi iritasi oleh
penggunaan kertas toilet, dan menghindari kolam renang yang
airnya banyak mengandung khlor.25,26
3.1.2. Pengobatan KVVR sama seperti KVV akut,12,18,26 tapi perlu
jangka lama (10-14 hari) baik obat topikal atau oral.18
3.1.3. Flukonazol oral 150 mg dosis setiap hari ke 3 dengan total 3
dosis (hari 1, 4 dan 7)18
3.1.4. Profilaksis
Dipakai sesudah menstruasi (obat topikal) atau saat mulai
menstruasi (obat oral) dengan pilihan : 25
3.1.3.1. Ketokonazol oral 100 mg (0,5 tablet) / hari selama 6
bulan, merupakan pilihan yang terbaik18,25
3.1.3.2. Klotrimazol tablet vagina :
- 2 tablet (200 mg) 2 x / minggu18, atau
- 1 tablet (500 mg) / minggu18, atau
- 1 tablet (500 mg) / 2 minggu17, atau
- 1 tablet (500 mg) / bulan12
3.1.3.3. Flukonazol oral 100 mg, atau 150 mg, atau 200 mg /
minggu selama 6 bulan adalah lini pertama18
3.1.3.4. Itrakonazol 2 x 200 mg, 2 x / minggu25,26
Sesudah gejala tidak tampak dalam 3-6 bulan, pengobatan
profilaksis dapat dihentikan.
3.1.5. Mengurangi kolonisasi kandida di usus
Tablet nistatin (oral) 500.000 4 x / hari selama 10-14 hari.
Tetapi ada penulis lain yang menyatakan tidak ada efeknya
pada kekambuhan KVV17
14
15. 3.1.6.Pengobatan pada pasangan seksual,3 meskipun tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa pengobatan topikal/oral
pada pasangan laki-lakinya akan mengurangi kekambuhan
KVV..12,17,26 Terutama bila pasangan laki-lakinya mempunyai
faktor predisposisi.
3.2. KVV berat18,26
3.2.1. Azol topikal vagina 10-14 hari
3.2.1. Flukonazol, tablet 150 mg 2 kali selang 3 hari (hari 1 dan 4)
3.3. KVV non-albicans
3.3.1. Itrakonazol 2 kapsul (200 mg) / hari selama 7-14 hari18,23
3.4. KVV non-albicans yang resisten atau yang kambuh-kambuh 5,18
3.4.1. Asam Borak
600 mg dalam kapsul gelatin dimasukkan vagina 1 kali/hari
selama 1 bulan – Iritasi
3.4.2. Tablet vagina Nystatin 2 kali/ hari selama 1 bulan
3.4.3. Solusio gentian violet 1% dioleskan seminggu sekali selama 4-
6 minggu – Iritasi, dan lebih efektif
3.4.4. Flusitosine
14 kapsul 500 mg dicampur dalam 45 gram krim hidrofilik.
Aplikator vagina 6,4 gram diisi krim dan dimasukkan kedalam
vagina setiap hari selama 1-2 minggu
3.4.5. Amphoterisin vagina supositoria
Sehari sekali selama 2-4 minggu
3.5. Pasien kompromais / immunosupresif
Seperti pengobatan konvensional (yang tidak sulit) tetapi lebih lama
7-14 hari18
3.6. Wanita hamil
Obat topikal azol selama 7 hari18
3.7. KVV kronis19
3.7.1. Itrakonazol
100 mg/ hari 1 minggu – 3 bulan sampai semua gejala hilang
kemudian diturunkan 100 mg/ minggu selama 6 bulan.19
3.7.2. Flukonazol
50 mg/ hari 1 minggu – 3 bulan sampai semua gejala hilang
kemudian diturunkan 150 mg/ minggu selama 6 bulan.19
4. Kandida balanitis / balanopostitis
4.1. Pengobatan dengan obat topikal antijamur;17 :
- Nistatin krim dioleskan pagi dan malam selama 2 minggu
- Imidazol krim (mikonazol, klotrimazol) dioleskan pagi dan malam
selama 1 minggu.
4.2. Pengobatan oral3 :
- Flukonazol 150 mg dosis tunggal.
4.3. Memeriksa dan mengobati pasangannya.17
15
16. 5. Kandidiasis mukosa pada pasien infeksi HIV/AIDS
5.1. Sukar diobati karena beberapa kemungkinan : 16
- Status kekebalan yang menurun.
- Absorbsi obat yang kurang baik/jelek oleh karena akhlorhidria dan
sekresi asam lambung yang berkurang akibat infeksi HIV
- Interaksi obat antijamur oral dengan banyak obat-obat lain, oleh
karena obat golongan azol menghambat enzim CYP3A4
- Meningkatnya resistensi Candida.
5.2. Terapi
- Flukonazol, itrakonazol oral (lihat mengenai obat sistemik pada
kandidiasis oral dan K(V)V), dan perlu waktu lebih lama14.
- Obat topikal untuk KO : sirup itrakonazol (100 mg/10 ml),25,26 dalam
siklodekstrin, dosis 2 x 100 mg (10 ml) atau 1 x 200 mg (20 ml)
selama 2 minggu. Diminum 1 jam sebelum makan (perut kosong),
dikumurkan (+ 20 detik) baru ditelan, sesudah itu tidak
diperkenankan minum/berkumur sampai 1 jam kemudian25,26.
Obat topikal lainnya sering gagal karena perlu dosis sering, waktu
kontak tidak adekuat antara obat dan mukosa oral serta kurangnya
air liur.16
- Absorbsi solusio itrakonazol dalam siklodekstrin lebih cepat
dibandingkan dalam bentuk kapsulnya2.
PENCEGAHAN
Pencegahan kekambuhan dengan cara :
1. Mengurangi / meminimalkan / mengobati faktor predisposisinya1,3,24
2. Memaksimalkan terapi ARV pada pasien HIV.14
Efektifnya terapi ARV mencegah kekambuhan dan usahakan
memaksimalkan terapi ARV sebelum memulai obat profilaksis.14
3. Pengobatan profilaksis
3.1. Kandidiasis oral
- Bayi : pengobatan ante partum ibu dengan KVV.1
- Dewasa: Flukonazol 50-l00 mg/hari 1-2 minggu17 atau
Flukonazol 150 mg / minggu.17
3.2. KVVR/kronis (pengobatan KVVR dan KVV kronis bab profilaksis,
3.1.3 & 3.5)
3.3. Pada pasien dengan infeksi HIV :
Profilaksis jangka lama tidak dianjurkan untuk KO/KVV pada pasien
HIV, karena efektifnya pengobatan fase akut dan adanya obat ARV,
rendahnya kematian, rendahnya insidens penyakit invasif,
meningkatnya resistensi, interaksi dengan banyak obat, dan tingginya
biaya profilaksis.14 Profilaksis selama hidup diberikan pada pasien
kandidiasis esofagus yang telah selesai pengobatannya14,16 atau
pengobatan jangka lama dengan Flukonazol bila CD 4 tetap rendah,
dan KVVR berat dalam intensitas atau frekuensinya.14,16
3.4. Kontrol ke dokter.16
16
17. PROGNOSIS
Prognosis baik bila faktor predisposisi dapat diminimalkan.17 Kekambuhan
pada pasien dengan HIV positif, perlu pemberian terapi berulang / terapi
profilaksis 14,16,17
Komplikasi dapat terjadi pada :
- pasien leukoplakia dapat menjadi karsinoma skuamosa walaupun
jarang.14,16
- pasien kandidiasis oral dengan AIDS, kandidiasis mukokutan kronis atau
dengan neutropenia dapat menjadi kandidiasis esofagus.13,14
Kandidiasis oral dengan neutropenia dapat menjadi kandidiasis
sistemik.3,14
- KVVR/kronis dapat menyebabkan dispareunia kronis hingga mengganggu
hubungan suami istri.12
DAFTAR PUSTAKA
1. Rippon JW. Medical Mycology, Edisi ke-3. Philadelphia : WB Saunders
Co, 1988
2. Hay RJ and Ashbee HR. Mycology. Dalam : Burns T, Breatnach S, Cox
N, Griffith SC, editors. Rook’s Texbook of Dermatology, edisi ke 8.
Oxford : Wiley-Blackwell; 2010. p. 36.5 – 36.56
3. Janik MP, Heffernan MP, Yeas to infection : Candidiasis and Tinea
(Pityriasis) versicolor. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 7th ed. New York : Mc Graw Hill; 2008. p. 1822-1830.
4. Hasrulliana NW, Suyoso S, Cita Rosita . Manifestasi Klinis dan
identifikasi spesies penyebab Kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS
RSU Dr. Soetomo. Berkala I Kes. Kul & Kel; 2010. 22 : p. 11-6.
5. Edwards L. The diagnosis and treatment of infections vaginitis. Dermatol
Ther; 2004. 17 : p. 102-10.
6. Haryani M, Urip KS, Wasitoatmodjo SM. Vulvovaginal Candidosis
caused by Candida non-albicans, proportion and clinical characteristic in
the Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Jakarta. Med.J.
Indonesia; 2003. 12 : p. 142-146
7. Andriani T, Sawitri, Suyoso S. Penyebab Kandidiasis vaginalis di RSU
Dr. Soetomo Surabaya. Berkala I Penyakit Kulit & Kelamin; 2005.17 :
p.1-9.
8. Dhelya Widasmara, Suyoso S, Dwi Murtiastutik. Profil spesies Candida
pada pasien HIV/AIDS yang menderita KVV dengan pemberian
antibiotic. Karya akhir. Departemen/SMF Kesehatan Kulit Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo
Surabaya; 2011, unpublished.
9. Dignani MC, Solamkin JS, Anaissie EJ. Candida. Dalam Anaissie EJ,
McGinnis MR, Pfaller MA editor, Clinical Mycology, edisi ke 2. China :
Churchill Living Stone Elsevier; 2009. p. 197-230.
10. Fidel Jr. PL. Distinct Protective Post Defenses against oral and vaginal
Candidiasis. Medical mycology; 2002. 40 : p. 359-75
17
18. 11. Roseff SA, Sugar AM. Oral and esophageal candidiasis. Dalam: Bodey
GP, editor. Candidiasis, Pathogenesis, Diagnosis and treatment, Edisi
ke-2. New York : Raven Press; 1993. p. 185-203.
12. Sobel JD. Genital Candidiasis. Dalam: Bodey GP, editor. Candidiasis,
Pathogenesis, Diagnosis and treatment, Edisi-2. New York : Raven
Press; 1993. p. 225-47.
13. Samaranayahe LP, Cheung LK and Samaranayahe YH. Candidiasis and
other fungal disease of the mouth. Dermatol Ther; 2002. 15 : p. 251-269.
14. Venkatesan P. Perfect JR, & Myers SA. Evaluation and management of
fungal infection in Immunocompromised patients, Dermatol Ther; 2005.
18 : p. 44-57
15. Wong D and Schumack S. HIV and Skin disease. Dalam : Stewart
G.editor. Managing HIV. North Sydney : Australasian Medical Publishing
Co.Ltd; 1997. p. 62-6.
16. Price CR, Glaser DA, Penneys NS. Mycotic skin infection in HIV-1
disease, Pathophysiology, diagnosis, and treatment. Dermatol Ther;
1999. 12 : p. 87-107.
17. Richardson MD, Warnock DW. Fungal infection. Edisi ke 3, Oxford :
Blackwell Publication; 2003.
18. Workowshi KA, Berman SM. Sexually Transmitted Diseases Treatment
guidelines 2006. US Department of Health and Human Services. Centers
For Disease Control and Prevention (CDC). Morbidity and Mortality
Weekly Report; 2006. 55 : p. 54-6.
19. Fischer G. Management of vulvar pain, Dermatol Ther; 2004. 17 : p.134-
199
20. Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. In : Holmes KK, Sparling DF,
Stamm WE, Piot P, Wasserhat JN, Corey L, et.al. editors. Sexually
Transmitted Diseases, 4thed. New York : Mc Graw Hill; 2008. p. 823-38.
21. Odds FC & Bernaerts R. CHROM agar Candida, a new Differential
Isolation medium for presumptive Identification of Clinically Important
Candida species. J Clin Microbiol; 1994. 32 : p. 1923-29.
22. Koehler AP, Kai-Cheong C, Houang ETS and Cheng AFB. Simple,
reliable and Cost-Effective yeast identification scheme for the Clinical
Laboratory. J.Clin Microbiol; 1999. 37 : p. 422-26
23. Edwards L. The diagnosis and treatment of infection vaginitis. Dermatol
Ther; 2004. 17 : p. 102-10.
24. Suyoso S. Kandidosis Kutis. Video-Conference. Pengaruh iklim tropis
pada infeksi kandida. Kelompok Studi Dermatomikosis Indonesia.
Jakarta dan Surabaya, 31 Maret 2001.
25. Stary A. Treatment of Vulvovaginal Candidiasis. Dermatol Ther; 1997. 3 :
p. 37-42.
26. Suyoso S. Penatalaksanaan Dermatomikosis Superfisialis masa kini.
Simposium Penatalaksanaan Dermatomikosis superfisialis masa kini. 11
Mei 2002, Surabaya. Indonesia.
27. Reynolds JEF. Martindale The Extra Pharmacopia 29th ed. London :
Pharmaceutical Press; 1989.
===== 2011 =====
18